Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 30 jenis pathogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi menular
seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat juga
terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau
transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Infeksi herpes simpleks virus (HSV) genital merupakan penyakit yang sering terjadi
pada dewasa muda. Ada dua jenis HSV: HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 sebagian besar terkait
dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 biasanya menyebabkan infeksi genital, tetapi
keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital dan menyebabkan infeksi akut dan
berulang.2 Setidaknya 50 juta orang di Amerika Serikat memiliki infeksi HSV genital.
Penderita sering menghindari kontak seksual karena takut tertular atau menularkan penyakit.
Dari 1988 hingga 1994, seroprevalensi HSV-2 pada orang yang berusia 12 tahun atau lebih di
Amerika Serikat adalah 21,9%, setara dengan 50 juta orang yang terinfeksi. HSV-2 sekarang
dapat dideteksi pada satu dari lima orang yang berusia 12 tahun atau lebih tua.1
Sebagian besar infeksi HSV primer tidak menunjukkan gejala atau tidak dikenali,
tetapi dapat juga menyebabkan penyakit berat. Kebanyakan rekurensi tidak bersifat
simptomatik (pelepasan asimptomatik), dengan sebagian besar transmisi terjadi oleh
pelepasan asimptomatik.2 Banyak yang mengalami infeksi ringan atau tidak disadari tetapi
virus ini keluar seketika di saluran genital. Sebagian besar infeksi herpes genital ditularkan
oleh orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi atau tidak menunjukkan gejala
ketika penularan terjadi. Infeksi genital episode pertama dapat bersifat berat. Infeksi HSV
dapat terjadi pada penis, vulva, dan dubur.1

BAB II
1
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. DJ
TTL/Umur : 14-06-1992 / 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Gading Raya No 47, Kelurahan Pisangan Timur
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
No. Med. Reg. : 03186461
Tanggal Kunjugan : 19 Desember 2019 melalui Poli IMS

Nama mitra seksual : Ny. YK


Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Gading Raya No 47, Kelurahan Pisangan Timur
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis di poli IMS.

Keluhan Utama : Bintil-bintil di kemaluan sejak 2 hari yang lalu


Keluhan Tambahan : Demam sejak 2 hari yang lalu dan nyeri saat BAK

Riwayat Perjalanan Penyakit :

2
Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil di daerah kemaluan sejak 2 hari
yang lalu. Awalnya keluhan bintil-bintil berukuran seujung jarum pentul, berisi cairan
bening diserti warna kemerahan disekitarnya dan nyeri, kemudian semakin membesar
dan cairan bening berubah keruh, dan dirasakan semakin nyeri terutama bila disentuh
atau terkena gesekan. yang kemudian beberapa bintil pecah membentuk lecet yang
terasa nyeri. Sebelum adanya bintil, pasien mengeluhkan demam yang tidak terlalu
tinggi dan pegal-pegal pada tubuh. Pasien mengaku belum pernah mengobati keluhan
tersebut. Keluhan nyeri saat buang air kecil diakui pasien, sejak 2 hari yang lalu,
namun tidak ada perubahan warna urin. Nyeri saat berhubungan seksual tidak ada.
Keluhan keluar duh tubuh dari kemaluan maupun anus tidak ada. Riwayat alergi
disangkal. Pasien sedang tidak mengonsumsi obat apapun.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat bercak-
bercak merah di hamper seluruh tubuh yang tidak terasa gatal, yang mengenai tangan
dan disertai benjolan di lipat paha disangkal.
Anamnesis Khusus:
Pasien terakhir kali berhubungan seksual dengan istri 1 minggu yang lalu,
tanpa kondom. Cara melakukan hubungan seksual secara genito-genital dan oro-genital.
Pasien menikah 5 bulan yang lalu. Pasien merasa istri pasien adalah pasangan yang
setia, tidak memiliki pasangan seksual selain pasien. Keluhan penyakit kelamin pada
pasangan pasien disangkal.

Riwayat minum-minuman keras hingga mabuk diakui pasien, terakhir 5 bulan


yang lalu. Pasien memiliki tato pada lengan kanan atas sejak 2 tahun lalu. Konsumsi
narkoba maupun penggunaan jarum suntik secara bersamaan disangkal pasien.

Terdapat riwayat melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan


sebelum pasien menikah (dengan pacar, perempuan 2 orang). Pasien pertama kali
berhubungan seksual umur 20 tahun. Setiap berhubungan seksual pasien menggunakan
kondom. Hubugan seksual secara genito-genital dan oro-genital.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

3
Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,40C

Status Gizi
BB = 48.5 kg, TB = 165 cm
Kesan : Gizi Kurang

Keadaan Spesifik
Status Generalis:
- Kepala: Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -
- Leher: KGB tidak membesar
- Thorax:
 Paru
Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk dada
normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis

Palpasi : dinding dada simetris, stemfremitus simetris, pelebaran sela iga

(-)/(-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan. Batas paru hati pada garis
midklavikula kanan sela iga VI.

Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-) kedua basal paru.

 Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ± 1 cm di lateral linea midklavikula sinistra ICS V

4
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra, batas jantung kanan pada
ICS IV linea sternalis dekstra, batas jantung kiri pada ICS IV ± 1cm lateral linea
midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : perut tampak datar, sikatriks (-)
 Auskultasi : BU (+)
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
- Ekstremitas:
 Atas: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-/-)
 Bawah: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik,edema (-/-)

Status Venereologikus
- Inguinal : Lesi (-), pembesaran KGB inguinal (-)
- Pubis : Lesi (-), telur dank utu pada rambut (-)
- Glans penis : Lesi (-), balanitis (-), posthitis (-)
- External urinry meatus : Discharge (-), lesi (-)
- Shaft penis :
Tampak lesi multipel, sebagian diskret, berkelompok, bentuk sebagian
ireguler, sebagian bulat, ukuran terkecil mulai 0,1 x 0,2 x 0,1 cm hingga terbesar 1 x 2
x 0,2 cm, sebagian basah, permukaan sebagian elevasi, batas sebagian tegas dan
menimbul.
Efloresensi: vesikel berisi cairan seropurulen dan papula pada dasar eritema, ulkus
dangkal.
- Skrotum : Simetris, lesi (-), inflamasi (-)
- Testis : Massa (-), indurasi (-), nyeri (-)
- Epididymis : Indurasi (-), nyeri (-)
- Perianal : Lesi (-), inflamasi (-), perdarahan (-)

5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (19-10-19)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Sifilis Non reaktif Non reaktif

Anti-HIV Non reaktif Non reaktif

HbsAg Non reaktif Non reaktif

2.5 DIAGNOSIS BANDING


 Herpes genitalis

 Chancroid

 Sifilis primer

2.6 DIAGNOSA KERJA


- Herpes genitalis

6
2.7. RESUME

Tn. DJ usia 27 tahun datang ke poli IMS puskesmas kecamatan pulogadung dengan
keluhan bintil-bintil di daerah kemaluan sejak 2 hari yang lalu. Awalnya keluhan bintil-bintil
berukuran seujung jarum pentul, berisi cairan bening diserti warna kemerahan disekitarnya
dan nyeri, kemudian semakin membesar dan cairan bening berubah keruh, dan dirasakan
semakin nyeri terutama bila disentuh atau terkena gesekan. yang kemudian beberapa bintil
pecah membentuk lecet yang terasa nyeri. Sebelum adanya bintil, pasien mengeluhkan
demam yang tidak terlalu tinggi dan pegal-pegal pada tubuh. Pasien mengaku belum pernah
mengobati keluhan tersebut. Keluhan nyeri saat buang air kecil diakui pasien, sejak 2 hari
yang lalu, namun tidak ada perubahan warna urin. Terdapat riwayat melakukan hubungan
seksual berganti-ganti pasangan sebelum pasien menikah (dengan pacar, perempuan 2 orang).

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran


composmentis. TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37.4 C. Status
generalis secara keseluruhan dalam batas normal. Status venereologikus terdapat lesi multipel
pada batang penis, sebagian diskret, bentuk sebagian ireguler, sebagian bulat, ukuran terkecil
mulai 0,1 x 0,2 x 0,1 cm hingga terbesar 1 x 2 x 0,2 cm, sebagian basah, permukaan sebagian
elevasi, batas sebagian tegas dan menimbul.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium sifilis dan VCT. Hasil laboratorium sifilis non
reaktif, VCT non reaktif. Diagnosa pada pasien tersebut adalah herpes genitalis. Dilakukan
pemberian Acyclovir 3 x 400 mg selama 7 hari, Paracetamol 3 x 500 mg (jika diperlukan),
multivitamin 1x1 tablet.

2.9 PENATALAKSANAAN

Umum

o Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, yaitu merupakan infeksi


virus yang ditransmisikan melalui kontak kulit langsung (hubungan seksual)
o Pencegahan melalui:
 Perilaku (ABCD): tidak melakukan hubungan seksual, setia terhadap
pasangan, penggunaan kondom, tidak mengonsumsi psikotropika dan
zat adiktif lainnya
 Vaksin HSV

7
o Konseling, kemungkinan tertular HIV dan penyakit IMS lainnya
o Pemeriksaan dan konseling HIV dan serologi sifilis
o Edukasi dan periksa pasangan seksual
o Kunjungan ulang (kontrol): 3-7 hari setelah terapi
o Rujuk ke poli gizi untuk konseling status gizi kurang

Khusus

o Acyclovir tab 3 x 400 mg


o Paracetamol tab 3 x 500 mg
o Multivitamin 1 x 1 tab

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Herpes genitalia adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas berupa

vesikel berkelompok pada dasar eritema, dan cenderung bersifat rekuren. 3 Herpes simplex

virus tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab utama terjadinya penyakit ulkus kelamin, dapat

meningkatkan risiko penularan HIV, dan menyebabkan herpes neonatal, infeksi langka yang

terkait dengan gangguan neurologis jangka panjang dan tingkat kematian yang tinggi. HSV-2

adalah virus herpes alfa dalam keluarga virus herpes dari virus DNA, yang semuanya

menyebabkan infeksi kronis yang tidak dapat disembuhkan. HSV-2 ditransmisikan ke

pasangan seksual selama kontak seksual atau selama persalinan dengan transmisi ke neonatus

melalui kontak mukosa atau kulit secara langsung. 4 Virus herpes adalah virus DNA

neurotropik dengan amplop, berukuran 150-200 nm, dan ditandai dengan resistensi

lingkungan yang rendah. HSV-1 dan HSV-2 memiliki struktur genom yang sama, dengan

40% homolog sekuens mencapai 83% homologi dari daerah kode proteinnya, hal ini

menjelaskan banyak kesamaan biologis dan reaktivitas silang antigenik antara kedua jenis.

Genom HSV-1 dan HSV-2 masing-masing mengkodekan setidaknya 80 polipeptida

struktural dan non-struktural yang berbeda.5

Genital herpes adalah presentasi klinis utama infeksi HSV-2, tetapi juga dapat terjadi

akibat HSV-1 pada 10% -40% dari kasus, terutama setelah kontak oral-genital. Pasien dengan

infeksi genital HSV-1 yang diketahui sebelumnya sering mengalami kekambuhan herpes

genital harus diuji untuk infeksi HSV-2. Viremia terjadi pada sekitar 25% orang selama

herpes genital primer.2

9
3.2 Epidemiologi

Pada 2012, HSV-2 diperkirakan menginfeksi 417 juta orang di seluruh dunia antara

usia 15 hingga 49 tahun, memberikan prevalensi global 11,3%, dengan 19,2 juta insiden

infeksi setiap tahun.6 Seroprevalensi sangat bervariasi tergantung pada wilayah dunia, dari

10% hingga 70% pada wanita yang menghadiri klinik perawatan antenatal. 7 Seperti yang

ditunjukkan sebelumnya untuk Jerman, seroprevalensi HSV-2 meningkat dari 3% pada anak

usia 10-15 tahun menjadi 7% di antara usia 16 hingga 18 tahun dan 14% di antara orang

dewasa.8

3.3 Faktor Risiko

Faktor risiko untuk herpes genital HSV-2 sangat terkait dengan berapa jumlah

pasangan ketika kontak seksual, jumlah tahun aktivitas seksual, homoseksualitas pria, ras

kulit hitam, jenis kelamin perempuan, dan riwayat penyakit menular seksual (PMS)

sebelumnya.1 Infeksi HSV-2 telah terbukti sebagai kofaktor independen penularan seksual

HIV. Suatu ketika infeksi HIV-1 dapat meningkatkan frekuensi reaktivasi HSV-2 dan

pelepasan mukosa, serta jumlah virus yang dicetuskan. Pada pasien HIV dengan

imunocompromised dan pasien dengan riwayat transplantasi, infeksi HSV sering muncul

sebagai kronis, nekrotik, berkepanjangan, dan ulserasi mukokutaneus konfluen.9

3.4 Etiopatogenesis

HSV-1 dan HSV-2 merupakan filum Herpesviridae, sekelompok virus DNA untai

ganda yang terbungkus lipid. Kedua serotipe HSV adalah bagian dari subfamili virus α-

Herpesviridae. α-Herpesvirus menginfeksi beberapa jenis sel dalam kultur, tumbuh dengan

cepat, dan secara efisien menghancurkan sel-sel inang. Infeksi pada inang alami ditandai oleh

lesi pada epidermis, sering melibatkan permukaan mukosa, dengan penyebaran virus ke

10
sistem saraf dan pembentukan infeksi laten pada neuron, yang darinya virus diaktifkan

kembali secara berkala.2

Replikasi herpes virus adalah proses yang diatur dengan cermat. Segera setelah

terinfeksi, gen segera-awal ditranskripsi yang proteinnya mengatur ekspresi protein awal

yang diperlukan untuk replikasi genom. Gen akhir [HSV-2 → HSV] mengkodekan

komponen struktural virion termasuk glikoprotein.2

In vivo, infeksi HSV dapat dibagi menjadi tiga tahap: (1) infeksi akut, (2)

pembentukan dan pemeliharaan latensi, dan (3) reaktivasi virus. Selama infeksi akut, virus

bereplikasi di tempat inokulasi pada permukaan mukokutan, yang mengakibatkan lesi primer

dari mana virus menyebar dengan cepat untuk menginfeksi terminal saraf sensorik, di mana

ia bergerak dengan transpor aksonal mundur ke inti neuron di ganglia sensoris regional.

Dalam subset neuron yang terinfeksi, infeksi laten ditegakkan di mana DNA virus

dipertahankan sebagai episom dan ekspresi gen HSV sangat dibatasi: dari semua gen virus,

hanya satu yang banyak ditranskripsi selama latensi. Pada tahap terakhir, replikasi

mengaktifkan kembali dengan transpor anterograde bersamaan yang baru dirakit virus ke

situs periferal, atau dekat dengan jalur masuk.2

11
3.5 Manifestasi Klinis

HSV-2 adalah penyebab utama penyakit ulkus genital (PUG) di Amerika Serikat dan

di seluruh dunia. Berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Afrika, dan Asia

menggunakan tes PCR sensitif telah menunjukkan bahwa HSV ditemukan pada 60% ulkus

genital.11 Pasien dengan infeksi primer sejati memiliki hasil tes seronegatif dan tidak pernah

terinfeksi virus herpes jenis apa pun. Pasien dengan infeksi episode pertama non-primer telah

terinfeksi di tempat lain dengan virus tipe 1 atau tipe 2 (contoh: Area oral) dan memiliki

antibodi serum dan imunitas humoral.1 Herpes genital adalah presentasi klinis utama infeksi

HSV-2, tetapi juga dapat dihasilkan dari HSV-1 pada 10% -40% dari kasus, terutama setelah

kontak genital-oral. Karena epidemiologi mereka, peralihan HSV-1 pada orang dengan

infeksi HSV-2 sebelumnya tidak biasa, tetapi peralihan HSV-2 di hadapan infeksi HSV-1

sebelumnya adalah umum, dan infeksi saluran genital dengan HSV-1 dan HSV-2 telah

dijelaskan. Pasien dengan infeksi genital HSV-1 yang diketahui sebelumnya yang sering

mengalami kekambuhan herpes genital harus diuji untuk infeksi HSV-2. Viremia terjadi pada

sekitar 25% orang selama herpes genital primer.1,2

Perjalanan klinis herpes genital episode pertama akut pada pasien dengan infeksi

HSV-1 dan HSV-2 sama. Infeksi ini berhubungan dengan lesi genital yang luas pada berbagai

tahap evolusi, termasuk vesikel, pustula, dan ulkus eritematosa yang mungkin memerlukan 2-

3 minggu untuk sembuh. Pada laki-laki, lesi umumnya terjadi pada kelenjar penis atau batang

penis; pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau leher rahim.

Ada rasa sakit yang menyertainya, gatal, disuria, keputihan, keluar cairan dari uretra, dan

limfadenopati inguinal. Tanda dan gejala sistemik sering ditemukan termasuk demam, sakit

kepala, malaise, dan mialgia. Radiculomyelitis sakral herpes, dengan retensi urin, neuralgia,

dan konstipasi, dapat terjadi. Servisitis HSV terjadi pada lebih dari 80% wanita dengan

infeksi primer. Hal ini dapat muncul sebagai keputihan atau berdarah, dan pemeriksaan

12
menunjukkan area kerapuhan dan kemerahan difus atau fokus, lesi ulseratif yang luas pada

exocervix, atau, jarang, servisitis nekrotik. Keputihan serviks biasanya mukoid, tetapi

terkadang bersifat mukopurulen.1,2

Tabel 1. Diagnosa Banding Herpes Genital

13
Gambar Kiri: Primary genital herpes with vesicles. Gambar Kanan: Primary herpetic vulvitis.

Sebuah studi menjelaskan bahwa tingkat kekambuhan pada pasien dengan infeksi

genital episode awal HSV-2 yang simptomatik. Sekitar 80% hingga 90% orang dengan

episode pertama infeksi genital HSV-2 yang simtomatik akan mengalami episode berulang

pada tahun berikutnya, dibandingkan dengan 50% hingga 60% pasien dengan infeksi HSV-1.

Reaktivasi menurun dalam frekuensi dari waktu ke waktu pada kebanyakan pasien. Dari

pasien dengan HSV-2 primer, 95% memiliki kekambuhan, dengan waktu rata-rata untuk

kekambuhan pertama sekitar 50 hari. Tingkat kekambuhan pada pasien dengan infeksi genital

HSV-2 episode pertama yang simptomatik. Lima puluh persen pasien dengan HSV-1 primer

mengalami wabah berulang, dan waktu rata-rata untuk kekambuhan pertama adalah 1 tahun.2

Tingkat kekambuhan rata-rata pada tahun pertama adalah satu (HSV-1) berbanding

lima (HSV-2) per tahun pada pasien dengan infeksi yang baru didapat. Pasien yang terinfeksi

HSV-2 yang diamati selama lebih dari 4 tahun mengalami penurunan median dua

kekambuhan antara tahun 1 dan 5. Namun, 25% dari pasien ini mengalami peningkatan

setidaknya satu kekambuhan pada tahun 5. Penurunan di antara pasien yang tidak pernah

menerima terapi imunosupresan yang sama dengan penurunan selama periode yang tidak

diobati pada pasien yang menerima terapi imunosupresan.2

Untuk memudahkan dalam mendiagnosis ulkus genital pada fasilitas pelayanan

kesehatan, Kementerian Kesehatan RI membuat algoritma ulkus genital dengan pendekatan

sindrom (bagan 1).

14
Bagan 1. Ulkus Genital dengan Pendekatan Sindrom

15
Bagan 1. Ulkus Genital khusus untuk tenaga medis

16
Tabel 2. Tingkat kekambuhan Herpes Genital.12

3.6 Pemeriksaan Penunjang

3.6.1 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Rapid polymerase chain reaction (PCR) adalah standar emas baru untuk deteksi HSV

dalam spesimen genital. Beberapa laboratorium telah berhenti menggunakan kultur sel.

Kumpulkan spesimen serviks, rektum, uretra, vagina, atau situs genital lainnya menggunakan

alat pengangkut khusus. Volume spesimen biasanya kecil dengan uji PCR (0,5 mm).

Hasil positif dilaporkan sebagai herpes simplex tipe 1 DNA terdeteksi atau herpes

simplex tipe 2 DNA terdeteksi. Tes cepat memberikan hasil pada hari yang sama. 1 Tersedia

secara komersial, PCR yang disetujui FDA tes telah dikembangkan untuk mendeteksi HSV,

dan diharapkan bahwa tes ini akan lebih murah dan tersedia lebih luas untuk perawatan

pasien.13,14

17
3.6.2 Imunofluorescent

Pewarnaan antibodi fluoresen langsung dari kerokan lesi dan tes deteksi antigen juga

dapat digunakan tetapi sensitivitasnya lebih rendah daripada kultur virus.Tzanck BTA dapat

membantu dalam diagnosis cepat herpesvirus infeksi, tetapi kurang sensitif dibandingkan

kultur dan pewarnaan dengan antibodi neon, dengan hasil positif dalam kurang dari 40%

kasus yang terbukti kultur. Itu dilakukan dengan mengikis dasar vesikel yang baru pecah dan

pewarnaan slide dengan pewarnaan Giemsa atau Wright (Metode pewarnaan Papanicolaou

juga dapat digunakan), diikuti dengan pemeriksaan untuk raksasa berinti banyak sel yang

merupakan diagnostik infeksi herpes.2

Gambar 1. Herpes simplex virus: positive Tzanck smear. A giant, multinucleated keratinocyte

on a Giemsa-stained smear obtained from a vesicle base. Compare size of the giant cell to

that of neutrophils also seen in this smear. Another smaller multinucleated acantholytic

keratinocyte is seen as well as acantholytic keratinocytes. Identical findings are present in

lesions caused by varicella-zoster virus

18
3.6.3 Serology

Sekitar 50% hingga 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV. Lebih dari

70% populasi orang dewasa memiliki tingkat antibodi mulai dari 1:10 hingga 1: 160; hanya

5% yang memiliki titer lebih besar dari 1: 160. Karena tingginya insiden antibodi terhadap

herpes simpleks dalam populasi, uji spesimen serum tunggal tidak bernilai tinggi.

3.7 Penatalaksanaan

Asiklovir, analog guanosin asiklik, memiliki indeks terapi yang sangat baik karena

aktivasi preferensial dalam sel yang terinfeksi dan penghambatan preferensi DNA virus

polimerase. Asiclovir harus difosforilasi untuk menjadi aktif, dan memerlukan virus timidin

kinase (TK) untuk fosforilasi awal. Acyclovir menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2

sebesar 50% pada konsentrasi 0,1 dan 0,3 μg / mL (kisaran, 0,01-9,9 μg / mL), masing-

masing, tetapi bersifat toksik pada konsentrasi> 30 μg / mL. Ketegangan apa pun yang

membutuhkan asiklovir lebih dari 3 μg / mL dihambat dikatakan relatif resistan terhadap

obat.

Valacyclovir, l-valyl ester dari acyclovir, adalah prodrug oral dari asiklovir yang

mencapai bioavailabilitas tiga hingga lima kali lipat lebih tinggi setelah pemberian oral, dan

dapat digunakan dalam rejimen dosis yang lebih nyaman.

Famciclovir adalah bentuk oral yang diserap dengan baik dari penciclovir analog

guanosine terkait. Mirip dengan asiklovir, famciclovir dikonversi oleh fosforilasi menjadi

metabolic penciclovir triphosphate aktifnya. Profil efikasi dan efek buruk famciclovir

sebanding dengan asiklovir. Krim penciclovir 1% disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) AS untuk pengobatan herpes simplex labialis. Krim Docosanol 10%

disetujui oleh FDA untuk pengobatan herpes labialis berulang yang dijual bebas. Docosanol

adalah alkohol jenuh rantai panjang yang menghambat masuknya virus yang terbungkus lipid

19
ke dalam sel. Ini mengurangi waktu penyembuhan 18 jam bila dibandingkan dengan

plasebo.2

Untuk infeksi herpes berat yang menyebar atau parah pengobatan pilihan tetap

asiklovir intravena 5–10 mg / kg setiap 8 jam. Beberapa ahli menggunakan asiklovir 15 mg /

kg intravena setiap 8 jam Infeksi HSV yang mengancam jiwa seperti ensefalitis. Dosisnya

asiklovir intravena untuk herpes neonatal adalah 20 mg /kg per dosis yang diberikan setiap 8

jam.2

Untuk infeksi pertama kali HSV-2 genital, oral asiklovir, famciclovir, dan

valacyclovir semua jenis dapat mempercepat penyembuhan dan mengurangi gejala, serta

menurunkan penyebaran virus. Jika dibandingkan dengan plasebo, asiklovir mengurangi

waktu penyembuhan dari 16 menjadi 12 hari, durasi nyeri dari 7 hingga 5 hari, dan durasi

gejala konstitusional dari 6 hingga 3 hari. Valacyclovir dibandingkan dengan asiklovir dalam

pengobatan episode primer dan terbukti setara.2,15

Pengobatan herpes genital episode berulang dengan famciclovir, acyclovir, atau

valacyclovir telah terbukti mengurangi waktu penyembuhan dari sekitar 7 hingga 5 hari,

waktu penghentian pelepasan virus dari 4 hingga 2 hari, dan lamanya gejala dari 4 hingga 3

hari bila dibandingkan dengan plasebo. Valacyclovir dan acyclovir dapat disetarakan;

valacyclovir serupa dengan famciclovir dalam satu penelitian, tetapi sedikit lebih unggul dari

famciclovir untuk menekan herpes genital dalam penelitian lain. Regimen famciclovir yang

diprakarsai oleh pasien, dimulai 1 hari 1.000 mg dua kali sehari tidak berbeda dengan

plasebo. Pada orang dewasa kulit hitam imunokompeten dalam sebuah studi baru-baru ini,

tetapi temuan ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Untuk orang dengan kekambuhan

genital yang sering atau rumit, terapi penekan jangka panjang dengan asiklovir atau

analognya adalah manajemen yang paling efektif

20
strategi. Terapi supresif efektif selama tahun pertama setelah akuisisi herpes genital. Terapi

supresif mengurangi tingkat penularan kepada orang sehat dan orang dengan HIV.1,2,15

Tabel 2. Regimen terapi pengobatan herpes genital berdasarkan WHO

21
Tabel 2. Regimen terapi pengobatan herpes genital berdasarkan Kemenkes

3.8 Pencegahan

Strategi untuk mencegah infeksi HSV telah terbukti tidak adekuat. Namun IMS dapat

ditekan transmisinya melalui edukasi perilaku seksual yang aman dengan:

1. Cara ABCD

A = Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara waktu)

B = Befaithful (setia pada pasangan)

C = Condom (gunakan kondom bila tidak mau melaksanakan A dan B)

D = no Drugs (tidak menggunakan obat psikotropik dan zat adiktif lainnya)

22
BAB IV
PENUTUP

Herpes genitalia yang disebabkan sebagian besar oleh herpes simplex virus

tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab utama terjadinya penyakit ulkus kelamin, dapat

meningkatkan risiko penularan HIV, dan menyebabkan herpes neonatal, infeksi

langka yang terkait dengan gangguan neurologis jangka panjang dan tingkat kematian

yang tinggi. Penyakit ini memiliki angka rekurensi yang cukup tinggi sehingga perlu

pemantauan khusus baik pada saat pengobatan maupun setelah pengobatan. Diagnosa

dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemberian regimen terapi sangat berpengaruh dengan kesembuhan dan prognosis

pasien ke depannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas, PH. 2016. Clinical Dematology, A color guide to diagnosis and therapy 6th

edition, Elsevier, 429-440

2. Marques RA & Cohen JI. 2012. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.

Herpes Simplex. Ed.8, chapter 193, pg: 2367-2382

3. Siregar, R.S., 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.3. Bab 4. Halaman 82-

83. ISBN 978-979-044-545-1. Jakarta, 2015.

4. Johnston C, Corey L. 2016. Current concepts for genital herpes simplex virus

infection: diagnostics and pathogenesis of genital tract shedding. Clin Microbiol Rev

29:149 –161. doi:10.1128/CMR.00043-15.

5. Whitley RJ, Roizman B: Herpes simplex virus infections. Lancet 2001, 357:1513–

1518.

6. Looker KJ, Magaret AS, Turner KME, Vickerman P, Gottlieb SL, Newman LM.

2015. Global estimates of prevalent and incident herpes simplex virus type 2

infections in 2012. PLoS One 10:e114989.

http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0114989.

7. Schiffer JT, Corey L. 2013. Rapid host immune response and viral dynamics in herpes

simplex virus-2 infection. Nat Med 19:280–288. http://dx.doi.org/10.1038/nm.3103.

8. Sauerbrei A, Schmitt S, Scheper T, et al. 2011. Seroprevalence of herpes simplex

virus type 1 and type 2 in Thuringia, Germany, 1999 to 2006. Euro Surveill.

2011;16(44). pii: 20005.

9. Bernstein DI, Bellamy AR, Hook EW 3rd, Levin MJ, Wald A, Ewell MG, Wolff PA,

Deal CD, Heineman TC, Dubin G, Belshe RB. 2013. Epidemiology, clinical

24
presentation, and antibody response to primary infection with herpes simplex virus

type 1 and type 2 in young women. Clin Infect Dis 56:344–351.

10. Fleming DT et al: New Engl J Med 337:1105, 1997

11. Makasa M, Buve A, Sandøy IF. 2012. Etiologic pattern of genital ulcers in Lusaka,

Zambia: has chancroid been eliminated? Sex Transm Dis 39: 787–791.

http://dx.doi.org/10.1097/OLQ.0b013e31826ae97d.

12. Benedetti J et al: Ann Intern Med 121:847, 1994. PMID 7978697

13. Kuypers J, Boughton G, Chung J, Hussey L, Huang ML, Cook L, Jerome KR. 2015.

Comparison of the Simplexa HSV1 & 2 Direct kit and laboratory-developed real-time

PCR assays for herpes simplex virus detection. J Clin Virol 62:103–105.

http://dx.doi.org/10.1016/j.jcv.2014.11.003.

14. Van Der Pol B, Warren T, Taylor SN, Martens M, Jerome KR, Mena L, Lebed J,

Ginde S, Fine P, Hook EW, III. 2012. Type-specific identification of anogenital

herpes simplex virus infections by use of a commercially available nucleic acid

amplification test. J Clin Microbiol 50: 3466–3471.

http://dx.doi.org/10.1128/JCM.01685-12.

15. Workowski KA, Bolan G. 2015. Sexually transmitted diseases treatment guidelines,

2015. MMWR Recommen Rep 64(RR-3):1–137.

16. Kementerian Kesehatan, 2017. Pedoman Infeksi Menular Seksual.

25

Anda mungkin juga menyukai