Anda di halaman 1dari 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Pagoda


Sistematika tumbuhan (taksonomi) menurut Haryanto, (2003), tanaman
sawi memiliki klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Klasis : Angiospermae
Sub Klasis : Dicotyledoneae
Ordo : Papavorales
Familia : Cruciferae atau Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica narinosa
Sawi Pagoda berbentuk flat rosette berdaun dekat dengan tanah berwarna
hijau tua berbentuk seperti pakchoy, memiliki batang berwarna hijau muda
berukuran pendek. Stuktur bunga sawi Pagoda tersusun dalam tangkai bunga
(inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap
kuntum bunga sawi Pagoda terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai
daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu
buah putik yang berongga dua (Cahyono, 2003). Sistem perakaran tanaman
sawi Pagoda memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar
berbentuk bulat panjang (silindris) menyebar ke semua arah dengan kedalaman
antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat
makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman.
Batang tanaman sawi Pagoda pendek sekali dan beruas-ruas sehingga hampir
tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang
daun (Heru dan Yovita, 2003).
Tanaman sawi Pagoda dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang

3
diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah
mulai dari ketinggian 500 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan
laut. Tanaman Pagoda tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam
sepanjang tahun, dan pertumbuhannya membutuhkan hawa yang sejuk. lebih
cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Dengan demikian,
tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang
cocok untuk ditanami Pagoda adalah tanah gembur, banyak mengandung
humus, subur, serta pembuangan airnya baik, derajat kemasaman (pH) 6
sampai 7 (Haryanto, 2003).
2.2 Hidroponik
Hidroponik dalam arti kata adalah pengerjaan air, berasal dari kata hydro
yang artinya air dan ponos yang artinya kerja, sehingga hidroponik merupakan
cara budidaya tanaman dengan menggunakan larutan nutrisi yang dibutuhkan
tanaman sebagai media tumbuh tanaman untuk menggantikan tanah.
Konsentrasi larutan nutrisi harus dipertahankan pada tingkat tertentu agar
pertumbuhan dan produksi tanaman optimal (Istiqomah, 2006).
Dengan sistim hidroponik maka tanaman yang dibudidayakan akan lebih
baik karena hama dan penyakit lebih mudah dikendalikan dibanding dengan
menanam di lahan konvensional atau dengan media tanah. Tanaman yang
dibudidayakan dengan sistim hidroponik juga memiliki kualitas yang baik
karena kebersihan dapat dijamin, tekstur sayuran lebih renyah dan memiliki
nilai jual yang lebih tinggi. Namun, sistim hidroponik juga memiliki
kelemahan yaitu investasi awal memerlukan dana yang banyak (Roidah, 2014).
Hidroponik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : 1) Kultur air :
flood and drain, NFT. 2) Kultur agregat : bahan anorganik diantaranya
pasir, kerikil, dan rock wool, atau bahan organik diantaranya arang sekam,
serbuk gergaji, dan sabut kelapa. 3) Aeroponik : medium gas (Kurniasih,
2011).
2.3 Hidroponik Rakit Apung
Teknologi hidroponik sistem rakit apung (Floating Raft hydroponic
System) adalah menanam tanaman pada suatu rakit yang dapat mengapung

4
di atas permukaan air dengan akar yang menjuntai ke dalam air. Helaian
styrofoam setebal 3 cm diambangkan pada kolam dengan larutan hara
sedalam 30 cm. Kolam tersebut mempunyai ketinggian 40 cm, lebar 1-2 m,
dan panjang disesuaikan dengan panjang lahan. Pada styrofoam tersebut
diberi lubang tanam, lalu ditancapkan anak semai sayuran yang dibungkus
dengan rockwool atau busa (Sutiyoso, 2003).
Pemberian larutan nutrisi dalam budidaya hidroponik dapat dilakukan
dengan sistem sirkulasi dan non sirkulasi. Sistem sirkulasi memiliki prinsip
menyalurkan kembali larutan nutrisi yang terkumpul dalam bak
penampungan, kemudian dialirkan kembali ke media pertanaman secara
berulang-ulang dan secara terkendali. Sistem non sirkulasi memiliki prinsip
menyalurkan nutrisi itu pada tanaman, sedang kelebihan larutan dibiarkan
terkumpul dalam wadah penampungan untuk diserap media tanaman atau
oleh akar tanaman secara langsung (Sutiyoso, 2003).
2.4 Nutrisi Hidroponik
Menurut Benyamin (2000) dalam budidaya sawi menggunakan sistim
hidroponik nutrisi yang di gunakan adalah nutrisi yang mengandung unsur
makro dan mikro, yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), sulfur (S), karbon (CO), hidrogen (H), oksigen (O2), unsur
mikro yaitu mangan (Mn), cuprum (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), clorida
(CL), zincum (Zn) dan besi (Fe).
Nutrisi hidroponik di larutkan dalam air dengan konsentrasi tertentu.
Konsentrasi adalah ukuran yang menggambarkan banyaknya zat di dalam suatu
campuran dibagi dengan volume total campuran tersebut. Dengan mengetahui
konsentrasi nutrisi yang diperlukan tanaman maka akan di ketahui dosis atau
takaran yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dalam jangka waktu tertentu
dari awal tanam sampai panen. Konsentrasi penggunaan nutrisi tanaman dapat
diukur menggunakan parameter EC (electrical conductivity). Menurut
Sutiyoso, EC merupakan kemampuan untuk menghantarkan ion yang
terkandung dalam nutrisi yang akan diserap akar tanaman.

5
Menurut Lingga (2005), kepekatan pupuk organik cair dalam sejumlah
air yang dilarutkan harus tepat sesuai kebutuhan. Jika kepekatan larutan nutrisi
rendah akan mengakibatkan efektivitas pupuk menjadi berkurang sedangkan
jika berlebihan mengakibat tanaman menjadi layu bahkan mati. Larutan yang
pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimal hal ini dikarenakan oleh
tekanan osmose sel lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel akibat
dari aliran balik cairan dari sel tanaman (plasmolisis) (Wijaya, 2010). Sawi
yang masih kecil, pengaturan EC berkisar antara 1 dan 1,5. Namun, setelah
menjelang berbunga atau berbuah, EC bisa ditingkatkan menjadi 2,5 sampai 4.
Pada umumnya nilai EC lebih dari 4 akan menimbulkan toksisitas atau
keracunan pada tanaman (Untung, 2004).
Dalam melaksanakan budidaya sawi dengan metode hidroponik juga
memerlukan takaran nutrisi yang tepat guna mendorong pertumbuhan tanaman
dengan optimal. Nutrisi yang digunakan dalam budidaya hidroponik disebut
dengan nutrisi AB mix yang berarti nutrisi A adalah nutrisi makro dan B adalah
nutrisi mikro. Nutrisi Makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang relatif besar, sedangkan unsur hara mikro diperlukan
tanaman dalam jumlah sedikit.
Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2016) komposisi AB
Mix yang diberikan pada tanaman Sayuran Daun yaitu :
Komposisi Pekatan A

a. Kalsium nitrat: 1176 gram


b. Kalium nitrat: 616 gram
c. Fe EDTA: 38 gram

Komposisi B

a. Kalium dihidro fosfat: 335 gram


b. Amnonium sulfat: 122 gram
c. Kalium sulfat: 36 gram
d. Magnesium sulfat: 790

6
e. Cupri sulfat: 0,4 gram
f. Zinc sulfat: 1,5 gram
g. Asam borat: 4,0 gram
h. Mangan Sulfat: 8 gram
i. Amonium hepta molibdat: 0,1 gram

Tabel 1. daftar konsentrasi nutrisi hidroponik pada tanaman sayuran


(Anonim,2018)

NO Nama Tanaman pH EC Konsentrasi


Nutrisi (ppm)

1 Buncis 6.0 2.0-4.0 1400-2800

2 Brokoli 6.0-6.5 2.8-3.5 1960-2450

3 Pakchoy 7.0 1.5-2.0 1050-1400

4 Sawi Pagoda 5.5-6.0 2.0-2.1 1050-1400

2.5 Pengaruh Oksigen terhadap Pertumbuhan Sawi Pagoda


Keberadaan oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting,
rendahnya oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun,
sehingga dinding sel makin sukar untuk ditembus, akibatnya tanaman akan
kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman akan layu
pada kondisi tanah yang tergenang. Tingkat oksigen di dalam pori-pori
media mempengaruhi perkembangan rambut akar. Pemberian oksigen
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan gelembung-
gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang
berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose dalam
larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman
untuk kultur agregat (Salmin, 2005).
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

7
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu,
oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam proses aerobik (Salmin, 2005).
Oksigen diperlukan untuk elongasi akar. Agar respirasi terjadi,
oksigen harus pindah ke jaringan akar hidup melalui matriks tanah.
Sepanjang pori pori tanah yang terbuka jalan akan segudang organisme
aerobik menggunakan apapun yang tersedia oksigen. Jika semua oksigen
yang digunakan sebelum dapat mencapai akar pohon, perubahan terjadi
dalam sistem akar. Untuk periode waktu yang singkat, pohon dapat
menghasilkan energi dengan menggunakan karbohidrat dalam oksigen
rendah atau tidak, namun proses ini kira kira 20 kali lebih efisien daripada
respirasi aerobik (Salmin, 2005).
Ruang pori yang berisi air dapat memperlambat atau bahkan
memutuskan pertukaran gas antara atmosfer dan rizosfer akibatnya
konsentrasi oksigen yang diperlukan untuk respirasi akar menjadi faktor
pembatas. Kekurangan oksigen pada aktifitas sistem perakaran
mempengaruhi terjadinya proses penyerapan air dan mineral hara.
Gangguan akar sebagai akibat kekurangan oksigen (deoksigenasi) adalah
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tidak sempurna serta
menurunnya hasil panen. Permukaan air yang bersentuhan langsung
dengan udara akan menyerap oksigen yang diperlukan oleh akar untuk
proses respirasi. Karena air mengalir dari satu ujung ke ujung lainnya,
riaknya akan meningkatkan daya air untuk merambah oksigen dari udara di
rongga tersebut. Semakin besar curah hujan, semakin besar riak air dan
semakin tinggi kadar oksigen (Sutimin, 2006).
Pada siang hari, ketika terjadi fotosintesis, jumlah oksigen terlarut
cukup banyak, sebaliknya pada malam hari, ketika tidak terjadi fotosintesis,
oksigen yang terbentuk selama siang hari akan dipergunakan oleh ikan dan
tumbuhan air, sehingga sering terjadi penurunan konsentrasi oksigen secara
drastis. Oksigen terlarut meningkat pada siang hari hingga sore hari dan
menurun pada malam hari(Sutimin, 2006). Salah satu cara untuk

8
memanipulasi aerasi di zona perakaran yaitu dengan memberikan udara ke
dalam larutan hara tanaman menggunakan pompa atau kompresor (Resh,
2004).

Anda mungkin juga menyukai