165
166
tujuan pengasaman tersebut. Namun terdapat pula satu metode tambahan yang
disebut acid washing. Acid washing hanya terbatas pada lubang sumur tidak
ditujukan untuk penetrasi ke dalam formasi.
Acid washing adalah operasi yang direncanakan untuk menghilangkan
endapan scale yang dapat larut dalam larutan asam yang terdapat dalam lubang
sumur atau untuk membuka perforasi yang tersumbat. Pengasaman ini dilakukan
dengan menginjeksikan asam dengan jumlah yang sedikit pada posisi yang
diinginkan dalam lubang sumur dan membiarkannya bereaksi dengan endapan
scale atau dengan formasi.
Matrix acidizing adalah penginjeksian asam ke dalam porositas formasi
(intergrannular, vugular, atau rekahan) pada tekanan di bawah tekanan rekah
formasi. Tujuan dari matrix acidizing adalah untuk melarutkan mineral atau
material penyumbat pada pori-pori batuan (pore plugging). Oleh karena itu, dalam
aplikasinya pada batu pasir, matrix acidizing sering disebut formation damage
removal. Sedangkan dalam formasi karbonat, matrix acidizing bekerja dengan
membentuk saluran konduktif yang disebut wormhole pada batuan formasi
sehingga material penyumbat dapat keluar ke dalam lubang sumur. Karena
mekanismenya ini, matrix acidizing dapat disebut damage bypass treatment.
Matrix acidizing sangat berguna dimana acid fracturing tidak dapat dilakukan
untuk menjaga WOC dan GOC sehingga mencegah produksi air atau gas.
Acid fracturing adalah penginjeksian asam ke dalam formasi pada tekanan
yang cukup tinggi untuk merekahkan formasi atau membuka rekahan yang ada.
Aplikasi acid fracturing hanya terbatas untuk formasi karbonat. Jenis pengasaman
ini merupakan alternatif dari hydraulic fracturing dengan proppant. Tujuannya
adalah sama dengan hydraulic fracturing yaitu menciptakan rekahan yang
konduktif, panjang dan terbuka dari lubang sumur sampai ke dalam formasi.
Prinsip dasarnya juga sama, namun yang membedakan adalah hydraulic
fracturing menggunakan proppant untuk menahan rekahan agar terbuka
sedangkan acid fracturing tidak menggunakan proppant. Acid fracturing
menggunakan asam untuk membentuk konduktivitas rekahan.
167
Js F k log r e /r w
= ........................................................(4-1)
J 0 log r s /r w + F k log r e / r s
contoh suatu sumur memiliki harga rs – rw dari 0 sampai 12 in. dan radius
pengurasan 660 ft.
Gambar 4.1.
Skema damage well dalam reservoir(15)
Gambar 4.2.
Penurunan produktivitas karena terjadinya kerusakan formasi(15)
169
Gambar 4.3.
Rasio stimulasi dalam undamaged well(15)
4.4. Gambar tersebut dijadikan suatu dasar untuk memprediksi rasio stimulasi
untuk suatu sumur rekahan.
Gambar 4.4.
Rasio stimulasi untuk sumur rekahan(15)
Tabel IV-1
Reaksi asam HCl dalam Acidizing(15)
Tabel IV-2
172
Keuntungan asam ini yaitu laju reaksi yang lebih rendah daripada HCl yaitu
sebesar 1/10 – 1/20 laju reaksi HCl dan lebih mudah menghambat korosi pada
temperatur yang tinggi (300-500oF). Asam asetat lebih mahal daripada HCl atau
asam formic sehingga biasanya digunakan bersama dengan asam lain seperti HCl
atau asam formic.
2CH3COOH + CaCO3 → Ca(CH2COO)2 + CO2 + H2O
Acetic acid Limestone Calcium acetat Carbon Water
Dioxide
Formic acid yang juga digunakan dalam acidizing ini memiliki berat
molekul dan biaya per volume yang paling rendah. Pada dasarnya asam ini lebih
kuat dari asam asetat namun lebih lemah daripada HCl. Keuntungan dari asam ini
adalah biayanya yang murah. 1000 gallon 9% asam formic dapat melarutkan 757
lb limestone. Meskipun asam ini lebih korosif dibandingkan dengan asam acetic,
asam formic berkorosi seragam dan tidak banyak membuat lubang jika
dibandingkan dengan HCl dan corrosion inhibitor (penghambat korosi) yang
efektif tersedia untuk penggunaannya pada temperatur setinggi 500oF.
2HCOOH + CaCO3 → Ca(COOH)2 + CO2 + H2O
Formic acid Limestone Calcium acetat Carbon Water
Dioxide
Asam asetat dan formic dapat digunakan bersamaan atau salah satunya
digunakan bersama dengan asam HF atau sering disebut dengan organic mud
acid. Penggunaannya dapat diterapkan dalam sumur yang memiliki temperatur
tinggi sampai 500oF karena sangat efektif dalam mencegah korosi.
karbonat ditunjukkan pada tabel IV-3. Asam tersebut akan bereaksi dengan
karbonat untuk membentuk karbondioksida (CO2), air, dan garam kalsium atau
magnesium. Persamaan reaksinya adalah :
→
2 HCl+ CaCO3 ←CaCl2 + H 2 O+CO 2................................................... (4-2)
dan
5 HCl+CaMg ( CO3 ) 2 →
←CaCl 2+ MgCl 2 +2 H 2 O+2 CO2........................ (4-3)
Tabel IV-3
Asam yang digunakan untuk acidizing pada formasi karbonat(15)
Tabel IV-4
Berat molekul untuk tiap komponen dalam reaksi HCl dengan karbonat(15)
177
Tabel IV-5
Dissolving power untuk berbagai macam asam(15)
→ −¿
+¿+ ←A ¿
HA H ¿ .........................................................................................(4-7)
K=a ¿
H
+¿ aA−¿
¿ ...........................................................................................(4-8)
aHA
179
K D=a ¿
H
+¿ aA−¿
¿ .........................................................................................(4-9)
aHA
→
2 NaF +SiF 5 ← Na2 SiF 6 .............................................................(4-13)
2 HF +SiF 5 →
← H 2 SiF 6 ................................................................(4-14)
Tabel IV-6
Dissolving power untuk asam HF(15)
HF + F−¿ ← HF2 ¿¿
.........................................................................(4-16)
SiF 2−¿+
6
2 Na ¿
.......................................................................(4-18)
→
+¿ H 2 SiF 6 ¿
SiF 2−¿+ 2H ¿
.........................................................................(4-19)
←
6
182
H 2 SiF 6 +5 H 2 O →
← Si ( OH ) 5 +6 H
+¿+6 F ¿
....................................(4-20)
molekul inhibitor dengan lokasi anode pada permukaan logam. Ikatan yang
telah ditetapkan tersebut membatasi reaksi pada lokasi anode. Kelas yang
kedua (jenis katode) membentuk lapisan film dengan pemasangan kationik
inhibitor pada area katode pada permukaan logam.
Banyak faktor yang berpengaruh dalam laju korosi yang disebabkan
oleh asam yaitu jumlah agitasi, jenis logam, exposure time (waktu
pembukaan), temperatur, jenis asam dan konsentrasinya, jenis inhibitor dan
konsentrasinya, rasio area logam/volume asam, tekanan, dan kehadiran
additive lain, seperti surfaktan, mutual solvent.
Pemilihan jenis inhibitor dan konsentrasinya harus memperhatikan
jenis dan konsentrasi asam, jenis peralatan dalam sumur, temperatur, dan
durasi kontak asam dengan pipa. Selain itu, pertimbangan penting yang
harus diamati adalah tingkatan perlindungan dari corrosion inhibitor.
Service company yang menyediakan additive tersebut seringkali
memberikan toleransi metal loss (kehilangan logam akibat korosi) sebesar
0.02 lb/ft2 sampai 0.09 lb/ft2. Konsentrasi corrosion inhibitor yang sering
digunakan yaitu 0.1-2%, tergantung pada temperatur dan logam.
Terdapat dua macam corrosion inhibitor dalam acidizing yaitu
inhibitor anorganik dan organik. Sebelum ditemukan inhibitor organik,
stimulasi sering menggunakan inhibitor anorganik seperti arsenic. Inhibitor
arsenic digunakan pada temperatur tinggi dan memiliki efektivitas yang
tinggi dan harga yang murah, namun banyak memiliki kerugian. Meskipun
inhibitor organik tidak seefektif arsenic, namun sangat berguna pada
temperatur di atas 250oF. Terkadang penggunaannya memerlukan inhibitor
extender, biasanya garam inorganic seperti potassium iodide yang dapat
meningkatkan penghambatan korosi, sehingga dapat menjadi kombinasi
inhibitor anorganik-organik. Walaupun kombinasi ini harganya mahal,
tetapi dapat digunakan pada temperatur sampai 500oF.
184
4.3.4.2. Surfactants
Surfactants atau surface active agents merupakan additive yang
berfungsi untuk :
1. Menaikkan atau menurunkan tegangan permukaan.
2. Membuat, merusak, melemahkan, atau menguatkan emulsi.
3. Merubah wetabilitas batuan reservoir, casing, tubing, atau flowline.
4. Mendispersi (menghamburkan) atau flocculate (mendispersikan) clay
dan material lain.
Dari fungsinya tersebut, kegunaan utama dalam acidizing yaitu
mempercepat pembersihan, mencegah sludge (lumpur) dan emulsi pada
formasi, membuat formasi menjadi water wet, dan meningkatkan aliran
minyak dan gas.
Surfactants terkadang digunakan dalam asam untuk membentuk
yang dinamakan Low Surface Tension (LST) Acid, meskipun penggunaanya
telah berkurang belakangan ini. Surfactant yang digunakan dapat berupa
anionic ataupun nonionic pada konsentrasi 0.1% – 0.5%. Konsentrasi
surfactant yang berlebihan dapat menimbulkan masalah yaitu dapat
membentuk emulsi dan foam.
Surfactant terkadang juga merupakan satu kesatuan produk dari
asam yang ditawarkan oleh service company. Biasanya asam ini digunakan
untuk pembersihan setelah acidizing. Asam ini terdiri dari ½% - 3%
surfactant dan 5% - 15% HCl. Beberapa surfactant tertentu dapat digunakan
sebagai retarder (penghambat) laju reaksi asam dalam acid fracturing.
Untuk aplikasi ini, mekanisme surfactant yaitu mengadsorb pada permukaan
batuan dan membuatnya menjadi oil-wet sehingga menciptakan penghalang
fisik untuk perpindahan asam pada permukaan rekahan.
Tabel IV-7
Friction reducer(15)
188
Gambar 4.7.
Perilaku tekanan friksional asam setelah penambahan friction
reducer(15)
Gambar 4.8.
Mekanisme kerja additive fluid loss(15)
Tabel IV-8
Additive fluid loss yang umum digunakan(15)
Gambar 4.9.
Perbandingan peningkatan produktivitas sumur dengan
penggunaan berbagai jenis diverting agent(15)
4.3.4.9. Complexing Agents
Complexing agents atau sequestering agents adalah additive yang
digunakan untuk mencegah ion-ion besi mengendap selama pengasaman.
Additive ini biasanya terdiri dari asam organic dan beberapa asam lain
seperti EDTA dan NTA. Tiap-tiap material memiliki keuntungan masing-
masing dan keterbatasannya. Biaya dan kinerja dari masing-masing agent
bervariasi secara luas. Kinerja additive ini dipengaruhi oleh temperatur dan
kehadiran ion-ion logam lain. Tabel IV-9 menjabarkan jenis-jenis additive
ini beserta karakteristiknya.
Tabel IV-9
193
Tabel IV-10
195
Sebagai contoh untuk reaksi 100% HCl dengan limestone murni, maka
dissolving powernya adalah:
100 ,09×1
β 100= =1 ,37
36 , 47×2 gr limestone/ gr HCl 100 %
Dan apabila kita menggunakan asam dengan konsentrasi 15 % berat, maka:
β 15=β 100×0 , 15=0 ,206 gr limestone/ gr HCl 100 %
Bila dissolving power dinyatakan sebagai volume batuan yang dilarutkan
per volume asam yang direaksikan, maka persamaannya adalah sebagai
berikut:
β 15 % HCl×P15 % HCl
X 15=
PCaCO
3 .....................................................................(4-22)
Yang mana :
P15 % HCl = density 15 % HCl (1,075 gr/cc)
196
1 1,0032
10 1,0474
15 1,0725
20 1,0980
25 1,1237
30 1,1493
35 1,1739
40 1,1990
Tabel IV-12
197
ρ =2,87
CH3COOH 0,77 0,014 0,027 0,041 0,08
gr/cc
4.4.1.1.1.Solubility Test
Solubilitas merupakan kemampuan suatu zat kimia tertentu yaitu zat
terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Dalam hal ini zat terlarut yang
dimaksud adalah sample cutting atau scale dan zat pelarutnya adalah jenis
asam yang digunakan dalam tes analisa. Asam yang digunakan dalam
solubility test disesuaikan dengan jenis litologi batuan dan jenis scale pada
formasi yang mengalami damage.
Langkah Kerja Solubility Test :
1. Mencampur 10 gr sampel scale lapisan formasi yang sudah
dihaluskan, dengan 100 ml campuran asam.
2. Meletakkan campuran scale dan asam kedalam Waterbath BHST yang
sudah disesuaikan dengan kondisi Reservoir. Amati berapa lama
waktu yang dibutuhkan pada saat soaking.
3. Manyaring campuran cutting dan asam dengan filter paper sampai
padatan dan cairan terpisah.
198
( ρ w ×0 . 052)D c + Pr
Gf =
Dc .........................................................(4-23)
Dimana :
ρw = densitas lumpur di dalam sumur, ppg
Dc = kedalaman casing, ft
Pr = tekanan dimana formasi mulai mengalami rekahan, psi
Gambar 4.10.
Hasil Leak-off Test dari suatu Data(16)
Gambar 4.11.
Gradient Hidrostatik Asam HCl(17)
Gambar 4.12.
Penentuan Viskositas Asam(17)
Gambar 4.13.
Jauh Jarak Permeabilitas pada temperatur 1000F(17)
Gambar 4.14.
Jauh Jarak Kenaikan Permeabilitas pada Temperatur 1500F(17)
206
Gambar 4.15.
Jauh Jarak Permeabilitas pada temperatur 2000F(17)
Gambar 4.16.
Jauh Jarak Kenaikan Permeabilitas pada Temperatur 2500F(17)
SG larutan =
(
Fraksi Konsentrasi HCl
2
+1 )
.......................................... (4-32)
Secara teori pula, stress minimum yang terjadi pada kulit bumi pada
arah horizontal, akan sama dengan tekanan overburden efektif yang
dikalikan dengan v/(1-v), dimana v adalah Poisson ratio dari batuan.
Sedangkan tekanan horizontal maksimum sama dengan tekanan overburden
efektif, dimana didefinisikan sebagai:
Poverburden =TVD×Gf ......................................................................(4-33)
dimana:
TVD = kedalaman vertikal sumur.
Gf = gradien rekah formasi.
Sehingga pada kedalaman (TVD) dibawah 1500 ft, stress yang
paling sedikit terjadi adalah tekanan overburden, sehingga rekahan
cenderung terjadi pada arah horizontal. Dan untuk kedalaman (TVD) lebih
dari 3000 ft rekahan cenderung terjadi pada arah vertikal, seperti yang
terlihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17.
Arah Azimuth Rekahan(10)
Setelah dilakukan perekahan, maka bentuk rekahan akan
berkembang dalam tinggi, lebar dan panjang. Model perkembangan rekahan
tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut:
1) KGD/GDK (Khristianovich dan Zheltov; Geertsman and DeKlerk)
209
Dengan anggapan:
Tidak ada gesekan pada boundaries
Bentuk rekahan yang pendek dan lebar (Gambar 4.18. Side A)
Penurunan tekanan seiring dengan volume (waktu)
Side A Side B
KGD Fracture PKN Fracture
Gambar 4.18.
Model Pengembangan Rekahan (KGD dan PKN)(10)
[ ][ ]
3
i μ
K ηL = 21 ,8
h . C2 E.t
..................................................................(4-35)
C .L.h
K L=
i. √ t ...................................................................................... (4-36)
C √t
KU=
W w .....................................................................................(4-37)
211
Gambar 4.19.
Chart Pendesainan Rekahan untuk Rekahan Linier Vertikal(18)
xL =
2 [ ]
w LaD N RE
N RE ¿
..................................................(4-43)
213
Gambar 4.20.
Koefisien Efektif Campuran(18)
Asam HCl yang tersedia biasanya hanya ada dalam konsentrasi 32%,
sehingga apabila diperlukan HCl dengan konsentrasi lebih rendah maka
perlu dilakukan proses pengenceran dengan persamaan beikut:
(Vol. Larutan )(% HCl)(SG Larutan )
Vconcentrat = (% HCl concentrat)(SG concentrat ) ........(4-46)
dimana:
V concentrat = Volume asam baru yang akan diencerkan, bbl.
V larutan = Volume larutan asam baru yang diinginkan, bbl.
%HCl = Konsentrasi HCl yang akan dicapai, %.
%HCl concentrat = Konsentrasi HCl yang akan tersedia, %.
SG Larutan = SG larutan yang akan dicapai, fraksi.
SG concentrate = SG larutan yang akan tersedia, fraksi
Sehingga dapat ditentukan volume air yang perlu ditambahkan,
menggunakan persamaan:
Vair= Vol. Larutan – Vol. Konsentrat, bbl .......................(4-47)
215
(Fraksi Konsentrasi
2
HCl
)+1
SGlarutan = ...............................(4-48)
Keterangan:
Gf = gradien rekah formasi, psi/ft.
a = konstanta, berkisar antara 0.33 – 0.55.
Go = gradien overburden, psi/ft.
216
Pf =G f ×D ..............................................................................(4-50)
Keterangan:
Pf = tekanan rekah formasi, psi.
Gf = gradien rekah formasi, psi/ft.
D = kedalaman sumur, ft
Gambar 4.21.
Hubungan Gradien Hidrostatik Asam HCl
terhadap Konsentrasi Asamnya(18)
ditambah dengan safety faktor sebesar 100-200 psi dan tekanan sebesar
2. Preflush
Preflush bertujuan untuk menghilangkan scale organik dan
anorganik dari tubing, casing maupun perforasi, memindahkan minyak dari
daerah di sekitar lubang sumur untuk mencegah emulsi atau sludge agar
dapat memperlancar injeksi asam (flush). Konsentrasi HCl yang digunakan
sebesar 5% - 15% pada batu pasir dan HCl 3% - 5% pada batuan karbonat.
2. Step rate test, yaitu dilakukan dengan cara menginjeksikan braine water
dengan variasi tekanan semakin meningkat hingga melebihi tekanan
rekah formasi, hal ini ditujukan untuk mengumpulkan data yang
berhubungan kondisi surface dan subsurface yang berkaitan dengan
respon formasi terhadap fluida treatment dan kemampuan peralatan
terutama packer dalam menahan force up akibat tekanan surface. Step
rate test sendiri terbagi menjadi dua, yaitu step up rate test dan step
down rate test. Step up rate test dilakukan dari awal pemompaan braine
water kedalam formasi dengan variasi tekanan yang meningkat untuk
mengetahui kapan formasi tersebut akan pecah dan kemudian dilanjut
dengan step down rate test dengan menurunkan tekanan pompa secara
220
3. Main Fracturing
Main Fracturing terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1. Preflush Stage, yaitu tahapan yang dilakukan dengan memompakan
asam yang konsentrasinya rendah dan jumlahnya kira-kira setengah dari
volume untuk perekahan sebenarnya. Asam yang digunakan adalah HCl
(hydrochloric) dengan konsentrasi yang berkisar antara 5% sampai
dengan 15% larutan. Pada kondisi ini asam akan bereaksi dengan
mineral-mineral formasi yaitu potassium fluosilicates, calcite (calcium
carbonate), dan material calcareous lainnya yang cenderung
mengendap dengan HF. Tujuan dari preflush ini adalah untuk membuka
rekahan awal dan menurunkan temperatur di sekitar rekahan, sehingga
nantinya dapat memperdalam penetrasi asam.
2. Main Acid Stage, merupakan tahapan pemompaan asam utama yang
digunakan untuk memperbesar rekahan, dimana prinsipnya dengan
melarutkan dinding rekahan. Asam ini terdiri dari asam yang memiliki
konsentrasi paling tinggi daripada asam yang digunakan pada tahapan
lain. Terkadang penentuan konsentrasi dan jenis asam ini akan sangat
menentukan tingkat keberhasilan dari operasi aicd fracturing. Pada
tahapan ini asam tersebut harus ditambahkan dengan beberapa aditif,
221
dinding tubing yang bersih dari scale akan sangat kecil , sehingga
kehilangan tekanan yang terjadi pun relatif rendah.
Sehingga meskipun tidak terjadi perubahan terhadap permeabilitas,
tetap saja akan dihasilkan peningkatan laju produksi dibandingkan sebelum
dilakukannya pengasaman.
Jadi untuk melakukan evaluasi secara tepat adalah dengan
melakukan suatu pengujian terhadap sumur, dan salah satu metode
pengujian umum digunakan adalah Pressure Build Up (PBU) Test.
Seperti telah diuraikan sebelumnya pada bab III, PBU Test
dilakukan dengan jalan menutup sumur. Sebelum penutupan sumur
diproduksika selama selang waktu tertentu (tp) dengan laju aliran konstan.
Kemudian baru dilakukan penutupan hingga tekanan naik dan dicatat
sebagai fungsi waktu. Tekanan yang dicatat adalah tekanan dasar sumur.
Dari pengujian ini didapatkan parameter-parameter yang dapat
dijadikan kriteria untuk menilai keberhasilan stimulsi pengasaman matriks
yang dilakukan terhadap sumur.
12 ............................................................(4-55)
dengan :
C1 0,265( wkf i ) 0.822
................................................(4-57)
C 2 [19,9 1,3 ln S RE ]x10 3 ...................................... (4-58)
sekitar 1.000 mD-ft sampai beberapa ribu mD-ft tergantung dari lebar
rekahan, konduktivitas formasi setelah bereaksi dengan asam dan
kerusakan pada konduktivitas sendiri karena gel residu, embedment, dll,
sehingga biasanya kita mengambil harga dari perusahaan dikalikan 0,3
(akibat kerusakan-kerusakan diatas). Untuk harga Fcd > 30, rw’ = 0,5 Xf
dan rekahan akan berlaku seakan-akan tak berhingga, serta dengan ini
takperlu menaikkan konsentrasi asamnya dengan misalnya menggunakan
asam yang lebih kuat. Tetapi bila Fcd < 0,5, rw’ = 0,28 WKf/K dan panjang
rekahan lalu tidak menjadi masalah (kecuali jika ada formation damage
maka rekahan harus lebih panjang yang bisa melewati zona damage
tersebut).
Gambar 4.22.
Grafik Hubungan antara rw’ dan Fcd(15)
Pada umumnya harga optimum Fcd = 2. Ini hanya dari segi aliran fluida
pseudo radial di formasi, bukan secara ekonomi perekahan dan bukan
untuk aliran keseluruhan di reservoir serta berlaku terutama untuk
perekahan yang lebar dan pendek. Untuk rekahan panjang dan sempit,
mungkin Fcd = 1. Adapun Perhitungan harga skin semu (pseudo skin)
berdasarkan pengaruh harga rw’ dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
226
rw '
S=−ln ........................................................................................(4-61)
rw
Keterangan :
S = faktor skin.
rw = jari-jari sumur, ft.
rw ’ = jari-jari sumur efektif, ft.
S = 1,151
( P 1jam - Pwf
m
- log
(
k
φ μ Ct rw
2
+ 3,23
) ) .............(4-62)
dimana :
P1jam = pembacaan tekanan dari bentuk linear pada kurva PBU
selama 1 jam penutupan
Pwf = tekanan sumur sesaat sebelum penutupan, psi
m = kemiringan slope pada bagian linear dari grafik
= viskositas, cp
= porositas, fraksi
k = permeabilitas, md
Ct = kompressibilitas batuan, psi-1
rw = jari-jari sumur, ft
h = ketebalan lpisan produktif, ft
227
0,007082 k h
PI = .
re
B o μ o ln ( )
rw .........................................................(4-63)
228
Gambar 4.23.
Perbandingan Kurva IPR Sebelum dan Sesudah Pengasaman(9)
DF = (1 – PR) .........................................................................(4-70)