Anda di halaman 1dari 29

Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan

Istirahat dan Tidur pada Penyakit Sindrom


Steven Johnson
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB II

KELOMPOK 3 KELAS 2A KEPERAWATAN

ADYT PRAYOGA PO72201201632


AFRILLYA SANDOVA PO72201201633
REGI SUHARIBAR PO72201201656
SISI AMALIYA.S PO72201201658

DOSEN PEMBIMBING
DEWI PUSPARIANDA, SST.,MPH
a. Konsep Istirahat
Menurut Alimul 2006 (dikutip dalam Kastiati & Wayan, 2016) istirahat merupakan keadaan rileks
tanpa tekanan emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Istirahat bukan berarti tidak aktivitas
sama sekali, tapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan.

b. Konsep Tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar dimana keadaan persepsi dan reaksi terhadap lingkungan
dapat menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali oleh stimulus atau sensoris yang sesuai.
(Asmadi, 2008).

Tahap tidur ada dua yaitu tidur NREM dan tidur REM
1. Tidur NREM ( Non-Rapid Eye Movment) disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena
gelombang otak yang ditunjukan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan
beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Tidur NREM terbagi menjadi 4 tahap, tahap 1-2 disebut
dengan tahap ringan (light sleep) dan tahap 3-4 sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).
(Kasiati & Wayan, 2016).

2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-
30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian mimpi terjadi pada tahap ini.
Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada tahap
individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun secara tiba-tiba. (Kasiati &
Wayan, 2016).
Faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur
Menurut Kasiati dan Wayan, 2016:
1) Penyakit
2) Lingkungan
3) Latihan dan kelelahan
4) Gaya hidup
5) Stres emosional
6) Stimulant dan alkohol
7) Diet
8) Merokok
9) Medikasi
10)Motivasi
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi
mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit dimana kematian
sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini
diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada
kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang
diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang
keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015).
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif dan mampu mempertahankan
homeostatisnya sendiri. Kulit merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit adalah bagian terluar
disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan.
Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).

Ketiga lapisan kulit, diantaranya :


a. Epidermis atau Kutikula
Disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk
terletak paling luar, dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum,
stratum lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak dibawah lapisan tanduk dan
terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce, 2012).
b. Dermis atau Korium
Tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil
yang berisi ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).
c. Hipodermis atau Subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak
hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu,
lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori (Gonce, 2011)
a. Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh. Sebagian panas menghilang
melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai
cara, yaitu dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (Pearce, 2012).
b. Kulit sebagai indra peraba
Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam kulit berbeda-beda menurut
ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas, dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit
terdapat tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka) terhadap dingin, beberapa
terhadap panas, dan terhadap sakit (Pearce, 2012).
c. Tempat penyimpanan
Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit
merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh (Pearce, 2012).
d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit
Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan dari jaringan dan juga menghindarkan
masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam air. Selain itu, epidermis menghalangi cedera
pada struktur di bawahnya, dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit
mengurangi rasa sakit.
A. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 B. Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Hipersensitivitas tipe 1 sama dengan alergi dan Reaksi hipersensitivitas tipe kedua disebut
biasa disebut reaksi hipersensitivitas tipe cepat. juga reaksi hipersensitivitas sitotoksik, yaitu
Disebut “cepat‟ karena respons tubuh muncul kondisi saat sel tubuh normal secara keliru
dalam waktu kurang dari satu jam setelah terpapar dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh
alergen. sendiri. Reaksi ini melibatkan antibodi
Hipersensitivitas tipe 1 terjadi ketika antibodi imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M
imunoglobulin E (IgE) melepaskan zat kimia (IgM). Hipersensitivitas tipe 2 dapat
histamin ketika bertemu alergen. Hal ini kemudian menyebabkan peradangan dan kerusakan
memicu reaksi alergi ringan hingga berat. Alergi jaringan. Contoh dari reaksi hipersensitivitas
makanan, alergi obat, dan reaksi akibat sengatan jenis ini adalah anemia hemolitik autoimun,
lebah termasuk dalam hipersensitivitas tipe 1. Ada penolakan transplantasi organ, dan penyakit
beberapa gejala hipersensitivitas tipe 1, antara Hashimoto.
lain: Urtikaria atau biduran, Angioedema, Rhiniti,
Asma, Anafilaksis.
C. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 D. Reaksi hipersensitivitas tipe 4
Reaksi hipersensitivitas tipe 4 disebut
Reaksi hipersensitivitas jenis ini disebut juga sebagai reaksi hipersensitivitas tipe
penyakit kompleks imun. Kondisi ini terjadi lambat, karena reaksinya relatif lebih
ketika antibodi dan antigen bergabung menjadi lama dibandingkan dengan tipe
satu di bagian tubuh tertentu, misalnya hipersensitivitas lain. Pada tipe
pembuluh darah di kulit, ginjal, dan sendi, hingga hipersensitivitas 4, yang berperan dalam
menyebabkan peradangan atau kerusakan lokal. menyebabkan reaksi alergi adalah
Reaksi hipersensitivitas tipe 3 umumnya muncul sejenis sel darah putih yang disebut sel T.
4–10 hari setelah tubuh terpapar antigen. Contoh hipersensitivitas tipe 4 adalah
Contoh penyakit yang terjadi karena reaksi dermatitis kontak, berbagai bentuk reaksi
hipersensitivitas tipe 3 adalah lupus, hipersensitivitas akibat obat-obatan, dan
glomerulonefritis, dan rheumatoid arthritis. sindrom Stevens-Johnson.
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib,
sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin,
nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang
jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga
mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain.
5. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat
terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan
sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan
SSJ.
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi (30º -
40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-
gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan,
denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma
& Nurarif, 2015).
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema berbentuk seperti cincin (pinggir eritema
tengahnya relative hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target
dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil.

2. Kelainan Mukosa
Kelainan selaput lendir di orifisium yang sering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul
dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus (masing-masing 8%
- 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal.

3. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis.
Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, hingga bisa terjadi kebutaan.
Menurut Kusuma & Nurarif, 2015 pada Sindrom Steven Johnsons sering
sering menimbulkan , antara lain :
1. Kehilangan cairan dan darah.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock.
3. Oftalmologi – ulserasi kornea, kebutaan.
4. Gastroenterologi – Esophageal strictures.
5. Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, stenosis vagina.
6. Pulmonari – pneumonia, bronchopneumonia.
7. Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi
kulit sekunder.
8. Infeksi sitemik, sepsis
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun
yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Patogenesisnya belum jelas,
disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem
komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen
antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan.
(Muttaqin, 2012)
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini
diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T, Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem
komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ).
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. Pada reaksi
ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau
suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula
disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi
imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan
kerusakan epidermis.
Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi seperti
kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress hormonal diikuti
peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria, kegagalan termoregulasi,
kegagalan fungsi imun, dan infeksi. (Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019)
Obat-obatan, Infeksi virus dan Keganansan Kelainan Hipersesitivitas

Hipersensitivitas tipe III Hipersensitivitas tipe IV

Antigen antibody Pengaktifan sel T


terbentuk & terperangkap
dalam jaringan kapiler Limfosit T tersintesitasi

Melepaskan
Aktivasi S.Komplemen Limfokin/sitotoksin

Akumulasi Neutrofil Penghancuran sel-sel

Respon agen cedera Akibat adanya cidera


dalam tubuh fisiologis

Kerusakan Jaringan Reaksi peradangan


MK: Gangguan Gangguan pada kulit, Respon lokal: Eritema,
Integritas Kulit mukosa dan mata MK: Nyeri Akut
vesikel dan bula

Komplikasi: kulit Respon inflamsi


(timbulnya jaringan Kurang kontrol tidur
sitemik
parut, infeksi kulit
sekunder), mata
(ulserasi kornea, Gangguan MK: Gangguan
kebutaan) dan mukosa gastrointestinal, pola tidur
(stenosis vagina) demam, malaise

Ketidakmampuan
menelan makanan

Intake tubuh tidak


adekuat

MK: Defisit Nutrisi (Kusuma & Nurarif, 2015)


1. Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan nomorregister.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan demam, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura dan terbentuk krusta pada bibir. Riwayat
perjalanan penyakit sehingga klien dirawat di rumah sakit (Setelah ia mengkonsumsi obat yang
diberikan oleh bidan, 2 hari yang lalu). Pada pemeriksaan mata, didapatkan kelainan mata
kongjungtivitis.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat
penyakit yang sebelumnya dialami klien.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
3. Fisiologis Pola Tidur
Gangguan pola tidur terdiri dari gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor. Adapun gejala dan
tanda mayor dan gejala dan tanda minor yaitu:

1) Gejala dan tanda mayor :


2)Gejala dan tanda minor:
a. Mengeluh sulit tidur
a. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
b. Mengeluh sering terjaga
b. Adanya kehitaman di daerah sekitar mata
c. Mengeluh tidak puas tidur
c. Konjungtiva pasien tampak merah
d. Mengeluh pola tidur berubah
d. Wajah pasien tampak mengantuk
e. Mengeluh istirahat tidak cukup

4. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
Penglihatan kabur buram, conjungtiva anemis kelainan mata kongjungtivitis, mata berair, edema,mata
terasa gatal, menganjal, pedih, dan lengket.
b. Mulut
Kotor, terdapat krusta, mukosa bibir kering, terdapat bula dan purpura
c. Kulit
Sawo matang (warna kulit), turgor kulit jelek, kering , eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura dan ada pula
yang disertai tanda-tanda infeksi.
I : Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, faktor
P : Turgor kulit, edema
(Brunner and Suddarth, 2001)
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, intake tubuh tidak adekuat
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisologis, reaksi
peradangan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan respon agen
cedera dalam tubuh (kerusakan jaringan)
No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI))
1. Defisit nutrisi. Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Definisi: Asupan nutrisi tidak tindakan keperawatan diharapkan 1. Observasi
cukup untuk memenuhi status nutrisi terpenuhi dengan • Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme. kriteria hasil: • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab: • Identifikasi makanan yang disukai
• Ketidakmampuan menelan Status nutrisi • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
makanan • Kekuatan otot pengunyah • Identifikasi perlunya penggunaan selang
• Ketidakmampuan mencerna meningkat nasogastrik
makanan • Kekuatan otot menelan • Monitor asupan makanan
meningkat • Monitor berat badan
• Frekuensi makan membaik • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
• Nafsu makan membaik 2. Terapeutik
• Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
• Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
• Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
• Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
• Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
• Berikan suplemen makanan, jika
perlu
• Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
• Anjurkan posisi duduk, jika mampu
4. Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.

2. Nyeri Akut. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I. 08238)


Definisi: Pengalaman keperawatan diharapkan 1. Observasi
sensorik atau emosional nyeri berkurang dengan • lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
yang berkaitan dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
kerusakan jaringan aktual • Identifikasi skala nyeri
atau fungsional, dengan Tingkat Nyeri • Identifikasi respon nyeri non verbal
onset mendadak atau • Keluhan yeri • Identifikasi faktor yang memperberat dan
lambat dan berintensitas berkurang memperingan nyeri
ringan hingga berat dan • Ekspresi wajah • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
konstan. tenang dan tidak tentang nyeri
Penyebab: meringis • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
• Agen pencedera • Tidak menunjukkan nyeri
fisiologis (mis. sikapprotektif
Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
• Tidak menunjukkan • Identifikasi pengaruh budaya terhadap
sikapprotektif respon nyeri
• Tidak gelisah • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
• Tidak mengalami • Monitor keberhasilan terapi
kesulitan tidur komplementer yang sudah diberikan
• Tidak menarik diri • Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
• Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
• Fasilitasi istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
• Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan tidur (I.09265)
Definisi: tindakan keperawatan 1. Obsevasi
Gangguan kualitas dan diharapkan pola tidur membaik • Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kuantitas waktu tidur akibat dengan kriteria hasil: • Identifikasi faktor pengganggu tidur
faktor eksternal Penyebab: • Identifikasi makanan dan minuman yang
• Kurang kontrol tidur Pola Tidur mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
• Keluhan sulit tidur makanan
menurun mendekati waktu tidur, minum banyak
• Keluhan sering air sebelum tidur)
terjaga menurun • Identifikasi obat tidur yang
• Keluhan pola tidur dikonsumsi
berubah berkurang 2. Terapeutik
• Keluhan istirahat • Modifikasi lingkungan (mis.
tidak cukup pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
berkurang dan tempat tidur)
• Batasi waktu tidur siang, jika
perlu Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
• Batasi waktu tidur siang, jika
perlu Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
• Tetapkan jadwal tidur rutin
• Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
• Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur-terjaga
3. Edukasi
• Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
• Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
• Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
• Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
• Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
psikologis:gaya
hidup, sering berubah shift bekerja)
• Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
4. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Definisi: Kerusakan keperawatan diharapkan 1. Observasi
kulit (dermis dan/atau gangguan integritas kulit Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
epidermis) atau jaringan membaik dengan kriteria 2. Terapeutik
(membran mukosa, kornea, hasil: • Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
fasia, otot, tendon, tulang, • Elastisitas kulit baring
kartilago, kapsul sendi membaik • Gunakan produk berbahan
dan/atau ligamen). • Hidrasi pada kulit petrolium atau minyak pada
membaik angkat kulit kering Hindari produk
• Kerusakan lapisan berbahan dasar alkohol pada kulit
kulit mrenurun 3. Edukasi
• Perdarahan pada kulit • Anjurkan menggunakan pelembab
mmenurun • Anjurkan minum air yang cukup
• Nyeri pada kulit • Anjurkan meningkatkan asupan
menurun nutrisi
• Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
• Anjurkan mandi dan menggunkan sabun
secukupnya
Implementasi merupakan serangkaian tindakan perawat pada keluarga berdasarkan
rencana sebelumnya. (Padila, 2012)

Evaluasi merupakan kegiatan melakukan penilaian apakah tindakan keperawatan berhasil


atau tidak maka diperlukan penilaian. Penilaian dilaksanakan dengan menggunakan metode
SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan planning). (Padila, 2012)
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai