Anda di halaman 1dari 9

4

2.2 Jenis Hidroponik


Berdasarkan penggunaan larutan nutrisinya, hidroponik digolongkan
menjadi dua, yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidroponik sistem tetutup. Pada
hidroponik sistem terbuka, larutan nutrisi dialirkan ke daerah perakaran tanaman
dan kelebihannya dibiarkan hilang. Sedangkan hidroponik sistem tertutup,
kelebihan larutan nutrisi yang diberikan, ditampung dan disirkulasikan kembali ke
daerah perakaran tanaman. Pada hidroponik sistem tertutup, kandungan unsur-
unsur hara dalam larutan nutrisi akan berubah seiring dengan penyerapannya oleh
tanaman (Chadirin, 2007).
Menurut Chadirin (2007), hidroponik juga dapat digolongkan menjadi dua
berdasarkan tempat tumbuh dan berkembangnya akar, yaitu:
a. Hidroponik kultur air/larutan, jika dalam sistem hidroponik tersebut akar
tanaman tumbuh dan berkembang dalam larutan nutrisi
b. Hidroponik substrat atau agregat, dimana akar tanaman tumbuh dan
berkembang di dalam media agregat seperti pasir, kerikil, rockwool, ataupun
campuran media organik.

2.3 Nutrisi Hidroponik


Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi
normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.Pemberian
nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan daun tanaman. Aplikasi
melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan larutan pada
akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam-mineral ke
dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan memisahkan diri
menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue
dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Suwandi
2006).
Tanaman membutuhkan 13 unsur penting untuk pertumbuhannya.
Disamping ke 13 nutrisi ini ada pula pemanfaatan karbon, hidrogen dan oksigen
yang berasal dari air dan atmosfer. Ke 13 unsur penting ini dikelompokkan
menjadi dua bagian : (1) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar,
dikenal dengan unsur makro ; dan (2) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif
5

kecil, yang dikenal dengan unsure mikro. Unsur makro yaitu Nitrogen (N), Fosfor
(P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur mikro
yaitu Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (B), Zinc (Zn),
Molybdenum (Mo) dan Klor (Cl). Tanaman tidak dapat tumbuh baik tanpa salah
satu dari unsur penting tersebut, karenanya disebut penting. Sebagai penanam, ke
13 unsur penting tersebut harus disediakan. Dalam hidroponik dikenal sebagai
larutan nutrisi (Resh, 2013).
Pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangatlah penting pada
hidroponik kultur air, karena media nutrisi cair merupakan satu-satunya sumber
hara bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan
konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N,
P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang
rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman
akan unsure hara berbedabeda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis
tanaman (Moerhasrianto, 2011).
Dalam pembuatan larutan nutrisi, baik untuk sayuran daun, batang dan
daun, bunga serta buah, dibuat dua macam pekatan A dan B. Kedua pekatan
tersebut baru dicampur saat akan digunakan. Pekatan A dan B tidak dapat
dicampur karena bila kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion sulfat 7
dalam pekatan B akan terjadi endapan kalsium sulfat sehingga unsur Ca dan S
tidak dapat diserap oleh akar. Tanaman pun menunjukkan gajala defisiensi Ca dan
S. Begitu pula bila kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion fosfat dalam
pekatan B akan terjadi endapan ferri fosfat sehingga unsur Ca dan Fe tidak dapat
diserap oleh akar (Sutiyoso, 2009).

2.4 Teknik Menanam Hidroponik

Menurut Chadirin (2007), saat ini dikenal delapan macam teknik


hidroponik modern, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Static Aerated
Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT),
Aerated flow Technique (AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), dan Root Mist
Technique (RMT).
6

2.4.1 Nutrient Film Technique (NFT)

Sumber : https://klinikhidroponik.com
Gambar 2.1 Teknik NFT

Sistem Nutrient Film Technique (NFT) merupakan teknik hidroponik


dengan mengalirkan nutrisi dengan tinggi ± 3 mm pada perakaran tanaman.
Sistem ini dapat dirakit menggunakan talang air atau pipa PVC dan pompa listrik
untuk membantu sirkulasi nutrisi. Faktor penting pada sistem ini terletak pada
kemiringan pipa PVC dan kecepatan nutrisi mengalir (Hendra dan Andoko, 2014).
Penggunaan sistem NFT akan mempermudah pengendalian perakaran
tanaman dan kebutuhan tanaman terpenuhi dengan cukup (Hendra dan Andoko,
2014).
Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), Nutrient Film Technique (NFT)
merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik. Konsep dasar NFT adalah
suatu metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi
yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air,
nutrisi dan oksigen.
Fitur yang menentukan NFT adalah aliran dangkal bernutrisi yang terus-
menerus melewati pertumbuhan akar tanaman. Tanaman diletakkan pada saluran
dasar datar dengan set pada lereng untuk membantu dalam aliran. Sebuah pompa
memberikan nutrisi ke saluran dan setelah melewati akar, larutan nutrisi mengalir
kembali ke reservoir pusat. Pada semua sistem yang paling sederhana, sensor
digunakan untuk memantau dan mengendalikan konduktivitas listrik (ukuran
konsentrasi nutrisi) dan pH secara otomatis. Sebagian besar ruang saluran diisi
7

oleh akar basah yang dikelilingi oleh banyak udara. Hal ini memberikan
oksigenasi yang baik di zona akar.
Keuntungan utama dari NFT dibanding metode hidroponik lainnya adalah
keseimbangan yang baik pada pasokan nutrisi, penyediaan air, dan oksigenasi.
Tiga parameter pada sistem NFT yang harus benar dan disesuaikan pada setiap
instalasi untuk memastikan kinerja adalah lereng saluran, saluran panjang dan laju
aliran. Apabila membuat sistem NFT sendiri, diperlukan lapisan yang dangkal
berdasar datar bak dan pompa perendaman yang akan menyimpan air yang
mengalir pada akar tanaman. Tanaman harus diletakkan secara berdekatan dengan
media agar memungkinkan nutrisi untuk lebih mudah menempel pada akar.
Pompa perendaman akan terusmenerus mensirkulasi air untuk kembali ke dalam
sistem karena air secara terusmenerus bersirkulasi, maka kita perlu melakukan
pengawasan tingkat nutrisi yang terkandung di dalam air.
Teknik NFT juga memiliki beberapa potensi kelemahan yang perlu segera
ditangani, sebagai contoh nutrisi yang diperlukan bagi tanaman dapat
menyebabkan kerusakan pada pompa perendaman. Jika pompa perendaman gagal
atau jika ada kegagalan listrik, tanaman tidak akan mendapatkan nutrisi yang
mereka butuhkan untuk bertahan hidup dan gangguan yang relatif pendek di
pompa dapat mengakibatkan kegagalan total pada tanaman.

2.4.2 Floating Hydroponic System (FHS)

Sumber : https://123wegrow.com
Gambar 2.2 Teknik FHS
8

Floating hydroponic system (FHS) merupakan buduidaya tanaman


khususnya sayuran dengan cara menanamkan atau menancapkan tananam pada
lubang sterofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nurtisi dalam suatu
kolam atau bak penampung sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam
larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Jensen dari Arizona
dan Massatini dari Italia. Pada sistem ini larutan nutrisi tidak
disirkulasikan,namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan lagi
dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu
(Sudarmojo,2008).

2.4.3 Static Aerated Technique (SAT)


Static aerated technique atau yang dikenal dengan nama hidroponik
rakit apung. Pada hidroponik jenis ini, tanaman ditanam dengan posisi akar
terendam di dalam larutan nutrisi yang tidak mengalir. Tanaman yang
dibudidayakan ditempatkan pada styrofoam yang mengapung di atas
permukaan larutan nutrisi sehingga akar-akar tanaman terendam dan dapat
menyerap nutrisi dan air. Larutan nutrisi dapat didaur ulang setelah
dilakukan pengukuran kepekatan kurang lebih setiap minggu. Kandungan
oksigen dalam larutan nutrisi pada sistem ini dapat dijaga agar tidak turun
dengan mengalirkan oksigen ke dalam larutan nutrisi. Dengan demikian
sistem ini sering disebut static aerated technique (SAT). Jika sistem rakit
apung ini tidak dialiri oksigen, maka sistem tersebut dinamakan Static
Unaerated Technique (SUT). Pada Static Aerated Technique, oksigen dihasilkan
dari aerator yang dipompakan di dalam larutan nutrisi. Meski demikian,
sistem ini membutuhkan energi listrik yang cukup besar untuk memompakan
larutan nutrisi dan menghidupkan aerator.
9

2.4.4 Ebb and Flow Technique (EFT)

Sumber : https://www.nosoilsolutions.com
Gambar 2.3 Teknik EFT

Hidroponik sistem pasang surut (Ebb and flow) adalah suatu sistem
menanam dalam hidroponik dimana nutrisi dan pupuk yang diberikan dengan cara
menggenangi/merendam media tanam (zona akar) untuk beberapa waktu tertentu,
setelah itu nutrisi dialirkan kembali ke bak penampungan. Prisip kerja dari sistem
ini adalah nutrisi dipompakan kedalam bak penampungan yang telah diisi media
tanam diletakkan diatasnya. Pompa dihubungkan dengan pengatur waktu (timer)
sehingga lamanya dan periode penggenangan dapat diatur sesuai kebutuhan
tanaman. Pada dasar bak kita pasang siphon yang berfungsi mengalirkan kembali
nutrisi ke bak penampungan nutrisi secara otomatis (Affan, 2005).
Teknologi ini sering disebut flood and drain. Prinsip kerja dari ebb and
flow adalah mengisi kemasan dengan media, misalnya arang sekam kemudian
menempatkannya di instalasi. Selama 5 menit, kemasan yang berisi media
tersebut akan dikucuri larutan. Kemudian secara gravitasi, larutan dalam kemasan
akan turun kembali ke dalam tandon yang berada dibawahnya. Setelah 10 menit,
pompa menyala lagi dan terjadi kembali siklus serperti diatas (Sutiyoso, 2006).
Hidroponik sistem ebb and flow merupakan salah satu metode yang
populer dari hidroponik. Sistem ini memiliki prinsip kerja menyediakan larutan
nutrisi dengan pola pasang surut. Sistem hidroponik ebb and flow bisa diibaratkan
sebagai sebuah paru-paru. Saat air menggenang dan membasahi media, gas-gas
sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh akar akan terpompa keluar. Demikian
pula sebaliknya, ketika air meninggalkan media dalam pot, maka udara baru dari
10

luar yang banyak mengandung oksigen akan tersedot ke dalam media tanam. Hal
ini tentunya menjadikan tanaman semakin tumbuh subur dan sehat (Rosliani N.
Sumarni, 2005).

2.4.5 Deep Flow Technique (DFT)

Sumber : https://laylanasution.home.blog
Gambar 2.4 Teknik DFT

Sistem Hidroponik Deep Flow Technique merupakan metode budidaya


tanaman hidroponik dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang
dalam. Kedalaman lapisan berkisar antara 4-6 cm. prinsip kerja system hidroponik
DFT yaitu mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus menerus selama
24 jam. Teknik hidroponik ini dikategorikan sebagai system hidroponik tertutup.
Umumnya penerapan teknik hidroponik ini digunakan pada budidaya tanaman
daun dansayuran buah (Chadirin, 2007).
Pada teknik DFT system pipa, aliran nutrisi dengan kedalaman 2-3 cm
mengalir pada pipa PVC berdiamaeter 10 cm dan pada pipa tersebut dikletakkan
tanaman dalam pot plastic, sehingga tanaman akan menerima nutisi yang mengalir
tersebut. Pot plastic tersebut mengandung material seperti arang sekam sebagai
tumpuan akar dan bagian bawah dari material tersebut menyentuh larutan nutrisi
yang mengalir.
Pipa PVC dapat dirangkai dalam satu bidang atau zigzag, tergantung pada
jenis tanaman yang dibudidayakan. Sistem rangkaian pipa zigzag lebih
memanfaatkan tempat secara efisien, namun hanya dpat dipraktikan pada
tanaman yang mempunyai dengan tinggi tanaman yang rendah. Sedangkan system
11

rangkaian satu bidang dapat dipraktikkan pada tanaman yang tinggi atau rendah.
(Ruaf-asia Foundation, 2010).
Deep Flow Technique (DFT) sebaiknya dilakukan pada kolam berbentuk
persegi empat dan berukuran besar, agar mudah melakukan pengaturan dan tidak
ada ruang yang terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah dibandingkan
dengan sistem hidroponik yang lain, yaitu dengan menngganti styrofoam,
menguras kolam dan mengontrol instalasi irigasi yaitu pada pompa dan pipa-pipa
distribusi (Gunarto, 1999).

2.4.6 Drip Irrigation Technique (DIT)

Sumber : https://greencamp.com
Gambar 2.5 Teknik DIT

Drip-Irrigation juga dikenal sebagai irigasi tetes atau irigasi mikro atau
irigasi lokal, metode irigasi yang menghemat air dan pupuk dengan membiarkan
air menetes perlahan ke akar tanaman, baik ke permukaan tanah atau langsung ke
zona akar, melalui jaringan katup, pipa, tabung, dan emitter. Hal ini dilakukan
melalui tabung sempit yang memberikan air langsung ke dasar tanaman. Dengan
demikian, kerugian (kehilangan air) seperti perkolasi, run off, dan
evapotranspirasi bisa diminimalkan sehingga efisiensinya tinggi. Irigasi tetes
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes
dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes yang sistem
penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki
alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada sistem irigasi gravitasi. Irigasi
12

tetes dengan sistem gravitasi yaitu irigasi tetes dengan menggunakan gaya
gravitasi dalam penyaluran air dari sumber (Sibarani, 2005).

Hidroponik substrat sistem irigasi tetes banyak digunakan karena dianggap


lebih efektif dalam menghemat air dan nutrisi, karena pada sistem ini nutrisi
diberikan tetes demi tetes sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga kecil sekali
kemungkinan nutrisi terbuang. Oleh karena itu diperlukan beberapa persyaratan
media tanam hidroponik yang steril, porous, ringan, dan mudah di dapat supaya
dapat menahan nutrisi lebih lama (Harthus, 2001).
Pemberian larutan nutrisi pada hidroponik substrat dapat dilakukan secara
siraman, sirkulasi, dan tetesan. Hidroponik substrat dengan menggunakan irigasi
tetes atau drip irrigation merupakan sistem irigasi yang lebih efisien penggunaan
nutrisi dan airnya dibanding dengan sistem saluran terbuka, lebih ekonomis dalam
operasionalnya dan perawatan alatnya terutama bila air dan pupuk menjadi barang
yang mahal. Sistem irigasi tetes cukup baik digunakan pada usaha agroindustri
tanaman hortikultura (Meijer, 1989).

2.5 Jenis Tanaman yang Dapat Ditanam Melalui Hidroponik


Jenis tanaman yang dapat dihidroponikkan tidak jelas karena sampai
sekarang jenis tanaman yang dapat dihidroponikkan selalu bertambah. Jenis
tanaman yang telah banyak dihidroponikkan dari golongan tanaman hias antara
lain philodendron, dracaena, aglonema dan spathyphilum. Jenis sayuran yang
dapat dihidroponikkan antara lain paprika, tomat, mentimun, selada, sawi,
kangkung dan bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat dihidroponikkan
antara lain melon, jambu air, kedondong bangkok dan belimbing (Lingga, 2005).

Anda mungkin juga menyukai