Anda di halaman 1dari 3

Rivara Dewi Tulungallo

205010107111022
T1 Hukum Acara Peradilan Konstitusi

Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara
Pengujian Undang-Undang
Tahapan Permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi

Pengajuan Permohonan
(Pasal 9 ayat 1) Pemohon dapat mengajukan permohonan secara luring (offline) atau daring
(online) atau melalui media elektronik lainnya.
(Pasal 9 ayat 2) Khusus permohonan pengujian formil, diajukan maksimal 45 hari sejak UU atau
Perppu diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(Pasal 10 ayat 1)
Pengajuan permohonan minimal terdiri atas:
- permohonan;
- fotokopi identitas pemohon;
- fotokopi identitas kuasa hukum dan surat kuasa; dan/atau
- anggaran dasar atau anggaran rumah tangga (“AD/ART”).
(Pasal 10 ayat 2)
Permohonan yang diajukan pemohon dan/atau kuasa hukum tersebut sekurang-kurangnya
memuat:
- nama pemohon dan/atau kuasa hukum, pekerjaan, kewarganegaraan, alamat
rumah/kantor, dan alamat surat elektronik (e-mail);
- uraian yang jelas mengenai:
 kewenangan Mahkamah, yang memuat penjelasan kewenangan MK dalam
mengadili perkara PUU sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
serta objek permohonan;
 kedudukan hukum pemohon, yang memuat penjelasan hak dan/atau kewenangan
konstitusional pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya UU atau
Perppu yang dimohonkan pengujian; dan
 alasan pemohonan, yang memuat penjelasan pembentukan UU atau Perppu yang
tidak memenuhi ketentuan pembentukannya berdasarkan UUD 1945 dan/atau
bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU atau Perppu
bertentangan dengan UUD 1945.
- petitum, memuat hal-hal yang diminta diputus dalam permohonan, yaitu:
1) mengabulkan permohonan pemohon;
2) menyatakan bahwa pembentukan UU atau Perppu yang dimohonkan pengujian
tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU atau Perppu berdasarkan UUD 1945
dan UU atau Perppu a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (khusus
permohonan pengujian formil);
3) menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU atau Perppu
yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat (khusus permohonan pengujian materiil);
4) memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et
bono)
(Pasal 11 ayat 2 dan Pasal 12 ayat 5)
Permohonan diajukan secara tertulis berbahasa Indonesia secara luring (offline) yang
ditandatangani pemohon disertai dengan daftar alat bukti beserta alat bukti yang mendukung
permohonan, yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
- Salinan UU atau Perppu, setidak-tidaknya bagian atau bab yang dimohonkan pengujian,
termasuk halaman depan dan halaman yang memuat tanggal pengundangan dari salinan
UU atau Perppu;
- Salinan UUD 1945.
(Pasal 12 ayat 1) Khusus bagi permohonan yang diajukan melalui kuasa hukum, permohonan
wajib diajukan secara daring (online).
(Pasal 13 ayat 1) Penyerahan permohonan dan daftar alat bukti yang diajukan tersebut disertai
dengan salinan dalam bentuk dokumen digital (soft copy) dengan aplikasi word (.doc) dan pdf.
yang disimpan dalam 1 unit penyimpanan data berupa flash disk atau file yang dikirim secara
daring (online) atau melalui media elektronik lainnya.

Persidangan
(Pasal 34 ayat 1) Jadwal penyelenggaraan persidangan dimuat di laman MK. 
(Pasal 34 ayat 3) Persidangan perkara PUU dapat dilakukan secara luring (offline), daring
(online), melalui video conference, dan/atau media elektronik lainnya.
(Pasal 34 ayat 2)
Tahapan persidangan perkara PUU dilaksanakan melalui:
Pemeriksaan Pendahuluan (Pasal 40)
Sebelum memeriksa pokok perkara, MK akan memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi
permohonan, dalam 2 tahap sidang:
- Pemeriksaan pendahuluan dengan agenda mendengar pokok-pokok permohonan,
memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, mencakup identitas pemohon,
kewenangan MK, kedudukan hukum pemohon, alasan permohonan (posita), dan petitum.
(Pasal 41 ayat 1)
- Pemeriksaan pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan serta
pengesahan alat bukti pemohon.
(Pasal 48 ayat 1)
Pemeriksaan Persidangan
Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh
9 orang hakim atau minimal 7 orang hakim, dan mencakup: (Pasal 49 ayat 1)
- mendengar keterangan pemberi keterangan;
- mendengar keterangan pihak terkait;
- mendengar keterangan ahli;
- mendengar keterangan saksi;
- memeriksa dan/atau mengesahkan alat bukti tertulis;
- memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang
bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk;
- memeriksa alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Pengucapan Putusan
(Pasal 66 ayat 2 dan 67 ayat 1) Setelah dilakukan pemeriksaan persidangan, hakim konstitusi
melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim (“RPH”) untuk mengambil putusan secara
musyawarah untuk mufakat. Namun jika mufakat tidak tercapai, putusan diambil dengan suara
terbanyak.
(Paal 67 ayat 5 dan 6) Apabila tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua
sidang pleno hakim konstitusi menentukan.

Anda mungkin juga menyukai