Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN
PENCAHAYAAN DAN KEBISINGAN

Disusun oleh:

Nama : Fajhirah Anugerah (032100008)


Gea Fitri Praudya (032100009)
Ikhwan Surya Halim (032100010)
Jonatan Manalu (032100011)
Kelvin Dwima Putra (032100012)
Levana Della Mahir (032100013)
M. Hafidz Dzikra (032100014)

Prodi/ Angkatan : Elektromekanika/2021

Tgl. Praktikum/ Tugas : 22 Desember 2021

Asisten Pendamping/ Dosen Pengampu : Ismail, M. Si

JURUSAN TEKNOFISIKA NUKLIR


PRODI ELEKTRO MEKANIKA
POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Environment Tester atau alat ukur lingkungan adalah alat untuk mengukur
besaran yang ada pada sistem lingkungan. Lingkungan (sistem) adalah lingkungan dari
sistem fisik yang dapat berinteraksi dengan sistem dengan pertukaran massa, energi, atau
properti lainnya.

Dalam ilmu dan rekayasa, sebuah system adalah bagian dari alam semesta yang
sedang dipelajari, sedangkan lingkungan merupakan sisa dari alam semesta yang terletak
di luar batas batas system. Hal ini juga dikenal sebagai lingkungan, dan termodinamika,
sebagai reservoir. Tergantung pada jenis system, mungkin berinteraksi dengan
lingkungan dengan bertukar massa, energi (termasuk panas dan kerja), momentum linier,
momentum sudut, muatan listrik, atau sifat dilestarikan lainnya

II. Tujuan Praktikum


1. Mengukur kuat cahaya
2. Mengukur kebisingan

III. Manfaat Praktikum

Praktikum ini memiliki manfaat, di antaranya:


1. Dapat mengoperasikan berbagai Alat ukur lingkungan ( Environment Tester )
dengan cermat dan benar.
2. Dapat menjelaskan, memahami dan membaca hasil pengukuran dengan
menggunakan berbagai Alat ukur lingkungan ( Environment Tester ).
3. Dapat menjelaskan, memahami dan membaca dan menghitung hal-hal yang diukur
tentang lingkungan kerja dengan menggunakan Alat ukur lingkungan
( Environment Tester ).
BAB II

METODE PRAKTIKUM

I. Alat dan Bahan

1. Environment tester

II. Dasar Teori

A. Pencahayaan
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang sensitif terhadap mata
manusia (Gic,1999), sedangkan menurut Susanto, cahaya adalah energi yang
merambat seperti gelombang elektromagnetik. Pada saat melihat atau
mengamati suatubenda kita menggunakan mata, mata dapat melihat karena
menerima rangsangan yang berasal dari cahaya atau sinar yang datang dari
benda tersebut, baik yang dipancarkan langsung maupun yang dipantulkan
dari sumber penerangan (cahaya)yang mengenai bendabenda tersebut.
Pencahayaan yang tidak baik pada suatu tempat kerja akan menimbulkan
dampak berupa:
1. Kelelahan dan ketidak nyamanan mata
2. Kelelahan mental yang akan mempengaruhi kelelahan fisik
3. Keluhan pegal- pegal dan sakit kepala disekitar mata
4. Meningkatkan terjadinya kecelakaan.
Sumber pencahayaan secara umum di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Pencahayaan alami, yang berasal dari sinar mata hari (bulan pada malam
hari).
2. Pencahayaan buatan yang berasal dari lampu pijar, lampu minyak tanah,
lampu flourescent dan lilin yang menyala.
Jenis pencahayaan ada dua, yaitu:
1. Pencahayaan lokal (khusus) adalah cahaya yang dipancarkan langsung dari
sumber kepermukaan bidang tempat kerja dimana tenaga kerja melakukan
aktivitasnya.

2. Pencahayaan general (umum) adalah rata-rata intensitas pencahayaan yang


terdapat dalam lingkungan tempat kerja terutama tempat yang dilalui oleh
tenaga kerja.
Kesilauan tidak langsung yaitu kesialauan yang terjadi akibat cahaya yang
dipantulkan (reflektan) oleh benda seperti dinding, lantai atau alat yang
mengkilap permukaannya. Untuk itu penerangan di tempat kerja berfungsi
untuk memudahkan mata membedakan benda- benda yang di gunakan di
tempat kerja, sehingga penerangan atau pencahayaan yang baik nyaman dan
menyenangkan dalam kegairahan bekerja.

B. Kebisingan
Bunyi merupakan rangsangan yang diterima telinga karena getaran media
elastis. Bruel dan Kjaer mendefinisikan bunyi sebagai perubahan tekanan
(dalam udara, air, atau media lain), yang bisa ditangkap oleh telinga manusia.
Sesuatu dikatakan bunyi apabila terjadi perubahan dalam atmosfer dengan
kecepatan minimal 20 kali per detik. Dua karakteristik bunyi adalah frekuensi
(pitch) dan intensitas (loudness).
Intensitas bunyi merupakan jumlah energi bunyi yang mencapai gendang
pendengar, diukur dalam decibel (dB). Nol decibel merupakan bunyi terlemah
yang dapat didengar orang, sedangkan bunyi terkeras dapat mencapai jutaan
kali besaran tersebut. Ini karena intensitas bunyi tidak meningkat secara
bertahap. Telinga dapat merespon intensitas 0-140 dB. Ketidaknyamanan akan
terasa di 120 dB. Pada 140 dB telinga akan terasa nyeri, dengan kemungkinan
robekdan kerusakan permanen gendang pendengaran. Beberapa pengukuran
intensitas bising menggunakan ukuran dB(A) yang memasukkan sensitivitas
frekuensi telinga. Ada 3 jenis alat pengukur tingkat intensitas suara, yaitu:
1. Sound Level Meter (pocket)
2. Sound Level Meter + Oktave Band Analyser
3. Noise Dose Meter
Bunyi yang melampaui tingkat toleransi disebut bising (noise), tetapi hal ini
tergantung pada karakteristik orang dan karakteristik suara. Maka bising dapat
diartikan sebagai setiap suara yang mengganggu atau yang tidak diinginkan.
Taraf kebisingan juga telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja RI No: KEP-51/MEN/1999. Dalam peraturan ini, kebisingan
diartikansebagai semua suara yang tidak dikehendaki, yang bersumber dari
alat produksi atau alat kerja, yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Jadi pada prinsipnya, bising atau kebisingan adalah
suara yang mengganggu atau suara yang tidak dikehendaki oleh
pendengarnya. Berdasarkan sumbernya, kebisingan disebabkan dari beberapa
faktor berikut:
1. Bising yang ditimbulkan oleh industri
2. Bising dari hasil kemajuan transportasi: jalan lalu lintas, lalu lintas udara
3. Bising akibat elektrifikasi pada pemukiman
4. Mekanisme lain yang menimbulkan bising: penambangan, penggalian, dll.
5. Sumber bising lainnya (miscellaneous source): lapangan olah raga, konser
musik, daerah wisata, mesin pemotong rumput, dan lain-lain.
Secara umum, berikut adalah beberapa akibat adanya kebisingan, yaitu:
1. Orang merasa jengkel
2. Dapat mempengaruhi komunikasi verbal
3. Dapat mengurangi efisiensi kerja
4. Dapat mengganggu tidur
5. Dapat merusak pendengaran
Menurut Kepmennaker No: KEP-51/MEN/1999, Thereshold Limited Value
(Nilai Ambang Batas, NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja
yang dianjurkan di tempat kerja, agar tenaga kerja masih dapat menerimanya
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari yakni sebesar 85 dB atau
40 jam seminggu. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No: KEP-48/MENLH/II/1996, Baku Tingkat Kebisingan
adalah standar faktor yang dapat diterima di suatu lingkungan atau kawasan
kegiatan manusia.
Tabel 1. Baku tingkat kebisingan KEP-48/MENLH/II/1996
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Intensitas Kebisingan (dBA)

Kegiatan
Peruntukan

1. Perumahan dan Pemukiman 55


2. Perdagangan dan Jasa 70 70
3. Perkantoran dan Perdagangan
65
5. Ruang Terbuka Hijau 70
6. Industri 60
7. Pemerintahan dan Fasilitas Umum
70
8. Rekreasi
9. Khusus: 70
a. Bandar Udara* 60
b. Stasiun Kereta Api*
c. Pelabuhan Laut
d. Cagar Budaya Lingkungan Hidup
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya
2. Sekolah atau Sejenisnya
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya

55
*disesuaikan dengan ketentuan
55
Menteri Perhubungan
55

III. Langkah Kerja

A. Pengukuran kuat cahaya


1. Siapkan alat

2. Buatlah peta ruangan yang akan dilakukan pengukuran, tentukan titik pengukuran
yang akan dilakukan
3. Hidupkan alat.

4. Pindah posisi alat untuk pengukuran kuat Cahaya dengan menekan tombol LUX
5. Lakukan pengukuran untuk tiap titik pengukuran
6. Catat hasil pengukuran (termasuk suhu ruangan dicatat) dalam lembar data dan
matikan alat
7. Hitunglah kuat cahaya rata-rata yang saudara dapatkan.

8. Ulangi langkah diatas hingga didapatkan tiga (3) lokasi yang berbeda.
B. Pengukuran kebisingan

1. Siapkan alat environment tester

2. Tentukan ruangan yang akan dilakukan pengukuran dan tentukan titik


pengukurannya.
3. Hidupkan sumber daya.

4. Pindah posisi alat untuk pengukuran kebisingan (sound level meter) dengan
menekan tombol dB
5. Pastikan skala pembacaan pada dB A, dengan menekan tombol UNIT
6. Hadapkan sensor ke arah bagian yang diukur secara tegak lurus
7. Lakukan pengukuran untuk tiap ruang sebanyak 5 kali dengan interval 10 detik
8. Catat hasil pengukuran dalam lembar dan data matikan alat .
9. Hitunglah kebisingan rata-rata yang saudara dapatkan.
BAB III

DATA DAN ANALISIS


I. Data Praktikum
1. Pengukuran pencahayaan
Pengukuran berdasarkan tiap-tiap tempat dengan dasar pengukuran yaitu tiga kali
percobaan di satu titik dengan durasi waktu sepuluh detik per tiap percobaan. Yang
mana jumlah titik di satu tempat berjumlahh lima.
a. Ruang Kelas
Waktu (10 detik/1 Titik A Titik B Titik C
menit)
1 25 lux
2 28 lux
3
4
5
6

b. Perpustakaan
Waktu (1 detik/1 menit) Titik Pengukuran
Meja Baca Rak Buku

c. Bengkel
Waktu (1 detik/1 menit) Titik Pengukuran pada tombol CNC
Turning
2. Pengukuran Kebisingan
a. Ruang Kelas

b. Perpustakaan

Waktu (1 detik/1 menit) Titik Pengukuran


Meja Baca Meja Resepsionis

c. Bengkel
Waktu (1 detik/1 menit) Titik Pengukuran pada titik operator
CNC Turning
BAB IV
PENUTUP
I. Pembahasan
Sumber bising di berbagai perindustrian dan tempat kerja dapat berasal dari mesin-
mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mesin diesel. Selain itu juga dapat berasal
dari percakapan para pekerja di lingkungan industri tersebut. Reaksi orang terhadap
kebisingan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah interaksi kebisingan dengan
sumber bising.
Untuk pengukuran kebisingan dilakukan di 3 lokasi, yaitu Ruang Kelas,
Perpustakaan, dan Bengkel. Pada setiap pengukuran alat ukur enviroment multimeter
diarahkan ke sumber bunyi misalnya jika seorang dosen sedang menjelaskan di ruang kelas
maka kita mengarahkan alat ukur ke arah dosen sebagai sumber kebisingannya dan alat
ukurnya sejajar dengan telinga si pengukur.
Untuk pengukuran pencahayaan dilakukan di Ruang Kelas, Perpustakaan, dan
Bengkel. Pada setiap pengukuran, alat ukur environment multimeter harus tegak lurus agar
pengukuran pencahayaan dapat terukur dengan baik.Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi penglihatan terhadap pencahayaan yaitu faktor usia. Bertambahnya usia
menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya. Hal ini akan
menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan pada jarak dekat, demikian pula penglihatan
jauh.
Faktor kedua adalah luminansi yang berarti banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh
permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata
terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata
melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk
melihat objek objek gambar. Ketiga adalah faktor silau (glare) adalah suatu proses adaptasi
yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan.
Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima retina sesuai, maka
otot irisakan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh memfokusnya lena
mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat. Kelima adalah faktor
sudut dan ketajaman penglihatan. Sudut penglihatan (visual angle) didefinisikan sebagai
sudut yang berhadapan dengan objek pada mata.
II. Kesimpulan
Pengukuran intensitas cahaya terkadang tidak konstan dikarenakan adanya
factorfaktor yang mempengaruhi cahaya meliputi :
a. Flux cahaya yaitu energy matahari /cahaya yang dipancarkan dalam satuan detik.
b. Intensitas cahaya, yaitu jumlah flux cahaya per satuan sudut ruang yang dipancarkan
kearah tertentu.
c. Intensitas penerangan (iluminasi) yaitu jumlah flux cahaya yang jatuh pada suatu
permukaan.

III. Saran
Dalam praktikum ini perlu dihadapi sikap diam agar saat pengukuran kebisingan di
dapatkan hasil yang baik dan benar, Baca langkah-langkah pengunaan alat praktikum agar
lebih memahami tata cara atau penempatan posisi yang benar alat ukur tersebut..

Anda mungkin juga menyukai