Disusun oleh:
Kelompok A1
a. Latar Belakang
Transurethral resection of prostate (TURP) merupakan prosedur baku dalam
penatalaksanaan hiperplasia prostat yang disertai retensi urin akut berulang atau
kronis.Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan alat resectoscope yang dimasukkan
melalui uretra untuk mencapai kelenjar prostat. Alat ini dapat memotong jaringan yang
menonjol ke dalam uretra prostatika dalam bentuk potonganpotongan kecil. Potongan
jaringan hasil reseksi kemudian dievakuasi dari kandung buli-buli dengan menggunakan
cairan irigasi. Air suling adalah jenis cairan yang sering dipakai sampai saat ini termasuk
juga di RSUP Sanglah.
Komplikasi tindakan TURP dapat diakibatkan oleh teknik tindakannya maupun akibat
penggunaan cairan irigasi. Berkaitan dengan teknik tindakannya dapat mengakibatkan
komplikasi perdarahan, trauma pada uretra,dan perforasi prostat atau buli,sedangkan
komplikasi yang berkaitan dengan penggunaan cairan irigasi dapat terjadi akibat
diabsorbsinya cairan irigasi secara berlebihan dan dalam volume tertentu dapat
menimbulkan gejala sindrom TURP. Insiden sindrom TURP kira-kira 0,5-7% dengan
mortality rate 0,2-0,8%. Kejadian sindroma TURP dipengaruhi oleh jumlah cairan irigasi
yang diabsorbsi melalui sinus yang terbuka selama reseksi, lama waktu reseksi (lebih dari
1 jam), besarnya hiperplasia prostat dan tekanan hidrostatik cairan irigasi. Kelebihan
cairan intravaskular karena absorbsi cairan irigasi akan mengakibatkan terjadinya
hiponatremia dilusional, yang akan menurunkan osmolalitas plasma. Perubahan kadar
Na+, K+, Cl- dan Lac- dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam
basa yaitu asidosis metabolic. Salah satu jenis cairan perioperatif yang biasa digunakan
pada tindakan TURP adalah cairannatrium klorida isotonik 0,9% yang memiliki
osmolaritas 308 mOsmol/L dengan kandungan natrium 154 mEq/L dan klorida 154
mEq/L. Akan tetapi kelemahan penggunaan cairan ini adalah dapat memperburuk status
asam basa penderita yang memicu terjadinya asidosis metabolik oleh karena kandungan
klorida yang tinggi. Alternatif lain adalah cairan natrium laktat hipertonik yang
mengandung natrium laktat, kalium klorida, dan kalsium klorida dalam konsentrasi
fisiologis, dengan osmolaritas 1020 mOsm/L. Dengan pemberian cairan ini, terjadi
penambahan natrium tanpa disertai penambahan klorida yang berarti, sehingga
meningkatkan SID, akhirnya dapat mencegah terjadinya asidosis. Cairan ini memiliki
osmolaritas tinggi yang dapat menarik cairan dari jaringan masuk ke dalam ruang
intravaskular, dengan demikian dapat mempertahankan osmolalitas plasma sehingga
mengurangi udem jaringan selama pemberiannya.Kandungan laktat pada cairan ini dapat
memberikan nilai positif pada SID sehingga mencegah terjadinya asidosis. Laktat adalah
metabolit fisiologis yang diproduksi oleh sel tubuh, serta merupakan substrat energi yang
dioksidasi secara aktif oleh setiap sel. Cairan natrium laktat hipertonik telah lama
digunakan di RSUP Sanglah untuk pasien yang menjalani operasi maupun pasien-pasien
yang dirawat di ruang terapi intensif. Telah dibuktikan pula penggunaan cairan ini pada
operasi jantung, yang dapat menjamin meningkatnya cardiac index dan oxygen delivery,
dan menurunkan SVR dan PVR index.
b. Tujuan Penulisan
a.Tujuan Umum
Mahasiswa menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi
Komplikasi dengan Topik " TURP"
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi BPH
2. Untuk mengetahui etiologi BPH
3. Untuk mengetahui patofisiologi BPH
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis BPH
5. Untuk mengetahui Komplikasi yang ditimbulkan BPH
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis BPH
7. Untuk mengetahui tentang tindakan TURP
BAB II
TINJAUAN TEORI
a. Konsep BPH
2.1 Definisi
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011).
Hipertropi prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya
adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat
asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidajat & de Jong,
2005).
Benigna prostat hyperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostate, pertumbuhan tersebut
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia A. Price,
2006).
Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling
sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner &
Suddarth,2005).Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa BPH adalah suatu kondisi dimana sistem perkemihan mengalami
gangguan yang disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kelenjarprostat
mengelilingi saluran kemih pada pria dengan usia diatas 50 tahun yang
mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
2.2 Etiologi
2.6 Pathway
2.7 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan berdasarkan Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
a.Waiting Watchful
Waiting artinya klien tidak mendapatkan terapi apapun namun perkembangan
penyakitnya selalu di pantau oleh dokter. Pada watchful waiting ini, klien diberikan
penjelasan mengenai hal yang dapat memperburuk keluhannya, misalnya
mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, membatasi konsumsi obat-
obatan influenza yang mengandung fenilpropanolamin, makan makanan pedas dan
asin, dan menahan kencing yang terlalu lama. Setiap 6 bulan, klien diminta untuk
memeriksakan diri dan memberitahukan mengenai perubahan keluhan yang
dirasakannya. Watchful waiting dilakukan jika klien belum bermasalah dengan
pembesaran prostat yang dialami
b.Medikamentosa
Terapi medikasi dilakukan jika BPH mulai bergejala dan mencapai tahap tertenu.
Dalam pengobatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya jenis obat
yang digunakan, pemilihan obat, dasar pertimbangan terapi, dan evaluasi selama
pemberian obat. Beberapa obat yang biasa digunakan adalah antagonis adregenik α
yang bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi
resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Beberapa obat dari golongan antagonis
adregenik α diantaranya pirazosin, terazosin (Hytrin, Hytroz), doksazosin (Cardura),
dan tamsulosin (Harnal Ocas, Flomax). Selain itu ada obat dari golongan inhibitor 5
α-reduktase yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) contoh obat, Prostacom, Alopros, Finpro. Phospodhytrase 5 Enzyme Inhibitors
diantaranya tadalafil (Cialis, Slidenafil).
c.Tindakan operasi
1)Transurethral Resection of the Prostate (TURP) prosedur pembedahan yang
dilakukan melalui endoskopi TURP dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus
tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan
yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu tidak terlalu lama.
2)Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari
uretra melalui kandung kemih.
3)Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi
dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4)Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
5)Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra. Keuntungannya berupa tindakan lebih cepat,
morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi retrograde lebih rendah (25%).
6)Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang
apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk
adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang
menancap dijaringan prostat. (Sjamsuhidajat, 2011).
b. Konsep TURP
1.Pengetian
Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretramenggunakan resektroskop.
Merupakan operasi tertutup tanpa insisi sertatidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan.Transurethral resection of the prostate (TURP) dapat
dipakai sebagai kriteria standar untuk mengurangi “bladder outlet obstruction
(BOO)secondary to BPH”. TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana
jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alatyang dimasukkan
melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu jenis operasi endoskopi yang
banyak dilakukan saat ini adalah TURP(transurethral resection of the prostate) dimana
kelenjar prostat dipotongdengan cara dikerok dengan menggunakan energi listrik.
Setelah TURPdipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr
yangdilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateterditarik
kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerjasebagai hemostat.
Kemudian ditraksi pada kateter folley untukmeningkatkan tekanan pada daerah
operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar
dipasang untuk memperlancarmembuang gumpalan darah dari kandung kemih.
2.Indikasi TURP
a) Pasien dengan gejala sumbatan menetap
b)Pembesaran prostat yang progesif dan tidak dapat di terapi denganobat
c)Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran 30 – 60 gram dan
pasien cukup sehat.
3.Dampak TURP
a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan
kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca turp.Adanya keluhan nyeri karena
spasme buli-buli memerlukan penggunaan antipasmodik sesuai terap dokter.
b)Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SABtidak boleh makan
dan minum sebelum flatus
c) Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakanTURP. Retensi
urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah padakateter. Sedangkan inkontinensia
dapat terjadi setelah kateter dilepas.
d) Pola aktivitas dan latihan. Adanya keterbatasan aktivitas karenakondisi klien yang
lemah dan terpasang traksi keteter selama 6-24 jam. Pada paha yang dilakukan
perekatan kateter tidak boleh fleksiselama traksi masih diperlukan.
e)Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karenahospitalisasi dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f) Pola kognitif dan perseptual. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan panghidu tidak mengalami gangguan pascaTURP
g)Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karenakurang
pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pascaTURP.
h) Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan diRS, maka
dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalamkeluarga, tempat kerja, dan
masyarakat.
i) Pola reproduksi sexual. Tindakan TURP dapat menyebabkanimpotensi dan
ejakulasi retrograd.
4. Penatalaksanaan Post TURP
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yangdirancang untuk mencegah
formasi dan retensi clot sehubungan dengandilakukannya TURP (Christine, Ng,
2001). Afrainin, Syah (2010)menjelaskan Continuous Bladder Irrigation (CBI)
merupakan tindakanmembilas atau mengalirkan cairan secara berkelanjutan pada
bladderuntuk mencegah pembentukan dan retensi clot darah yang terjadi setelah
operasi transurethral resection of the prostate(TURP). Prosedur inidilakukan dengan
memasukkan kateter threeway ke dalam uretra hingga 27 ke kandung kemih.
Prosedur ini umumnya dilakukan pada 24 jam pertama post operasi TURP dan
dilakukan sebagai bagian dari perawatan post operatif post operasi TURP. Irigasi
bladder tidak boleh dianggapremeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat
timbul seperti perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan
untukmengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and Petters,1989
dalam Afrainin, 2010).Afrainin, Syah (2010) menyatakan bahwa penggunaan kateter
tertutup dengan aliran yang berkelanjutan dapatdigunakan dengan kecepatan aliran
yang direkomendasikan 500 ml/jam. Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai
cairan irigasi bukan glycineataupun air steril, dengan kecepatan yang
direkomendasikan untukmengurangi terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak
digunakan sebagaicairan irigasi, karena akan menyebabkan osmosis, dan akan
mudahdiabsorbsi dan menyebabkan sindrom TUR. Normal saline merupakan cairan
yang paling baik karenamerupakan cairan isotonik dan tidak mudah diabsorbsi. Klien
denganirigasi kandung kemih harus didokumentasikan intake dan output dalamsebuah
chart irigasi bladder. Selain itu, klien juga harus dipantau untukmengetahui ada atau
tidak hematuria dengan memantau warna urin dankonsistensinya (Afrainin, 2010).
Jika tidak terdapat komplikasi, kecepatanaliran dapat dikurangi dan kateter dapat
dilepas pada hari pertama atauhari kedua post operasi. Pemantauan CBI penting untuk
dilakukan gunamenghindari risiko yang mungkin terjadi. Risiko tersebut
diantaranyainfeksi saluran kemih (Kennedy, 1984 dalam Afrainin, 2010), clot
yangterkumpul yang dapat menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri,kelebihan
volume cairan, dan ruptur kandung kemih (Gilbert and Gobbi,1989 dalam Afrainin,
2010). Perawat bertanggung jawab untukmemberikan perawatan klien yang efektif
yang meliputi pemantauanaliran berkelanjutan selama 24 jam masa kritis. Selain itu,
perawat jugaharus mampu mengidentifikasi kateter yang tersumbat dan
mengambiltindakan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Gilbert and Gobbi
(1989) dalam Afrainin, Syah (2010) menjelaskan tanda dari kateter yangtersumbat
antara lain spasme kandung kemih, kebocoran urin di sekitarkateter, distensi pada
area suprapubik, terdapat clot pada lumen. Selainitu, jumlah output drainase yang
tidak sama dengan intake irigasi atauklien mengeluh terdapat keinginan yang
mendesak untuk BAB (Afrainin,2010).
5. Komplikasia.
Impotensi (disfungsi ereksi)Efek dari pembengkakan prostat yang pertama adalah
impotensi.Impotensi atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan kesulitanmencapai
atau mempertahankan ereksi (penis mengeras saatterangsang). Meskipun kondisi ini
umumnya disebabkan olehmasalah kesehatan lain seperti penyakit jantung, diabetes,
kadartestosteron yang rendah, serta masalah psikologis tertentu, pembengkakan
prostat bisa jadi salah satu pemicunya.Selain itu, kondisi ini biasanya diakibatkan oleh
prosedurtransurethral resection of the prostate (TURP). Prosedur bedah inimemang
biasanya dilakukan pada pasien BPH. Dikutip dariHealthline, sekitar 5-10 pria
mengalami impotensi setelah menjalani pembedahan ini. Selain prosedur TURP, obat
untuk mengobati pembengkakan prostat yakni alpha blocker juga dapat menyebabkan
kesulitanejakulasi dan disfungsi ereksi. Alpha blocker seperti doxazosin(Cardura) dan
terazosin (Hytrin) membuat pria lebih susah berejakulasi karena cara kerja obat ini
yaitu mengendurkan kandungkemih dan sel-sel otot prostat. Salah satu komplikasi
pasca operasiyang dapat ditimbulkan setelah TURP yakni dapat
menyebabkandisfungsi ereksi. Sejumlah pasien mengalami DE 3 bulan setelahTURP
(Choi, 2010). TURP yang diikuti terjadinya impotensidilaporkan terjadi antara 4%
dan 30% (Tanagho and McAnicnh,1992).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pasien Tn.S usia 75 tahun dengan diagnosa pre anestesi BPH akan dilakukan tindakan operasi
TURP. Pasien mengeluh sulit BAK dan nyeri saat BAK. Pasien mengatakan sudah sekitar 1
bulan BAK tidak lancar, awalnya menetes lama kelamaan BAK tidak bisa dan perut bagian
bawah terasa nyeri dengan skala nyeri 7 hilang timbul. Perut terasa penuh seperti ingin BAK
dan BAB tapi tidak bisa. Pasien juga mengatakan untuk aktivitas ringan seperti jalan kaki
cepat lelah dan ada riwayat merokok sejak SMA. Tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat hipertensi , DM, asma dll. Pasien mengatakan belum pernah dilakukan
tindakan operasi sebelumnya, pasien merasa cemas dan takut menjalani operasi. Pasien juga
tampak gelisah .Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 80x/mnt,
reguler, cukup isi Suhu : 36,9 C Pernapasan : 20x/menit GCS : E4.V5.M6 TB / BB : 165cm /
60kg
Kepala mesocephal, konjungtiva tidak anemis, tidak ada gigi palsu, tidak ada peningkatan
JVP. Pengembangan paru kanan dan kiri sama, Fremitus raba kanan kiri sama, suara perkusi
paru sonor, suara nafas vesikuler. Ictus cordis tidak tampak. Hepar dan lien tidak teraba.
Tidak ada kelemahan otot atau kontraktur dan kekuatan ekstremitas kanan sama dengan kiri,
tangan kiri terpasang cairan infus Asering 20 tpm tangan kiri. Odema kaki (+) dan ukuran
prostat abnormal. Terpasang kateter, urine bag,urine ± 150 cc warna kuning jernih. Hb 12,2
g/Dl, hematokrit 36%, trombosit 271 ribu/ul, leukosit 6,6 ribu/ul, eritrosit 4,0 juta/ul. Puasa 7
jam. Status fisik ASA II direncanakan regional anestesi dengan teknik Subarachniod Blok
(SAB). Persiapan alat anestesi : monitor lengkap dengan manset, finger sensor dan lead ekg,
persiapan STATICS, persiapan alat regional anestesi dengan teknik SAB jarum ukuran 25G,
spuit 3cc dan 5cc, 10cc dan sarung tangan steril. Persiapan obat : obat SAB Bupivakain
15mg, obat antiperdarahan Asam Traneksamat 100mg/ml, obat analgetik ketorolac 30 mg,
Ephedrine 50mg/ml = dioplos 5cc dimasukkan spuit , cairan infus Asering 1000 dan Femahes
500. Pasien dilakukan penyuntikan jarum Spinal posisi duduk area tusukan pada Lumbal 4-5
kemudian disuntikkan bupivacain 15 mg. Setelah penyuntikan dilakukan pemeriksaan tanda
vital . Pernapasan spontan dengan nasal kanul 3 lt/mnt. Selama intra operasi pasien
mengatakan kedinginan. Dari pemantauan monitor tanda vital tekanan darah tampak turun TD
: 90/60 mmHg, N : 76 x/ mnt, SpO2 98%. Diberikan ephedrine 10mg/ml. Pasien tampak
menggigil, kulit teraba dingin. Pada post operasi pasien tampak lemah dan masih menggigil,
pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas dan belum mampu menggerakan ekstremitas
bawah. Pasien juga mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengatakan kalau penglihatan
nya agak buram. Pasien juga mengatakan merasa mual dan mau muntah. Suara paru
ronchironchi dan pasien sedikit merasakan sesak napas. Pasien juga sesekali memegan kepala
nya, jika di tanya pasien mengatakan merasakan nyeri di kepala.
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :buruh
Suku Bangsa :Jawa
Status perkawinan` :Kawin
Golongan darah :O
Alamat :karanganyar
No. CM :34567
Diagnosa medis :BPH
Tanggal masuk : 27 April 2020
Tanggal pengkajian :28 april 2020
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit BAK dan nyeri saat BAK
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sudah sekitar 1 bulan BAK tidak lancar, awalnya menetes lama
kelamaan BAK tidak bisa dan perut bagian bawah terasa nyeri dengan skala nyeri 4
hilang timbul. Perut terasa penuh seperti ingin BAK dan BAB tapi tidak bisa.
5) Riwayat Kesehatan
-Tidak memiliki riwayat penyakit keturunan
- belum pernah masuk Rumah Sakit
- Memiliki Kebiasaan merokok sejak SMA
- Tidak ada Riwayat alergi obat dan makanan
- Frekuensi : 4gelas
- Jenis : air
- Cara : Normal
b) Saat sakit :
Minum air
- Frekuensi : 2 gelas
- Jenis : air
- Cara : Normal
1) Nutrisi/ makanan
a)Sebelum sakit
- Frekuensi : 3x/hari
b)Saat sakit
- Frekuensi : 2x/hari
- Jenis : bubur
2)Eliminasi
a)BAB
- Sebelum sakit
Frekuensi : 1x/hari
Bau : menyengat
Cara : normal
-Saat Sakit
Frekuensi : 2x/hari
Konsistensi : cair
Warna : kuning
b) BAK
- Sebelum sakit
Frekuensi : 2x/hari
Cara : normal
Keluhan : tidak ada
- Saat sakit :
Frekuensi : 3x/hari
Cara : normal
Keluhan : Nyeri saat BAK
2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4.V5.M6
Penampilan : tampak sakit sedang
TTV : Nadi = 80x/menit, Suhu = 36,9 O C, TD = 130/80 mmHg, RR = 20x/menit
TB / BB : 165cm / 60kg
2. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : mesocephal
Palpasi
Nyeri tekan ( -),
3. Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi: Perhatikan ekspresi wajah: meringis, wajah pucat
4. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( - )
b.konjungtiva tidak anemis
6. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan:
a. Bentuk leher (simetris) , massa ( - )
b. Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
c. Vena jugularis: pembesaran ( - ),
7. Pemeriksaan Torak
a. Pemeriksaan Thorak dan Paru
Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest ),bentuk dada (simetris)
- Pola nafas : normal
- Amati : cianosis ( - ),
Palpasi
- Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama )
Perkusi
- Area paru : ( sonor)
Auskultasi
- Suara nafas
Area Vesikuler: (bersih )
b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Ictus cordis ( - ),
Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba: (Kuat )
8. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen : ( cembung )
Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( - )
Palpasi
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), hepar tidak teraba
- Palpasi Lien : Lien tidak teraba
9. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( -),
Tangan kiri Terpasang infus asering
Palpasi
Edema: tidak ada
Lakukan uji kekuatan otat: (1 – 5)
Ka Ki
2/2
2/2
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris )
Palpasi
Edema (+)
Lakukan uji kekuatan otot: (1 – 5)
Ka Ki
2/2 2/2
2/2 2/2
Data penunjang
Pemeriksaan labolatorium
b. Pesiapan mesin
1) Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada kebocoan
2) Mengecek isi volatil agent
3) Mengecek kondisi absoben
4) Mengecek apakah ada kebocoan mesin
5) Persiapan bedside monitor yaitu pulse oxymetri dan spignomanometer
c. Persiapan alat :
1) S (Scope) : stesoscope
2) T (Tube) : LMA, ETT
3) A (Aiway) : OPA, NPA
4) T (Tape) : Plester ± 20 cm 1 lembar
5) I (Introducer) : Stylet
6) C (Conector)
7) S (Suction)
8). jarum ukuran 25G,
9). spuit 3cc dan 5cc, 10cc
10). sarung tangan steril.
d. Persiapan obat
- obat SAB Bupivakain 15mg,
- obat antiperdarahan Asam Traneksamat 100mg/ml,
- obat analgetik tradyl 100 mg,
- Ephedrine 50mg/ml = dioplos 5cc dimasukkan spuit ,
- cairan infus Asering 1000 dan Femahes 500.
Pre Anestesi
DO :
- Kesadaran :
Composmentis
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit
- GCS : E4.V5.M6
- TB / BB : 165cm / 60kg
2. DS : Spasme uretra Nyeri Akut
DO :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit
- Pasien mengatakan
belum pernah dilakukan
tindakan operasi
sebelumnya.
- Pasien mengatakn
cemas dan takut untuk
menjalani operasi.
DO :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit
DO :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit
Intra Anestesi
1. DS : Inaktivitas Hipotermia
- Pasien mengatakan
kedinginan
DO :
- Pasien tampak
menggigil
- Kulit teraba dingin
- TTV
-TD 90/60 mmHg
-N 76x/mnt
-SpO2 98%
- TTV
-TD 90/60 mmHg
-N 76x/mnt
-SpO2 98%
Post Anestesi
DO :
DO:
Vital Sign:
TD: 120/78 mmHg
N: 72x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20 Tpm
3 DS: Efek tindakan Resiko Integritas
Pasien mengatakan merasa operasi Jaringan
pusing dan perutnya sedikit
sakit
DO:
Pasien tampak lemas
Vital Sign:
Vital Sign:
TD: 120/78 mmHg
N: 72x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20
Tpm
PRIORITAS DIAGNOSA
No Prioritas Diagnosa
2 Nyeri Akut b/d spasme uretra ditandai dengan adanya kondisi patologis
yang diketahui menyebabkan nyeri.
9 Hambatan Mobilitas Fisik b/d post dan efek anestesi ditandai dengan Pasien
mengatakan kedua kaki terasa lemas
10 Resiko Integritas Jaringan b/d efek tindakan operasi pasien tampak lemas
12 Resiko Jatuh b/d efek obat spinal ditandai dengan pasien mengatakan
kakinya sulit digerakan
INTERVENSI ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
Jam
3.Memonitor tanda
tanda perdarahan (pthekie, ek
imosis, melena, epitaksis,he
matemesis, hematuri).
4.Memberikan cairan
kristaloid
Inggar
Nyeri Akut Pukul 09.15 S: Pasien mengatakan nyeri saat BAK dengan sakala nyeri 7
hilang timbul
O: Pasien terlihat meringis kesakitan
TD=120/80 mmHg
N=70x/menit
T=36,5oC
RR=12x/menit
SpO2=100%
A: Nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Delas
Ansietas Pukul 09.25 S: Pasien mengatakan takut karena baru pertama kali akan
menjalani operasi, namun cemas sudah berkurang
O: Pasien terlihat gelisah dan cemas
TD=120/80 mmHg
N=70x/menit
T=36,5oC
RR=12x/menit
SpO2=100%
A: Ansietas teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Eci
Defisiensi Pukul 09.35 S : Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operasi
pengetahuan sebelumnya
O : TD: 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37 C
RR : 20x/menit
A : Defisiensi pengetahuan teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
Hipotermia Pukul 09.45
S:-
O : TD : 90/60 mmHg
N : 76x/menit
Spo2 : 98%
A : Hipotensi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Resiko kekurangan Pukul10.05 ikhsan
volume cairan
S: -
O : Tanda tanda vital pasien
TD : 90/60 mmhg
N : 80 x/menit
Spo2 : 98%
Intoleran aktivitas Pukul 10.20 RR : 20x/menit
S: -
O: Pasien terlihat sudah bisa melakukan aktivitas ringan dan
pasien sudah tidak lemah
TD : 125 / 80 mmHg,
N : 76 x/mnt
SpO2 : 100 %
RR : 18x/mnt
A: Intoleran aktivitas teratasi sebagian
P: Lanjutkan pemantauan sampai di pindahkan ke bangsal
Hambatan Pukul 10.30
mobilitas fisik Priska
Umi
BAB IV
A. Kesimpulan
BPH adalah suatu kondisi dimana sistem perkemihan mengalami gangguan yang
disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kelenjarprostat mengelilingi saluran kemih
pada pria dengan usia diatas 50 tahun yang mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
Maka diambil kesimpulan diagnosa Gangguan eliminasi urine (Inkontinensia Overflow)
katena adanya pembesaran prostat ditandai dengan BAK tidak lancer, perut terasa penuh
seperti ingin BAK dan BAB tapi tidak bisa. Nyeri Akut ditandai dengan nyeri skala 7
hilang timbul. Ansietas b/d prosedur invasive ditandai dengan cemas, kekhawatiran.
Hipotermia b/d inaktivitas ditandai dengan menggigil, akral dingin. Intorelansi aktivitas
b/d post operasi ditandai dengan lemah
B. Saran
Hingga saat ini belum ada usaha yang terbukti efektif dalam mencegah timbulnya BPH
(benign prostate hyperplasia). Menjaga bobot ideal dan menjalankan pola hidup sehat
serta menjauhi rokok bias membantu menjaga kondisi tubuh. Jika anda merasakan gejala
pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track symptoms (LUTS), seperti
pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-
sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa seperti tidak tuntas setelah
berkemih segera periksakan dan jangan ditunda agar dapat dilakukan tindakan medis
segera.
DAFTAR PUSTAKA