menyatakan kesediaan untuk membayar utang orang lain bila orang tersebut tidak
jawab bersama di antara peminjam dan penjaminnya atas hutang yang dibuatnya.
biaya yang harus dibayar dan sebagainya). Sistem tanggung renteng merupakan
tanggung jawab bersama yang setiap orang anggota kelompok, untuk memenuhi
terjadi antara beberapa orang berpiutang. 53 Jika di dalam persetujuan secara tegas
sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang
berutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara
51
Cempaka Widowati, “Efektivitas Tanggung Renteng Pada Perusahaan Modal Ventura
Untuk Mengatasi Perusahaan Pasangan Usaha Wanprestasi”, Privat Low, Vol. 6, No. 1, (2018)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, hal. 84.
52
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan,
dan Keinginan Konsumen Edisi Revisi, Jakarta, Prenadamedia Group, 2013, hal. 341
53
Soeparno W, Analilis Forecasting dan Keputusan Manajemen Teori dan Aplikasi
Metode Analisis Kuantitatif, Jakarta, Salemba Empat, 2009, hal. 35
48
49
kepercayaan serta merupakan rasa setia kawan antar anggota dalam kelompok.
3. Menanamkan disiplin, tanggung jawab dan harga diri serta rasa percaya
anggota.
kekompakan kelompok dan kepercayaan dari pihak luar kepada para anggota.
karenanya sistem ini akan berjalan efektif kalau diterapkan dalam satu kelompok
yang memiliki ikatan untun mepemersatukan dan ikatan kepentingan yang kuat.
disepakati.
50
besarnya.
sebagimana disyaratkan.
memadai.
sama lain.
Sistem tanggung renteng dapat dilihat dari beberapa asas- asas yaitu
sebagai berikut:
masyarakat dalam berkontrak baik berisi apa saja asal tidak melanggar
salah satu kreditur adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditur, dan dalam
hal terdapat lebih dari satu debitur, pemenuhan perikatan oleh salah satu debitur
adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur. Ini berarti dikenal adanya dua
yang bersifat aktif, yaitu suatu perikatan dengan lebih dari satu kreditur, dimana
debitur, dan pemenuhan perikatan kepada salah satu kreditur adalah pemenuhan
atau tanggung menanggung yang bersifat pasif, yaitu perikatan dengan lebih dari
seluruh isi perikatannya oleh kreditur, dan pemenuhan perikatan oleh salah satu
debitur adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur. Menurut ketentuan Pasal
1282 KUH Perdata, perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung baru
terjadi antara para kreditur dan debitur, atau kreditur dengan para debitur, jika hal
debitur.
bahwa:
55
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan pada Umumnya, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2004, hal. 161
52
dari debitur. Tanpa adanya ketegasan bahwa debitur bersedia untuk itu,
yang berhutang yang mewajibkan mereka melakukan sesuatu hak yang sama.
Dalam perikatan tanggung menanggung secara pasif hanya ada satu kreditur dan
ada lebih dari satu debitur. Sehingga apabila terjadi kegagalan pemenuhan
kewajiban salah seorang debitur dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan
oleh salah seorang debitur membebaskan debitur yang lainnya terhadap kreditur.
56
Niniek Suparni, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2005,
hal. 400
53
pada ketentuan Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata, yang meyatakan bahwa: tiada
penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Maksudnya adalah
mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk
utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh utang
itu”. Demikian juga dalam Pasal 1749 KUH Perdata disebutkan bahwa: “jika
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sifat jaminan tanggung renteng atau
seluruh piutang kepada si B dan kalau ini pun gagal, maka ia dapat menagihnya
intern antara para debitur dalam hal salah seseorang dari debitur yang telah
menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih dari pada bagaian mereka
masing-masing. Jika salah satu di antara mereka tidak mampu membayar maka
57
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perseorangan, Liberty Ofset, Yogyakarta, 1980, hal. 46-47
54
Ketentuan tentang hukum tanggung jawab tidak akan dapat berdiri sendiri
karena merupakan sebab akibat dari adanya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dalam masyarakat maupaun antar individu
dengan masyarakat itu sendiri. Ada beraneka ragam cara untuk mengatur atau
hubungan hukum. 58
Hubungan hukum akan selalu tercermin pada hak dan kewajiban yang
diciptakan oleh hukum tersebut. Tidak ada hak tanpa ada kewajiban, begitu pula
adalah pembatasan atau beban yang diberikan kepada subyek hukum sebagai
akibat dari adanya hak yang dimiliki oleh pihak lain. Sisi tanggung jawab akan
menonjol ketika kewajiban tidak dilaksanakan. Dengan kata lain tanggung jawab
adalah risiko atau akibat yang harus ditanggung oleh subyek hukum apabila tidak
suatu keadaan dimana subyek hukum dapat dituntut dan dipersalahkan ataupun
diperkarakan akibat dari tingkah laku atau perbuatannya yang tidak melaksanakan
58
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, Bandung, Alumni, 1993, hal. 65
55
kewajiban, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung jawab melekat pada para
antara beberapa orang piutang, jika di dalam suatu perjanjian secara tegas kepada
berutang, meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara
berikut:
1. Ada beberapa orang sesama debitur terhadap satu orang kreditur yang
sama.
berikut:
keuntungan).
59
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1995, hal. 238
56
pemecahan hutang diantara para debitur. Dan pelunasan yang dilakukan oleh satu
1283, yang menetapkan, bahwa debitur tanggung renteng tidak mempunyai hak
untuk dapat meminta pemecahan hutang. Namun debitur mempunyai hak apabila
debitur digugat oleh kreditur, debitur meminta agar kawan tanggung rentengnya
juga ikut menjadi turut tergugat dengan begini adanya perikatan tanggung renteng
hanya sebesar bagiannya apabila tidak ditentukan lain, maka bertanggung jawab
untuk bagian yang paling besar. Salah satu ciri debitur tanggung renteng adalah
lainnya. Jadi, apabila terjadi dimana salah seorang debitur yang turut serta dalam
perikatan, maka debitur yang lain turut terbebas. Dengan ini posisi kreditur lebih
aman dan dapat dilihat bahwa kreditur mempunyai beberapa debitur sehingga
yang mengalami kesulitan dalam melunasi hutang , debitur lain dapat menuntut
kembali dari debitur yang berhutang sampai sebesar hak bagian mereka kembali.
60
Eddy Sopandi, Beberapa Hal dan Catatan Beberapa Tanya Jawab Hukum Bisnis,
Bandung, PT.Refika Aditama, 2003, hal 75
61
Sutanty Rahardja Hadhikusuma, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk
Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hal 141
57
pada prinsipnya salah seorang debitur yang mana turut serta tanggung renteng
telah membayar hutang mempunyai hak regres terhadap debitur lainnya dalam
tanggung renteng yang berarti sekalipun hutang pada kreditur sudah dibayar oleh
salah seorang debitur dalam tanggung renteng, tetapi secara intern meskipun
perikatan tanggung renteng telah dihapus debitur yang telah membayar hutang
tanggung renteng dapat menagih satu persatu ke teman debitur lainnya dalam satu
accesoir (ikutan) artinya jaminan tanggung menanggung bukan hak yang berdiri
pokok. Hal yang dimaksud perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi. Perjanjian pokok misalnya
perjanjian pinjaman atau perjanjian utang ataupun perjanjian lainnya yang mana
dan tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Dalam Pasal 1845
hapus karena sebab-sebab yang sama dengan hal yang menyebabkan berakhirnya
perikatan lainnya. Pasal ini menunjuk kepada Pasal 1381, 1408, 1424, 1430, 1437,
karena adanya kecelakaan lalu lintas. Ganti kerugian merupakan suatu kewajiban
62
J.Satrio, Op.Cit, hal. 235
63
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit, hal. 81
58
melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal ini kecelakaan lalu lintas.
Kewajiban ganti rugi dalam hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Bentuk
ganti rugi yang dapat diberikan berupa ganti rugi nominal, ganti rugi kompensasi,
Selain itu juga diatur dalam Pasal 236 Ayat (1) dan Ayat (2)
UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
secara hukum pidana, dapat pula disertai gugatan secara hukum perdata atas
Pasal 236 Ayat (1) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menyatakan
dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan
Namun jika para pihak menentukan lain tentang ganti rugi, maka
kesepakatan tersebut dilakukan diluar pengadilan. Hal ini sudah diatur dalam
Pasal 236 Ayat (2) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat”. Jadi
lintas yang dirugikannya timbul karena adanya ketentuan Pasal 1365 KUH
59
Perdata yang menentukan bahwa orang yang secara bersalah melakukan perbuatan
kerugian itu.
menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti kerugian.
Inilah yang sering disebut dengan perlindungan hukum bagi korban kecelakaan
lalu lintas. Dilihat dari kepentingan korban, dalam konsep ganti kerugian
terkandung dua manfaat, yaitu pertama untuk memenuhi kerugian materiil dan
segala biaya yang telah dikeluarkan dan kedua merupakan perumusan emosional
korban. Adapun jika dilihat dari sisi kepentingan pelaku, kewajiban mengganti
kerugian dipandang sebagai suatu bentuk pidana yang dijatuhkan, dan dirasakan
sebagai sesuatu yang kongkrit dan langsung berkaitan dengan kesalahan yang
diperbuat pelaku. Ada 5 (lima) tujuan dari kewajiban mengganti kerugian, yaitu:
secara terencana dan terpadu. Artinya, tidak semua korban patut diberikan ganti
kerugian, yang perlu dilayani dan diayomi adalah korban dari golongan
masyarakat kurang mampu baik secara ekonomi maupun sosial. Dari hal itu dapat
kerugian yang diderita, tetapi dengan melihat kemampuan para pihak jangan