Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PRAKTIKUM

ALAT UKUR RADIASI

Disusun oleh:

Nama : Tesa Priscilia Pasaribu (032100029)


: Sulhamdi Akbar (032100028)
: Rio Oswaldo Panggabean (032100027)

Kelompok : 8 (H)

Prodi/ Angkatan : Elektromekanika/ 2021

Tgl. Praktikum/ Tugas : 7 Desember 2021

Asisten Pendamping/ Dosen Pengampu : Ir. Dwi Priyantoro, M.Si.

JURUSAN TEKNOFISIKA NUKLIR


PRODI ELEKTROMEKANIKA
POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
YOGYAKARTA
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Alat ukur radiasi dibutuhkan bukan hanya karena radiasi tidak dapat dirasakan oleh
panca indera manusia, tetapi juga karena kita membutuhkan nilai-nilai tertentu dari sumber
radiasi seperti aktivitas dan dosis. Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan
kuantitas radiasi digunakan alat ukur radiasi .Laporan ini berisi penjelasan mengenai
berbagai tipe dan karakteristik alat ukur radiasi untuk berbagai keperluan proteksi radiasi.
Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu
sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir.
Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh
panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indra
manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat,
yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan
mengukur radiasi baik kuantitas, energi, intensitas atau dosisnya

I. Tujuan
1. Dapat menguraikan prinsip kerja dan alat ukur radiasi baik yang digunakan sebagai alat
proteksi radiasi maupun sebagai sistem pencacah.
2. Memahami penggunaan alat ukur radiasi khususnya survey meter dengan baik dan benar.
3. Mengetahui satuan yang digunakan dalam pengukuran radiasi.
4. mengetahui beberapa jenis alat ukur radiasi.

2
II. Manfaat
1. Dapat mengoperasikan beberapa alat ukur radiasi dengan baik dan benar.
2. Dapat membaca hasil pengukuran radiasi dengan baik dan benar.
3. Dapat membaca dan menghitung jumlah paparan radiasi

3
BAB II
METODE PRAKTIKUM

I. Alat dan Bahan


1. APD
2. Survey meter
3. Dosimeter saku
4. Monitor kontaminasi
5. Alat cacah radiasi
6. Pesawat Sinar X.

II. Dasar Teori :

Radiasi nuklir tidak dapat dilihat dan dideteksi panca indra manusia.
Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan kuantitas radiasi digunakan alat
ukur radiasi

Sifat Radiasi Nuklir


Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi
dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan
penghantar tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah
energi nuklir. Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan
secara langsung oleh panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus
berbagai jenis bahan.

Pengukuran Radiasi
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca
indra manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan
suatu alit, yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk
mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, intensitas atau dosisnya.

4
a. Kuantitas radiasi
Kuantitas radiasi merupakan banyaknya radiasi per satuan waktu per
satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan
aktivitas (A) sumber radiasi dan probabilitas pancarannya (P) serta berbanding terbalik
dengan kudrat jarak( r ) antara sumber dan sistem pengukuran.

5
A. p
  4. .r 2 (II.1)

Aktivitas

kuantitas

Sumber Posisi pengukuran


Radiasi

Gambar II.1
Hubungan antara aktivitas dan kuantitas

Gambar II.1 menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran
(kuantitas radiasi) merupakan sebagian dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber.

b. Energi radiasi (E)


Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang
dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber radiasinya berupa radionuklida maka
tingkat atau nilai energi radiasi yang dipancarkan tergantung pada jenis
radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi
radiasinya bergantung kepada tegangan anoda (kV). Tabel II.1 menunjukkan contoh
energi radiasi yang dipancarkan oleh beberapa radionuklida.

Tabel II.1. Probabilitas Dan Energi Beberapa Jenis Radionuklida

Jenis radionuklida Energi Probabilitas


Cd-109 88 ke V 3,70 %
Cs-137 662 ke V 85 %
Co-60 1173 ke V dan 1332 ke V 99 % dan 100 %

c. Intensitas radiasi (I)


Intensitas radiasi adalah energi per satuan waktu per satuan luas atau dengan kata lain
intensitas merupakan perkalian antara kuantitas dan energi.
I  .E (II.2)
d. Dosis
radiasi
Dosis radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh intensitas radiasi, jenis
radiasi dan jenis bahan penyerap.Dalam proteksi radiasi pengertian dosis adalah jumlah
radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau
diterima oleh materi.
C. Penggunaan Alat Ukur Radiasi
Secara garis besar, penggunaan alat ukur radiasi dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu untuk kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan
aplikasi/penelitian radiasi nuklir itu sendiri. Alat ukur radiasi yang digunakan untuk
kegiatan proteksi radiasi harus menunjukkan nilai intensitas atau dosis radiasi yang
mengenai alat tersebut sehingga manfaatnya seorang pekerja radiasi dapat langsung
mengambil tindakan tertentu setelah membaca alat ukur yang digunakannya.
Sedangkan alat yang digunakan di bidang aplikasi radiasi dan penelitian biasanya
ditekankan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas radiasi atau spektrum energi
radiasi yang memasukinya.
Setiap alit ukur radiasi baik yang digunakan untuk mengukur kuantitas,
energi, intensitas maupun dosis radiasi selalu terdiri atas dua bagian utama yaitu
detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap
radiasi, yang jadi bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response)
tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang, biasanya merupakan
peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor tersebut menjadi
suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia atau dapat diolah lebih
lanjut menjadi informasi yang berarti. Gambar II.2 menunjukkan bagian utama deteksi
radiasi.

Sumber Radiasi

Detektor

Peralatan Penunjang
Pekerja

Gambar II.2
Kontruksi alat ukur radiasi

Mekanisme Pendektesian Radiasi


Detektor radiasi bekerja dengan cara mendeteksi perubahan yang terjadi di dalam medium
penyerap, karena adanya perpindahan energi ke medium tersebut. Terdapat beberapa
mekanisme yang sering digunakan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi yaitu proses
ionisasi, proses sintilasi, proses termoluminensi, efek pemanasan, reaksi kimia dan
perubahan biologi (Lihat tabel II.2)

Tabel II.2 Mekanisme Deteksi

Contoh Detektor Mekanisme Deteksi


GM Proses Ionisasi
NaI Tl Proses Sintilasi
Film Badge Reaksi Kimia
TLD Proses Termoluminisensi
1. Proses Ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam atom


(lihat Gambar II.3). Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau
beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar X, gamma dan neutron. Sebagai contoh
ionisasi tidak langsung : sebuah radiasi gamma ketika mengenai materi akan melepaskan
sebuah elektron berenergi (mungkin karena efek fotolistrik, efek compton, ataupun
produksi pasangan).

Radiasi
pengion elektron

elektron Lintasan
Inti atom
elektron

elektron

Gambar II.3
Peristiwa terlepasnya elektron ketika dikenai radiasi (ionisasi langsung)

Elektron berenergi inilah yang kemudian mengionisasi materi. Terlihat


disini bahwa proses ionisasi tidak dilakukan oleh radiasi gamma secara langsung melainkan
oleh elektron yang dihasilkan oleh radiasi gamma. Oleh karena itu disebut sebagai proses
ionisasi tidak langsung. Jumlah pasangan Ion elektron yang bermuatan negatif dan sisa
atomnya yang bermuatan positif sebanding dengan jumlah energi yang terserap

N
E
(II.3)
w
N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan W
adalah daya ionosasi bahan penyerap yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sebuah proses ionisasi. Jadi dalam proses ionosasi ini, energi radiasi diubah menjadi
pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik maka elektron yang
dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak menuju ke kutub positif.
Pergerakan elektron- elektron tersebut dapat menginduksikan arus dan tegangan listrik
yang dapat diukur oleh peralatan penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter.
Semakin banyak radiasi yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi
radiasinya maka akan dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.

2. Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi
elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di
dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi
sinar-X tetapi
karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan dengan unsur aktivator, yang
berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi yang dipancarkannya
berupa sinar tampak. Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron
pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena
lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang
lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses oksitasi). Jadi dalam proses sintilasi ini, energi
radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap
maka semakin banyak kekosongan elektron di orbit sebelah dalam sehingga semakin
banyak percikan cahayanya. (Lihat Gambar II.4)

¤ Percikan
cahaya
Radiasi Elektron Elektron ¤
Lepas/loncat

Inti atom
Kulit L Inti atom
Kulit L
Kulit K
Kulit K

Gambar II.4
Proses sintilasi penyerapan energi radiasi (kiri) dan pemancaran cahaya (kanan)

3. Proses Termoluminisensi
Proses termoluminisensi ini sebenarnya hampir sama dengan proses
sintilasi. Perbedaannya, pada proses sintilasi, elektron akan langsung “kembali” ke orbit
semula sambil memancarkan cahaya tampak, sedang pada proses termoluminisensi ini,
elektron akan “kembali” ke orbit semula bila bahan penyerapnya dipanaskan sampai
temperatur tertentu. Jadi, selama belum dipanaskan, elektron-elektron yang tereksitasi
tersebut masih “terperangkap” sehingga tidak bisa kembali ke orbit semula. Bila dikenai
radiasi lagi maka elektron-elektron yang “terperangkap” akan semakin banyak.

4. Efek Pemanasan
Peristiwa lain yang diakibatkan oleh penyerapan radiasi adalah kenaikan
temperatur bahan penyerap. Semakin besar energi yang diserap semakin besar kenaikan
temperaturnya. Jadi dalam mekanisme ini energi radiasi diubah menjadi energi panas.
Mekanisme ini jarang digunakan untuk melakukan pengukuran radiasi
secara rutin karena sensitivitasnya sangat rendah. Biasanya hanya digunakan sebagai
standart primer untuk peralatan radiasi.

5. Reaksi Kimia
Reaksi kimia juga saalah satu mekanisme yang sering digunakan dalam
pengukuran radiasi. Bahan yang dikenai radiasi dengan dosis tertentu akan mengalami
perubahan
kimia, misalnya perubahan warna. Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai
katalisator, sehingga bila dikenai radiasi maka reaksi kimia dalam bahan dapat berlangsung
lebih cepat. Jadi dalam mekanisme ini energi radiasi mengakibatkan reaksi kimia.

6. Perubahan Biologi
Dosis radiasi tinggi juga dapat menyebabkan perubahan biologi misalnya
perubahan atau kerusakan sel hidup. Semakin besar dosis radiasi yang diterima semakin
besar perubahan atau kerusakan yang terjadi. Bila perubahan biologi tersebut dapat
dideteksi, maka mekanisme ini juga dapat diterapkan untuk melakukan pengukuran radiasi.
Walaupun demikian pendeteksian perubahan biologi tersebut sangat sukar sehingga
pengukuran dengan mekanisme ini tidak sensitif.

Cara Pengukuran Radiasi


Terdapat dua cara pengukuran radiasi yang menampilkan hasil
pengukurannya secar langsung, yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current mode).

1. Cara Pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur dikonversikan menjadi sebuah
pulsa listrik. Bila kuantitas radiasi yang mengenai alat ukur semakin tinggi maka jumlah
pulsa listrik yang dihasilkan semakin banyak. Sedang energi dari setiap radiasi yang masuk
sebanding dengan tinggi pulsa yang dihasilkan. Jadi semakin besar energinya semakin
tinggi pulsanya. Tinggi pulsa yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan (II.4)
Q
V  (II.4)
C
V adalah tinggi pulsa listrik yang dihasilkan. Q adalah jumlah muatan listrik sedang C
adalah kapasitas detektor. Perhatikan contoh berikut ini

15 keV memasuki detektor gas yang mempunyai daya ionisasi 15 eV maka setiap radiasi tersebut akan mengionisasi detektor dan akan menghasilkan 1

N  Energi.Radiasi  35.000  1.000


Daya.Ionisasi 35
h muatan yang dihasilkan oleh sebuah radiasi adalah 1,6 10-16 Coulomb. Tinggi pulsa yang dihasilkan oleh sejumlah muatan tersebut adalah 0,1 mVolt (

Jumlah.Mua tan .(Q)1.6.1016


Tinggi Pulsa (  V) = =  0,0001.Volt
Kapasitas.(C) 1.6.1012
adi dalam contoh pengukuran ini akan dihasilkan 100 buah pulsa listrik (karena ada 100 buah radiasi) dalam 10 detik dengan tinggi 0,0001 Volt atau 0,1
Informasi yang dihasilkan oleh alat ukur cara pulsa ini adalah jumlah
pulsa (cacahan) dalam selang waktu pengukuran tertentu dan tinggi pulsa listrik. Pada
contoh di atas adalah 100 cacahan dengan tinggi 0,1 mV. Jumlah pulsa sebanding dengan
kuantitas radiasi yang memasuki detektor, sedangkan tinggi pulsa sebanding dengan energi
radiasi.

Kelemahan alat ukur cara pulsa di atas adalah adanya kemungkinan tidak
tercacahnya radiasi karena kecepatan konversi. Untuk dapat mengubah sebuah radiasi
menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu konversi tertentu. Bila kuantitas radiasi
yang akan diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah radiasi
yang berurutan lebih cepat daripada waktu konversi alat, maka radiasi yang terakhir tidak
akan tercacah.

2. Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi
pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per satuan waktunya yang akan
dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin banyak kuantitas radiasi per satuan waktu
yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi
semakin besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.

Alat ukur radiasi cara arus dapat mengeliminasi kerugian cara puilsa karena
yang akan ditampilkan disini bukan informasi setiap radiasi yang memasuki detektor
melainkan integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi tersebut dalam satu
satuan waktu

Q
I  t (II.5)

I adalah arus listrik yang dihasilkan detektor, Q adalah jumlah muatan listrik sadang t
adalah tetapan waktu (time constand) detektor.

Contoh 2:
Berdasarkan soal contoh 1
Arus listrik yang dihasilkan alat pengukur adalah 1,6 1016 ampere perhatikan hubungan berikut ini
JumlahMua tan(Q) 100x1,6.1016
Arus(I )    1,6.1015 Ampere
selangwaktu(t) 10
Terlihat bahwa proses konversi pada cara pengukuran arus ini tidak dilakukan secara
individu setiap radiasi melainkan secara akumulasi. Informasi yang ditampilkan adalah
intensitas radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara ini adalah ketidakmampuan
memberikan informasi energi dari setiap radiasi sedangkan keuntungannya proses
pengukurannya jauh lebih cepat daripada cara pulsa. Sistem pengukur yang digunakan
dalam kegiatan proteksi radiasi seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya
menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dari penelitian
menerapkan cara pulsa (pulse mode).
JENIS DETEKTOR RADIASI

Detektor merupakan suatu bahan yang peka atau sensitive terhadap radiasi
yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas pada Bab II. Perlu diingat bahwa setiap jenis radiasi mempunyai cara berinteraksi
yang berbeda-beda sehingga suatu bahan yang sensitive terhadap suatu jenis radiasi yang
tentu sensitive terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh detector gamma belum
tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.

A. Detektor Isian Gas

Detektor isian gas merupakan detector yang paling sering digunakan


untuk mengikuti radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda positif dan negatif serta
berisi gas diantara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang
dihubungkan ke kutup positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda yang
dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detector ini berbentuk silinder dengan sumbu
yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaiman gambar
III.1

Tabung

Gas

katoda R Meter
Volt
+

Gambar III.1 Kontruksi detector isian gas

Radiasi yang memasuki detector akan mengionisasi gas dan menghasilkan


ion-ion positif dan ion-ion negatif (electron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut
sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya
ionisasi gas berkisar dari 25 eV s/d 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detector
tersebut akan memberikan kontruksi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Anoda
-
-
- -

Radiasi + + +
+
Katoda
Gambar III.2
Proses terbentuknya ion positif dan negatif (ionisasi) dalam gas
Terbentuknya pulsa listrik maupun arus listrik disebabkan oleh ion-ion
yang dihasilkan oleh radiasi yang memasuki detector seperti terlihat pada gambar III.2. Hal
tersebut diatas dapat terjadi bila terdapat cukup medan listrik diantara dua elektroda.
Ion-ion yang dihasilkan oleh radiasi yang memasuki detektor tersebut
dinamakan sebagai ion primer. Bila medan listrik diantara dua elektroda semakin tinggi
maka energi kinetik ion-ion primer akan semakin tinggi sehingga mampu untuk
mengadakan ionisasi lain.

Jumlah
Ion
Daerah
Geiger Mueller

Daerah ionisasi
Daerah proporsional

HV

Gambar III.3
Karakteristik jumlah ion terhadap perubahan tegangan kerja detector

Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila
medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh
sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’. Gambar III.3
menunjukkan karateristik jumlah ion yang dihasilkan terhadap perubahan medan listrik
(HV) diantara anoda dan katoda.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi yang bekerja di daerah ionisasi, detektor proporsional yang
bekerja di daerah proporsional serta detektor Geiger Mueller.

1. Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)


Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas pada Gambar III.3 jumlah
ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan
pengukuran model pulsa sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya pengukuran yang
menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini
dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik.

Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang


memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.

2. Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi diatas, jumlah ion yang dihasilkan di
daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detector
ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik (Gb III.3) bahwa jumlah ion yang dihasilkan sebanding
dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi
yang merupakan suatu kerugian jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detector ini harus sangat stabil.

3. Detektor Geiger Mueller (GM)


Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai
saturasinya, sehinggapulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi.
Kerugian utama dari detector ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang
memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkan sama dengan nilai
saturasinya. Detector ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan, karena dari
segi elektronik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian
besar peralatan ukur proteksi radiasi yang harus bersifat portable terbuat dari detector
Geiger Mueller.
Secara umum, detektor isian gas mempunyai keunggulan pada kontruksinya
yang sedeerhana. Oleh karena itu, detektor ini menjadi pilihan utama untuk digunakan pada
alat ukur yang bersifat “portable” seperti alat ukur proteksi radiasi. Karena bahan detektor
yang digunakan merupakan gas maka daya serapnya terhadap radiasi sangat rendah,
sehingga untuk mengukur radiasi sinar-X dan radiasi gamma efisiensinya kurang baik,
yang merupakan kekurangan detektor ini.
Pada prinsipnya detektor isian gas standar yang berisi udara atau gas Argon-
Metan (Ar CH4) dapat digunakan untuk mengukur radiasi alpha , beta maupun gamma,
sedang untuk mendeteksi radiasi neutron, detektor gas ini perlu sedikit dimodikasi dengan
mengganti jenis gasnya dengan gas BF3, atau gas helium agar terjadi reaksi inti tersebut

5
B10 + n 3Li7 +  (III.1)

2He3 + n 1 H3 +  (III.2)

Alpha hasil reaksi III.1 atau proton hasil reaksi III.2 merupakan partikel
bermuatan yang mempunyai energi cukup besar untuk melangsungkan ionisasi. Jadi proses
ionisasi yang terjadi disini adalah ionisasi tidak langsung. Selain detektor gas tersebut
terdapat detektor isian gas yang menggunakan gas mengalir (gas flow detector).
Detektor jenis ini dapat dibuka dan sampel yang akan diukur dietakkan di dalam detektor.
Tabel III.1 menunjukkan penggunaan detektor isian gas untuk beberapa jenis radiasi

Tabel III.1 Penggunaan Detektor Untuk Beberapa Jenis Radiasi

Jenis Radiasi Detektor Keterangan


Alpha Kamar Ionisasi “End Window” yang sangat tipis atau
tipe “gas flow detector”
Proporsional
Beta Kamar Ionisasi
Proporsional
Geiger Mueller
Sinar-X Proporsional
Geiger Mueller
Gamma Kamar Ionisasi
Proporsional
Geiger Mueller
Neutron Proporsinal Berisi gas BF3 atau He

a. Plateau Detektor
Plaeau detektor merupakan daerah tegangan kerja dari detektor. Setiap
detektor didesain untuk bekerja pada daerah tertentu, misalnya detektor proporsional
atau detektor GM. Tegangan kerja detektor biasanya telah dinyatakan oleh pembuatnya,
akan tetapi lebih baik jika daerah kerja tersebut dapat diuji kembali secara berkala.
Adapun cara untuk menentukan daerah kerja plateau detektor dilakukan sebagaimana
prosedur berikut ini : Suatu sumber radiasi diletakkan di dekat detektor dengan jarak
yang tetap. Pengukuran jumlah radiasi atau intensitas dilakukan dengan mengubah-ubah
nilai HV dari nol sampai nilai batas maksimum. Bila tegangan detektor masih terlalu
rendah maka belum terbentuk pulsa, sehingga intensitasnya sama dengan nol. Bila nilai
tegangan detektor dinaikkan sedikit demi sedikit maka akan diperoleh kurva sebagaima
III.4

Jumlah
Pulsa

C2
C1
Daerah Plateau

V2
V1 HV

Gambar III.4
Daerah plateau detektor

b. Kemiringan (slope)
Kurva plateau detektor dapat digunakan untuk menguji kondisi detektor
yaitu dengan menghitung kemiringan plateau per 100 Volt. Detektor komersial
biasanya mempunyai nilai kemiringan plateau sebesar 3 %. Kemiringan (slope) dapat
dihitung dengan persamaan (III.3)

(C2  C1 ) / C1
Kemiringan  (III.3)
x100%
0,01(V2  V1 )
B. Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan bahan padat, cair maupun gas yang akan
menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan
untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu :
 Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di
dalam bahan sitilator dan
 Proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier.

1. Bahan Sintilator
Bahan sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar III.5. Di
dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita
valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan
dasar ground state. Seluruh elektron berada di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal terdapat kemungkinan bahwa energinya akan diserap oleh

Pita konduksi Kristal Sntilator

Pita energi aktivator

Elektron loncat Ketika terkena radiasi

Pita konduksi Kristal Sntilator

beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat
kemungkinan elektron- elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi
bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Gambar III.5
Terjadinya percikan cahaya di dalam sintilator
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis
bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya.
Percikan-percikan cahaya ini kemudian ditangkap oleh photomultiplier.

C. Detektor Semikonduktor

Bahan semikonduktor yang ditemukan relatif lebih baru dari pada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih efisien
dibandingkan dengan
detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik
daripada detektor sintilasi.

Pita konduksi

Pita konduksi
> 5 eV
< 3 eV

Pita valensi Pita valensi

Bahan semikonduktor
Bahan isolator

Gambar III.7 Struktur pita energi electron


Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat
meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi
sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita
konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk
berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV) seperti terilihat pada gambar III.7. Sedangkan
perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor (< 3 eV) sehingga
memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.

Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh


bahan sehingga elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di
antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi
aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini energi radiasi diubah menjadi energi listrik

Tip eP

R
Tipe N Meter

Gambar III.8
Kontruksi Detektor Semikonduktor
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan
tipe P (PN jnction). Kutub positip dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N
sedangkan kutub negatif ke tipe P seperti terlihat pada gambar III.8. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positip akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan
negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan
kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan
ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan
kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan
bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan
menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion
ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak . Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya
atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran detektor sintilasi untuk radiasi
gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya detektor ini akan
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut
mempunyai perbedaan energi lebih besar darpada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor
untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor
semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan
dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk
keperluan lain, misalnya untuk radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan
kemampuan ini mutlak diperlukan. Tabel III.3 menunjukkan beberapa jenis detektor
semikonduktor dan jenis radiasi yang dapat diukurnya.

Tabel III.3 Penggunaan detektor semikonduktor untuk beberapa jenis radiasi

Detektor Jenis Radiasi


Surface Barrier Alpha/Beta
PIPS Alpha/Beta
HPGe Gamma
LEGe Sinar-X/Gamma
SiLi Sinar-X

Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah lebih mahal, pemakaiannya harus sangat
hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan
pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
D. Detektor Film
Detektor Film dibuat dari emulsi butiran-butiran perak halida, biasanya
perak bromida (AgBr), ditunjang oleh mariks gelatin dan kemudian dilapisi bahan ‘asetat’.
Ketika dikenai radiasi, beberapa molekul AgBr akan terionisasi menjadi Ag dan Br.
Semakin banyak radiasi yang mengenainya, semakin banyak molekul AgBr
terionisasi menjadi Ag dan Br. Untuk mengetahu jumlah radiasi yang telah
mengenainya, detektor film tersebut harus diproses terlebih dahulu yaitu dengan
“mencuci” nya. Pemrosesan dilakukan dengan menggunakan larutan senyawa kimia yang
sering disebut sebagai larutan pengembang (developer), Stop Bath, larutan fixer dan air.
Dalam proses pencucian menggunakan larutan developer ion Ag akan
berubah menjadi atom Ag yang berwarna hitam dan tetap melekat pada film, sedang ion Br
akan menjadi atom Br dan larut. Proses pencucian kedua dengan larutan Stop Bath untuk
menghentikan proses developer. Proses pencucian ketiga dengan larutan fixer akan
melarutkan molekul- molekul AgBr sisa, sedangkan yang telah menjadi logam perak akan
terikat kuat sebagai bayangan hitam

Film
Film Baru

AgBr AgBr
Setelah
diproses

Proses
Film Developer
Stop bath
Fixer, air
AgBr
radiasi Setelah
Dikenai radiasi
Gambar III.9 Proses pengukuran pada film badge

Tingkat kehitaman bayangan pada film setelah diproses akan sebanding


dengan intensitas radiasi yang telah mengenainya. Karakteristik hubungan antara dosis
radiasi dan tingkat kehitaman film dapat dilihat pada gambar berikut.

Tingkat

Intensitas Radiasi
Gambar III.10
Kurva karakteristik tingkat kehitaman film

Seperti terlihat dari kurva karakteristik film pada gambar III.10 tingkat
kehitaman film sebanding dengan intensitas radiasi hanya pada daerah antara titik A dan B.
Sebelum titik A, film masih belum sensitif sedang setelah titik B, kehitaman film sudah
jenuh. Karena itu, pemakaian detektor film harus direncanakan sedemikian rupa agar hasil
pengukurannya berada di dalam daerah tersebut. Alat yang digunakan untuk membaca
tingkat kehitaman film setelah diproses disebut densitometer.
Perbedaan yang sangat mendasar antara detektor film ini dengan tiga jenis
detektor yang telah dibahas sebelumnya yaitu sifat akumulasinya. Pada tiga jenis detektor
sebelum ini, hasil pengukuran dapat diketahui secara langsung pada saat detektor dikenai
radiasi. Sebaliknya pada detektor film, hasil pengukurannya baru diketahui setelah
diproses. Dengan kata lain, informasi yang dihasilkan oleh detektor film ini adalah suatu
nilai intensitas radiasi yang mengenainya akan selalu di simpan.
Penggunaan detektor film ini di bidang proteksi radiasi adalah untuk dosimeter
personal yaitu film badge, di bidang industri keperluan film radiografi dan di bidang
kedokteran untuk foto Rontgent untuk misalnya foto thorax atau foto gigi.

ALAT UKUR PROTEKSI RADIASI

Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor
dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukuran radiasi lainnya. Alat ukur ini dapat
memberikan informasi dosis radiasi seperti paparan dalam roentgen, dosis serap dalam
rad atau gray dan dosis ekivalen dalam rem atau sieven.
Besaran radiasi yang diukur oleh peralatan ini sebenarnya adalah intensitas
radiasi. Untuk keperluan proteksi radiasi nilai yang ditampilkannya adalah besaran dosis
radiasi. Karena itu alat ukur tersebut harus dapat mengkonversikan secara elektron nilai
intersitas terukur menjadi nilai dosis.
Alat proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok dosimeter
perorangan, monitor area dan monitor kontaminasi. Dosimeter perorangan berfungsi
untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara
akumulasi. Oleh karena itu, setiap orang yang bekerja di suatu daerah radiasi harus selalu
mengenakan dosimeter personal. Monitor area digunakan untuk melakukan pengukuran
tingkat radiasi di suatu lokasi secara langsung sedang monitor kontaminasi digunakan
untuk mengukur tingkat kontaminasi pada pekarja, alat maupun lingkungan

A. Dosimeter Perorangan
Alat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi,
dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah
mengenai sebelumnya. Dosimeter perorangan ini harus ringan dan berukuran kecil karena
alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan
radiasi. Terdapat tiga macam dosimeter perorangan yang banyak digunakan saat ini yaitu
dosimeter saku (pen pocket dosemeter), film badge dan Thermoluminisence
Dosemeter (TLD)

1. Dosimeter Saku
Dosimeter ini merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya
sama dengan detektor isian gas, akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung
karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu
kapasitor
gas charger
Jarum quartz bermuatan
dinding bermuatan

radiasi
Gambar IV.1
Kontruksi dosimeter saku

Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana


pada gambarIV.1 di atas. Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda, bermuatan negatif,
sedangkan sumbu logam dengan jarum ‘quartz’ di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-
mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi muatan menggunakan charger yaitu suatu catu
daya dengan tegangan tertentu. Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena
perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan ‘charging’ maka
penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam pemakaian di
tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki detektor maka radiasi tersebut akan mengionisasi
gas, sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion- ion ini akan bergerak menuju anoda
atau katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detektor.
Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.
Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan
intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding
dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum
tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis.
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat membaca secara langsung
dan tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Peralatan lain
yang dibutuhkan adalah charger untuk me-reset (membuat nol) skala jarum quartz.
Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang
telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik). Hal ini
disebabkan oleh adanya kebocoran elektrostatik pada detektor. Jadi meskipun tidak sedang
dikenai radiasi, nilai yang ditunjukkan jarum akan berubah. Selain itu dosimeter ini
kurang teliti dan mempunyai rentang energi pengukuran tertentu yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan film badge dan TLD.
Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang diintegrasikan
dengan komponen elektronika maju (advanced components) sehingga skala pembacaannya
tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara mekanik) melainkan dengan melihat
display digital yang dapat langsung menampilkan angka hasil pengukurannya. Dosimeter
saku digital ini juga tidak membutuhkan peralatan charger terpisah karena sudah built in di
dalamnya. Setiap kali diaktifkan secara otomatis dosimeter ini menampilkan angka nol.
2. Film Badge
Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder.
Sebagaimana telah dibahas sebelum ini, bahwa detektor film dapat menyimpan dosis
radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum diproses. Semakin
banyak dosis radiasi yang telah mengenainya atau telah mengenai orang yang memakainya,
maka tingkat kehitaman film stelah diproses akan semakin pekat (lihat gambar III.10).
Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga berfungsi sebagai
penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis filter pada holder, maka
dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan energi radiasi yang telah
mengenainya.

Tenggapan
Tanpa Filter
Film

1
Cut off Dengan Filter

Energi
Gambar IV.2
Pengaruh filter terhadap sensitivitas film

Seperti terlihat pada gambar IV.2 bagian atas bahwa sensitivitas film sangat
dipengaruhi oleh energi radiasi yang mengenainya. Bila menggunakan filter pada gambar
IV.2 maka terdapat suatu batas (cut off). Bila energi radiasinya lebih besar daripada batas
tersebut, maka film akan sensitif dan sensitivitasnya relatif tidak dipengaruhi oleh
energi radiasi. Bila energi radiasinya lebih kecil daripada batas maka film sensitif atau film
tidak akan mengalami perubahan kimia. Batas energi tersebut diatas sangat ditentukan oleh
jenis filter dan jenis radiasi. Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi
BATAN selalu menggunakan film merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda
buatan Jepang seperti pada gambar IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau
kalibrasi pembacaan yang tetap.
Keterangan
1. tanpa filter
1 2 2. plastik (0,5 mm)
3. plastik (1,5 mm)
3 4 5 4. plastik (3 mm)
5. Alumunium (0,6 mm)
6. Tembaga (0,3 mm)
6 7 8 7. Sn (0,8 mm) + Pb (0,4)
8. Cd (0,8) + Pb (0,4 mm)

Gambar IV.3 Kontruksi holder film merk Chiyoda


Dalam penggunaan film badge, perlu diperhatikan dua hal yaitu batas
saturasi tingkat kehitaman film dan masalah fadding. Sebagaimana telah dibahas pada
sub bab detektor film bahwa setelah mencapai nilai saturasinya (titik B pada gambar
III.10) penambahan dosis radiasi tidak mempengaruhi tingkat kehitaman film. Oleh karena
itu, film badge harus sudah diproses sebelum proses radiasi yang mengenainya mencapai
nilai saturasi. Sedangkan masalah fadding adalah peristiwa perubahan tingkat kehitaman
film karena pengaruh temperatur dan kelembaban. Khusus di Indonesia yang memiliki
temperatur dan kelembaban yang relatif sangat tinggi, masalah fadding ini perlu
diperhatikan.

Dosimeter film badge ini merupakan sifat akumulasi yang lebih baik
daripada dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi
yang mengenainya dan mempunyai rentang energi pengukuran yang lebih besar daripada
dosimeter saku. Selain itu, film yang telah diproses dapat digunakan untuk perhitungan
yang lebih teliti serta dapat didokumentasikan. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis
yang telah mengenainya harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan
tambahan untuk membaca tingkatan kehitaman film, yaitu densitometer.

3. Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang
digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LIF Proses yang
terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi (lihat II.c).
Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.
Sebagaimana film badge, dosimeter ini digunakan selama jangka waktu
tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah radiasi
yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai
temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.
Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada
ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal
TLD tersebut dapat digunakan lagi.
Dari tiga jenis dosimeter yang telah dibahas di atas terlihat bahwa dosimeter
saku merupakan dosimeter yang dapat dibaca langsung sedang film badge dan TLD
memerlukan suatu proses sehingga hasil pengukurannya tidak dapat diketahui secara
langsung. Pekerja radiasi yang bekerja di daerah radiasi tinggi dianjurkan untuk
menggunakan dua jenis dosimeter yaitu dosimeter saku dan film badge atau TLD.
Dosimeter saku digunakan untuk mengetahui dosis yang telah diterimanya secara langsung,
misalnya setelah menyelesaikan suatu pekerjaan. Sedang film badge atau TLD
digunakan untuk “mencatat” dosis yang telah diterimanya selama selang waktu yang
lebih panjang, misalnya selama satu bulan.

B. Monitor Area

Berbeda dengan dosimeter perorangan, yang memberikan informasi jumlah


dosis yang telah diterima, monitor area dapat memberikan informasi dosis radiasi pada
suatu area pada suatu saat. Jadi, seorang radiasi dapat mempekirakan jumlah radiasi yang
akan diterimanya
bila akan bekerja di suatu lokasi selama waktu tertentu. Dengan informasi
yang ditunjukkan monitor area ini, setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena
paparan radiasi yang melebihi batas ambang yang diizinkan.

Monitor area dapat dibedakan menjadi monitor area yang bersifat


portable dan monitor area yang bersifat menetap (stationary). Monitor area yang bersifat
portable, yang disebut sebagai survaimeter, digunakan untuk mengukur tingkat paparan
radiasi di tempat kerja sehingga sebelum memulai kegiatan, setiap pekerja radiasi harus
dapat memperkirakan jumlah radiasi yang diterima.

Sedang monitor radiasi yang bersifat menetap digunakan untuk mengukur


tingkat dosis radiasi suatu lokasi tertentu secara terus-menerus, misalnya ruang kerja,
laboratorium, tempat penyimpanan sumber dan sebagainya. Hasil pengukuran alat ini
biasanya dibandingkan dengan suatu nilai batas dosis yang telah ditentukan sebelumnya.
Apabila hasil pengukuran monitor area ini melebihi batas yang ditentukan, maka alat ini
harus dapat menghasilkan suatu informasi yang dapat dimengerti oleh pekerja radiasi,
misalnya sirene atau alarm, sehingga dapat diambil langkah pengamanan.

1. Surveimeter

Sebagaimana fungsinya, suatu survaimeter harus dapat memberikan hasil


pengukurannya pada saat itu juga, pada saat melakukan pengukuran, dan bersifat portable
meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter perorangan. Konstruksi survaimeter,
sebagaimana sistem pengukuran radiasi yang lain terdiri atas detektor dan peralatan
penunjang seperti terlihat gambar IV.4. Model pengukuran yang diterapkan disini adalah
cara arus (current mode) sehingga alat peraga yang digunakan adalah ‘ratemeter’
detektor penguat

ratemeter

HV

speaker

Gambart IV.4
Kontruksi survaimeter

Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti
detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi praktis dan
ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor
sintilasi juga banyak
digunakan, khususnya Nal (TI) untuk radiasi gamma, karena mempunyai
efiensi yang tinggi. Pada saat ini detektor semikonduktor masih jarang digunakan untuk
survaimeter, meskipun sudah ada di pasaran tetapi harganya relatif sangat mahal dibanding
dengan yang lain.

Cara pengukuran yang diterapkan pada survaimeter adalah cara arus


(current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi yang
mengenai detektor. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala
dosis, misalnya dengan satuan rontgent/jam atau ada juga yang dikonversikan menjadi
skala kuantitas, misalnya cacah per menit (cpm). Tentu saja skala tersebut harus dikalibrasi
terlebih dahulu terhadap nilai yang sebenarnya.
Terdapat beberapa jenis survaimeter yang digunakan untuk jenis radiasi
yang sesuai seperti survaimeter  /  ., survaimeter  maupun survaimeter neutron.

a. Survaimeter Gamma
Survaimeter gamma merupakan survaimeter yang sering
digunakan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur
radiasi sinar-X. Hanya saja perlu diperhatikan faktor kalibrasinya,
apabila dikalibrasi untuk gamma atau sinar-X. Detektor yang
sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau
detektor sintilasi NaI(Tl).
b. Survaimeter Beta dan Gamma
Berbeda dengan survaimeter gamma biasa, detektor dari survaimeter
ini terletak di luar badan survaimeter dan mempunyai jendela yang dapat dibuka
atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus
dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup. Juga perlu
diperhatikan bahwa faktor kalibrasi yang tercantum biasanya hanya berlaku untuk
radiasi gamma saja, sedangkan untuk radiasi beta perlu diperhitungkan tersendiri.
Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.
c. Survaimeter Alpha
Sebagaimana survaimeter beta, detektor dari survaimeter alpha juga
terletak di luar badan survaimeter. Perlu diperhatikan bahwa selalu terdapat satu
permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya
terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda
tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor
sintilasi ZnS(Ag).
d. Survaimeter neutron
Detektor yang digunakan pada survaimeter neutron adalah detektor
proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapatr
berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka
survaimeter neutron dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau
polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron menjadi neutron termal
saja. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang diukur adalah neutron
cepat.
Terdapat pula survaimeter yang memiliki dua jenis detektor di dalamnya
sehingga dapat mengukur beberapa jenis radiasi yang berbeda. Selain itu, ada juga
survaimeter yang menyediakan fasilitas konektor untuk detektor eksternal. Biasanya,
produsen survaimeter menjual secara terpisah (optional) jenis-jenis detektor yang dapat
dihubungkan ke survaimeter

Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis survaimeter yang serbaguna
(multipurpose) karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung,
sebagaimana survaimeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selang waktu
tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum
distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.

2. Langkah sebelum menggunakan survaimeter

Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan


survaimeter, apapun jenis survaimeternya, adalah memeriksa batere, memeriksa setifikat
kalibrasi, mempelajari pengoperasian dan pembacaan.

 Periksa batere.
Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila
tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak
peka atau tidak sensitif terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter
menunjukkan nilai yang salah. Karena hal ini sangat membahayakan, maka langkah
pemeriksaan batere ini harus dilakukan setiap kali survaimeter akan digunakan.
 Periksa setifikat kalibrasi
Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan
memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter
yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis
sebernarnya.

Dsebenarnya = Dterukur x Faktor Kalibrasi (IV.1)


Karena survaimeter dianggap sangat penting dalam keselamatan radiasi, maka
setiap survaimeter harus dikalibrasi ulang setiap tahun di Pusat Standardisasi. Bila
sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut
harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.
 Pelajari pengoperasian dan pembacaan
Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan survaimeter
“baru”. Setiap survaimeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang
berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1, x10, x100
dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala
rontgen/jam, rad/jam, stevert/jam atau mstevert/jam, bahkan masih dalam cpm
(count per menit).
Perlu diperhatikan bahwa tiga langkah diatas harus dilakukan sebelum melakukan
pengukuran dan masih berada pada lokasi yang ‘aman’. Sebelum merasa yakin akan ketiga
informasi pada langkah-langkah di atas, janganlah memulai pekerjaan dengan radiasi.

C. Monitor Kontaminasi
Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi
kalau sampai terjadi di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja
dengan sumber radiasi terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk atau gas. Adapun yang
terkotaminasi biasanya adalah peralatan meja kerja, lantai, tangan, sepatu.

Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah


terkontaminasi sangat rendah, maka alat ukur itu harus mempunyai efisiensi pencacahan
yang sangat tinggi. Detektor yang digunakan untuk monitor kontaminasi tidak selalu terjadi
pada satu daerah tertentu melainkan tersebar pada permukaan yang luas. Tampilan dari
monitor kontaminasi ini biasanya menunjukkan kuntitas radiasi (laju cacah) seperti cacah
per menit atau cacah per detik (cpd). Nilai ini harus dikonversikan menjadi satuan aktivitas
radiasi Currie atau Becquerel, dengan hubungan sebagai berikut :
R
A
 (IV.2)

A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan  adalah efisiensi alat
pengukur. Monitor kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor
kontaminasi permukaan, monitor kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi
udara (arborne).

kontaminasi segala permukaan, misalnya meja kerja, lantai dan alat


ukur ataupun baju kerja. Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur
tingkat kontaminasi pada Monitor kontaminasi permukaan (surface monitor) digunakan
untuk mengukur tingkat bagian-bagian tubuh dan pekerja radiasi. Bagian tubuh yang paling
sering terkontaminasi adalah tangan dan kaki, sehingga terdapat monitor kontaminasi
khusus untuk tangan dan kaki yaitu hand and foot contamination monitor. Suatu instalasi
yang modern biasanya dilengkapi dengan monitor kontaminasi seluruh tubuh (whole body
monitor). Setiap pekerja akan meninggalkan tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu
dengan monitor kontaminasi.

Monitor kontaminasi uadara digunakan untuk mengukur tingkat


radioaktivitas udara di sekeliling instalasi nuklir yang mempunyai potensi untuk
melepaskan zat radioaktif ke udara.

Sebagaimana survaimeter, detektor yang digunakan di sini dapat berupa


detektor isian gas, sintilasi atau semikonduktor. Detektor yang paling banyak digunakan
adalah detektor isian gas proporsional untuk mendeteksi kontaminasi pemancar alpha atau
beta dan detektor sintilasi NaI(Tl) untuk kontaminasi pemancar gamma khusus untuk
monitor kontaminasi udara biasanya dilengkapi dengan suatu penyaring (filter) dan pompa
penghisap udara untuk “menangkap” partikulat zat radioaktif yang bercampur dengan
molekul-molekul udara.
D. Kalibrasi Alat Ukur
Sudah merupakan ketentuan bahwa setiap alat ukur proteksi radiasi harus
dikalibrasi secara periodik oleh instansi berwenang. Hal ini dilakukan untuk menguji
ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai sebenarnya. Perbedaan nilai antara
yang ditampilkan dan yang sebenarnya harus dikoreksi dengan suatu parameter yang
disebut sebagai faktor
kalibrasi (Fk). Dalam melakukan pengukuran nilai yang ditampilkan alat
harus dikalikan dengan faktor kalibrasinya. Secara ideal, faktor kalibrasi ini bernilai satu,
akan tetapi pada kenyataannya tidak banyak alat ukur yang mempunyai faktor kalibrasi
sama dengan satu. Nilai yang masih dapat diterima berkisar antara 0,8 sampai dengan 1,2.
Faktor kalibrasi dapat dihitung dengan persamaan (IV.3)

Ds
F 
k
D (IV.3)
u

Dimana Fk = faktor kalibrasi


Ds = nilai dosis sebenarnya
Du = nilai yang ditampilkan alat ukur
Terdapat dua metode untuk melakukan kalibrasi. Cara pertama, alat ukur
diletakkan pada jarak tertentu, misalnya 1 m dan sumber standar yang telah diketahui jenis
nuklida maupun aktivitasnya. Dosis paparan yang mengenai survaimeter (D) ditentukan
berdasarkan perhitungan. Cara kedua, alat ukur yang akan dikalibrasi dan alat ukur standar
diletakkan pada jarak yang sama dari suatu sumber, sehingga dosis radiasi yang mengenai
dua alat ukur tersebut sama. Nilai dosis yang ditampilkan oleh alat ukur standar dianggap
sebagai
dosis sebenarnya (Ds). Tanggapan atau respon terhadap dosis radiasi dari
alat ukur ternyata berbeda untuk energi radiasi yang berbeda sehingga setiap alat ukur
seharusnya dikalibrasi dengan menggunakan sumber yang mempunyai tingkat energi sama
dengan tingkat energi yang digunakan di lapangan. Perbedaan respon tersebut ternyata bila
diatas 200 keV seperti terlihat pada gambar IV.5 tidak terlalu besar sehingga masalah tsb
masih dapat ditolerir.
repon
100%

Energi keV
0 50 100 200 500 1000 1500 2000
Gambar IV.5 Sensitivitas alat ukur terhadap perbedaan energi
SISTEM PENCACAH

Seperti halnya dengan alat ukur proteksi radiasi, sistem pencacah radiasi
juga terdiri atas detektor dan peralatan penunjang. Perbedaannya, peralatan penunjang pada
alat ukur proteksi radiasi biasanya sudah merupakan satu kesatuan yang portabel,
sedangkan pada sistem pencacah radiasi peralatan penunjang terpisah dan terdiri atas
beberapa modul yang mengikuti standar tertentu yaitu NIM (Nuclear Instrument Module),
misalnya modul amplifier, modul HV (sumber tegangan tinggi), modul ‘counter’
(pencacah) dan sebagainya. Modul-modul tersebut bersifat ‘bongkar pasang’, sehingga
suatu modul digunakan untuk berbagai macam konfigurasi sistem pencacah.
Sistem pencacah radiasi digunakan dalam aplikasi dan penelitian yang
menggunakan radiasi, yaitu untuk mengukur kuantitas dan atau energi radiasi. Kuantitas
radiasi merupakan jumlah radiasi yang memasuki detektor, tentu saja jumlah ini hanya
sebagian kecil dari jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber ke segala arah. Nilai
kuantitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas sumber, jenis dan energi
radiasi, serta jarak dan jenis penahan di antara sumber dan detektor. Hubungan antara
kuantitas dengan aktivitas dan jarak dapat dilihat pada persamaan II.1. Atau dapat juga
menggunakan persamaan (V.1)
A.p
I= (V.1)
4 d2
Dimana
I: kuantitas radiasi
A: Aktivitas sumber
p: probabilitas pancaran radiasi
d: Jarak sumber dari detektor

Energi radiasi merupakan kekuatan dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber.
Tingkat energi radiasi ini bergantung pada jenis nuklidanya. Jenis nuklida yang berbeda
akan memancarkan radiasi dengan energi yang berbeda seperti terlihat pada gambar V.1.
Co60
27 T½=5,226 th 55 Cs137 T½=30 th

β 1 (99%) β 1 (95%)
2,5057 MeV 0,6616 MeV

β 2 (1%) β2 (5%) γ1
γ1

1,33 25 MeV 00
137
56Ba
γ2
00

Ni60 stabil
28

Gambar V.1
Skema peluruhan nuklida Cs-137 dan Co-60
Seperti terlihat pada Gambar V.1. nuklida Cs-137 memancarkan radiasi beta
dan gamma. Sebagai contoh, 100 kBq Cs-137 akan memancarkan radiasi gamma sebanyak
80.750 buah radiasi dalam satu detik karena probabilitas pemancarannya (0.85 dari
95.000). Energi yang dipancarkan dalam setiap radiasi adalah 661.66 keV. Sebagai contoh
lain, 100 kBq Co-60 akan memancarkan 99.000 buah radiasi gamma berenergi 1.173 keV
dan 100.000 buah radiasi gamma berenergi 1.332 keV. Dari skema tersebut dapat
ditentukan jumlah serta energi radiasi betanya.

Berdasarkan penggunaannya, untuk mengukur kuantitas atau energi, sistem


radiasi pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga konfigurasi yaitu sebagai sistem
pencacah integral, sistem pencacah diferensial dan sistem spektroskopi.

A. Sistem Pencacah Integral


Sistem ini digunakan untuk mencacah atau menghitung jumlah radiasi yang
mengenai detektor tanpa memperdulikan energinya. Susunan peralatan sistem ini sangat
sederhana karena dapat menggunakan detektor GM, detektor yang tidak dapat
membedakan energi radiasi. Susunan peralatannya dapat dilihat pada gambar V.2

Dertektor GM Interver Counter

HV Timer

Gambar V.2
Susunan peralatan sistem pencacah integral

Berikut ini akan dibahas fungsi setiap peralatan penunjang dari sistem pencacah integral
ini.

1. Catu Daya Tegangan Tinggi (HV)


Rangkaian ini berfungsi mencatu tegangan detektor. Sebagaimana telah
dibahas terdahulu bahwa setiap jenis detektor akan dapat bekerja atau sensitif terhadap
radiasi bila diberi tegangan DC tertentu bahkan hingga ribuan Volt.
2. Inverter
Rangkaian ini hanyalah sebagai pembalik polaritas pulsa yang dihasilkan
detektor GM, yang semula merupakan pulsa negatif menjadi pulsa positif.

3. Pencacah (Counter)
Rangkaian ini merupakan rangkaian elektronik digital yang berfungsi
untuk menghitung dan menampilkan jumlah pulsa listrik yang memasuki dalam selang
waktu tertentu. Selang waktu pencacah tersebut dapat dipilh secara manual atau semi
otomatis. Secara manual berarti “mulai” dan “berhenti” dilakukan oleh operator,
sedangkan secara semi otomatis operator hanya memulai pencacahan.

Sedangkan secara semi otomatis operator hanya memulai pencacahan.


Pencacahan tersebut akan dihentikan oleh penala waktu (timer) setelah selang waktu yang
ditentukan sebelumnya oleh operator.

Salah satu contoh aplikasi sistem pencacah integral ini adalah untuk
mengukur tebal (chickness gauging) yang menggunakan radiasi beta., misalnya mengukur
tebal kertas, gambar V.3. Kuantitas radiasi beta yang diukur dalam keperluan merupakan
kuantitas totalnya, tidak membedakan tingkat energinya.

Kuantitas radiasi yang terukur oleh sistem pencacah akan dipengaruhi oleh
tebal kertas (jarak antara sumber dengan detektor dijaga tetap). Bila kertasnya tipis
maka kuantitas yang terukur akan tinggi, sebaliknya bila kertasnya tebal maka

sumber Detektor Peralatan penunjang

kolimator

kuantitasnya rendah. Dengan mengukur perubahan kuntitasnya maka tebal kertas dapat
ditentukan.
Kertas
Gambar V.3Metode pengukuran
tebal kertas

D. Aspek Pencacahan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencacahan adalah sebagai
berikut
1. Laju Cacah (R)
Pencacahan selalu dilakukan dalam rentang waktu tertentu, yang diatur melalui
penala waktu (timer). Nilai yang ditampilakan pencacahan merupakan jumlah pulsa
listrik dalam rentang tertentu (Δt), yang disebut sebagai cacahan (C). Laju cacah
merupakan jumlah cacah dalam satu satuan waktu. Nilai inilah yang sebanding
dengan kuantitas yang radiasi yang memasuki detektor yang berarti juga sebanding
dengan aktivitas sumber radiasi dan dapat dinyatakan pada persamaan (V.2)

C
R (V.2)
t
2. Cacah Latar Belakang
Cacah latar belakang merupakan cacahan yang ditampilkan oleh
rangkaian pencacah meskipun tidak terdapat sumber radiasi disekitar detektor.
Apabila aktivitas sumber yang akan diukur sangat tinggi, maka pengaruh latar
belakang ini dapat diabaikan. Tetapi bila aktivitas sumbernya tidak terlalu tinggi,
maka nilai cacah hasil pengukuran harus dikoreksi terhadap nilai latar belakang
yang dinyatakan dalam persamaan V.3

Rs = Ru – Rbg (V.3)

Dimana Rs = laju cacah sebenarnya (berasal dari sumber)


Ru = laju cacah pengukuran
Rbk = laju cacah latar belakang
3. Efisiensi
Salah satu kegunaan sistem pencacahan yang paling utama adalah
menentukan aktivitas sumber. Efisiensi merupakan suatu nilai yang menunjukkan
korelasi antara laju cacah di aktivitas sumber. Nilai efisiensi ini dapat ditentukan
dengan melakukan pencacahan sumber standar, yang telah diketahui jenis nuklida
dan aktivitasnya yang dinyatakan pada persamaan V.4
R

A. p (V.4)

dimana η = efisiensi sistem


R = laju cacah (cpd)
A = aktivitas (Bq)
P = probabilitas pemancar radiasi
Tentunya bila efisiensi sistem telah diketahui, maka aktivitas sumber yang belum diketahui
dapat ditentukan
III. Langkah percobaan :

A. Pengukuran dengan Survey Meter.

1. Periksa batere. dilakukan setiap kali survaimeter akan digunakan. Ganti baterai bila
sudah tidak baik.
2. Periksa setifikat kalibrasi. perhatikan faktor kalibrasi alat dan periksa tanggal
validasi sertifikat.
3. Pelajari pengoperasian dan pembacaan terdapat beberapa faktor pengalian misalnya
x1, x10, x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang
berskala rontgen/jam, rad/jam, stevert/jam atau mstevert/jam, bahkan masih dalam
cpm (count per menit).
4. Lakukan pengukuran cacah latar, catat pada lember kerja.
5. Lakukan pengukuran radiasi (sumber radiasi standar maupun sumber radiasi dari
pesawat sinar X) bersamaan dengan menggunakan dosimeter saku.
6. Catat hasil pengukuran, ulangi langkah 1-6 untuk sumber radiasi / posisi yang
berbeda. (dosimeter saku harus selalu digunakan saat pengukuran)

B. Pengukuran dengan dosimeter saku (pen pocket dosemeter)

1. Periksa dan catat sertifikat kalibrasi.


2. Catat penunjukan jarum sebelum digunakan.
3. Gunakan dosimeter saku saat pengukuran radiasi dengan Survey meter
4. Catat penunjukan jarum setelah digunakan.
5. Ulangi percobaan 1 s/d 4 untuk sumber radiasi/posisi yang berbeda
C. Pengukuran dengan Monitor Kontaminasi / Alat Pencacah Radiasi

1. Periksa Baterai
2. Periksa dan catat sertifikat kalibrasi.
3. Catat cacah latar.
4. Ukurlah kontaminasi dengan monitor kontaminasi
5. Ulangi percobaan 1 s/d 4 hingga 5 kali.
BAB III
DATA DAN ANALISIS

I. Data Praktikum

JUDUL PERCOBAAN ALAT UKUR RADIASI


HARI/TANGGAL
NAMA PRAKTIKAN 1. Tesa Priscilia Pasaribu 1.
KELOMPOK: 8(H) 2. Sulhamdi Akbar 2.
3. Rio Oswaldo Panggabean 3.
4. 4.

Alat ukur radiasi yang digunakan


1. Survey Meter
Merk : Ludlum Measurements
Type : 14 C Sn. 283344
Tanggal kalibrasi : 26 November 2022
Nilai kalibrasi : 1,02

No. Pengukuran latar Pengukuran radiasi Keterangan


1. 0,130 µSv/h 5 µSv/h B (Pintu)
2. 0,130 µSv/h 6,5 µSv/h C (Operator)
3. 0,130 µSv/h 4 µSv/h A (Daerah
pengawasan
masyarakat.)
4. 0,130 µSv/h 3 µSv/h D (Daerah
pengawasan)
5.
2. Dosimeter Saku
Merk : Arrow-Tech
Type :  IM-264/PD 
Tanggal kalibrasi : 26 November 2022
Nilai kalibrasi : 0,98

No. Sebelum digunakan Setelah digunakan Keterangan


1. 0 0,3 D (Daerah
pengawasan)
2. 0 0,3 C (Operator)
3.
4.
5.
3. Mo
nitor Kontaminasi

Merk :
Type :
Tanggal kalibrasi :
Nilai kalibrasi :

No. Cacah latar Pengukuran radiasi Keterangan


1.
2.
3.
4.
5.
4. Pencacah

Merk : Ranger
Type : Sn.R 311051
Tanggal kalibrasi : 26 November 2022
Nilai kalibrasi : 0,09

No. Cacah latar Pengukuran radiasi Keterangan


1. 0,8 cps 0,80 µSv/h B (Pintu)
2. 0,8 cps 0,550 µSv/h C (Operator)
3. 0,8 cps 0,350 µSv/h A (Daerah
pengawasan
masyarakat.)
4. 0,8 cps 0,460 µSv/h D (Daerah
pengawasan)
5.

Asisten,

(……………………..)
BAB IV
PENUTUP
I. Pembahasan

Radiasi nuklir tidak dapat di deteksi oleh panca indra manusia.oleh


karena itu untuk mendeteksi adanya radiasi di perlukanlah alat ukur radiasi . Secara
definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber
energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu. Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energy. Sebagaimana
sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indra manusia, maka
untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu
pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan
mengukur radiasi baik kuantitas, energi, intensitas atau dosisnya.
Pada prinsipnya, pendeteksian dan pengukuran radiasi dengan
menggunakan alat ukur radiasi memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan interaksi
(saling-tindak) antara radiasi dengan materi. Hingga saat ini, telah dikembangkan
berbagai jenis alat ukur radiasi dengan spesifikasi dan keunggulannya masing-
masing. Dilihat dari garis besar pemanfaatannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu: (1). Untuk kegiatan proteksi radiasi, dan (2). Untuk
kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir.
Dari segi cara pembacaannya, alat ukur radiasi juga dapat dibedakan
pula menjadi dua kelompok, yaitu: (1). Alat ukur pasif, yaitu alat ukur radiasi yang
hasil pengukurannya tidak dapat dibaca secara langsung, melainkan harus melalui
proses khusus terlebih dahulu. Contoh alat ukur radiasi pasif, antara lain: Film
badge dan TLD badge. (2). Alat ukur aktif, yaitu alat ukur radiasi yang hasil
pengukurannya dapat dibaca secara langsung. Contoh alat ukur radiasi aktif, antara
lain: surveimeter dan dosimeter saku.
Detektor radiasi bekerja dengan cara mendeteksi perubahan yang
terjadi di dalam bahan detektor/medium penyerap. Perubahan ini terjadi karena
adanya perpindahan energi dari radiasi ke medium tersebut. Terdapat beberapa
mekanisme yang pada umumnya digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
radiasi, yaitu: (1). Proses ionisasi, (2). Proses sintilasi, (3). Proses termoluminensi,
(4). Efek pemanasan, dan (5). Reaksi kimia.
Terdapat dua cara pengukuran radiasi, yang menampilkan hasil
pengukurannya secara langsung, yaitu cara pulsa (pulse mode), dan cara arus
(current mode). Seperti halnya dengan alat ukur yang digunakan untuk keperluan
proteksi radiasi, sistem pencacah radiasi juga terdiri atas detektor dan peralatan-
peralatan lain sebagai penunjang.
Berdasarkan pada kegunaannya, untuk mengukur kuantitas dan atau
energi radiasi, sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi dua
konfigurasi:yaitu system pencacahan integral dan system pencacahan differensial.

II. Kesimpulan

Radiasi nuklir tidak dapat di dilihat dan dideteksi oleh panca indra
manusia . Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan kuantitas radiasi
digunakan alat ukur radiasi.Radiasi merupakan Salah satu cara perambatan energy
ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu.Karna sifat radiasi yang tidak dapat di deteksi oleh panca indra maka
diperlukanlah alat ukur radiasi untuk mendeteksi radiasi baik kuantitas, energi,
intensitas atau dosisnya. Alat ukur radiasi yang di gunakan beberapa di antaranya
Survey meter,Dosimeter saku, Monitor Kontaminasi dan pencacah.Klasifikasi
Radiasi terbagi menjadi 2 yaitu radiasi alam dan radiasi buatan.dalam melakuka
pengukuran radiasi terdapat beberapa proses yaitu proses Ionisasi,proses
Sintilasi,prosesTermoluminisensi,Efek pemanas,Reaksi kimia,perubahan
Biologi.Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari
detektor dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukuran radiasi lainnya. Alat
proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok dosimeter
perorangan, monitor area dan monitor kontaminasi.
III. Saran

1. Dalam melakukan prktikum alat ukur radiasi lakukanlah dengan pengawasan


dosen pendamping.
2. Dalam melakukan praktikum Alat ukur radiasi gunakanlah APD
3. Sebelum melakukan pengukuran radiasi ceklah tanggal kalinbrasi ulang alat ukur
agar mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat.
4. Jangan berlama lama dilokasi yg terpapar radiasi.
5. Janagn melakukan senda gurau saat melakukan pengukuran radiasi.
DAFTAR PUSTAKA

Tsoulfanidis, Nicholas, Measurement and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing


Corporation, London, 1983;
Knoll, Glen F., Radiation Detection and Measurement, 2nd edition, John Wiley and sons,
Singapore, 1989;
Ridwan, Mohammad, Prayoto dkk., Pengantar Ilmu Pengetahuan Teknologi Nuklir, Badan
Tenaga Atom Nasional, Jakarta, 1978;

Anda mungkin juga menyukai