Disusun oleh:
Kelompok : 8 (H)
Alat ukur radiasi dibutuhkan bukan hanya karena radiasi tidak dapat dirasakan oleh
panca indera manusia, tetapi juga karena kita membutuhkan nilai-nilai tertentu dari sumber
radiasi seperti aktivitas dan dosis. Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan
kuantitas radiasi digunakan alat ukur radiasi .Laporan ini berisi penjelasan mengenai
berbagai tipe dan karakteristik alat ukur radiasi untuk berbagai keperluan proteksi radiasi.
Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu
sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir.
Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh
panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indra
manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat,
yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan
mengukur radiasi baik kuantitas, energi, intensitas atau dosisnya
I. Tujuan
1. Dapat menguraikan prinsip kerja dan alat ukur radiasi baik yang digunakan sebagai alat
proteksi radiasi maupun sebagai sistem pencacah.
2. Memahami penggunaan alat ukur radiasi khususnya survey meter dengan baik dan benar.
3. Mengetahui satuan yang digunakan dalam pengukuran radiasi.
4. mengetahui beberapa jenis alat ukur radiasi.
2
II. Manfaat
1. Dapat mengoperasikan beberapa alat ukur radiasi dengan baik dan benar.
2. Dapat membaca hasil pengukuran radiasi dengan baik dan benar.
3. Dapat membaca dan menghitung jumlah paparan radiasi
3
BAB II
METODE PRAKTIKUM
Radiasi nuklir tidak dapat dilihat dan dideteksi panca indra manusia.
Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan kuantitas radiasi digunakan alat
ukur radiasi
Pengukuran Radiasi
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca
indra manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan
suatu alit, yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk
mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, intensitas atau dosisnya.
4
a. Kuantitas radiasi
Kuantitas radiasi merupakan banyaknya radiasi per satuan waktu per
satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan
aktivitas (A) sumber radiasi dan probabilitas pancarannya (P) serta berbanding terbalik
dengan kudrat jarak( r ) antara sumber dan sistem pengukuran.
5
A. p
4. .r 2 (II.1)
Aktivitas
kuantitas
Gambar II.1
Hubungan antara aktivitas dan kuantitas
Gambar II.1 menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran
(kuantitas radiasi) merupakan sebagian dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber.
Sumber Radiasi
Detektor
Peralatan Penunjang
Pekerja
Gambar II.2
Kontruksi alat ukur radiasi
Radiasi
pengion elektron
elektron Lintasan
Inti atom
elektron
elektron
Gambar II.3
Peristiwa terlepasnya elektron ketika dikenai radiasi (ionisasi langsung)
N
E
(II.3)
w
N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan W
adalah daya ionosasi bahan penyerap yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sebuah proses ionisasi. Jadi dalam proses ionosasi ini, energi radiasi diubah menjadi
pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik maka elektron yang
dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak menuju ke kutub positif.
Pergerakan elektron- elektron tersebut dapat menginduksikan arus dan tegangan listrik
yang dapat diukur oleh peralatan penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter.
Semakin banyak radiasi yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi
radiasinya maka akan dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.
2. Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi
elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di
dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi
sinar-X tetapi
karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan dengan unsur aktivator, yang
berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi yang dipancarkannya
berupa sinar tampak. Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron
pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena
lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang
lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses oksitasi). Jadi dalam proses sintilasi ini, energi
radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap
maka semakin banyak kekosongan elektron di orbit sebelah dalam sehingga semakin
banyak percikan cahayanya. (Lihat Gambar II.4)
¤ Percikan
cahaya
Radiasi Elektron Elektron ¤
Lepas/loncat
Inti atom
Kulit L Inti atom
Kulit L
Kulit K
Kulit K
Gambar II.4
Proses sintilasi penyerapan energi radiasi (kiri) dan pemancaran cahaya (kanan)
3. Proses Termoluminisensi
Proses termoluminisensi ini sebenarnya hampir sama dengan proses
sintilasi. Perbedaannya, pada proses sintilasi, elektron akan langsung “kembali” ke orbit
semula sambil memancarkan cahaya tampak, sedang pada proses termoluminisensi ini,
elektron akan “kembali” ke orbit semula bila bahan penyerapnya dipanaskan sampai
temperatur tertentu. Jadi, selama belum dipanaskan, elektron-elektron yang tereksitasi
tersebut masih “terperangkap” sehingga tidak bisa kembali ke orbit semula. Bila dikenai
radiasi lagi maka elektron-elektron yang “terperangkap” akan semakin banyak.
4. Efek Pemanasan
Peristiwa lain yang diakibatkan oleh penyerapan radiasi adalah kenaikan
temperatur bahan penyerap. Semakin besar energi yang diserap semakin besar kenaikan
temperaturnya. Jadi dalam mekanisme ini energi radiasi diubah menjadi energi panas.
Mekanisme ini jarang digunakan untuk melakukan pengukuran radiasi
secara rutin karena sensitivitasnya sangat rendah. Biasanya hanya digunakan sebagai
standart primer untuk peralatan radiasi.
5. Reaksi Kimia
Reaksi kimia juga saalah satu mekanisme yang sering digunakan dalam
pengukuran radiasi. Bahan yang dikenai radiasi dengan dosis tertentu akan mengalami
perubahan
kimia, misalnya perubahan warna. Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai
katalisator, sehingga bila dikenai radiasi maka reaksi kimia dalam bahan dapat berlangsung
lebih cepat. Jadi dalam mekanisme ini energi radiasi mengakibatkan reaksi kimia.
6. Perubahan Biologi
Dosis radiasi tinggi juga dapat menyebabkan perubahan biologi misalnya
perubahan atau kerusakan sel hidup. Semakin besar dosis radiasi yang diterima semakin
besar perubahan atau kerusakan yang terjadi. Bila perubahan biologi tersebut dapat
dideteksi, maka mekanisme ini juga dapat diterapkan untuk melakukan pengukuran radiasi.
Walaupun demikian pendeteksian perubahan biologi tersebut sangat sukar sehingga
pengukuran dengan mekanisme ini tidak sensitif.
1. Cara Pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur dikonversikan menjadi sebuah
pulsa listrik. Bila kuantitas radiasi yang mengenai alat ukur semakin tinggi maka jumlah
pulsa listrik yang dihasilkan semakin banyak. Sedang energi dari setiap radiasi yang masuk
sebanding dengan tinggi pulsa yang dihasilkan. Jadi semakin besar energinya semakin
tinggi pulsanya. Tinggi pulsa yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan (II.4)
Q
V (II.4)
C
V adalah tinggi pulsa listrik yang dihasilkan. Q adalah jumlah muatan listrik sedang C
adalah kapasitas detektor. Perhatikan contoh berikut ini
15 keV memasuki detektor gas yang mempunyai daya ionisasi 15 eV maka setiap radiasi tersebut akan mengionisasi detektor dan akan menghasilkan 1
Kelemahan alat ukur cara pulsa di atas adalah adanya kemungkinan tidak
tercacahnya radiasi karena kecepatan konversi. Untuk dapat mengubah sebuah radiasi
menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu konversi tertentu. Bila kuantitas radiasi
yang akan diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah radiasi
yang berurutan lebih cepat daripada waktu konversi alat, maka radiasi yang terakhir tidak
akan tercacah.
2. Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi
pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per satuan waktunya yang akan
dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin banyak kuantitas radiasi per satuan waktu
yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi
semakin besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.
Alat ukur radiasi cara arus dapat mengeliminasi kerugian cara puilsa karena
yang akan ditampilkan disini bukan informasi setiap radiasi yang memasuki detektor
melainkan integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi tersebut dalam satu
satuan waktu
Q
I t (II.5)
I adalah arus listrik yang dihasilkan detektor, Q adalah jumlah muatan listrik sadang t
adalah tetapan waktu (time constand) detektor.
Contoh 2:
Berdasarkan soal contoh 1
Arus listrik yang dihasilkan alat pengukur adalah 1,6 1016 ampere perhatikan hubungan berikut ini
JumlahMua tan(Q) 100x1,6.1016
Arus(I ) 1,6.1015 Ampere
selangwaktu(t) 10
Terlihat bahwa proses konversi pada cara pengukuran arus ini tidak dilakukan secara
individu setiap radiasi melainkan secara akumulasi. Informasi yang ditampilkan adalah
intensitas radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara ini adalah ketidakmampuan
memberikan informasi energi dari setiap radiasi sedangkan keuntungannya proses
pengukurannya jauh lebih cepat daripada cara pulsa. Sistem pengukur yang digunakan
dalam kegiatan proteksi radiasi seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya
menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dari penelitian
menerapkan cara pulsa (pulse mode).
JENIS DETEKTOR RADIASI
Detektor merupakan suatu bahan yang peka atau sensitive terhadap radiasi
yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas pada Bab II. Perlu diingat bahwa setiap jenis radiasi mempunyai cara berinteraksi
yang berbeda-beda sehingga suatu bahan yang sensitive terhadap suatu jenis radiasi yang
tentu sensitive terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh detector gamma belum
tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Tabung
Gas
katoda R Meter
Volt
+
Radiasi + + +
+
Katoda
Gambar III.2
Proses terbentuknya ion positif dan negatif (ionisasi) dalam gas
Terbentuknya pulsa listrik maupun arus listrik disebabkan oleh ion-ion
yang dihasilkan oleh radiasi yang memasuki detector seperti terlihat pada gambar III.2. Hal
tersebut diatas dapat terjadi bila terdapat cukup medan listrik diantara dua elektroda.
Ion-ion yang dihasilkan oleh radiasi yang memasuki detektor tersebut
dinamakan sebagai ion primer. Bila medan listrik diantara dua elektroda semakin tinggi
maka energi kinetik ion-ion primer akan semakin tinggi sehingga mampu untuk
mengadakan ionisasi lain.
Jumlah
Ion
Daerah
Geiger Mueller
Daerah ionisasi
Daerah proporsional
HV
Gambar III.3
Karakteristik jumlah ion terhadap perubahan tegangan kerja detector
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila
medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh
sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’. Gambar III.3
menunjukkan karateristik jumlah ion yang dihasilkan terhadap perubahan medan listrik
(HV) diantara anoda dan katoda.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi yang bekerja di daerah ionisasi, detektor proporsional yang
bekerja di daerah proporsional serta detektor Geiger Mueller.
2. Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi diatas, jumlah ion yang dihasilkan di
daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detector
ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik (Gb III.3) bahwa jumlah ion yang dihasilkan sebanding
dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi
yang merupakan suatu kerugian jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detector ini harus sangat stabil.
5
B10 + n 3Li7 + (III.1)
2He3 + n 1 H3 + (III.2)
Alpha hasil reaksi III.1 atau proton hasil reaksi III.2 merupakan partikel
bermuatan yang mempunyai energi cukup besar untuk melangsungkan ionisasi. Jadi proses
ionisasi yang terjadi disini adalah ionisasi tidak langsung. Selain detektor gas tersebut
terdapat detektor isian gas yang menggunakan gas mengalir (gas flow detector).
Detektor jenis ini dapat dibuka dan sampel yang akan diukur dietakkan di dalam detektor.
Tabel III.1 menunjukkan penggunaan detektor isian gas untuk beberapa jenis radiasi
a. Plateau Detektor
Plaeau detektor merupakan daerah tegangan kerja dari detektor. Setiap
detektor didesain untuk bekerja pada daerah tertentu, misalnya detektor proporsional
atau detektor GM. Tegangan kerja detektor biasanya telah dinyatakan oleh pembuatnya,
akan tetapi lebih baik jika daerah kerja tersebut dapat diuji kembali secara berkala.
Adapun cara untuk menentukan daerah kerja plateau detektor dilakukan sebagaimana
prosedur berikut ini : Suatu sumber radiasi diletakkan di dekat detektor dengan jarak
yang tetap. Pengukuran jumlah radiasi atau intensitas dilakukan dengan mengubah-ubah
nilai HV dari nol sampai nilai batas maksimum. Bila tegangan detektor masih terlalu
rendah maka belum terbentuk pulsa, sehingga intensitasnya sama dengan nol. Bila nilai
tegangan detektor dinaikkan sedikit demi sedikit maka akan diperoleh kurva sebagaima
III.4
Jumlah
Pulsa
C2
C1
Daerah Plateau
V2
V1 HV
Gambar III.4
Daerah plateau detektor
b. Kemiringan (slope)
Kurva plateau detektor dapat digunakan untuk menguji kondisi detektor
yaitu dengan menghitung kemiringan plateau per 100 Volt. Detektor komersial
biasanya mempunyai nilai kemiringan plateau sebesar 3 %. Kemiringan (slope) dapat
dihitung dengan persamaan (III.3)
(C2 C1 ) / C1
Kemiringan (III.3)
x100%
0,01(V2 V1 )
B. Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan bahan padat, cair maupun gas yang akan
menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan
untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu :
Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di
dalam bahan sitilator dan
Proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier.
1. Bahan Sintilator
Bahan sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar III.5. Di
dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita
valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan
dasar ground state. Seluruh elektron berada di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal terdapat kemungkinan bahwa energinya akan diserap oleh
beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat
kemungkinan elektron- elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi
bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Gambar III.5
Terjadinya percikan cahaya di dalam sintilator
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis
bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya.
Percikan-percikan cahaya ini kemudian ditangkap oleh photomultiplier.
C. Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor yang ditemukan relatif lebih baru dari pada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih efisien
dibandingkan dengan
detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik
daripada detektor sintilasi.
Pita konduksi
Pita konduksi
> 5 eV
< 3 eV
Bahan semikonduktor
Bahan isolator
Tip eP
R
Tipe N Meter
Gambar III.8
Kontruksi Detektor Semikonduktor
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan
tipe P (PN jnction). Kutub positip dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N
sedangkan kutub negatif ke tipe P seperti terlihat pada gambar III.8. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positip akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan
negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan
kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan
ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan
kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan
bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan
menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion
ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak . Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya
atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran detektor sintilasi untuk radiasi
gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya detektor ini akan
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut
mempunyai perbedaan energi lebih besar darpada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor
untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor
semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan
dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk
keperluan lain, misalnya untuk radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan
kemampuan ini mutlak diperlukan. Tabel III.3 menunjukkan beberapa jenis detektor
semikonduktor dan jenis radiasi yang dapat diukurnya.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah lebih mahal, pemakaiannya harus sangat
hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan
pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
D. Detektor Film
Detektor Film dibuat dari emulsi butiran-butiran perak halida, biasanya
perak bromida (AgBr), ditunjang oleh mariks gelatin dan kemudian dilapisi bahan ‘asetat’.
Ketika dikenai radiasi, beberapa molekul AgBr akan terionisasi menjadi Ag dan Br.
Semakin banyak radiasi yang mengenainya, semakin banyak molekul AgBr
terionisasi menjadi Ag dan Br. Untuk mengetahu jumlah radiasi yang telah
mengenainya, detektor film tersebut harus diproses terlebih dahulu yaitu dengan
“mencuci” nya. Pemrosesan dilakukan dengan menggunakan larutan senyawa kimia yang
sering disebut sebagai larutan pengembang (developer), Stop Bath, larutan fixer dan air.
Dalam proses pencucian menggunakan larutan developer ion Ag akan
berubah menjadi atom Ag yang berwarna hitam dan tetap melekat pada film, sedang ion Br
akan menjadi atom Br dan larut. Proses pencucian kedua dengan larutan Stop Bath untuk
menghentikan proses developer. Proses pencucian ketiga dengan larutan fixer akan
melarutkan molekul- molekul AgBr sisa, sedangkan yang telah menjadi logam perak akan
terikat kuat sebagai bayangan hitam
Film
Film Baru
AgBr AgBr
Setelah
diproses
Proses
Film Developer
Stop bath
Fixer, air
AgBr
radiasi Setelah
Dikenai radiasi
Gambar III.9 Proses pengukuran pada film badge
Tingkat
Intensitas Radiasi
Gambar III.10
Kurva karakteristik tingkat kehitaman film
Seperti terlihat dari kurva karakteristik film pada gambar III.10 tingkat
kehitaman film sebanding dengan intensitas radiasi hanya pada daerah antara titik A dan B.
Sebelum titik A, film masih belum sensitif sedang setelah titik B, kehitaman film sudah
jenuh. Karena itu, pemakaian detektor film harus direncanakan sedemikian rupa agar hasil
pengukurannya berada di dalam daerah tersebut. Alat yang digunakan untuk membaca
tingkat kehitaman film setelah diproses disebut densitometer.
Perbedaan yang sangat mendasar antara detektor film ini dengan tiga jenis
detektor yang telah dibahas sebelumnya yaitu sifat akumulasinya. Pada tiga jenis detektor
sebelum ini, hasil pengukuran dapat diketahui secara langsung pada saat detektor dikenai
radiasi. Sebaliknya pada detektor film, hasil pengukurannya baru diketahui setelah
diproses. Dengan kata lain, informasi yang dihasilkan oleh detektor film ini adalah suatu
nilai intensitas radiasi yang mengenainya akan selalu di simpan.
Penggunaan detektor film ini di bidang proteksi radiasi adalah untuk dosimeter
personal yaitu film badge, di bidang industri keperluan film radiografi dan di bidang
kedokteran untuk foto Rontgent untuk misalnya foto thorax atau foto gigi.
Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor
dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukuran radiasi lainnya. Alat ukur ini dapat
memberikan informasi dosis radiasi seperti paparan dalam roentgen, dosis serap dalam
rad atau gray dan dosis ekivalen dalam rem atau sieven.
Besaran radiasi yang diukur oleh peralatan ini sebenarnya adalah intensitas
radiasi. Untuk keperluan proteksi radiasi nilai yang ditampilkannya adalah besaran dosis
radiasi. Karena itu alat ukur tersebut harus dapat mengkonversikan secara elektron nilai
intersitas terukur menjadi nilai dosis.
Alat proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok dosimeter
perorangan, monitor area dan monitor kontaminasi. Dosimeter perorangan berfungsi
untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara
akumulasi. Oleh karena itu, setiap orang yang bekerja di suatu daerah radiasi harus selalu
mengenakan dosimeter personal. Monitor area digunakan untuk melakukan pengukuran
tingkat radiasi di suatu lokasi secara langsung sedang monitor kontaminasi digunakan
untuk mengukur tingkat kontaminasi pada pekarja, alat maupun lingkungan
A. Dosimeter Perorangan
Alat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi,
dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah
mengenai sebelumnya. Dosimeter perorangan ini harus ringan dan berukuran kecil karena
alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan
radiasi. Terdapat tiga macam dosimeter perorangan yang banyak digunakan saat ini yaitu
dosimeter saku (pen pocket dosemeter), film badge dan Thermoluminisence
Dosemeter (TLD)
1. Dosimeter Saku
Dosimeter ini merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya
sama dengan detektor isian gas, akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung
karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu
kapasitor
gas charger
Jarum quartz bermuatan
dinding bermuatan
radiasi
Gambar IV.1
Kontruksi dosimeter saku
Tenggapan
Tanpa Filter
Film
1
Cut off Dengan Filter
Energi
Gambar IV.2
Pengaruh filter terhadap sensitivitas film
Seperti terlihat pada gambar IV.2 bagian atas bahwa sensitivitas film sangat
dipengaruhi oleh energi radiasi yang mengenainya. Bila menggunakan filter pada gambar
IV.2 maka terdapat suatu batas (cut off). Bila energi radiasinya lebih besar daripada batas
tersebut, maka film akan sensitif dan sensitivitasnya relatif tidak dipengaruhi oleh
energi radiasi. Bila energi radiasinya lebih kecil daripada batas maka film sensitif atau film
tidak akan mengalami perubahan kimia. Batas energi tersebut diatas sangat ditentukan oleh
jenis filter dan jenis radiasi. Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi
BATAN selalu menggunakan film merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda
buatan Jepang seperti pada gambar IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau
kalibrasi pembacaan yang tetap.
Keterangan
1. tanpa filter
1 2 2. plastik (0,5 mm)
3. plastik (1,5 mm)
3 4 5 4. plastik (3 mm)
5. Alumunium (0,6 mm)
6. Tembaga (0,3 mm)
6 7 8 7. Sn (0,8 mm) + Pb (0,4)
8. Cd (0,8) + Pb (0,4 mm)
Dosimeter film badge ini merupakan sifat akumulasi yang lebih baik
daripada dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi
yang mengenainya dan mempunyai rentang energi pengukuran yang lebih besar daripada
dosimeter saku. Selain itu, film yang telah diproses dapat digunakan untuk perhitungan
yang lebih teliti serta dapat didokumentasikan. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis
yang telah mengenainya harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan
tambahan untuk membaca tingkatan kehitaman film, yaitu densitometer.
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang
digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LIF Proses yang
terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi (lihat II.c).
Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.
Sebagaimana film badge, dosimeter ini digunakan selama jangka waktu
tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah radiasi
yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai
temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.
Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada
ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal
TLD tersebut dapat digunakan lagi.
Dari tiga jenis dosimeter yang telah dibahas di atas terlihat bahwa dosimeter
saku merupakan dosimeter yang dapat dibaca langsung sedang film badge dan TLD
memerlukan suatu proses sehingga hasil pengukurannya tidak dapat diketahui secara
langsung. Pekerja radiasi yang bekerja di daerah radiasi tinggi dianjurkan untuk
menggunakan dua jenis dosimeter yaitu dosimeter saku dan film badge atau TLD.
Dosimeter saku digunakan untuk mengetahui dosis yang telah diterimanya secara langsung,
misalnya setelah menyelesaikan suatu pekerjaan. Sedang film badge atau TLD
digunakan untuk “mencatat” dosis yang telah diterimanya selama selang waktu yang
lebih panjang, misalnya selama satu bulan.
B. Monitor Area
1. Surveimeter
ratemeter
HV
speaker
Gambart IV.4
Kontruksi survaimeter
Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti
detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi praktis dan
ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor
sintilasi juga banyak
digunakan, khususnya Nal (TI) untuk radiasi gamma, karena mempunyai
efiensi yang tinggi. Pada saat ini detektor semikonduktor masih jarang digunakan untuk
survaimeter, meskipun sudah ada di pasaran tetapi harganya relatif sangat mahal dibanding
dengan yang lain.
a. Survaimeter Gamma
Survaimeter gamma merupakan survaimeter yang sering
digunakan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur
radiasi sinar-X. Hanya saja perlu diperhatikan faktor kalibrasinya,
apabila dikalibrasi untuk gamma atau sinar-X. Detektor yang
sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau
detektor sintilasi NaI(Tl).
b. Survaimeter Beta dan Gamma
Berbeda dengan survaimeter gamma biasa, detektor dari survaimeter
ini terletak di luar badan survaimeter dan mempunyai jendela yang dapat dibuka
atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus
dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup. Juga perlu
diperhatikan bahwa faktor kalibrasi yang tercantum biasanya hanya berlaku untuk
radiasi gamma saja, sedangkan untuk radiasi beta perlu diperhitungkan tersendiri.
Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.
c. Survaimeter Alpha
Sebagaimana survaimeter beta, detektor dari survaimeter alpha juga
terletak di luar badan survaimeter. Perlu diperhatikan bahwa selalu terdapat satu
permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya
terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda
tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor
sintilasi ZnS(Ag).
d. Survaimeter neutron
Detektor yang digunakan pada survaimeter neutron adalah detektor
proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapatr
berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka
survaimeter neutron dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau
polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron menjadi neutron termal
saja. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang diukur adalah neutron
cepat.
Terdapat pula survaimeter yang memiliki dua jenis detektor di dalamnya
sehingga dapat mengukur beberapa jenis radiasi yang berbeda. Selain itu, ada juga
survaimeter yang menyediakan fasilitas konektor untuk detektor eksternal. Biasanya,
produsen survaimeter menjual secara terpisah (optional) jenis-jenis detektor yang dapat
dihubungkan ke survaimeter
Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis survaimeter yang serbaguna
(multipurpose) karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung,
sebagaimana survaimeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selang waktu
tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum
distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.
Periksa batere.
Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila
tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak
peka atau tidak sensitif terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter
menunjukkan nilai yang salah. Karena hal ini sangat membahayakan, maka langkah
pemeriksaan batere ini harus dilakukan setiap kali survaimeter akan digunakan.
Periksa setifikat kalibrasi
Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan
memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter
yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis
sebernarnya.
C. Monitor Kontaminasi
Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi
kalau sampai terjadi di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja
dengan sumber radiasi terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk atau gas. Adapun yang
terkotaminasi biasanya adalah peralatan meja kerja, lantai, tangan, sepatu.
A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan adalah efisiensi alat
pengukur. Monitor kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor
kontaminasi permukaan, monitor kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi
udara (arborne).
Ds
F
k
D (IV.3)
u
Energi keV
0 50 100 200 500 1000 1500 2000
Gambar IV.5 Sensitivitas alat ukur terhadap perbedaan energi
SISTEM PENCACAH
Seperti halnya dengan alat ukur proteksi radiasi, sistem pencacah radiasi
juga terdiri atas detektor dan peralatan penunjang. Perbedaannya, peralatan penunjang pada
alat ukur proteksi radiasi biasanya sudah merupakan satu kesatuan yang portabel,
sedangkan pada sistem pencacah radiasi peralatan penunjang terpisah dan terdiri atas
beberapa modul yang mengikuti standar tertentu yaitu NIM (Nuclear Instrument Module),
misalnya modul amplifier, modul HV (sumber tegangan tinggi), modul ‘counter’
(pencacah) dan sebagainya. Modul-modul tersebut bersifat ‘bongkar pasang’, sehingga
suatu modul digunakan untuk berbagai macam konfigurasi sistem pencacah.
Sistem pencacah radiasi digunakan dalam aplikasi dan penelitian yang
menggunakan radiasi, yaitu untuk mengukur kuantitas dan atau energi radiasi. Kuantitas
radiasi merupakan jumlah radiasi yang memasuki detektor, tentu saja jumlah ini hanya
sebagian kecil dari jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber ke segala arah. Nilai
kuantitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas sumber, jenis dan energi
radiasi, serta jarak dan jenis penahan di antara sumber dan detektor. Hubungan antara
kuantitas dengan aktivitas dan jarak dapat dilihat pada persamaan II.1. Atau dapat juga
menggunakan persamaan (V.1)
A.p
I= (V.1)
4 d2
Dimana
I: kuantitas radiasi
A: Aktivitas sumber
p: probabilitas pancaran radiasi
d: Jarak sumber dari detektor
Energi radiasi merupakan kekuatan dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber.
Tingkat energi radiasi ini bergantung pada jenis nuklidanya. Jenis nuklida yang berbeda
akan memancarkan radiasi dengan energi yang berbeda seperti terlihat pada gambar V.1.
Co60
27 T½=5,226 th 55 Cs137 T½=30 th
β 1 (99%) β 1 (95%)
2,5057 MeV 0,6616 MeV
β 2 (1%) β2 (5%) γ1
γ1
1,33 25 MeV 00
137
56Ba
γ2
00
Ni60 stabil
28
Gambar V.1
Skema peluruhan nuklida Cs-137 dan Co-60
Seperti terlihat pada Gambar V.1. nuklida Cs-137 memancarkan radiasi beta
dan gamma. Sebagai contoh, 100 kBq Cs-137 akan memancarkan radiasi gamma sebanyak
80.750 buah radiasi dalam satu detik karena probabilitas pemancarannya (0.85 dari
95.000). Energi yang dipancarkan dalam setiap radiasi adalah 661.66 keV. Sebagai contoh
lain, 100 kBq Co-60 akan memancarkan 99.000 buah radiasi gamma berenergi 1.173 keV
dan 100.000 buah radiasi gamma berenergi 1.332 keV. Dari skema tersebut dapat
ditentukan jumlah serta energi radiasi betanya.
HV Timer
Gambar V.2
Susunan peralatan sistem pencacah integral
Berikut ini akan dibahas fungsi setiap peralatan penunjang dari sistem pencacah integral
ini.
3. Pencacah (Counter)
Rangkaian ini merupakan rangkaian elektronik digital yang berfungsi
untuk menghitung dan menampilkan jumlah pulsa listrik yang memasuki dalam selang
waktu tertentu. Selang waktu pencacah tersebut dapat dipilh secara manual atau semi
otomatis. Secara manual berarti “mulai” dan “berhenti” dilakukan oleh operator,
sedangkan secara semi otomatis operator hanya memulai pencacahan.
Salah satu contoh aplikasi sistem pencacah integral ini adalah untuk
mengukur tebal (chickness gauging) yang menggunakan radiasi beta., misalnya mengukur
tebal kertas, gambar V.3. Kuantitas radiasi beta yang diukur dalam keperluan merupakan
kuantitas totalnya, tidak membedakan tingkat energinya.
Kuantitas radiasi yang terukur oleh sistem pencacah akan dipengaruhi oleh
tebal kertas (jarak antara sumber dengan detektor dijaga tetap). Bila kertasnya tipis
maka kuantitas yang terukur akan tinggi, sebaliknya bila kertasnya tebal maka
kolimator
kuantitasnya rendah. Dengan mengukur perubahan kuntitasnya maka tebal kertas dapat
ditentukan.
Kertas
Gambar V.3Metode pengukuran
tebal kertas
D. Aspek Pencacahan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencacahan adalah sebagai
berikut
1. Laju Cacah (R)
Pencacahan selalu dilakukan dalam rentang waktu tertentu, yang diatur melalui
penala waktu (timer). Nilai yang ditampilakan pencacahan merupakan jumlah pulsa
listrik dalam rentang tertentu (Δt), yang disebut sebagai cacahan (C). Laju cacah
merupakan jumlah cacah dalam satu satuan waktu. Nilai inilah yang sebanding
dengan kuantitas yang radiasi yang memasuki detektor yang berarti juga sebanding
dengan aktivitas sumber radiasi dan dapat dinyatakan pada persamaan (V.2)
C
R (V.2)
t
2. Cacah Latar Belakang
Cacah latar belakang merupakan cacahan yang ditampilkan oleh
rangkaian pencacah meskipun tidak terdapat sumber radiasi disekitar detektor.
Apabila aktivitas sumber yang akan diukur sangat tinggi, maka pengaruh latar
belakang ini dapat diabaikan. Tetapi bila aktivitas sumbernya tidak terlalu tinggi,
maka nilai cacah hasil pengukuran harus dikoreksi terhadap nilai latar belakang
yang dinyatakan dalam persamaan V.3
Rs = Ru – Rbg (V.3)
1. Periksa batere. dilakukan setiap kali survaimeter akan digunakan. Ganti baterai bila
sudah tidak baik.
2. Periksa setifikat kalibrasi. perhatikan faktor kalibrasi alat dan periksa tanggal
validasi sertifikat.
3. Pelajari pengoperasian dan pembacaan terdapat beberapa faktor pengalian misalnya
x1, x10, x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang
berskala rontgen/jam, rad/jam, stevert/jam atau mstevert/jam, bahkan masih dalam
cpm (count per menit).
4. Lakukan pengukuran cacah latar, catat pada lember kerja.
5. Lakukan pengukuran radiasi (sumber radiasi standar maupun sumber radiasi dari
pesawat sinar X) bersamaan dengan menggunakan dosimeter saku.
6. Catat hasil pengukuran, ulangi langkah 1-6 untuk sumber radiasi / posisi yang
berbeda. (dosimeter saku harus selalu digunakan saat pengukuran)
1. Periksa Baterai
2. Periksa dan catat sertifikat kalibrasi.
3. Catat cacah latar.
4. Ukurlah kontaminasi dengan monitor kontaminasi
5. Ulangi percobaan 1 s/d 4 hingga 5 kali.
BAB III
DATA DAN ANALISIS
I. Data Praktikum
Merk :
Type :
Tanggal kalibrasi :
Nilai kalibrasi :
Merk : Ranger
Type : Sn.R 311051
Tanggal kalibrasi : 26 November 2022
Nilai kalibrasi : 0,09
Asisten,
(……………………..)
BAB IV
PENUTUP
I. Pembahasan
II. Kesimpulan
Radiasi nuklir tidak dapat di dilihat dan dideteksi oleh panca indra
manusia . Oleh karena itu untuk mengetahui adanya kualitas dan kuantitas radiasi
digunakan alat ukur radiasi.Radiasi merupakan Salah satu cara perambatan energy
ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu.Karna sifat radiasi yang tidak dapat di deteksi oleh panca indra maka
diperlukanlah alat ukur radiasi untuk mendeteksi radiasi baik kuantitas, energi,
intensitas atau dosisnya. Alat ukur radiasi yang di gunakan beberapa di antaranya
Survey meter,Dosimeter saku, Monitor Kontaminasi dan pencacah.Klasifikasi
Radiasi terbagi menjadi 2 yaitu radiasi alam dan radiasi buatan.dalam melakuka
pengukuran radiasi terdapat beberapa proses yaitu proses Ionisasi,proses
Sintilasi,prosesTermoluminisensi,Efek pemanas,Reaksi kimia,perubahan
Biologi.Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari
detektor dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukuran radiasi lainnya. Alat
proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok dosimeter
perorangan, monitor area dan monitor kontaminasi.
III. Saran