Anda di halaman 1dari 12

Nama : sardiman

nim : 210408045
matkul : Yudicial Riview
Tata Cara Pengajuan Yudicial Review
Yudicial Review
yudicial review adalah pengujian yang dilakukan melalui
mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma yang
mencakup pengujian terhadap materi muatan undang-undang (uji
materiil) dan pembentukan undang-undang (uji formil). Jadi,
sebenarnya uji materiil merupakan salah satu jenis judicial review.
Judicial review hadir untuk menjaga proses demokrasi
dalam hubungan saling memengaruhi antara lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Dengan kata lain, pengujian UU ini
berfungsi untuk menjaga mekanisme checks and balances.
Siapa berhak mengajukan Yudicial
Review
Seseorang yang bisa mengajukan yaitu: Perorangan
warga negara Indonesia. Kesatuan masyarakat hukum
adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang.
Pihak yang merasa hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan akibat diberlakukannya
suatu Undang-Undang (“UU”) atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (“Perppu”)
dapat mengajukan permohonan judicial review ke
Mahkamah Konstitusi (“MK”) sebagai pemohon.
Berdasarkan Pasal 51 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
(“UU 24/2003”), pihak yang merasa hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan akibat diberlakukannya suatu UU dapat
mengajukan permohonan PUU terhadap UUD 1945 ke MK (judicial
review) sebagai pemohon, yaitu:
 perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang
memiliki kepentingan yang sama
 kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
 badan hukum publik atau privat; atau
 lembaga negara.
Adapun yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah
hak-hak yang diatur dalam UUD 1945.Hak dan/atau
kewenangan konstitusional tersebut dianggap dirugikan oleh
berlakunya UU atau Perppu jika:
 hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon dirugikan
oleh berlakunya UU atau Perppu yang dimohonkan pengujian
 kerugian konstitusional dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan
aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi
 ada hubungan sebab akibat antara kerugian konstitusional dan
berlakunya UU atau Perppu yang dimohonkan pengujian;
 dan ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya
permohonan, kerugian konstitusional seperti yang didalilkan
tidak lagi atau tidak akan terjadi.
Tahapan Permohonan Judicial
Review ke MK
Pengajuan Permohonan
Pemohon dapat mengajukan permohonan secara luring
(offline) atau daring (online) atau melalui media elektronik
lainnya.Khusus permohonan pengujian formil, diajukan
maksimal 45 hari sejak UU atau Perppu diundangkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 Pengajuan permohonan minimal terdiri atas:
 permohonan;
 fotokopi identitas pemohon;
 fotokopi identitas kuasa hukum dan surat kuasa; dan/atau
 anggaran dasar atau anggaran rumah tangga (“AD/ART”).
Permohonan yang diajukan pemohon dan/atau kuasa
hukum tersebut sekurang-kurangnya memuat:

nama pemohon dan/atau kuasa hukum, pekerjaan,


kewarganegaraan, alamat rumah/kantor, dan alamat surat
elektronik (e-mail); uraian yang jelas mengenai:
kewenangan Mahkamah, yang memuat penjelasan kewenangan
MK dalam mengadili perkara PUU sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan serta objek permohonan;
kedudukan hukum pemohon, yang memuat penjelasan hak
dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang dianggap
dirugikan dengan berlakunya UU atau Perppu yang dimohonkan
pengujian; dan
alasan pemohonan, yang memuat penjelasan pembentukan UU
atau Perppu yang tidak memenuhi ketentuan pembentukannya
berdasarkan UUD 1945 dan/atau bahwa materi muatan ayat,
pasal, dan/atau bagian dari UU atau Perppu bertentangan dengan
UUD 1945.
petitum, memuat hal-hal yang diminta diputus
dalam permohonan, yaitu:

 mengabulkan permohonan pemohon;


 menyatakan bahwa pembentukan UU atau Perppu yang
dimohonkan pengujian tidak memenuhi ketentuan
pembentukan UU atau Perppu berdasarkan UUD 1945
dan UU atau Perppu a quo tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat (khusus permohonan pengujian formil);
 menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau
bagian UU atau Perppu yang dimohonkan pengujian
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat (khusus permohonan
pengujian materiil);
 memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Permohonan diajukan secara tertulis berbahasa
Indonesia secara luring (offline) yang ditandatangani
pemohon disertai dengan daftar alat bukti beserta
alat bukti yang mendukung permohonan, yang
sekurang-kurangnya terdiri atas:[8]
 Salinan UU atau Perppu, setidak-tidaknya bagian atau
bab yang dimohonkan pengujian, termasuk halaman
depan dan halaman yang memuat tanggal
pengundangan dari salinan UU atau Perppu;
 Salinan UUD 1945.
 Khusus bagi permohonan yang diajukan melalui
kuasa hukum, permohonan wajib diajukan secara
daring (online).
Persidangan
Jadwal penyelenggaraan persidangan dimuat di laman MK.Persidangan
perkara PUU dapat dilakukan secara luring (offline), daring (online),
melalui video conference, dan/atau media elektronik lainnya.
Tahapan persidangan perkara PUU dilaksanakan melalui
Pemeriksaan Pendahuluan
 Sebelum memeriksa pokok perkara, MK akan memeriksa kelengkapan
dan kejelasan materi permohonan, dalam 2 tahap sidang:
 Pemeriksaan pendahuluan dengan agenda mendengar pokok-pokok
permohonan, memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi
permohonan, mencakup identitas pemohon, kewenangan MK,
kedudukan hukum pemohon, alasan permohonan (posita), dan petitum.
 Pemeriksaan pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan
permohonan serta pengesahan alat bukti pemohon.
Pemeriksaan Persidangan
Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam sidang pleno terbuka
untuk umum yang dihadiri oleh 9 orang hakim atau minimal 7
orang hakim,dan mencakup:
 mendengar keterangan pemberi keterangan;
 mendengar keterangan pihak terkait;
 mendengar keterangan ahli;
 mendengar keterangan saksi;
 memeriksa dan/atau mengesahkan alat bukti tertulis;
 memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan,
dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain
yang dapat dijadikan petunjuk;
 memeriksa alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Pengucapan Putusan
Setelah dilakukan pemeriksaan persidangan, hakim
konstitusi melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim
(“RPH”) untuk mengambil putusan secara musyawarah
untuk mufakat namun jika mufakat tidak tercapai,
putusan diambil dengan suara terbanyak.
Apabila tidak dapat diambil dengan suara terbanyak,
suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi
menentukan. Putusan MK ditandatangani oleh hakim
yang memeriksa, mengadili, dan memutus, dan
panitera,serta memperoleh kekuatan hukum tetap sejak
selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk
umum.

Anda mungkin juga menyukai