HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
iv
BAB III. Metodelogi dan Rencana Kegiatan ....................................................20
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pekerjaan pemboran sudah bukan merupakan hal yang baru lagi bagi
masyarakat kita. Dahulu pemboran hampir seluruhnya dilakukan di daerah
pertambangan, sekarang terdapat di berbagai lapangan kegiatan, misalnya
pemboran pada proyek-proyek besar, jembatan-jembatan dan sebagainya.
Demikian pula pemboran untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yang
dilakukan di daerah-daerah yang kering.
1
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun pada batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan penelitian dilakukan pada area pemboran eksplorasi
2. Pengambilan data hanya menggunakan dua titik pemboran
2
BAB II
DASAR TEORI
Mesin bor Jacro atau drilling rig machine merupakan jenis man portable
dan portable. Pada tahun 1990 mesin bor man portable dirancang dengan dimensi
yang mini dibuat dari bahan rangka allumunium alloy dan mesin penggerak kecil
dipadukan dengan komponen mekanis manual. Konstruksi unit rig relatif ringan
dapat dibongkar menjadi beberapa bagian sehingga dapat memudahkan
pengoprasiannya dan mobilisasi unit rig oleh beberapa tenaga manusia, sehingga
mesin bor jacro pada tahun 1990 ini hanya mampu mengebor sampai kedalaman
maksimal 50 meter (https://dkadrilling.blogspot.com).
Perkembangan mesin bor jacro ini pada tahu 1995 telah mengalami
kemajuan dengan menghasilkan beberapa mesin bor yaitu: bor Jacro 75 dan bor
Jacro 100 sehingga dapat digunakan untuk pengeboran dengan kedalaman 75 –
100 meter. Pada mesin bor tipe ini telah menggunakan material rangka besi (steel)
dan penambahan dua komponen hidrolik (mast cylinder dan rotary motor
hydraulic) dan mesin penggerak (1 cylinder). Mesin bor Jacro 75 dan Jacro 100
ini banyak digunakan perusahaan kontraktor untuk mendukung pemboran
eksplorasi batubara pada kedalaman dangkal.
Seiring dengan waktu dan kemajuan teknologi pada tahun 2000 – 2011,
perkembangan mesin bor jacro khususnya di Indonesia sangat pesat sehingga
menghasilkan mesin bor Jacro 175 - Sp 300. Mesin bor tipe ini dibuat atas dasar
meningkatnya permintaan klien dalam eksplorasi barubara dengan penetrasi yang
lebih dalam. Kondisi ini juga membuat pabrikasi mesin jacro menyesuaikan
produknya. Banyak perubahan atau penambahan fitur komponen dilakukan pada
mesin bor jacro ini, terutama pada mesin penggerak, komponen mesin hidrolik
dan komponen mekaniknya.
3
2.2. Definisi Pemboran
Dalam sejarah pemboran telah banyak jenis-jenis alat bor yang di pakai,
berikut adalah contoh alat bor yang di pakai berikut adalah pengertian dan
contoh alat-alat bor :
1. Bor Tangan. Alat ini biasanya digunakan pada kegiatan eksplorasi dangkal
seperti placer deposit, dan residual deposit. Ada dua jenis alat bor ini,
yaitu:
a. Bor Tangan Spiral(Auger Drill). Bor ini seperti penutup tutup botol
dan dapat di putar dengan tang yang hanya dapat mencapai
kedalaman beberapa meter saja.
4
secara manual, biasanya hanya biasa mencapai kedalaman 50 meter
saja.
b. Bor inti (core drill rig). Alat ini adalah alat standar yang paling
populer untuk kegiatan eksplorasi yang di mana alat bor ini
menggunakan matabor dari intan.
c. Bor putar biasa (rotary drill rig) mesin ini dinamakan demikian
karena gerak putar dari sumber penggerak/mesin di transmisikan
pada batang bor pada meja putar (rotary table) sehingga hanya
dapat membor vertikal ke bawah.
d. Bor-alir balik (counterflush drill rig) air pembilas masuk dari
casing , keluar melalui pipa bor, membawa contoh yang tidak
bercampur dengan rontokan dari dinding lubang bor namun untuk
mendapatkan ke dalam contoh ini harus memperhitungkan
kecepatan tidak seteliti bor inti.
3. Bor mesin tumbuk (cable tool) Jenis mesin ini sudah jarang dilakukan
dalam eksplorasi batuan di peceh dengan pahat yang ditumbuk dan contoh
di ambil menggunakan bailer atau drive sampler. Ada beberapa jenis
mesin bor tipe perkusi ini yaitu:
a. Bor tumbuk tali kawat (Cable tool rig). Ini adalah alat bor tertua
yang biasanya di pake untuk pengeboran minyak berbentuk menara
segitiga yang dilengkapi dengan sistem katrol.
b. Bor tumbuk biasa (wagon drill). Bor tumbuk ini digunakan untuk
batuan keras dalam oprasi pertambangan. Biasanya dipasang di
suatu truk atau traktor agar mudah dioprasikan ke segala arah.
c. Bor palu (hammer drill). Pada dasarnya bor palu dan bor tumbuk
biasa adalah sama hanya saja ukuranya yang kecil dan dapat
digunakan menggunakan tangan langsung dah hanya dapat
mencapai kedalaman 30 m saja.
d. Bor palu dalam lubang (down-hole hammer drill). Pada alat bor ini
palu dipadatkan langsung dipasang di atas drive sampler,
berbentuk suatu silinder yang bergerak turun-naik secara lancar
5
dan digerakan oleh udara tertekan dari kompresor melalui pipa bor.
Dapat mencapai kedalaman rata-rata 80-100 meter, tetapi dapat
juga dirancang menggunakan casing sehingga dapat mencapai
kedalaman rata-rata 300- 1000 metar.
e. Bor tumbuk dengan drive sampler (wagon drill with drive sampler)
perkembangan dari bor tumbuk adalah pemasangan apa yang
disebut dengan drive sampler sebagai pengganti mata bor. Alat bor
ini hanya cocok digunakan untuk lapisan tanah sedimen lepas.
6
kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah
yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah
ditentukan titik yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses
penentuan titik bor di lapangan. Selanjutnya melakukan survei layout dan
ploting dilokasi pemboran yaitu melakukan preparasi pemboran di mana
proses ini mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan
pembuatan mud pit (tempat sirkulasi air).
Apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan bergelombang maka
dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata dan tidak
mengganggu jalannya proses pemboran dan juga termasuk
keamanan/safety pada daerah tersebut diperhatikan. Setelah semua tahapan
dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-alat pengeboran
dan alat pendukung lainya diatur di tempat tersebut sehingga jalan
pengeboran dapat berlangsung dengan lancar, setelah semua persiapan
selesai maka sesuai dengan planning awal apakah pemboran akan
dilakukan dengan metode full core/coring maupun open hole dan apakah
pemboran dilakukan dengan model miring atau vertikal.
1. Open Hole
7
2. Coring
8
4.a. Strike. Cara untuk menentukan strike adalah dengan menempelkan sisi E
(East), lalu geser hingga gelembong udara dalam Bull’s eye level masuk ke
dalam lingkaran, jangan langsung diotak-atik tetapi tunggu dulu hingga jarum
kompas stabil dan amati sudut yang ditunjuk arah N (North).
4.b. Dip. Cara untuk menentukan dip adalah dengan menempelkan sisi W (West)
badan kompas diusahakan membentuk 900 terhadap strike, clinometers level
diputar-putar sampai gelembung udara berada di antara garis dalam
clinometers level / ditengah-tengahnya dan baca sudut yang berada di dalam
clinometers scale.
Sampel cutting merupakan sampel yang berasal dari lubang bor dari proses
pemboran open hole, yang berupa material batuan yang tergerus oleh bit,
kemudian terbawa oleh mud fluid ke permukaan dan mengalir melalui parit
kecil menuju mud pond. Sampel cutting menunjukkan jenis litologi yang
terdapat di bawah permukaan pada kedalaman saat mata bor menggerus
litologi tersebut. Sampel cutting diambil setiap kedalaman tertentu sesuai
kebutuhan, dilakukan pengambilan sampel setiap 1,5 meter dan kelipatannya.
9
Kemudian diletakkan di dekat rig dengan jarak aman yang tidak terganggu
dengan aktivitas pengeboran dan diberi garis/pagar line. Data sampel cutting
kemudian di record pada lembar Daily Drilling Report (DDR). Data cutting
berfungsi sebagai :
1. Data awal untuk mengetahui kondisi litologi pada lubang bor terkait.
2. Data pendukung bagi data logging dan coring sehingga menjadi lebih
akurat dan valid.
10
Geophysics, Rig, Hole No, Sheet of (lembar halaman) dan N-E-R-L (koordinat).
Selanjutnya lakukan pengisian kolom-kolom Sample Interval (pembagian interval
sampel batubara), Depth (ukuran kedalaman), Lithological Sketch (sketsa litologi),
Joint/Bedding Sketch (sketsa kekar/struktur), Dip, Seam Name, Lithological
Description (deskripsi litologi), Strength (kekuatan sampel coring), Fracturing
(pecahan sampel coring) sesuai dengan standar pengisian.
11
menuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak putaran dan tumbukannya,
metode ini dibagi menjadi dua jenis yaitu : Hydroulic Top Hammer dan
Pneumatic Top Hammer.
e. Metode Down the Hole Hammer (DTH Hammer)
Adalah metode pemboran tumbuk putar yang sumber dasarnya
menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer dipasang di belakang mata
bor, di dalam lubang sehingga hanya sedikit energi tumbukan yang hilang
akibat melewati batang bor dan sambungan-sambungannya. Contoh dari alat
bor dengan menggunakan temper tumbuk putar adalah jack hammer.
a. Sifat Batuan
Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada
pemilihan metode pemboran yaitu: kekerasan, kekuatan, elastisitas,
plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur, dan karakteristik pembongkaran.
b. Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan permukaan batuan terhadap goresan. Batuan
yang keras akan memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
Pada umumnya batuan yang keras mempunyai kekuatan yang besar.
Kekerasan batuan diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs (1882).
c. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan terhadap
gaya dari luar, baik bersifat statis maupun dinamik. Kekuatan batuan
dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama kandungan kwarsa.
Batuan yang kuat memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
12
d. Bobot isi (density)
Merupakan berat batuan per satuan volume. Batuan dengan bobot isi yang
besar untuk membongkarnya memerlukan energi yang besar pula.
e. Abrasivitas
Adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang lebih keras.
Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk butir, ukuran
butir, porositas batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
f. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun
batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama dengan
bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainya. Semua aspek
ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
g. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau Modulus
Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung pada komposisi mineral
dan porositasnya. Umumnya batuan dengan elastisitas yang tinggi
memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
h. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi
permanen setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, di mana batuan
tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya tinggi memerlukan
energi yang besar untuk menghancurkannya.
13
Beberapa hal penting dalam pemilihan mesin bor yang akan digunakan antara
lain:
1. Tipe dan model mesin bor, aspek ini berhubungan dengan jenis metode
pengeboran yang akan dilakukan
2. Kemampuan rotasi atau tumbukan dalam persatuan waktu
3. Momen puntir maksimum, yaitu kekuatan maksimum memutar mesin
untuk memutar stang bor.
4. Rentang diameter lubang bor yang bisa dibuat.
5. Total kedalaman yang bisa dicapai
6. Hoisting capacity, yaitu capacity pengerakan terhadap rangkaian bor dari
mata bor sampai ke hoisting water swivel, termasuk sirkulasi fluida bor
yang berada di dalamnya.
7. Sliding stroke, yaitu mobilisasi mesin bor tanpa memindahkan bantalan
mesin atau tanpa kehilangan posisi titik lubang bor. Adakalanya unit
pemutar pada mesin bor harus digeser.
8. Dimensi mesin bor, disesuaikan dengan kondisi di lapangan yang akan
dilakukan kegiatan pemboran.
9. Power unit
14
demikian, apabila ternyata efisiensi kerjanya rendah belum tentu penyebabnya
adalah kesalahan operator yang bersangkutan. Mungkin ada penyebab lain yang
tidak dapat dihindari, antara lain cuaca dan kerusakan mendadak.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan alat tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja alat, karena pekerjaan perawatan alat
(maintenance) harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel (workshop). Agar
memperoleh harga efisiensi kerja alat yang mewakili perlu diberikan batasan –
batasan pekerjaan. Acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan
mekanik. Mungkin setiap perusahaan harus memberikan definisi yang berbeda
tentang pengertian waktu tertunda, terhenti dan sebagainya. Tabel di bawah ini
bisa digunakan sebagai acuan pembagian waktu.
TERJADWAL (SCHEDULED) S
PERAWATAN
TERJADWAL (AVAILABLE) A
(MAINTENANCE) M
15
Baik Sekali Baik Sedang Buruk
Baik Sekali 0,84 0,81 0,76 0,70
Baik 0,78 0,75 0,71 0,65
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52
Tabel di atas dapat diukur tingkat efisiensi kerja alat dengan lebih teliti karena
data terhentinya alat dikelompokkan dan dibuat atas dasar kondisi yang
sebenarnya terjadi di lapangan. Dengan demikian dapat dibuat ukuran efisiensi
suatu alat menggunakan data waktu dalam tabel di atas, yaitu:
E = ( W / O ) x 100 %
Keterangan :
E : Efektivitas (%)
W : Waktu kerja produktif
O : Waktu kerja produktif + tertunda
PA = ( A / S ) x 100 %
Keterangan :
PA : Ketersediaan Fisik (%)
A : Waktu kerja tersedia yang meliputi (waktu terhenti + tertunda +
produktif)
16
S : Waktu kerja terjadwal
3. Utilitas (utility) adalah alat yang sehat terpaksa tidak dioperasikan karena
beberapa sebab, misalnya hujan lebat, rapat, kecelakaan tambang dan lain-
lain, persamaannya adalah :
U= ( O / A ) x 100 %
Keterangan:
U : Utilitas (%)
O : Waktu kerja produktif + tertunda
A : Waktu kerja tersedia yang meliputi (waktu terhenti + tertunda +
produktif)
Tiga faktor efisiensi kerja alat di atas dapat kita artikan satu persatu mulai
dari, waktu kerja produktif (W), waktu kerja produktif ditambah tertunda (O),
waktu kerja tersedia yang meliputi terhenti ditambah tertunda ditambah produktif
(A), dan waktu terjadwal (S), sebagai berikut :
a. Waktu kerja produktif (W) adalah waktu kerja alat terjadwal semua kegitan
jam alat di lapangan dari shift pertama sampai dengan shift ke dua, atau shift
ke tiga sesuaikan dengan keadaan, tetapi di sini mengunakan dua shift,
dikurangi waktu alat rusak mendadak, dikurangi adanya waktu yang
meliputi hujan lebat, kabut, tidak ada operator, istirahat dan semua
kegiatan yang tak bisa dihindari atau terhenti (IDLE). Selanjutnya dikurangi
waktu yang meliputi kegiatan mengisian bbm, moving alat, operator
terlambat dan semua kegiatan yang bisa di hindari atau terunda
(DELAYED), sehingga terdapat waktu produktif.
b. Waktu kerja produktif ditambah tertunda (O) adalah waktu terjadwal awal
kerja alat di lapangn sampai dengan waktu yang tersedia, dan ditambah
17
waktu tertunda (DELAYED) seperti mengisian BBM, moving alat, tunggu
alat muat, operator terlambat dan semua kegiatan yang bisa dihindari.
c. Waktu kerja yang tersedia meliputi terhenti (IDLE), ditambah tertunda
(DELAYED), ditambah waktu produktif (A) adalah waktu yang meliputi
semua kegiatan baik itu hujan lebat, kabut, tak ada operator, istirahat dan
semua kegiatan yang tak bisa dihindari, ditambah dengan semua kegiatan
yang tertunda seperti, waktu alat mengisi bbm, adanya operator terlambat,
pengecekan awal sebelum jalan dan semua kegiatan tertunda dan, ditambah
waktu produktif seperti waktu terjadwal, awal kerja alat di lapangan sampai
dengan waktu yang tersedia.
d. Waktu terjadwal (S) adalah semua kegiatan jam kerja alat di lapangan dari
shift pertama sampai dengan shift ke dua. Sehingga kita bisa mengukur nilai
kemampuan efektifitas rata-rata suatu alat.
4. Efisiensi kerja rata-rata merupakan penjumlahan dari persamaan rumus di
atas dibagi 3, menjadi :
Keterangan :
Eff rata-rata : Efisiensi kerja rata-rata (%)
E : Efektivitas (%)
PA : Ketersediaan Fisik (%)
U : Utilitas (%)
18
diambil keputusan harga efisiensi kerja yang nantinya diambil untuk menghitung
produksi alat.
Menurut Wilopo (2009), waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang
digunakan selama yaktu kerja produksi di luar waktu stand by dan waktu
perbaikan (break down). Hambatan yang terjadi selama operasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
19
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
1. Studi Literatur
Tahap ini yaitu studi pendahuluan yang berupa kegiatan studi pustaka
dan studi literatur mengenai kajian produktivitas kinerja alat bor
2. Observasi Lapangan
3. Pengambilan Data
a. Data primer
Berupa pengambilan data langsung didapat dari penelitian
langsung di lapangan :
- Waktu kerja alat (aktual)
- Kondisi litologi atau kondisi geologi
- Kendala lapangan
- Dokumentasi lapangan (foto kegiatan aktual)
b. Data Sekunder
Berupa pengambilan data yang dilakukan tanpa perlu
langsung ke lapangan,yaitu dari data :
- Waktu kerja terjadwal
- Profil perusahaan
20
c. Akuisi data
Dilakukan guna dapat mengelompokan data-data yang sudah
didapatkan dari lapangan baik berupa data sekunder maupun data
primer.
4. Pengolahan Data
Waktu kegiatan
No Kegiatan
Bulan Juni
1 2 3 4
1 Studi literature
2 Pengambilan data
3 Pengolahan data
4 Pembuatan draft skripsi
5 Presentasi atau seminar
21
Studi Pustaka
Buku-buku, Jurnal Pengeboran
Persiapan
Permasalahan
Observasi Lapangan
Pengambilan Data
Primer Sekunder
Data Tersebut Adalah : Data dari perusahaan berupa:
1. Mengukur waktu edar cycle 1. Sejarah perusahaan
Pengambilan Data
Akuisi Data
Pengolahan Data
Pengolahan Data
1. Menghitung Effisiensi alat bor
2. Menghitung kemampuan produksi alat bor
3. Menghitung faktor yang mempengaruhi efesiensi kerja alat
bor
4. Mengetahui dan mengkaji faktor-faktor penghambat dalam
kemampuan produksi alat bor.
Hasil
Hasil
22
BAB IV
PENUTUP
Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam dalam tahap ekslorasi.
Tujuan utama dari pemboran yaitu mengambil dan merekam data geologi yang di
tembus alat bor. Adapun material hasil pemboran (cutting) dapat berupa batuan
yang hancur sebagai lumpur, atau inti bor (core) sesuai dengan tujuan pemboran
tersebut.
23
DAFTAR PUSTASKA
https://dkadrilling.blogspot.com/2014/11/perkembangan-mesin-bor-jacro.html?m1
Komang Anggayana., 2005. Pengeboran Eksplorasi dan Penampang Lubang Bor.
Bandung. Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral ITB.
24