Anda di halaman 1dari 67

BAB IV

TEKNOLOGI PENGASAMAN (ACIDIZING)

4.1. Teori Dasar Pengasaman


Pengasaman digunakan untuk meningkatkan permeabilitas formasi di
sekitar lubang sumur yang telah mengalami damage. Operasi ini dilakukan dengan
jalan menginjeksikan larutan asam ke dalam formasi produktif yang mengalami
kerusakan. Dengan demikian diharapkan terjadi reaksi kimia antara larutan asam
dengan formasi, sehingga akibat dari reaksi tersebut akan terbentuk rongga-
rongga pada batuan formasi di sekitar lubang sumur.
Ada beberapa jenis pengasaman yaitu acid washing, matrix acidizing, dan
acid fracturing. Acid washing adalah operasi yang direncanakan untuk
menghilangkan endapan scale yang dapat larut dalam larutan asam yang terdapat
dalam lubang sumur atau untuk membuka perforasi yang tersumbat. Matrix
acidizing adalah penginjeksian asam ke dalam porositas formasi (intergrannular,
vugular, atau rekahan) pada tekanan di bawah tekanan rekah formasi. Acid
fracturing adalah penginjeksian asam ke dalam formasi pada tekanan yang cukup
tinggi untuk merekahkan formasi atau membuka rekahan yang ada.
Dalam bab ini akan dijelaskan secara menyeluruh semua hal yang
berpengaruh dalam perencanaan acidizing yang berhubungan erat dengan
karakteristik formasinya. Dengan demikian diharapkan adanya pemahaman
menyeluruh tentang kaitan antara reservoir dengan perencanaan acidizing.

4.2. Metode Pengasaman


Dalam metode pengasaman akan dibahas jenis pengasaman dan teori
peningkatan produktivitas dari acidizing.

4.2.1. Jenis Pengasaman


Jenis pengasaman dalam operasi stimulasi dengan menggunakan asam ada
dua yaitu matrix acidizing dan acid fracturing. Klasifikasi ini didasarkan pada

165
166

tujuan pengasaman tersebut. Namun terdapat pula satu metode tambahan yang
disebut acid washing. Acid washing hanya terbatas pada lubang sumur tidak
ditujukan untuk penetrasi ke dalam formasi.
Acid washing adalah operasi yang direncanakan untuk menghilangkan
endapan scale yang dapat larut dalam larutan asam yang terdapat dalam lubang
sumur atau untuk membuka perforasi yang tersumbat. Pengasaman ini dilakukan
dengan menginjeksikan asam dengan jumlah yang sedikit pada posisi yang
diinginkan dalam lubang sumur dan membiarkannya bereaksi dengan endapan
scale atau dengan formasi.
Matrix acidizing adalah penginjeksian asam ke dalam porositas formasi
(intergrannular, vugular, atau rekahan) pada tekanan di bawah tekanan rekah
formasi. Tujuan dari matrix acidizing adalah untuk melarutkan mineral atau
material penyumbat pada pori-pori batuan (pore plugging). Oleh karena itu, dalam
aplikasinya pada batu pasir, matrix acidizing sering disebut formation damage
removal. Sedangkan dalam formasi karbonat, matrix acidizing bekerja dengan
membentuk saluran konduktif yang disebut wormhole pada batuan formasi
sehingga material penyumbat dapat keluar ke dalam lubang sumur. Karena
mekanismenya ini, matrix acidizing dapat disebut damage bypass treatment.
Matrix acidizing sangat berguna dimana acid fracturing tidak dapat dilakukan
untuk menjaga WOC dan GOC sehingga mencegah produksi air atau gas.
Acid fracturing adalah penginjeksian asam ke dalam formasi pada tekanan
yang cukup tinggi untuk merekahkan formasi atau membuka rekahan yang ada.
Aplikasi acid fracturing hanya terbatas untuk formasi karbonat. Jenis pengasaman
ini merupakan alternatif dari hydraulic fracturing dengan proppant. Tujuannya
adalah sama dengan hydraulic fracturing yaitu menciptakan rekahan yang
konduktif, panjang dan terbuka dari lubang sumur sampai ke dalam formasi.
Prinsip dasarnya juga sama, namun yang membedakan adalah hydraulic
fracturing menggunakan proppant untuk menahan rekahan agar terbuka
sedangkan acid fracturing tidak menggunakan proppant. Acid fracturing
menggunakan asam untuk membentuk konduktivitas rekahan.
167

4.2.2. Teori Peningkatan Produktivitas dari Pengasaman


Teori peningkatan produktivitas dari pengasaman meliputi peningkatan
produktivitas pada matrix acidizing dan acid fracturing.

4.2.2.1. Matrix Acidizing


Pengasaman matrik sangat efektif terhadap sumur-sumur yang mengalami
hambatan aliran sekitar lubang sumur atau sering disebut damaged well (sumur
yang mengalami kerusakan). Hal dapat diperlihatkan pada gambar 4.1. Dari
gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa permeabilitas zona yang mengalami
kerusakan (ks) meluas dari jari-jari sumur (rw) sampai radius damage (rs). Setelah
itu formasi mempunyai permeabilitas yang konstant (k) sampai jari-jari
pengurasan (re). Muskat menunjukkan perbandingan produksi fluida untuk sistem
yang mengalami kerusakan, terhadap sistem yang tidak mengalami kerusakan
dengan permeabilitas seragam, sebagai berikut :

Js F k log r e /r w
= ........................................................(4-1)
J 0 log r s /r w + F k log r e / r s

dimana : Js = produktivitas damage well, bdp / psi


Jo = produktivitas undamage well, bdp / psi
Fk = ks / ko, permeabilitas ratio
ks = permeabilitas zona yang mengalami kerusakan, md
ko = permeabilitas zona yang tidak mengalami kerusakan, md
rs = radius damage, in
re = jari-jari pengurasan, in
rw = jari-jari sumur, in

Kemudian penjelasan tersebut diplot dalam suatu kurva yang ditunjukkan


dalam gambar 4.2. dimana gambar tersebut menunjukkan kehilangan atau
penurunan produksi akibat kerusakan formasi. Pada gambar tersebut diberikan
168

contoh suatu sumur memiliki harga rs – rw dari 0 sampai 12 in. dan radius
pengurasan 660 ft.

Gambar 4.1.
Skema damage well dalam reservoir(15)

Gambar 4.2.
Penurunan produktivitas karena terjadinya kerusakan formasi(15)
169

Selain itu, dari gambar 4.2. dapat diperkirakan besarnya peningkatan


produktivitas karena perbaikan sumur yang mengalami kerusakan formasi.
Misalnya jari-jari zona yang mengalami kerusakan formasi (r s - rw) adalah 6 inch,
perbandingan permeabilitas Fk adalah 0.05, maka produktivitas sumur hanyalah
0.3 dari produktivitas sumur yang tidak mengalami kerusakan.
Untuk mengetahui rasio stimulasi maksimum yang dapat diperoleh dalam
sumur yang tidak mengalami kerusakan (undamaged well) dengan menggunakan
matrix acidizing dapat dilihat dalam gambar 4.3. Peningkatan produksi pada
sumur yang tidak mengalami kerusakan (undamaged well) untuk formasi batu
pasir adalah tidak signifikan, sedangkan untuk formasi karbonat peningkatannya
tidak lebih dari dua kali lipat. Umumnya pada pengasaman batu pasir, peluang
suksesnya lebih besar jika terdapat adanya kerusakan (damage), terutama acid
removable damage, sd (kerusakan yang dapat diatasi dengan pengasaman).

Gambar 4.3.
Rasio stimulasi dalam undamaged well(15)

4.2.2.2. Acid Fracturing


Seperti pada matrix acidizing, acid fracturing juga memiliki rasio
stimulasi, namun persamaan yang digunakan untuk menentukan rasio stimulasi
berbeda dengan matrix acidizing. Pada acid fracturing, rasio stimulasi dapat
dijelaskan dengan korelasi McGuire dan Sikora yang ditunjukkan dalam gambar
170

4.4. Gambar tersebut dijadikan suatu dasar untuk memprediksi rasio stimulasi
untuk suatu sumur rekahan.

Gambar 4.4.
Rasio stimulasi untuk sumur rekahan(15)

Gambar 4.4 menunjukkan variable-variabel penting adalah rasio panjang


rekahan dengan radius pengurasan, L/re, dan rasio konduktivitas rekahan dengan
permeabilitas formasi, wkfhg/khn√ 50/ A , dan dinyatakan dalam inchi. Untuk suatu
contoh, jika suatu stimulasi menghasilkan suatu rekahan konduktif yang besar
(wkfhg/khn√ 50/ A=10 5in.) yang panjangnya 130 ft dalam suatu sumur dengan
radius pengurasan 660 ft ( L/r e = 130/660 = 0.2), maka rasio stimulasinya adalah
3,7.

4.3 Jenis – jenis Asam dan Additive pada Pengasaman


4.3.1. Jenis Asam
4.3.1.1. Mineral Acids
Hydrochloric acid (asam klorida-HCl), banyak digunakan untuk acidizing
pada formasi karbonat. Biasanya, asam ini digunakan sebanyak 15% (berdasarkan
berat) dari larutan gas hydrogen klorida dalam air. Konsentrasi ini sering disebut
regular acid. 1000 gallon 15% HCl akan melarutkan 1850 lb limestone dan
menghasilkan 2050 lb kalsium klorida, 50 gallon air, dan 6650 ft2 CO2. 1000
gallon 28% HCl akan melarutkan 3670 lb limestone dan menghasilkan 13000 ft2
171

CO2. Pemakaian HCl dengan konsentrasi rendah (5-7.5% HCl) biasanya


digunakan untuk memindahkan connate water di depan campuran asam HCl-HF
untuk mencegah formasi dari sodium dan potassium fluosilicates (material yang
dapat menyebabkan penyumbatan pada formasi). Asam ini banyak digunakan
karena biayanya juga murah dan produk hasil reaksinya yang dapat larut (kalsium
klorida dan karbondioksida).
Kekurangan yang mendasar dari HCl adalah asam ini sangat korosif pada
peralatan-peralatan dalam lubang sumur. Sifat korosif yang tinggi tersebut sangat
signifikan dan sulit untuk mengontrolnya pada temperatur di atas 250oF.
Hydrofluoric acid (asam HF) digunakan dengan mengkombinasikannya
dengan HCl dan sering disebut mud acid (lumpur asam). HF tidak digunakan
tanpa dicampur dengan HCl. Paling tidak menggunakan konsentrasi HCl yang
sama dengan HF. Mud acid ditujukan pemakainnya untuk pengasaman pada batu
pasir karena dapat melarutkan material silika, seperti clay, silt, atau lumpur
pemboran, dan mud acid umumnya digunakan untuk memperbaiki kerusakan
permeabilitas di sekitar lubang sumur.

Tabel IV-1
Reaksi asam HCl dalam Acidizing(15)

Tabel IV-2
172

Reaksi asam HF dalam Acidizing(15)

Hydrochloric-hydrofluoric acid (asam klorida-asam florida, HCl-HF),


sering disebut dengan mud acid, digunakan dalam acidizing pada batupasir. HF
sering menjadi larutan asam lemah dalam HCl karena HF dapat terbentuk dari
pelemahan larutan berkonsentrasi hydrogen fluoride atau lebih seringnya dari
reaksi ammonium bifluoride dengan HCl. Campuran asam ini sama korosifnya
dengan HCl sehingga dibutuhkan corrosion inhibitor. 1000 gallon 3% HF dan
12% HCl akan melarutkan 500 lb clay dan 1550 lb CaCO 3. Faktor biaya dan
kemungkinan terjadinya endapan membuat campuran HF-HCl tidak digunakan
untuk formasi karbonat. Komposisi masing-masing asam dalam campuran dapat
bervariasi tergantung pemakai dalam menggunakannya.

4.3.1.2. Organic Acids


Keuntungan dari asam ini adalah sifat korosifnya yang lebih rendah dan
pencegahan korosi lebih mudah pada temperature tinggi. Sering digunakan untuk
operasi yang membutuhkan waktu kontak antara asam dengan pipa yang lama.
Acetic acid (asam asetat) merupakan asam organik pertama yang
digunakan stimulasi sumur. Asam ini biasanya digunakan dengan konsentrasi
10%. 1000 gallon 10% asam asetat dapat melarutkan 522 lb limestone.
173

Keuntungan asam ini yaitu laju reaksi yang lebih rendah daripada HCl yaitu
sebesar 1/10 – 1/20 laju reaksi HCl dan lebih mudah menghambat korosi pada
temperatur yang tinggi (300-500oF). Asam asetat lebih mahal daripada HCl atau
asam formic sehingga biasanya digunakan bersama dengan asam lain seperti HCl
atau asam formic.
2CH3COOH + CaCO3 → Ca(CH2COO)2 + CO2 + H2O
Acetic acid Limestone Calcium acetat Carbon Water
Dioxide

Formic acid yang juga digunakan dalam acidizing ini memiliki berat
molekul dan biaya per volume yang paling rendah. Pada dasarnya asam ini lebih
kuat dari asam asetat namun lebih lemah daripada HCl. Keuntungan dari asam ini
adalah biayanya yang murah. 1000 gallon 9% asam formic dapat melarutkan 757
lb limestone. Meskipun asam ini lebih korosif dibandingkan dengan asam acetic,
asam formic berkorosi seragam dan tidak banyak membuat lubang jika
dibandingkan dengan HCl dan corrosion inhibitor (penghambat korosi) yang
efektif tersedia untuk penggunaannya pada temperatur setinggi 500oF.
2HCOOH + CaCO3 → Ca(COOH)2 + CO2 + H2O
Formic acid Limestone Calcium acetat Carbon Water
Dioxide

Asam asetat dan formic dapat digunakan bersamaan atau salah satunya
digunakan bersama dengan asam HF atau sering disebut dengan organic mud
acid. Penggunaannya dapat diterapkan dalam sumur yang memiliki temperatur
tinggi sampai 500oF karena sangat efektif dalam mencegah korosi.

4.3.1.3. Powdered Acids


Sulfamic dan Chloroacetic acids memiliki keterbatasan penggunaan dalam
stimulasi sumur. Asam ini berbentuk bubuk kristal putih yang siap untuk
dilarutkan dalam air. Pada dasarnya kedua asam ini lebih mahal daripada HCl
dalam hal dissolving power (kemampuan asam dalam melarutkan batuan). Asam
kloroacetic lebih kuat dan stabil daripada asam sulfamic dan umumnya lebih
dipilih ketika harus menggunakan powdered acid. Asam sulfamic terurai pada
174

temperatur 180oF dan tidak direkomendasikan penggunaannya pada temperatur


lebih dari 160oF.

4.3.1.4. Acid Mixtures


Acetic-Hydrochloric dan Formic-Hydrochloric Acids sangat berguna
dalam formasi karbonat, dan umumnya didesain untuk mengeksploitasi
keekonomisan dissolving power HCl, sementara tingkat korosi yang rendah ingin
dicapai (khususnya pada temperature yang tinggi) dari asam organik. Oleh karena
itu, penggunaannya sering pada formasi dengan temperatur yang tinggi dimana
biaya pencegahan korosi berpengaruh secara dominan pada keseluruhan biaya
stimulasi. Kerugiannya adalah laju reaksi HCl dan asam organik (asam asetat dan
formic) dikontrol oleh keterbatasan yang berbeda, misalnya CO2 akan sangat
berpengaruh dalam reaksi asam organik dengan limestone sedangkan HCl tidak
terpengaruh oleh adanya CO2. Adanya CO2 sebagai produk hasil reaksi yang
terlarut dalam sistem/larutan akan menghambat reaksi asam organik.
Formic-Hydrofluoric Acid (organic mud acid) sangat berguna pada
formasi batupasir, dan biasanya digunakan pada temperature yang tinggi karena
tingkat korosi yang rendah daripada HF-HCl.

4.3.1.5. Retarded Acid Systems


Laju reaksi asam secara teori dapat diperlambat dengan mengubah bentuk
asam menjadi gel atau sering disebut gelling, mengubah wetabilitas padatan
formasi menjadi oil wet, atau membuat emulsi asamnya dengan suatu minyak.
Gelled Acids digunakan untuk memperlambat laju reaksi asam dalam
stimulasi perekahan. Perlambatan ini menghasilkan viskositas fluida yang
meningkat. Peningkatan viskositas cenderung membatasi asamnya bergerak ke
dalam pori-pori yang lebih besar sehingga penetrasinya lebih jauh. Gelling agent
yang biasanya digunakan adalah polymer yang dapat larut dalam air dan
penggunaannya terbatas pada formasi dengan temperatur yang rendah karena
kebanyakan gelling agent akan berdegradasi secara cepat dalam larutan asam pada
temperatur lebih dari 130oF. Gelled acid sebelum digunakan harus diuji dalam
175

laboratorium untuk mengetahui dan lebih mudah mengontrol penggunaanya


dalam acidizing. Asam ini diatur agar dapat rusak bentuk gel nya dengan
sendirinya dalam formasi karena jika masih setelah acidizing asam ini belum
rusak sepenuhnya, maka dapat menimbulkan kerusakan.
Chemically Retarded Acids sering disiapkan dengan menambahkan oil-
wetting surfaktan yang menyebabkan oil wet ke dalam asam dalam suatu usaha
untuk menciptakan penghalang fisik pada transfer asam ke permukaan batuan.
Untuk fungsinya itu, additive tersebut harus mengadsorbsi permukaan batuan dan
membentuk suatu film yang koheren (melekat satu sama lain). Selain dengan
surfaktan, laju reaksi asam dapat diperlambat dengan menambahkan asam organik
atau produk hasil reaksi asam (CaCl2, CO2) dalam HCl. CaCl2 dapat menurunkan
daya larut anhydrite (CaSO5) dalam HCl sehingga tidak mudah terjadi reaksi.
Akibatnya, jumlah pengendapan ulang anhydrite akan berkurang.
Emulsified Acids merupakan salah satu cara untuk memperlambat laju
reaksi asam dengan batuan. Jenis asam ini umumnya dibentuk dengan 10%
sampai 30% hidrokarbon sebagai fasa eksternal dan HCl regular sebagai fasa
internal. Penghalang minyak yang terbentuk diantara asam dengan batuan
sehingga secara fisik akan memperlambat reaksi. Emulsified acids secara teori
dapat memperlambat kontak asam dengan batuan, namun dalam aplikasinya di
lapangan emulsi dapat langsung rusak ketika masuk ke dalam formasi. Hal ini
dapat disebabkan oleh adsorpsi emulsifying surfactant (additive pembentuk
emulsi) secara cepat pada batuan.

4.3.2. Reaksi Asam Dengan Batuan Karbonat


Pada bagian ini akan dibahas stoikiometri reaksi asam-karbonat dan
kesetimbangan dalam reaksi asam-karbonat.

4.3.2.1. Stoikiometri Reaksi Asam-Karbonat


Stoikiometri adalah proporsi dari berbagai reaktan yang terlibat dalam
reaksi. Stoikiometri berhubungan dengan rasio molekuler antara reaktan dan hasil
reaksi. Jenis asam yang umumnya digunakan untuk acidizing pada formasi
176

karbonat ditunjukkan pada tabel IV-3. Asam tersebut akan bereaksi dengan
karbonat untuk membentuk karbondioksida (CO2), air, dan garam kalsium atau
magnesium. Persamaan reaksinya adalah :


2 HCl+ CaCO3 ←CaCl2 + H 2 O+CO 2................................................... (4-2)
dan
5 HCl+CaMg ( CO3 ) 2 →
←CaCl 2+ MgCl 2 +2 H 2 O+2 CO2........................ (4-3)

Persamaan tersebut mengindikasikan stoikiometri dari reaksi. Persamaan


(4-2) menunjukkan 2 mol HCl bereaksi dengan 1 mol limestone (CaCO 3) untuk
menghasilkan 1 mol CaCl2, 1 mol air (H2O), dan 1 mol CO2. Angka yang
menunjukkan jumlah mol disebut dengan koefisien stoikiometri. Dengan
mengkombinasikan persamaan (4-2) dengan berat molekul untuk tiap komponen
(pada tabel IV-4) akan memberikan perhitungan untuk menentukan jumlah asam
yang digunakan untuk acidizing.

Tabel IV-3
Asam yang digunakan untuk acidizing pada formasi karbonat(15)

Tabel IV-4
Berat molekul untuk tiap komponen dalam reaksi HCl dengan karbonat(15)
177

Dissolving power (dinyatakan sebagai perbandingan antara volume batuan


yang dilarutkan dengan unit volume asam yang bereaksi) sangat penting
peranannya untuk mengetahui banyaknya asam yang akan digunakan sehingga
dapat diketahui biaya untuk pengeluaran asamnya. Perhitungan untuk dissolving
power (dissolving power) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan β untuk reaksi 100% HCl (β100) dengan limestone. Persamaannya


yaitu :

berat molekul mineral ( batuan ) ×


koefisien stoikiometri
β 100 = ............................................. (4-4)
berat molekul asam ×
koefisien stoikiometri

2. Menentukan βi untuk reaksi i % HCl. Persamaannya yaitu :


β i=β 100 ×i .................................................................................. (4-5)
3. Menentukan dissolving power (Xi) dari persamaan (4-5). Persamaannya yaitu:
ρasam
X i =β i × ..........................................................................(4-6)
ρmineral

dimana : β = dissolving power asam, massa/massa


i = persentase jumlah asam yang bereaksi
X = dissolving power asam, volume/volume
Beberapa nilai dissolving power asam ditunjukkan pada tabel IV-5 untuk
HCl dan asam organik yang umumnya digunakan untuk formasi dolomite dan
limestone. Tabel IV-5 sangat berguna untuk membandingkan asam yang satu
dengan yang lainnya.
178

Tabel IV-5
Dissolving power untuk berbagai macam asam(15)

4.3.2.2. Kesetimbangan Dalam Reaksi Asam-Karbonat


Sejalan dengan konsep stoikiometri reaksi dan laju reaksi, pengetahuan
tentang kesetimbangan sangat penting dimana kesetimbangan erat hubungannya
dengan reaksi asam. Ketika reaksi asam mencapai kesetimbangan, pelarutan
material formasi oleh asam akan terhenti, meskipun volume asam masih tersisa.
Kesetimbangan tercapai ketika aktivitas kimia dari produk hasil reaksi seimbang
dengan aktivitas dari reaktan.
Pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan antara aktivitas kimia dari
produk hasil reaksi dengan reaktan sama dengan dengan konstan, atau sering
disebut dengan konstanta kesetimbangan (K). Misalnya,

→ −¿
+¿+ ←A ¿
HA H ¿ .........................................................................................(4-7)

Konstanta kesetimbangan untuk reaksi tersebut dapat didefinisikan sebagai :

K=a ¿
H
+¿ aA−¿
¿ ...........................................................................................(4-8)
aHA
179

Pada persamaan tersebut HA akan terionisasi menjadi ion H+ dan A-.


Kesetimbangan disosiasi untuk persamaan (4-7) adalah :

K D=a ¿
H
+¿ aA−¿
¿ .........................................................................................(4-9)
aHA

Konstanta disosiasi tergantung pada temperatur, sehingga harganya akan


berubah-ubah sesuai dengan temperatur. Dalam kondisi reservoir (temperatur dan
tekanan formasi), asam organik tidak bereaksi penuh dengan formasi limestone
maupun dolomite karena terbatas oleh kesetimbangan kimia. Kesetimbangan
terjadi di dalam reservoir karena CO2 (satu dari produk hasil reaksi) tetap berada
pada larutan akibat tekanan reservoir dan tidak dibiarkan lepas dari larutan. Pada
tekanan yang rendah dimana CO2 dapat lepas, asam akan bereaksi secara penuh.
Hasil pengujian pada asam organik yang berhubungan dengan fraksi asam
yang bereaksi, temperatur dan komposisi asam pada tekanan 1000 psi ditunjukkan
pada gambar 4.5 dan 4.6. Gambar tersebut dapat digunakan untuk mengoreksi
dissolving power asam organik.

Gambar 4.5. Gambar 4.6.


Konversi fraksi asam asetat yang Konversi fraksi asam formiat yang
bereaksi(15) bereaksi(15)
180

4.3.3. Reaksi Asam Dengan Batu Pasir


Pada bagian ini akan dibahas stoikiometri reaksi asam-batupasir dan
kesetimbangan dalam reaksi asam-batupasir.

4.3.3.1. Stoikiometri Reaksi Asam-Batu Pasir


Acidizing dalam formasi batu pasir (sandstone) biasanya
menggunakan campuran asam HCl dan HF. Campuran asam ini digunakan
karena HF reaktif dengan mineral-mineral clay, feldspar, dan silika,
sedangkan HCl reaktif terhadap mineral kalsit yang biasanya terdapat dalam
batu pasir. Asam HF tidak digunakan sendiri kecuali untuk tujuan tertentu.
Persamaan reaksi yang terjadi dalam reaksi asam-batupasir yaitu :
Reaksi Dengan Silika

SiO2 +5 HF ← SiF 5+ 2 H 2 O .......................................................(4-10)

SiF 5+ 2 HF ← H 2 SiF 6 ................................................................(4-11)

Reaksi Dengan Silikat (Feldspar atau Clays)


Na5 SiO5 +8 HF →
←SiF 5 +5 NaF+5 H 2 O ....................................(4-12)


2 NaF +SiF 5 ← Na2 SiF 6 .............................................................(4-13)
2 HF +SiF 5 →
← H 2 SiF 6 ................................................................(4-14)

Reaksi Dengan Kalsit



CaCO3 +2 HF ←CaF 2 + H 2 O+ CO2 ...........................................(4-15)

Berdasarkan reaksi-reaksi tersebut dissolving power HF dapat dihitung


dengan persamaan sebelumnya seperti pada reaksi asam-karbonat. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel IV-6 Karena HCl tidak reaktif dengan pasir dan
mineral-mineral clay, maka HCl tidak termasuk dalam perhitungan
dissolving power.
181

Tabel IV-6
Dissolving power untuk asam HF(15)

4.3.3.2. Kesetimbangan Dalam Reaksi Asam-Batu Pasir


HCl merupakan asam kuat dan utamanya terpisah (terdisosiasi)
secara keseluruhan menjadi ion hydrogen dan klorida ketika dalam larutan.
Dalam kehadiran HCl, HF terpisah sedikit dan menjadi asam lemah dan
juga HF dapat berkombinasi dalam beberapa keadaan kimia menjadi
konfigurasi ion komplek yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
→ +¿ −¿¿
HF ← H + F ¿
→ −¿

HF + F−¿ ← HF2 ¿¿
.........................................................................(4-16)

Sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (4-16) reaksi antara HF


dan silicon dioksida (SiO2, pasir) menghasilkan silkon tetrafluorida (SiF5).
Kesetimbangan membutuhkan sangat sedikit SiF5 dalam larutan karena SiF5
dikonversi sangat cepat menjadi ion fluosilikat, sebagaimana ditunjukkan di
bawah ini :
→ 2−¿

SiF 5+ 2 F−¿ ← SiF 6 ¿¿


.....................................................................(4-17)

Dalam kehadiran sodium atau potassium, SiF 62- dapat bereaksi


menjadi bentuk garam fluosilikat yang tidak dapat larut (Na2SiF6) atau
dalam ketiadaannya, asam fluosiclic (H2SiF6) :

+ ¿ ← Na2 SiF6 ¿

SiF 2−¿+
6
2 Na ¿
.......................................................................(4-18)

+¿ H 2 SiF 6 ¿

SiF 2−¿+ 2H ¿
.........................................................................(4-19)

6
182

Asam fluosiclic kemudian dapat menjadi asam orthosiclic [Si(OH)5], yaitu


−¿¿

H 2 SiF 6 +5 H 2 O →
← Si ( OH ) 5 +6 H
+¿+6 F ¿
....................................(4-20)

4.3.4. Jenis Additive


Semua asam yang digunakan dalam stimulasi sumur memerlukan
corrosion inhibitor untuk mengurangi laju reaksi asam pada peralatan dalam
sumur. Terkadang material lain juga ditambahkan dalam asam untuk :
1. Mengeliminasi terjadinya emulsi dalam formasi
2. Mengubah wetabilitas formasi untuk peningkatan reaksi asam atau
pembersihan yang lebih baik
3. Untuk mengurangi kehilangan friksi sepanjang peralatan sehingga
laju pompa semakin tinggi
4. Untuk mengurangi laju kehilangan fluida dari suatu rekahan
5. Untuk mengalihkan aliran asam dari satu zona ke zona yang lain
sehingga perlakuannya lebih seragam
6. Untuk menghindari sludging dalam asphaltic oil tertentu yang tinggi.
Prosedur pengujian untuk mengevaluasi additive yang digunakan
secara detail dijabarkan dalam API RP 52.

4.3.4.1. Corrosion Inhibitor


Additive asam yang paling umum digunakan adalah corrosion
inhibitor (pencegah korosi), dimana fungsi utamanya adalah mencegah
terjadinya korosi. Meskipun biayanya seringkali menjadi porsi yang
signifikan dari biaya keseluruhan acidizing, tetapi dalam beberapa kasus,
penggunaannya dalam matrix acidizing menjadi ekonomis karena tanpa
corrosion inhibitor produktivitas sumur setelah acidizing akan menurun.
Corrosion inhibitor dapat dibagi dalam dua kelas (dibedakan
berdasarkan cara menghambat korosi) yaitu jenis anode dan katode. Kelas
yang pertama (jenis anode) bekerja dengan membagi elektron-elektron dari
183

molekul inhibitor dengan lokasi anode pada permukaan logam. Ikatan yang
telah ditetapkan tersebut membatasi reaksi pada lokasi anode. Kelas yang
kedua (jenis katode) membentuk lapisan film dengan pemasangan kationik
inhibitor pada area katode pada permukaan logam.
Banyak faktor yang berpengaruh dalam laju korosi yang disebabkan
oleh asam yaitu jumlah agitasi, jenis logam, exposure time (waktu
pembukaan), temperatur, jenis asam dan konsentrasinya, jenis inhibitor dan
konsentrasinya, rasio area logam/volume asam, tekanan, dan kehadiran
additive lain, seperti surfaktan, mutual solvent.
Pemilihan jenis inhibitor dan konsentrasinya harus memperhatikan
jenis dan konsentrasi asam, jenis peralatan dalam sumur, temperatur, dan
durasi kontak asam dengan pipa. Selain itu, pertimbangan penting yang
harus diamati adalah tingkatan perlindungan dari corrosion inhibitor.
Service company yang menyediakan additive tersebut seringkali
memberikan toleransi metal loss (kehilangan logam akibat korosi) sebesar
0.02 lb/ft2 sampai 0.09 lb/ft2. Konsentrasi corrosion inhibitor yang sering
digunakan yaitu 0.1-2%, tergantung pada temperatur dan logam.
Terdapat dua macam corrosion inhibitor dalam acidizing yaitu
inhibitor anorganik dan organik. Sebelum ditemukan inhibitor organik,
stimulasi sering menggunakan inhibitor anorganik seperti arsenic. Inhibitor
arsenic digunakan pada temperatur tinggi dan memiliki efektivitas yang
tinggi dan harga yang murah, namun banyak memiliki kerugian. Meskipun
inhibitor organik tidak seefektif arsenic, namun sangat berguna pada
temperatur di atas 250oF. Terkadang penggunaannya memerlukan inhibitor
extender, biasanya garam inorganic seperti potassium iodide yang dapat
meningkatkan penghambatan korosi, sehingga dapat menjadi kombinasi
inhibitor anorganik-organik. Walaupun kombinasi ini harganya mahal,
tetapi dapat digunakan pada temperatur sampai 500oF.
184

4.3.4.2. Surfactants
Surfactants atau surface active agents merupakan additive yang
berfungsi untuk :
1. Menaikkan atau menurunkan tegangan permukaan.
2. Membuat, merusak, melemahkan, atau menguatkan emulsi.
3. Merubah wetabilitas batuan reservoir, casing, tubing, atau flowline.
4. Mendispersi (menghamburkan) atau flocculate (mendispersikan) clay
dan material lain.
Dari fungsinya tersebut, kegunaan utama dalam acidizing yaitu
mempercepat pembersihan, mencegah sludge (lumpur) dan emulsi pada
formasi, membuat formasi menjadi water wet, dan meningkatkan aliran
minyak dan gas.
Surfactants terkadang digunakan dalam asam untuk membentuk
yang dinamakan Low Surface Tension (LST) Acid, meskipun penggunaanya
telah berkurang belakangan ini. Surfactant yang digunakan dapat berupa
anionic ataupun nonionic pada konsentrasi 0.1% – 0.5%. Konsentrasi
surfactant yang berlebihan dapat menimbulkan masalah yaitu dapat
membentuk emulsi dan foam.
Surfactant terkadang juga merupakan satu kesatuan produk dari
asam yang ditawarkan oleh service company. Biasanya asam ini digunakan
untuk pembersihan setelah acidizing. Asam ini terdiri dari ½% - 3%
surfactant dan 5% - 15% HCl. Beberapa surfactant tertentu dapat digunakan
sebagai retarder (penghambat) laju reaksi asam dalam acid fracturing.
Untuk aplikasi ini, mekanisme surfactant yaitu mengadsorb pada permukaan
batuan dan membuatnya menjadi oil-wet sehingga menciptakan penghalang
fisik untuk perpindahan asam pada permukaan rekahan.

4.3.4.3. Demulsifier Agents


185

Demulsifier agents digunakan untuk merusak atau mencegah


terbentuknya emulsi. Dalam prakteknya di lapangan, asam regular (regular
acid) yang mengandung demulsifying agent terkadang disebut
nonemulsifying (NE) acid. Kecenderungan terbentuknya emulsi meningkat
dengan butiran yang diameternya kecil. Penggunaan mutual solvent glycol
ether membantu mencegah butiran padatan formasi menstabilkan emulsi,
yaitu dengan mencegah adsorpsi oil-wetting corrosion inhibitor pada
partikel butiran padatan.Konsentrasi demulsifier agent yang digunakan yaitu
0.1-0.8%. Konsentrasi demulsifier agent yang berlebihan dapat
menimbulkan emulsi daripada mencegah ataupun merusaknya.

4.3.4.4. Antisludge Agent


Anti sludge agent dipakai untuk menanggulangi masalah sludge
yang dapat menyumbat formasi dan mengurangi produktivitas sumur setelah
acidizing. Unsur-unsur utama pembentukan sludge biasanya terdiri dari
unsur-unsur aspal yang mungkin juga mengandung parafin, serta
hidrokarbon molekul tinggi. Sludge adalah kondisi dimana fluida formasi
(biasanya minyak berat yang mengandung banyak aspal) berupa seperti
lumpur, dapat disebabkan oleh asam yang kontak dengan minyak. Problem
ini terkadang (tetapi tidak selalu) dapat dikurangi dengan beberapa jenis
surfactant, dan oleh karenanya surfactant dapat juga dipasarkan sebagai
antisludge agent.
Anti sludge agent mencegah terbentuknya sludge dengan cara
menjaga bahan-bahan kolodial agar tidak terdipersi. Terjadinya sludge
dalam formasi akan meningkat dengan naiknya konsentrasi asam.
Konsentrasi antisludge agent yang direkomendasikan adalah 0.1-1%
(tergantung pada pengujian laboratorium).

4.3.4.5. Mutual Solvents


186

Mutual solvent merupakan material yang memiliki daya larut


(kelarutan) dalam air dan minyak. Mutual solvent dapat digunakan untuk
meminimalisir adsorpsi oil-wetting surfactant pada padatan formasi
sehingga mengurangi penurunan produktivitas setelah acidizing akibat
perubahan permeabilitas relatif atau emulsi yang distabilkan oleh padatan
formasi. Dalam aplikasinya di lapangan, bentuk “mutual solvent” umumnya
digunakan untuk menjelaskan glycol ether. Jenis glycol ether yang sering
digunakan untuk acidizing pada batu pasir adalah ethylene glycol
monobutyl ether (EGMBE). EGMBE berfungsi mengurangi tegangan
permukaan antara minyak dan air, bertindak sebagai pelarut untuk
melarutkan minyak dalam air, bertindak sebagai deterjen yang mampu
menghilangkan material oil wet dari permukaan yang jika tidak akan
menjadi water wet, dan akhirnya meningkatkan kerja surfactant dan
emulsifiers dalam kontak dengan material formasi.
Secara empiris, EGMBE memiliki kesetimbangan yang cocok untuk
kelarutan minyak dan air sehingga berguna dalam menurunkan emulsifikasi
dan mempercepat pembersihan dalam acidizing pada batu pasir.
Produktivitas sumur minyak dengan formasi batu pasir yang distimulasi
dengan HF-HCl meningkat 5 – 6 kali lipat jika sebanyak 10% EGMBE
digunakan dalam diesel oil sebagai afterflush.
Mutual solvent dalam suatu sistem yang mengandung surfactant atau
corrosion inhibitor akan menurunkan adsorpsi surfactant pada padatan
formasi sehingga dapat meningkatkan kedalaman penetrasi. Mutual solvent
yang paling efektif dalam penggunaannya adalah EGMBE dan glycol ether.
Meskipun penggunaannya paling baik pada acidizing batu pasir, EGMBE
juga digunakan pada acidizing karbonat. Dalam hal ini EGMBE digunakan
sebagai preflush bersama minyak pada formasi tersebut, dan bertindak
sebagai pembersih dan oil remover untuk meningkatkan efektivitas
stimulasi.
187

4.3.4.6. Friction Reducers


Friction reducer berfungsi untuk mengurangi kehilangan tekanan
akibat friksi (gesekan) fluida sepanjang peralatan. Additive ini umumnya
polymer organik yang mengkonversi fluida dari fluida Newtonian
(viskositas konstan pada semua shear rate) menjadi fluida non-Newtonian
(viskositas bervariasi terhadap shear rate). Gambar 5.58 menunjukkan
perilaku tekanan friksional asam setelah penambahan friction reducer
sebagai fungsi laju alir sepanjang 2 7/8 in tubing dan konsentrasi polymer.
Selain polymer digunakan sebagai friction reducer, polymer juga
digunakan dalam pad fluid atau asam untuk meningkatkan karakteristik
fluid loss. Klasifikasi umum additive friction reducer untuk fluida water dan
oil based pad dan untuk asam dapat dilihat dalam tabel 5.23. Ketika
kehilangan tekanan akibat friksi yang lebih diutamakan daripada fluid loss,
maka additive ini akan bekerja optimal dengan biaya yang lebih murah.
Kelemahan dari polymer ini yaitu polymer-polymer ini akan terurai secara
cepat dalam asam, terutama dalam temperatur yang tinggi.

Tabel IV-7
Friction reducer(15)
188

Gambar 4.7.
Perilaku tekanan friksional asam setelah penambahan friction
reducer(15)

4.3.4.7. Acid Fluid-Loss Additives


Acid Fluid-Loss Additive adalah additive yang digunakan untuk
mencegah terjadinya fluid loss asam ke dalam batuan formasi. Additive ini
umumnya terdiri dari dua agent yaitu partikel inert, partikel padatan yang
dapat memasuki pori-pori formasi tetapi akan menjembatani permukaan
rekahan yang saling berdekatan (gambar 4.8a) dan material berbentuk
gelatin (agar-agar) yang akan menyumbat pori-pori (gambar 4.8b).
Additive fluid loss yang umum digunakan dapat dilihat dalam Tabel
IV-6 . Dalam pad fluid yang aqueous, kombinasi additive padatan
(seringnya bubuk silika) dan polymer (guar, cellulose, atau polyacrylamide)
biasanya dipilih. Ketika air tanpa additive polymer yang digunakan, maka
padatan inert yang diselubungi oleh material jenis guar sering dipilih.
189

Gambar 4.8.
Mekanisme kerja additive fluid loss(15)

Tabel IV-8
Additive fluid loss yang umum digunakan(15)

Additive fluid loss juga memiliki keterbatasan dalam penggunaanya di


acidizing, yaitu :
1. Additive fluid loss dalam pad fluid hanya efektif dalam waktu yang
pendek jika kontak dengan asam yang tidak mengandung additive
fluid loss. Efektivitas additive akan berkurang karena terdapat aliran
asam yang berkelanjutan sepanjang filter cake yang mulai terbentuk
sehingga asam tetap akan merusak matriks batuan dengan filter
cakenya dan laju fluid loss semakin tinggi.
2. Pengontrolan fluid loss asam sulit untuk dilakukan, tidak seperti
pada fluida inert karena reaksi asam merusak matriks batuan dimana
filter cake mulai terbentuk. Hal ini berarti memerlukan konsentrasi
additive yang lebih tinggi untuk lebih mudah mengontrol fluid loss.
190

3. Kebanyakan additive fluid loss tidak dapat efektif melindungi


rekahan formasi yang dapat saling berpotongan dengan rekahan yang
diakibatkan secara hidrolik. Hal ini sering terjadi pada formasi
karbonat dimana terdapat banyak rekahan. Meskipun telah dilakukan
pengujian terhadap core pada laboratorium, namun core tersebut
belum tentu mewakili formasi tersebut dengan tepat. Kita tidak
pernah mengetahui jumlah rekahan pada formasi dengan tepat, mana
yang saling berpotongan dan mana yang tidak.
4. Asam bereaksi dengan semua additive golongan polymer yang
digunakan untuk mengontrol fluid loss, terutama pada temperatur
yang tinggi. Reaksi asam akan merusak polymer dan menjadi tidak
efektif dalam mencegah fluid loss.

4.3.4.8. Diverting Agents


Additive ini sebelumnya telah diterangkan dalam metode
penempatan asam secara kimia (chemical diversion). Tabel 5.16
menjelaskan diverting agents yang digunakan dalam acidizing.
Diverting agents adalah material yang berfungsi untuk mengalihkan
aliran fluida stimulasi, sangat efektif digunakan pada beberapa zona
produktif yang berbeda. Aliran dapat dialihkan dengan mudah
menggunakan packer, namun penggunaan packer akan meningkatkan biaya
stimulasi karena akan menggunakan juga workover rig. Oleh karena itu,
untuk menekan biaya digunakan suatu teknik yang dapat memisahkan
masing-masing liquid untuk tiap zona tanpa menggunakan packer yaitu
dengan menggunakan diverting agent.
Diverting agent merupakan salah satu metode penempatan asam
secara kimia. Diverting agent bekerja secara temporer menyumbat zona
yang baru saja diacidizing (jika tidak hanya satu zona yang diacidizing), dan
dengan demikian mengalihkan aliran asam untuk zona berikutnya yang
191

belum diacidizing. Kebutuhan diverting agent untuk matrix acidizing dan


acid fracturing berbeda sehingga diverting agents yang digunakan juga
berbeda.
Penggunaan diverting agents dalam matrix acidizing yaitu agar asam
dapat bereaksi secara menyeluruh pada formasi meskipun dengan
permeabilitas yang berbeda pada tiap intervalnya. Dengan adanya diverting
agent ini, laju injeksi asam dapat sama untuk seluruh interval yang berbeda
permeabilitasnya. Selain itu, diverting agents juga berfungsi sebagai
jembatan pada pori-pori formasi dan sebagian besar memiliki fungsi yang
sama dengan additive fluid loss (lihat gambar 5.59). Diverting agents ini
sering digunakan untuk mengalihkan aliran asam tanpa merusak formasi,
jika tidak digunakan secara berlebihan.
Penggunaan diverting agent dalam acid fracturing hampir sama
dengan penggunaannya dalam matrix acidizing, yaitu agent ini memasuki
rekahan dan membuat permeabilitasnya menjadi sangat rendah dan harus
memiliki daya tahan yang kuat terhadap tekanan yang bekerja serta harus
dapat dikeluarkan secara mudah ketika sumur akan diproduksikan. Gambar
4.9 menunjukkan perbandingan peningkatan produktivitas sumur dengan
penggunaan berbagai jenis diverting agent.
192

Gambar 4.9.
Perbandingan peningkatan produktivitas sumur dengan
penggunaan berbagai jenis diverting agent(15)
4.3.4.9. Complexing Agents
Complexing agents atau sequestering agents adalah additive yang
digunakan untuk mencegah ion-ion besi mengendap selama pengasaman.
Additive ini biasanya terdiri dari asam organic dan beberapa asam lain
seperti EDTA dan NTA. Tiap-tiap material memiliki keuntungan masing-
masing dan keterbatasannya. Biaya dan kinerja dari masing-masing agent
bervariasi secara luas. Kinerja additive ini dipengaruhi oleh temperatur dan
kehadiran ion-ion logam lain. Tabel IV-9 menjabarkan jenis-jenis additive
ini beserta karakteristiknya.

Tabel IV-9
193

Perbandingan berbagai macam iron-sequestering agents(15)

4.3.2.10. Cleanup Additive


Cleanup additive adalah additive yang digunakan untuk
membersihkan asam yang telah digunakan dari reservoir. Additive yang
biasa digunakan dalam pembersihan setelah acidizing yaitu gaseous
nitrogen, alcohol, atau surfactant. Fungsi utama dari nitrogen yaitu
membantu mengangkat fluida pengasaman keluar dari sumur ketika tekanan
lubang sumur berkurang dan menyebabkan saturasi gas dalam reservoir
akan melebihi saturasi dimana gas dapat mengalir pada waktu yang lebih
awal dalam proses pembersihan. Kesimpulannya nitrogen mempercepat
proses pembersihan.
Alkohol terkadang ditambahkan untuk menurunkan tegangan
permukaan antara asam dengan fluida formasi dan meningkatkan tekanan
penguapan asam yang digunakan. Alkohol sangat berguna dalam reservoir
194

gas dengan kedalaman dangkal yang permeabilitasnya rendah, dimana air


sulit dipindahkan dari matriks batuan. Surfactant juga memiliki fungsi yang
sama dengan alcohol yaitu mempercepat proses pembersihan.

4.4. Perencanaan Pengasaman (Acidizing)


4.4.1. Matrix Acidizing
4.4.1.1. Stoichiometri Asam
Keberhasilan pengasaman tergantung pada jenis asam yang
digunakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan asam,
antara lain stoichiometri, equibilirium, dan laju reaksi asam.
Stoichiometri menyatakan proporsi reaktan yang dapat ikut serta
dalam reaksi. walaupun proporsi tersebut mudah untuk diidentifikasikan,
khususnya pada reaksi antara CaCO3 atau CaMg(CO3)2 dengan asam HCl.
Sebagai contoh pada persamaan reaksi antara HCl dengan limestone,
dimana dua mol asam HCl bereaksi dengan satu mol limestone membentuk
satu mol CaCl2, satu mol H2O dan satu mol CO2. Jumlah mol dari komponen
yang diperlukan disebut koefisien stoichiometri.
2 HCl + CaCO3 ←→ CaCl2 + H2O + CO2
Jumlah asam yang diperlukan untuk melarutkan batuan karbonat
dinyatakan dengan dissolving power yang didefinisikan sebagai massa
batuan yang terlarut persatuan massa asam yang direaksikan, dengan
persamaan sebagai berikut:
berat mol batuan×koefisien stoichiomeetri
β=
berat mol asam×koefisien stoichiometri .............................(4-21)

Untuk mengetahui berat molekul komponen dalam Reaksi HCL dengan


karbonat dapat dilihat pada Tabel IV-10 berikut :

Tabel IV-10
195

Berat Molekul Komponen-komponen


dalam Reaksi HCl dengan Karbonat(15)
Komponen Rumus Kimia Berat
Molekul

Hydrochloric acid HCl 36,47

Calcium carbonate (limestone) CaCO3 100,09

Calcium magnesium carbonate CaMg(CO3)2 184,3


(dolomite)

Calcium chloride CaCl2 110,99

Msgnesium chloride MgCl2 95,3

Carbon dioxide CO2 44,01

Water H2O 18,02

Sebagai contoh untuk reaksi 100% HCl dengan limestone murni, maka
dissolving powernya adalah:
100 ,09×1
β 100= =1 ,37
36 , 47×2 gr limestone/ gr HCl 100 %
Dan apabila kita menggunakan asam dengan konsentrasi 15 % berat, maka:
β 15=β 100×0 , 15=0 ,206 gr limestone/ gr HCl 100 %
Bila dissolving power dinyatakan sebagai volume batuan yang dilarutkan
per volume asam yang direaksikan, maka persamaannya adalah sebagai
berikut:
β 15 % HCl×P15 % HCl
X 15=
PCaCO
3 .....................................................................(4-22)
Yang mana :
P15 % HCl = density 15 % HCl (1,075 gr/cc)
196

PCaCO3 = density CaCo3 (2,71gr/ cc)


Apabila contoh diatas dihitung dengan menggunakan Persamaan (4-22),
maka :
1, 075×0 , 206
X 15= =0 ,082
2 ,71 gr limestone/ gr HCl 15 %
Tabel IV-11 memperlihatkan data spesific gravity untuk beberapa
asam, sedangkan Tabel IV-12 menunjukkan harga berbagai dissolving
power untuk asam hydrochloric dan asam organik.
Tabel IV-11
Harga Spesific Gravity Larutan Asam HCl
pada Suhu 20oC(15)
Persen HCl Spesifik Gravity

1 1,0032

10 1,0474

15 1,0725

20 1,0980

25 1,1237

30 1,1493

35 1,1739

40 1,1990

Tabel IV-12
197

Dissolving Power Berbagai Jenis Asam(15)


β
Batuan Asam 5% 10 % 15 % 30 %
100 %

Limestone HCl 1,37 0,026 0,053 0,082 0,175

(CaCO3) CHOOH 1,09 0,020 0,041 0,062 0,129

ρ =2,71 gr/cc CH3COOH 0,83 0,016 0,031 0,047 0,096

Dolomite HCl 1,27 0,023 0,046 0,071 0,152

CaMg(CO)3)2 CHOOH 1,00 0,018 0,036 0,054 0,112

ρ =2,87
CH3COOH 0,77 0,014 0,027 0,041 0,08
gr/cc

4.4.1.1.1.Solubility Test
Solubilitas merupakan kemampuan suatu zat kimia tertentu yaitu zat
terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Dalam hal ini zat terlarut yang
dimaksud adalah sample cutting atau scale dan zat pelarutnya adalah jenis
asam yang digunakan dalam tes analisa. Asam yang digunakan dalam
solubility test disesuaikan dengan jenis litologi batuan dan jenis scale pada
formasi yang mengalami damage.
Langkah Kerja Solubility Test :
1. Mencampur 10 gr sampel scale lapisan formasi yang sudah
dihaluskan, dengan 100 ml campuran asam.
2. Meletakkan campuran scale dan asam kedalam Waterbath BHST yang
sudah disesuaikan dengan kondisi Reservoir. Amati berapa lama
waktu yang dibutuhkan pada saat soaking.
3. Manyaring campuran cutting dan asam dengan filter paper sampai
padatan dan cairan terpisah.
198

4. Memasukkan padatan yang tertahan di filter paper kedalam oven


selama 1jam
5. Mendinginkan sample didalam Desicator
6. Menimbang sample kering
7. Amati Menghitung Kelarutan/Solubilitas dengan menggunakan
persamaan :
Solubility = ((Berat Awal Sample – Berat Akhir Sample) / Berat Awal
Sample) x 100%

4.4.1.2. Penentuan Gradien Tekanan Rekah


Gradient rekah formasi dapat ditentukan dengan menggunakan
beberapa metode, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan persamaan matematis.
4.4.1.2.1. Penentuan Secara Langsung
Penentuan gardient rekah secara langsung biasanya dilakukan pada
waktu sumur dalam tahapan pemboran. Metode yang dapat dilakukan yaitu
Leak-off Test.
Metode Leak-off Test dilakukan setelah pemboran mencapai target
formasi produktif. Untuk menentukan besarnya gradient rekah formasi
produktif dilakukan dengan cara menginjeksikan lumpur bertekanan tinggi
kedalam sumur pada bagian open hole di bawah surface casing atau
intermadiate casing hingga terjadi penurunan tekanan dimana titik
penurunan ini diidentifikasikan sebagai titik dimana formasi mulai
mengalami rekahan.
Adapun prosedur untuk melakukan Leak-off Test yaitu :
1. Tutup BOP dan Rig up low-volume out put pump.
2. Biarkan tekanan masuk ke sumur, tekanannya dicatat berdasarkan
volume pompa yang dimasukkan.
3. Hitung gradient rekah formasi dengan menggunakan persamaan
berikut :
199

( ρ w ×0 . 052)D c + Pr
Gf =
Dc .........................................................(4-23)
Dimana :
ρw = densitas lumpur di dalam sumur, ppg
Dc = kedalaman casing, ft
Pr = tekanan dimana formasi mulai mengalami rekahan, psi

Gambar 4.10.
Hasil Leak-off Test dari suatu Data(16)

4.4.1.2.2. Penetuan Secara Tidak Langsung


Jika data gradient rekah formasi pada saat pemboran sebelumnya
tidak tersedia sementara pada saat akan dilakukan operasi stimulasi
pengasaman data tersebut kembali diperlukan, maka untuk menentukan
besarnya gardient rekah dapat dihitung secara tidak langsung dengan
menggunakan persamaan matematis dari beberapa metode yang ada, yaitu :

1. Metode Gidley, William dan Schechter


200

2. Metode Hubbert dan Willis


3. Metode mattews dan Kelly
4. Metode Eaton
5. Metode MacPherson dan Berry
6. Metode Christman
7. Metode Anderson, Ingram dan Zanier.
Biasanya metode yang sering digunakan adalah Metode Gidley,
William dan Schechter. Persamaan matematis yang digunakan untuk
menentukan gradient rekah formasi dengan Metode Gidley, William dan
Schechter, yaitu:
P
Gf =α +(G ob−α )×
D ............................................................. (4-24)
Dimana :
Gf = gradient rekah formasi, psi/ft
α = konstanta, berkisar antara 0.33 – 0.55
Gob = gradient overburdend. Psi/ft

Besarnya harga gradient overburden ditetapkan antara 1.0 hingga 1.2


psi/ft. Jika kedalaman sumur kurang dari 10.000 ft, maka gradient
overburden dianggap 1 psi/ft. Sedangkan jika kedalaman lebih besar dari
10.000 ft besarnya gradient overburden berkisar antara 1.0 hingga 1.2 psi/ft.

4.4.1.3. Penentuan Tekanan Rekah Formasi


Seperti telah disebutkan sebelumya bahwa harga tekanan rekah
formasi secara langsung dapat diketahui melalui metode Leak-off Test yang
dilakukan sewaktu pemboran. Namun jika data tersebut tidak tersedia, maka
dapat dihitung berdasarkan harga gradient tekanan rekah yang telah dihitung
dari langkah sebelumnya.
201

Dengan diketahuinya harga tekanan rekah formasi, maka dapat


diatur berapa besar tekanan yang diperlukan untuk menginjeksikan asam
agar tidak terjadi rekahan pada formasi.
Besarnya harga tekanan rekah formasi dapat ditentukan berdasarkan
harga gradient tekanan rekah dengan menggunakan persamaan berikut :
Pf =G f ×D .............................................................................(4-25)
Dimana :
Pf = tekanan rekah formasi, psi
Gf = gradient rekah formasi, psi/ft
D = kedalaman sumur, ft.

4.4.1.4. Penentuan Tekanan Injeksi Asam Maksimum di


Permukaan (Pompa)
Besarnya tekanan injeksi asam maksimum di permukaan yang
diperlukan oleh pompa untuk menginjeksikan larutan asam ke dalam
formasi perlu dilakukan agar operasi penginjeksian dapat berlangsung
sesuai dengan yang diinginkan tanpa menimbulkan keretakan pada formasi.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya tekanan
injeksi maksimum pompa yang diperlukan di permukaan adalah sebagai
berikut :
Pmax = (Gf – gradient hidrostatik asam) x D ........................(4-26)
Dimana :
Pmax = tekanan injeksi maksimum di permukaan
Gf = gradient rekah formasi, psi/ft
D = kedalaman sumur, ft.
Besarnnya gradient hidrostatik asam dapat ditentukan dari garfik
seperti terlihat pada Gambar 4.11.
202

Dalam persamaan di atas besarnya kehilangan tekanan akibat adanya


friksi antara fluida dengan dinding sumur selama operasi penginjeksian
dianggap nol.

Gambar 4.11.
Gradient Hidrostatik Asam HCl(17)

4.4.1.5. Penentuan Laju Injeksi Asam Maksimum di Permukaan


Untuk menghitung besarnya laju injeksi larutan asam dapat
digunakan persamaan berikut :
4 . 917×10−6 kh( Pf −P )
imax =
μ ln(r e /r w ) ................................................... (4-27)
Dimana :
imax = laju injeksi maximum di permukaan, bbl/menit
k = permeabilitas rata-rata, mD
h = ketebalan formasi, ft
pf = tekanan rekah formasi, psi
P = tekanan reservoir, psi
μ = viskositas asam, cp (didapat dari Gambar 4.12)
203

re = jari-jari penembusan asam, ft


rw = jari-jari sumur, ft

Gambar 4.12.
Penentuan Viskositas Asam(17)

4.4.1.6. Penentuan Volume Injeksi Asam


Untuk menentukan volume injeksi asam yang dibutuhkan , dapat
dihitung dengan menggunakan dua cara perhitungan.
Cara pertama dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
V = 7,4805 Φ π h (rp2 - rw2) ...........................................(4-28)
Dimana :
V = volume larutan asam, gal
Φ = porositas batuan, fraksi
h = ketebalan perforasi, ft
re = jari-jari penembusan asam, ft
rw = jari-jari sumur, ft

Persamaan di atas digunakan dengan mengambil beberapa asumsi


antara lain :
204

1. Radius penetrasi asam sejauh 3 - 5 ft dari lubang sumur, tergantung pada


penyebab kerusakannya.
2. Penentrasi asam secara radial
3. Formasi homogen dengan ukuran pori yang seragam
Cara kedua yang dapat digunakan adalah metode yang dikembangkan
oleh William dan Whitelly dengan prosedur perhitungan sebagai berikut :
1. Tentukan spesifikasi injeksi rate (bbl/menit/ft interval perforasi) dengan
cara membagi laju injeksi maksimum dengan ketebalan formasi
2. Perkiraan radius damage zone. Jika tidak ada data sumur dapat diambil 3
inchi untuk formasi dengan permeabilitas rendah < 5 mD, dan 6 inchi
atau lebih untuk formasi yang lebih permeabel.
3. Tentukan temperatur formasi, 0F
4. Dari Gambar 4.21 hingga 4.24 pilih grafik yang sesuai dengan
temperatur terdekat. Dari plot hanya radius damage zone pada sumbu
mendatar dan kurva spesific injection rate, didapat harga volume mud
acid, gal/ft.
Jika konsentrasi HF yang digunakan > 3%, kurangi volume yang
terbaca dari grafik dengan mengalikan dengan perbandingan 3 / (konsentrasi
HF). Dan jika jari-jari sumur tidak sama dengan 3 inchi, maka volume asam
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
2
( r w + Δr acid ) −r 2
w
V =V o 2
( 3+ Δracid ) −9 .........................................................(4-29)
Dimana :
Vo = volume asam HF – HCl (dari gambar 4.13. – 4.14.)
rw = jari-jari sumur, inchi
∆racid = kedalaman penambahan permeabilitas dalam formasi, inchi
205

Gambar 4.13.
Jauh Jarak Permeabilitas pada temperatur 1000F(17)

Gambar 4.14.
Jauh Jarak Kenaikan Permeabilitas pada Temperatur 1500F(17)
206

Gambar 4.15.
Jauh Jarak Permeabilitas pada temperatur 2000F(17)

Gambar 4.16.
Jauh Jarak Kenaikan Permeabilitas pada Temperatur 2500F(17)

4.4.1.7. Penentuan Volume Konsentrasi Asam


Asam HCl yang tersedia biasanya hanya ada dalam konsentrasi 32%,
sehingga apabila diperlukan HCl dengan konsentrasi lebih rendah maka
perlu dilakukan proses pengenceran dengan persamaan berikut:
207

(Vol. Laru tan )(% HCl)(SG Larutan )


Vconcentrat = (% HCl concentrat)(SG concentrat ) ...............(4-30)
dimana :
V concentrat = Volume asam baru yang akan diencerkan, bbl.
V larutan = Volume larutan asam baru yang diinginkan, bbl.
%HCl = Konsentrasi HCl yang akan dicapai, %.
%HCl concentrat = Konsentrasi HCl yang akan tersedia, %.
SG Larutan = SG larutan yang akan dicapai, fraksi.
SG concentrat = SG larutan yang akan tersedia, fraksi

Sehingga dapat ditentukan volume air yang perlu ditambahkan,


menggunakan persamaan :
Vair = Vol. Larutan – Vol. Konsentrat, bbl ............................(4-31)
Untuk menghitung SG larutan asam, dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut:.

SG larutan =
(
Fraksi Konsentrasi HCl
2
+1 )
.......................................... (4-32)

4.4.2. Acid Fracturing


4.4.2.1. Geometri Rekahan
Geometri rekahan dapat dinyatakan dengan suatu model atau
ilustrasi, dimana model tersebut juga mendeskripsikan hubungan antara
sifat-sifat batuan dan fluida perekah serta distribusi tekanan pada media
berpori. Setelah dilakukan perekahan, maka bentuk rekahan akan
berkembang dalam tinggi, lebar dan panjang. Secara teori rekahan akan
menyebar secara tegak lurus kearah in-situ stress (tekanan yang terjadi
akibat proses geologi, seperti patahan dan lipatan yang mengontrol orientasi
dari rekahan) yang paling kecil.
208

Secara teori pula, stress minimum yang terjadi pada kulit bumi pada
arah horizontal, akan sama dengan tekanan overburden efektif yang
dikalikan dengan v/(1-v), dimana v adalah Poisson ratio dari batuan.
Sedangkan tekanan horizontal maksimum sama dengan tekanan overburden
efektif, dimana didefinisikan sebagai:
Poverburden =TVD×Gf ......................................................................(4-33)

dimana:
TVD = kedalaman vertikal sumur.
Gf = gradien rekah formasi.
Sehingga pada kedalaman (TVD) dibawah 1500 ft, stress yang
paling sedikit terjadi adalah tekanan overburden, sehingga rekahan
cenderung terjadi pada arah horizontal. Dan untuk kedalaman (TVD) lebih
dari 3000 ft rekahan cenderung terjadi pada arah vertikal, seperti yang
terlihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17.
Arah Azimuth Rekahan(10)
Setelah dilakukan perekahan, maka bentuk rekahan akan
berkembang dalam tinggi, lebar dan panjang. Model perkembangan rekahan
tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut:
1) KGD/GDK (Khristianovich dan Zheltov; Geertsman and DeKlerk)
209

Dengan anggapan:
 Tidak ada gesekan pada boundaries
 Bentuk rekahan yang pendek dan lebar (Gambar 4.18. Side A)
 Penurunan tekanan seiring dengan volume (waktu)

2) PKN (Perkins and Kern; Nordgren)


Dengan anggapan:
 Ada gesekan pada boundaries
 Bentuk rekahan yang pipih dan panjang (Gambar 4.18. Side B)
 Tekanan naik seiring dengan volume

Side A Side B
KGD Fracture PKN Fracture

Gambar 4.18.
Model Pengembangan Rekahan (KGD dan PKN)(10)

Geertsma dan de Klerk memberikan suatu model untuk menentukan


geometri rekahan secara manual dari pemecahan persamaan simultan yang
menghubungkan antara (1) ratio dari lebar rekahan pada lubang sumur
dengan panjang dari salah satu sayap dari rekahan, dan (2) panjang rekahan
menuju formasi dan sifat dari fluida. Untuk menyederhanakan pemecahan
210

dari persamaan persamaan tersebut, hasil dari persamaan tersebut


dikombinasikan dengan grafik desain pada Gambar 4.19. Grafik ini

menghubungkan lebar rekahan tak berdimensi, K U dengan tiga parameter

tak berdimensi lainnya, yaitu, K L , K s , dan


K ηL yang didefinisikan pada
persamaan (4-34) hingga persamaan (4-37)
C . √t
K S=
V spurt .......................................................................................(4-34)

[ ][ ]
3
i μ
K ηL = 21 ,8
h . C2 E.t
..................................................................(4-35)
C .L.h
K L=
i. √ t ...................................................................................... (4-36)
C √t
KU=
W w .....................................................................................(4-37)
211

Gambar 4.19.
Chart Pendesainan Rekahan untuk Rekahan Linier Vertikal(18)

4.4.2.2. Jarak Penembusan Asam dalam Rekahan


Nierode dan Williams, melalui metodenya yang berdasarkan studi
atas treatment acid fracturing menunjukkan bahwa reaksi dari acid selama
aliran sepanjang rekahan dapat diperkirakan. Penentuan tersebut
mengasumsikan bahwa aliran adalah laminar, incompressible flow
sepanjang rekahan, viskositas reaksi asam adalah konstan, laju reaksi pada
permukaan batuan adalah infinite sehingga prosedur penentuan jarak
penetrasi asam akan ditunjukkan pada persamaan (4-38) hingga persamaan
(3-20).
Prosedur Perhitungan Penetrasi Asam
Langkah 1. Hitung laju kehilangan tekanan rata-rata dengan
menggunakan persamaan (4-38) :
πC
V N=
2 √t .....................................................................(4-38)
212

Langkah 2. Hitung besar Nre untuk aliran dalam rekahan dengan


menggunakan persamaan (4-39).
ρi
N RE =
μ h g ..................................................................(4-39)
Langkah 3. Plot harga NRE tersebut pada Gambar 3.11, kemudian baca
ω)
harga koefisien campuran efektif ( De ).
Langkah 4. Hitung besar bilangan Peclet (NPe) dengan menggunakan
persamaan (4-40):
w.VN
N Pe =
2 . De( ω) .............................................................(4-40)
Langkah 5. Hitung besarnya bilangan reynold untuk kehilangan fluida
Nre* dengan menggunakan viscositas akibat reaksi asam.
2.w.V N ρ
Nre* = μ ...........................................................(4-41)
Langkah 6. Menghitung jarak penembusan asam tak berdimensi (LaD).
Menggunakan persamaan (4-42):
2. L Nre∗¿
¿
LaD = w. Nre .........................................................(4-42)
Langkah 7. Hitung jarak penembusan asam (xL):

xL =
2 [ ]
w LaD N RE
N RE ¿
..................................................(4-43)
213

Gambar 4.20.
Koefisien Efektif Campuran(18)

4.4.2.3. Volume dan Konsentrasi Asam


Volume dan konsentrasi asam pada operasi acid fracturing menjadi
salah satu faktor penting dalam keberhasilannya. Hal tersebut berkaitan
dengan tingkat reaktifitas asam terhadap formasi yang ditembus. Volume
asam direncanakan agar mampu mengisi rekahan-rekahan yang terbentuk
pada formasi, yang kemudian akan bereaksi dengan formasi sehingga
membentuk jalan atau saluran untuk fluida hidrokarbon dari formasi ke
lubang bor. Sedangkan konsentrasi asam direncanakan berkaitan dengan
waktu reaksi asam dengan formasi, apabila konsentrasi terlalu besar maka
Reaksi akan terjadi lebih cepat dan asam akan habis sebelum mencapai
target tertentu. Sebaliknya apabila konsentrasi asam terlalu kecil maka
Reaksi asam dengan formasi akan memakan waktu yang cukup lama. Untuk
menentukan konsentrasi asam yang diperlukan dapat dilakukan dengan uji
214

solubility pada skala laboratorium dengan sample yang didapatkan dari


coring.
Untuk menentukan volume asam yang diperlukan, tentunya perlu
dihitung terlebih dahulu volume rekahan dengan persamaan sebagai berikut:
Vf = hf x W x 2L ........................................................................(4-44)
dimana:
Vf = Volume rekahan, ft3.
hf = Tinggi rekahan, ft.
W = Lebar rekahan rata-rata, ft.
L = panjang rekahan, ft.

Selanjutnya untuk menghitung volume asam yang diperlukan, untuk


rekahan satu sayap menggunakan persamaan:
Vasam = 3Vf ..............................................................................(4-45)

Asam HCl yang tersedia biasanya hanya ada dalam konsentrasi 32%,
sehingga apabila diperlukan HCl dengan konsentrasi lebih rendah maka
perlu dilakukan proses pengenceran dengan persamaan beikut:
(Vol. Larutan )(% HCl)(SG Larutan )
Vconcentrat = (% HCl concentrat)(SG concentrat ) ........(4-46)
dimana:
V concentrat = Volume asam baru yang akan diencerkan, bbl.
V larutan = Volume larutan asam baru yang diinginkan, bbl.
%HCl = Konsentrasi HCl yang akan dicapai, %.
%HCl concentrat = Konsentrasi HCl yang akan tersedia, %.
SG Larutan = SG larutan yang akan dicapai, fraksi.
SG concentrate = SG larutan yang akan tersedia, fraksi
Sehingga dapat ditentukan volume air yang perlu ditambahkan,
menggunakan persamaan:
Vair= Vol. Larutan – Vol. Konsentrat, bbl .......................(4-47)
215

Untuk menghitung SG larutan asam, dapat menggunakan persamaan


sebagai berikut:.

(Fraksi Konsentrasi
2
HCl
)+1
SGlarutan = ...............................(4-48)

4.4.2.4. Perhitungan Tekanan Pompa yang Dibutuhkan


Perencanaan tekanan pompa sangat dibutuhkan agar mendapat
tekanan yang cukup kuat untuk memompakan asam kedalam formasi. Pada
acid fracturing akan digunakan tekanan yang melebihi tekanan rekah
formasi agar tebentuk rekahan yang kemudian dipompakan asam. Sehingga
sebelum menentukan tekanan pompa yang dibutuhkan, kita harus
mengetahui terlebih dahulu tekanan hidrostatis dari fluida asam dan tekanan
rekah formasinya. Tekanan rekah formasi dapat kita ketahui melalui leak-off
test yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah dalam menentukan tekanan pompa yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1) Menghitung gradien rekah formasi
Tekanan rekah formasi adalah besarnya tekanan saat pertama kali
formasi batuan mulai merekah. Sebelum menentukan terjadinya perekahan
formasi, maka terlebih dahulu harus ditentukan gradien rekahnya. Metode
yang digunakan adalah Metode Gidley, William dan Schechter.
Persamaan matematis yang digunakan untuk menentukan gradien
rekah formasi yaitu:
Pr
Gf =α +(G o −α )×
D ............................................................. (4-49)

Keterangan:
Gf = gradien rekah formasi, psi/ft.
a = konstanta, berkisar antara 0.33 – 0.55.
Go = gradien overburden, psi/ft.
216

Pr = tekanan reservoir, psi.


D = kedalaman, ft.
Besarnya harga gradien overburden ditetapkan antara 1 hingga 1.2
psi/ft. Asumsi yang digunakan yaitu apabila kedalaman sumur kurang dari
10,000 ft, maka gradient overburden dianggap 1 psi/ft. Pada kedalaman
yang lebih besar dari 10,000 ft besarnya gradient overburden berkisar antara
1 hingga 1.2 psi/ft.

2) Menghitung tekanan rekah formasi


Berdasarkan harga tekanan rekah formasi, maka dapat diatur berapa
besar tekanan yang diperlukan untuk menginjeksikan asam agar terjadi
rekahan pada formasi.
Besarnya harga tekanan rekah formasi dapat ditentukan berdasarkan
harga gradien tekanan rekah dengan menggunakan persamaan berikut:

Pf =G f ×D ..............................................................................(4-50)
Keterangan:
Pf = tekanan rekah formasi, psi.
Gf = gradien rekah formasi, psi/ft.
D = kedalaman sumur, ft

3) Menghitung tekanan hidrodinamis asam


Tekanan hidrostatik asam dapat dihitung dengan mengetahui
gradient tekanan hidrostatis suatu asam dengan konsentrasi tertentu, untuk
gradient tekanan hidrostatis asam HCL, William B.B. telah merangkumnya
dalam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.21.
Sehingga dapat dihitung tekanan hidrostatis asam dengan persamaan
sebagai berikut:
Phasam =G ha×D ................................................................(4-51)
Keterangan:
217

Phasam = tekanan hidrostatis asam, psi.


Gha = gradien hidrostatik asam, psi/ft.
D = kedalaman, ft.

Gambar 4.21.
Hubungan Gradien Hidrostatik Asam HCl
terhadap Konsentrasi Asamnya(18)

4) Menghitung tekanan pompa awal

P pompa∗¿P f −Phasam ................................................................(4-52)


Keterangan:
Ppompa* = tekanan pompa sesuai tekanan rekah, psi.
Pf = Tekanan rekah formasi, psi.
Phasam = Tekanan hidrostatis asam, psi.

Untuk menghasilkan rekahan, maka tekanan pompa tersebut perlu

ditambah dengan safety faktor sebesar 100-200 psi dan tekanan sebesar

pressure loss yang ada.


218

P pompa=P pompa∗+safetyfactor+ pressureloss ...............(4-53)

4.5. Pelaksanaan Pengasaman (Acidizing)


4.5.1. Matrix Acidizing
1. Pickling Stage
Operasi yang dilakukan untuk membersihkan Injection string
(peralatan injeksi, tubing, coiled tubing). Larutan yang digunakan berupa
HCl dengan konsentrasi 5% dengan additive corrosion inhibitor dan iron-
control agent.

2. Preflush
Preflush bertujuan untuk menghilangkan scale organik dan
anorganik dari tubing, casing maupun perforasi, memindahkan minyak dari
daerah di sekitar lubang sumur untuk mencegah emulsi atau sludge agar
dapat memperlancar injeksi asam (flush). Konsentrasi HCl yang digunakan
sebesar 5% - 15% pada batu pasir dan HCl 3% - 5% pada batuan karbonat.

3. Flush Stage/ Main Acid


Tujuan tahap ini adalah untuk memperbaiki kerusakan formasi
dengan menghilangkan penyebab kerusakan pada formasi atau melarutkan
material batuannya. Pada batuan karbonat, asam yang digunakan utamanya
adalah HCl dengan konsentrasi yang bervariasi 15%-28% dan
menambahkan HF pada batu pasir (sandstone) serta larutan yang dipakai
dalam flush stage/ main acid umumnya terdiri dari campuran HF-HCl
dengan konsentrasi sebagai berikut :
1. HCl 12% + HF 3%
219

2. HCl 13% + HF 1,5%


3. HCl 7,5% + HF 1,5%
4. HCl 6% + HF 1,5%
5. HCl 9% + HF 1%
6. HCl 6,5% + HF 1%
7. HCl 3% + HF 0,5%
4. Overflush
Operasi yang dilakukan untuk membersihkan formasi dari sisa asam
dan produk hasil reaksi asam dimana jika tidak segera dialirkan kembali ke
lubang sumur dapat mengendap dan mengurangi permeabilitas. Fluida yang
digunakan adalah air ditambahkan dengan ammonium chloride (NH4Cl) 3%
- 8% atau asam lemah HCl dengan konsentrasi 3% - 10% .

4.5.2. Acid Fracturing


1. Pickling Stage, yaitu tahapan membersihkan tubing agar fluida perekah
yang akan digunakan dalam proses perekahan dapat mengalir dengan
lancar. Pickling stage biasanya menggunakan 5% HCl dicampur dengan
iron-control agent dan corrosion inhibitor.

2. Step rate test, yaitu dilakukan dengan cara menginjeksikan braine water
dengan variasi tekanan semakin meningkat hingga melebihi tekanan
rekah formasi, hal ini ditujukan untuk mengumpulkan data yang
berhubungan kondisi surface dan subsurface yang berkaitan dengan
respon formasi terhadap fluida treatment dan kemampuan peralatan
terutama packer dalam menahan force up akibat tekanan surface. Step
rate test sendiri terbagi menjadi dua, yaitu step up rate test dan step
down rate test. Step up rate test dilakukan dari awal pemompaan braine
water kedalam formasi dengan variasi tekanan yang meningkat untuk
mengetahui kapan formasi tersebut akan pecah dan kemudian dilanjut
dengan step down rate test dengan menurunkan tekanan pompa secara
220

perlahan dan berangsur untuk mendapatkan harga closure pressure.


Kedua test ini akan dicatat hasilnya pada variasi tekanan tertentu guna
mengamati perubahan tekanan dan efeknya terhadap formasi. Dimana
tujuan dilakukannya pengujian ini adalah membuat rekahan dan
membandingkannya dengan rekahan yang telah direncanakan. Apabila
hasil rekahan, volume dan tekanan sesuai dengan perencanaan maka
kegiatan stimulasi acid fracturing dapat dilanjutkan dengan main
fracturing (perekahan asam sesungguhnya), namun apabila terdapat
penyimpangan hasil dari perencanaan maka perlu dilakukan redesign
(perencanaan ulang).

3. Main Fracturing
Main Fracturing terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1. Preflush Stage, yaitu tahapan yang dilakukan dengan memompakan
asam yang konsentrasinya rendah dan jumlahnya kira-kira setengah dari
volume untuk perekahan sebenarnya. Asam yang digunakan adalah HCl
(hydrochloric) dengan konsentrasi yang berkisar antara 5% sampai
dengan 15% larutan. Pada kondisi ini asam akan bereaksi dengan
mineral-mineral formasi yaitu potassium fluosilicates, calcite (calcium
carbonate), dan material calcareous lainnya yang cenderung
mengendap dengan HF. Tujuan dari preflush ini adalah untuk membuka
rekahan awal dan menurunkan temperatur di sekitar rekahan, sehingga
nantinya dapat memperdalam penetrasi asam.
2. Main Acid Stage, merupakan tahapan pemompaan asam utama yang
digunakan untuk memperbesar rekahan, dimana prinsipnya dengan
melarutkan dinding rekahan. Asam ini terdiri dari asam yang memiliki
konsentrasi paling tinggi daripada asam yang digunakan pada tahapan
lain. Terkadang penentuan konsentrasi dan jenis asam ini akan sangat
menentukan tingkat keberhasilan dari operasi aicd fracturing. Pada
tahapan ini asam tersebut harus ditambahkan dengan beberapa aditif,
221

dan dalam proses penginjeksiannya dikombinasikan dengan beberapa


diverter stage. Selain itu, dalam tahapan ini terdapat istilah spotting,
dimana asam dibiarkan bereaksi dengan mineral batuan agar mineral
batuan tersebut dapat larut dan tidak mengendap, sehingga akan
terbentuk rekahan yang baik.
3. Overflush Stage, merupakan proses pendorongan asam yang masih ada
dalam tubing agar seluruh asam masuk ke dalam formasi untuk
menambah jarak penetrasi asam dan mengurangi waktu kontak asam
dengan tubing,. Selain itu juga, untuk memindahkan asam yang telah
terpakai jauh dari lubang sumur sehingga presipitasi yang dapat
terbentuk tidak akan banyak merusak.

4.6. Evaluasi Pengasaman (Acidizing)


Suatu sumur yang telah distimulasi harus dievaluasi untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai. Dengan
dilakukannya stimulasi pengasaman matriks, umumnya akan dihasilkan
peningkatan laju produksi harian. Namun peningkatan ini tidak bisa
dijadikan parameter penilaian utuk menentukan keberhasilan secara
keseluruhan.
Sasaran utama dilakukannya pengasaman (acidizing) adalah untuk
memperbaiki permeabilitas formasi disekitar lubang sumur yang mengecil
akibat kerusakan. Walaupun permeabilitas tidak berhasil diperbaiki akibat
penggunaan asam yang tidak sesuai dan pengendapan kembali hasil reaksi
yang tidak larut, bisa saja terjadi peningkatan laju produksi.
Asam yang diinjeksikan melewati tubing dapat melarutkan lapisan
scale yang menempel di dinding tubing dan lubang perforasi. Dengan
hilangnya lapisan scale pada dinding tubing dan lubang perforasi, aliran
fluida dari lubang sumur ke permukaan menjadi lebih lancar dari
sebelumnya. Friksi yang dihasilkan selama fluida mengalir melewati
222

dinding tubing yang bersih dari scale akan sangat kecil , sehingga
kehilangan tekanan yang terjadi pun relatif rendah.
Sehingga meskipun tidak terjadi perubahan terhadap permeabilitas,
tetap saja akan dihasilkan peningkatan laju produksi dibandingkan sebelum
dilakukannya pengasaman.
Jadi untuk melakukan evaluasi secara tepat adalah dengan
melakukan suatu pengujian terhadap sumur, dan salah satu metode
pengujian umum digunakan adalah Pressure Build Up (PBU) Test.
Seperti telah diuraikan sebelumnya pada bab III, PBU Test
dilakukan dengan jalan menutup sumur. Sebelum penutupan sumur
diproduksika selama selang waktu tertentu (tp) dengan laju aliran konstan.
Kemudian baru dilakukan penutupan hingga tekanan naik dan dicatat
sebagai fungsi waktu. Tekanan yang dicatat adalah tekanan dasar sumur.
Dari pengujian ini didapatkan parameter-parameter yang dapat
dijadikan kriteria untuk menilai keberhasilan stimulsi pengasaman matriks
yang dilakukan terhadap sumur.

4.6.1. Evaluasi Desain


Pada evaluasi desain, akan ditinjau dari segi geometri rekahannya yang akan
didapatkan harga konduktivitas rekahan, permeabilitas hingga PI.

4.6.1.1. Konduktivitas Rekahan


Konduktivitas acid fracturing sukar untuk diramalkan karena sangat
tergantung dari proses stochastic (proses yang tidak pasti bagaimana),
misalnya dinding tidak dietched secara heterogen, maka hasil konduktivitas
akan kecil, jadi untuk peramalan hasil konduktivitas akan empiris. Pertama
berdasarkan distribusi asam direkahan, jumlah batuan yang dilarutkan
sepanjang rekahan dihitung. Lalu korelasi empiris untuk menghitung
konduktivitas rekahan berdasarkan jumlah batuan yang terlarut.
223

Jumlah batuan yang dilarutkan pada stimulasi acid fracturing


wa
dinyatakan dalam lebar ideal ( ), yang didefinisikan sebagai lebar rekahan
yang terjadi karena kelarutan oleh asam sebelum rekahan menutup. lebar
ideal rata-rata dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut:
Xit
wa 
2 xLh(1   ) ...................................................................... (4-54)

Model ini untuk memprediksikan konduktivitas rekahan hasil dari


perekahan asam, dikemukakan oleh Nierode dan Kruk. Untuk menggunakan
model ini, panjang rekahan yang kontak dengan asam ( xL ), volume asam

yang diinjeksikan ( i t ), kekuatan pelarutan asam ( X ), dan rock embedment

strength ( S RE ) harus diketahui. Teori dari konduktivitas rekahan (dengan


mengasumsikan reaksi yang seragam dan tidak ada fracture closure), maka
dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan (3-32) dan
konduktivitas yang diharapkan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (3-33).
3
w 
wk fi  9.36 x 10  a 
13

 12  ............................................................(4-55)

wkf  C1 exp(C 2 ) ..................................................................(4-56)

dengan :
C1  0,265( wkf i ) 0.822
................................................(4-57)
C 2  [19,9  1,3 ln S RE ]x10 3 ...................................... (4-58)

Untuk 0 < SRE < 20.000 psi dan,


C 2  [3,8  0,28 ln S RE ]  x10 3 .................................. (4-59)

untuk 20.000 < SRE < 500.000 psi

Metode Cinco-Ley, Samaniego dan Dominiquez


224

Metode ini adalah metode umum yang dipakai dalam penentuan


konduktivitas rekahan (fracture conductivity) serta untuk evaluasi dengan
cepat mengenai berapa perkiraan kelipatan kenaikan produktivitas (K2P)
pada perekahan hidrolik. Asumsi yang digunakan adalah:
 Area pengurasan silindris,
 Komplesi sumur cased hole,
 Memperhitungkan permeabilitas dan konduktivitas serta panjang
rekahan,
 Aliran fluida steady state,
Dengan terbentuknya rekahan di dalam formasi yang disebabkan
oleh reaksi asam, maka akan terbentuk media aliran fluida baru di formasi.
Besar kecilnya kemampuan aliran fluida di dalam rekahan atau
yang disebut sebagai konduktivitas rekahan (fracture conductivity),
tergantung dari harga permeabilitas dan lebar rekahan yang terbentuk.
Jari-jari sumur efektif, rw’ akan digunakan dalam evaluasi di sini.
Semakin besar jari-jari sumur maka semakin besar pula produktivitas
sumur tersebut. Cinco-Ley, dkk membuat grafik seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.14. Untuk itu didefinisikan konduktivitas rekahan tanpa dimensi
(dimensionless fracture conductivity), Fcd adalah sebagai berikut:
WKf
Fcd= ..........................................................................................(4-60)
K × Xf
Keterangan :
w = lebar rekahan setelah menutup, ft.
Kf = permeabilitas rekahan, mD.
K = permeabilitas formasi, mD.
Xf = panjang rekahan satu sayap, ft.
Persamaan (3-35) menunjukkan bahwa harga Fcd berbanding
lurus dengan harga konduktivitas rekahan, sehingga harga konduktivitas
rekahan sangat menentukan keberhasilan dari pelaksanaan perekahan.
Umumnya harga WKf diberikan bersama-sama, yang harganya biasanya
225

sekitar 1.000 mD-ft sampai beberapa ribu mD-ft tergantung dari lebar
rekahan, konduktivitas formasi setelah bereaksi dengan asam dan
kerusakan pada konduktivitas sendiri karena gel residu, embedment, dll,
sehingga biasanya kita mengambil harga dari perusahaan dikalikan 0,3
(akibat kerusakan-kerusakan diatas). Untuk harga Fcd > 30, rw’ = 0,5 Xf
dan rekahan akan berlaku seakan-akan tak berhingga, serta dengan ini
takperlu menaikkan konsentrasi asamnya dengan misalnya menggunakan
asam yang lebih kuat. Tetapi bila Fcd < 0,5, rw’ = 0,28 WKf/K dan panjang
rekahan lalu tidak menjadi masalah (kecuali jika ada formation damage
maka rekahan harus lebih panjang yang bisa melewati zona damage
tersebut).

Gambar 4.22.
Grafik Hubungan antara rw’ dan Fcd(15)

Pada umumnya harga optimum Fcd = 2. Ini hanya dari segi aliran fluida
pseudo radial di formasi, bukan secara ekonomi perekahan dan bukan
untuk aliran keseluruhan di reservoir serta berlaku terutama untuk
perekahan yang lebar dan pendek. Untuk rekahan panjang dan sempit,
mungkin Fcd = 1. Adapun Perhitungan harga skin semu (pseudo skin)
berdasarkan pengaruh harga rw’ dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
226

rw '
S=−ln ........................................................................................(4-61)
rw

Keterangan :
S = faktor skin.
rw = jari-jari sumur, ft.
rw ’ = jari-jari sumur efektif, ft.

4.6.2. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Parameter Laju Produksi


Mengevaluasi hasil pengasaman pertama-tama adalah dengan
mengamati laju hariannya. Bila laju produksi harian setelah pengasaman
lebih besar dibanding sebelum pengasaman, maka dapat dikatakan
pengasaman tersebut berhasil.

4.6.3. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Parameter Faktor Skin

S = 1,151
( P 1jam - Pwf
m
- log
(
k
φ μ Ct rw
2
+ 3,23
) ) .............(4-62)

dimana :
P1jam = pembacaan tekanan dari bentuk linear pada kurva PBU
selama 1 jam penutupan
Pwf = tekanan sumur sesaat sebelum penutupan, psi
m = kemiringan slope pada bagian linear dari grafik
 = viskositas, cp
 = porositas, fraksi
k = permeabilitas, md
Ct = kompressibilitas batuan, psi-1
rw = jari-jari sumur, ft
h = ketebalan lpisan produktif, ft
227

Kerusakan formasi akibat faktor skin dapat dilihat dari


penyimpangan harga S terhadap titik nol, dan secara kuantitatif dinyatakan
sebagai :
S > 0 = adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur
S = 0 = kerusakan sumur di sekitar lubang sumur diabaikan
S < 0 = adanya perbaikan formasi di sekitar lubang sumur
Sebelum dilakukan stimulasi pengasaman matriks, pada formasi
yang mengalami kerusakan akan memberikan harga skin factor yang
bernilai positif (S > 0). Semakin besar harga S, semakin tinggi tingkat
kerusakan yang terjadi, atau dengan kata lain semakin kecil harga
permeabilitasnya.
Kemudian dengan dilakukannya stimulasi, diharapkan harga
permeabilitas akibat kerusakan dapat diperbaiki, sehingga akan dihasilkan
penurunan harga S maksimal hingga bernilai negatif.
Jadi dengan berdasarkan pada harga skin factor, suatu operasi
stimulasi pengasaman matriks dapat dikatakan berhasil jika harga S yang
dihasilkan setelah pengasaman lebih kecil daripada harga sebelumnya,
maksimal mencapai harga negatif.

4.6.4. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Parameter Indeks


Produktivitas
Produktivity Index adalah indek yang menyatakan kemampuan suatu
formasi untuk mengalirkan fluidanya ke dasar sumur pada drawdown
tertentu..
Secara matematik PI dinyatakan :

0,007082 k h
PI = .
re
B o μ o ln ( )
rw .........................................................(4-63)
228

Pwf besarnya dipengaruhi oleh adanya faktor hambatan (skin), maka


terdapat dua type indeks produktivitas, yaitu PI ideal dan PI aktual
q
PI aktual =
Ps - Pwf ........................................................... (4-64)
q
PI ideal =
Ps - ( Pwf + ΔP skin )) ...........................................(4-65)

Menurut Kermitz E Brown (1967) bahwa batasan terhadap tingkat


produktivitas sumur adalah :
PI rendah jika PI < 0,5
PI sedang jika 0,5 < PI < 1,5
PI tinggi jika PI > 1,5

4.6.5. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Parameter Kurva PR


Grafik kurva performance yang disebut Inflow Performance
Relationship (IPR) merupakan grafik kemampuan suatu sumur selama
produksi, yang menunjukkan hubungan antara kapasitas produksi dengan
tekanan alir dasar sumur.
Pengamatan terhadap kurva IPR dari suatu sumur sebelum dan
sesudah pengasaman dapat menentukan sukses tidaknya operasi
pengasaman Pengasaman dikatakan berhasil jika pada drawdown (Ps – P wf)
yang sama akan diperoleh laju produksi yang berbeda, yaitu laju produksi
setelah stimulasi mengalami peningkatan.
229

Gambar 4.23.
Perbandingan Kurva IPR Sebelum dan Sesudah Pengasaman(9)

4.6.6. Evaluasi keberhasilan Berdasarkan Parameter Effisiensi Aliran


Effisiensi aliran adalah suatu konstanta yang menunjukkan
pengertian identik dengan adanya skin di sekitar sumur pada formasi
produktif.
¿
PI actual P −Pwf −P skin
FE=
PI ideal
= ¿
P −Pwf
..........................................(4-66)

Harga maksimum FE = 1, jika tidak ada kerusakan dalam lubang sumur.


Jika FE < 1, jika ada kerusakan dalam lubang umur.
Jika FE > 1, jika terjadi perbaikan permeabilitas di sekitar lubang sumur.

4.6.7. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Produktivity Ratio


Productivity Ratio (PR) didefenisikan sebagai perbandingan antara
permeabilitas rata-rata dengan harga permeabilitas effektif.
Permeabilitas rata-rata diperoleh dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
q . B . μ. ln(r e /r w )
k avg=
7 , 08. h.( P e−Pwf ) .............................................................(4-67)
230

Sedangkanuntuk menghitung harga permeabilitas efektif digunakan


persamaan berikut :
q.B . μ
k avg=
6,15.m.h .........................................................................(4-68)
Sehingga diperoleh hasil akhir untuk menentuakan besarnya harga
PR sebagai berikut :
k avg 0 ,86. m . ln(r e /r w ) 2 .m . log(r e /r w )
PR= = =
ke (P e−P wf ) Pe−P wf .......................(4-69)
Harga PR utuk formasi yang mengalami kerusakan sebelum
pengasaman akan bernilai rendah, biasanya kurang dari satu. Dan dengan
dilakukannya pengasaman, diharapkan harga PR dapat meningkat daripada
harga sebelumnya, maksimal diatas satu.
Sehingga berdasarkan harga PR suatu stimulasi pengasaman matriks
akan berhasil jika harga PR yang dihasilkan meningkat dari harga
sebelumnya, (maksimal melebihi satu).

4.6.8. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Damage Factor


Damage Factor (DF) dapat dihitung berdasarkan harga Productivity
Ratio, yang dirumuskan sebagai berikut :

DF = (1 – PR) .........................................................................(4-70)

Untuk formasi yang mengalami kerusakan, harga PR rendah


sehingga harga DF yang diperoleh bernilai positif. Dan dengan
meningkatnya PR melalui pengasaman, dihasilkan harga DF yakecil
(maksimal bernilai negatif).
Jadi keberhasilan pengasaman akan menghasilkan penurunan harga
DF, maksimal hingga bernilai negatif.
231

4.6.9. Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Damage Ratio


` Harga Damage Ratio berbanding terbalik dengan harga Productivity
Ratio, yang dirumuskan sebagai berikut :
1
DR=
PR ......................................................................................(4-71)
Jadi berdasarkan parameter DR, suatu pengasaman dikatakan
berhasil jika harga DR yang diperoleh lebih kecil daripada harga
sebelumnya (maksimal kurang dari satu).

Anda mungkin juga menyukai