Anda di halaman 1dari 8

B. prinsip Hukum F iqih Muamalah dalam UU NO.

21 1ahun2008

1Prinsip Tauhid

Tauhid merupakan inti ajaran Islam, sedangkan inti ajaran tauhid

adalah monotheis yaitu ajaran tentang

hakikat ke-Esaan Allah SWT, Esa dalam segalanya, zat, sifat, dan perbuatan Dengan demikian, tauhid
adalah eksistensi keislaman.… Allah adalah Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara 'alam. Dia adalah
pencipta hukum (‘Lgléatau 'GG).

Wahbah aI-Zuhaili menyebutkan, tauhid merupakan prinsip hukum Islam, di samping keadilan. Artinya
hukum Islam berpijak di atas landasan tauhid dalam menegakkan keadilan dengan cara menghukumi
dengan benar (al-haq), membantu yang teraniaya, menolong fakir miskin dan senantiasa melakukan aI-
amr bi al-ma’raf wa aI-nahy ’an .al-munkar.

Hukum Allah berlaku universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, namun demikian, dalam tataran
operasional ia bersifat fleksibel karena ditarik dari prinsip-prinsip yang umum (kully). Proses peralihan
hukum Allah dari kully ke juz'i dan ke far'i (cabang dan ranting) dilakukan oleh Nabi… dan para ulama
melalui kegiatan ijtihad. Dengan demikian, produk hukum hasil ijtihad para ulama adalah bagian dari
hukum Islam yang benumpu pada landasan prinsip tauhid.

UU No. 21 Tahun 2008 yang salah satu sumbernya adalah hukum Islam diawali dengan frase ”dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa". Frase ini mengisyaratkan tauhidillah, yaitu ke-Esaan Allah. Kali "rahmal”,
banyak disebut dalam Alquran, seperti dalam QS. Al-Jatsiah [45]: 20, QS. Al-Anbiya [21]: 107, QS. Al-
Qashash [28]: 43. Rahmal merupakan faktor untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan hidup

manusia di dunia dan di akhirat, dan oleh karena itu, ia diartikan nikmat
dan pertolongan (aI-ni'mat wa al-'aun) serta ampunan dan karunia?“ Rahmat Allah seperti dimaksudkan
QS. AI-Anbiya [21]: 107 berlaku secara menyeluruh untuk semesta alam (alfalamin). Wujud rahmat di
sini ialah petunjuk (al-hidayat) dan sirnanya siksaaan Allah. Terkait dengan UU No. 21 Tahun 2008, kata
rahmat di Pendahuluan UU ini mengandung harapan terlimpahnya hidayat Allah bagi para pelaksana UU
dan terhindarnya mereka dari malapetaka dan sisksa Allah SWT.

Rahmat Allah seperti diisyaratkan oleh QS. Al-Fatihah [1 ]: 1 dan 3 terbagi dua. Pertama, Maha Pengasih
(aI-rahman); dan kedua, Maha Penyayang (al-rahim). Al-rahman artinya Maha Pengasih, ia adalah sifat
Allah SWT berupa rahmat yang merata bagi semua umat manusia, dunia dan akhirat. Sifat ini
mengandung arti berlebih (mubalaghat), yaitu bahwa rahmat Allah tersebar di-mana-mana dan meliputi
semua. Al-rahfm artinya Maha Penyayang, ia adalah sifat yang hanya dimiliki oleh Allah SWT dan hanya
diperuntukan bagi orang-orang mukmin yang beramal shaleh.343 Berdasar pengertian kata ”al-rahman”
dan ”aI-rahl‘m” dapat ditarik kesimpulan bahwa kata yang pertama bersifat umum (universal)
sedangkan kata yang kedua bersifat khusus. Oleh karena itu, kata alrahmat sebagai asal kata aI-rahman
dan al-rahfm’“ bersifat umum dan khusus.

Titik temu antara .al-rahman dan aI-rahfm yang terhimpun dalam aI-rahmat dengan UU No. 21 Tahun
2008 terletak dalam kata rahmat yang ada dalam kalimat pembuka UU ini. UU dengan segala unsurnya
merupakan rahmat Allah SWT yang bersifat umum dan menyeluruh. Ia adaiah eksistensi dari keinginan
dan cita-cita luhur bangsa Indonesia

untuk keluar dari keterbeiakangan bidang ekonomi menuju masyarakat adil dan makmur. Keinginan ini
bersesuaian dengan teori rahmat yang

menjelaskan bahwa rahmat adalah eksistensi segala sesuatu danbertumpu pada prinsip dasarnya, yaitu
kehendak terciptanya kebaikan dan kebenaran dalam masyarakat.345 Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa UU No. 21 Tahun 2008 adalah wujud dari rahmat Allah SWT_ Perwujudan rahmat Allah
SWT dalam UU terletak dalam sejumlah peraturan/norma yang dimuat dalam pasal dan ayat-ayatnya
yang berorientasi kepada peningkatan bidang ekonomi yang berbasis syariah. Berbasis syariah
mengindikasikan dimasukannya prinsip-prinsip hukum Islam ke dalam UU Prinsip-prinsip itu di antaranya
larangan kegiatan usaha perbankan yang mengandung unsur riba, gharar, maisyi'r, dan haram.…
Malahan secara lebih khusus, penjelasan Pasal 3 UU menuturkan bahwa dalam menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional, perbankan syariah tetap berpegang kepada prinsip syariah secara menyeluruh
(kaffat) dan konsisten (istiqamat). Pasal 5 angka 4 mewajibkan pencantuman penulisan nama ”syariah”
setelah nama bank bagi bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin usaha UUS. Pencantuman
nama ”syariah” mengisyaratkan adanya nilai tauhid, karena operasioanalisai perbankan syariah
dikembalikan kepada prinsip hukum Islam yang diciptakan oleh Allah SWT yang Esa. Berpegang kepada
aturan Allah secara utuh adalah amanat Alquran Surat Ali Imran ayat 103. 3‘7 Secara hirarkis hubungan
anatara Allah SWT Yang Esa sampai ke UU No. 21 Tahun 2008 terformulasikan sebagai berikut. Allah
adalah pencipta aturan ((313). Aturan itu tertuang di dalam Alquran dan hadits. Aturan tersebut
selanjutnya dipelajari dan difahami oleh para ulama. Hasil pemahaman mereka dituangkan dalam
bentuk tulisan sehingga lahirlah ilmu fiqih. Ilmu fiqih karya ulama tidak boleh bertentangan dengan dalil
kully dari nash. Turunan dari ilmu fiqih adalah q5n0n (UU) yang juga tidak boleh bertentangan dengan
hukum Allah.“ Oleh karenanya, UU No. 21 tahun 2008 adalah qanOn sebagai refresentasi dari pemikiran
para ulama dan pakar perbankan syariah.

2. Prinsip Keadilan

Salah satu dasar pertimbangan penetapan UU No. 21 Tahun 2008 seperti tertuang dalam diktum
pertimbangan huruf a adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia guna
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan nasional dalam ranah ekonomi dikembangkan
melalui sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan
kemanfaatan sesuai dengan prinsip syariah. Berdasar pertimbangan ini, UU yang merupakan salah satu
sarana untuk meraih masyarakat adi| dan makmur, maka muatan materi peraturannya tertuntut untuk
sarat norma keadilan. Kalau

lidak, maka tujuan tadi akan sulit dicapai atau tidak teraih sama sekali Tuntutan ini terjawab dengan
banyaknya nilai-nilai keadilan yang mewarnai materi peraturan UU yang menyebar di berbagai pasal dan
ayat-ayatnya. Nilai-nilai keadilan dalam UU ditunjukkan umpamnyq ketika ia menempatkan prinsip
syariah sebagai asas kegiatan usaha perbankan syariah. Prinsip ini, didasarkan atas nilai-nilai keadilan,
meskipun UU tidak menjelaskan makna dan hakikat keadilan. la hanya menyebutkan bahwa nilai
keadilan diterapkan dalam peraturan perbankan syariah.349

Keadilan (aI-'adalat: bhs. Arab, dan justice: bhs. Inggris) adalah lawan dari kezhaliman. Ia sangat
berdekatan dengan kebaikan (aI-ihsan) dan Allah SWT melalui firman-Nya menganjurkan manusia untuk
mewujudkan keduanya dalam kehidupan.350 'Umar bin Khathab ra. seperti diinformasikan oleh
Murtadha Muthahhari mengatakan, keadilan lebih utama dari kebaikan karena keadilan menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Di samping itu, ia pun tidak membutuhkan pemusnahan seluruh perbedaan di
antara manusia, tetapi ia mengharuskan menerima perbedaan hak di antara manusia.351

Menurut perspektif Alquran keadilan memiliki empat macam arti. Pertama, adil berarti ”sama” (al-
musawat), QS. Al-Nisa [4]: 58. Pengertian ini khithébnya adalah hakim di persidangan. Artinya ayat ini
menuntun para hakim untuk menempatkan para pihak yang berperkara dalam posisi yang sama. Kedua,
adil berarti ”seimbang” (almizan), QS. Al-Hadid [57]: 25 dan QS. Al-Rahman [55]; 9_ Keadilan di sini
semakna dengan kesesuaian (proporsional), keadilan model ini tidak menuntut kesamaan kadar dan
syarat bagi semua unit agar seimbangYang satu bisa lebih besar atau lebih kecil dari yang lain sesuai
dengan proporsinya. Pengertian ini menujukkan bahwa Allah SWT Maha Bijaksana dan Mengetahui,
menciptakan dan mengelola sesuatu sesuai dengan kadar dan waktu tertentu. Ketiga, keadilan ialah
memelihara hak individu dan memberikannya kepada yang berhak ngmwp. Pengertian ini membawa
kepada pengertian lain,

yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya (;;-549993), di samping iapun berkaitan dengan keadilan
sosial yang harus dihormati. Makna ketiga bersandar pada dua hal; (1) hak dan preferensi, yaitu jika
seseorang membuat sesuatu maka ia menjadi pemilik hasil pekerjaannya; (2) kekhasan pribadi manusia,
artinya agar masyarakat meraih kebahagiaan maka hak dan preferensinya harus dipelihara, Keempat,
keadilan yang dinisbatkan kepada Allah SWT, artinya memelihara hak berlanjutnya eksistensi.352

Keadilan merupakan dasar kesejahteraan dan kemakmuran,353 dan oleh karennya, kemakmuran dan
kesejahteraan warga negara Indonesia di bidang ekonomi yang ingin dicapai oleh pembangunan
nasional dijabarkan oleh UU No. 21 Tahun 2008. Akad bagi hasil keuntungan dan kerugian yang
merupakan salah akad dalam hukum Islam yang dianut oleh UU ini menggantikan sistem riba, dapat
menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil. Hal ini bisa terjadi karena semua pihak dapat saling
berbagi, baik keuntungan maupun risiko kerugian sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang.
Dalam jangka panjang, prinsip ini bakal mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil
keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga oleh pengelola modal. Keadilan dalam
tataran ini bisa dikelompokan kepada makna keseimbangan, karena, baik keuntungan maupun kerugian
dibagi secara proporsional.

UU menganut prinsip terbuka dalam hal pendirian dan kepemilikan Bank Umum Syariah (BUS) dan atau
BPRS. UU memosisikan semua manusia sama, artinya kedua lembaga tersebut terbuka untuk dimiliki
oleh seluruh warga negara Indonesia tanpa sekat-sekat agama. Perbedaan hanya dalam hal warga
negara asing, UU memperkenankan Warga negara asing atau badan hukum asing mendirikan dan
menjadi Pemilik Bank Syariah, sementara untuk menjadi pendiri dan pemilik BPRS tidak diperkenankan.
Khusus untuk badan hukum asing yang berminat menjadi pendiri Bank Umum Syariah, ia disyaratkan
membawa TEkomendasi dari negara asalnya yang memuat keterangan bahwa

badan hukum ini memiliki reputasi yang baik di bidang Perbankan Kendatipun berbeda, namun ini demi
keseimbangan dan keham hatian. ”'

Nilai-nilai keadilan dalam aturan kegiatan usaha yang dilakukan oieh Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah, dan BPRS, terdapat dalam keragaman akad yang dipergunakan. Keragaman akad tampak ketika
ketiga institusi tersebut melakukan fungsi perbankan, yaitu kegiatan Usaha menghimpun dana dan
kegiatan usaha menyalurkan pembiayaan. Kegiatan menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa
giro dan tabungan mempergunakan akad wadiah, sementara akad mudharabah dipergunakan untuk
kegiatan menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito dan tabungan. Khusus untuk BPRS
tidak diperkenankan menghimpun dana berupa simpanan dalam bentuk giro. Adapun akad yang
dipergunakan oleh ketiga institusi ini dalam kegiatan menyalurkan pembiayaan ialah mudharabah,
musyarakah, murabahah salam, istishna, qardh, dan ijarah. Mudharabah dipergunakan dalam kegiatan
usaha penyaluran pembiayaan dan penyaluran pembiayaan bagi hasil sedangkan musyarakah untuk
kegiatan usaha menyalurkan pembiayaan bagi hasil. Adapaun akad salam, musyarakah, dan ijarah
seperti halnya mudharabah dipergunakan dalam kegiatan penyaluran pembiayaan. Di samping akad-
akad tersebut, kedua bank mempergunakan juga akad hawalah, murabahah, dan kafalah. Akad hawalah
dipergunakan untuk kegiatan pengambilalihan utang, sementara murabahah dan kafalah untuk kegiatan
membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas
dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, meskipun untuk kegiatan ini bisa juga dilakukan
dengan akad murabahah.355

Kerberagaman akad yang dipergunakan dalam kegiatan usaha perbankan dimaksudkan sebagai upaya
penyesuaian dan harmonisasi dengan jenis kegiatan yang beraneka ragam serta didasarkan atas
kebutuhan setiap kegiatan usaha secara proporsional (554932595) Nilai keadilan dalam arti proporsional
terlihat dalam aturan simpanan berupa giro, Bank Umum Syariah dan UUS diperbolehkan semen!ara
BPRS tidak. Keadilan di sini bertalian dengan model keadilan distribU"f

yang dikemukakan oleh Aristoteles.356 Keadilan model inipun tersurat dalam pengaturan hak suara dan
bicara serta penurunan jabatan dewan komisaris dan direksi. Hak suara dan bicara terkait dengan hak
pemegang saham pengendali (badan hukum, orang perseorangan, atau kelompok usaha) dalam RUPS.
Mereka yang lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan sebagai pemegang saham pengendali dan
memiliki saham Bank Syariah 25 % atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh Bank Syariah,
dan atau memiliki saham perusahaan kurang dari 25 % dari saham yang dikeluarkan dinyatakan memiliki
hak suara. Sebaliknya mereka yang tidak lulus diharuskan menurunkan kepemilikan saham menjadi
paling banyak 10%, dan jika penurunan ini tidak dilakukan maka hak suaranya dicabut dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).357

Adapun penurunan jabatan diberlakukan bagi dewan komisaris dan direksi yang tidak lulus uji
kemampuan dan kepatutan. U ji kemampuan dilakukan sebagai upaya untuk menjamin agar pemilik,
pengurus bank, dan pengawas syariah memiliki kompetensi, kredibilitas, dan integritas dalam tata kelola
bank.353 Aturan tentang hak suara dan bicara serta penurunan jabatan bagai pemegang saham
pengendali, komisaris, dan direkasi berkorelasi dengan hak yang diterima dan kewajiban yang harus
dilakukan oleh mereka. Hak yang diterima merupakan imbalan atas pekerjaan yang menjadi
kewajibannnya. Oleh sebab itu, dari sudut keadilan yang mutlak, perbedaan imbalan adalah suatu
keniscayaan. Ada imbalan yang lebih dan ada imbalan yang kurang, tetapi tetap berdasar atas
pemberian kesempatan yang luas dan merata.”, |nilah yang diisyaratkan oleh Vergilius, bahwa keadilan
adalah standar hak

hak dan kewajiban-kewajiban (standard of rights and duties aplicable to all).“

UU No. 21 yang sarat nilai keadilan tidak akan bermakna llka tidak direalisasikan dalarn tataran
operasional perbankan syariah. Oleh karena itu, guna menjamin terlaksana aturan tadi, UU mengatur
aturan sanksi bagi pelanggar. Sanksi di samping sebagai saran pendidikan, berfungsi juga sebagai unsur
jera dan takut. Sanksi adalah bagian dari keadilan, karena hanya dijatuhkan kepada pelanggar.
Keragaman sanksi yang terdapat UU menunjukkan perhatian yang serius terhadap norma. norma
keadilan, sehingga para pelanggar tidak dijatuhi sanksi yang sama, tetapi disesuaikan dengan kadar dan
porsi pelanggarannya, Aturan tentang ragam sanksi, baik administratif maupun pidana kurungan atau
pidana denda, dalam UU ini diatur mulai Pasal 56 s/d 66.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa UU No. 21 Tahun 2008 telah memenuhi standar keadilan, karena
hal yang paling inti dari suatu keadilan adalah prinsip neminem Iaedere, yaitu prinsip untuk menghindari
tindakan yang menyebabkan penderitaan, kerugian, dan rasa sakit bagi orang lain. Di samping itu, UU
inipun telah terbukti mampu menjawab makna keadilan berbagai kalangan seperti: (1) kelompok
deontologis etika yang mengatakan bahwa keadilan merupakan hak setiap orang; (2) kelompok
utilitarian yang mengatakan bahwa keadilan merupakan nilai dasar yang harus dipertahankan dan
ditegakan; (3) kelompok historian atau sosiologis yang mengatakan bahwa keadilan merupakan
kebutuhan masyarakat sepanjang masa; (4) kelompok psikologis yang mengatakan bahwa keadilan
merupakan kebutuhan jiwa manusia; dan (5) kaum agamis yang mengatakan bahwa keadilan
merupakan kehendak dan tuntunan ilahi terhadap manusia.““ Dan yang paling utama adalah, bahwa
standar keadilan dan jawaban makna keadilan dalam UU tadi telah memenuhi kriteria dan ukuran
keadilan, berupa ukuran hukum alam atau positivisme, ukuran absolut atau relatif, ukuran metafisik
atau empiris, ukuran internal atau eksternal, dan ukuran pengetahuan atau intuisi. Bagi positivisme
sesuatu dikatagorikan adi| apabila aturan itu dijalankan secara baik dan benar. Ukuran absolul atau
relatif menekankan keberlakuan keadilan, yaitu ia absolut jika diberlakukan sama dalam berbagai situasi
dan kondisi, dan relatif jika keberlakuannya itu berbeda-beda sesuai kebutuhan. Ukuran konkrel

dan umum maknanya sama dengan ukuran absolut. Ukuran metatisrk atau empiris menekankan
keadilan atas keberadaan keadilan, artinya keadilan itu bukan terbit dari fakta di dalam masyarakat,
tetapi terbit dari manakala dilaksanakan hak dan kewajiban yang berdasarkan rasio manusia yang
dikembangkan secara deduktif. Ukuran internal atau eksternal artinya sesuatu itu adil secara internal
manakala ia bisa dipahami, umpamanya melalui pendekatan bahasa, ideologi, dan psychologi, dan
secara eksternal manakala ia merupakan cita yang tinggi (highest idea). Adapun ukuran pengetahuan
atau intuisi mendekati keadilan dengan teori ilmu pengetahuan seperti teori keadilan distributif,
kumutatif, dan korektif dari Aristoteles, dan secara intuisi artinya sesuatu itu diukur dengan rasa
keadilan (sense of justice) dan rasa ketidakadilan (sense of injustice).362
3. Prinsip Amar Ma 'riifNahy Munkar

AI-amr bi aI-ma'rof wa al-nahy ’an al-munkar adalah salah satu dari prinsip-prinsip hukum Islam.363 la
banyak disebut dalam Alquran seperti dalam QS. Ali Imran [3]: 104 dan 114, QS. Al-A'raf [7]: 157, QS. AI-
Taubah [9]: 71, QS. AI-Nahl [16]: 90, dan QS. AI-'Ankabut [29]: 45. Ayat-ayat ini mengisyaratkan bahwa
Alquran adalah kitab dakwah yang harus disebarluaskan kepada umat manusia, karena di dalamnya
berisi norma-norma kehidupan. Dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha
mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
Adapun & materi dakwah seperti ditunjukan Alquran berkisar pada tiga masalah pokok, yaitu aqidah,
akhlaq, dan hukum?“

Inti dakwah… adalah mengajak berbuat al-khair dengan mekanisme menyuruh .al-ma'ruf dan melarang
berbuat .al-munkar

berasaskan al-hikmat dan aI-mau'izhat aI-hasanat, yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dan yang batil diiringi perlakuan al-hasanat apabila mereka menentang.“
Termonologi al-khair dalarn QS. Ali lmran [3]: 104 ialah agama (Islam) dan aturannya,367 atau mengikuti
Alquran dan al-hadits.” Adapun alma'rOf ialah sesuatu yang baik menurut agama dan akal, atau berarti
ketaatan kepada Allah SWT. Sedangkan aI-munkar ialah kebalikan dari al-ma'rOf, yaitu sesuatu yang
bertentangan dengan Alquran dan alhadits atau kemaksiatan dan tidak taat kepada Allah SWT?“
Menurut ayat ini, tujuan dakwah adalah teraihnya al-muflih, yaitu keberuntungan dan kebahagiaan.
Adapun tiang yang menopang tegaknya al-amr bi al-ma'raf wa al-nahy ’an aI-munkar adalah proses
saling menasehati dengan kebaikan dan kesabaran (tawashau bi aI-hak wa tawéshau bi aI-shabr).37°

Hukum Islam yang memiliki prinsip aI-amr bi aI-ma'ruf wa al-nahy 'an aI-munkar adalah sumber
pengambilan bahan baku UU No. 21 Tahun 2008. Oleh karena itu, materi UU ini disifati oleh, dan
meliputi, norma ma’rOf dan munkar. Norman aI-amr bi ma'raf hukum Islam

diterjemahkan oleh UU dalam bentuk keharusan mempergunakan prinsip hukum Islam dalam kegiatan
usaha perbankan syariah. Sedangkan norma aI-nahy 'an al-munkar direalisasikan dalam bentuk larangan
yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku perbankan syariah. Norma dalam UU ini sifatnya mengikat, dan
untuk menjamin tegak dan dilaksanakannya UU maka terhadap mereka yang tidak mengikuti peraturan
kegiatan usaha perbankan syariah diancam dengan sanksi, baik administratif maupun pidana denda atau
kurungan.
Tujuan aI-amr bi al-ma’rL‘If wa al-nahy ’an munkar dan tujuan UU No. 21 Tahun 2008 memiliki
kesamaan. Yang pertama bertujuan teraihnya keberuntungan (aI-faléh) sehingga orang menjadi al-
muflih. Adapun yang kedua bertujuan tegaknya keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan
masyarakat. Hakikat dari kedua tujuan ini sama, yaitu AI-muflih yang harus dicapai dengan berpedoman
kepada prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh (kéffat) dan konsisten (istiqamat),371 yang salah satu
prinsip syariah itu ialah al-amr bi aI-ma’rL‘If wa aI-nahy 'an al-munkar.

Anda mungkin juga menyukai