Anda di halaman 1dari 51

TUGAS KELOMPOK

TRANS URETHRAL RESECTION OF PROSTATE (TURP)


Dosen Pengampu: Agus Budi Prasetyo, S.Tr.Kep
Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah
Asuhan Keperawatan Anestesi Komplikasi

Disusun oleh:
Kelompok A1

Dwi Inggar Pratiwi 1811604001 Nur Ikhsan Y 1811604008


Fartia Apriska Putri 1811604002 Delas Novelia G.Y 1811604009
Riska Wahyu N 1811604003 Rendi Apriansa 1811604010
Eci Elyanti 1811604004 Ilham Mulyadin 1811604011
Nur Intan Sari M 1811604005 Nabilah 1811604012
Windi Kurnia Yuda 1811604006 Umiyyatul Islamiah 1811604013
Muhammad Lutfi 1811604007

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Transurethral resection of prostate (TURP) merupakan prosedur baku dalam
penatalaksanaan hiperplasia prostat yang disertai retensi urin akut berulang atau
kronis.Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan alat resectoscope yang dimasukkan
melalui uretra untuk mencapai kelenjar prostat. Alat ini dapat memotong jaringan yang
menonjol ke dalam uretra prostatika dalam bentuk potonganpotongan kecil. Potongan
jaringan hasil reseksi kemudian dievakuasi dari kandung buli-buli dengan menggunakan
cairan irigasi. Air suling adalah jenis cairan yang sering dipakai sampai saat ini termasuk
juga di RSUP Sanglah.
Komplikasi tindakan TURP dapat diakibatkan oleh teknik tindakannya maupun akibat
penggunaan cairan irigasi. Berkaitan dengan teknik tindakannya dapat mengakibatkan
komplikasi perdarahan, trauma pada uretra,dan perforasi prostat atau buli,sedangkan
komplikasi yang berkaitan dengan penggunaan cairan irigasi dapat terjadi akibat
diabsorbsinya cairan irigasi secara berlebihan dan dalam volume tertentu dapat
menimbulkan gejala sindrom TURP. Insiden sindrom TURP kira-kira 0,5-7% dengan
mortality rate 0,2-0,8%. Kejadian sindroma TURP dipengaruhi oleh jumlah cairan irigasi
yang diabsorbsi melalui sinus yang terbuka selama reseksi, lama waktu reseksi (lebih dari
1 jam), besarnya hiperplasia prostat dan tekanan hidrostatik cairan irigasi. Kelebihan
cairan intravaskular karena absorbsi cairan irigasi akan mengakibatkan terjadinya
hiponatremia dilusional, yang akan menurunkan osmolalitas plasma. Perubahan kadar
Na+, K+, Cl- dan Lac- dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam
basa yaitu asidosis metabolic. Salah satu jenis cairan perioperatif yang biasa digunakan
pada tindakan TURP adalah cairannatrium klorida isotonik 0,9% yang memiliki
osmolaritas 308 mOsmol/L dengan kandungan natrium 154 mEq/L dan klorida 154
mEq/L. Akan tetapi kelemahan penggunaan cairan ini adalah dapat memperburuk status
asam basa penderita yang memicu terjadinya asidosis metabolik oleh karena kandungan
klorida yang tinggi. Alternatif lain adalah cairan natrium laktat hipertonik yang
mengandung natrium laktat, kalium klorida, dan kalsium klorida dalam konsentrasi
fisiologis, dengan osmolaritas 1020 mOsm/L. Dengan pemberian cairan ini, terjadi
penambahan natrium tanpa disertai penambahan klorida yang berarti, sehingga
meningkatkan SID, akhirnya dapat mencegah terjadinya asidosis. Cairan ini memiliki
osmolaritas tinggi yang dapat menarik cairan dari jaringan masuk ke dalam ruang
intravaskular, dengan demikian dapat mempertahankan osmolalitas plasma sehingga
mengurangi udem jaringan selama pemberiannya.Kandungan laktat pada cairan ini dapat
memberikan nilai positif pada SID sehingga mencegah terjadinya asidosis. Laktat adalah
metabolit fisiologis yang diproduksi oleh sel tubuh, serta merupakan substrat energi yang
dioksidasi secara aktif oleh setiap sel. Cairan natrium laktat hipertonik telah lama
digunakan di RSUP Sanglah untuk pasien yang menjalani operasi maupun pasien-pasien
yang dirawat di ruang terapi intensif. Telah dibuktikan pula penggunaan cairan ini pada
operasi jantung, yang dapat menjamin meningkatnya cardiac index dan oxygen delivery,
dan menurunkan SVR dan PVR index.
b. Tujuan Penulisan
a.Tujuan Umum
Mahasiswa menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi
Komplikasi dengan Topik " TURP"
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi BPH
2. Untuk mengetahui etiologi BPH
3. Untuk mengetahui patofisiologi BPH
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis BPH
5. Untuk mengetahui Komplikasi yang ditimbulkan BPH
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis BPH
7. Untuk mengetahui tentang tindakan TURP
BAB II
TINJAUAN TEORI
a. Konsep BPH
2.1 Definisi
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011).
Hipertropi prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya
adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat
asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidajat & de Jong,
2005).
Benigna prostat hyperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostate, pertumbuhan tersebut
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia A. Price,
2006).
Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling
sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner &
Suddarth,2005).Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa BPH adalah suatu kondisi dimana sistem perkemihan mengalami
gangguan yang disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kelenjarprostat
mengelilingi saluran kemih pada pria dengan usia diatas 50 tahun yang
mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
2.2 Etiologi

Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de jong (2010) dengan


bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
danestrogen karena produksi estrogen menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikrokopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar
50%, dan pada usia 80 tahun 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
menyebabkan gejala dan tanda klinis.
Menurut Nursalam (2006), hingga sekarang belum diketahui
secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usialanjut.
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjarprostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel
yang mati. Diduga hormon androgen berperan menghambat proses
kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan
aktivitas kematian sel kelenjar prostate. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-selprostate.
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadiberlebihan.
2.3 Patofisiologi
Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2005), menyebutkan bahwa
pada umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat
perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan
terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma yang
progresif menekan atau mendesakn jaringan jaringan prostat yang
normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula
bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke
dalam lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya
diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung
kemih. Serat – serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang
menghasilkan trabekulasi di dalam kanndung kemih. Pada beberapa
kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung
kemih menjadi struktur yang flasid (lemah), berdilatasi dan sanggup
berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisa urin, maka terdapat
peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik
dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium,
dan urea dapat menimbulkan edemahebat.

Menurut Mansjoer Arif, (2003) pembesaran prostat terjadi secara


perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap
awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai
akibatnya serat destrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat
destrusor ke dalammukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok
yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan
sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat destusor
sehingga terbentuk tojolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sekula
dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan destrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut destrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli–
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli–buli
berupa hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli–buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut yang
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatismus (Nursalam,2006)

2.4 Klasifikasi Penyakit


Tabel 2.1 Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda
Keparahan Kekhasan gejala dan tanda
penyakit
Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak<10mL/s
Volume urin residual setelah pengosongan
>25-50 mL Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan
gejala
dan iritatif penghilangan gejala 9tanda dari
destrusor yang tidakstabil)
Parah Semua tanda diatas ditambah satu atau dua lebih
komplikasi
BPH
Sumber: ISO farmakoterapi 2 hal: 146

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat & de Jong (2005)


dibedakan menjadi 4 tingkat seperti terlihat dalam tabel 2.1 yang dinilai
berdasakan pemeriksaan fisik dengan colok dubur dan pemeriksaan sisa
volume urin/atau residu urin yang ada di kandung kemih setelah pasien
berkemih dengan menggunakan kateter.
Tabel 2.2 Derajat berat hipertrofi prostat
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, Batas atas dapat < 50 ml
diraba
II Penonjolan prostat jelas, batas atas 50 – 100 ml
dapat
Dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urin total

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong (2010) :


i. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah,
diberi pengobatankonservatif.
ii. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection /tur).
iii. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui transretropublik/perianal.
iv. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangankateter.

2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia


Gejala yang umumnya terjadi pada pasien BPH adalah gejala pada
saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track symptoms
(LUTS). Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas gejala
iritatif (storage symptoms) dan gejala obstruksi (voiding symptoms).
Gejala Obstruktif ditimbulkan karena adanya penyempitan uretra
karena didesak oleh prostat yang membesar. Gejala yang terjadi berupa
harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy), pancaran miksi
yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus
mengejan (straining). Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau berkemih,
sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala yang terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (Frequency),
nookturia, dan miksi sulit ditahan (Urgency) (Kapoor, 2012). Gejala-
gejala yang biasanyadirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak
yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat,
mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah
berkemih (Dipiroet al,2015).

Pola keluhan penderita hiperplasia prostat sangat berbeda-beda.


Alasannya belum diketahui, tetapi mungkin berdasarkan atas
peningkatan atau penyusustan ringan dalam volume prostat. Keluhan
lain yang berkaitan akibat hiperplasia prostat jika ada infeksi saluran
kemih, maka urin menjadi keruh dan berbau busuk. Hiperplasia prostat
bisa mengakibatkan pembentukan batu dalam kandung kemih. Bila
terjadi gangguan faal ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-kadang
mirip dengan diabetes insipidus, mual, rasa tak enak di lidah, lesu, haus
dan anoreksia (Scholtmeijer and schroder, 1987 )

2.6 Pathway

2.7 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan berdasarkan Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
a.Waiting Watchful
Waiting artinya klien tidak mendapatkan terapi apapun namun perkembangan
penyakitnya selalu di pantau oleh dokter. Pada watchful waiting ini, klien diberikan
penjelasan mengenai hal yang dapat memperburuk keluhannya, misalnya
mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, membatasi konsumsi obat-
obatan influenza yang mengandung fenilpropanolamin, makan makanan pedas dan
asin, dan menahan kencing yang terlalu lama. Setiap 6 bulan, klien diminta untuk
memeriksakan diri dan memberitahukan mengenai perubahan keluhan yang
dirasakannya. Watchful waiting dilakukan jika klien belum bermasalah dengan
pembesaran prostat yang dialami
b.Medikamentosa
Terapi medikasi dilakukan jika BPH mulai bergejala dan mencapai tahap tertenu.
Dalam pengobatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya jenis obat
yang digunakan, pemilihan obat, dasar pertimbangan terapi, dan evaluasi selama
pemberian obat. Beberapa obat yang biasa digunakan adalah antagonis adregenik α
yang bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi
resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Beberapa obat dari golongan antagonis
adregenik α diantaranya pirazosin, terazosin (Hytrin, Hytroz), doksazosin (Cardura),
dan tamsulosin (Harnal Ocas, Flomax). Selain itu ada obat dari golongan inhibitor 5
α-reduktase yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) contoh obat, Prostacom, Alopros, Finpro. Phospodhytrase 5 Enzyme Inhibitors
diantaranya tadalafil (Cialis, Slidenafil).
c.Tindakan operasi
1)Transurethral Resection of the Prostate (TURP) prosedur pembedahan yang
dilakukan melalui endoskopi TURP dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus
tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan
yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu tidak terlalu lama.
2)Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari
uretra melalui kandung kemih.
3)Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi
dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4)Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
5)Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra. Keuntungannya berupa tindakan lebih cepat,
morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi retrograde lebih rendah (25%).
6)Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang
apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk
adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang
menancap dijaringan prostat. (Sjamsuhidajat, 2011).
b. Konsep TURP
1.Pengetian
Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretramenggunakan resektroskop.
Merupakan operasi tertutup tanpa insisi sertatidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan.Transurethral resection of the prostate (TURP) dapat
dipakai sebagai kriteria standar untuk mengurangi “bladder outlet obstruction
(BOO)secondary to BPH”. TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana
jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alatyang dimasukkan
melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu jenis operasi endoskopi yang
banyak dilakukan saat ini adalah TURP(transurethral resection of the prostate) dimana
kelenjar prostat dipotongdengan cara dikerok dengan menggunakan energi listrik.
Setelah TURPdipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr
yangdilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateterditarik
kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerjasebagai hemostat.
Kemudian ditraksi pada kateter folley untukmeningkatkan tekanan pada daerah
operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar
dipasang untuk memperlancarmembuang gumpalan darah dari kandung kemih.

2.Indikasi TURP
a) Pasien dengan gejala sumbatan menetap
b)Pembesaran prostat yang progesif dan tidak dapat di terapi denganobat
c)Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran 30 – 60 gram dan
pasien cukup sehat.
3.Dampak TURP
a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan
kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca turp.Adanya keluhan nyeri karena
spasme buli-buli memerlukan penggunaan antipasmodik sesuai terap dokter.
b)Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SABtidak boleh makan
dan minum sebelum flatus
c) Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakanTURP. Retensi
urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah padakateter. Sedangkan inkontinensia
dapat terjadi setelah kateter dilepas.
d) Pola aktivitas dan latihan. Adanya keterbatasan aktivitas karenakondisi klien yang
lemah dan terpasang traksi keteter selama 6-24 jam. Pada paha yang dilakukan
perekatan kateter tidak boleh fleksiselama traksi masih diperlukan.
e)Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karenahospitalisasi dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f) Pola kognitif dan perseptual. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan panghidu tidak mengalami gangguan pascaTURP
g)Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karenakurang
pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pascaTURP.
h) Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan diRS, maka
dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalamkeluarga, tempat kerja, dan
masyarakat.
i) Pola reproduksi sexual. Tindakan TURP dapat menyebabkanimpotensi dan
ejakulasi retrograd.
4. Penatalaksanaan Post TURP
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yangdirancang untuk mencegah
formasi dan retensi clot sehubungan dengandilakukannya TURP (Christine, Ng,
2001). Afrainin, Syah (2010)menjelaskan Continuous Bladder Irrigation (CBI)
merupakan tindakanmembilas atau mengalirkan cairan secara berkelanjutan pada
bladderuntuk mencegah pembentukan dan retensi clot darah yang terjadi setelah
operasi transurethral resection of the prostate(TURP). Prosedur inidilakukan dengan
memasukkan kateter threeway ke dalam uretra hingga 27 ke kandung kemih.
Prosedur ini umumnya dilakukan pada 24 jam pertama post operasi TURP dan
dilakukan sebagai bagian dari perawatan post operatif post operasi TURP. Irigasi
bladder tidak boleh dianggapremeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat
timbul seperti perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan
untukmengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and Petters,1989
dalam Afrainin, 2010).Afrainin, Syah (2010) menyatakan bahwa penggunaan kateter
tertutup dengan aliran yang berkelanjutan dapatdigunakan dengan kecepatan aliran
yang direkomendasikan 500 ml/jam. Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai
cairan irigasi bukan glycineataupun air steril, dengan kecepatan yang
direkomendasikan untukmengurangi terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak
digunakan sebagaicairan irigasi, karena akan menyebabkan osmosis, dan akan
mudahdiabsorbsi dan menyebabkan sindrom TUR. Normal saline merupakan cairan
yang paling baik karenamerupakan cairan isotonik dan tidak mudah diabsorbsi. Klien
denganirigasi kandung kemih harus didokumentasikan intake dan output dalamsebuah
chart irigasi bladder. Selain itu, klien juga harus dipantau untukmengetahui ada atau
tidak hematuria dengan memantau warna urin dankonsistensinya (Afrainin, 2010).
Jika tidak terdapat komplikasi, kecepatanaliran dapat dikurangi dan kateter dapat
dilepas pada hari pertama atauhari kedua post operasi. Pemantauan CBI penting untuk
dilakukan gunamenghindari risiko yang mungkin terjadi. Risiko tersebut
diantaranyainfeksi saluran kemih (Kennedy, 1984 dalam Afrainin, 2010), clot
yangterkumpul yang dapat menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri,kelebihan
volume cairan, dan ruptur kandung kemih (Gilbert and Gobbi,1989 dalam Afrainin,
2010). Perawat bertanggung jawab untukmemberikan perawatan klien yang efektif
yang meliputi pemantauanaliran berkelanjutan selama 24 jam masa kritis. Selain itu,
perawat jugaharus mampu mengidentifikasi kateter yang tersumbat dan
mengambiltindakan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Gilbert and Gobbi
(1989) dalam Afrainin, Syah (2010) menjelaskan tanda dari kateter yangtersumbat
antara lain spasme kandung kemih, kebocoran urin di sekitarkateter, distensi pada
area suprapubik, terdapat clot pada lumen. Selainitu, jumlah output drainase yang
tidak sama dengan intake irigasi atauklien mengeluh terdapat keinginan yang
mendesak untuk BAB (Afrainin,2010).
5. Komplikasia.
Impotensi (disfungsi ereksi)Efek dari pembengkakan prostat yang pertama adalah
impotensi.Impotensi atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan kesulitanmencapai
atau mempertahankan ereksi (penis mengeras saatterangsang). Meskipun kondisi ini
umumnya disebabkan olehmasalah kesehatan lain seperti penyakit jantung, diabetes,
kadartestosteron yang rendah, serta masalah psikologis tertentu, pembengkakan
prostat bisa jadi salah satu pemicunya.Selain itu, kondisi ini biasanya diakibatkan oleh
prosedurtransurethral resection of the prostate (TURP). Prosedur bedah inimemang
biasanya dilakukan pada pasien BPH. Dikutip dariHealthline, sekitar 5-10 pria
mengalami impotensi setelah menjalani pembedahan ini. Selain prosedur TURP, obat
untuk mengobati pembengkakan prostat yakni alpha blocker juga dapat menyebabkan
kesulitanejakulasi dan disfungsi ereksi. Alpha blocker seperti doxazosin(Cardura) dan
terazosin (Hytrin) membuat pria lebih susah berejakulasi karena cara kerja obat ini
yaitu mengendurkan kandungkemih dan sel-sel otot prostat. Salah satu komplikasi
pasca operasiyang dapat ditimbulkan setelah TURP yakni dapat
menyebabkandisfungsi ereksi. Sejumlah pasien mengalami DE 3 bulan setelahTURP
(Choi, 2010). TURP yang diikuti terjadinya impotensidilaporkan terjadi antara 4%
dan 30% (Tanagho and McAnicnh,1992).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pasien Tn.S usia 75 tahun dengan diagnosa pre anestesi BPH akan dilakukan tindakan operasi
TURP. Pasien mengeluh sulit BAK dan nyeri saat BAK. Pasien mengatakan sudah sekitar 1
bulan BAK tidak lancar, awalnya menetes lama kelamaan BAK tidak bisa dan perut bagian
bawah terasa nyeri dengan skala nyeri 7 hilang timbul. Perut terasa penuh seperti ingin BAK
dan BAB tapi tidak bisa. Pasien juga mengatakan untuk aktivitas ringan seperti jalan kaki
cepat lelah dan ada riwayat merokok sejak SMA. Tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat hipertensi , DM, asma dll. Pasien mengatakan belum pernah dilakukan
tindakan operasi sebelumnya, pasien merasa cemas dan takut menjalani operasi. Pasien juga
tampak gelisah .Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 80x/mnt,
reguler, cukup isi Suhu : 36,9 C Pernapasan : 20x/menit GCS : E4.V5.M6 TB / BB : 165cm /
60kg

Kepala mesocephal, konjungtiva tidak anemis, tidak ada gigi palsu, tidak ada peningkatan
JVP. Pengembangan paru kanan dan kiri sama, Fremitus raba kanan kiri sama, suara perkusi
paru sonor, suara nafas vesikuler. Ictus cordis tidak tampak. Hepar dan lien tidak teraba.
Tidak ada kelemahan otot atau kontraktur dan kekuatan ekstremitas kanan sama dengan kiri,
tangan kiri terpasang cairan infus Asering 20 tpm tangan kiri. Odema kaki (+) dan ukuran
prostat abnormal. Terpasang kateter, urine bag,urine ± 150 cc warna kuning jernih. Hb 12,2
g/Dl, hematokrit 36%, trombosit 271 ribu/ul, leukosit 6,6 ribu/ul, eritrosit 4,0 juta/ul. Puasa 7
jam. Status fisik ASA II direncanakan regional anestesi dengan teknik Subarachniod Blok
(SAB). Persiapan alat anestesi : monitor lengkap dengan manset, finger sensor dan lead ekg,
persiapan STATICS, persiapan alat regional anestesi dengan teknik SAB jarum ukuran 25G,
spuit 3cc dan 5cc, 10cc dan sarung tangan steril. Persiapan obat : obat SAB Bupivakain
15mg, obat antiperdarahan Asam Traneksamat 100mg/ml, obat analgetik ketorolac 30 mg,
Ephedrine 50mg/ml = dioplos 5cc dimasukkan spuit , cairan infus Asering 1000 dan Femahes
500. Pasien dilakukan penyuntikan jarum Spinal posisi duduk area tusukan pada Lumbal 4-5
kemudian disuntikkan bupivacain 15 mg. Setelah penyuntikan dilakukan pemeriksaan tanda
vital . Pernapasan spontan dengan nasal kanul 3 lt/mnt. Selama intra operasi pasien
mengatakan kedinginan. Dari pemantauan monitor tanda vital tekanan darah tampak turun TD
: 90/60 mmHg, N : 76 x/ mnt, SpO2 98%. Diberikan ephedrine 10mg/ml. Pasien tampak
menggigil, kulit teraba dingin. Pada post operasi pasien tampak lemah dan masih menggigil,
pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas dan belum mampu menggerakan ekstremitas
bawah. Pasien juga mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengatakan kalau penglihatan
nya agak buram. Pasien juga mengatakan merasa mual dan mau muntah. Suara paru
ronchironchi dan pasien sedikit merasakan sesak napas. Pasien juga sesekali memegan kepala
nya, jika di tanya pasien mengatakan merasakan nyeri di kepala.
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :buruh
Suku Bangsa :Jawa
Status perkawinan` :Kawin
Golongan darah :O
Alamat :karanganyar
No. CM :34567
Diagnosa medis :BPH
Tanggal masuk : 27 April 2020
Tanggal pengkajian :28 april 2020

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.W
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama :islam
Pendidikan :S1
Pekerjaan :PNS
Suku Bangsa :jawa
Hubungan dg Klien :Anak
Alamat : Karanganyar

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit BAK dan nyeri saat BAK
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sudah sekitar 1 bulan BAK tidak lancar, awalnya menetes lama
kelamaan BAK tidak bisa dan perut bagian bawah terasa nyeri dengan skala nyeri 4
hilang timbul. Perut terasa penuh seperti ingin BAK dan BAB tapi tidak bisa.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak memiliki Riwayat penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, asma

5) Riwayat Kesehatan
-Tidak memiliki riwayat penyakit keturunan
- belum pernah masuk Rumah Sakit
- Memiliki Kebiasaan merokok sejak SMA
- Tidak ada Riwayat alergi obat dan makanan

c. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1) Udara atau oksigenasi :
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : belum terpasang
2). Sebelum sakit
Minum air

- Frekuensi : 4gelas

- Jenis : air

- Cara : Normal

- Keluhan : tidak ada keluhan

b) Saat sakit :

Minum air

- Frekuensi : 2 gelas
- Jenis : air

- Cara : Normal

- Keluhan : tidak ada keluhan

1) Nutrisi/ makanan

a)Sebelum sakit

- Frekuensi : 3x/hari

- Jenis : nasi, sayuran, lauk pauk

- Nafsu makan : baik

b)Saat sakit

- Frekuensi : 2x/hari

- Jenis : bubur

- Nafsu makan : baik

2)Eliminasi

a)BAB

- Sebelum sakit

Frekuensi : 1x/hari

Konsistensi : padat berair

Warna : kuning kecoklatan

Bau : menyengat

Cara : normal

Keluhan : tidak ada

-Saat Sakit

Frekuensi : 2x/hari
Konsistensi : cair

Warna : kuning

b) BAK
- Sebelum sakit
Frekuensi : 2x/hari
Cara : normal
Keluhan : tidak ada
- Saat sakit :
Frekuensi : 3x/hari
Cara : normal
Keluhan : Nyeri saat BAK

4. Pola aktivitas dan istirahat


a) Aktivitas

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4.V5.M6
Penampilan : tampak sakit sedang
TTV : Nadi = 80x/menit, Suhu = 36,9 O C, TD = 130/80 mmHg, RR = 20x/menit
TB / BB : 165cm / 60kg
2. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : mesocephal
Palpasi
Nyeri tekan ( -),

3. Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi: Perhatikan ekspresi wajah: meringis, wajah pucat

4. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( - )
b.konjungtiva tidak anemis

5. Pemeriksaan Mulut dan Faring


Inspeksi dan Palpasi
a. Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran ( - ), Gigi palsu ( -),

6. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan:
a. Bentuk leher (simetris) , massa ( - )
b. Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
c. Vena jugularis: pembesaran ( - ),

7. Pemeriksaan Torak
a. Pemeriksaan Thorak dan Paru
Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest ),bentuk dada (simetris)
- Pola nafas : normal
- Amati : cianosis ( - ),
Palpasi
- Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama )
Perkusi
- Area paru : ( sonor)
Auskultasi
- Suara nafas
Area Vesikuler: (bersih )

b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Ictus cordis ( - ),
Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba: (Kuat )

8. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen : ( cembung )
Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( - )
Palpasi
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), hepar tidak teraba
- Palpasi Lien : Lien tidak teraba

9. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( -),
Tangan kiri Terpasang infus asering
Palpasi
Edema: tidak ada
Lakukan uji kekuatan otat: (1 – 5)
Ka Ki

2/2

2/2

Uji kekuatan otot :


b.esktermitas bawah

Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris )
Palpasi
Edema (+)
Lakukan uji kekuatan otot: (1 – 5)
Ka Ki

2/2 2/2

2/2 2/2

Data penunjang

Pemeriksaan labolatorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


Hemoglobin 12,2 13,2-17,3 gr/dl
Hematokrit 36 40-52gr/dl
Leukosit 6,6 3,8-10.6 ribu/dl
Trombosit 217 150-440 ribu/ul
Eritrosit 4,0 4,2-5,4 juta

1. Rencana Anestesi: direncanakan regional anestesi dengan teknik Subarachniod


Blok (SAB).

a. Persiapan klien di Ruang Penerimaan

1)Mengecek kelengkapan status klien

2)Klien telah puasa 7 jam

b. Pesiapan mesin
1) Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada kebocoan
2) Mengecek isi volatil agent
3) Mengecek kondisi absoben
4) Mengecek apakah ada kebocoan mesin
5) Persiapan bedside monitor yaitu pulse oxymetri dan spignomanometer
c. Persiapan alat :
1) S (Scope) : stesoscope
2) T (Tube) : LMA, ETT
3) A (Aiway) : OPA, NPA
4) T (Tape) : Plester ± 20 cm 1 lembar
5) I (Introducer) : Stylet
6) C (Conector)
7) S (Suction)
8). jarum ukuran 25G,
9). spuit 3cc dan 5cc, 10cc
10). sarung tangan steril.
d. Persiapan obat
- obat SAB Bupivakain 15mg,
- obat antiperdarahan Asam Traneksamat 100mg/ml,
- obat analgetik tradyl 100 mg,
- Ephedrine 50mg/ml = dioplos 5cc dimasukkan spuit ,
- cairan infus Asering 1000 dan Femahes 500.

TAHAP INTRA ANESTESI

- Jenis Pembedahan : Open Prostatectomy


- Jenis Anestesi : Regional anestesi
- Teknik Anestesi : SAB Ukuran Jarum: 25 G
- Pernapasan spontan : nasal kanul 3 lt/mnt.
- pasien mengatakan kedinginan.
- Observasi tanda-tanda vital
TD : 90/60 mmHg,
N : 76 x/ mnt,
SpO2 98%.
- Diberikan ephedrine 10mg/ml.
- Pasien tampak menggigil, kulit teraba dingin.
-

TAHAP POST ANESTESI

- Klien keluar dari ruang RR


- Kesadaran somnolen
- pasien tampak lemah
- pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas
- belum mampu menggerakan ekstremitas bawah
DIAGNOSA ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem

Pre Anestesi

1 DS : Pembesaran prostat. Gangguan


eliminasi urine
- Pasien mengatakan
(Inkontinensia
sudah sekitar 1 bulan
Overflow)
BAK tidak lancar,
awalnya menetes lama
kelamaan BAK tidak
bisa
- Paien mengatakan perut
terasa penuh seperti
ingin BAK dan BAB
tapi tidak bisa

DO :

- Kesadaran :
Composmentis
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit
- GCS : E4.V5.M6
- TB / BB : 165cm / 60kg
2. DS : Spasme uretra Nyeri Akut

- Pasien mengatakan sulit


BAK dan nyeri saat
BAK.
- P : pembesaran prostat.
- Q : perut terasa penuh
- R : perut bagian bawah
- S:4
- T : hilang timbul

DO :

- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit

3. DS : Prosedur invasif Ansietas

- Pasien mengatakan
belum pernah dilakukan
tindakan operasi
sebelumnya.
- Pasien mengatakn
cemas dan takut untuk
menjalani operasi.

DO :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit

4 DS : Berhubungan dengan Defisiensi


kurangnya Pengetahuan
- Pasien mengatakan
pengetahuan
belum pernah dilakukan
mengenai prosedur
tindakan operasi
invasif dan anestesi
sebelumnya.

DO :

- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- Suhu : 36,9 C
- Pernapasan : 20x/menit

Intra Anestesi

1. DS : Inaktivitas Hipotermia

- Pasien mengatakan
kedinginan

DO :

- Pasien tampak
menggigil
- Kulit teraba dingin
- TTV
-TD 90/60 mmHg
-N 76x/mnt
-SpO2 98%

2 DS : Berhubungan dengan Hipotensi


efek spinal anestesi
DO :

- TTV
-TD 90/60 mmHg
-N 76x/mnt
-SpO2 98%

3 DS : Berhubungan dengan Resiko


kurangnya intake Kekurangan
DO :
cairan Volume Cairan
- TTV
-TD 90/60 mmHg
-N 76x/mnt
-SpO2 98%

Post Anestesi

1. DS : Post operasi Intoleransi


aktivitas
- Pasien mengatakan
kedua kaki terasa lemas
- Pasien mengatakan
belum mampu
menggerakan
ekstermitas bawah

DO :

- Pasien tampak lemah

2 DS: Berhubungan dengan Hambatan


- Pasien mengatakan post dan efek Mobilitas Fisik
kedua kaki terasa lemas anestesi
- Pasien mengatakan
belum mampu
menggerakan
ekstermitas bawah

DO:
Vital Sign:
TD: 120/78 mmHg
N: 72x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20 Tpm
3 DS: Efek tindakan Resiko Integritas
Pasien mengatakan merasa operasi Jaringan
pusing dan perutnya sedikit
sakit
DO:
Pasien tampak lemas
Vital Sign:
Vital Sign:
TD: 120/78 mmHg
N: 72x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20
Tpm

4 DS: Berhubungan dengan Resiko Infeksi


Pasien mengatakan merasa tempat masuknya
pusing dan perutnya sedikit organisme, sekunder
sakit akibat: pembedahan
DO:
Pasien tampak lemas
Vital Sign:
Vital Sign:
TD: 120/78 mmHg
N: 72x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20 Tpm

5 DS: Efek dari obat spinal Resiko Jatuh


Pasien mengatakan kakinya
sulit digerakan
DO:
Vital Sign:
TD: 123/74 mmHg
N: 75x/menit
SpO2: 99%
- Terpasang Infus RL 20 Tpm

PRIORITAS DIAGNOSA

No Prioritas Diagnosa

1 Gangguan eliminasi urine (Inkontinensia Overflow) b/d pembesaran prostat


ditandai dengan BAK tidak lancer, perut terasa penuh seperti ingin BAK
dan BAB tapi tidak bisa.

2 Nyeri Akut b/d spasme uretra ditandai dengan adanya kondisi patologis
yang diketahui menyebabkan nyeri.

3 Ansietas b/d prosedur invasive ditandai dengan cemas, kekhawatiran


4 Defisiensi Pengetahuan b/d kurangnya pengetahuan mengenai prosedur
invasif dan anestesi ditandai dengan pasien belum pernah melakukan
tindakan operasi sebelumnya

5 Hipotermia b/d inaktivitas ditandai dengan menggigil, akral dingin

6 Hipotensi b/d Berhubungan dengan efek spinal anestesi

7 Resiko Kekurangan Volume Cairan b/d Kurangnya intake cairan

8 Intorelansi aktivitas b/d post operasi ditandai dengan lemah

9 Hambatan Mobilitas Fisik b/d post dan efek anestesi ditandai dengan Pasien
mengatakan kedua kaki terasa lemas

10 Resiko Integritas Jaringan b/d efek tindakan operasi pasien tampak lemas

11 Resiko Infeksi b/d tempat masuknya organisme, sekunder akibat:


pembedahan ditandai dengan pasien lemas

12 Resiko Jatuh b/d efek obat spinal ditandai dengan pasien mengatakan
kakinya sulit digerakan
INTERVENSI ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Gangguan Setelah di lakukan 1. catat pola miksi dan 1. melihat perubahan pola
eliminasi tindakan perawatan monitor pengeluaran eliminasi klien
urine Anestesi selama urine 2. menentukan tingkat nyeri
1x24jam. Gangguan 2. lakukan palpasi yang dirasakan oleh klien
eliminasi urine pada kandung kemih, 3. mencegah terjadinya retensi
berkurang dengan observasi adanya urine
kriteria hasil: ketidaknyamanan dan
- Mampu rasa nyeri
mengidentifika 3. ajarkan klien untuk
si penyebab merangsang miksi
inkontinensia dengan pemberian air
- Menyebutkan hangat, mengatur
rasional terapi posisi, mengalirkan air
keran.
2. Nyeri akut Setelah di lakukan 1. Observasi TTV 1. Obat analgetik merupakan
tindakan perawatan pasien obat pereda nyeri
Anestesi selama 1x24 2. Kaji nyeri pada 2. Metode relaksasi nafas
jam. Nyeri akut pasien dalam merupakan metode
berkurang dengan 3. Jelaskan penyebab efektif untuk menghilangkan
kriteria hasil: nyeri kepada individu rasa nyeri pada pasien yang
- Nilai VAS : 6 dan berapa lama nyeri mengalami nyeri kronis.
- Obat terabsorbsi akan berlangsung. Rileks sempurna yang dapat
dalam waktu 30 4. Ajarkan Teknik mengurangi ketegangan
menit relaksasi nafas dalam otot, rasa jenuh, kecemasan,
- Pasien paham dan untuk mengurangi sehingga menvegah
bisa melaksanakan ketegangan otot menghebatnya stimulasi
Teknik relaksasi rangka,yang dapat nyeri.
Keluarga menurunkan intensitas 3. Mengkaji efektivitas obat
memposisikan badan nyeri. adalah mengkaji kembali
pasien dengan baik. 5. kolaborasi dengan keefektivitas obat terhadap
dokter untuk tubuh, apakah terdapat
pemberian pereda rasa perubahan skala nyeri atau
sakit yang optimal bahkan tidak.
dengan anelgesik
3. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat ansietas 1) Tingkat ansietas ada 3
tindakan keperawatan 2. Jelaskan kejadian -Ringan
selama 1x24 jam dengan -Sedang
diharapkan ansietas menggunakan istilah -Berat
teratasi dengan dan ilustrasi -Panik
indikator : 3. Dampingi klien dan 2) Menggunakan ilustrasi ;
1. Rasa takut klien perlihatkan rasa boneka ;boneka tangan; dan
menurun empati untuk peralatan sederhana
2. klien tampak mengurangi rasa
Selalu dampingi klien dengan
tenang dan cemas
memberikan kenyamana
kooperatif.
( komunikasi terapeutik)
3. Klien tidak tampak
cemas
4. TTV dalam rentan
normal
N : 70-100 x/menit
RR : 20-25 x/menit
4. Defisiensi Setelah dilakukan 1. Mengurangi 1. Mengurangi kecemasan
pengetahuan tindakan keperawatan kecemasan adalah mengurangi

selama 1x24 jam 2. Mengajarkan sesuatu perasaan yang


individu tentang sifatnya umum dimana
diharapkan defisiensi
tindakan pembiusan seseorang merasa
pengetahuan teratasi
3. Mengajarkan pasien ketakutan atau
dengan indicator :
prosedur atau kehilangan kepercayaan
1. Pengetahuan
perawatan diri diri yang tidak jelas
manajemen TURP
4. Mengajarkan pasien asalnya.
2. Pengetahuan
pre operatif 2. Tindakan pembiusan
penurunan ancaman
adalah tindakan untuk
TURP
menghilangkan rasa
3. Pengetahuan gaya
sakit ketika melakukan
hidup sehat
pembedahan dan
4. Pengetahuan berbagai prosedur
pengobatan lainnya yang
5. Pengetahuan menimbulkan rasa sakit
manajemen nyeri pada tubuh
3. Perawatan diri adalah
perawatan diri sendiri
yang dilakukan untuk
mempertahankan diri
kesehatan baik secara
fisik maupun psikologis.
4. Perioperatif adalah fase
dimulai ketika keputusan
untuk menjalankan
operasi atau
pembedahan dibuat dan
berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja
operasi.
5. Hipotermi Setelah dilakukan 1. Berikan selimut 1) Selimut untuk membantu
tindakan keperawatan kepada klien menghangatkan tubuh
selama 1x24 jam 2. Pantau tanda tanda pasien
diharapkan hipotermi vital 2) Monitor TTV untuk
teratasi dengan 3. Pelihara mengetahui keadaan pasien
indikator : suhu/temperatur dan suhu tubuh pasien
1. Suhu tubuh dalam lingkungansekitar/ 3) Perhatikan temperatur
rentan ruangan ruangan biasanya ruang
normal(36,7ᵒC- 4. Berikan cairan OK terpasang AC yang
37,5ᵒC) intravena/transfusi bisa memungkinkan
2. Tidak ada yang Hangat (Pasang penyebab pasien menggigil
perubahan warna Blood Warmer ) 4) Penghangat transfusi
kulit dan tidak ada supaya cairan infus yang
rasa pusing masuk dalam tubuh hangat
3. Tidak ada rasa
menggigil dan
akral normal
6. Hipotensi Setelah dilakukan 1. pantau tanda dan 1) pantau tanda dan gejala
tindakan keperawatan gejala penurunan mis., ( penurunan spo2 ,
selama operasi curah jantung penurunan frekuensi
diharapkan hipotensi 2. berikan agen napas , penurunan tekanan
teratasi dengan inotropik dan darah, denyut nadi perifer
indikator : vasoaktiv lemah) untuk mendeteksi
3. bantu pemasangan dini penurunan curah
a) tanda tanda vital
dan atau pemeliharaan jantung
dalam batas
alat bantu jantung 2) agend inotrapik dan
normal
4. monitor tanda tanda vasoaktif dapat diberikan
spo2 : >95%
vital sesuai program untuk
N : 60-100x/menit
meningkatkan
TD : >90/60 ,
kontraktilitas ( mis.,
<140/90
dopamin , dobutamin dan
mmhg
digoksin)
RR : 16-24 x/menit
3) pemeliharaan alat bantu
b) irama sinus
jantung (mis., pompa
normal
darah , alat bantu
c) tidak ada
ventrikular dan lakukan
disaritmia yang
manual (RJP)
mengancam jiwa
4) Tanda tanda vital bisa
dan tidak terjadi
menjadi acuan apakah
arrest
jantung sudah berfungsi
dengan baik atau belum.
7. Resiko Setelah dilakukan - Kaji daerah kulit, - membran mukosa yang
kekurangan tindakan keperawatan membran mukosa, pucat menandakan pasien
volume anestesi intra operasi turgor kulit . kekurangan volume cairan
cairan selama operasi, klien - Monitor dan catat - untuk memamntau status
mampu memenuhi intake dan output. cairan pasien
keseimbangan cairan -Monitor tanda - untuk memantau apakah
dengan kriteria hasil : tanda perdarahan (pt adanya perdarahan
- Pasien tidak hekie, ekimosis, mel - untuk memenuhi kebutuhan
mengalami ena, epitaksis,hemat cairan pasien
kekurangan volume emesis, hematuri).
cairan vaskuler. - Berikan cairan
- Tanda-tanda vital kristaloid
dalam batas normal
- mukosa mulut
tidak kering.
- Pasien rileks, akral
hangat.

8. Intoleransi Setelah dilakukan 1. pantan TTV 1. mempengaruhi pilihan


aktivitas tindakan keperawatan 2. istirahatkan klien intervensi
selama 1x24 jam selama 3 menit; ukur 2. meningkatkan istirahat
diharapkan intoleransi kembali TTV. untuk menurunkan kebutuhan
aktivitas teratasi Bandingkan hasilnya oksigen tubuh
dengan indikator : dengan tanda – tanda 3. hipotensi postural /
1. mempertahankan vital saat istirahat. hipoksin serebral
tekanan darah dalam 3. kurangi intesitas, menyebabkan pusing,
batas normal 3 menit frekuensi, atau berdenyut dan peningkatan
setelah aktivitas lamanya aktifitas resiko cedera.
2. mengidentifikasi 4. tingkatkan aktifitas
faktor yang secara bertahap
memperburuk
intoleran aktivitas

9. Hambatan Setelah dilakukan 1) Kaji kebutuhan 1. Mengidentifikasi masalah,


mobilitas tindakan perawatan akan pelayanan memudahkan intervensi

fisik Anestesi selama 2x24 kesehatan dan 2. Mempengaruhi penilaian


jam. Hambatan terhadap kemampuan
kebutuhan akan
mobilitas fisik aktivitas aspakan
peralatan
berkurang dengan ketidakmampuan ataukah
2) Tentukan tingkat
kriteria dengan hasil : ketidakmauan.
motivasi pasien dalam
3. Menilai batasan kemampuan
1) Penampilan yang melakukan aktivitas
aktivitas optimal.
seimbang 3) Ajarkan atau pantau
2) Melakukan dalam hal penggunaan
pergerakan dan alat bantu
perpindahan
3) Klien meningkat
dalam aktivitas
4) Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
5) Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi

10 Resiko Setelah dilakukan 1) Kaji kulit dan 1. Mengetahui sejauh mana


Integritas tindakan perawatan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Jaringan anestesi selama 1x 24 perkembangan luka mempermudah dalam
jam, kerusakan
2) Kaji lokasi, ukuran, melakukan tindakan yang
integritas kulit teratasi
warna, bau, serta tepat.
dengan kriteria :
jumlah dan tipe cairan
2. Mengidentifikasi tingkat
1) Tidak ada tanda- yang luka
keparahan luka sehingga
tanda infeksi 3) Pantau peningkatan
mempermudah intervensi.
2) Luka bersih tidak suhu tubuh
lembab dan tidak 4) Berikan perawatan 3. Suhu tubuh yang meningkat
kotor luka dengan teknik dapat diidentifikasikan
3) Tanda-tanda vital aseptik. Balut luka sebagai adanya proses
dalam batas normal dengan kasa kering peradangan.
dan steril.
4. Teknik aseptik membantu
mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
11 Resiko Setelah melakukan 1. Kaji adanya faktor 1. Mengidentifikasi adanya
Infeksi tindakan keperawatan yang meningkatkan faktor pencetus masuknya
antestesi selama 1 x resiko infeksi kuman penyebab infeksi
24 jam diharapkan
masalah risiko infeksi 2. Ajarkan pasien 2. Mencegah kontaminasi
dengan kriteria hasil : teknik mencuci tangan silang dan menekan resiko
1. Memahami metode yang benar infeksi
penyebaraan infeksi 3. Jelaskan kepada
2. Memahami pasien serta keluarga 3. Mengetahui dan
pengaruh nutrisi tentang tanda dan mengantisipasi adanya tanda
dalam mencegah gejala infeksi dan gejala infeksi
infeksi
3. Tidak menunjukkn 4. Kolaborasi dengan 4. Pemberian antibiotik dapat
tanda-tanda infeksi dokter untuk menekan atau menghentikan
(kemerahan , pemberian antibiotik perkembangan bakteri atau
perih ,pembekangkan , mikroorganisme berbahaya
terasa panas , yang berada di dalam tubuh
perih ,terbentuknya
nanah , luka oprasi
mengeluarkan bau)

12 Resiko jatuh Setelah dilakukan 1. pantau kondisi 1) Pemantauan status


. tindakan keperawatan kesadaran pasien kesadaran untuk mencegah
selama post anestesi 2. naikkan bedrail klien bergerak secara tiba
selama 1 x 24 jam, pasien tiba yang menyebabkan
diharapkan resiko 3. anjurkan klien jatuh.
jatuh dapat untuk tetap tenang di 2) Pastikan bedrail klien
diminimalisir dengan bed terpasang untuk
kriteria hasi: menghindari terjadinya
1. Klien tenang dan jatuh.
kooperatif. 3) Klien tenang dan
2. Pasien tidak jatuh kooperatif salah satu
pencegahan terjadinya resiko
jatuh.
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

N Hari, Diagnosa Implementasi TTD


o
Tanggal

Jam

1 Selasa, 12 Gangguan 1. mencatat pola miksi dan Inggar


Desember eliminasi urine monitor pengeluaran urine
2020 (Inkontinensia 2.melakukan palpasi pada

09.00 WIB Overflow) b/d kandung kemih, observasi


pembesaran prostat adanya ketidaknyamanan dan
ditandai dengan rasa nyeri
BAK tidak lancer, 3. mengajarkan klien untuk
perut terasa penuh merangsang miksi dengan
seperti ingin BAK pemberian air hangat,
dan BAB tapi tidak mengatur posisi, mengalirkan
bisa air keran.

2 Selasa, 12 Nyeri Akut b/d 1.Mengobservasi TTV pasien Eci


Desember spasme uretra 2.Mengkaji nyeri pada pasien
2020 ditandai dengan 3.Menjelaskan penyebab

09.10 WIB adanya kondisi nyeri kepada individu dan


patologis yang berapa lama nyeri akan
diketahui berlangsung.
menyebabkan 4.Mengajarkan Teknik
nyeri. relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi ketegangan otot
rangka,yang dapat
menurunkan intensitas nyeri.
5.Mengkolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
pereda rasa sakit yang
optimal dengan anelgesik

3 Selasa, 12 Ansietas b/d 1.Mengkaji tingkat ansietas Priska


Desember prosedur invasive 2.Menjelaskan kejadian
2020 ditandai dengan dengan menggunakan istilah
cemas,
09.20 WIB kekhawatiran dan ilustrasi
4.Mendampingi klien dan
perlihatkan rasa empati untuk
mengurangi rasa cemas

4 Selasa, 12 Defisiensi 1.Mengurangi kecemasan Riska


Desember Pengetahuan b/d 2.Mengajarkan individu tentang
2020 kurangnya tindakan pembiusan
3.Mengajarkan pasien prosedur
09.30 WIB pengetahuan
atau perawatan diri
mengenai prosedur
4.Mengajarkan pasien pre
invasif dan anestesi
operatif
ditandai dengan
pasien belum
pernah melakukan
tindakan operasi
sebelumnya

5 Selasa, 12 Hipotermia b/d 1.Memberikan selimut Nabilah


Desember inaktivitas ditandai kepada klien
2020 dengan menggigil, 2.Memantau tanda tanda vital

09.40 WIB akral dingin 3.Memelihara


suhu/temperatur
lingkungansekitar/ ruangan
4.Memberikan cairan
intravena/transfusi yang
Hangat (Pasang Blood
Warmer )

6 Selasa, 12 Hipotensi b/d 1.Memantau tanda dan gejala Windi


Desember Berhubungan penurunan curah jantung
2020 dengan efek spinal 2.Memberikan agen

09.50 WIB anestesi inotropik dan vasoaktiv


3.Membantu pemasangan
dan atau pemeliharaan alat
bantu jantung
4.Memonitor tanda tanda
vital

7 Selasa, 12 Resiko 1.Mengkaji daerah kulit, Lutfi


Desember Kekurangan membran mukosa, turgor
2020 Volume Cairan b/d kulit .

10.00 WIB Kurangnya intake


2.Memonitor dan catat intake
cairan
dan output.

3.Memonitor tanda
tanda perdarahan (pthekie, ek
imosis, melena, epitaksis,he
matemesis, hematuri).

4.Memberikan cairan
kristaloid

8 Selasa, 12 Intorelansi 1.Memantau TTV Ikhsan


Desember aktivitas b/d post 2.Mengistirahatkan klien
2020 operasi ditandai selama 3 menit; ukur kembali

10.15 WIB dengan lemah TTV. Bandingkan hasilnya


dengan tanda – tanda vital
saat istirahat.
3.Mengurangi intesitas,
frekuensi, atau lamanya
aktifitas
4.Meningkatkan aktifitas
secara bertahap

9 Selasa, 12 Hambatan 1.Mengkaji kebutuhan akan Intan


Desember Mobilitas Fisik b/d pelayanan kesehatan dan
2020 post dan efek kebutuhan akan peralatan

10.25 WIB anestesi ditandai 2.Menentukan tingkat


dengan Pasien motivasi pasien dalam
mengatakan kedua melakukan aktivitas
kaki terasa lemas
3.Mengajarkan atau pantau
dalam hal penggunaan alat
bantu
10 Selasa, 12 Resiko Integritas 1.Mengkaji kulit dan Delas
Desember Jaringan b/d efek identifikasi pada tahap
2020 tindakan operasi perkembangan luka

10.40 WIB pasien tampak 2.Mengkaji lokasi, ukuran,


lemas warna, bau, serta jumlah dan
tipe cairan yang luka
3.Memantau peningkatan
suhu tubuh
4.Memberikan perawatan
luka dengan teknik aseptik.
Balut luka dengan kasa
kering dan steril.
11 Selasa, 12 Resiko Infeksi b/d 1.Mengkaji adanya faktor Ilham
Desember tempat masuknya yang meningkatkan resiko
2020 organisme, infeksi

10.50 WIB sekunder akibat: 2.Mengajarkan pasien teknik


pembedahan mencuci tangan yang benar
ditandai dengan 3.Menjelaskan kepada pasien
pasien lemas serta keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi
4.Mengkolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
antibiotic
12 Selasa, 12 Resiko Jatuh b/d 1.Memantau kondisi Umiyyatul
Desember efek obat spinal kesadaran pasien
2020 ditandai dengan 2. Menaikkan bedrail pasien

11.05 WIB pasien mengatakan 3. Menganjurkan klien untuk


kakinya sulit tetap tenang di bed
digerakan
EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

No.Dx Waktu Evaluasi


Pre Anestesi
Gangguan Pukul 09.05 S: Pasien mengatakan sulit BAK dan tidak lancar saat BAK
Eliminasi urine O: Pasien terlihat lemas
TD=120/80 mmHg
N=70x/menit
T=36,5oC
RR=12x/menit
SpO2=100%
A: Gangguan Eliminasi urine teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

Inggar

Nyeri Akut Pukul 09.15 S: Pasien mengatakan nyeri saat BAK dengan sakala nyeri 7
hilang timbul
O: Pasien terlihat meringis kesakitan
TD=120/80 mmHg
N=70x/menit
T=36,5oC
RR=12x/menit
SpO2=100%
A: Nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

Delas

Ansietas Pukul 09.25 S: Pasien mengatakan takut karena baru pertama kali akan
menjalani operasi, namun cemas sudah berkurang
O: Pasien terlihat gelisah dan cemas
TD=120/80 mmHg
N=70x/menit
T=36,5oC
RR=12x/menit
SpO2=100%
A: Ansietas teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Eci
Defisiensi Pukul 09.35 S : Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operasi
pengetahuan sebelumnya
O : TD: 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37 C
RR : 20x/menit
A : Defisiensi pengetahuan teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
Hipotermia Pukul 09.45

S: Pasien mengatakan kedinginan


O: Pasien terlihat menggigil karena kedinginan
A: Hipotermia teratasi sebagian
Hipotensi Pukul 09.55 P: Lanjutkan intervensi

S:-
O : TD : 90/60 mmHg
N : 76x/menit
Spo2 : 98%
A : Hipotensi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Resiko kekurangan Pukul10.05 ikhsan
volume cairan

S: -
O : Tanda tanda vital pasien
TD : 90/60 mmhg
N : 80 x/menit
Spo2 : 98%
Intoleran aktivitas Pukul 10.20 RR : 20x/menit

S: -
O: Pasien terlihat sudah bisa melakukan aktivitas ringan dan
pasien sudah tidak lemah
TD : 125 / 80 mmHg,
N : 76 x/mnt
SpO2 : 100 %
RR : 18x/mnt
A: Intoleran aktivitas teratasi sebagian
P: Lanjutkan pemantauan sampai di pindahkan ke bangsal
Hambatan Pukul 10.30
mobilitas fisik Priska

S : pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas dan belum


mampu menggerakkan ekstremitas bawah
O : TD : 120/80 mmhg
N : 72x/menit
Spo2 : 99%
Terpasang infus RL 20 tpm
A : hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
Resiko integritas Pukul 10.45 P : lanjutkan intervensi
jaringan intan

S : pasien mengatakan pusing dan perutnya sedikit sakit


O : pasien tampak lemas
A : resiko integritas jaringan teratasi sebagian
Resiko infeksi Pukul 11.00 P : Lanjutkan intervensi
windi

S : Pasien mengatan masih sedikit pusing dan sakit di sekitar


perut
O : Pasien tampak lemas
TD : 120/78 mmhg
N : 72x/menit
Spo2 : 99%
Resiko jatuh Pukul 11.15 A : resiko infeksi teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
ilham

S : Pasien mengatakan kakinya masih sedikit sulit untuk di


gerakkan.
O : Pasien tampak lemas dan pucat
TD : 123/74 mmhg
N : 75x/menit
Spo2 : 99%
Terpasan infus RL 20 tpm
A : lanjutkan intervensi

Umi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
BPH adalah suatu kondisi dimana sistem perkemihan mengalami gangguan yang
disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kelenjarprostat mengelilingi saluran kemih
pada pria dengan usia diatas 50 tahun yang mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
Maka diambil kesimpulan diagnosa Gangguan eliminasi urine (Inkontinensia Overflow)
katena adanya pembesaran prostat ditandai dengan BAK tidak lancer, perut terasa penuh
seperti ingin BAK dan BAB tapi tidak bisa. Nyeri Akut ditandai dengan nyeri skala 7
hilang timbul. Ansietas b/d prosedur invasive ditandai dengan cemas, kekhawatiran.
Hipotermia b/d inaktivitas ditandai dengan menggigil, akral dingin. Intorelansi aktivitas
b/d post operasi ditandai dengan lemah

B. Saran

Hingga saat ini belum ada usaha yang terbukti efektif dalam mencegah timbulnya BPH
(benign prostate hyperplasia). Menjaga bobot ideal dan menjalankan pola hidup sehat
serta menjauhi rokok bias membantu menjaga kondisi tubuh. Jika anda merasakan gejala
pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track symptoms (LUTS), seperti
pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-
sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa seperti tidak tuntas setelah
berkemih segera periksakan dan jangan ditunda agar dapat dilakukan tindakan medis
segera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jadmiko, A. W. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Tindakan Turp


Pada Benign Prostatic Hyperplasia Di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Pku
Muhammadiyah Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
2. RUSDIANA, E. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN
BPH POST TURP (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
3. APRIANI, V. K. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BENIGN
PROSTATIC HYPERPLASIA POST OPERASI TURP DENGAN FOKUS STUDI
RISIKO PERDARAHAN DI RUANG EDELWEIS RSUD PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO.
4. RAHMENS, S. (2017). PENGARUH TRANS URETHRAL RESECTION OF THE
PROSTATE (TURP) TERHADAP PERUBAHAN DERAJAT EREKSI PADA PASIEN
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) PENGARUH TRANS URETHRAL
RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) TERHADAP PERUBAHAN DERAJAT
EREKSI PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) (Doctoral
dissertation, Universitas Andalas).

Anda mungkin juga menyukai