Anda di halaman 1dari 13

BAB III

TANGGUNG JAWAB RENTENG GANTI KERUGIAN DAN KAITANNYA

DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

A. Pengertian dan pengaturan tanggung jawab renteng

Tanggung renteng berasal dari kata tanggung berarti memikul, menjamin,

menyatakan kesediaan untuk membayar utang orang lain bila orang tersebut tidak

menepati janjinya. Sedangkan kata renteng berarti rangkaian, untaian. 51 Dalam

dunia perkreditan mengenai tanggung renteng dapat diartikan sebagai tanggung

jawab bersama di antara peminjam dan penjaminnya atas hutang yang dibuatnya.

Tanggung renteng juga berarti hukum menanggung secara bersama-sama tentang

biaya yang harus dibayar dan sebagainya). Sistem tanggung renteng merupakan

tanggung jawab bersama yang setiap orang anggota kelompok, untuk memenuhi

kewajiban secara bersama-sama jika terdapat suatu masalah.52

Pasal 1278 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa

tanggung renteng yaitu:

Suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng

terjadi antara beberapa orang berpiutang. 53 Jika di dalam persetujuan secara tegas

kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang

sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang

berutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara

beberapa orang berpiutang tadi.

51
Cempaka Widowati, “Efektivitas Tanggung Renteng Pada Perusahaan Modal Ventura
Untuk Mengatasi Perusahaan Pasangan Usaha Wanprestasi”, Privat Low, Vol. 6, No. 1, (2018)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, hal. 84.
52
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan,
dan Keinginan Konsumen Edisi Revisi, Jakarta, Prenadamedia Group, 2013, hal. 341
53
Soeparno W, Analilis Forecasting dan Keputusan Manajemen Teori dan Aplikasi
Metode Analisis Kuantitatif, Jakarta, Salemba Empat, 2009, hal. 35

48
49

Sistem tanggung renteng merupakan bentuk perwujudan paling tinggi dan

kepercayaan serta merupakan rasa setia kawan antar anggota dalam kelompok.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sistem tanggung renteng yaitu:

1. Kekeluargaan dan kegotong royongan.

2. Keterbukaan dan keberanian mengemukakan pendapat.

3. Menanamkan disiplin, tanggung jawab dan harga diri serta rasa percaya

diri kepada anggota.

4. Secara tidak langsung akan menciptakan kader pimpinan di kalangan

anggota.

Manfaat penggunaan sistem tanggung renteng adalah untuk memperkokoh

kekompakan kelompok dan kepercayaan dari pihak luar kepada para anggota.

Pelaksanaan sistem tanggung renteng membutuhkan kontrol sosial yang kuat,

karenanya sistem ini akan berjalan efektif kalau diterapkan dalam satu kelompok

yang memiliki ikatan untun mepemersatukan dan ikatan kepentingan yang kuat.

Tanggung renteng akan menjadi efektif diterapkan apabila kelompok memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Kelompok akan memiliki ikatan pemersatu yang sangat kuat, memiliki

solidaritas, kebanggaan kelompok dan telah teruji untuk jangka waktu

yang cukup lama. Dengan adanya tanggung jawab bersama, anggota

kelompok akan mengerjakan tugasnya serta tanggung jawabnya secara

kumulatif atau secara kelompok.

b. Kelompok memiliki pemimpin dengan karakter yang cukup baik,

berpengaruh dan tegas untuk menegakkan aturan kelompok yang telah

disepakati.
50

c. Anggota-anggota kelompok memperoleh pinjaman yang relatif sama

besarnya.

d. Anggota kelompok telah memiliki atau bersedia menyetor sejumlah

tabungan dengan rasio sesuai dengan jumlah pinjaman yang diminta

sebagimana disyaratkan.

e. Semua anggota kelompok memiliki usaha dengan tingkat laba yang

memadai.

f. Kelompok memiliki ketua, pengurus atau anggota yang bersedia dan

memenuhi syarat-syarat untuk menjadi dukungan (avalis) bagi anggota

lain yang membutuhkan kredit namun tidak memiliki agunan.

g. Para anggota bersedia menjaminkan harta pribadinya sebagai agunan.

h. Anggota kelompok memiliki kegiatan usaha terkait kepentingan satu

sama lain.

Sistem tanggung renteng dapat dilihat dari beberapa asas- asas yaitu

sebagai berikut:

1) Asas konsesualisme, yakni perjanjian yang sudah sah apabila sudah

adanya kesepakatan antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok

dan tidak diperlukan formalitas.

2) Asas kebebasan berkontrak yakni memberikan kebebasan terhadap

masyarakat dalam berkontrak baik berisi apa saja asal tidak melanggar

ketertiban umum dan kesusilaan.

3) Asas kebolehan merupakan asas ketaatan pada perjanjian.

4) Asas keadilan, hak dan kewajian yang sama dihadapan hukum.54


B. Pelaksanaan Tanggung Jawab Renteng Ganti Kerugian
54
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Prespektif Perbandngan, Yogyakarta,
FH UII Press, 2003, hal. 85
51

Apabila terdapat lebih dari satu kreditur, pemenuhan perikatan kepada

salah satu kreditur adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditur, dan dalam

hal terdapat lebih dari satu debitur, pemenuhan perikatan oleh salah satu debitur

adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur. Ini berarti dikenal adanya dua

macam perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung.55

Pertama, perikatan tanggung renteng atau perikatan tanggung menanggung

yang bersifat aktif, yaitu suatu perikatan dengan lebih dari satu kreditur, dimana

masing-masing kreditur berhak untuk menuntut pemenuhan perikatannya dari

debitur, dan pemenuhan perikatan kepada salah satu kreditur adalah pemenuhan

perikatan kepada semua kreditur. Kedua, perikatan mengenai tanggung renteng

atau tanggung menanggung yang bersifat pasif, yaitu perikatan dengan lebih dari

satu debitur, di mana masing-masing debitur dapat dituntut untuk memenuhi

seluruh isi perikatannya oleh kreditur, dan pemenuhan perikatan oleh salah satu

debitur adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur. Menurut ketentuan Pasal

1282 KUH Perdata, perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung baru

terjadi antara para kreditur dan debitur, atau kreditur dengan para debitur, jika hal

tersebut secara tegas dinyatakan dalam perjanjian yang membentuknya. Dengan

ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bermaksud melindungi kepentingan

debitur.

Dalam kedua jenis perikatan tanggung menanggung tersebut dapat dilihat

bahwa:

1. Pertama, bahwa di dalam perikatan tanggung renteng atau tanggung

menanggung secara aktif, yaitu masing-masing kreditur berhak untuk

55
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan pada Umumnya, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2004, hal. 161
52

menuntut pelaksanaan atau pemenuhan perikatan untuk seluruhnya

dari debitur. Tanpa adanya ketegasan bahwa debitur bersedia untuk itu,

maka tentu debitur hanya berkewajiban untuk memenuhi kewajibannya

kepada masing-masing kreditur untuk bagian piutang masing-masing

dan tidak untuk seluruh piutang mereka.

2. Kedua, dalam perikatan tanggung menanggung pasif, masing-masing

debitur berhak untuk dituntut guna memenuhi seluruh kewajiban dalam

perikatan. Tanpa adanya ketegasan yang demikian, maka tentunya

debitur hanyalah memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajiban yang

merupakan bagian utangnya saja kepada kreditur, dan tidak untuk

menanggung bagian utang dari debitur lain.56

Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat dipahami bahwa tanggung renteng

adalah terjadinya suatu perikatan tanggung menanggung di antara orang-orang

yang berhutang yang mewajibkan mereka melakukan sesuatu hak yang sama.

Dalam perikatan tanggung menanggung secara pasif hanya ada satu kreditur dan

ada lebih dari satu debitur. Sehingga apabila terjadi kegagalan pemenuhan

kewajiban salah seorang debitur dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan

oleh salah seorang debitur membebaskan debitur yang lainnya terhadap kreditur.

Hal ini dimaksudkan guna memberikan perlindungan kepada kreditur.

Tujuan tanggung renteng atau penanggungan ialah memberikan jaminan

dipenuhinya perhutangan para pihak dalam melakukan suatu perjanjian pokok.

Dengan adanya perjanjian pokok dalam jaminan penanggungan maka jaminan

penangungan tersebut bersifat accessoir (tambahan), yaitu perjanjian ikutan yang

56
Niniek Suparni, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2005,
hal. 400
53

keberadaannya dimaksudkan untuk mendukung perjanjian pokok, sehingga jika

perjanjian/aqad pokok hapus maka perjanjian accesoir juga ikut hapus.57

Keberadaan mengenai perjanjian penanggungan accesoir ini didasarkan

pada ketentuan Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata, yang meyatakan bahwa: tiada

penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Maksudnya adalah

perjanjian penanggungan dibuat setelah adanya perjanjian pokok dan sifatnya

bergantung dengan perjanjian itu.

Pasal 1836 menyebutkan juga bahwa: “jika beberapa orang telah

mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk

utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh utang

itu”. Demikian juga dalam Pasal 1749 KUH Perdata disebutkan bahwa: “jika

beberapa orang bersama-sama meminjam suatu barang, maka mereka masing-

masing wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman”.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa sifat jaminan tanggung renteng atau

tanggung menanggung bersifat mengikat.

Perikatan mengenai tanggung renteng juga memberi jaminan yang kuat

kepada penagihan terhadap si A apabila memenuhi kegagalan, ia dapat menagih

seluruh piutang kepada si B dan kalau ini pun gagal, maka ia dapat menagihnya

kepada si C. Undang-undang juga memberikan pengaturan tentang hubungan

intern antara para debitur dalam hal salah seseorang dari debitur yang telah

melunasi utangnya dalam suatu perikatan tanggung menanggung, tidak dapat

menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih dari pada bagaian mereka

masing-masing. Jika salah satu di antara mereka tidak mampu membayar maka

57
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perseorangan, Liberty Ofset, Yogyakarta, 1980, hal. 46-47
54

kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan itu harus dipikul bersam-sama

oleh para debitur lainnya.

C. Hak dan Kewajiban di dalam Perbuatan Hukum Ganti Kerugian

Ketentuan tentang hukum tanggung jawab tidak akan dapat berdiri sendiri

karena merupakan sebab akibat dari adanya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh

subyek hukum. Hukum mengatur mengenai hubungan hukum. Hubungan hukum

terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dalam masyarakat maupaun antar individu

dengan masyarakat itu sendiri. Ada beraneka ragam cara untuk mengatur atau

menciptakan hubungan hukum, misalnya saja dengan menetapkan kewajiban-

kewajiban atau merumuskan suatu peristiwa tertentu sebagai syarat lahirnya

hubungan hukum. 58

Hubungan hukum akan selalu tercermin pada hak dan kewajiban yang

diciptakan oleh hukum tersebut. Tidak ada hak tanpa ada kewajiban, begitu pula

sebaliknya. Hak adalah kepentingan (tuntutan perorangan atau kelompok yang

diharapkan untuk dipenuhi) yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kewajiban

adalah pembatasan atau beban yang diberikan kepada subyek hukum sebagai

akibat dari adanya hak yang dimiliki oleh pihak lain. Sisi tanggung jawab akan

menonjol ketika kewajiban tidak dilaksanakan. Dengan kata lain tanggung jawab

adalah risiko atau akibat yang harus ditanggung oleh subyek hukum apabila tidak

melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Tanggung jawab adalah

suatu keadaan dimana subyek hukum dapat dituntut dan dipersalahkan ataupun

diperkarakan akibat dari tingkah laku atau perbuatannya yang tidak melaksanakan

58
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, Bandung, Alumni, 1993, hal. 65
55

kewajiban, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung jawab melekat pada para

pihak sejak para pihak dibebani hak dan kewajiban.

Telah dijelaskan sebelumnya mengenai perikatan tanggung renteng diatur

dalam KUHPerdata Pasal 1278-1295. Suatu perikatan tanggung renteng terjadi

antara beberapa orang piutang, jika di dalam suatu perjanjian secara tegas kepada

masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang,

sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak

berutang, meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara

beberapa orang berpiutang tadi.59

Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam tanggung renteng adalah sebagai

berikut:

1. Ada beberapa orang sesama debitur terhadap satu orang kreditur yang

sama.

2. Isi kewajiban prestasi perikatannya sama.

3. Masing-masing debitur serta bisa ditagih untuk seluruh prestasi.

4. Pelunasan oleh sesama debitur yang satu membebaskan yang lain.

Penerapan konsep tanggung renteng pada koperasi meliputi hal-hal sebagai

berikut:

a. Tanggung renteng dalam proses pengambilan keputusan.

b. Tanggung renteng dalam masalah finansial (simpanan dan pengelolaan

keuntungan).

c. Tanggung renteng dalam menghadapi risiko usaha.

d. Tanggung renteng dalam memikul beban organisasi.

59
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1995, hal. 238
56

Masing-masing debitur bisa ditagih untuk seluruh hutang tanpa adanya

pemecahan hutang diantara para debitur. Dan pelunasan yang dilakukan oleh satu

debitur membebaskan debitur lainnya. Prinsip tersebut dituangkan dalam Pasal

1283, yang menetapkan, bahwa debitur tanggung renteng tidak mempunyai hak

untuk dapat meminta pemecahan hutang. Namun debitur mempunyai hak apabila

debitur digugat oleh kreditur, debitur meminta agar kawan tanggung rentengnya

juga ikut menjadi turut tergugat dengan begini adanya perikatan tanggung renteng

menjadi sangat jelas. Pada asasnya masing-masing debitur bertanggung jawab

hanya sebesar bagiannya apabila tidak ditentukan lain, maka bertanggung jawab

untuk bagian yang paling besar. Salah satu ciri debitur tanggung renteng adalah

dapat ditagihnya masing-masing debitur untuk seluruh hutang, jadi tanggung

jawabnya bukan hanya sebesar seluruh hutang (prestasi yang terhutang).60

Pembayaran yang dilakukan oleh salah satu debitur membebaskan debitur

lainnya. Jadi, apabila terjadi dimana salah seorang debitur yang turut serta dalam

tanggung renteng melakukan pemenuhan terhadap seluruh kewajiban prestasi

perikatan, maka debitur yang lain turut terbebas. Dengan ini posisi kreditur lebih

aman dan dapat dilihat bahwa kreditur mempunyai beberapa debitur sehingga

mempunyai kesempatan untuk mengambil pelunasan atas tagihannya.61

Sesama debitur tanggung renteng turut serta membantu prestasi debitur

yang mengalami kesulitan dalam melunasi hutang , debitur lain dapat menuntut

kembali dari debitur yang berhutang sampai sebesar hak bagian mereka kembali.

Maka berdasarkan pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

60
Eddy Sopandi, Beberapa Hal dan Catatan Beberapa Tanya Jawab Hukum Bisnis,
Bandung, PT.Refika Aditama, 2003, hal 75
61
Sutanty Rahardja Hadhikusuma, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk
Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hal 141
57

pada prinsipnya salah seorang debitur yang mana turut serta tanggung renteng

telah membayar hutang mempunyai hak regres terhadap debitur lainnya dalam

tanggung renteng yang berarti sekalipun hutang pada kreditur sudah dibayar oleh

salah seorang debitur dalam tanggung renteng, tetapi secara intern meskipun

perikatan tanggung renteng telah dihapus debitur yang telah membayar hutang

tanggung renteng dapat menagih satu persatu ke teman debitur lainnya dalam satu

kelompok tanggung rentengnya sesuai dengan besar pinjamannya.62

Perjanjian jaminan tanggung renteng atau tanggung menanggung bersifat

accesoir (ikutan) artinya jaminan tanggung menanggung bukan hak yang berdiri

sendiri, tetapi lahirnya, keberadaannya atau hapusnya tergantung pada perjanjian

pokok. Hal yang dimaksud perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi. Perjanjian pokok misalnya

perjanjian pinjaman atau perjanjian utang ataupun perjanjian lainnya yang mana

menimbulkan kewajiban para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu

dan tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Dalam Pasal 1845

KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan,

hapus karena sebab-sebab yang sama dengan hal yang menyebabkan berakhirnya

perikatan lainnya. Pasal ini menunjuk kepada Pasal 1381, 1408, 1424, 1430, 1437,

1442,1574, 1846, 1938, dan 1984 KUH Perdata.63

Apabila hal ini dikaitkan dengan perkara dalam Putusan

No.29/Pdt.G/2020/PN.Soe yang mana tanggung jawab yang dimintakan adalah

karena adanya kecelakaan lalu lintas. Ganti kerugian merupakan suatu kewajiban

pertanggungjawaban secara hukum perdata terhadap pihak yang terlibat dalam

62
J.Satrio, Op.Cit, hal. 235
63
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit, hal. 81
58

melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal ini kecelakaan lalu lintas.

Kewajiban ganti rugi dalam hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Bentuk

ganti rugi yang dapat diberikan berupa ganti rugi nominal, ganti rugi kompensasi,

dan ganti rugi penghukuman.

Selain itu juga diatur dalam Pasal 236 Ayat (1) dan Ayat (2)

UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka proses tanggungjawab pelaku dapat dituntut

secara hukum pidana, dapat pula disertai gugatan secara hukum perdata atas

kerugian material yang ditimbulkan kepada korban sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 236 Ayat (1) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menyatakan

bahwa: “Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan

berdasarkan putusan pengadilan.”

Namun jika para pihak menentukan lain tentang ganti rugi, maka

kesepakatan tersebut dilakukan diluar pengadilan. Hal ini sudah diatur dalam

Pasal 236 Ayat (2) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

menyebutkan bahwa: “kewajiban ganti kerugian itu dapat dilakukan di luar

pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat”. Jadi

terhadap seorang yang bersalah melakukan perbuatan melanggar hukum yang

menimbulkan merugikan orang lain, maka seorang tersebut wajib mengganti

kerugian itu sebagai bentuk pertanggungjawaban dan perintah undang-undang.

Terhadap kewajiban pengemudi kendaraan bermotor yang melakukan

perbuatan melanggar hukum untuk mengganti kepada korban kecelakaan lalu

lintas yang dirugikannya timbul karena adanya ketentuan Pasal 1365 KUH
59

Perdata yang menentukan bahwa orang yang secara bersalah melakukan perbuatan

melanggar hukum sehingga merugikan orang lain, maka ia wajib mengganti

kerugian itu.

Dalam berbagai macam kesalahan, dimana orang yang berbuat salah

menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti kerugian.

Inilah yang sering disebut dengan perlindungan hukum bagi korban kecelakaan

lalu lintas. Dilihat dari kepentingan korban, dalam konsep ganti kerugian

terkandung dua manfaat, yaitu pertama untuk memenuhi kerugian materiil dan

segala biaya yang telah dikeluarkan dan kedua merupakan perumusan emosional

korban. Adapun jika dilihat dari sisi kepentingan pelaku, kewajiban mengganti

kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang dijatuhkan, dan dirasakan

sebagai sesuatu yang kongkrit dan langsung berkaitan dengan kesalahan yang

diperbuat pelaku. Ada 5 (lima) tujuan dari kewajiban mengganti kerugian, yaitu:

1. Meringankan penderitaan korban.

2. Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akan dijatuhkan.

3. Sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana.

4. Mempermudah proses peradilan.

5. Dapat mengurangi ancaman, atau reaksi masyarakat dalam bentuk

tindakan balas dendam.

Berdasarkan hal tersebut, pemberian ganti kerugian harus dilakukan

secara terencana dan terpadu. Artinya, tidak semua korban patut diberikan ganti

kerugian, yang perlu dilayani dan diayomi adalah korban dari golongan

masyarakat kurang mampu baik secara ekonomi maupun sosial. Dari hal itu dapat

dipahami bahwa dalam pemberian ganti kerugian ditujukan untuk membantu


60

kerugian yang diderita, tetapi dengan melihat kemampuan para pihak jangan

sampai menjadi pemaksaan.

Anda mungkin juga menyukai