Anda di halaman 1dari 21

MEC 203

KONSEP PATOLOGI 2

Buku Skills Lab Mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta
2018
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Buku Skills Lab Mahasiswa Blok Konsep Patologi 2 (MEC 203)


ini telah disahkan oleh :

Jakarta, 3 September 2018

i
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Daftar Isi

Pernyataan Persetujuan ........................................................................................ i


Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Skills Lab 1. Pemeriksaan Fisik Payudara ........................................................... 1


Skills Lab 2. Keterampilan Klinis Pemeriksaan Benjolan .................................. 7
Skills Lab 3. Balut dan Bidai .............................................................................. 10

Fasilitas .............................................................................................................. 18

ii
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Skills Lab 1
Pemeriksaan Fisik Payudara

Learning Objective:
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik payudara secara umum.

Basic Review :
Pemeriksaan fisik payudara dilakukan pada pasien dengan adanya keluhan di payudara.
Beberapa keluhan yang berkaitan dengan payudara misalnya:
1. Adanya perubahan ukuran
2. Adanya benjolan
3. Nyeri
4. Bentuk kulit yang tidak wajar
5. Luka
6. Kelainan bentuk puting susu

Pemeriksaan fisik payudara, dilakukan dengan prinsip inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Sebelum dilakukan pemeriksaan status lokalis pada payudara, setiap pemeriksaan
fisik sebaiknya dimulai dengan:
1. Melihat keadaan umum pasien seperti: terlihat sakit berat hingga tidak terlihat sakit
2. Menilai kesadaran pasien seperti: sadar penuh hingga tidak sadar
3. Memeriksa tanda vital pasien meliputi: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas
dan suhu.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki.
Tujuan pemeriksaan fisik payudara adalah:
1. Menemukan apakah terdapat kelainan pada payudara
2. Memeriksa apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional (aksila dan
supraclavicula)

Untuk kepentingan pemeriksaan status lokalis payudara maka payudara dibagi menjadi
5 regio yaitu:
1. Superolateral
2. Superomedial
3. Inferolateral
4. Inferomedial
5. Sentral / Papila

1
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Pembagian payudara ini dengan membayangkan payudara seperti sebuah jam yang dibagi
menjadi 4 dengan menarik garis lurus antara jam 12  jam 6 dan jam 3jam 9.

Inspeksi
Dilakukan untuk melihat adanya kelainan di payudara ataupun disekitar payudara
seperti aksila dan supraclavicula. Pada saat inspeksi yang harus dilihat dan dilaporkan adalah:
1. Melihat payudara kanan dan kiri
2. Simetris atau tidak
3. Tampak benjolan atau tidak
4. Tampak perubahan kulit seperti kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, peau
d’orange dan ulserasi.
5. Melihat puting susu tampak tertarik, erosi, krusta, dan discharge
6. Melihat apakah terdapat benjolan di aksila
7. Melihat apakah terdapat benjolan di supraclavicula

Inspeksi dilakukan pada pasien dengan beberapa posisi:


1. Pasien duduk / berdiri dengan posisi badan tegak dan kedua tangan diletakkan diatas
kedua paha untuk merelaksasi musculus pektoralis.
2. Pasien duduk / berdiri dengan kedua tangan menekan pinggang untuk
mengkontraksikan musculus pektoralis.
3. Pasien berdiri lalu membungkukkan badan ke depan untuk melihat apakah kedua
payudara tergantung secara berimbang.

2
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

3
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Palpasi
Sebelum palpasi dilakukan, tanyakan kepada pasien apakah terdapat adanya nyeri pada
payudara dan palpasi dilakukan mulai dari payudara yang tidak nyeri.
INGAT!! Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien.
1. Pasien tidur terlentang dengan bantal dikepala, telapak tangan kiri dibelakang kepala
pasien. Pada pasien dengan mammae yang besar, perlu diganjal dengan bantal di
punggung.
2. Pemeriksa berada di sisi kanan pasien.
3. Pemeriksa menggunakan kedua tangan dengan permukaan palmar jari telunjuk, tengah
dan jari manis menekan payudara kiri ke arah dinding dada.
4. Asumsikan payudara sebagai jam, lakukan pemeriksaan secara melingkar dari bagian
luar ke arah puting susu termasuk di bawah puting susu.
5. Jika ukuran payudara besar, gunakan tangan anda yang satunya untuk menahan
payudara tersebut pada tepi bawahnya
6. Palpasi puting susu dengan memegangnya secara lembut diantara ibu jari dan jari
telunjuk, cobalah untuk memerah keluar sekret apapun. Pijatlah payudara ke arah puting
untuk mengeluarkan sekret. Bila terdapat sekret perhatikan warna dan konsistensi sekret
yang keluar.
7. Lakukan palpasi pada ekor aksila / cauda spence / insersi musculus pectoralis pada
humerus dengan menggunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan. Ibu
jari berada di sisi luar, jari telunjuk dan jari tengah berada di sisi dalam aksila
8. Ulangi dengan cara yang sama untuk payudara sisi satunya. Palpasi payudara kanan
tetap dilakukan dengan kedua tangan. Palpasi ekor aksila payudara kanan menggunakan
ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri.
9. Selanjutnya adalah palpasi kelenjar getah bening aksila. Pasien duduk menghadap
pemeriksa. Topanglah seluruh lengan pada bagian siku pasien dengan menggunakan
tangan pemeriksa yang sama sisi (ketiak kanan pasien diperiksa tangan kiri pemeriksa,
ketiak kiri diperiksa tangan kanan) misal: memeriksa aksila kiri, maka lengan kiri
pasien ditopang oleh lengan kiri pemeriksa, dan kelenjar gerah bening diperiksa oleh
tangan kanan pemeriksa. Gerakan tangan pemeriksa yang lain ke arah aksila dan puncak
aksila, tekan isi aksila ke dinding dada. bila terdapat massa maka pemeriksa harus
menilai jumlah, ukuran, konsistensi melekat atau tidak.
10. Pemeriksaan kelenjar getah bening supraklavikula. Pemeriksaan dilakukan berhadapan
dengan pasien. Lakukan palpasi pada fossa supraklavikula dan laporkan hal yang sama
bila didapati adanya massa.

Bila didapati adanya massa / tumor pada payudara, maka harus menilai:
1. Jumlah tumor
2. Ukur diameter masingmasing tumor dengan menggunakan kaliper
3. Menyebutkan lokasi tumor pada regio payudara
4. Jarak tumor (cm) dari puting susu
5. Konsistensi: kenyal (spt ujung hidung) atau keras (spt tulang) atau lunak (spt ujung
bawah daun telinga)
6. Batas: tegas atau tidak

4
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

7. Permukaan: berbenjol atau licin


8. Mobilitas: melekat dengan jaringan dibawahnya atau tidak

Untuk menilai mobilitas, peganglah massa atau tumor dengan ibu jari atau jari telunjuk.
Mintalah pasien untuk mengkontraksikan dan merelaksasikan musculus pectoralis secara
bergantian. Saat musculus pectoralis berkontraksi rasakan apakah massa ikut bergerak atau
tidak dan apakah massa terpisah saat otot relaksasi.

Saat relaksasi m. Saat kontraksi m. mobilitas Arti


pectoralis pectoralis
Tidak melekat ke m.
Dapat digerakkan Dapat digerakkan ada
pectoralis
Dapat digerakkan Tidak dapat digerakkan immobile Melekat ke m. pectoralis
Melekat ke jaringan yang
Tidak dapat digerakkan Tidak dapat digerakkan immobile
lebih dalam.

Perkusi tidak dilakukan


Auskultasi hanya dilakukan bila pada perabaan tumor teraba adanya denyut.

5
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Checklist Pemeriksaan Fisik Payudara

Nilai
No Pemeriksaan
0 1 2
1 Membina raport
2 Cuci tangan
3 Inspeksi
4 Melaporkan hasil inspeksi
5 Palpasi payudara
6 Palpasi kelenjar getah bening aksila
7 Palpasi kelenjar getah bening supraklavikula
8 Melaporkan hasil palpasi

Nilai maksimal 16
Nilai batas lulus 80% x 16 = 13

Daftar Pustaka
1. Macleod J. Macleod’s Clinical Examination. Elsevier Health Sciences; 2009. 491 hlm.
2. Panduan-Ketrampilan-Klinis.pdf [Internet]. [dikutip 10 Juli 2018]. Tersedia pada:
https://www.researchgate.net/profile/Fika_Ekayanti/publication/322952074_Panduan_Ket
rampilan_Klinis/links/5a796b6545851541ce5cdf42/Panduan-Ketrampilan-Klinis.pdf
3. Hurley KF. OSCE and Clinical Skills Handbook. Elsevier/Saunders; 2011. 411 hlm.
4. IDI. Panduan Ketrampilan Klinis. Edisi 1. 2017

6
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Skills lab 2
Ketrampilan Klinis Pemeriksaan Benjolan

Learning Objective:
Setelah mendalami ketrampilan klinis pemeriksaan benjolan, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menerapkan prinsip pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
2. Megerti pengertian konsistensi: keras, kenyal, lunak
3. Mengerti konsep batas-batas benjolan
4. Mengerti konsep permukaan rata / berbenjol
5. Mengerti konsep bergerak / tidak bergerak
6. Mampu memperkirakan suatu benjolan berasal dari organ kulit atau jaringan lunak,
atau tulang
7. Mampu memperkirakan suatu benjolan kemungkinan neoplasma jinak atau neoplasma
ganas

Basic Review:
Pemeriksaan fisik benjolan
Seperti semua pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan fisik pada suatu benjolan juga
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultusi. Pemeriksaan fisik benjolan adalah suatu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada suatu benjolan. Sebelum dilakukan pemeriksaan
terfokus, sebaiknya semua pemeriksaan fisik dimulai dengan melihat keadaan umum dan
diikuti dengan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
Pemeriksaan fisik benjolan yang baik, dapat memperkirakan kemungkinan asal benjolan
tersebut. Berasal dari organ kulit, jaringan lunak (lemak, pembuluh darah, otot, jaringan ikat)
atau tulang. Selain itu, juga dapat memperkirakan benjolan tersebut kemungkinan sebagai
suatu neoplasma jinak atau neoplasma ganas.
Pengertian:
1. Perabaan keras  teraba seperti batu / kayu (ujung siku)
2. Perbaan kenyal  seperti meraba jelly / agar – agar (ujung hidung)
3. Perabaan lunak  seperti meraba buah pisang (bibir)
4. Berbatas tegas  bagian tepi tumor teraba jelas perbatasannya dengan sekelingnya
5. Berbatas tidak tegas  bagian tepi tumor tidak teraba jelas perbatasannya dengan
sekitar
6. Permukaan rata  permukaan tumor teraba rata, halus
7. Permukaan berbenjol – benjol  permukaan tumor teraba ada benjolan / tidak rata
8. Benjolan bergerak  benjolan dapat digerakkan dari sekitarnya
9. Benjolan tidak bergerak  benjolan tidak dapat digerakkan dari sekitarnya

7
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Suatu tumor diperkirakan jinak bila: perabaan kenyal atau lunak, batas tegas,
permukaan rata, dan bergerak.
Suatu tumor diperkirakan ganas bila: perabaan keras, batas tidak tegas, permukaan
berbenjol-benjol, dan tidak bergerak.
Namun untuk memperkirakan suatu benjolanitu neoplasma jinak atau ganas, haruslah
diawali dengan proses anamnesis yang baik. Gabungan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baik, akan menghasilkan keakuratan diagnosis sekitar 90%.

Langkah – langkah:
Sebelum melakukan pemeriksaan, lakukanlah membina raport. Lakukan komunikasi yang
baik untuk membuat pasien merasa nyaman dan percaya.
Inspeksi
1. Melihat dan menyebutkan dimana lokasi tumor berada (leher, tangan, kaki, paha, perut,
dll).
2. Melihat warna kulit pada benjolan (sama dengan sekitar / kemerahan/ kebiruan)
3. Adakah perubahan bentuk kulit pada kulit diatas benjolan (ada pungta/bintik, peau
d’orange, luka)
4. Adakah pelebaran vena / venektasi di sekitar benjolan

Palpasi
Sebelum melakukan palpasi, jangan cuci tangan. Saat melakukan palpasi, sebaiknya tidak
menggunakan sarung tangan, dengan maksud dapat merasakan hal – hal yang ingin dirasakan
1. Palpasi menggunakan sisi dalam ujung jari, dapat mengunakan jari tlunjuk dan jari
tengah ataupun jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Bila benjolan terlalu besar, dapat
menggunakan kedua tangan
2. Menetukan jumlah benjolan
3. Merasakan konsisitensi benjolan (keras, kenyal, lunak)
4. Merasakan batas tumor (tegas, tidak tegas)
5. Merasakan permukaan tumor (rata, berbenjol)
6. Merasakan kehangatan pada tumor (sama dengan sekitar atau terasa lebih hangat)
7. Merasakan ada denyut atau tidak
8. Merasakan ada nyeri atau tidak
9. Menekan untuk melihat adakah cairan / discharge yang keluar
10. Menggerakkan benjolan untuk merasakan ada pergerakan atau tidak
11. Melakukan pengukuran tumor (panjang x lebar)

Perkusi  umumnya tidak dilakukan. Kecuali benjolan cukup besar misal dengan diameter
10 cm, untuk menilai suara perkusi yang dihasilkan. Bila benjolan itu padat akan terdengar
pekak, sedangkan bila benjolan berisi cairan, akan terdengar redup

Auskultasi  dilakukan pada semua benjolan. Bila dicurigai benjolan tersebut berasal dari
pembuluh darah atau usus. Bila pembuluh darah (misal aneurisma) akan terdengar Bruit. Bila
dari usus akan terdengar suara usus. Auskultasi menggunakan sisi diafragma dari stetoskop.
Pemeriksaan tambahan

8
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Diaphanoskopi / transiluminasi  pemeriksaan menggunakan cahaya / lampu senter.


Digunakan untuk menyinari benjolan dan melihat benjolan dari kegelapan. Bila benjolan
terlibat terang maka kemungkinan benjolan tersebut berisi cairan. Sedangkan bila tidak
terlihat terang, maka benjolan tersebut padat. Pemeriksaan ini dilakukan pada benjolan yang
besar, diperkirakan berisi air.

Check List Pemeriksaan Benjolan (Benjolan di Payudara)

No Pemeriksaan NILAI
0 1 2
1 Membina raport
2 Cuci tangan
3 Melakukan inspeksi dan melaporkan hasil
4 Melakukan palpasi dan melaporkan hasil
5 Melakukan auskultasi
Total

Skor maksimal = 10
Skor batas lulus = 80% x skor maksimal = 8

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak lengkap
2 = dilakukan dengan lengkap

Referensi:
MacLeod J. MacLeod’ Clinical Examination. Elsevier Health Sciences. Ed ke – 13. 2009. 51
– 53

9
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Skills Lab 3
Pembidaian

Learning Objective:
TIU : Mahasiswa mampu melakukan Pembidaian
TIK :
1. Mampu melakukan persiapan pembidaian
2. Mampu memeriksa bagian tubuh yang dicurigai fraktur
3. Mampu mengetahui komplikasi fraktur
4. Mengetahui macam-macam pembidaian dan mampu memilih secara melakukan
pembidaian secara benar

Basic Review
TINDAKAN LIFE SAVING/STABILISASI PADA TRAUMA
MUSKULOSKELETAL

Definisi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap stabil
selama pertolongan pertamaTransportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat
satu ke tempat lain tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di
lapangan.

Prinsip Stabilisasi :
1. Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang dialami.
2. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil.
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk lagi.
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang
digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit.

3.1. Pembidaian
 adalah suatu cara pertolongan pertama pada trauma muskuloskeletal untuk
mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat.
 adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yangmengalami cedera, dengan
menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.

10
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Beberapa Macam Jenis Bidai


1. Bidai keras. Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain
yang kuat dan ringan. Pada prinsipnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna
dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di
lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidaitraksi. Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Bidai jenis ini, sekaligus untuk melakukan traksi guna melawan gaya tarik otot yang
besar. Contoh: bidai traksi tulang paha.
3. Bidai improvisasi. Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk
penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh: majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebat. Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya
dipakai mitela(kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk
menghentikan pergerakan daerah cedera. Contoh: gendongan lengan.

Tujuan Pembidaian
1. Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi.
2. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang
patah.
3. Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul.
4. Untuk mencegah terjadinya syok.
5. Untuk mengurangi nyeri.
6. Mempercepat penyembuhan.

Indikasi Pembidaian
1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
3. Dislokasi persendian

Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh ditemukan :
1. Pasien merasakan tulangnya patah atau mendengar bunyi krek saat terjadi trauma.
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitasyang mengalami
cedera (Krepitasi)
11. Perdarahan bisa ada atau tidak

11
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

12. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
13. Kram otot di sekitar lokasi

Teknik Pembidaian
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan
dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan
ketandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang
3. Bebaskan area pembidaian dari benda-bendayang terpasang melingkar (baju, cincin, jam,
gelang dll)
4. Periksa denyut nadi distal dan fungsi saraf extremitas distal sebelum dan sesudah
pembidaian dan perhatikan warna kulit bagian distal.
5. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sebagai
contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut.
6. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma
sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
7. Fraktur tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau tarikan
ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk
melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan
sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua
ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko
untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
8. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara
ekstremitas dengan bidai.
9. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi :
 superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur, diantara lokasi fraktur dan lokasi
ikatan pertama
 inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur, diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan
ketiga
10. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
11. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
12. Jika mungkin elevasikan anggota gerak tersebut setelah dibidai;

12
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika


tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah
seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang
tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan
pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.

Kontra Indikasi Pembidaian


1. Pembidaian boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi.
2. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal
daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit,
sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan
oleh tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.

Jenis Pembidaian
1. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
Dilakukan di tempat terjadinya kecelakaan, sebelum penderita dibawa ke
rumah sakit.Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya.Bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang lebihberat. Bisa dilakukan
oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar pembidaian.
2. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit).Pembidaian dilakukan
untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi.Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai
standar pelayanan (gips, dll).Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih

Prosedur Dasar Pembidaian


1. Mempersiapkan penderita
 Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
 Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi
 Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
 Jangan menggerakkan ataumemindahkan korban sampai daerah yang patah tulang
distabilkan kecuali jika keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang
berbahaya, bagi korban dan atau penolong)

13
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

 Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya
dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
 Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkanluka dengan
cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril.Jika luka tersebut mendekati
lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka.
Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-
steril mungkin
 Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk menopang leher
jika dicurigai terjadi trauma servikal
 Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat sebaiknya
hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadiatau sensasi raba
sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak
makin memperberat cedera.
 Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya
perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setelah anda menjelaskan pada
penderita.
 Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.Jangan
pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk
membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan
menambah masalah.
2. Persiapan alat
 Bidai dapat menggunakan alat bidai standar, namunjuga bisa dibuat sendiri dari
berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai
harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
 Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih
dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
 Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaianbisa berasal dari
pakaian atau bahan lainnya.
 Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur
dahulu pada sendi yang sehat.
 Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
 Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

TEKNIK PEMBIDAIAN PADA BERBAGAI LOKASI CEDERA

Fraktur Cranium dan Tulang Wajah


Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada tempatyang
dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur tulang servikal,
sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang servikal. Ada beberapa bidai khusus yang
digunakan untuk fiksasi fraktur tulang wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas
pada sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.

14
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan. Pembalutan dilakukan
dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan kepala. Pembalutan dianggap efektif
jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher.Jika tersedia, fixasi leher paling baik
dilakukan menggunakan cervical Collar

Tulang Klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif yaitu
dengan“ransel bandage” . Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksidan fiksasi,
sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada posisi yangseanatomis
mungkin, sehingga memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.
Terapi lain dapat juga dengan memasang kain mitella

Tulang Iga
Perhatian utama pada kondisi curiga fraktur iga adalah upaya untuk mencegah bagian patahan
tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan sebagai pertolongan
pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan ke rumah sakit adalah
memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding dada, memasang sling untuk
merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera sedemikian sehingga menempel
secara nyaman pada dada.

Lengan Atas
Pasanglah sling (kain segitiga) untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi
siku membentuk sudut 90%, dengan cara:
1. Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Posisikan lengan bawah sedemikian sehingga
posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut 10°). Ikatlah dua ujung sling
pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan disisi siku.
2. Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian sisilateral
dinding thoraks
3. Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yangmengalami
fraktur.
4. Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax (pada
sisimedial)
5. Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan menggunakan
kain yang lebar.

Lengan Bawah
Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara siku sampai
ujung telapak tangan. Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera. Pasanglah
bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel antara pertengahan lengan atas
siku sampai ujung jari. Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur.

15
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan


Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni posisi
yangsenatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti sedang
menggenggamsebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain dapat
diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.

Tulang Jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan merekatkan pada
jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)

Tulang Punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.

Fraktur Panggul
Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang tidak
cedera sebagai bidai.

Tungkai Atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggungbawah sampai dengan di bawah
lutut pada tungkai yang cedera.

Fraktur/Dislokasi Sendi Lutut


Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan pergelangan
kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat

Tungkai Bawah
Bidai dipasang dari pertengahan femur hingga melebihi telapak kaki.

Fraktur/Dislokasi Pergelangan Kaki


Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukupdengan menggunakan
pembalutan.Gunakan pola figure of eight: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi atas kaki,
mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan
demikian seterusnya.
Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakangdan sisi lateral pergelangan kaki
untuk mencegahpergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan imobilisasi
pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar

Fraktur/Dislokasi Jari Kaki


Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan merekatkan jari
yang cedera pada jari di sebelahnya.

16
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

3.2. Pembalutan
Tujuan Membalut atau perban
1. Menutupi bagian yang cedera dari udara, cahaya, debu, dan kuman
2. Menopang yang cedera
3. Menahan dalam suatu sikap tertentu
4. Menekan
5. Menarik

Jenis-Jenis Pembalutan
Perban Segitiga (Mitela)
Perban segitiga dibuat dari kain belacu atau kain muslim. Perbannya dibuat segitiga sama kaki
yang puncaknya bersudut 90 panjang dasar segitiga kira-kira 125cm dan kedua kakinya
masing-masing 90 cm. Buatlah terlebih dahulu kain segi empat dengan sisi 90 cm lalu lipat
dua atau diguntung pada garis diagonalnya.Ukuran kain segitiga tadi dapat pula lebih kecil
dari ukuran di atas, misalnya sapu tangan yang dilipat pada garis diagonal akan membentuk
kain segitiga juga. Kain segitiga amat berguna karena dapat dilipat bermacam-macam bentuk
sesuai dengan kebutuhan dan bentuk badan yang memerlukan.

Checklist Pembidaian Fraktur Tertutup


Nilai
No Pemeriksaan
0 1 2
1 Membina raport
2 Melakukan cuci tangan
3 Mempersiapkan alat
4 Melakukan identifikasi fraktur
5 Memasang bidai
6 Mengakhiri tindakan
Total

Nilai maksimal 12
Nilai batas lulus 80% x 12 = 10

Daftar Pustaka
1. Panduan-Ketrampilan-Klinis.pdf [Internet]. [dikutip 10 Juli 2018]. Tersedia pada:
https://www.researchgate.net/profile/Fika_Ekayanti/publication/322952074_Panduan_Ket
rampilan_Klinis/links/5a796b6545851541ce5cdf42/Panduan-Ketrampilan-Klinis.pdf.
2. IDI. Panduan Ketrampilan Klinis. Edisi 1. 2017

17
MEC 203 Blok Konsep Patologi 2 Buku Skills Lab Mahasiswa

Fasilitas

Kegiatan skills lab akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Unika Indonesia


Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2 Jakarta 14440. Skills lab akan dilaksanakan di
ruang-ruang skills lab gedung Lukas lantai 3. Akses pustaka dapat dilakukan di
perpustakaan Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.

18

Anda mungkin juga menyukai