Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Ronde Keperawatan
1. Definisi
Ronde keperawatan merupakan salah satu metode pada
manajemen keperawatan primer yang dapat meningkatkan kualitas
pelayanan perawat, ronde keperawatan akan menjadi media bagi
perawat untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor, kepekaan dan cara berfikir kritis terhadap
pengaplikasian konsep teori ke dalam praktik keperawatan dan
pelayanan kepada pasien (Moi Maria Florentina dkk, 2019).
Ronde Keperawatan adalah suatu tindakan yang
dilaksanankan oleh perawat, di samping klien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau
konselor, kepala ruangan, perawat assosciate, dan perlu juga
melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2014).
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara
pengajar dan perawat atau siswa perawat dimana terjadi proses
pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh teacher nurse
atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa untuk
pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk
setiap pasien (Saleh, 2012).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan ronde
keperawatan adalah suatu tindakan yang dilaksanankan oleh
perawat, di samping klien dilibatkan untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan untuk pemahaman yang jelas
tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien.
2. Karakteristik
Menurut Nursalam (2014), karakteristik ronde keperawatan
sebagai berikut :
1. Klien dilibatkan secara langsung.
2. Klien merupakan fokus kegiatan.
3. Perawat assosciate, perawat primer, dan konsuler melakukan
diskusi bersama.
4. Konselor memfasilitasi kreatifitas.
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan perawat
assosciate, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan
dala mengatasi masalah.
3. Tujuan
Menurut Nursalam (2014), tujuan dari ronde keperawatan
yaitu:
1. Menumbuhkan cara berfikir secara kritis.
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berasal dari masalah klien.
3. Meningkatkan validitas data klien.
4. Menilai kemampuan justifikasi.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
6. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana
perawatan.
7. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan.
4. Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi.
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional.
4. Terjalinnya kerja sama antartim kesehatan.
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan
dengan tepat dan benar.
5. Kriteria Pasien
Menurut Nursalam (2014), mengatakan Pasien yang dipilih
untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki
kriteria sbb:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi
meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien dengan kasus baru atau langka.
6. Peran
Menurut Nursalam (2002), dalam ronde keperawatan setiap
perawat memiliki peran masing-masing diantaranya :
a. Perawat primer dan perawat assosciate
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah
peranan yang bisa untuk memaksimalkan keberhasilan, antara
lain:
1. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
2. Menjelaskan masalah keperawatan utama.
3. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
4. Menjelaskan tindakan selanjutnya.
5. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.

b. Perawat primer lain atau konsuler


1. Memberikan justifikasi.
2. Memberikan reinforcement.
3. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan
serta tindakan yang rasional.
4. Mengarahkan dan koreksi.
5. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari.

7. Langkah-langkah
Langkah-langkah yang diperlukan dalam ronde keperawatan
adalah sebagai berikut:
Tahap Pra
PP

Penepatan pasien
Informed concent
Hasil pengkajian/ validasi data

Apa diagnosis keperawatan?

3. Penyajian Masalah Apa data yang mendukung?

Bagaimana intervensi yang sudah


dilakukan?

Apa hambatan yang ditemukan?


4. Validasi data di Bed Pasien

Diskusi PP-PP,
konselor, KARU

6. Kesimpulan dan
rekomendasi solusi 5. Lanjutan
diskusi di nurse
masalah
station
Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station

Tahap Pelaksanaan
Dikamar pasien

Pascaronde

(nurse station)

Keterangan:
1. Persiapan
a) Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu
pelaksanaan ronde.
b) Menentukan tim ronde.
c) Mencari sumber atau literature.
d) Membuat proposal.
e) Pemberian informed consent dan pengkajian kepada
klien/keluarga.
f) Diskusi: apa diagnosis keperawatan?, apa data yang
mendukung?, bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?
Dan apa hambatan yang ditemukan selama perawatan?
2. Pelaksanaan ronde
a) Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan
rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan
memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau
konselor/kepala ruangan tentang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
d) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah
dan yang akan ditetapkan.
3. Pasca ronde
a) Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien
tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
b) Evaluasi, revisi dan perbaikan.
c) Kesimpulan dan rekomendasikan penegakan diagnosis,
intervensi keperawatan selanjutnya.
8. Kriteria Evaluasi
Menurut Nursalam (2014), kriteria evalusi yang dapat diambil
yaitu:
1. Struktur
a) Persyaratan administratif (informed consent, alat, dan
lainnya).
b) Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde
keperawatan.
c) Persiapan dilakukan sebelumnya.
2. Proses
a) Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai
peran yang telah ditentukan.
3. Hasil
a) Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.
b) Masalah pasien dapat teratasi.
c) Perawat dapat:
d) Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.
e) Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.
f) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
g) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan.
h) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan
yang berorientasi pada masalah pasien.
i) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
j) Meningkatkan kemampuan justifikasi.
k) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.

B. Konsep Tumor Mediastinum

1. Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum
yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta,
dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003).
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yang ada pada tubuh, sedangkan
mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat di antara paru-paru kanan
dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena
besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Tumor mediastinum adalah tumor yang berada di daerah
mediastinum (Rahmadi, Agus, 2010).

2. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi
ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan
insiden kanker paru:
a. Merokok
Suatu hubungan statistik yang definitif telah ditegakkan antara
perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola risiko bukan perokok
dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam tar dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada
kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Zat kimia
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang
bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.
c. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kejadian yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.
d. Faktor Genetik
e. Faktor hormonal
3. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti, namun
diduga berbagai faktor predisposisi (virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi
tumor) yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi
tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. (Brunner &
Suddart, 2002).
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu
yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan
yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit
tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis
yang berkemampuan beraksi langsung dan merebah struktur dasar dari
komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang
lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai
tahunan. (Price, A. S., Wilson M. L., 2006.)
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang
berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan
sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti
prostaglandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan
sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel
kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki
ikatan yang relatif lemah. (Brunner & Suddart, 2002).
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang
longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih
mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya
(metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa
mekanis dalam tubuh. (Brunner & Suddart, 2002).
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara
mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta
dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan
manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas,
nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau
lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak
kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan risiko
timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadang kala manifestasi klinik yang
lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang
dijumpai gejala demam yang menonjol. (Price, A. S., Wilson M. L.,
2006.).

4. Klasifikasi
1. Timoma
Thimoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah
tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas.
Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi
yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa
atau geografi. (Aru W. Sudoyo, 2006). Gambaran histologiknya dapat
sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak.
Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ
sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus
terdapat keluhan lokal. Thimoma juga dapat berhubungan dengan
myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia.
Bagian terbesar Thimoma mempunyai perjalanan klinis benigna. (Aru
W. Sudoyo, 2006).
2. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur
jaringan yang asing pada daerah dimanah tumor tersebut muncul.
Teratoma paling sering ditemukan pada mediastinum anterior.
Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate
ectoderm (kulit) dan entoderm (usus). (Aru W. Sudoyo, 2006).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor
teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor
itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini
adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan
dan pembedahan. (Aru W. Sudoyo, 2006).
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid,
prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil
terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti
dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo, 2006).
3. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling
sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi
pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh
vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian
dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. (Aru W.
Sudoyo, 2006).
4. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
(Aru W. Sudoyo, 2006)
5. Kista Pericardium
Kista dapat terjadi karena perikard bagian ventral tetap tumbuh.
Radiologi memberikan gambaran massa bulat atau lonjong, berbatas
jelas dengan densitas homogeny (Mukty, Abdul, 2002).
Penatalaksanaan tetap dianjurkan pembedahan. Walau sering tidak
memberikan gejala serta jarang mengalami penyulit keradangan
(Mukty,Abdul, 2002).
6. Tumor Neurogenic
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak
terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval,
berbatas licin, terletak jauh di mediastinum belakang. Tumor ini dapat
berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang
mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua
umur, tetapi relatif frekuensi pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan
ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat
dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau
punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus
interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang
trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan
sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis
atau rantai simpatis servikalis. (Aru W. Sudoyo, 2006).

5. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala tumor mediastinum menurut Mukty, Abdul, 2002.
Adalah:
a. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
b. Sekret berlebihan
c. Batuk dengan atau tanpa dahak
d. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien.
e. Pernafasan tidak simetris
f. Unilateral Flail Chest
g. Effusi pleura
h. Egophonia pada daerah sternum
i. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
j. Wheezing unilateral/bilateral
k. Ronchi

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis tumor
mediastinum adalah (Brunner & Suddart, 2002):
a. Foto thoraks Dari foto thoraks PA atau lateral untuk menentukan lokasi
tumor anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran
tumor yang besar sulit ditentukan lokasinya yang pasti.
b. Tomografi Dapat menentukan lokasi tumor, mendeteksi klasifikasi pada
lesi yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid, dan
kadangkadang timoma. Teknik ini semakin jarang digunakan.
c. CT-Scan toraks dengan kontras
Dapat mendeskripsikan lokasi, kelainan tumor secara lebih baik,
kemungkinan jenis tumor, misalnya pada teratoma dan timoma,
menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah
terjadi invasi atau belum, mempermudah pelaksanaan pengambilan
bahan untuk pemeriksaan sitologi, serta untuk menentukan luas radiasi
beberapa jenis tumor mediastinum bila dilakukan CT-Scan Toraks dan
CT-Scan abdomen.
d. Flouroskopi
Untuk melihat kemungkinan terjadi aneurisma aorta.
e. Ekokardiografi Untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga
terjadi aneurisma aorta.

7. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum merefleksikan patologi primer yang
utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor
atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi
melalui perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan
struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan,
dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di
tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah
(Mukty, Abdul. 2002.):
a. Obstruksi trachea
b. Sindrom Vena Cava Superior
c. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
d. Rupture esofagus

8. Penatalaksaan medis
Penatalaksanaan tumor mediastinum tergantung sifat tumor, jinak atau
ganas. Tindakan yang dapat dilakukan pada tumor mediastinum yang
bersifat jinak adalah bedah, sedangkan penatalaksanaan secara umum
untuk tumor yang bersifat ganas adalah multimodaliti, yaitu bedah,
kemoterapi, dan radiasi. Selain itu kemoradioterapi dapat juga diberikan
sebelum prosedur pembedahan (neoadjuvan) atau sesudah prosedur
pembedahan (adjuvan). Berikut adalah penatalaksanaan yang dapat
dilakukan berdasarkan jenis tumor. (Syahruddin, Elisna, dkk. 2010):
a. Penatalaksanaan sangat tergantung pada invasif atau tidaknya tumor,
staging, dan klinis penderita.
b. Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat jarang kasus
penderita datang pada stage 1 atau non invasif, sehingga terapi
multimodalitilah yang dapat memberikan hasil yang lebih baik.
c. Jenis tindakan bedah untuk kasus ini adalah Extended Thymo
Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet (Extended Resection = ER),
yaitu mengangkat kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya
sampai jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian atau
pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Reseksi komplet ini
diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan meningkatkan umur
harapan hidup.
d. Radioterapi harus diberikan pada kasus timoma invasif atau reseksi
sebagian untuk kontrol ketat, tetapi tidak direkomendasikan untuk
yang telah menjalani reseksi komplet. Dosis radiasi yang dapat
diberikan adalah 3500-5000 cGy dan harus dihindarkan pemberian
lebih dari 6000 eGy untuk mencegah terjadinya radiation-induced
injury.
e. Kemoterapi yang sering digunakan adalah cisplatin based rejimen,
kombinasi cisplatin dengan doksorubisin dan siklofosfamid (CAP),
kombinasi cisplatin dengan doksorubisin, vinkristin, dan
siklofosfamid (ADOC), serta rejimen lain yang lebih sederhana yaitu
cisplatin dan etoposid (EP).

C. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1.  Identitas

a. Nama pasien

b. Umur

c. Jeniskelamin

d. Suku bangsa

e. Pendidikan

f. Pekerjaan

g. Alamat

1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah adanya sesak nafas dan nyeri
dada yang berulang dan tidak khas, mungkin disertai/tidak disertai dengan
batuk berdarah.
2. Riwayat Penyakit Dahulu

3. Riwayat Penyakit Keluarga

4. Pemeriksaan Persistem

a. Sistem pernafasan (B1)


Data Subyektif: sesak nafas,dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif:
hiperventilasi,batuk(produktif/nonproduktif),sputum banyak,
penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii
pada lapang paru,terdengar suara nafas abnormal.

b. Sistem kardiovaskuler (B2)


Data Subyektif: sakitkepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia,pembuluh darah
vasokontriksi.

c. Sistem Persarafan (B3)


Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi

d. Sistem Perkemihan (B4)


DataSubyektif:-
Data Obyektif: produksi urine menurun

e. SistemPencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri
telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan
turun, penurunan intake makanan

f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat
dehidrasisekunder),banyak keringat, suhu kulit meningkat/normal,
tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif

2. Nyeri akut

3. Gangguanmobilitasfisik
C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Rencana Keperawatan


o Keperawata
Tujuan Intervensi Rasional
n

1 Pola Napas NOC NIC a. Untuk


Tidak Efektif memaksimal
Respiratory Airway Management
kan
Status: Airway
a. Posisikan pasien semi potensial
Patency
fowler ventilasi
Setelah diberikan b. Auskultasi suara b. Memonitor
tindakan napas, catat adanya kepatenan
keperawatan suara tambahan jalan napas
selama 3x24 jam c. Monitor pernapasan c. Memoitor
pasien dan status oksigen respirasi dan
menunjukkan yang sesuai keadaan
keefektifan pola oksigen
napas dengan d. Menjaga
NIC
kriteria : keadekuatan
Oxygen Therapy oksigen
a. Frekuensi,
e. Menigkatka
irama, a. Mempertahankan
n ventilasi
kedalaman jalan napas pasien
dan asupan
pernapasan b. Kolaborasi dalam
oksigen
dalam batas pemberian oksigen
normal terapi

b. Tidak c. Monitor aliran

menggunakan oksigen

otot-otot bantu
pernapasan NIC
Repiratory Monitoring

a. Monitor kecepatan,
ritme, kedalaman,
danusaha pasien saat
bernapas
b. Catat pergerakan
dada, simetris atau
tidak
c. Catat adanya
penggunaan otot bantu
napas
2 Nyeri NOC NIC a. Membantu
akut/kronis Pain Management mengevalusi
a. Kontrol Nyeri
a. Lakukan pengkajian derajat
b. Tingkat Nyeri
nyeri secara ketidaknyam
komprehensif anan dan
Setelah diberikan termasuk lokasi, terjadinya
asuhan karakteristik, durasi, komplikasi
keperawatan frekuensi, kualitas dan b. Respon non
selama 1x24 jam faktor presipitasi verbal
diharapkan nyeri b. Observasi reaksi membantu
berkurang/terkontr nonverbal dari mengevaluas
ol dengan kriteria ketidaknyamanan i derajat
hasil : c. Evaluasi pengalaman nyeri dan
nyeri masa lampau perubahanny
a. Mampu
yang meliputi nyeri a.
mengontrol nyeri
kronik indvidu atau c. Mengetahui
(tahu penyebab
keluarga atau nyeri faktor
nyeri, mampu
yang menyebabkan penyebab
menggunakan
disability/ketidakmam nyeri yang
tehnik
puan menyebabka
nonfarmakologi
d. Kurangi faktor n
untuk
presipitasi nyeri ketidakmam
mengurangi
nyeri, mencari (misalnya ketakutan, puan pada
bantuan) kelelahan, keadaan masa lampau
b. Melaporkan monoton, dan kurang d. Dengan
bahwa nyeri pengetahuan) mengurangi
berkurang dengan e. Pilih dan lakukan faktor
menggunakan penanganan nyeri pemicu nyeri
manajemen nyeri (farmakologi, non diharapkan
c. Mampu farmakologi dan inter terjadi
mengenali nyeri personal) kenyamanan
(skala, intensitas, f. Kaji tipe dan sumber pasien
frekuensi dan nyeri untuk e. Membantu
tanda nyeri) menentukan intervensi pasien untuk
d. Menyatakan rasa g. Ajarkan tentang istirahat
nyaman setelah teknik non lebih efektif
nyeri berkurang farmakologi f. Menentukan
e. Tanda vital h. Berikan analgetik intervensi
dalam rentang untuk mengurangi yang tepat
normal nyeri sesuai
i. Tingkatkan istirahat dengan tipe
j. Berikan informasi dan sumber
yang akurat untuk nyeri
meningkatkan g. Untuk
pengetahuan dan mengurangi
respon keluarga atau
terhadap pengalaman mengalihkan
nyeri perhatian
k. Monitor penerimaan pasien dari
pasien tentang rasa nyeri
manajemen nyeri h. Menurunkan
nyeri dan
Analgesic meningkatka
Administration n
kenyamanan
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
f. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3 Gangguan NOC NIC a. Mengetahui


mobilitas fisik mekanika
a. Peningkatan Peningkatan mekanika
tubuh tubuh pasien
mekanika tubuh
b. Perawatan tirah a. Kaji pemahaman b. Pasien
baring pasien mengenai mengetahui
mekanika tubuh dan kekuatan
latihan tubuhnya dan
Setelah diberikan
bagaimana
asuhan b. Edukasi pasien
keperawatan mengenai bagaimana mencegah
selama 1x24 jam, menggunakan postur injuri
diharapkan tubuh dan mekanika
c. Kebutuhan
gangguan tubuh untuk
rasa nyaman
mobilisasi fisik mencegah injuri saat
klien
dapat diatasi melakukan aktifitas
terpenuhi
dengan kriteria : c. Bantu untuk
d. Untuk
a. Klien mendemonstrasikan
mengurangi
menggunakan posisi tidur yang tepat
terjadinya
postur tubuh d. Bantu pasien ulkus
yang benar untuk melakukan latihan dekubitus
berbaring fleksi untuk
b. Mempertahankan memfasilitasi
kekuatan otot mobilisasi punggung
c. Melakukan sesuai indikasi

latihan yang Perawatan tirah baring


dianjurkan untuk
a. Posisikan body
mencegah cedera
alignment yang tepat

b. Gunakan alat
ditempat tidur yang
melindungi pasien

c. Balikkan pasien
sesuai dengan kondisi
kulit

d. Monitor kondisi kulit


pasien

e. Ajarkan latihan
ditempat tidur dengan
cara tepat

Anda mungkin juga menyukai