PENDAHULUAN
Lebih dari 30 jenis pathogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi menular
seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat juga
terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau
transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Infeksi herpes simpleks virus (HSV) genital merupakan penyakit yang sering terjadi
pada dewasa muda. Ada dua jenis HSV: HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 sebagian besar terkait
dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 biasanya menyebabkan infeksi genital, tetapi
keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital dan menyebabkan infeksi akut dan
berulang.2 Setidaknya 50 juta orang di Amerika Serikat memiliki infeksi HSV genital.
Penderita sering menghindari kontak seksual karena takut tertular atau menularkan penyakit.
Dari 1988 hingga 1994, seroprevalensi HSV-2 pada orang yang berusia 12 tahun atau lebih di
Amerika Serikat adalah 21,9%, setara dengan 50 juta orang yang terinfeksi. HSV-2 sekarang
dapat dideteksi pada satu dari lima orang yang berusia 12 tahun atau lebih tua.1
Sebagian besar infeksi HSV primer tidak menunjukkan gejala atau tidak dikenali,
tetapi dapat juga menyebabkan penyakit berat. Kebanyakan rekurensi tidak bersifat
simptomatik (pelepasan asimptomatik), dengan sebagian besar transmisi terjadi oleh
pelepasan asimptomatik.2 Banyak yang mengalami infeksi ringan atau tidak disadari tetapi
virus ini keluar seketika di saluran genital. Sebagian besar infeksi herpes genital ditularkan
oleh orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi atau tidak menunjukkan gejala
ketika penularan terjadi. Infeksi genital episode pertama dapat bersifat berat. Infeksi HSV
dapat terjadi pada penis, vulva, dan dubur.1
BAB II
1
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis di poli IMS.
2
Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil di daerah kemaluan sejak 2 hari
yang lalu. Awalnya keluhan bintil-bintil berukuran seujung jarum pentul, berisi cairan
bening diserti warna kemerahan disekitarnya dan nyeri, kemudian semakin membesar
dan cairan bening berubah keruh, dan dirasakan semakin nyeri terutama bila disentuh
atau terkena gesekan. yang kemudian beberapa bintil pecah membentuk lecet yang
terasa nyeri. Sebelum adanya bintil, pasien mengeluhkan demam yang tidak terlalu
tinggi dan pegal-pegal pada tubuh. Pasien mengaku belum pernah mengobati keluhan
tersebut. Keluhan nyeri saat buang air kecil diakui pasien, sejak 2 hari yang lalu,
namun tidak ada perubahan warna urin. Nyeri saat berhubungan seksual tidak ada.
Keluhan keluar duh tubuh dari kemaluan maupun anus tidak ada. Riwayat alergi
disangkal. Pasien sedang tidak mengonsumsi obat apapun.
3
Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,40C
Status Gizi
BB = 48.5 kg, TB = 165 cm
Kesan : Gizi Kurang
Keadaan Spesifik
Status Generalis:
- Kepala: Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -
- Leher: KGB tidak membesar
- Thorax:
Paru
Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk dada
normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis
(-)/(-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan. Batas paru hati pada garis
midklavikula kanan sela iga VI.
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-) kedua basal paru.
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ± 1 cm di lateral linea midklavikula sinistra ICS V
4
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra, batas jantung kanan pada
ICS IV linea sternalis dekstra, batas jantung kiri pada ICS IV ± 1cm lateral linea
midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar, sikatriks (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
- Ekstremitas:
Atas: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-/-)
Bawah: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik,edema (-/-)
Status Venereologikus
- Inguinal : Lesi (-), pembesaran KGB inguinal (-)
- Pubis : Lesi (-), telur dank utu pada rambut (-)
- Glans penis : Lesi (-), balanitis (-), posthitis (-)
- External urinry meatus : Discharge (-), lesi (-)
- Shaft penis :
Tampak lesi multipel, sebagian diskret, berkelompok, bentuk sebagian
ireguler, sebagian bulat, ukuran terkecil mulai 0,1 x 0,2 x 0,1 cm hingga terbesar 1 x 2
x 0,2 cm, sebagian basah, permukaan sebagian elevasi, batas sebagian tegas dan
menimbul.
Efloresensi: vesikel berisi cairan seropurulen dan papula pada dasar eritema, ulkus
dangkal.
- Skrotum : Simetris, lesi (-), inflamasi (-)
- Testis : Massa (-), indurasi (-), nyeri (-)
- Epididymis : Indurasi (-), nyeri (-)
- Perianal : Lesi (-), inflamasi (-), perdarahan (-)
5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (19-10-19)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Chancroid
Sifilis primer
6
2.7. RESUME
Tn. DJ usia 27 tahun datang ke poli IMS puskesmas kecamatan pulogadung dengan
keluhan bintil-bintil di daerah kemaluan sejak 2 hari yang lalu. Awalnya keluhan bintil-bintil
berukuran seujung jarum pentul, berisi cairan bening diserti warna kemerahan disekitarnya
dan nyeri, kemudian semakin membesar dan cairan bening berubah keruh, dan dirasakan
semakin nyeri terutama bila disentuh atau terkena gesekan. yang kemudian beberapa bintil
pecah membentuk lecet yang terasa nyeri. Sebelum adanya bintil, pasien mengeluhkan
demam yang tidak terlalu tinggi dan pegal-pegal pada tubuh. Pasien mengaku belum pernah
mengobati keluhan tersebut. Keluhan nyeri saat buang air kecil diakui pasien, sejak 2 hari
yang lalu, namun tidak ada perubahan warna urin. Terdapat riwayat melakukan hubungan
seksual berganti-ganti pasangan sebelum pasien menikah (dengan pacar, perempuan 2 orang).
2.9 PENATALAKSANAAN
Umum
7
o Konseling, kemungkinan tertular HIV dan penyakit IMS lainnya
o Pemeriksaan dan konseling HIV dan serologi sifilis
o Edukasi dan periksa pasangan seksual
o Kunjungan ulang (kontrol): 3-7 hari setelah terapi
o Rujuk ke poli gizi untuk konseling status gizi kurang
Khusus
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Herpes genitalia adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas berupa
vesikel berkelompok pada dasar eritema, dan cenderung bersifat rekuren. 3 Herpes simplex
virus tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab utama terjadinya penyakit ulkus kelamin, dapat
meningkatkan risiko penularan HIV, dan menyebabkan herpes neonatal, infeksi langka yang
terkait dengan gangguan neurologis jangka panjang dan tingkat kematian yang tinggi. HSV-2
adalah virus herpes alfa dalam keluarga virus herpes dari virus DNA, yang semuanya
pasangan seksual selama kontak seksual atau selama persalinan dengan transmisi ke neonatus
melalui kontak mukosa atau kulit secara langsung. 4 Virus herpes adalah virus DNA
neurotropik dengan amplop, berukuran 150-200 nm, dan ditandai dengan resistensi
lingkungan yang rendah. HSV-1 dan HSV-2 memiliki struktur genom yang sama, dengan
40% homolog sekuens mencapai 83% homologi dari daerah kode proteinnya, hal ini
menjelaskan banyak kesamaan biologis dan reaktivitas silang antigenik antara kedua jenis.
Genital herpes adalah presentasi klinis utama infeksi HSV-2, tetapi juga dapat terjadi
akibat HSV-1 pada 10% -40% dari kasus, terutama setelah kontak oral-genital. Pasien dengan
infeksi genital HSV-1 yang diketahui sebelumnya sering mengalami kekambuhan herpes
genital harus diuji untuk infeksi HSV-2. Viremia terjadi pada sekitar 25% orang selama
9
3.2 Epidemiologi
Pada 2012, HSV-2 diperkirakan menginfeksi 417 juta orang di seluruh dunia antara
usia 15 hingga 49 tahun, memberikan prevalensi global 11,3%, dengan 19,2 juta insiden
infeksi setiap tahun.6 Seroprevalensi sangat bervariasi tergantung pada wilayah dunia, dari
10% hingga 70% pada wanita yang menghadiri klinik perawatan antenatal. 7 Seperti yang
ditunjukkan sebelumnya untuk Jerman, seroprevalensi HSV-2 meningkat dari 3% pada anak
usia 10-15 tahun menjadi 7% di antara usia 16 hingga 18 tahun dan 14% di antara orang
dewasa.8
Faktor risiko untuk herpes genital HSV-2 sangat terkait dengan berapa jumlah
pasangan ketika kontak seksual, jumlah tahun aktivitas seksual, homoseksualitas pria, ras
kulit hitam, jenis kelamin perempuan, dan riwayat penyakit menular seksual (PMS)
sebelumnya.1 Infeksi HSV-2 telah terbukti sebagai kofaktor independen penularan seksual
HIV. Suatu ketika infeksi HIV-1 dapat meningkatkan frekuensi reaktivasi HSV-2 dan
pelepasan mukosa, serta jumlah virus yang dicetuskan. Pada pasien HIV dengan
imunocompromised dan pasien dengan riwayat transplantasi, infeksi HSV sering muncul
3.4 Etiopatogenesis
HSV-1 dan HSV-2 merupakan filum Herpesviridae, sekelompok virus DNA untai
ganda yang terbungkus lipid. Kedua serotipe HSV adalah bagian dari subfamili virus α-
Herpesviridae. α-Herpesvirus menginfeksi beberapa jenis sel dalam kultur, tumbuh dengan
cepat, dan secara efisien menghancurkan sel-sel inang. Infeksi pada inang alami ditandai oleh
lesi pada epidermis, sering melibatkan permukaan mukosa, dengan penyebaran virus ke
10
sistem saraf dan pembentukan infeksi laten pada neuron, yang darinya virus diaktifkan
Replikasi herpes virus adalah proses yang diatur dengan cermat. Segera setelah
terinfeksi, gen segera-awal ditranskripsi yang proteinnya mengatur ekspresi protein awal
yang diperlukan untuk replikasi genom. Gen akhir [HSV-2 → HSV] mengkodekan
In vivo, infeksi HSV dapat dibagi menjadi tiga tahap: (1) infeksi akut, (2)
pembentukan dan pemeliharaan latensi, dan (3) reaktivasi virus. Selama infeksi akut, virus
bereplikasi di tempat inokulasi pada permukaan mukokutan, yang mengakibatkan lesi primer
dari mana virus menyebar dengan cepat untuk menginfeksi terminal saraf sensorik, di mana
ia bergerak dengan transpor aksonal mundur ke inti neuron di ganglia sensoris regional.
Dalam subset neuron yang terinfeksi, infeksi laten ditegakkan di mana DNA virus
dipertahankan sebagai episom dan ekspresi gen HSV sangat dibatasi: dari semua gen virus,
hanya satu yang banyak ditranskripsi selama latensi. Pada tahap terakhir, replikasi
mengaktifkan kembali dengan transpor anterograde bersamaan yang baru dirakit virus ke
11
3.5 Manifestasi Klinis
HSV-2 adalah penyebab utama penyakit ulkus genital (PUG) di Amerika Serikat dan
di seluruh dunia. Berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Afrika, dan Asia
menggunakan tes PCR sensitif telah menunjukkan bahwa HSV ditemukan pada 60% ulkus
genital.11 Pasien dengan infeksi primer sejati memiliki hasil tes seronegatif dan tidak pernah
terinfeksi virus herpes jenis apa pun. Pasien dengan infeksi episode pertama non-primer telah
terinfeksi di tempat lain dengan virus tipe 1 atau tipe 2 (contoh: Area oral) dan memiliki
antibodi serum dan imunitas humoral.1 Herpes genital adalah presentasi klinis utama infeksi
HSV-2, tetapi juga dapat dihasilkan dari HSV-1 pada 10% -40% dari kasus, terutama setelah
kontak genital-oral. Karena epidemiologi mereka, peralihan HSV-1 pada orang dengan
infeksi HSV-2 sebelumnya tidak biasa, tetapi peralihan HSV-2 di hadapan infeksi HSV-1
sebelumnya adalah umum, dan infeksi saluran genital dengan HSV-1 dan HSV-2 telah
dijelaskan. Pasien dengan infeksi genital HSV-1 yang diketahui sebelumnya yang sering
mengalami kekambuhan herpes genital harus diuji untuk infeksi HSV-2. Viremia terjadi pada
Perjalanan klinis herpes genital episode pertama akut pada pasien dengan infeksi
HSV-1 dan HSV-2 sama. Infeksi ini berhubungan dengan lesi genital yang luas pada berbagai
tahap evolusi, termasuk vesikel, pustula, dan ulkus eritematosa yang mungkin memerlukan 2-
3 minggu untuk sembuh. Pada laki-laki, lesi umumnya terjadi pada kelenjar penis atau batang
penis; pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau leher rahim.
Ada rasa sakit yang menyertainya, gatal, disuria, keputihan, keluar cairan dari uretra, dan
limfadenopati inguinal. Tanda dan gejala sistemik sering ditemukan termasuk demam, sakit
kepala, malaise, dan mialgia. Radiculomyelitis sakral herpes, dengan retensi urin, neuralgia,
dan konstipasi, dapat terjadi. Servisitis HSV terjadi pada lebih dari 80% wanita dengan
infeksi primer. Hal ini dapat muncul sebagai keputihan atau berdarah, dan pemeriksaan
12
menunjukkan area kerapuhan dan kemerahan difus atau fokus, lesi ulseratif yang luas pada
exocervix, atau, jarang, servisitis nekrotik. Keputihan serviks biasanya mukoid, tetapi
13
Gambar Kiri: Primary genital herpes with vesicles. Gambar Kanan: Primary herpetic vulvitis.
Sebuah studi menjelaskan bahwa tingkat kekambuhan pada pasien dengan infeksi
genital episode awal HSV-2 yang simptomatik. Sekitar 80% hingga 90% orang dengan
episode pertama infeksi genital HSV-2 yang simtomatik akan mengalami episode berulang
pada tahun berikutnya, dibandingkan dengan 50% hingga 60% pasien dengan infeksi HSV-1.
Reaktivasi menurun dalam frekuensi dari waktu ke waktu pada kebanyakan pasien. Dari
pasien dengan HSV-2 primer, 95% memiliki kekambuhan, dengan waktu rata-rata untuk
kekambuhan pertama sekitar 50 hari. Tingkat kekambuhan pada pasien dengan infeksi genital
HSV-2 episode pertama yang simptomatik. Lima puluh persen pasien dengan HSV-1 primer
mengalami wabah berulang, dan waktu rata-rata untuk kekambuhan pertama adalah 1 tahun.2
Tingkat kekambuhan rata-rata pada tahun pertama adalah satu (HSV-1) berbanding
lima (HSV-2) per tahun pada pasien dengan infeksi yang baru didapat. Pasien yang terinfeksi
HSV-2 yang diamati selama lebih dari 4 tahun mengalami penurunan median dua
kekambuhan antara tahun 1 dan 5. Namun, 25% dari pasien ini mengalami peningkatan
setidaknya satu kekambuhan pada tahun 5. Penurunan di antara pasien yang tidak pernah
menerima terapi imunosupresan yang sama dengan penurunan selama periode yang tidak
14
Bagan 1. Ulkus Genital dengan Pendekatan Sindrom
15
Bagan 1. Ulkus Genital khusus untuk tenaga medis
16
Tabel 2. Tingkat kekambuhan Herpes Genital.12
Rapid polymerase chain reaction (PCR) adalah standar emas baru untuk deteksi HSV
dalam spesimen genital. Beberapa laboratorium telah berhenti menggunakan kultur sel.
Kumpulkan spesimen serviks, rektum, uretra, vagina, atau situs genital lainnya menggunakan
alat pengangkut khusus. Volume spesimen biasanya kecil dengan uji PCR (0,5 mm).
Hasil positif dilaporkan sebagai herpes simplex tipe 1 DNA terdeteksi atau herpes
simplex tipe 2 DNA terdeteksi. Tes cepat memberikan hasil pada hari yang sama. 1 Tersedia
secara komersial, PCR yang disetujui FDA tes telah dikembangkan untuk mendeteksi HSV,
dan diharapkan bahwa tes ini akan lebih murah dan tersedia lebih luas untuk perawatan
pasien.13,14
17
3.6.2 Imunofluorescent
Pewarnaan antibodi fluoresen langsung dari kerokan lesi dan tes deteksi antigen juga
dapat digunakan tetapi sensitivitasnya lebih rendah daripada kultur virus.Tzanck BTA dapat
membantu dalam diagnosis cepat herpesvirus infeksi, tetapi kurang sensitif dibandingkan
kultur dan pewarnaan dengan antibodi neon, dengan hasil positif dalam kurang dari 40%
kasus yang terbukti kultur. Itu dilakukan dengan mengikis dasar vesikel yang baru pecah dan
pewarnaan slide dengan pewarnaan Giemsa atau Wright (Metode pewarnaan Papanicolaou
juga dapat digunakan), diikuti dengan pemeriksaan untuk raksasa berinti banyak sel yang
Gambar 1. Herpes simplex virus: positive Tzanck smear. A giant, multinucleated keratinocyte
on a Giemsa-stained smear obtained from a vesicle base. Compare size of the giant cell to
that of neutrophils also seen in this smear. Another smaller multinucleated acantholytic
18
3.6.3 Serology
Sekitar 50% hingga 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV. Lebih dari
70% populasi orang dewasa memiliki tingkat antibodi mulai dari 1:10 hingga 1: 160; hanya
5% yang memiliki titer lebih besar dari 1: 160. Karena tingginya insiden antibodi terhadap
herpes simpleks dalam populasi, uji spesimen serum tunggal tidak bernilai tinggi.
3.7 Penatalaksanaan
Asiklovir, analog guanosin asiklik, memiliki indeks terapi yang sangat baik karena
aktivasi preferensial dalam sel yang terinfeksi dan penghambatan preferensi DNA virus
polimerase. Asiclovir harus difosforilasi untuk menjadi aktif, dan memerlukan virus timidin
kinase (TK) untuk fosforilasi awal. Acyclovir menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2
sebesar 50% pada konsentrasi 0,1 dan 0,3 μg / mL (kisaran, 0,01-9,9 μg / mL), masing-
masing, tetapi bersifat toksik pada konsentrasi> 30 μg / mL. Ketegangan apa pun yang
obat.
Valacyclovir, l-valyl ester dari acyclovir, adalah prodrug oral dari asiklovir yang
mencapai bioavailabilitas tiga hingga lima kali lipat lebih tinggi setelah pemberian oral, dan
Famciclovir adalah bentuk oral yang diserap dengan baik dari penciclovir analog
guanosine terkait. Mirip dengan asiklovir, famciclovir dikonversi oleh fosforilasi menjadi
metabolic penciclovir triphosphate aktifnya. Profil efikasi dan efek buruk famciclovir
sebanding dengan asiklovir. Krim penciclovir 1% disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) AS untuk pengobatan herpes simplex labialis. Krim Docosanol 10%
disetujui oleh FDA untuk pengobatan herpes labialis berulang yang dijual bebas. Docosanol
adalah alkohol jenuh rantai panjang yang menghambat masuknya virus yang terbungkus lipid
19
ke dalam sel. Ini mengurangi waktu penyembuhan 18 jam bila dibandingkan dengan
plasebo.2
Untuk infeksi herpes berat yang menyebar atau parah pengobatan pilihan tetap
kg intravena setiap 8 jam Infeksi HSV yang mengancam jiwa seperti ensefalitis. Dosisnya
asiklovir intravena untuk herpes neonatal adalah 20 mg /kg per dosis yang diberikan setiap 8
jam.2
Untuk infeksi pertama kali HSV-2 genital, oral asiklovir, famciclovir, dan
valacyclovir semua jenis dapat mempercepat penyembuhan dan mengurangi gejala, serta
waktu penyembuhan dari 16 menjadi 12 hari, durasi nyeri dari 7 hingga 5 hari, dan durasi
gejala konstitusional dari 6 hingga 3 hari. Valacyclovir dibandingkan dengan asiklovir dalam
valacyclovir telah terbukti mengurangi waktu penyembuhan dari sekitar 7 hingga 5 hari,
waktu penghentian pelepasan virus dari 4 hingga 2 hari, dan lamanya gejala dari 4 hingga 3
hari bila dibandingkan dengan plasebo. Valacyclovir dan acyclovir dapat disetarakan;
valacyclovir serupa dengan famciclovir dalam satu penelitian, tetapi sedikit lebih unggul dari
famciclovir untuk menekan herpes genital dalam penelitian lain. Regimen famciclovir yang
diprakarsai oleh pasien, dimulai 1 hari 1.000 mg dua kali sehari tidak berbeda dengan
plasebo. Pada orang dewasa kulit hitam imunokompeten dalam sebuah studi baru-baru ini,
tetapi temuan ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Untuk orang dengan kekambuhan
genital yang sering atau rumit, terapi penekan jangka panjang dengan asiklovir atau
20
strategi. Terapi supresif efektif selama tahun pertama setelah akuisisi herpes genital. Terapi
supresif mengurangi tingkat penularan kepada orang sehat dan orang dengan HIV.1,2,15
21
Tabel 2. Regimen terapi pengobatan herpes genital berdasarkan Kemenkes
3.8 Pencegahan
Strategi untuk mencegah infeksi HSV telah terbukti tidak adekuat. Namun IMS dapat
1. Cara ABCD
22
BAB IV
PENUTUP
Herpes genitalia yang disebabkan sebagian besar oleh herpes simplex virus
tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab utama terjadinya penyakit ulkus kelamin, dapat
langka yang terkait dengan gangguan neurologis jangka panjang dan tingkat kematian
yang tinggi. Penyakit ini memiliki angka rekurensi yang cukup tinggi sehingga perlu
pemantauan khusus baik pada saat pengobatan maupun setelah pengobatan. Diagnosa
pasien ke depannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas, PH. 2016. Clinical Dematology, A color guide to diagnosis and therapy 6th
3. Siregar, R.S., 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.3. Bab 4. Halaman 82-
4. Johnston C, Corey L. 2016. Current concepts for genital herpes simplex virus
infection: diagnostics and pathogenesis of genital tract shedding. Clin Microbiol Rev
5. Whitley RJ, Roizman B: Herpes simplex virus infections. Lancet 2001, 357:1513–
1518.
6. Looker KJ, Magaret AS, Turner KME, Vickerman P, Gottlieb SL, Newman LM.
2015. Global estimates of prevalent and incident herpes simplex virus type 2
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0114989.
7. Schiffer JT, Corey L. 2013. Rapid host immune response and viral dynamics in herpes
virus type 1 and type 2 in Thuringia, Germany, 1999 to 2006. Euro Surveill.
9. Bernstein DI, Bellamy AR, Hook EW 3rd, Levin MJ, Wald A, Ewell MG, Wolff PA,
Deal CD, Heineman TC, Dubin G, Belshe RB. 2013. Epidemiology, clinical
24
presentation, and antibody response to primary infection with herpes simplex virus
11. Makasa M, Buve A, Sandøy IF. 2012. Etiologic pattern of genital ulcers in Lusaka,
Zambia: has chancroid been eliminated? Sex Transm Dis 39: 787–791.
http://dx.doi.org/10.1097/OLQ.0b013e31826ae97d.
12. Benedetti J et al: Ann Intern Med 121:847, 1994. PMID 7978697
13. Kuypers J, Boughton G, Chung J, Hussey L, Huang ML, Cook L, Jerome KR. 2015.
Comparison of the Simplexa HSV1 & 2 Direct kit and laboratory-developed real-time
PCR assays for herpes simplex virus detection. J Clin Virol 62:103–105.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jcv.2014.11.003.
14. Van Der Pol B, Warren T, Taylor SN, Martens M, Jerome KR, Mena L, Lebed J,
http://dx.doi.org/10.1128/JCM.01685-12.
15. Workowski KA, Bolan G. 2015. Sexually transmitted diseases treatment guidelines,
25