Indentifikasi petunjuk geomorfik dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu daerah yang luas dengan cepat, dan data yang
diperlukan dengan mudah didapatkan dari peta topografi dan foto udara atau citra satelit. Berikut adalah persamaan yang
digunakan untuk menentukan nilai morfometri (masing-masing soal berbobot 15):
1. Rasio cabang sungai (Rb) merupakan hasil perbandingan jumlah segmen sungai orde tertentu (𝑛) dengan (n + 1) jumlah
segmen sungai orde berikutnya (Strahler, 1957). Nilai Rb yang kurang dari 3 atau lebih dari 5, terindikasi telah mengalami
deformasi akibat pengaruh kegiatan tektonik (Verstappen, 1983). Berikut adalah penulisan persamaannya:
𝑛
𝑅𝑏 = 𝑛+1
Lengkapilah tabel di bawah ini dengan hasil perhitungan rasio percabangan sungai (Rb):
Jadi Nilai Rb rata–rata DAS A yaitu 1,7393, Rb rata–rata DAS B yaitu 1,5224, Rb rata–rata DAS C yaitu 1,9528, dan
Rb rata – rata DAS D yaitu 1,4851. Berdasarkan klasifikasi rasio percabangan sungai (Rb) Menurut Verstappen (1983), DAS A, B,
C, dan D memiliki nilaiRb rata–rata < 3, sehingga DAS A, B, C, dan D diindikasikan telah mengalami deformasi akibat adanya
pengaruh kegiatan tektonik di Daerah Aliran Sungai tersebut.
NAMA : Mellyanda Riska NO. MHS: 111190142 KELAS: GEOINDERAJA A
2. Nilai densitas sungai atau kerapatan pengaliran (Dd) adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di
dalam suatu daerah aliran sungai (Strahler, 1957; Horton, 1945). Nilai indeks kerapatan diperoleh dengan menghitung panjang
total pengaliran sungai (Ls) dibanding luas total daerah aliran sungai (A). Berikut adalah persamaannya:
𝐿𝑠
𝐷𝑑 = 𝐴
Kerapatan pengaliran menggambarkan kapasitas banyaknya pengaliran yang mengalir pada suatu daerah aliran sungai, yang
menggambarkan kegiatan tektonik pada suatu wilayah, dan rasio kerapatan dengan nilai rendah menandakan kondisi geologi
yang permeabel. Suatu batasan yang menyatakan besarnya indeks kerapatan sungai, yaitu apabila nilai Dd disebut rendah bila
kurang dari 0,25 1/km, sedang bila 0,25 – 10 1/km, tinggi bila 10 – 25 1/km, sangat tinggi bila lebih dari 25 1/km (Verstappen,
1983).
Lengkapilah tabel di bawah ini dengan hasil perhitungan nilai kerapatan sungai (Dd):
Didapatkan nilai kerapatan Sungai A sebesar 4,5531.10-3 m-1, nilai kerapatan Sungai B sebesar 3,8738.10-3 m-1, nilai kerapatan Sungai C
sebesar 3,4412.10-3 m-1, dan nilai kerapatan Sungai D sebesar 4,7563.10-3 m-1. Berdasarkan besarnya indeks kerapatan sungai (Dd) menurut
Verstappen (1983), Sungai A, B, C, dan D termasuk sungai yang memiliki kerapatan sedang, karena kerapatannya sedang maka
menandakan Sungai A, B, C, dan D memiliki kondisi geologi yang permeabel.
NAMA : Mellyanda Riska NO. MHS: 111190142 KELAS: GEOINDERAJA A
3. Sinusitas muka pegunungan (Smf) merupakan hasil perbandingan panjang permukaan muka gunung (L mf) terhadap panjang
lurus muka gunung (Ls), digambarkan pada Error! Reference source not found.. Berikut adalah persamaannya (Bull dan
McFadden, 1977):
𝐿𝑚𝑓
𝑆𝑚𝑓 = 𝐿𝑠
Bila Smf mendekati nilai 1 (satu) maka terjadi peningkatan kelurusan mendekati ideal yang menunjukkan indikasi pengangkatan
(uplift) aktif. Sinusitas yang meningkat mencerminkan kerja pengaliran air atau sungai yang memotong dinding gunung.
Berdasarkan klasifikasi aktivitas tektonik menurut Doornkamp (1986), interval nilai aktivitas tektonik aktif memiliki nilai 1,2
sampai dengan 1,6; interval nilai aktivitas tektonik lemah sampai sedang memiliki nilai 1,8 sampai dengan 3,4; dan interval nilai
aktivitas tektonik tidak aktif memiliki nilai 2,0 sampai dengan 7,0 (
Tabel 1). Nilai interval antara tektonik aktif dengan tektonik sedang terdapat selisih nilai 1, sehingga nilai 1,6 sampai dengan 1,8
tidak terdefinisi. Nilai interval sedang dengan tidak aktif terdapat overlay nilai, yaitu 3,4 (batas maksimum) dan 2,0 (batas
minimum), sehingga terdapat dual interpretasi pada nilai 2,0 sampai nilai 3,4.
Tabel 1. Klasifikasi aktivitas tektonik berdasarkan sinusitas muka gunung (Doornkamp, 1986).
1,2 – Bentuklahan aluvial, pola DAS memanjang, dasar lembah yang sempit, lereng
1 Tektonik Aktif
1,6 yang miring.
2,0 – Bentuk sedimen dan embaymen pada muka gunung, lereng dengan batuan
3 Tektonik Tidak Aktif
7,0 yang resisten, bukit melebar dan terintegrasi.
Lengkapilah tabel di bawah ini dengan hasil perhitungan Sinusitas muka pegunungan (Smf):
• Sungai B, nilai rata – rata Smf yaitu 1,5131. Berdasarkan klasifikasi aktivitas tektonik berdasarkan sinusitas muka gunung (Smf) menurut
Doornkamp (1986), maka
• Sungai B termasuk kelas 1 dengan aktivitas tektonik aktif, memiliki bentuklahan aluvial dengan pola DAS memanjang, dan memiliki dasar
lembah yang sempit dan lereng yang mirin
• Sungai C, nilai rata – rata Smf sebesar 2,1927. Berdasarkan klasifikasi aktivitas tektonik berdasarkan sinusitas muka gunung (Smf)
menurut Doornkamp (1986), Sungai C memiliki 2 interpretasi karena ada overlay nilai. Interpretasi pertama, Sungai C termasuk kelas 2
dengan aktivitas tektonik aktif lemah–sedang, memiliki bentuklahan dataran aluvial dengan DAS meluas, dan memiliki dasar lembah lebih
lebar dari dataran banjir. Interpretasi kedua, Sungai C termasuk kelas 3 dengan aktivitas tektonik tidak aktif, memiliki bentuk sedimen dan
embaymen pada muka gunung dengan lereng dengan batuan yang resisten, terintegrasi, dan bukit melebar.
• Sungai D, nilai rata – rata Smf sebesar 2,3345. Berdasarkan klasifikasi aktivitas tektonik berdasarkan sinusitas muka gunung (Smf)
menurut Doornkamp (1986), Sungai D terdapat 2 interpretasi karena ada overlay nilai. Interpretasi pertama, Sungai D termasuk kelas 2
dengan aktivitas tektonik aktif lemah – sedang, memiliki bentuklahan dataran aluvial dengan DAS meluas, dan memiliki dasar lembah lebih
lebar dari dataran banjir. Interpretasi kedua, Sungai D termasuk kelas 3 dengan aktivitas tektonik tidak aktif, memiliki bentuk sedimen dan
embaymen pada muka gunung dengan lereng dengan batuan yang resisten, terintegrasi, dan bukit melebar