Kajian Putusan Kasus Korupsi Pengadaan 28082020
Kajian Putusan Kasus Korupsi Pengadaan 28082020
Disampaikan pada webinar nasional yang diselenggarakan oleh LKPP, 28 Agustus 2020
Menyusun, membaca & mengevaluasi putusan
• Holmes (1987): Putusan harus
membadankan temuan atas fakta, harus
menjelaskan asas d/a aturan apa yang
relevan untuk diterapkan, beserta langkah
penerapannya.
• Putusan harus memungkinkan pembaca
untuk mengikuti alur dari fakta hingga
kesimpulan putusan.
• Putusan harus koheren, sistematis, dan
tertata secara logis.
Intinya, putusan hrs transparan & dpt menjelaskan dgn sendirinya (self explanatory)
Pakem putusan: Fact – Issues – Regulation – Application – Conclusion (“F – IRAC”)
Putusan perlu transparan & dapat dipahami publik
• Putusan peradilan bukan hanya harus dapat diakses oleh publik,
namun juga wajib dapat dipahami dengan mudah oleh publik, krn:
• Hukum bukan hanya harus ditegakan, tetapi juga harus terlihat tegak (R v
Sussex Justices; Ex parte McCarthy [1924])
• Jika ada keputusan yang motivasinya tidak kuat/jelas, itu akan mendorong
pembaca menilai bahwa keputusan tersebut tdk lahir dengan dasar
pemikiran/alasan yg kuat (Padfield v. Minister of Agriculture, Fisheries and
Food).
• Kasus yg tidak dalam sorotan publik, bukan berarti menghilangkan kewajiban
hakim utk memberikan putusan dengan alasan yang baik, karena pihak yg
berperkara tetap berhak mendapatkan alasan2 yg baik dr putusan tsbt
(Sivakumar: 2016, 282).
Metode dalam memeriksa perkara pidana
Kalaupun APH menilai penunjukan Sayangnya, isu tiket, uang saku justru
langsung, tidak punya HPS, dlsb dinilai tidak elaboratif didiskusikan; diskusi
salah, tapi itu belum cukup lebih pada tepat tidaknya
meyakinkan utk menyatakan ybs telah penunjukkan langsung (pelanggaran
melakukan kejahatan Perpres & bukan bukti niat jahat ybs)
Putusan korupsi PBJ yg kuat dipertanyakan (i)
Kasus Agus Koncoro – pembangunan Gedung bea cukai di SBY
• Untuk kasus (ii) dan (iii) yang baru berhasil ditunjukkan adalah
terlambatnya pekerjaan, dan ketidaksesuaian output produk
• Bandingkan kasus Agus dengan ilustrasi berikut. Katakanlah ada
Negara rugi tidak sekelompok ASN disekolahkan negara ke luar negeri. Karena
serta merta dapat kendala bahasa dan adaptasi, mereka gagal menyelesaikan study
tepat waktu. Mereka izin terlambat kembali ke tanah air,
langsung dianggap perpanjangan pun diberikan oleh negara.
• Tapi setelah perpanjangan tersebut, tesis mereka tetap belum
sebagai korupsi berhasil selesai, mereka tidak lagi dapat meminta perpanjangan
karena regulasi tidak memungkinkan. Mereka bersikeras untuk
tidak pulang guna finalisasi study.
• Dengan menggunakan logika pada kasus Agus, maka uang
negara keluar baik beasiswa yang sebelumnya maupun gaji yg
terus berjalan dpt diartikan APH sbg negara rugi & mereka dapat
keuntungan (wlpn pasti gaji ASN tdk akan cukup utk hidup di LN);
APH jg dpt dg mudah menuduh mereka melakukan perbuatan
melawan hukum, karena tdk dpt izin perpanjangan study.
Mereka juga bisa dijerat kasus korupsi tipe merugikan keuangan
negara. Janggal bukan?
• Lalu, bandingkan kasus Dasep dengan ilustrasi berikut. Katakanlah ada sekelompok peneliti yang
di kontrak pemerintah untuk membuat vaksin penanggulangan covid 19, lalu di akhir masa
kontrak, vaksin gagal ditemukan. Padahal uang negara sudah keluar (negara rugi dan berkurang
asetnya). Dengan menggunakan logika pada kasus Dasep, mereka jg dapat dengan mudah
dianggap korupsi tipe merugikan keuangan negara.
Dimana masalahnya? (i) - Konteks
• Semua kasus yang janggal diatas terasosiasi dengan Pasal 2 d/a 3 UU Tipikor
• Unsur-unsur Pasal 2 d/a 3 adalah
- Setiap orang;
- Secara melawan hukum;
- Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi;
- (xx dapat xx) merugikan keuangan negara (kata dapat dihapus di putusan MK 2016)