Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman petsay berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia timur. Tanaman ini
merupakan komoditas hortikultura yang digemari oleh masyarakat karena memiliki rasa
yang lebih enak dibandingkan jenis sawi lainnya. Petsay mengandung asam folat,
magnesium, kalsium, potasium, vitamin A, B, C, K dan E, zat besi serta senyawa
organik kompleks seperti protein, karbohidrat, dan lemak (Haryanto et al., 2007).
Tanaman tersebut memiliki banyak sekali manfaat, diantaranya adalah untuk
menyehatkan mata, menurunkan kolesterol, menghindari serangan jantung, sumber
vitamin dan makanan untuk memulihkan tenaga (Zulkmaena. 2003).
Data pada Balai Pusat Statistik, (2020) produksi petsai di provisnsi NTT tiga
tahun terakhir (2017-2019) berturut-turut 8.654 ton, 10.188 ton, 12.988 ton. Data
tersebut menunjukan dari tahun 2017-2019 terus mengalami peningkatan hasil produksi
tanaman pitsay.
Permintaan masyarakat NTT terhadap pitsay semakin lama semakin
mengingkat. Dengan permintaan pitsay yang semakin meningkat, maka untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, perlu dilakukan perluasan lahan untuk lebih
meningkatkan produksi tanaman petsay. Berdasarkan data penggunaan lahan aktual dan
peta arahan penggunaan lahan, di Provinsi NTT masih tersedia lahan sekitar 820.000 ha
yang potensial untuk pengembangan lahan kering tanaman semusim dan tahunan (BPS,
2008 dan Mulyani, 2013). Sebagian areal yang cocok untuk pengembangan pertanian
saat ini berada dalam kondisi terlantar. Berdasarkan data BPS (2008) luas lahan yang
dalam kondisi tidak diusahakan di NTT sekitar 732 ribu ha (16% dari total luas NTT).
Kondisi wilayah NTT termasuk dalam lahan kering. Kesuburan tanah di lahan
kering pada umumnya relatif lebih baik, namun produktivitas lahan tidak akan bisa
optimal jika aspek pengolahan hara dan pemupukan tidak diperhatikan, selain itu
ketersdian air dilahan kering menjadi faktor pembatas dalam perluasan lahan untuk
kegiatan budidaya. Kebutuhan air tanaman petsay sangat berpengaruh terhadap hasil
dan kualitas produksi tanaman. Kebutuhan air harus diberikan sesuai dengan jumlah dan
waktu tanaman membutuhkan air (Salokhe et al. 2005). Oleh karena itu dalam budidaya

1
tanaman perlu diketahui tingkat ketahanan tanaman terhadap kondisi kekurangan air
yang berkaitan dengan interval pemberian air sehingga ketika dalam budidaya terjadi
terbatasanya air maka dapat dicari solusi untuk mempertahankan kondisi air dalam
tanah dan sekaligus dapat memberikan penambahan unsur hara bagi tanaman dengan
pemberian pupuk organik.
Pupuk organik merupakan salah satu input penting dalam upaya memperbaiki
kesuburan (fisik, kimia, biologi) tanah. Pupuk organik dapat berbentuk padat dan cair.
Pupuk organik padat seperti pupuk kotoran hewan telah dimanfatkan oleh petani
sebagai pupuk dasar dalam budidaya tanaman yang tujuannya yang lebih diarahkan
untuk perbaikan sifat fisik tanah, sedangkan sumber hara tanaman, petani biasanya
menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk susulan. Berbeda dengan pupuk organik
padat, pupuk organik cair (POC) belum banyak dimanfaatkan petani secara umum
dalam budidayanya, walau telah banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa
POC dapat dijadikan sebagai salah satu bahan penyubur tanah dan sumber hara bagi
tanaman. Salah satu jenis POC yang diteliti adalah POC dari limbah tahu dan daun
gamal.
Limbah tahu merupakan sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang
karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi.
Limah tahu terdiri atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair
merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan karena adanya sisa air
tahu yang menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang
tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap
bila dibiarkan (Nohong, 2010). Limbah tahu mengandung unsur N 1,24%, P2O5 5,54%,
K2O 1,34% dan C-organik 5,803% yang merupakan unsur hara esensial yang
dibutuhkan tanaman (Asmoro, 2008). Kandungan unsur hara pada limbah tahu masih
dianggap rendah, oleh karena itu perlu pengkayaan hara dari bahan organik salah
satunya adalah daun gamal. Daun gamal merupakan bahan yang mudah didapat.
Kandungan hara dalam daun gamal yaitu 3,15% N; 0,22% P; 2,65% K; 1,35% Ca dan
0,41% Mg (Jusuf, 2007).
Curah hujan yang dibutuhkan tanaman petsay adalah 1000-1500 mm/tahun
(Haryanto,2006), setara dengan kebutuhan air tanaman petsay 400 ml/tanaman/hari

2
(FAO, 1995). Pemberian air yang kurang dari kebutuhan dapat menyebabkan tanaman
berada dalam kondisi kekeringan sehingga berdampak pada daun tanaman layu dan
selanjutnya tanaman mati. Sebaliknya jika air yang dierikan dalam jumlah yang lebih
maka dapat menyebabkan pembusukan akar dan elanjutnya berdampak pada tanaman
yang mati (Yanto, et al, 2014)
Hasil penelitian Gedeon (2009) menginformasikan bahwa POC dari daun gamal
yang diperkaya limbah cair tahu dengan konsentrasi 100 ml/l air memberikan hasil
terbaik pada klorofil daun, jumlah daun, berat segar dan bobot kering tanaman pakcoy.
Hasil penelitian Asona (2013) menunjukan bahwa perlakuan interval 2 hari
sekali memberikan tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, dan berat kering tanaman
bayam yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Hasil penelitian Remitana (2017)
menginformasikan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan pemberian pupuk organik
cair ampas tahu dan interval pemberian air tiap hari terhadap bobot basah tanaman
selada merah (0,215 g).
Bertolak dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “
Kombinasi POC dari Limbah Tahu dan Daun Gamal dengan Interval
pemberianAir terhadap hasil Petsay”.

2.1. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi kombinasi POC dari limbah tahu dan daun gamal
dengan interval pemberian air terhadap hasil petsay?
2. Konsentrasi kombinasi POC dari limbah tahu dan daun gamal dengan interval
pemberian air terhadap hasil petsay manakah yang memberikan hasil terbaik?

2.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh:
1. Pemberian kombinasi POC dari limbah tahu dan daun gamal dengan interval
pemberian air terhadap hasil petsay.
2. Konsentrasi kombinasi POC limbah tahu dan daun gamal dengan interval pemberian
air terhadap hasil petsay yang memberikan hasil terbaik.

3
2.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang budidaya
tanaman petsay
2. Bahan informasi ilmiah tentang penelitian khususnya respon pertumbuhan dan hasil
tanaman petsay akibat pemberian konsentrasi POC dan interval pemberian air.

2.5. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemberian kombinasi POC dari limbah tahu dan daun gamal dengan interval
pemberian air berpengaruh terhadap hasil tanaman petsay.
2. Minimal terdapat satu kombinasi konsentrasi POC limbah tahu dan daun gamal
dengan interval pemberian air yang memberikan hasil tanaman petsay.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Petsay


Klasifikasi tanaman petsay menurut para ahli taksonomi yang dikutip oleh
Cahyono (2003) sebagai berikut:
Divisi : spermatopyta
Kelas : Angiosprmar
Sub kelas : Dicotyledonae
Ordo : Papavolares
Famili : Cruciferae atau brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Chinensis
Nama Ilmiah : Brassica chinensis, L. atau B. campestris var. Chinensis
Tanaman petsay seperti tanaman lainya, memiliki organ tanaman yang terdiri
atas: akar, batang, daun, bunga, dan biji. Morfologi tanaman pitsay Rukmana (2003)
sebagai berikut:
1. Akar
Tanaman petsay berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke
sumua arah di ekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman
sekitar 5 cm. Tanaman petsay tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman
petsay dapat tumbuh dan berkembangdengan baik pada tanah yang gembur, subur,
tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam.
2. Batang
Tanaman petsay memiliki batang sejati pendek, dan bersayap terletak pada bagian
dasar yang berada dalam tanah. Batang sejati bersifat tidak keras dan berwarna
keputih-putihan. Petsay tumbuh pendek dengan tinggi sekitar 26 cm-33 cm atau
lebih, tergantung dari varietasnya.
3. Daun
Daun tanaman petsay berbentuk bulat panjang dan lebar, kasar, berkerut-kerut,
berbulu halus sampai kasar namun ada yang berdaun halus dan tidak berbulu,
berwarna hijau mudah sampai hujau tua. Daun petsay memiliki tangkai daun yang

5
panjang, berwarna putih, agak lebar dan pipih, bersifat lemas dan halus. Pelepah-
pelepah tersusun saling membungkus dengan pelepah-pelepah daun yang muda
sehingga membentuk krop, akan tetapi daun-daun tua (paling bawah) membuka.
4. Bunga
Bunga pada tanaman petsay berwarna kuning cerah dan termasuk bunga smprna
karena memiliki benang sari yang berjumlah 4 helai sebagai alat kelamin jantan dan
satu putik yang berongga dua sebagai alat kelamin betina.
5. Buah dan biji
Buah pada tanaman petsay berbentuk memanjang dan berongga sehingga termasuk
buah bertipe polong. Biji tanaman petsay berwarna coklat kehitaman dengan
perukaan yang licin dan mengkilap, berbentuk bulat dan berukuran kecil.

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Petsay


Tanaman petsay memerlukan ketinggian tempat 600-1500 m diatas permukaan
laut (dpl), persayaratan lain lokasi terbuka dan mem[eroleh sinar matahari langsung
serta drainase air lancer (Anwar, 2013). Tanaman petsay memerlukan intensitas cahaya
lemah sehingga memerlukan naungan, untuk mencegah cahaya matahari langsung yang
dapat menbahayakan pertumbuhan bibit saat pembibitan.
Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman petsay adalah 15-25 0C dan
masih toleran pada suhu 27-320C (Anwar, 2013). Tanaman petsay memerlukan sinar
matahari yang banyak sehingga tidak membutuhkan nauangan. Tanaman petsay
memerlukan 10-13 jam/hari.
Curah hujan yang dikehendaki untuk petsay adalah 1000-1500 mm/tahun.
Waktu penanaman petsay yang baik adalah menjelang akhir musim hujan (Maret) atau
awal musim hujan (Oktober) karena tanaman petsay tahan terhadap curah hujan.
Kelembaban yang diperlukan tanaman petsay adalah kelembaban 80-90% (Haryanto,
2006).
Daerah yang cocok untuk penanaman petsai yaitu tipe tanah lempung sampai
lempung berpasir, gembur, mengandung bahan organik, pH tanah optimum 6,0-6,8.
Ketinggian tempat 600-1.500 m diatas pemukaan laut (dpl). Persyaratan lain lokasi

6
terbuka dan memperoleh sinar matahari langsung serta drainase air lancar (Margiyanto,
2007).
Lahan petsay memerlukan pengairan yang cukup baik (irigasi atau drainase).
Tanaman petsay tidak hidup dengan baik pada tanah yang berlebuhan air atau
tergenang. Petsay dapat hidup pada tanah-tanah dengan kemiringan 0-20%, pada tanah
lebih dari 20% maka lahan harus dibuat/dibentuk terasering.
Kebutuhan air tanaman petsay yang didasarkan pada curah hujan yang
dikehendaki tanaman petsay yaitu 1000-1500 mm/tahun (Haryanto, 2006), adalah 400
ml/hari/tanaman (FAO, 1995). Pemberian air yang kurang dari kebutuhan dapat
menyebabkan tanaman berada dalam kondisi kekeringan sehingga berdampak pada
daun tanaman layu dan selanjutnya tanaman mati. Sebaliknya jika air yang dierikan
dalam jumlah yang lebih maka dapat menyebabkan pembusukan akar dan selanjutnya
berdampak pada tanaman yang mati (Yanto, et al, 2014)

2.3. Interval Pemberian Air pada Pada Tanaman dan Peranannya


Evapotranspirasi merupakan proses yang sangat penting dan sangat erat
kaitannya dengan metabolisme tanaman. Evapotranspirasi merupakan perbah yang
sangat berkaitan dengan produksi tanaman. Oleh karena itu, jika terjadi devisit air pada
tanaman, maka tanaman akan mengalami cekaman yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan produksi. Jumlah kebutuhan air tanaman yaitu sejumlah air yang diperlukan
oleh tanaman untuk mengganti air yang hilang melalui transpirasi dan evaporasi yang
dikenal dengan evapotranspirasi (Hermanto dan Pusposutarjo, 2000). Kemampuan
tanaman untuk bertahan dalam kondisi tercekam berkaitan dengan fotosintesis karena
fotosinteis menentukan penampilan tanaman dalam keadaan kekeringan (Pinheiro dan
Chaves, 2011).
Ketersediaan air bagi tanaman sangat dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air memiliki peran dan fungsi penting untuk
tanaman, diantaranya sebagai penyusun tubuh tanaman (70%-90%) (Jackson, 1977),
pengatur kelembaban tanaman, pelarut zat hara, sebagai medium bagi trasportasi hara,
medium bagi berlangsungnya reaksi metabolisme, serta bahan baku bagi proses

7
fotosintesis (Harjadi, 1984). Kebutuhan air harus diberikan sesuai dengan jumlah dan
waktu tanaman membutuhkan air (salokhe et al. 2005).
Air yang diberikan dengan frekuensi tinggi akan meminimalkan tanah sebagai
waduk air, sehingga matrik tanah tidak banyak berubah, kondisi ini dapat mengurangi
stress tanaman terhadap air. Selain itu, penyiraman metode tertentu
akanmendorongperkembanganakar tanamanyanglebihdalam. Sarawa, dkk (2014)
menyatakan bahwa pemberian air dengan interval dua hari memberikan pertumbuhan
tanaman kedelai yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian dengan interval 4, 6,
dan 8 hari. Perlakuan interval pemberian air setiap dua hari sekali menunjukkan hasil
rerata luas daun yang tinggi dan berpengaruh nyata dari pada perlakuan interval
pemberian air setiap empat hari sekali dan interval pemberian air setiap enam hari sekali
yang memperlihatkan hasil yang cukup rendah dan tidak berpengaruh nyata terhadap
tanaman kailan (Wahyuningsih, 2015). Suhartono, dkk (2008) menyatakan bahwa
interval pemberian air dua hari sekali pada tanah grumosol memperlihatkan hasil terbaik
pada parameter tinggi tanaman, berat basah tanaman, berat kering tanaman. Jafar, dkk
(2012) mengungkapkan bahwa frekuensi pemberian air pada bibit tanaman jabon merah
mempengaruhi kualitas tumbuhnya, dimana frekuensi pemberian air 2 kali sehari (300
cc) yaitu umur tanaman 3-5 bulan memberikan hasil yang baik pada parameter tinggi
tanaman, diameter tanaman, jumlah daun. Hasil penelitian Jasminarni (2008)
menyatakan bahwa perlakuan 75% atau 750 ml air kapasitas lapang memberikan
pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan jumlah daun, berat segar tanaman, berat kering
tanaman,berat kering akar tanaman.

2.4. Pupuk Organik Cair


Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam
dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami yang penting dalam
memperbaiki kesuburan tanah (Musnamar, 2007). Pupuk organik terdiri atas: pupuk
organik padat dan pupuk organik cair (POC) Pupuk organik cair adalah larutan yang
berisi berbagai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair dapat
berasal dari sisa limbah dari limbah dapur, limbah kotoran hewan, dan dedaunan. Pupuk

8
organik cair mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk memperbaiki unsur hara dalam tanah.
Pupuk Organik cair memiliki kelebihan disbanding pupuk organic padat.
Kelebihannya yaitu: mampu mengatasai defisiensi hara secara cepat, tidak bermasalah
dalam pencucian hara, dan juga mapu menyediakan hara secra cepat dan tidak merusak
tanah dan tanaman, selain itu POC juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan
pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman
(Hadisuwito, 2007). Kekurangannya yaitu: tidak tahan disimpan lama, apabila pupuk
organik cair disemprotkan ke daun dapat menimbulkan jamur dan bakteri bekembbang
biak karena larutan yang pekat dan berwarna, serta kesalahan dalam perhitungan
penggunaan pupuk dan jumlah bahan yang digunakan akan mengakibatkan hara
tanaman yang dibudidayakan (Hadisuwito, 2007). Pupuk organik cair aromanya lebih
berbau dibandingkan pupuk kandang padat, akan tetapi pupuk cair mengandung unsur-
unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan
tanaman. Unsure-unsur terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen
dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas, batang, dan daun. Fosfor (P) digunakan untuk
merangsang pertubuhan akar, buah dan biji. Kalium (K) digunakan untuk meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Aldhita, 2013).
Proses fermentasi bahan organik menjadi pupuk cair yaitu suatu proses
terjadinya perubahan kimia sepenuhnya oleh suatu substratorganik melalui aktivitas
enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dimana mikroorganisme membutuhkan
sumber energi yang diperoleh dari metabolisme bahan pangan mikroorganisme yang
berada didalamnya. Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna
glukosa dan menghasilkan air, karbondiokasida, dan sejumlah besar unsur lainnya di
dalam bahan organik (Lussac, 1987). Beberapa bahan organik yang biasa dimanfaatkan
sebagai pupuk organik cair adalah limbah air tahu,daun gamal dan limbah kotoran
hewan.

2.5. Pupuk Organik Cair Limbah Tahu dan Daun Gamal


Limbah tahu merupakan sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang
karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi.

9
Limah tahu terdiri atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair
merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan karena adanya sisa air
tahu yang menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang
tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap
bila dibiarkan (Nohong, 2010). Limbah cair tahu dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik cair dalam meningkatkan kesuburan tanah. Triyanto (2008) mengemukakan
bahwa penyimpanan limbah cair tahu mempunyai peranan penting yang baik terhadap
komposisi unsur hara karena pada proses penyimpanan ini terjadi proses dekomposisi
yang menyebabkan mikroorganisme yang hidup dalam limbah cair tahu dapat
berkembang. Limbah tahu mengandung unsur N 1,24%, P2O5 5,54%, K2O 1,34% dan C-
organik 5,803% yang merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman (Amoro,
2008).
Kandungan bahan organik dalam limbah tahu jika diolah dengan tepat
menggunakan campuran lain akan menghasilkan pupuk organik yang ramah lingkungan
dan menyuburkan tanaman (Liswahyuwaningsih, 2010) salah satu bahan organik yang
dapat dijadikan campuran dalam pembuatan POC limbah tahu adalah daun gamal.
Pupuk organik cair daun gamal merupakan pupuk yang dibuat sengan
memanfaatkan unsur hara yang terkandung pada daun gamal (Gliricidia sepium L) yang
difermentasi secara anaearob. Jayadi (2009) dalam kurniawan (2007) menjelaskan
bahwa pupuk organik cair dari daun gamal ini memiliki kandungan nitrogen yang tinggi
yakni diantaranya 3,15% N, 0,22% P, 2,65% K, 1,35% Ca, 49% Mg. Pemberian pupuk
organik cair daun gamal ini biasayya dilakukan dengan cara disemprotkan ketanaman
menggunakan alat handsprayer atau dengan cara disiram pada daerah sekitar perakaran
tanaman pokok.
Hasil penelitian Oviyanti,dkk., (2016) tentang respon pertumbuhan dan hasil
sawi terhadap pemberian POC daun gamal menginformasikan bahwa POC daun gamal
dosis 40ml/tanaman lebih efisien dalam meningkatkan jumlah daun dan berat kering
sawi. Pemupukan dengan cara disemprot pada tanaman sawi.
Hasil penelitian Gedeon (2009) menginformasikan bahwa POC dari daun gamal
yang diperkaya limbah cair tahu dengan konsentrasi 100 ml/l air memberikan hasil
terbaik pada klorofil daun, jumlah daun, berat segar dan bobot kering tanaman pakcoy

10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu


Penelitian ini telah dilaksanakan di green house Jurusan Tanaman Pangan dan
hortikultura, Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Pelaksanaan penelitian dilakukan
mulai pada bulan Maret sampai Mei 2021.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa ember, drum pupuk cair,
jerigen, kamera, alat tulis, parang, sekop, cangkul, jangka sorong, kayu pengaduk kertas
label, gelas ukur, karung, baki, mistar, moister meter dan pH-meter, higro meter,
timbangan manual, thermometer, oven, pisau, mortal dan alat penggerus, timbang
analitik, kertas saring, pipet tetes, tabung reaksi, corong, spektrofotometer UV-Vis,
tabung cuvet, papa perlakuan dan keranjang.
Bahan yang digunakan berupa benih petsay Varietas Belona F1, tanah, sekam
padi, POC (limbah ampas tahu, dan daun gamal), air, gula pasir, alkohol pekat 95%,
EM4,dan polybag ukuran 30 x 20 cm.

3.3. Rancangan Penelitian


Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktor
tunggal yang terdiri dari 12 perlakuan dengan masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Faktor yang dicobakan adalah Kombinasi POC dari Limbah tahu dan daun gamal
dengan interval pemberian air yang terdiri dari 12 taraf yaitu:
K1 = Tanpa POC dengan pemberian air tiap hari
K2 = Tanpa POC dengan pemberian air tiap 2 hari
K3 = Tanpa POC dengan pemberian air tiap 3 hari
K4 = POC 20 ml dengan pemberian air tiap hari
K5 = POC 20 ml dengan pemberian air tiap 2 hari
K6 = POC 20 ml dengan pemberian air tiap 3 hari
K7 = POC 30 ml dengan pemberian air tiap hari
K8 = POC 30 ml dengan pemberian air tiap 2 hari

11
K9 = POC 30 ml dengan pemberian air tiap 3 hari
K10 = POC 40 ml dengan pemberian air tiap hari
K11 = POC 40 ml dengan pemberian air tiap 2 hari
K12 = POC 40 ml dengan pemberian air tiap 3 hari
Sehingga berdasarkan jumlah perlakuan dan ulangan maka diperoleh ( 12 x 3) = 36 unit
percobaan dan masing-masing unit percobaan terdiri dari 4 polibag sehingga jumlah
keseluruhan polybag dalam satuan percobaan adalah 144 polybag. Penempatan
percobaan dilakukan secara acak dengan penarikan lotre. Denah percobaan dapat dilihat
pada Lampiran 1.

3.4. Prosedur Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan kegiatan yaitu pembuatan POC dari
limbah tahu dan daun gamal dan budidaya petsay dengan mengaplikasikan kombinasi
POC limbah tahu dan daun gamal dengan interval pemberian air pada tingkat kombinasi
konsentrasi pemberian POC dengan interval pemberian air yang berbeda.
1. Pembuatan POC limbah tahu dan daun gamal
Bahan yang digunakan terdiri atas: daun gamal segar, limbah tahu, EM4, air, gula
pasir, sedangakan alat yang digunakan yaitu tong plastik ukuran 150 liter. Pupuk
organik dibuat dengan cara 15 kg daun gamal segar, 1 liter EM4, 1 kg gula pasir, dan
limbah cair tahu 15 liter dimasukan ke dalam tong plastik ukuran 150 liter kemudian
ditambah air bersih sebanyak 35 liter, selanjutnya diaduk sampai homogen
(tercampur merta). Setelah itu, tong ditutup rapat dan setiap pagi hari dilakukan
pengadukan. Setelah 14 hari, POC disaring dan siap digunakan sebagai pupuk cair
untuk tanaman. Ciri-ciri pupuk organik cair limbah tahu dan daun gamal yang telah
jadi adalah warna cairan kecoklatan dan menimbulkan bau seperti bau singkong
terfermentasi.

12
2. Budidaya Petsay dan aplikasi kombinasi POC dengan interval pemberian air.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Persiapan media persemaian
Media semai yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang sapi
dengan perbandingan 1:1. Media semai dicampur merta, kemudian dimasukan ke
setiap tray hingga penuh dan disiram hingga lembab.
b. Penyemaian benih
Benih petsai disemai dengan cara membuat lubang di tengah media semai dalam
tray menggunakan kayu kecil sedalam 1 cm, benih dimasukan ke setiap lubang
sebnayak satu benih dan ditutup dengan media semai. Selanjutnya, tray diletakan
pada tempat yang tidak mendapat sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan
pagi dan sore hari
c. Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang sapi
dengan perbandingan 1;1. Tanah dan pupuk kandang sapi dicampur merata
kemudian media tanam tersebut dimasukan ke dalam polibag berukuran 40 x 20
cm. Untuk setiap polibag diisi medi tanam hingga penuh/rata dengan permukaan
polibag.
d. Penanaman
Bibit tanaman yang sudah siap ditanam dipindhakan dalam polibag yang tersedia.
Bibit yang siap pindah tanam adalah bibit yang brumur 2 minggu di persemaian
atau dengan ciri telah berdaun 2-5 helai. Penanaman dilakukan pada sore hari
dengan tujuan untuk mengurangi penguapan yang berlebihan. Pengambilan bibit
dilakukan dengan cara menekan bagian bawah luar tray hingga bibit beserta
medianya keluar. Media tanam dalam polibag dilubangi di tengahnya dengan
bantuan tangan kemudia bibit petsay ditanam sambil media tanam sekitar bibit
dipadatkan.

13
e. Aplikasi kombinasi POC dengan interval pemberian air
Aplikasi kombinasi POC limbah tahu dan daun gamal dngan interval pemberian
air terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan POC (Tabel 3.1.)
Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Aplikasi POC dari Limbah Tahu dan Daun Gamal
Sesuai Perlakukan Kapasitas 1 Liter
Larutan
Larutan Aplikasi untuk Aplikasi/perlakuan (4
Perlakuan 1000 ml tanaman x 3 ulangan)/ 1
kali pemberian (
POC (ml) Air (ml) POC (ml) Air (ml)
Tanpa pemberian POC dengan pemberian
0 1000 0 3.000
air tiap hari (K1)
Tanpa pemberian POC dengan pemberian
0 1000 0 3.000
air tiap 2 hari (K2)
Tanpa pemberian POC dengan pemberian
0 1000 0 3.000
air tiap 3 hari (K3)
Konsentrasi POC 20 ml/l dengan pemberian
20 980 60 2.940
air tiap hari (K4)
Konsentrasi POC 20 ml/l dengan pemberian
20 980 60 2.940
air tiap 2 hari (K5)
Konsentrasi POC 20 ml/l dengan pemberian
20 980 60 2.940
air tiap 3 hari (K6)
Konsentrasi POC 30 ml/l dengan pemberian
30 970 90 2.910
air tiap hari (K7)
Konsentrasi POC 30 ml/l dengan pemberian
30 970 90 2.910
air tiap 2 hari (K8)
Konsentrasi POC 30 ml/l dengan pemberian
30 970 90 2.910
air tiap 3 hari (K9)
Konsentrasi POC 40 ml/l dengan pemberian
40 960 120 2.880
air tiap hari (K10)
Konsentrasi POC 40 ml/l dengan pemberian
40 960 120 2.880
air tiap 2 hari (K11)
Konsentrasi POC 40 ml/l dengan pemberian
40 960 120 2.880
air tiap 3 hari (K12)
Total 270 - 810 -
Sumber: Olahan sendiri, (2021)
Larutan POC yang telah dibuat (Tabel 3.1), selanjutnya diaplikasikan ke
tanaman sebanyak 250 ml/tanaman. Aplikasi POC dimulai saat tanaman berumur 7
HST dan pemberian POC berdasarkan perlakuan interval pemberian air yaitu setiap
hari,setiap 2 hari, setiap 3 hari. Aplikasi POC dilakukan hingga memasuki umur
tanaman petsay 1 minggu sebelum panen.
Pemberian air didasarkan pada kebutuhan air untuk tanaman petsay yaitu 400
ml/tanaman/hari. Penyiraman air dilakukan berdasarkan perlakuan yang ada yaitu
interval setiap hari, pemberian air tiap 2 hari dan pemberian air tiap 3 hari. Aplikasi
kombinasi POC dengan interval pemberian air dapat dilihat pada Tabel 3.2.

14
Tabel 3.2. Aplikasi Kombinasi POC Limbah Tahu dan Daun Gamal dengan
Interval Pemberian Air Selama Penelitian.
Konsentrasi Interval Pemberian Air
POC Setiap hari Setiap 2 hari Setiap 3 hari
20 ml 920 ml/tanaman/46 hari 460 ml/tanaman/23 hari 307 ml/tanaman/15 hari
30 ml 1.380 ml/tanaman/46 hari 690 ml/tanaman/23 hari 460 ml/tanaman/15 hari
40 ml 1.840 ml/tanaman/46 hari 920 ml/tanaman/23 hari 613 ml/tanaman/15 hari
Total 4.140 ml/tanaman/46 hari 2.070 ml/tanaman/23 hari 1.389 ml/tanaman/15 hari
Data Olahan, 2021
f. Pemeliharaan
Pemeliharan yang dilakukan berupa:
a. Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma yang
tumbuh di dalam maupun di luar polybag. Waktu penyiangan dilakukan satu
minggu sekali dan dilakukan pada sore hari.
b. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara fisik dan mekanik atau
dengan pestisida nabati, dengan cara mengamati hama dan penyakit yang
terdapat pada tanaman.
g. Panen
Tanaman petsay dapat dipanen saat tanaman berumur 60 HST. Ciri-ciri tanaman
petsay yang layak dipanen adalah daun paling bawah sudah menguning,
tanaman belum berbunga, bessarnya krop sudah maksimal, padat dan kompak.
Panen dengan cara mencabut semua bagian tanaman. Panen dilakukan pada pagi
hari.

3.5. Variabel yang diamati


Variabel pengamatan meliputi variable penunjang dan variable utama yaitu
sebagai berikut:
1. Variabel penujang meliputi:
a. Suhu udara
Suhu udara diperoleh dari pengamtan yang dilakukan setiap hari dan waktu
pengamtan suhu dilakukan pada pukul 07:00, 12:00, dan 17:00 WITA.

15
b. Kelembapan udara
Kelembapan udara diperoleh dari pengamtan yang dilakukan setiap hari dan waktu
pengamatan dilakukan pada pukul 07:00, 12:00, dan 17:00 WITA.
c. Kelembapan tanah
Kelembapan tanah diperoleh dari pengamatan yang dilakukan setiap hari dan waktu
pengamtan dilakukan pada pukul 07:00, 12:00, dan 17:00 WITA.
2. Variabel utama meliputi:
a) Klorofil daun (MauliddanLaily, 2015)
Alat dan bahan yang digunakan adalah gelas ukur, pisau, mortal dan alat penggerus,
timbangan analitik, kertas saring, pipet tetes, tabung reaksi, gelas ukur, corong,
Spektrofotometer UV-Vis, tabung cuvet, alkohol 95%, dan daun petsay. Daun
diambil dengan cara menggunting bagian-bagian daun untuk dijadikan bahan untuk
pengujian klorofil. Helaian daun setiap sampel diambil sebanyak 2 gram,
dihaluskan dan diekstraksi dengan alkohol 95% sebanyak 10 ml sampai semua
klorofil terlarut. Ekstrak disaring dan supernatan ditampung dalam gelas ukur 1 ml,
lalu ditambahkan alcohol 95% sampai 9 ml. Diambil supernatan hasil pengenceran
sebanyak 2-3 ml dan dimasukan ke dalam tabung cuvet. Kandungan klorofil diukur
dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang λ 649 dan 665 nm.
b) Jumalah daun
Pengamata jumkah daun dilakukan dengan cara menghitung banyaknya daun yang
telah terbuka sempura saat tanaman berumur 2 dan 4 MST. Pengukuran dilakukan
pada tanaman sampel.
c) Panjang krop
Pengukuran panjang krop tanaman petsay dilakukan dengan cara mengukur
panjang krop dari pangkal sampai dengan ujung krop tanaman sampel. Pengukuran
panjnag krop menggunakan penggaris.
d) Diameter krop (cm)
Pengukuran diameter krop petsay dilakukan pada tanaman sempel setelah panen.
Pengukura diameter krop menggunakan jangka sorong dengan mengambil 3 posisi,
yaitu pangkal, tengah, da ujung krop kemudian dihitung rata-ratanya.

16
e) Bobot segar krop (g)
Tanaman petssay setelah dipanen dibersihkan dari kotoran yang menempel,
kemudian dipisahkan antara daun dan krop tanaman. Krop petsay yang terbentuk
kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot segar kropnya. Penimbangan bobot
segar krop dilakukan pada tanaman sampel menggunakan timbangan analitik.
f) Bobot kering krop (g)
Krop yang telah ditimbang bobot segarnya, kemudian dipotong kecil-kecil dan
dikeringkan selama 7 hari, selanjutnya dioven selama 3 hari dengan suhu 70 oC
hingga memperoleh bobot konstan.
g) Serapan air tanaman (%)
Serapan air tanaman diperoleh dari data bobot basah dan kering tanaman setiap fase
dengan rumus:
bobot basah tanaman-bobot kering tanaman
Serapan Air Tanaman = ×100%
bobot kering tanaman
Waktu pengukuran sama dengan variable bobot basah dan kering tanaman.
h) Efesiensi penggunaan air (g/L)
Efisiensi penggunaan air diperoleh dari data pengamatan bobot kering tanaman dan
kebutuhan air tanaman setiap fase dengan rumus yang digunakan oleh Suryanti, dkk
(2015).
bobot kering tanaman (gram/tanaman)
Efesiensi Penggunaan Air ( EPA ) =
kebutuhan air tiap tanaman (liter/tanaman)

3.6. Analisis Data


Model analisis data dari rancangan acak kelompok (RAK) dengan metode
percobaan faktor tunggal adalah sebagai berikut (Sastrosupadi, 2000)
Yij = µ + Ti+ βj+ € ijk

dengan:
Yij = Respon atau nilai yang pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

17
Bj = Pengaruhblok ke-j
∈ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan sidik ragam. Setelah di analisis
terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Beda Nayta
Jujur (BNJ) pada taraf 5%

DAFTAR PUSTAKA

Aldhita, at. Ar. 2013. Skripsi “Persepsi Petani Peternak Terhadap Penggunaan Pupuk
Organik Cair dan Urin Sapi Potong di Desa Patallasang Kecamatan Sinjai

18
Timur Kabupaten Sinjai” Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanudin, Makassar.
Asmoro, Y. 2008. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Meningkatkan Hasil Tanaman
petsay (Brassica chinensis). Program Pasca sarjana. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budidaua Sawi. Yayasan Pustaka Nusantara:
Yogyakarta.
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. AgroMedia Pustaka, Jakarta
Harjadi, M. M. S. S. 1984. Pengantar Agronomi. Gramedia: Jakarta
Haryanto. 2006. Teknik Budidaya sayuran Pakcoy (Sawi Mangkok). Penebar Swadaya:
Jakarta
Haryanto, W., T. Suharti, dan E. Rahayu., 2007. Teknik Penanaman Sawi dan Selada
Secara Hidroponik. Penebar Swadaya: Jakarta
Hermanto, dan Pusposutarjo. 2000. Permodelan pertumbuhan dan Pemakaian Air
Tanaman Palawija di Lahan Kering. Buletin Keteknikan Pertanian (14):2.
Jackson, I, J. 1997. Climate water and agriculture in the tropics. Published in the
United States of America by Longman Inc. New York. 248 p.
Jafar, H. S. Dkk. 2012. Pengaruh Frekuensi Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit
Jabon Merah. Universitas Sam Ratulangi. Manado
Jasminarni. 2008. Pengaruh Jumlah Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Selada ( Lactuca sativa L.) di polibag
Jayadi, M. 2009. Pengaruh Pupuk Organik Cair Daun Gamal dan Pupuk Anorganik
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Makassar: UniversitasHasanuddin.
Jurnal Agrisistem, Desember 2009, Vol. % No. 2 ISSN 1858-4330.
Jusuf, L., Mulyanti A.M. dan A. H. Sanaba. 2007. Pengaruh Dosis Organik Padat Daun
Gamal Terhadap Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem. Desember Vol.3 No.2
Liswayuningsih, E. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahun (Ampas dan Cair) sebagai Bahan
Dasar Pembuatan Pupuk Organik Pengganti Pupuk Kimia yang Lebih Ramah
Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta
Lussac. 1987. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya: Jakarta
Margiyanto, E. 2007. Hortikultura.Cahaya Tani: Bantul
Mulyani, A. 2013. Karakteristik dan Potensi Lahan Kering beriklim Kering untuk
Pengembangan Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal. 596-600
dalam Proseding Seminar Nasional Inovasi Pertanian Lahan Kering. Kupang

19
4-5 September 2012. Balai Besar Pengkajian dan pengembangan Teknologi
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Kementrian
Pertanian.
Musnamar, E. I. 2007. Pupuk Organik Cair dan Padat, Aplikasi. Penebar Swadaya:
Jakarta
Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Bahan Penyerap Logam Krom,
kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal pembelajaran Sains. Vol. 6
No.2: 257-269. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo
Kendari
Pinheiro C, Chaves MM. 2011. Photosynthesis and drought: can we make metabilic
connection from available data. J. EXP. Bot. 62:869-882.
Rukmana, R. 2003. Bertanam Petsay dan sawi . Kanisius: Yogyakarta.
Salokhe, V. M., babel, M.S & Tantau, H. J. 2005. Water requirement of drip irrigated
tomatoes grown in greenhouse in tropical ebvironment. Agricultural water
Management, 71 (3), 225-242.
Sarawa, Makmur J. Arma dan Maksi Mattola. 2014. Pertumbuhan Tanaman kedelai
Pada Berbagai Interval Penyiraman Tanaman dan Takaran Pupuk Kandang.
Universitas Halu Oleo. Kendari
Suhartono, R, A. Dkk. 2008. Pengaruh Interval Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Kedelai pada Berbagai Jenis Tanah. Fakultas Pertanian
Unijoyo. Bangkalan.
Triyanto. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Fermentasi Ampas Tahu Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Selada Secara Hidroponik. Agrosains
10(2): 62-68
Wahyuningsih, I., Dkk. 2015. Pengaruh Interval Pemberian Air dan Dosis Nitrogen
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kailan Varietas Nova.
Universitas Brawijaya. Jawa Timur.
Yanto, H., Tusi, A., dan Triono, S., 2014. Aplikasi Sistem Irigasi Tetes Pada Tanaman
Kembang Kol (Brassica Oleracea Var. Botrytis L. Subvar Cauliflora DC)
dalam Greenhouse. Jurnal Teknik pertanian Lampung, 3(2), 141-154
Zulkmaena., 2013. Budidaya sayuran Tropis. Penerbit Bumi Aksara: Jakarta

Lampiran 1. Denah Percobaan

20
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3

K3 K7 K8

K7 K4 K6

K11 K1 K9

K12
K10
K2
T

K11
K1 K2
U S

K12 K9 K4 B

K2 K6 K10

K1
K8 K3

ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3

K8

21
K11
K5

K12 K5
K4

K9 K5 K3

20 cm
K6 K10 K7

50 cm

Keterangan : Ukuran polybag : 30 x 20 cm

Jumlah tanaman :1 tanaman/polybag dengan tiap perlakuan terdiri dari 4 polybag


tanaman.

Lampiran 2. Deskripsi Petsay Varietas Belona Fl

22
Nama Lain : Sawi Putih
Umur Panen : 40 hari
Warna Batang : Putih
Warna Daun : Hijau Muda
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit

23

Anda mungkin juga menyukai