Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KHUTBAH JUM’AH

RINGINAGUNG PARE KEDIRI


JAWA TIMUR
KHUTHBAH JUM’AH

Dua khuthbah dalam Sholat Jum’ah itu mempunyai rukun, syarat, kesunnahan dan
kemakruhan sebagaimana tersebut di bawah ini.
A. Rukun Dua Khuthbah
Rukun dua khuthbah ada lima yaitu :
1. Membaca hamdalah pada dua khuthbah, karena ittiba' 1.
Dalam membaca hamdalah, disyaratkan harus dengan lafadz yang maadahnya terbentuk
dari " ‫ " ﲪﺪ‬walaupun lafadz tersebut bukan mashdar.

Dan lafadz jalaalah ( ‫ ) اﷲ‬dalam khuthbah itu juga ditentukan. Artinya, tidak boleh bila lafadz

tersebut diganti dengan yang lain dari Asmaaillah.


Di bawah ini beberapa contoh dari shighoh hamdalah yang sesuai dengan persyaratan dan
yang tidak sesuai :
o Contoh yang sah / mencukupi :
‫اﳊﻤﺪ ﷲ‬ : Segala puji bagi Allah.

‫أﻧﺎ ﺣﺎﻣﺪ ﷲ‬ : Saya memuji Allah.

‫أﲪﺪ اﷲ‬ : Saya memuji Allah

o Contoh yang tidak mencukupi


‫ اﻟﺸﻜﺮ ﷲ‬: Segala syukur bagi Allah

‫ اﻟﺜﻨﺎء ﷲ‬: Segala puji bagi Allah

‫ اﳊﻤﺪﻟﻠﺮﲪﻦ‬: Segala puji bagi Dzat yang maha pengasih.

‫ اﳊﻤﺪﻟﻠﺮﺣﻴﻢ‬: Segala puji bagi Dzat yang maha penyayang.

Pada contoh pertama dan kedua tidak sah karena tidak menggunakan shighoh mashdar "
‫ " ﲪﺪ‬atau yang tercetak darinya. dan pada contoh ketiga serta keempat karena tidak

1 Baca Tuhfatul Muhtaj juz : II, hal : 445.


menyandarkan lafadz " ‫ " اﳊﻤﺪ‬pada lafadz jalaalah { ‫ } اﷲ‬yang menjadi persyaratan dalam

hamdalah.
2. Membaca shalawat kepada Nabi SAW. pada dua khuthbah.
Seperti halnya dalam hamdalah, pembacaan shalawat Nabi juga disyaratkan menggunakan
lafadz yang ditentukan, yaitu : ‫ اﻟﺼﻼة‬atau yang tercetak darinya, karena praktek semacam inilah

yang terjadi pada masa Rosulullah SAW. sampai sekarang 2. Berarti, apabila menggunakan
selain lafadz tersebut maka tidak dianggap sah/mencukupi.
Adapun lafadz " ‫ " ﳏﻤﺪ‬itu tidak ditentukan sebagaimana lafdzul jalaalah dalam

permasalahan hamdalah. Hal ini karena adanya maziyyah (keunggulan) yang terdapat dalam
lafadz jalaalah melebihi asmaaillah yang lainnya, karena terkhususkannya lafadz tersebut
hanya untuk Allah SWT. secara utuh dan sempurna. Dan hal ini (maziyyah) tidak berlaku / ada
dalam lafadz " ‫" ﳏﻤﺪ‬.

Berikut contoh shalawat Nabi yang mencukupi dan yang tidak mencukupi :
o Contoh yang mencukupi :

‫اﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﳏﻤﺪ‬ : Ya Allah, semoga Engkau memberikan rahmat keagungan kepada Nabi
Muhammad.
‫اﻟﻠﻬﻢ ﺻ ّﻞ ﻋﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ‬ : Ya Allah, semoga Engkau memberikan rahmat keagugan kepada
utusan Allah (nabi Muhammad).
‫أﻧﺎ ﻣﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﳏﻤﺪ‬ : Saya berdo'a semoga rahmat keaguangan ditetapkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
‫أﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﱯ‬ : Saya berdo'a semoga rahmat keagungan ditetapkan kepada Nabi
(Muhammad).

o Contoh yang tidak mencukupi :

‫اﻟﻠﻬﻢ ارﺣﻢ ﻋﻠﻰ ﳏﻤﺪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ : Ya Allah, semoga Engkau memberikan rahmat kepada Nabi
Muhammad saw.
‫اﻟﻠﻬﻢ ﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﳏﻤﺪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ : Ya Allah, semoga Engkau memberikan keselamatan kepada
Nabi Muhammad saw.

2 Baca Tuhfatul Muhtaj juz : II. Hal : 446.


Selain persyaratan di atas, dalam membaca shalawat nabi juga di syaratkan tidak ditutur/
disebutkan dengan menggunakan kata ganti (dlomir) walaupun sebelumnya lafadz " ‫ " ﳏﻤﺪ‬sudah

dituturkan (secara dzohir) dengan menyamakan permasalahan ini pada permasalahan


(shalawat nabi) dalam tasyahhud 3. Karena dengan menuturkan lafadz " ‫ " ﳏﻤﺪ‬dengan dlomir,

berarti tidak menyebutkan lafadz " ‫ " ﳏﻤﺪ‬secara dzohir dan langsung, padahal menuturkannya

secara dzohir tersebutlah yang menjadi persyaratan. Maka belum dianggap mencukupi contoh :
‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻴْ ِﻪ‬
َ ‫ اﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ‬.

Selaras dengan hal ini, Al-Syaikh Al-Kamal Al-Damiiri berkata "Dan banyak sekali dari para
khothib lalai dalam hal tersebut".
Bahkan, kebanyakan buku–buku panduan khuthbah Jum’ah menyebutkan lafadz " ‫" ﳏﻤﺪ‬

dengan dlomir. Maka dari itu, kita harus mewaspadainya, dan jangan sampai terbujuk untuk
mengikutinya.
3. Berwasiat agar taqwa kepada Alllah SWT. di dua khutbah.
Untuk rukun yang ketiga ini tidak disyaratkan menggunakan lafadz tertentu sebagaimana
dalam membaca hamdalah dan shalawat Nabi. Sebaliknya, cukup hanya dengan lafadz yang
bisa memberikan motifasi dan dorongan untuk taat kepada Allah SWT. atau dorongan untuk
tidak berbuat ma'shiat, karena hal itulah yang menjadi maksud dantujuan dari adanya
khuthbah.
Contoh :
‫ أﻃﻴﻌﻮا اﷲ‬: “Taatlah kalian semua pada Allah”

‫ إﺗﻘﻮا اﷲ‬: “Bertaqwalah kalian semua pada Allah”

َ ‫ اﺣﺬروا‬: “Takutlah kalian semua pada siksa Allah”


‫ﻋﻘﺎب اﷲ‬

Oleh karena itu, tidaklah dianngap cukup hanya dengan lafadz yang menunjukkan tahdzir
(menakut-nakuti) dari bujukan syahwat duniawi, ingat akan kematian dan yang terkait

3 Keterangan inilah yang telah dijelaskan oleh Muhaqqiqul Mutaakhkhirin. Baca Fatal Mu'in dan I'anah al Tholibin, juz
II, hal : 77, Bairut.
dengannya, karena lafadz-lafadz tersebut sangatlah maklum (sudah biasa, red.) bagi ummat
Islam, bahkan bagi orang kafir 4.
Dan dalam berwasiat ini, juga tidak disyaratkan untuk memperpanjangnya. Sebaliknya,
cukup dengan menggunakan semisal lafadz yang menunjukkan adanya mau'idzoh, baik itu
pendek ataupun panjang.
4. Membaca ayat Al-Qur’an yang memahamkan dalam segi arti dan tujuannya (sempurna)
seperti ayat Wa'd (janji) dan Wa'iid (ancaman) pada salah satu dari dua khuthbah.
Adanya syarat " ayat Al Qur'an yang memahamkan " di atas dikarenakan maksud dan
tujuan dari pembacaan ayat Al-Qur'an dalam khuthbah adalah mau'idzoh.
5. Membaca do'a untuk orang-orang Mukmin (Mu'minun) pada khuthbah ke dua karena
mengikuti ulama' Salaf dan Kholaf.
Walaupun khothib tidak menyebutkan lafadz Mu'minaat (orang-orang Mu'min wanita) itu
sudah mencukupi, karena yang dikehendaki dengan Mu'minun adalah jenis yang tentunya juga
memuat Mu'minat.

B. Syarat-syarat dua khuthbah


Syarat – syarat dua khuthbah ada 10 :
a. Pelaksanaan rukun dua khuthbah di dalam waktu Sholat Dzuhur. Apabila dilaksanakan
sebelum masuknya waktu Sholat Dzuhur, maka tidak sah, karena adanya beberapa hadits
dan praktik yang dijalankan oleh ahlil A'shar dan Amshar 5.
b. Rukun dua khutbah memakai bahasa arab karena mengikuti (ittiba') pada ulama' Salaf dan
Kholaf.
Rukun dua khuthbah harus menggunakan bahasa arab. Hal ini tidak berlaku untuk
selain rukun-rukun yang terdapat dalam dua khuthbah. Selain karena alasan mengikuti
6
ulama' Salaf dan Kholaf, Imam Al- Romli menambahkan juga karena : khuthbah adalah
dzikir wajib (dzikr mafrudl), maka disyaratkan harus memakai bahasa arab sebagaimana
dalam permasalahan "Takbirotul Ihrom ".

4 I'anah al Tholibin, juz : II, hal : 78, Bairut.


5 Baca al syarwani juz : II, hal : 451.
6 Yang dikehendaki dengan ulama' Salaf adalah para sahabat Rosulullah saw. dan ulama' Kholaf adalah selainnya.
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 82.
Persyaratan ini berlaku untuk semua kalangan. Baik kalangan arab ataupun selainnya (
'ajam ) yang sangat dimungkinkan sebagian besar dari mereka kurang mengerti atau
bahkan tidak mengerti sama sekali bahasa arab yang dimau'idzohkan oleh khothib. Karena
memang tidak ada persyaratan "faha " dalam hal tersebut sebagaimana permasalahan
"faatihah" dalam Sholat 7. Bila anda bertanya "Apa faedahnya khuthbah dengan bahasa
arab ketika para jama'ah yang dikhuthbahi tidak mengerti akan maksudnya ? " , maka
dalam menanggapi pertanyaan ini, Al-Qoodli berkata "Faedahnya adalah mengerti bahwa
apa yang disampaikan oleh khothib adalah mau'idzoh ".
Walhasil, maraknya buku-buku panduan berkhuthbah sekaligus khothib yang
berkhuthbah dengan memakai bahasa selain arab adalah sebuah kesalahan yang sangat
fatal. Sebab apa yang mereka lakukan adalah menyalahi apa yang telah dilakukan dan
ditauladankan oleh para sahabat dan penerusnya. Kalau mereka telah menyalahi hal-hal
yang menjadi " tindak lampah " para sahabat dan penerusnya, maka pada siapa lagi
mereka harus mengikuti.
Rosulullah saw. bersabda :

" ‫َﺎﰉ ﻛَﺎﻟﻨﱡﺠُﻮِْم ﺑِﺄَﻳﱢ ِﻬ ُﻢ اﻗْـﺘَ َﺪﻳْـﺘُ ُﻢ ا ْﻫﺘَ َﺪﻳْـﺘُ ْﻢ‬


ْ ِ ‫ﺻﺤ‬
ْ َ‫" أ‬

Artinya : "Sahabat-sahabatku laksana bintang-bintang, pada siapa kalian semua mengikuti


mereka, maka kalian semua akan mendapatkan petunjuk"

Untuk lebih jelas dan konkritnya permasalahan ini, silahkan para pembaca untuk
menilik dan mengkaji langsung kitab " ‫ " اﻷدﻟﺔ اﻟﻘﻮاﻃﻊ‬karya Syaikh Al-Wailatsuriy yang memuat

banyak sekali dalil-dalil yang mewajibkan khuthbah dengan bahasa arab, mulai dari al
Qur'an, Al-Hadits, dan Al-Qiyas dengan disertai aplikasi dan anologi yang praktis dan tepat.

c. Dua khutbah & rukun-rukunnya dilaksanakan secara terus menerus.


Maksudnya adalah :
 Antara rukun-rukun khuthbah tidak boleh dipisah dengan pemisah yang dianggap lama
secara 'urf.

7
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 82.
 Antara khuthbah pertama dan kedua tidak boleh dipisah dengan pemisah yang lama secara
'urf.

d. Dua khutbah dan Sholat Jum’ah dilaksanakan secara terus - menerus.


Maksudnya adalah tidak boleh memisah antara khuthbah dan Sholat dengan pemisah
yang dianggap lama oleh 'urf. Pemisah ( faashil ) yang lama dalam bab " Al-Wilaa' " Sholat
Jum’ah itu tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam permasalahan jama' taqdiim, yaitu batas
minimal sah mengerjakan sholat dua roka'at 8.

 Permasalahan
Kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan khothib dengan menambah dan
memanjangkan khuthbah dengan menggunakan bahasa selain arab adalah termasuk hal yang
bisa memutuskan muwaalah (bersambung, tidak ada pemisah) antara rukun satu dengan rukun
yang lain yang merupakan salah satu dari syarat sahnya khuthbah. Sebagaimana tertulis dalam
kitab Al- Qolyubi Juz 1 halaman 281 dan kitab Tanwiril Qulub halaman 178.

281 : ‫ ص‬1:‫اﻟﻘﻠﻴﻮﺑﻰ ج‬
‫َﺖ ﳑِﱠﺎ َﻣﱠﺮ‬
ْ ‫َﲔ اﻟﺼ َﱠﻼ ِة َوِﻫ َﻰ َوإِ ْن ﻋُﻠِﻤ‬ َ ْ ‫َﲔ َوﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ َوَﻛﺬَا ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ َوﺑـ‬
ِ ْ ‫َﲔ أ َْرﻛَﺎ ِن اﳋُْﻄْﺒَﺘـ‬
َ ْ ‫ط اﻟْ ُﻤﻮَاﻻَةِ( أ ْى ﺑـ‬ ُ ‫ْﱰا‬
َ ِ‫)ﻗـ َْﻮﻟُﻪُ اﺷ‬
َ‫َﻰ اﳉَْ ْﻤ ِﻊ َﻛﻤَﺎ ﺗَـ َﻘ ﱠﺪ َم َﻋْﻨﻪُ َوﻻ‬
ِ ‫َﲔ ﺻ ََﻼﺗ‬ َ ْ ‫ﺿﺒَﻄَﻬَﺎ اﻟﺮﱠاﻓِﻌِ ﱡﻰ ﲟَِﺎ ﺑـ‬ َ ‫ َو‬. ‫َﺎك ﺑِﻌِْﻨـﻮَا ِن اﻟﺸ ْﱠﺮ ِﻃﻴﱠ ِﺔ‬ َ ‫َﺎض َﱂْ ﺗُ ْﺬﻛ َْﺮ ُﻫﻨ‬ِ ‫اﻻﻧِْﻔﻀ‬ ِْ ‫ِﰱ‬
. ‫ْت اﻟﻄﱠ ِﻮﻳ ِْﻞ‬
ِ ‫َﲑ اﻟْ َﻌَﺮﺑِﻴﱠ ِﺔ ﻛَﺎﻟ ﱡﺴﻜُﻮ‬ ِْ ‫َﺎل ﺑِﻐ‬ َ ‫َﺎل ﻋ ُْﺮﻓًﺎ ﱠإﻻ إ ْن ﻃ‬ َ ‫َﲔ ْاﻷ َْرﻛَﺎ ِن َوإِ ْن ﻃ‬
َ ْ ‫ﻆ ﺑـ‬ُ ‫ﻀﱡﺮ اﻟْ َﻮ ْﻋ‬
ُ َ‫ﻳ‬
Artinya : "Perkataan Syaarih "Al-Muwaalaah" yang dimaksud adalah : muwaalah antara
beberapa rukunnya dua khuthbah dan antara dua khuthbah, juga diantara kedua
khuthbah dengan Sholat Jum’ah. Dan muwaalah walaupun sudah bisa diketahui dari
keterangan yang lalu dalam Infidlaadl maka hal tersebut tidak dijelaskan di sana
dengan 'inwaanisy syarthiyyah. Imam Rofi'i memberi batasan tentang muwaalah
dengan " sesuatu / perkara yang berada di antara dua Sholat yang dijama' "
sebagaimana keterangan yang lalu dari beliau. Dan mau'idzoh yang berada di antara
beberapa rukun khuthbah itu tidak membahayakan walaupun dibilang panjang
secara 'urf kecuali apabila dianggap panjang dengan tanpa menggunakan bahasa
Arab, seperti halnya diam yang lama.

8
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 83.
178 : ‫ْب ص‬
ِ ‫ﺗَـ ْﻨ ِﻮﻳْـ ُﺮ اﻟْ ُﻘﻠُﻮ‬
‫َﲔ ﻓَـﺮَا ِﻏ ِﻬﻤَﺎ‬
َ ْ ‫َﲔ أ َْرﻛَﺎ ِن ُﻛ ﱟﻞ ِﻣْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ َوﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ َوﺑـ‬
َ ْ ‫ْﻆ ﺑـ‬
ِ ‫َﲑ اﻟْ َﻮﻋ‬
ِْ ‫ﺼﻞُ ﺑِﻐ‬
ْ ‫ْل اﻟْ َﻔ‬
َ ‫َﲔ إ ْن أَْﻣ َﻜ َﻦ ﺗَـ َﻌﻠﱡ ُﻤﻬَﺎ وأﻻﱠ ﻳَﻄُﻮ‬
ِ ْ ‫وأَ ْن ﺗَﻜ ُْﻮ َن َﻋَﺮﺑِﻴَﺘـ‬
‫ِﻚ‬
َ ‫َﺺ َﻋ ْﻦ ذﻟ‬
َ ‫َﻒ ﳑُْ ِﻜ ٍﻦ ﻓَِﺈ ْن ﻧـَﻘ‬
‫َﲔ ﺑِﺄَﺧ ﱢ‬
ِ ْ ‫ﻂ ﻃ ُْﻮﻟِ ِﻪ ﺑَِﻘ ْﺪ ِر َرْﻛ َﻌﺘـ‬
ُ ‫ وَﺿْﺒ‬. ‫ْل ﻋ ُْﺮﻓًﺎ ِﰱ ﻫ ِﺬﻩِ اﻟْ َﻤﻮَا ِﺿ ِﻊ اﻟﺜ َﱠﻼﺛَِﺔ‬
َ ‫ﺼﻼَةِ ﺑِﺄَﻻﱠ ﻳَﻄُﻮ‬
‫وَاﻟ ﱠ‬
.‫ﻀﱠﺮ‬
ُ َ‫َﱂْ ﻳ‬

Artinya : "Dan kedua khuthbah harus berbahasa arab bila masih mungkin untuk
mempelajarinya. Dan tidak dipisah dengan pemisah selain mau'idzoh yang lama
antara beberapa rukunnya dua khuthbah, antara kedua khuthbah, dan antara
selesainya dua khuthbah dengan Sholat. dengan gambaran pemisah tersebut tidak
dianggap lama secara 'urf. Adapun batasan panjangnya adalah kira-kira dua raka'at
yang mencukupi. Apabila masih kurang [di bawah] ukuran tersebut, maka tidak
berbahaya."

e. Khothib wajib berdiri jika mampu.


Bila Si Khothib tidak mampu berdiri maka supaya khuthbah dengan duduk, lalu dengan
tidur miring seperti halnya dalam permasalahan Sholat. dan sah bila ia menjadi Imam
walaupun ia tidak berkata "Saya tidak mampu berdiri" . Karena secara Dzohir ia melakukan
hal tersebut memang karena ketidak mampuannya. Namun yang lebih utama baginya
untuk mencari ganti 9.
f. Khothib harus suci dari hadats besar dan kecil serta dari najis yang tidak ditoleransi ( ‫ﻏﲑ ﻣﻌﻔﻮ‬

‫) ﻋﻨﻪ‬, baik najis yang berada di badan, pakaian dan tempat dalam khuthbah. Adapun najis yang

ditoleransi seperti darahnya lalat, maka tidak berbahaya. Selain itu, juga disyaratkan sucinya
setiap sesuatu yang bertemu (Ittishol) dengan khothib. Semisal tongkatnya Si Khothib.
g. Menutup aurat karena mengikuti sunnah Rosulullah SAW 10.
h. Memperdengarkan rukun-rukun dua khutbah kepada 39 orang yang menjadikan keabsahan
mendirikan Jum’ahan.
Hal ini dilaksanakan dengan cara pengerasan suara Khothib sewaktu melaksanakan rukun-
rukun khuthbah sehingga bisa didengar oleh 39 orang tersebut dengan nyata ( ‫ ) ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ‬menurut

Al-Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamiy dan cukup dengan bil Quwwah menurut Imam Al-Romli yang

9 Baca al baijuri juz : I, hal : 322, Bairut.


10 Menurut Syaikh Ali Syabromalisiy yang aqrab dalam pensyaratan suci dari hadats dan najis, serta menutupi aurat
adalah hanya dalam rukun-rukunnya khuthbah saja. Bahkan semua persyaratan yang ada dalam khuthbah itu
hanya berlaku dalam rukun-rukunnya khuthbah. Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 83.
mengikuti jejak ayahnya. Beliau menyatakan " Kalau mendengarnya 39 orang tersebut
disyaratkan harus bil Fi'l, yang seharusnya " Al-Inshoth " juga diwajibkan. "
Maksud dari " ‫ " اﻟﺴﻤﺎع ﺑﺎﻟﻘﻮة‬adalah : sewaktu Khothib mengeraskan suaranya dan sekira 39

orang tersebut memperhatikan serta fokus pada apa yang disampaikan oleh Si Khothib, pasti
mereka bisa mendengarnya.
Bermula dari dua pendapat yang berbeda ini, terjadi perbedaan hukum sewaktu ada
perkara yang menghalangi 39 orang tersebut untuk mendengarkan suara Khothib. Menurut
pendapat pertama (Al-Syaikh Ibnu Hajar) hal tersebut jelas membuat tidak sahnya khuthbah,
sedang menurut qoul kedua (Imam Al-Romli) hal tersebut bukanlah termasuk yang
menghalangi keabsahan khuthbah. Namun, dari dua pendapat ini, yang mu'tamad
sebagaimana yang tercantum dalam redaksi kitab Fathil Mu'in – adalah pendapat pertama (Al-
Syaikh Ibnu Hajar) 11.

 Permasalahan
 Al-Syaikh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa tidak wajib bagi Khothib untuk mendengarkan apa
yang ia katakan (Arkaanul Khuthbah) sewaktu berkhutbah, sebab walaupun ia tidak bisa
mendengar, namun ia tahu dan mengerti dengan apa yang ia katakan. Oleh karena itu
keberadaan Khothib yang tuli bukanlah suatu permasalahan 12.
 Bila dalam suatu Baladul Jum’ah hanya terdapat 40 orang saja, dan bila salah satu diantara
mereka (selain Khothib) ada satu saja orang yang tuli, maka tidak wajib mendirikan
Jum’ahan 13.
 Tidak disyaratkan bagi 39 orang tersebut mendengarkan khuthbahnya Khothib dari tempat
dilaksanakannya Sholat.
 Bagi 39 orang tersebut tidak disyaratkan faham 'ainul khuthbah.
 Tidak disyaratkan bagi 39 orang tersebut suci, dan menutup aurat sewaktu khuthbah
berlangsung.

11
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 81.
12 Baca Tuhfatul Muhtaj juz : II, hal : 452.
13
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 81.
i. Duduk di antara dua khutbah besertaan dengan Thuma'niinah sebagaimana Thuma'ninah
dalam Sholat 14.
Bila Khothib tidak duduk, maka khutbahnya dihitung satu. Bila terlanjur tidak duduk, maka
15
solusinya adalah dengan melakukan lagi satu khuthbah, yaitu khuthbah yang kedua . Bagi
Khothib ketika duduk diantara dua khuthbah disunnahkan untuk duduk selama kira-kira waktu
yang cukup untuk membaca surat Al-Ikhlash sekaligus membacanya, karena keluar dari
khilafnya ulama' yang mewajibkannya 16.
j. Orang yang berkhuthbah (Khothib) adalah Laki-laki.

C. Sunnah-Sunnah Khuthbah

Selain syarat dan rukun yang telah tertutur di depan, khuthbah juga mempunyai
beberapa kesunnahan. Diantaranya adalah :
a. Khothib (orang yang berkhuthbah) mengucapkan salam kepada para jama’ah, ketika
akan masuk Masjid, karena ittiba' 17.
b. Khuthbah dilaksanakan di atas Mimbar, lil ittiba’ (karena mengikuti ajaran Rosulullah)
atau di tempat yang agak tinggi. Seandainya tidak ada mimbar atau tempat yang agak
tinggi, maka Khothib dianjurkan untuk bersandar pada tiang atau lainnya.
c. Mentartibkan rukun–rukun khuthbah. Artinya, dalam berkhuthbah si Khothib membaca
Hamdalah, Sholawat Nabi, Berwasiat, membaca ayat Al-Qur'an, baru kemudian
berdo'a.
d. Posisi mimbar diletakkan di sebelah kanan Mihrob (tempat sholatnya Imam).
e. Khothib mengucapkan salam kepada orang yang berada didekat mimbar. Hal ini ketika
ia sudah berada didekat mimbar dan sebelum naik ke atas mimbar.
f. Ketika Khothib sudah berada di atas mimbar (sampai di tempat dia berkhutbah) supaya
langsung menghadap kepada para jama'ah lalu mengucapkan salam.

14 Baca Nihaayatul Muhtaj juz : II, hal : 318.


15
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 83.
16
Baca Tuhfatul Muhtaj juz : II, hal : 463.
17 Baca Nihayatul Muhtaj juz : II, hal : 324.
g. Setelah Khothib mengucapkan salam maka disunnahkan baginya untuk duduk. Hal ini
dilakukan agar Khothib beristirahat setelah ia naik ke atas mimbar.
h. Disunnahkan setelah Khothib duduk, untuk diadzani di depannya. Dan yang lebih utama
(Al-Aula) yang meng'adzani adalah tunggal.
i. Khutbah dengan menghadap kehadirin dan membelakangi Qiblat.
j. Mengeraskan suara melebihi kerasnya suara yang wajib didengar oleh orang yang
menjadi syarat sahnya Sholat Jum’ah, lil ittiba’ (karena mengikuti ajaran Rasulullah
SAW.).
k. Ketika berkhuthbah, Khothib tidak menoleh ke kanan dan kiri atau belakang.
l. Tangan kiri Khothib memegang tongkat atau pedang atau yang lain. Dan tangan
kanannya memegang mimbar apabila mimbarnya tidak terkena najis.
m. Khothib mempercepat langkahnya ketika turun dari mimbar setelah khuthbah, sekira
sampai di Mihrob bersamaan dengan selesainya iqomah.
n. Khutbah dengan khutbah balighoh mafhumah (yang benar, bagus dan mudah difaham).
Maksudnya fashihah adalah seperti dawuhnya Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori
didalam kitab Syarhul Manhaj, yaitu: yang dimaksud fashohah pada kalam,
sebagaimana yang tercantum dalam kitab Al-Talkhis, yaitu: Kalam harus tidak terdapat
dlu’fit ta’lif (lemah/ rendah susunannya, karena tidak sesuai dengan kaidah ilmu nahwu
yang masyhur di kalangan para ulama’) dan kalimah-kalimahnya tidak terjadi tanafur
(berat dan sulit diucapkan) dan tidak terjadi ta’qiidah (makna-makna yang dimaksud
tidak jelas). Sedangkan yang dikatakan kalam baligh ialah kalam fashih yang sesuai
dengan muqtadlol hal (kondisi). Maka yang dimaksud dengan khuthbah balighoh adalah
menjaga dari kesalahan dalam mendatangkan makna yang dikehendaki. Jangan sampai
turun ke derajat suara hewan yang bisa berbicara. Seperti dawuhnya Imam Al-Suyuthi
dalam kitab ‘Uqudul Juman.
o. Berkhuthbah dengan khuthbah yang ringkas (dinisbatkan dengan Sholat Jum’ahnya), lil
ittiba’ (karena mengikuti ajaran Rasulullah SAW.). Hal ini khusus pada khutbah Sholat
Jum’ah. Artinya, khuthbah Jum’ah itu jangan terlalu panjang, yang menimbulkan
kegundahan (gresah, Jawa) dan membuat bosan sebagian ahli jama’ah Jum’ah dan juga
jangan terlalu pendek yang mengakibatkan cacat. Akan tetapi menggunakan khuthbah
yang mutawassithoh (tidak terlalu panjang dan terlalu pendek). Sebaik-baiknya perkara
adalah yang tengah-tengah. Sebagaimana haditsnya Imam Muslim, yaitu:

ُ‫ﺻﻼَﺗُﻪ‬
َ ‫َﺖ‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَ َﻜﺎﻧ‬
َ ِ‫ﺻﻠﱢﻰ َﻣ َﻊ َرﺳُﻮِْل اﷲ‬ َ ُ‫ْﺖ أ‬
ُ ‫َﺎل ُﻛﻨ‬
َ ‫ِ◌ ﺑْ ِﻦ ﲰََُﺮةَ َر ِﺿ َﻰ اﷲُ َﻋْﻨﻪُ ﻗ‬ِ ‫" َﻋ ْﻦ ﺟَﺎﺑِﺮ‬
|‫ |اﻟﻨﻮوى ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ‬. ‫َﺎﺣ ِﻖ " اﻫـ‬ ِ ‫ْﻒ اﻟْﻤ‬
ِ ‫َﲔ اﻟﻄﱡﻮِْل اﻟﻈﱠﺎ ِﻫ ِﺮ واﻟﺘﱠ ْﺨ ِﻔﻴ‬
َ ْ ‫ أ ْى ُﻣﺘَـ َﻮ ﱢﺳﻄَﺔً ﺑـ‬, ‫ﺼﺪًا‬
ْ َ‫ﺼﺪًا َو ُﺧﻄْﺒَﺘُﻪُ ﻗ‬
ْ َ‫ﻗ‬

Artinya : Diriwayatkan dari Imam Jabir Ibni Samuroh, beliau berkata: “Saya Sholat
Jum’ah bersama Rasulullah, dan Sholat beliau tengah-tengah (sedengan, Jawa) dan
khuthbahnya juga tengah-tengah. Artinya diantara yang panjang sekali juga jelas dan
yang pendek, cepat yang mengakibatkan cacat."

Dan juga haditsnya Imam Muslim, yaitu:

‫ْت‬
َ ‫ـﺖ َوأ َْوﺟَـﺰ‬َ ‫ َﺧﻄَﺒَـﻨَﺎ َﻋﻤﱠﺎ ُر رَﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻓَﺄ َْو َﺟَﺰ َوأَﺑْـﻠَ َﻎ ﻓَـﻠَﻤﱠﺎ ﻧـَﺰََل ﻗـُ ْﻠﻨَﺎ ﻳَـﺎ أﺑَـﺎ اﻟْﻴَـ ْﻘﻈَـﺎ ِن ﻟََﻘـ ْﺪ أَﺑْـﻠَ ْﻐ‬: ‫َﺎل أﺑـ ُْﻮ وَاﺋ ٍِﻞ‬ َ‫"ﻗ‬
‫ْل‬
َ ‫ْل ﺑِـﺄَ ﱠن ﻃـُـﻮ‬
ُ ‫ﺻ ـﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ـ ِﻪ َو َﺳ ـﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘــﻮ‬ َ ِ‫ْل اﷲ‬ َ ‫ـﺖ َر ُﺳــﻮ‬
ُ ‫ " َِﲰ ْﻌـ‬: ‫ـﺎل‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘـ‬. ً‫ـﺖ ﻗَﻠِ ـْﻴﻼ‬
َ ‫ـﺖ أ ْى أَﻃَْﻠـ‬
َ ‫ـﺖ ﺗَـﻨَـ ﱠﻔ ْﺴـ‬
َ ‫ﻓَـﻠَـ ْـﻮ ُﻛْﻨـ‬
" . َ‫ﺼﺮُوْا اﳋُْﻄْﺒَﺔ‬
ُ ْ‫ﺼﻼَةَ وَاﻗ‬
‫ﺼَﺮ ُﺧﻄْﺒَﺘِ ِﻪ َﻣﺌِﻨﱠﺔٌ َﻋﻠَﻰ ﻓِ ْﻘ ِﻬ ِﻪ ﻓَﺄَ ِﻃْﻴـﻠُﻮْا اﻟ ﱠ‬
َ ِ‫ُﻞ َوﻗ‬
ِ ‫ﺻ ََﻼةِ اﻟﱠﺮﺟ‬
Artinya : Abu Wail mengatakan Shohabat ‘Ammar membacakan khutbah Jum’ah pada
kita dengan khutbah yang ringkas dan balighoh. Ketika beliau turun dari mimbar, maka
kita mengatakan “Sunggguh masih termasuk khuthbah yang balighoh dan ringkas,
seandainya tuan mau memanjangkan sedikit saja. Kemudian Shohabat ‘Ammar ra.
Berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW. telah bersabda : “Sesungguhnya
panjangnya Sholat Jum’ah orang laki-laki dan pendek khutbahnya menunjukkan atas
kepintaran orang tersebut, maka panjangkanlah Sholat Jum’ah kalian dan
pendekkanlah khuthbahnya."

Hadits tersebut tidak bertentangan, karena yang dimaksud dengan panjangnya Sholat
Jum’ah itu adalah panjang yang dinisbatkan pada khuthbahnya tersebut, bukan panjang yang
membuat masyaqqot (memberatkan) pada makmum. Dan yang dimaksud dengan pendeknya
khuthbah itu adalah pendek dengan dinisbatkan kepada Sholat jum’ahnya, bukan pendek yang
menjadikan khuthbah cacat. Jadi khuthbah masih dianggap pendek (sebagaimana yang
diperintahkan oleh Rasulillah) selama tidak lebih panjang daripada Sholat Jum’ahnya, meskipun
hakikatnya itu khuthbah yang mutawassithoh (tengah-tengah).
Sedangkan khuthbah selain Sholat Jum’ah, bisa dipanjangkan tergantung yang diharapkan.
Karena ada haditsnya Imam Muslim, yaitu:

‫ـﺐ‬
َ ‫ﺻـ َﻌ َﺪ َو َﺧﻄَـ‬
َ ‫ﺻـﻠﱠﻰ ﰒُﱠ‬
َ ‫ـﺐ َإﱃ اﻟﻈﱡ ْﻬـ ِﺮ ﻓَـﻨَ ـﺰََل َو‬
َ ‫ﺻـ َﻌ َﺪ اﻟْ ِﻤْﻨﺒَ ـَﺮ ﻓَ َﺨﻄَـ‬
َ ‫ﺻـﻠﱠﻰ اﻟْ َﻔ ْﺠـَﺮ ﰒُﱠ‬
َ ‫ﺻـﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴـ ِﻪ َو َﺳـﻠﱠ َﻢ‬
َ ُ‫" أَﻧـﱠﻪ‬
" ‫َﺎب‬
ٌ ‫ْﺐ ﻓَﺄَ ْﺧﺒَـَﺮ ﲟَِﺎ ُﻫ َﻮﻛَﺎ َن َوﻣَﺎ ُﻫ َﻮ ﻛَﺎﺋِ ٌﻦ اِﻳْـﻌ‬
ِ ‫ﺻ َﻌ َﺪ َإﱃ اﻟْ َﻤ ْﻐ ِﺮﻳ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﰒُﱠ‬
َ ‫ﺼ ِﺮ ﻓَـﻨَـﺰََل َو‬
ْ ‫إ َِﱃ اﻟْ َﻌ‬
Artinya :"Sesungguhnya Nabi Muhammad melakukan Sholat Shubuh, kemudian naik ke
mimbar untuk berkhuthbah sampai masuk waktu Sholat Dzuhur. Kemudian beliu turun
dan mengerjakan Sholat Dzuhur. Setelah itu beliau naik ke mimbar lagi dan
berkhuthbah sampai masuk waktu Sholat ashar. Kemudian beliau turun dan
melaksanakan sholat ‘Ashar. Kemudian naik ke mimbar lagi dan berkhuthbah sampai
maghrib. Beliau menceritakan situasi, dan hal-hal yang sudah terjadi (wujud) dan hal-
hal yang wujud secara merata."

p. Ketika khothib berkhuthbah, disunnahkan bagi anggota majlis untuk menghadap pada
khothib seraya mendengarkannya dengan antusias (inshot).
Kemudian untuk orang yang tidak bisa mendengarkan khuthbah, karena tuli atau
karena jauh dari tempat khuthbah, maka disunnahkan baginya untuk berdzikir atau
membaca Al-Qur'an dengan pelan (sirri) agar tidak mengganggu jama'ah yang lain 18.

 Faedah
19
1. Menurut qoul yang mu'tamad , ketika khothib membaca shalawat Nabi, bagi anggota
majlis disunnahkan menjawabnya dengan keras namun tidak terkesan terlalu
(mubaalaghoh).
2. Makruh hukumnya bagi orang yang masuk ketika khothib sedang berkhuthbah untuk
mengucapkan salam, karena isytigholnya orang yang disalami dengan membaca khuthbah
(bagi khothib) dan mendengarkan khuthbah (bagi mustami'in). Namun wajib bagi orang
yang disalami untuk menjawabnya.
3. Tasymiitul 'Aathis ketika khothib sedang berkhuthbah itu disunnahkan dengan syarat :
 Orang yang bersin membaca Hamdalah.

18 Tuhfatul Muhtaj juz : II, hal : 454.


19 Menurut beliau Qodli Abu Thayyib (qoul dlo'if), menjawab sholawat tersebut hukumnya makruh. Baca al Baijuri juz
: I, hal : 217.
 Tidak lebih dari tiga kali.
 Bersinnya bukan karena dibuat-buat.
4. Bagi Imam Sholat Jum’ah disunnahkan untuk membaca surat al Jumu'ah pada roka'at
pertama dan surat Al-Munaafiqun pada roka'at kedua, atau membaca surat : ‫ﺳﺒـّﺢ اﺳــﻢ رﺑـﻚ‬

‫اﻷﻋﻠـﻰ‬pada roka'at yang pertama dan ‫ ﻫـﻞ أﺗـﺎك ﺣـﺪﻳﺚ اﻟﻐﺎﺷـﻴﺔ‬pada roka'at yang kedua, dengan

alasan lil Ittiba'. Namun yang lebih utama adalah yang pertama (surat Al-Jumu'ah pada
roka'at pertama dan surat al Munaafiqun pada roka'at kedua.
Apabila imam tidak membaca surat surat al-Jumu'ah atau ‫ ﺳﺒـّﺢ اﺳــﻢ رﺑـﻚ اﻷﻋﻠـﻰ‬pada

roka'at pertama –baik ada unsur kesengajaan atau lupa– , dan ia malah membaca surat al
Munaafiqun atau Al-Ghoosyiah sebagai gantinya, maka dianjurkan untuk membaca surat
Al-Jumu'ah atau ‫ ﺳﺒـّﺢ اﺳــﻢ رﺑـﻚ اﻷﻋﻠـﻰ‬pada roka'at kedua, tidak dengan mengulangi bacaan yang

telah ia baca pada roka'at pertama.


Kemudian apabila ia sama sekali tidak membaca kedua surat tersebut pada roka'at
yang pertama, maka dianjurkan untuk membaca keduanya pada roka'at kedua. Hal ini
supaya Sholat Jum’ahnya tidak sepi dari dua surat tersebut 20.
5. Pengadaan Muraqqi dalam khuthbah Jum’ah merupakan bid'ah hasanah.

6. Al-Syaikh Ibnu Hajar berkata bahwa sunnah hukumnya membaca Taradldli ketika khothib
membaca nama para sahabat. Begitu juga membaca Amiin ketika khothib sedang membaca
do'a .

20 Baca Mauhibah Dzil Fadl, juz : III, hal : 246 – 247.


‫‪Khuthbah PP. Mahir Arriyadl Ringinagung 21.‬‬

‫‪‬‬ ‫‪Khuthbah Pertama‬‬

‫اَﻟ ﱠﺴﻼَ ُم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َورَﲪَْﺔُ اﷲِ َوﺑـََﺮﻛَﺎﺗُﻪُ ‪.‬‬


‫َاﺣـ ُﺪ اﳊَْﻨﱠــﺎ ُن‪َ ,‬وأَ ْﺷـ َﻬ ُﺪ أ ﱠن‬
‫َاﻹ ْﺳـﻼَِم ‪َ ,‬وأَ ْﺷـ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﻻَ إﻟـﻪَ إِﻻﱠ اﷲُ اﻟْﻮ ِ‬ ‫ِْﳝـَـﺎ ِن و ِْ‬
‫اﳊَْ ْﻤـ ُﺪ ﻟِﻠّـ ِﻪ اﻟﱠـ ِﺬ ْى أﻧْـ َﻌـ َﻢ َﻋﻠَْﻴـﻨَــﺎ ﺑِﺎﻹْ‬
‫ِﲔ‪.‬‬
‫ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ أَﲨَْﻌ ْ َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَﻰ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ وﱠأﻟِِﻪ َو َ‬ ‫َﺎم‪َ .‬‬ ‫ْث إ َِﱃ ﻛَﺎﻓﱠِﺔ ْاﻷَﻧ ِ‬ ‫ﳏَُ ﱠﻤﺪًا َﻋْﺒ ُﺪﻩُ َوَرﺳ ُْﻮﻟُﻪُ اﻟْ َﻤْﺒـﻌُﻮ ُ‬
‫ـﺎل َرﺑﱡ ُﻜـ ْﻢ‬
‫ﺼﺘـُﻮْا وَاﲰَْﻌُـﻮْا َﻣـﺎ ﻗَ َ‬
‫َات وَا ْﺟﺘَﻨِﺒـُﻮْا َﻋ ِﻦ اﻟْ َﻤﻌَﺎﺻِﻰ وَاﻟﻄﱡ ْﻐﻴَﺎ ِن‪َ .‬وأَﻧْ ِ‬‫س اﺗﱠـﻘُﻮْا اﷲَ‪ .‬وَاﻓْـ َﻌﻠُﻮْا اﳋَْْﻴـﺮ ِ‬ ‫أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬
‫ْﲪُ ْـﻮ َن‪ .‬أَﻋُ ْـﻮذُ ﺑِـﺎﷲِ ﻣِـ َﻦ اﻟ ﱠﺸـْﻴﻄَﺎ ِن اﻟـﺮِﱠﺟﻴِ ِﻢ َوَﻣـﺎ اﳊَْﻴَـﺎةُ اﻟـ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ إﻻﱠ َﻣﺘَـﺎعُ اﻟْﻐُـﺮُْوِر ‪َ .‬وَﻣـ ْﻦ ﻳَـ ْﺪعُ َﻣـ َﻊ اﷲِ‬ ‫ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜـ ْﻢ ﺗـُﺮ َ‬
‫ـﺖ‬
‫َارﺣَـ ْﻢ َوأَﻧْ َ‬‫َب ا ْﻏ ِﻔ ْـﺮ و ْ‬
‫إِﳍًﺎ آ َﺧَﺮ ﻻَ ﺑـ ُْﺮﻫَﺎ َن ﻟَﻪُ ﺑِِﻪ‪ .‬ﻓَِﺈﳕﱠَﺎ ِﺣﺴَﺎﺑُﻪُ ِﻋْﻨ َﺪ َرﺑﱢِﻪ ‪ .‬إﻧﱠﻪُ ﻻَ ﻳـُ ْﻔﻠِ ُﺢ اﻟْﻜَﺎﻓِﺮُْو َن ‪َ .‬وﻗُ ْﻞ ر ﱢ‬
‫ِِﲔ ‪.‬‬
‫َﺧْﻴـ ُﺮ اﻟﺮﱠاﲪ ْ َ‬

‫‪‬‬ ‫‪Khuthbah Kedua‬‬

‫ْﻚ ﻟَﻪُ ‪َ .‬وأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أ ﱠن ﳏَُﻤﱠـﺪًا َﻋْﺒـ ُﺪﻩُ‬ ‫ﲨْﻴﻼً َﻛﻤَﺎ أََﻣَﺮ ‪ .‬أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﻻَ إﻟﻪَ إﻻﱠ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻَ َﺷ ِﺮﻳ َ‬ ‫اﳊَْ ْﻤ ُﺪ ﷲِ ﲪَْﺪًا َِ‬
‫س اﺗﱠـ ُﻘـﻮْا اﷲَ َإﱃ‬ ‫ـﲔ ‪َ ,‬وﺳَـﻠﱠ َﻢ ﺗَﺴْـﻠِْﻴﻤًﺎ َﻛﺜِﻴـْـﺮًا ‪ .‬أَﻳـﱡﻬَـﺎ اﻟﻨﱠـﺎ ُ‬ ‫ﺻـ ْﺤﺒِ ِﻪ أَﲨَْﻌِ ْ َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَﻰ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ وَأﻟِِﻪ َو َ‬ ‫َوَرﺳ ُْﻮﻟُﻪُ ‪َ .‬‬
‫ـﲔ ‪َ .‬و َﻋﻠَْﻴـﻨَــﺎ ِﻣ ـْﻨـ ُﻬ ْﻢ َوَﻣ َﻌ ُﻬ ـ ْﻢ‬‫ﺻ ـ ْﺤﺒِ ِﻪ أَﲨَْﻌِـ ْ َ‬‫ﺻ ـ ﱢﻞ َﻋﻠَــﻰ ﳏَُ ﱠﻤ ـ ٍﺪ وﱠأﻟِـ ِﻪ َو َ‬ ‫اﳋـَ ِْـﲑ ﻗَ ِﺮﻳْـﺒًــﺎ ﱠو َﻋ ـ ِﻦ اﻟ ﱠﺸ ـﱢﺮ ﺑَﻌِْﻴ ـ ًﺪا‪ .‬اﻟﻠّ ُﻬ ـ ﱠﻢ َ‬
‫ْ‬
‫ـﻚ َﻏ ُﻔـ ْـﻮٌر‬‫َات ‪ ,‬إﻧـﱠ َ‬ ‫َاﻷَ ْﻣ ـﻮ ِ‬ ‫ـﺎت ْاﻷَ ْﺣﻴَــﺂ ِء ِﻣـْﻨـ ُﻬ ْﻢ و ْ‬
‫ِﲔ وَاﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨَـ ِ‬ ‫ِِﲔ‪ .‬اﻟﻠّ ُﻬ ـ ﱠﻢ ا ْﻏ ِﻔـ ْـﺮ ﻟِْﻠ ُﻤـ ْـﺆِﻣﻨ ْ َ‬‫ـﻚ ﻳَــﺎ أ َْر َﺣ ـ َﻢ اﻟـﺮﱠاﲪ ْ َ‬
‫ﺑِﺮَﲪَْﺘِـ َ‬
‫ْف اﻟْ ُﻤ ْﺨﺘَﻠِ َﻔـﺔَ وَاﻟ ﱠﺸـﺪَآﺋِ َﺪ وَاﻟِ ِﻤ َﺤـ َﻦ ‪َ .‬ﻣــﺎ‬ ‫َﺣـْﻴ ٌﻢ ‪ .‬اﻟﻠّ ُﻬـ ﱠﻢ ا ْدﻓَـ ْﻊ َﻋﻨﱠــﺎ اﻟْﻐَـﻼَءَ وَاﻟْ َﻮﺑَــﺎءَ وَا ﻟْ ُﻤْﻨ َﻜـَﺮ وَاﻟْﺒَـ ْﻐـ َﻲ وَاﻟ ﱡﺴـﻴـُﻮ َ‬ ‫رِ‬
‫ـﻚ َﻋﻠَـﻰ ُﻛـ ﱢﻞ‬ ‫ِﲔ ﻋَﺂ ﱠﻣـﺔً‪ .‬إﻧﱠ َ‬ ‫ِﲔ وَاﻟْ ُﻤ ْـﺆِﻣﻨ ْ َ‬
‫ﺻـﺔً‪َ ,‬وﻣِـ ْﻦ ﺑـُْﻠـﺪَا ِن اﻟْ ُﻤﺴْـﻠِﻤ ْ َ‬ ‫ﻇَ َﻬَﺮ ِﻣْﻨـﻬَﺎ َوﻣَﺎ ﺑَﻄَ َﻦ‪ ,‬ﻣِـ ْﻦ ﺑـَﻠَـ ِﺪﻧَﺎ ﻫـﺬَا ﺧَﺂ ﱠ‬
‫َﻹ ْﺧﻮَاﻧِﻨَﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ َﺳﺒَـﻘ ُْﻮﻧَﺎ ﺑِﺎﻹِْﳝَْﺎ ِن ‪.‬‬ ‫َﻲ ٍء ﻗَ ِﺪﻳْـٌﺮ‪َ .‬رﺑـﱠﻨَﺎ ا ْﻏ ِﻔ ْﺮ ﻟَﻨَﺎ وِِ‬
‫ﺷْ‬
‫ﱠﺣْﻴ ِﻢ ‪.‬‬
‫ُف اﻟﺮِ‬ ‫ﱠﻚ َرؤ ٌ‬ ‫إِﻧ َ‬
‫َاﻹ ْﺣﺴَﺎ ِن ‪َ ,‬وإِﻳْـﺘَـﺎ ِء ذِى اﻟْ ُﻘـﺮَْﰉ َوﻳـَْﻨـﻬَـﻰ َﻋـ ِﻦ اﻟْ َﻔ ْﺨﺸَـﺂ ِء وَاﻟْ ُﻤْﻨﻜَـ ِﺮ وَاﻟْﺒَـ ْﻐـ ِﻲ‬ ‫ْل و ِْ‬ ‫ِﻋﺒَﺎ َد اﷲِ ! إ ﱠن اﷲَ ﻳَﺄْ ُﻣ ُﺮ ﺑِﺎﻟْ َﻌﺪ ِ‬
‫‪ ,‬ﻳَﻌِﻈُ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَـ ْﺬ ُﻛﺮُْو َن ‪ .‬ﻓَـﺎذْ ُﻛﺮُوْا اﷲَ اﻟْ َﻌ ِﻈـْﻴ َﻢ اﳉَْﻠِْﻴـ َﻞ اﳉَْﺒﱠـﺎ َر ﻳَـ ْﺬﻛ ُْﺮُﻛ ْﻢ ‪ ,‬وَاﺷْـ ُﻜﺮُوْاﻩُ َﻋﻠَـﻰ ﻧِﻌﻤِـ ِﻪ ﻳَـ ِﺰْد ُﻛ ْﻢ‪,‬‬
‫َوﻳـَ ْﻬ ِﺪ ُﻛ ْﻢ َوﻟَ ِﺬ ْﻛ ُﺮ اﷲِ أَ ْﻛﺒَـ ُﺮ ‪.‬‬

‫‪21‬‬ ‫‪Disadur dari buku khuthbah Pondok Pesantren Mahir arriyadl yang sampai saat ini masih diamalkan.‬‬
 Lafadl Muroqqi Pondok Pesantren Mahir Arriyadl.

‫ـﺎل‬
َ ‫ ﻗَـ‬: ‫ـﺎل‬ َ ‫ي َﻋ ـ ْﻦ أَِﰉ ُﻫَﺮﻳْ ـَﺮةَ َر ِﺿ ـ َﻰ اﷲُ َﻋْﻨ ـﻪُ أَﻧﱠـﻪُ ﻗَـ‬ َ ‫ ُرِو‬. ُ‫ِﲔ رَِﲪَ ُﻜ ـ ُﻢ اﷲ‬ َ ْ ‫ َوُزْﻣ ـَﺮةَ اﻟْ ُﻤـ ْـﺆِﻣﻨ‬, ‫ِﲔ‬
َ ْ ‫َﺎﺷ ـَﺮ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ـﻠِﻤ‬
ِ ‫َﻣﻌ‬
‫ ﻓَـ َﻘ ـ ْﺪ‬, ‫ـﺐ‬
ُ ‫َاﻹ َﻣــﺎ ُم ﳜَْﻄُـ‬ِْ ‫ـﺖ و‬
ْ ‫ﺼـ‬ ِ ْ‫َﻚ ﻳَـ ْـﻮَم اﳉُْ ْﻤ َﻌ ـ ِﺔ أَﻧ‬
َ ‫ـﺎﺣﺒ‬ِ ‫ﺼـ‬ َ ِ‫ـﺖ ﻟ‬َ ‫ إِذَا ﻗُـ ْﻠـ‬: ‫ﺻ ـﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ـ ِﻪ َو َﺳ ـﻠﱠ ْﻢ‬ َ ِ‫ْل اﷲ‬ ُ ‫َر ُﺳــﻮ‬
. x 3 ُ‫ﺼﺘـُﻮْا وَاﲰَْﻌُﻮْا وَأ ِﻃْﻴـﻌُﻮْا رَِﲪَ ُﻜ ُﻢ اﷲ‬ ِ ْ‫ أَﻧ‬. ‫ْت‬ َ ‫ﻟَﻐَﻮ‬
. ‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ‬ َ ‫ اﻟﻠّ ُﻬ ﱠﻢ‬. ‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﳏَُ ﱠﻤ ٍﺪ‬ َ ‫اﻟﻠّ ُﻬ ﱠﻢ‬

 Peringatan
Membaca basmalah sebelum berkhuthbah–baik dengan keras atau pelan–tidak
disunnahkan.
bahkan tergolong bid’ah
D. Hal-hal yang makruh dalam khuthbah
1. Khothib menoleh ke kanan, kiri apalagi ke belakang.
2. Khothib memberikan isyarat dengan tangan atau dengan lainnya, seperti kedua
matanya.
3. Menjejakkan (nggedhok-nggedokne, Jawa) kaki pada tangga mimbar.
4. Terlalu cepat pada khutbah yang kedua.
5. Suaranya terlalu rendah pada khutbah yang kedua.
6. Khothib berhenti pada setiap tangga mimbar dan doa.
7. Makruh hukumnya bagi Mustami'in berbicara sewaktu berlangsungnya khuthbah
(arkaanul khuthbah).
8. Berlebihan dalam menyanjung Ratu (Kepala Negara, Menteri, Pejabat) atau salah satu
orang.
Mendo’akan khusus kepada dirinya dengan syarat tidak berbohong, serta tidak sampai
memutus nazhmul khuthbah yang ma’ruf (runtutnya khuthbah). Seperti contoh berikut :

" ‫ِل اﻟْ ُﻤ ْﻌ ِﻄ َﻲ ُﻛ ﱠﻞ ِذ ْى َﺣ ﱟﻖ َﺣ ﱠﻘﻪُ اﻟﱠﺬِى َﻻ ﻳَﻈْﻠِ ُﻢ‬


َ ‫ْإر َﺣ ْﻢ ﻣَﻮَْﻻﻧَﺎ اﻟ ﱡﺴ ْﻠﻄَﺎ َن َﻋْﺒ َﺪ اﳊَْ ِﻤْﻴ ِﺪ اﻟْﻌَﺎد‬

Artinya : "Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu pada junjungan kami sulthan Abdul hamid yang adil
dan yang memberikan setiap hak pada orang yang berhak atasnya yang tidak dzalim.
".
Namun apabila sampai berbohong, maka hukumnya haram, seperti halnya ‫اﻟﺴﻠﻄﺎن اﻟﻐﺎزى‬
(sultan yang berperang /berjihad) padahal yang dido'akan itu tidak pernah berperang sama
sekali. Sedangkan mendo'akan kebaikan untuk Ratu atau yang lainnya dengan tanpa adanya
pengkhususan (menyertakan orang lain), seperti aimmatil muslimin wa wulati umurihim
hukumnya sunnah selama tidak sampai memutuskan muwaalaah antara beberapa rukun
khuthbah dan antara khutbah dengan Sholat.
Sedangkan menuturkan manaaqibil wulat (sifat-sifat yang baik), itu tidak dikatagorikan
pemutus muwalaah arkanil khutbah dan muwaalaah antara khutbah dan Sholat selama tidak
sampai dianggap berpaling dari khuthbah.

B. Sunnah-Sunnah Jum’ah

1. Mandi bagi orang yang menghendaki untuk pergi melaksanakan Sholat Jum’ah walaupun
tidak wajib baginya.
Melaksanakan mandi berdekatan dengan berangkatnya seseorang ke tempat
pelaksanaan Jum’ahan itu lebih utama, sebab hal tersebut lebih mengena pada tujuan
mandi yang berupa menghilangkan bau badan yang tidak disukai.
2. Tabkiir (berangkat pagi-pagi ke tempat Sholat Jum’ah), bagi selain Imam.
Waktu mulai dianjurkannya tabkiir adalah setelah terbitnya fajar Shodiq, karena
adanya hadits shahih :

‫ﱠل َوَﻣـ ْﻦ َﻏ َﺴـ َﻞ ِﰱ ﻳَــﻮِْم اﳉُْ ُﻤ َﻌـ ِﺔ ﻏُ ْﺴـ َﻞ اﳉَْﻨَﺎﺑـَ ِﺔ ﰒُﱠ‬ َ ‫ﱠل ﻓَـ ْـﺎﻷَو‬
َ ‫َاب اﻟْ َﻤ ْﺴـ ِـﺠ ِﺪ َﻣﻼَﺋِﻜَـﺔٌ ﻳَ ْﻜﺘُﺒُـ ْـﻮ َن ْاﻷَو‬ِ ‫ـﺎب ﻣِـ ْﻦ أَﺑْـﻮ‬
ٍ َ‫" َﻋﻠَـﻰ ﺑـ‬
‫ﱠب ﺑـَ َﻘ ـَﺮةً َوَﻣ ـ ْﻦ رَا َح ِﰱ اﻟ ﱠﺴــﺎ َﻋ ِﺔ‬َ ‫ﱠب ﺑَ َﺪﻧَـﺔً َوَﻣ ـ ْﻦ رَا َح ِﰱ اﻟ ﱠﺴــﺎ َﻋ ِﺔ اﻟﺜﱠﺎﻧِﻴَ ـ ِﺔ ﻓَ َﻜﺄَﱠﳕـَـﺎ ﻗَـ ـﺮ‬ َ ‫رَا َح ِﰱ اﻟ ﱠﺴــﺎ َﻋ ِﺔ ْاﻷُوَْﱃ ﻓَ َﻜﺄَﱠﳕـَـﺎ ﻗَـ ـﺮ‬
‫ﱠب ُدﺟَﺎﺟَـﺔً َوَﻣـ ْﻦ رَا َح ِﰱ اﻟ ﱠﺴـﺎ َﻋ ِﺔ اﳋَْﺎ ِﻣﺴَـ ِﺔ‬ َ ‫ﱠب َﻛْﺒﺸًﺎ أَﻗْ ـَﺮ َن َوَﻣـ ْﻦ رَا َح ِﰱ اﻟ ﱠﺴـﺎ َﻋ ِﺔ اﻟﺮﱠاﺑِ َﻌـ ِﺔ ﻓَ َﻜﺄَﱠﳕَـﺎ ﻗَـﺮ‬ َ ‫اﻟﺜﱠﺎﻟِﺜَِﺔ ﻓَ َﻜﺄَﳕﱠَﺎ ﻗَـﺮ‬
‫ وَِﰱ رِوَاﻳَـ ٍﺔ أُ ْﺧـﺮَى " وَِﰱ اﻟﺮﱠاﺑِ َﻌـ ِﺔ‬. " ‫َت اﻟْ َﻤﻼَﺋِ َﻜـﺔُ ﻳَ ْﺴـ َﻤﻌ ُْﻮ َن اﻟـ ﱢﺬ ْﻛَﺮ‬
ِ ‫ﻀ ـﺮ‬
َ ‫اﻹ َﻣــﺎمُ َﺣ‬ ِْ ‫ ﻓَــﺈذَا َﺧـَﺮ َج‬,ً‫ﻀـﺔ‬
َ ‫ﱠب ﺑـَْﻴ‬
َ ‫ﻓَ َﻜﺄَﱠﳕـَـﺎ ﻗَـﺮ‬
." ً‫ﻀﺔ‬
َ ‫ﺑَﻄﱠﺔً وَِﰱ اﳋَْﺎ ِﻣ َﺴ ِﺔ ُدﺟَﺎ َﺟﺔً وَِﰱ اﻟﺴﱠﺎ ِد َﺳ ِﺔ ﺑـَْﻴ‬

Artinya : "Pada pintu dari beberapa pintunya masjid terdapat beberapa malaikat yang
mencatat orang yang masuk pertama dan yang menyusulinya. Dan barang siapa
mandi sebagaimana mandi janabah kemudian datang pada waktu pertama maka
seakan-akan ia bersedekah Unta, dan barang siapa datang pada waktu kedua maka
seakan-akan ia bersedekah Sapi, dan barang siapa yang datang pada waktu ketiga
maka seakan-akan ia bersedekah kambing, dan barang siapa yang datang pada
waktu keempat maka seakan-akan ia besedekah Ayam Jago, dan barang siapa
datang pada waktu kelima, maka seakan-akan ia bersedekah Telur. Lalu sewaktu
imam telah keluar, maka para malaikat tersebut hadir dan seraya mendengarkan
khuthbah".
Dalam riwayat lain dijelaskan " Barang siapa datang pada waktu keempat maka
seakan-akan ia bersedekah Bebek/Itik, dan dalam waktu kelima adalah Ayam Jago,
dan yang keenam adalah Telur”.

Berdasar pada hadits di atas dapat kita ambil hikmah, bahwa sangatlah beruntung orang-
orang yang mau berangkat pagi-pagi dalam berJum’ahan, dan sangatlah rugi orang-orang yang
datangnya ketika sudah mulai akan dilaksanakannya Sholat seraya bersantai ria, apalagi orang
yang membiasakannya.
3. Membaersihkan badan dan pakaian dari kotoran.
4. Memakai pakaian putih.
Dalam berJum’ahan disunnahkan memakai pakaian putih yang baru, bila tidak ada maka
yang mendekatinya. Dan yang lebih sempurna (al akmal) seluruh pakaiannya itu putih, bila
tidak ada maka bagian atasnya saja. Disunnahkan bagi Imam untuk menambah haiatnya karena
mengikuti sunnah Rosulillah SAW. dan karena ia memang menjadi obyek pandangan para
anggota majlis.

 Faedah
Kesunnahan pemakain baju tersebut juga berlaku untuk selain hari Jum’ah, karena
muthlaknya hadits :

" ‫َﺎض ﻓَِﺈﻧـﱠﻬَﺎ َﺧْﻴـ ُﺮ ﺛِﻴَﺎﺑِ ُﻜ ْﻢ َوَﻛ ﱢﻔﻨـُﻮْا ﻓِْﻴـﻬَﺎ ﻣ َْﻮﺗَﺎ ُﻛ ْﻢ‬
َ ‫" إِﻟْﺒَﺴُﻮْا ِﻣ ْﻦ ﺛِﻴَﺎﺑِ ُﻜ ُﻢ اﻟْﺒَـﻴ‬

Artinya : "Pakailah pakaian putih dari pakaian kalian semua maka sesungguhnya pakaian putih
tersebut merupakan lebih baik-baiknya pakaian kalian semua, dan kafanilah orang-
orang mati kalian semua dalam pakaian tersebut."

5. Memakai wewangian terbaik yang ia miliki, dan yang lebih baik adalah minyak misik.
6. Berjalan kaki dengan tenang menuju tempat Jum’ahan.
7. Berangkat menuju tempat pelaksanaan Sholat Jum’ah dengan mengambil jalan yang jauh.
8. Pulang dengan mengambil jalan yang pendek.
9. Membaca atau berdzikir, baik diperjalanan atau di dalam Masjid.
10. Menggunting kuku kaki dan tangan.
11. Mencukur rambut kepala.
12. Mencukur bulu kemaluan.
Adapun tata cara yang lebih utama adalah :
o Bagi laki-laki dengan mencukurnya. Hal ini disebabkan syahwatnya orang laki-laki itu
kecil, sedangkan mencukur bulu kemaluan itu bisa meningkatkan dan menguatkan
syahwat.
o Bagi wanita dengan mencabutinya. Sebab nafsu/syahwat wanita itu sangat besar,
sedangkan mencabuti bulu kemaluan itu bisa mengurangi syahwat.
13. Mencabuti bulu ketiak.
14. Memotong/menggunting kumis

 Faedah

 Disunnahkan membaca surat Al-Kahfi dan yang lainnya pada hari Jum’ah siang dan
malam Jum’ahnya. Namun membaca di siang hari itu lebih dianjurkan, terutama setelah
Sholat Shubuh, karena adanya beberapa hadits yang menyatakan keutamaan membaca
surat Al-Kahfi pada waktu tersebut.
 Memperbanyak pembacaan shalawat Nabi SAW. pada hari dan malam Jum’ah. Dan hal
ini lebih utama bila dibandingkan dengan membaca berbagai dzikir yang tidak ma'tsur
bikhushuushih.
 Sunnah berdo'a pada hari Jum’ah, karena berharap bertepatan dengan saa’atul ijaabah
yang sangat singkat. Adapun waktu yang paling bisa diharapkan bertepatan dengan
sa'aatul ijaabah tersebut adalah mulai duduknya khothib sampai pada akhirnya Sholat.
 Sunnah hukumnya memperbanyak berbuat kebaikan pada siang dan malam Jum’ah.
C. Wirid Setelah Sholat Jum’ah

Bagi orang yang melaksanakan Sholat Jum’ah, Setelah selesai melaksanakan Sholat,
tepatnya sebelum ia merubah posisi duduknya setelah salam disunnahkan untuk membaca
surat Al-Faatihah 7 kali, surat Al-Ikhlash 7 kali, surat Al-Falaq 7 kali, dan surat Al-Naas 7 kali 22.
Hal ini berdasarkan hadits Rosulullah SAW. yang diriwayatkan oleh sayyidah 'Aisyah ra.

‫َب‬
‫ﺻ ـﻼَةِ اﳉُْ ُﻤ َﻌ ـ ِﺔ | ﻗُـ ْﻞ ُﻫ ـ َﻮ اﷲُ أ َﺣ ـ ٌﺪ| َو |ﻗُـ ْﻞ أَﻋُـ ْـﻮذُ ﺑِـﺮ ﱢ‬
َ ‫ َﻣ ـ ْﻦ ﻗَـ ـَﺮأَ ﺑـَ ْﻌ ـ َﺪ‬: ‫ﺻ ـﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ـ ِﻪ َو َﺳ ـﻠﱠ َﻢ‬
َ ِ‫ْل اﷲ‬ ُ ‫ـﺎل َر ُﺳــﻮ‬
َ ‫" ﻗَـ‬
". | ‫ﱠﺎس‬ ِ ‫َب اﻟﻨ‬ ‫اﻟْ َﻔﻠ َِﻖ| َو | ﻗُ ْﻞ أَﻋ ُْﻮذُ ﺑِﺮ ﱢ‬

Artinya : Rosulullah SAW. barsabda "Barang siapa yang setelah Sholat Jum’ah mambaca : " ‫ﻗﻞ‬
‫ " ﻫﻮ اﷲ أﺣﺪ‬dan " ‫ " ﻗﻞ أﻋﻮذ ﺑﺮب اﻟﻔﻠﻖ‬dan " ‫ " ﻗﻞ أﻋﻮذ ﺑﺮب اﻟﻨﺎس‬sebayak tujuh kali, maka
Allah akan mengampuni dosanya sampai pada Jum’ahan lainnya (yang akan datang)
".

Kemudian, setelah selesai membaca musabba'aat, maka supaya berdo'a dengan do'a di
bawah ini 4 kali 23:

. ‫ِﻚ‬
َ ‫ِﻚ َﻋ ْﻦ َﺣﺮَاﻣ‬
َ ‫َاك وَﲝََ ِﻼﻟ‬
َ ‫ِﻚ َﻋ ﱠﻤ ْﻦ ِﺳﻮ‬
َ ‫ﻀﻠ‬
ْ ‫ِﲎ ﺑَِﻔ‬
ِْ ‫َﺣْﻴ ُﻢ ﻳَﺎ َود ُْو ُد أَ ْﻏﻨ‬
ِ‫ئ ﻳَﺎ ُﻣﻌِْﻴ ُﺪ ﻳَﺎ ر‬
ُ ‫ﲪْﻴ ُﺪ ﻳَﺎ ُﻣْﺒ ِﺪ‬
َِ ‫َﲏ ﻳَﺎ‬
‫اﻟﻠّ ُﻬ ﱠﻢ ﻳَﺎ ﻏ ِﱡ‬

Artinya : "Ya Allah, Wahai Tuhan Yang Maha Kaya, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Penitah,
Yang Maha Penolong, Yang Maha Pengasih, dan Yang Maha Pecinta, berikanlah aku
kecukupan dengan rahmat-Mu dari selain Engkau, dan dengan perkara yang telah
Engkau halalkan dari perkara yang Engkau haramkan."

Diceritakan dari asy Syaikh Abdul Wahhab Al-Sya'roni bahwa orang yang terus menerus /
menetapi membaca dua bait syi'ir dibawah ini pada setiap hari Jum’ah, maka Allah swt. akan
mencabut nyawanya dalam keadaan Islam, dan hal inilah yang dipraktikkan oleh masyayikh
Pon. Pes. Mahir Arriyadl hingga saat ini.
Adapun dua bait syi'ir yang dimaksud adalah 24 :

‫َْﺤْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ْس أَﻫْـﻼَ َوﻻَ أَﻗْـﻮَى َﻋﻠَﻰ ﻧَﺎ ِر اﳉ‬ ِ ‫ْﺖ ﻟِْﻠﻔ ِْﺮدَو‬ُ ‫إِﻟـ ِﻬ ْﻲ ﻟَﺴ‬
‫ْﺐ اﻟْ َﻌ ِﻈﻴـِْﻢ‬
ِ ‫ﱠﻚ ﻏَﺎﻓِـ ُﺮ اﻟ ﱠﺬﻧ‬
َ ‫ْﰉ ﻓَِﺈﻧ‬
ْ ِ‫َﺐ ِﱃ ﺗـ َْﻮﺑَﺔً وﱠا ْﻏﻔ ِْﺮ ذُﻧُـﻮ‬
ْ ‫ﻓَـﻬ‬

22
Baca I'anatuth Tholibin juz : II, hal : 106.
23 Baca I'aanatuth Tholibin, juz : II, hal : 106.
24 Baca al Baijuri juz I, hal : 331, Bairut.
Artinya : "Wahai Tuhanku, aku bukanlah seorang ahli surga, dan aku tidak kuat atas neraka
jahim”.
“Maka terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya
Engkau adalah maha pengampun."

Selain sunnah-sunnah yang telah tersebut, juga tetap disunnahkan untuk membaca dzikir
dan yang afdlal adalah yang waaridah setelah Sholat maktuubah.
Semisal dengan membaca :

‫ إﱁ‬x 3 ‫ْب إِﻟَْﻴ ِﻪ‬


ُ ‫ اَ ْﺳﺘَـ ْﻐ ِﻔ ُﺮ اﷲَ اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ َﻢ اﻟﱠ ِﺬ ْى ﻻَ إﻟﻪَ إﻻﱠ ُﻫ َﻮ اﳊَْ ﱠﻰ اﻟْ َﻘﻴـ ْﱡﻮَم َوأَﺗـُﻮ‬, x 3 َ‫أَ ْﺳﺘَـ ْﻐ ِﻔ ُﺮ اﷲ‬

Selengkapnya, baca Busyrol Karim, juz : I, hal : 85.

 Faedah

Apabila Sholat Jum’ah betepatan dengan hari Raya 'iidul adlha atau hari Tasyriiq maka
wiridnya sebagai berikut :

1. Membaca musabba'aat sekaligus do'anya.


2. Membaca At-Takbir Al-Muqoyyad.
3. Baru kemudian membaca wirid yang ma'tsuur seusai Sholat fardlu lima waktu. 25.

25 Baca I'aanatuth Thoolibin, juz : II, hal : 106.


IKHTITAM

Sebagai penutup dalam pembahasan ini, kami ingin menyampaikan berbagai hal yang
berkaitan dengan materi di depan.
Ketika sholat Jum’ah adalah lebih utama-utamanya Sholat dan harinya juga merupakan
hari yang paling utama dalam seminggu, maka sudah sepantasnya bila kita menjaganya dengan
melaksanakan segala hal yang telah dianjurkan oleh Rosulullah saw. terkait adanya hal ini.
Sebab Rosulullah saw. bersabda "Barang siapa tidak suka dengan sunnahku maka ia bukan
termasuk golonganku.
Namun, -jangankan praktek-, dalam kaifiyyahnya saja kadang kita masih kesulitan.
Maka dari itu, dengan hadirnya buku mungil ini semoga dapat membantu para pembaca
budiman dalam rangka menganalogi dan mengaplikasikan 'ubudiyyah yang pembaca tuju dalam
hal ini adalah khuthbah dan Sholat Jum’ah pada sebuah rubrik fakta yang tentunya sesuai
dengan apa yang telah ditauladankan oleh Rosulullah SAW.

Alhamdulillahirobbil'alamin
Sekian dan terima kasih.

Kediri, 02 Jumadal Ula 1430 H.

Anda mungkin juga menyukai