Anda di halaman 1dari 36

HISTORIOGRAFI ISLAM

HISTORIOGRAFI ARAB ISLAM PADA ABAD KE-20

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Nama Anggota:

Fahira Adiba (2120202082)

Indah Permata Utami (2120202087)

Laila Rahmi Hasanah (2120202095)

KELAS: PAI 2102C

Dosen Pengampu: Dr. Nyayu Soraya, S.Ag, M.Hum

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Waabarakatuh.

Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunia-Nya pula, penulis dapat membuat tugas makalah Mata Kuliah Historiografi Islam
tentang “Historiografi Arab Islam pada Abad ke-20” yang InsyaAllah makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu dosen mata kuliah Historiografi Islam, Ibu
Nyayu Soraya, S.Ag, M.Hum yang telah memberikan arahan terkait tugas ini. Tanpa
bimbingan dari beliau, mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan sesuai dengan
format yang telah ditentukan.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap
kedepannya dapat lebih baik dalam membuat suatu karya tulis ini. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca agar menjadi suatu pelajaran dan dapat
diperbaiki sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahamtullahi Wabarakatuh.

Palembang, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah........................................................................................................... 2
D. Manfaat Makalah ......................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
A. Sejarah Perkembangan Arab Saudi .............................................................................. 4
B. Sejarah Perkembangan Paham Islam Wahabiyah di Arab Saudi . ............................... 8
C. Sejarah perkembangan agama Islam Arab Saudi Era Kontemporer .......................... 10
D. Islam pada awal Abad ke-20 dan 21 .......................................................................... 12
E. Pendapat para ahli tentang Kebangkitan Kembali Dunia Islam ................................. 15
F. Tokoh-tokoh Politik bangsa Arab ............................................................................... 17
G. Pola Pembaharuan Pendididkan Islam di Jazirah Arab ............................................. 19
H. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam ........................................................... 21
BAB III .................................................................................................................................... 28
PENUTUP................................................................................................................................ 28
1. Kesimpulan ................................................................................................................ 28
2. Saran .......................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradaban Islam yang dapat kita saksikan di Jazirah Arab untuk awal abad 20 dan 21
ini, walaupun secara fisik mengalami perubahan yang luar biasa dan modern. Tapi di satu
sisi, yaitu masalah pemikiran tentang islam atau ideologi islamnya mengalami
kemunduran. Semua itu dimulai dari runtuhnya Turki Utsmani. Jika kita bandingkan
pemerintahan Arab abad ke-20 dan 21 dengan masa Rasulullah atau Khulafaur Rasyidin,
terlihat jelas perbedaannya. Zaman Nubuwwah dan zaman kekholifahan saat Islam mampu
memimpin dunia dalam satu kepemimpinan dan satu pemerintahan, sekarang berubah
menjadi faham kebangsaan dan faham nasionalisme. Kemudian sistem pemerintahan yang
dianutnya lebih mengarah ke Emirat atau kerajaan, bukan kekhalifahan ataupun bercorak
Nubuwwah seperti sistem pemerintahan yang dicontohkan oleh Khulafaur Rasyidin.1
Sejarah Islam dan peradabannya terwujud kedalam tiga bemtuk : Pertama, sejarah
peradaban negara (hadarh al-duwal wa al-tarikh), yaitu pengembangan peradaban dalam
sebuah kenegaraan dan pemerintahan. Kedua, tajribiyah wa muqtasabah, yang berarti
bahwa peradaban luar diadopsi oleh islam. Ketiga, peradaban Islam yang asli (al-hadarah
al-Islamiyah al-ashliyah), yaitu peradaban yang bersumber dan dibawa oleh kewahyuan
islam sendiri dalam mengembangkan dan memberdayakan sejarah islam masa lampau.2
Di Jazirah ini, Nabi saw. telah membangun sebuah negara yang disebut negara
Madinah. Seiring dengan berkembang nya dakwah Islam, maka negara-negara yang
berbasis Islam di Jazirah Arab terus mengalami perkembangan. Negara-negara tersebut
yang memiliki organisasi tersendiri, persatuan Emirat Arab, yakni organisasi negara
Arabisme, termasuk negara negara yang wilayahnya subur (fertile crescent) telah
mencapai kemerdekaannya beberapa tahun setelah perang dunia II. Kemerdekaan tersebut
mengantarkan negara negara Arab timur tengah semakin eksis, dan tidak dapat disangkal
bahwa salah satunya yang menjadi perhatian dunia adalah, Arab Saudi. Disamping karena
di negara ini terletak dua kota Suci, Mekah dan Madinah, negara tersebut kaya akan
minyak, gas, dan emas, banyak lagi kekayaan dan keistimewaannya.3

1
Nyayu Soraya, dkk., Historiografi Islam dan Perkembangannya (Cet. I:Banten:Desanta Muliavisitama,2021)
hal. 323
2
Ibid,
3
Ibid, hal. 324

1
Sebagai negara Islam yang terwariskan secara turun menurun dari Nabi saw., praktis
eksitensi Islam di Arab Saudi mengalami perkembangan signifikan. Keadaan tersebut,
berlangsung sejak 14 abad yang lalu sampai Era sekarang dengan sistem pemerintahannya
yang berbentuk kerajaan. Legitimasi kerajaan di bawah kekuasaan al-Sa'udiyah Di Arab
Saudi sebagai negara Islam, menekankan pentingnya perilaku yang selaras dengan ajaran
Al-qur'an dan Sunnah. Karena itulah, penduduk negara tersebut mengamalkan ajaran
agama dengan merujuk pada kedua sumber ajaran Islam secara murni. Berkenaan dengan
itu juga, sampai sekarang, paham keagamaan masyarakat di Arab Saudi dominan
Wahabiyah, dimana paham ini (Wahabiyah) dikenal sebagai gerakan Islam yang tujuan
utamanya memurnikan ajaran Islam dari khurafat.4
Maka dari itu, penulis akan menguraikan penjelasan mengenai historiografi Arab Islam
pada abad ke-20 beserta sejarah peradabannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ditimbulkan:
1. Bagaimana sejarah perkembangan arab saudi ?
2. Bagaimana perkembangan paham Islam Wahabiyah di Arab Saudi ?
3. Bagaimana Sejarah perkembangan agama Islam Arab Saudi Era Kontemporer ?
4. Bagaimana Islam pada awal Abad ke-20 dan 21?
5. Bagaimana pendapat para ahli tentang Kebangkitan Kembali Dunia Islam ?
6. Siapa saja Tokoh-tokoh Politik bangsa Arab ?
7. Bagaimana pola Pembaharuan Pendididkan Islam di Jazirah Arab ?
8. Siapa saja Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam ?

C. Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan arab saudi.


2. Mengetahui dan memahami perkembangan paham Islam Wahabiyah di Arab Saudi.
3. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan agama Islam Arab Saudi Era
Kontemporer.
4. Mengetahui dan memahami Islam pada awal Abad ke-20 dan 21.
5. Mengetahui dan memahami pendapat para ahli tentang Kebangkitan Kembali Dunia
Islam.

4
Ibid, hsl. 325

2
6. Mengetahui Siapa saja Tokoh-tokoh Politik bangsa Arab.
7. Mengetahui dan memahami Pola Pembaharuan Pendididkan Islam di Jazirah Arab.
8. Mengetahui Siapa saja Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam.

D. Manfaat Makalah
1. Bagi penulis, yaitu agar dapat menginformasikan atau menjelaskan tentang
perkembangan, Historiografi Arab-Islam pada Abad Ke-20.
2. Bagi pembaca, yaitu untuk menambah wawasan dan mengetahui tentang
perkembangan, Historiografi Arab-Islam pada Abad Ke-20.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Arab Saudi


Sebelum Islam datang, jazirah Arab telah terlebih dahulu berkembang agama agama
lain (yang mendahului Islam), yakni agama Nasrani yang berkembang di bagian utara
jazirah Arab dan agama Yahudi yang berkembang di Madinah, tetapi kepercayaan dan
cara penyembuhan kedua agama tersebut terhadap Tuhan tidak terlalu berpengaruh
terhadap kehidupan keagamaan komunitas Arab pada umumnya, ya itu kultur Arab asli
yang didalamnya terdapat unsur-unsur Millah (agama) Ibrahim. Dengan demikian, jauh
sebelum Islam datang, di jazirah Arab telah terlebih dahulu lahir berbagai agama dan
kepercayaan.5

Selain sudah memiliki agama dan kepercayaan, bangsa Arab di jazirah Arab pra Islam
juga dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografisnya
pun cukup strategis. Bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan, seperti
kerajaan Saba', Ma'in, Qutban, serta Himyar, semuanya itu ada di wilayah Yaman.6

Di sisi lain kenyataan bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
Dalam konteks geografi Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman
yang komprehensif terhadap Alquran hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak
pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi
audiensi pertama Al-Qur'an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu, dengan
segala kultur dan tradisinya.7

Orang-orang Arab menyebut tempat tinggal mereka sebagai jazirah al-Arab; layaknya
sebuah pulau, daratan, itu dikelilingi oleh laut tiga sisinya dan padang pasir di satu sisi
lainnya. Secara bahasa, kata jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Sedangkan, Arab
bermakna gurun atau tanah tandus yang tidak ada air dan tumbuhannya. Jadi, jazirah Arab
berarti pulau Arab. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan Shibhul Jazirah,
yang dalam bahasa Indonesia bermakna semenanjung. Dilihat dari peta, jazirah Arab

5
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terleengkap Periode Klasik Pertengahan, dan Modern (Cet.
1:Yogyakarta:Diva Press, 2021) hal. 99
6
Ibid,
7
Ibid, hal.

4
berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak sejajar. Letak jazirah Arab; sebelah
timur berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persia (teluk Arab), sebelah selatan
berbatasan dengan laut Hindia, sebelah barat berbatasan dengan laut merah, serta sebelah
utara dibatasi dengan syam dan sebagian berbatasan dengan Irak. 8

Dalam sejarah dunia, telah diyakini oleh sebagian sejarawan bahwa manusia pertama
bertempat di negari Arab. Bahkan dikatakan bahwa Ibu Hawa (moyang manusia setelah
Adam) dikuburkannya di Jabal Arafah, Arab. "Ini artinya bahwa dunia Arab pada
umumnya sebagai cikal bakal negara Arab sudah dikenal zaman dahulu oleh kebanyakan
umat manusia. Lebih lanjut berbicara tentang sejarah Arab, juga tidak bisa lepas dari
berbicara sejarah perkembangan agama Islam dengan kekhalifahannya. Secara politis,
pusat-pusat kekhalifahan pertama kalinya di Madinah masa pemerintahan Abu Bakar dan
Umar, selanjutnya ber pindah ke Kufah di masa Ali bin Abu Thalib, seterusnya ke
Damaskus masa Dinasti Umayyah, ke Baghdad masa Abbasiyah, ke Istamabul masa Turki
Utsmani, sampai sistem kekhalifahan tersebut mengalami kemunduran, dan pada
gilirannya wilayah-wilayah Islam, menjadi negara-negara tersendiri, dan memiliki batas-
batas wilayah tersendiri. Dalam peta dunia terlihat bahwa Arab Saudi menempati sebagian
besar Jazirah Arab, semenanjung yang memisahkan Laut Merah di Barat dan Teluk Persia
di Timur.9

Dengan adanya kemunduran di masa kekhalifahan, dan dengan adanya suhu politik,
maka secara politis tokoh-tokoh agama pemrakarsa kerajaan kemudian ketika itu sampai
terbentuknya Arab Saudiyah, keluarga Bani Saudi tampil menjadi pemimpin, dan berkuasa
sejak tahun 1446 M. Kemudian secara berturut-turut terwariskan pada generasi
sesudahnya, sebagai berikut:

1. Sa'udiyah (1446)
2. Muhammad bin Sa'ud (1747)
3. Abdul Aziz (1765)
4. Sa'ud bin Abdul Aziz (1803)
5. Abddullah I bin Sa'ud (1814)
6. Arab dikuasi oleh Turki Utsmani (1818-1823)
7. Faysal I, pemerintahan pertama (1834)

8
Ibid, hal. 100
9
Imam Wahyuddin, “Perkembangan Islam Arab Saudi”, Tasamuh, Volume 10, No. 2, September 2018, hal.
426

5
8. Khalid bin Sa'ud (1837)
9. Abdullah II, sebagai boneka Muhammad Ali di Mesir (1841)
10. Faysal I, pemerintahan kedua (1843)
11. Abdullah III bin Faysal, pemerintahan pertama (1865) 12. Sa'ud bin Faisal (1871)
12. Abdullah III, pemerintahan kedua (1874)
13. Penaklukan Rasyidah dari Hail, Abdullah bertahan sebagai Gubernur Riyadh (1887-
1889)
14. Abdul Rahman bin Faysal (1889)
15. Muhammad bin Faysal (1891)
16. Abdul Aziz II (1902)
17. Faysal II (1964) 20. Khalid (1975)
18. Fahd (1982)
19. Sa'ud (1953)10

Menurut Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban Islam di kawasan


Dunia Islam, Sa'udiyyun (keluarga Sa'ud atau Saudiyah) sebagai nenek moyang mereka
yang berkuasa pada mulanya menetap di Wadi Hanifah. Dalam beberapa generasi
sesudahnya tampil Muhammad bin Sa'ud sebagaimana yang disebutkan di atas menjadi
peletak dasar keamiran keluarga Sa'udiyah. Oleh karena itu, tempat mereka setelah
berkembangnya di sebut dengan al-Dar'iyah. Sebelum mereka menetap di sana, keturunan
mereka itu tersebar ke berbagai wilayah di Jazirah Arab untuk mencari air dan makanan,
sampai mereka tiba di Khaibar, Taima, Madain, Madi nah al-Munawwarah, dan daerah-
daerah Najd, dan Dariyah sendiri sebagai pusat pemerintahannya. Kondisi ini tidak
dimaksudkan sebagai awal perencanaan pendirian kerajaan Arab Saudi karena
perpindahan mereka itu lebih bersifat nomaden yang telah menjadi karakter mereka sendiri
sejak dulu. Setelah beberapa saat, kekuasaan mereka melebar ke daerah lain, dan dari
sinilah awal perintisan Arab Saudi sampai perkem bangannya sekarang.11

Jika sejarah pemerintahan Arab Saudi ditelusuri kembali dalam beberapa periodenya,
pada mulanya ditandai dengan kekhawatiran Turki yang sudah melemah berhadapan
dengan semangat keagamaan bangsa Arab, terutama Mesir yang bergerak bukan atas nama
kekhalifahan Turki Usmani. Akhirnya, Turki meminta bantuan ke Rusia dan Eropa.
Inggris merasa khawatir atas perkembangan politik dan keagamaan yang menguatkan

10
Ibid, hal. 427
11
Ibid, hal. 428

6
kedudukan Mesir. Muhammad Ibn Abdullah Rasyid (1872-1887 M) dengan dukungan
Turki berhasil menguasai dinasti lama Sa'ud di Riyadh, tidak lama kemudian dibangun
lagi oleh Abdul Aziz ibn Mit'ab dan Abdul Aziz ibn Abdul Rahman dengan bantuan
Inggris. pada 1902. Selanjutnya Sa'ud ibn Abd. Al-Aziz pada 1906 mengemba likan
semangat Wahabisme dengan mendirikan organisasi Ikhwan pada 1910, Ikhwan ini
berperan sebagai pasukan siaga. "Sampai pada akhirnya posisi garis keturunan al-
Sau'diyah menjadi kuat, dan pada akhirnya pula sistem pemerintahan negara Arab Saudi
menjadi kerajaan.12

Menurut Iwan Gayo dalam bukunya Buku Pintar Seri Senoior Plus 20 Negara Baru,
Arab Saudi sebagai sebuah negara, memang sudah lama dirintis oleh keluarga keturunan
Sa'udiyah, namun menurut John L. Esposito dalam The Oxford Enciyclopedia bahwa Arab
Saudi baru diproklamasikan secara resmi pada tahun 1932 oleh Abd.Aziz ibn Abd.
Rahman al-Sa’ud dan diperintah oleh keturunannya dalam bentuk pemerintahan kerajaan.
Untuk mengenal lebih jauh, berikut ini data Negara Arab setelah diproklamasikan:

1. Nama negara : Kerajaan Arab Saudi (al-Mamlakak al-Ara biyah al-Sa'udiyah


atau Kingdom of Saudi Arabia)
2. Luas wilayah : 2.331.000 KM2
3. Ibu kota : Riyadh
4. Kepadatan : 21 jiwa/mil²
5. Suku Bangsa : Arab, sebagian kaum Muslim dari berbagai negeri
6. Bahasa : Arab
7. Agama : Islam 99%
8. Lagu kebangsaan : al-Salam al-Malaky al-Sa’udi
9. Mata uang : Riyal
10. Hasil tani : Korma, gandung, barli, buah-buahan, dll
11. Industri : Pengolahan minyak
12. Raja :
a. Abd. Aziz bin Abd. Rahman (September 1932-November
1953)
b. Sa’ud ibn Abd. Al-Aziz (November 1953-November 1964)
c. Faisal ibn Abdul Sa’ud (November 1964-Maret 1975)

12
Ibid, hal. 428-429

7
d. Khalid ibn Abdul Sa’ud (Maret 1975-Januari 1982)
e. Fadh ibn Abdul Aziz (Januari 1982-Agustus 2005)13
f. Abdullah (Agustus 2005-Januari 2015)
g. Salman bin Abdul Aziz (Januari 2015- Sekarang)14

B. Sejarah Perkembangan Paham Islam Wahabiyah di Arab Saudi


Sejarah modern Arab dimulai dari kebangkitan gerakan Muwahhidun pada abad ke-18.
Gerakan Muwahhidun adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memurnikan kembali
ajaran-ajaran Islam seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada
prinsipnya, Muwahhidin bukanlah gerakan bangsa Arab, inspirasinya berasal dari aliran
Hanbali yang melahirkan tokoh Ibnu Taimiyah (661-728H/1260-1328M). Walaupun
sudah sangat berkurang jumlahnya aliran ini masih ada di Hijaz, Iraq, dan Palestina.15

Gerakan Muwahhidin di Arab dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab


(1703-1787). Abdul Wahab semasa mudanya selalu mengembara dari satu daerah ke
daerah lainnya. Pada masa itu sudah menjadi tradisi untuk mendalam suatu ilmu orang
harus menemui para ulama dalam berbagai bidang yang berdomisili di daerah-daerah
tertentu. Sekelmbalinya dari pengembaraan mencari ilmu dan pengalaman yang hampir
menghabiskan masa mudanya, Ibn Abd al-Wahab bermaksud memulai gerakan
pemurniannya di kampung kelahirannya, Uyainah. Hasilnya ada, tetapi tantangannya lebih
besar, termasuk saudara kandungnya, Sulaiman, dan sepupunya, Abdullah ibn Husein
yang mengibarkan pertumpahan darah antara suku-suku di Yamamah, sehingga Ibn Abdul
al-Wahab bersama keluarganya terpaksa meninggalkan Uyainah pergi ke Dariyyah.
Untunglah di Dariyyah ia diterima dengan baik, bahkan ketua sukunya, Muhammad bin
Sa’ud, mendukung idennya dan menyanggupi untuk memberluaskannya. Dalam
kesepakatan selanjutnya, kekuasaan politik akan berada ditangan Ibn Sa’ud dan masalah
keagamaan di tangan Ibn Abdul al-Wahab.16

Gerakan ini muncul sebagai reaksi dari kemunduran Islam. Menurut Muhammad
Ibn Abdul Wahhab, penyebab kemunduran umat Islam yang sedang terjadi saat itu
adalah tauhid yang tidak lagi murni. Kemurnian tauhid dirusak oleh ajaran-ajaran
tarekat yang sejak abad ke-18 telah tersebar di kalangan umat Islam. Dimana banyak
13
Ibid,
14
Author, Daftar Raja Arab Saudi, (id.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 22 April 2022,2021)
15
Sholawati, “Sejarah Pendidikan dan Dakwah Islam pada Masa Arab Modern”, Jurnal Studi Islam dan
Kemuhammadiyahan, Volume 1, Nomor 1, 2021, hal. 56
16
Ramayulis, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Kalam Mulia, 2011) hal. 172

8
kaum muslim yang berziarah ke makam-makam para ulama, kemudian
menjadikannya sebagai semacam ritual semi penyembahan. Sehingga diperlukan sebuah
gerakan pemurnian kembali seperti yang dipelopori oleh Muhammad Ibn
Abdul Wahhab ini. Gerakan Muwahhidin kemudian lebih dikenal dengan gerakan
Wahhabi. 17

Ajaran Muhammad Ibn Abd al-Wahab merupakan ajaran pemurnian yang ingin
mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad; Islam mengalami
penyimpangan yang membahayakan, terutama keimanan terhadap tauhid atau keesaan
Tuhan, seperti pengkultusan wali-wali dan syekh-syekh tarekat, penyembahan pohon-
pohon keramat, dan sajian-sajian di makam-makan wali-wali dan syekh-syekh tersebut.
Hanya saja, karena orientasinya adalah kembali ke masa Nabi yang masih serba
sederhana, kesederhanaan itu harus dilestarikan pula. Keyakinan itulah agaknya yang
mendorong gerakan ini untuk menghacurkan makam-makam, seperti makam Zaid ibn
Khattab di Jubailah, dan juga buku-buku teologi.18

Sepintas pemikiran Muhammad ibnu Abdul Wahab dipengaruhi aleh pemikiran Ibnu
Taimiyah, yaitu sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap Al-Kitab dan Al-Sunnah yang dipahami berdasarkan metodologi


Salaf as Shalih. Ia berpandangan bahwa Al-Kitab dan Al-Sunnah bukan hanya sekadar
berita saja sebagaimana diperkirakan orang-orang dari ahli kalam, hadis, fiqih dan
tasawuf, tetapi sebagai dalil dan petunjuk jalan bagi makhluk dan dalil yang tegas bagi
dasar-dasar agama.
2. Ketauhidan sangat diperhatikan meliputi zat, sifat dan ibadah makhluk terhadap tuhan,
berupa an la na'buda Allah wa lanyika bihi siwahu. Oleh karena itu, doa merupakan
bagian dari ibadah yang tidak boleh meminta kepada sesama makhluk yang sudah mati.
3. Rasulullah Saw. tidak melebih-lebihkan, tetapi cukup sebagai petunjuk saja dibolehkan
menziarahi kuburnya, tetapi tidak boleh untuk meminta-minta.
Oleh karena itu, sampai sekarang paham keagamaan masyarakat di Saudi Arabia ini
adalah paham Muhammad ibnu Abdul Wahab. Selanjutnya dikembangkan oleh ulama-
ulama penerusnya, sampai kemudian dengan cepat mencapai berbagai kota di luar Saudi
Arabia, terutama pada musim haji. Ke India dibawa oleh Haji Ahmad, ke Afrika Utara

17
Sholawati, “Sejarah Pendidikan dan Dakwah Islam pada Masa Arab Modern...Op.cit.,
18
Ramayulis, Sejarah Peradaban Islam...Op.cit., hal. 173

9
oleh Al-Sanusi, ke Yaman oleh As-Syaukani dan ke Mesir oleh Muhammad Abduh. Di
Indonesia pemikiran ini dikembangkan oleh H. Abdul Hamid Hakim dan KH Ahmad
Dahlan.19

Pembaharuan Muhammad Ibn Abd al-Wahab ini dilanjutkan oleh Abd al-Aziz setelah
ia kembali memasuki Saiyad, yang sebelumnya dikuasai oleh Muhammad Ali yang pada
waktu itu sebagai penguasa di Mesir. Pada tahun 1904 ia berhasil sebagai yang dipertuan
bagi semua yang pernah dikuasai oleh kakenya di Najd, dan pada 1921, Ibnu Sa’ud
merebut Hail dan mengakhiri dinasti Rasyid. Kemudian, seluruh Hijaz dapat dikuasainya;
Mekah (1924), Madinah dan Jeddah (1925). Dinasti Sa’ud inilah yang berkuasa sampai
sekarang dengan kerajaannya yang bernama Arab Saudi20.

C. Sejarah Perkembangan Agama Islam Arab Saudi Era Kontemporer


Rezim Sa'udi yang terbagun kuat di Arab Saudi, dan atas kentalnya paham Islam yang
mereka anut menjadikan perkembangan Islam dari segi populasi kian meningkat dari masa
ke masa, terutama ketika memasuki era kontemporer dewasa ini, di mana era tersebut tetap
memi liki pengaruh terhadap semakin kuatnya Islam di Arab Saudi.21

Kependudukan Arab Saudi yang kesemuanya Muslim menurut perkiraan pemerintah


pada tahun 1990, berjumlah sekitar 15 juta jiwa. Satu tahun berikutnya, menurut yang
dikemukakan Iwan Gayo, pada 1991 penduduk Arab Saudi berjumlah 17.869.000 jiwa. Ini
berarti bahwa perkembangan populasi umat Muslim dalam satu tahun saja sangat cepat,
dan karena itu diproyeksikan pada tahun 2007, lebih meningkat lagi dan dipastikan bahwa
kesemunya Muslim. Perkembangan yang demikian meningkat ini, sejalan dengan
masuknya arus tenaga asing Muslim ke Arab Saudi jauh sebelum tahun-tahun yang
disebutkan tadi. Mereka datang ke Arab Saudi dengan tujuan dan kepentingan yang
berbeda-beda. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Lapidus bahwa pada tahun 1975
diperkirakan 43 persen jumlah penduduk adalah pekerja asing dari Yaman, Oman, Mesir,
dan Pakistan. 22

Juga telah disebutkan sebelumnya, selain perkembangan umat Islam yang bermazhab
Sunni dengan paham Wahabi di Arab Saudi, tetap juga ada yang bermazhab Syi'ah, dan
jumlah penduduk Syi'ah yang dimaksudkan berkisar antara 200 sampai 500 ribu. Sejumlah
19
Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta:Rajawali Pers, 2009), hal.233-234
20
Ramayulis, Sejarah Peradaban Islam...Op.cit.,
21
Imam Wahyuddin, “Perkembangan Islam Arab Saudi”,Log.cit., hal. 436
22
Ibid,

10
kecil pengikut Syi'ah dua belas di provinsi bagian Timur. Di antara penduduk tetap Arab
Saudi adalah orang Yaman yang menganut Syi'ah Zaidiyah menetap di provinsi bagian
selatan. Tentu saja mereka ini, turut memberi sumbangsih bagi perkembangan Islam di
Arab Saudi.23

Faktor lain yang menyebabkan Islam dapat berkembang di Arab Saudi di samping
karena adanya faktor kesejarahan sebagai basis umat Islam sejak masa Nabi Saw., juga
karena Arab Saudi menjadi terminal berbagai informasi pembaruan di dunia Islam era
kontemprer. Deliar Noer menyatakan bahwa proses terjadinya pembaruan di Indonesia
adalah sejak tahun 1886, dan pembaharuan ini bermula dari banyaknya orang orang
Indonesia di zaman Hindia Belanda ketika itu yang pergi haji ke Mekkah. Sebagai catatan,
pada tahun 1890 terdapat sebanyak 7.000 orang yang pergi melaksanakan ibadah haji.
Kemudian antara 1899-1909 rata rata terdapat 7.300 orang. Di samping mereka berhaji,
juga kebanyakan menetap di sana memperdalam ilmu agama kemudian dalam waktu yang
lama baru kembali ke Indonesia. Di antara ulama yang bisa disebutkan di sini adalah
Syaikh Nawawi dari Banten yang separo umur hidupnya di Mekkah, sebelum kembali ke
Indonseia (Banten), ia sempat menulis tafsir di Mekkah, dan mendapat pengakuan ulama-
ulama Hijaz.24

Di samping Imam Nawawi, adalah KH. Ahmad Dahlan pendiri ormas Islam
Muhammadiyah Ulama, dan Hadratus Syaikh Hasyim al Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama
(NU) banyak menghabiskan waktunya di Mekah, Arab Saudi, termasuk ulama kharismatik
Sulawesi Selatan, KH. Muhammad As'ad pendiri As'adiyah Sengkang lama menetap di
Mekkah, dan pernah menjadi imam di Masjid Haram. Dewasa ini, Arab Saudi tidak saja
dibanjiri oleh orang yang hendak naik haji dan berumrah, tetapi juga para penuntut ilmu
agama berkunjung ke sana sebagaimana yang telah dilakukan ulama-ulama terdahulu, hal
ini juga merupakan indikasi tentang bertambahnya dan berkembangnya populasi Muslim
di Arab Saudi.25

Selain dari segi perkembangan populasi, perkembangan Islam di Arab Saudi dapat pula
dilihat dari segi politik Islam yang dimainkan pemerintah. Hal ini dapat dipahami
misalnya, sejak terjadinya perang teluk awal tahun 1990-an, pemerintah Arab Saudi dan
masyarakat Mus limnya, menetang diundangnya angkatan perang Amerika Serikat." Ini

23
Ibid,
24
Ibid, hal. 437
25
Ibid,

11
antara lain indikasi perkembangan fanatisme Arabisme yang mereka miliki untuk
menyelesaikan persoalan (Krisis Teluk) di negara-negara Muslim tanpa meminta bantuan
negara lain, Barat.26

Dalam kebijakan politik luar negerinya, Arab Saudi telah bekerjasama dengan Iran
untuk memecahkan persoalan kesulitan air. Sealanjutnya, Muktamar Alam Islami telah
dilaksanakan di Jeddah dengan tujuan untuk mewujudkan keamanan umum. Pada tahun
1962, telah diselenggarakan lagi Muktamar Alam Islami dalam rangka menyelesaikan
krisis pengakuan dunia terhadap Bangladesh, setelah Indonesia dan Malaysia
mengakuinya terlebih dahulu. Beberapa kegiatan Internasional seperti itu, tiada lain karena
pengaruh pemerintahan Arab Saudi, di samping adanya hubungan baik dengan para
pemimpin negara-negara lain, dan tokoh Islam dari berbagai negara Muslim yang datang
ke Arab Saudi27.

D. Islam pada Awal Abad ke-20 dan 21


Pasca dibumihanguskan Baghdad pada tahun 1258 M oleh pasukan Mongol dibawah
pimpinan Khulagu Khan, kondisi politik umat Islam mulai merosot. Keadaan politik umat
mulai pulih kembali setelah munculnya tiga kerajaan besar, kerajaan Usmani di Turki
(1258-1926 M), Mughal di India (1206-1526 M) DAN Shafawi dei Persia (1501-1732 M).
Dari ketiga kerajaan besar tersebut, yang paling besar dan bertaha lama adalah kerajaan
Usmani dibanding dua lainnya.28

Membahas hubungan Islam dan kemodernannya juga tidak terlepas dengan membahas
kondisi Barat, yang mana pada saat Islam mengalami kemunduran, disaat itu pulalah
bangsa Barat mengalami kemajuan. Dan ini berbanding terbalik saat Islam mengalami
kemajuannya, saat itu adalah masa kegelapan bagi Barat.29

Pada awal abad ke-20, mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam.
Gerakan pembaharuan itu, paling tidak muncul karena dua hal, yakni pertama, timbulnya
kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran ‘asing’ yang masuk dan
diterima sebagai ajaran Islam. Ajran-ajaran itu bertentangan dengan ajaran Islam yang
sebenarnya, seperti bid’ah. Khurafat, dan takhayul. Ajaran-ajaran inilah yang menurut
mereka yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk
26
Ibid, hal. 438
27
Ibid,
28
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Rajawali Pers, 2010) hal. 129
29
Ibid, hal. 169

12
membersihkan Islam dari ajaran atau faham seperti itu. Barat mendominasi dunia di
bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan Barat tersebut, menyandarkan tokoh-
tokoh Islam akan ketertinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan
mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan
balance of power.30

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya-yang dikenal dengan
nama pembaharuan-sebagai mana yang telah diuraikan di atas, didorog oleh dua faktor
yang saling mendukung. Yaitu usaha pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dari unsur-
unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, dan usaha menimba
gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama ditandai
dengan munculnya gerakan Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul
Wahab (1703-1787 M) di Arabiah, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan gerakan
Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi. Sedangkan yang
kedua dimulai dengan upaya pengiriman pelajar Muslim oleh penguasa Turki Usmani dan
Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba Ilmu pengetahuan. Disamping itu, adanya
upaya penterjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam.31

Gerakan-gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh umat Islam tersebut, lambat laun
merembet ke dalam dunia politik, hal ini disebabkan karena Islam tidak bisa dipisahkan
dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme
(Persatuan Islam se-dunia) yang didengungkan oleh gerakan Wahabiyah dan Sansusiyah.
Akan tetapi gagasan Pan-Islamisme ini baru terdengar lantang ketika disuarakan oleh
seorang pemikir Islam terkenal, Jamaluddin al-Afgani (1839-1897 M).32

Semangat Pan-Islamisme yang bergelora ini, mendorong Sultan Kerajaan Turki Usmani
Abdul Hamid II (1876-1909 M), untuk mengundang al-Afagani ke Istambul. Gagasan ini
mendapat sambutan hangat dari dunia Islam. Akan tetapi, menjadi duri bagi kekuasaan
Sultan, sehingga al-Afgani tidak diizinkan berbuat banyak di Istimbul. Bermula dari
sinilah semangat Pan-Islamisme meredup. kemudian berkembang semangat nasionalisme
(rasa kesetiaan terhadap bangsa dan Negara).33

30
Ibid, hal. 173-174
31
Ibid,
32
Ibid, hal. 185
33
Ibid, hal. 186

13
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat itu masuk kedalam dunia Islam melalui
persentuhan dunia Islam dengan Barat. Dipercepat lagi dengan banyaknya pelajar-pelajar
muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga pendidikan "Barat" yang didirikan di
negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya mendapat tantangan dari pemuka-
pemuka Islam karena dinilai tidak sejalan dengan semangat Ukhuwah Islamiyah. Akan
tetapi, ia berkembang dengan cepat karena meredupnya gagasan Pan-Islamisme. 34

Kemudian mengenai perkembangan Islam pada abad ke-21 merupakan rangkaian


sejarah yang tidak akan terlepas dari perkembangan Islam pada abad-abad sebelumnya,
abad yang sering dinamakan sebagai modernisasi, pembaharuan dan sebagainya. artinya
rantai sejarah adalah mutlak mempengaruhi dinamika suatu hal termasuk Islam. Apa yang
terjadi pada Islam abad ke-21 merupakan dampak dari segala hal yang sangat kompleks
yang terjadi pada abad sebelumnya. Munculnya isu-isu sekularisme, terorisme dan
sebagainya yang ramai diperbincangkan pada abad 21 merupakan rangkaian peristiwa
yang tidak bisa dilihat dari abad 21 saja35.

Secara historis-sosiologis, baru abad sekarang ini umat Islam semakin sadar bahwa
Islam benar-benar tertantang memasuki panggung dakwah da percaturan politik yang
berskala gloal, yang diantara lain disebabkan oleh revolusi teknologi transportasi dan
informatika serta komunikasi. ketika sistem informasi dibantu dengan satelit, maka planet
bumi seakan menjadi kecil (dapat dicakup dengan mudah berbagai informasi dari belahan
dunia mana saja). 36

Masyarakat Muslim ternyata keteteran menghadapi globalisasi yang dicanangkan oleh


negara-negara Barat. Kepincangan informasi yang terjadi pada abad globalisasi
merupakan ketidakmampuan masyarakat Muslim bersaing dengan masyarakat Barat
dalam teknologi informasi. Ketika pusat-pusat pendidikan teknologi di Barat terus
berkembang, pusat pendidikan Islam di Timur Tengah dan di tempat lainnya masih
berkutat dengan sejarah, pemikiran tokoh-tokoh terdahulu, perdebatan tentang kehendak
Tuhan dan manusia, perdebatab tentang akal pertama hingga kesepuluh, sistem pendidikan
pada masa Abbasiyah dan sebagainya yang menunjukkan bahwa masyarakat Muslim

34
Ibid,
35
Author, “Perkembangan Islam Abad 21 dalam Sejarah” (https://www.anekamakalah.com/2012/05/makalah-
perkembangan-islam-abad-21.html?m=1, diakses pada tanggal 07 Mei 2022)
36
Ibid,

14
hanya mampu bercerita xaman keemasan tanpa bisa bersaing secara praktis di dunia
nyata.37

Kemudian mengenai dinamika keagamaan yang muncul dan mencuat dalam


masyarakat Muslim khususnnya di Indonesia pada masa ini, kita tidak bisa mengindahkan
fenomena-fenomena munculnya nabi-nabi palsu yang salah satunya ialah Ali Taetang,
berasal dati Banggai, pada tahun 1956 Ali Taetang ini mendirikan alian-aliran Imamullah.
Aliran ini didirikan Ali di dusun Sampekonan, Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Sulawesi Tengah. 38

E. Pendapat Para Ahli tentang Kebangkitan Kembali Dunia Islam


Imam Maliki berkata bahwa umat ini tidak akan kembali jaya, kecuali dengan “konsepsi”
lama yang telah lama membawanya dulu ke jenjang kejayaan. Syekh Jamaluddin Al-
Afghani melihat buruknya peri keadilan kaum muslimin ini sebagai hijab yang amat tebal
yang membentengi bangsa-bangsa barat dari Islam. Dia berkata, “apabila kita mau dengan
leluasa mendakwahi orang-orang Eropa kepada agama kita, maka untuk memberikan
kepuasan kepada mereka, terpaksalah kita harus terlebih dahulu nyatakan bahwa kita ini
sebenarnya bukan atau belumlah muslim. Karena mereka di sela-sela menela'ah Al-
Qur'an, mengamati kita, lantas mengangkat bahu menatap kaum muslimin di belakang al-
Qur'an itu yang merata dihinggapi kejahilan sukuisme dan sikap masa bodoh. Akhirnya
mereka berkata apabila alkitab ini benar-benar membawa kebaikan, kenapa para
penganutnya seperti ini? Syeh Muhammad Abduh berkata bahwa kaum masehi maju
karena mereka meninggalkan agama mereka, sedangkan kaum muslimin mundur justru
karena mereka meninggalkan agama mereka. Pada kesempatan lain ia juga menegaskan
Islam itu di hijab oleh kaum muslimin itu sendiri.39

Syekh Al-Amir Syakib Arsalan menulis sebuah buku berjudul “Mengapa kaum
muslimin mundur sedangkan umat lainnya maju”. Buku itu sengaja di tulis sebagai
jawaban terhadap pertanyaan tertulis syekh Muhammad Basyuni Imron, Imam Kerajaan
Sambas (Kalimantan) yang dikirimkannya melalui Syekh Muhammad Abduh. Dalam
bukunya itu dia menulis kebekuan dan kekolotan umat islam tidak lain adalah suatu hal

37
Ibid,
38
Ibid,
39
Nyayu Soraya, dkk., Historiografi Islam dan Perkembangannya ...Log.cit.,hal. 352-253

15
yang terjadi baru-baru ini yaitu sesudah kepercayaan (aqoid) umat islam tercampur dengan
aqoid lain yang telah masuk ke dalam hati sanubari mereka.40

Dengan demikian meresaplah ke dalam jantung hati umat islam beberapa macam
Aqoid dari umat lain di luar Islam yang akibatnya dapat memadamkan cahaya Islam yang
sebenarnya, Kami belum melihat agama yang begitu kukuh kuat seperti islam. agama ini
sekalipun pemeluknya telah bercerai-berai, kacau balau, kocar-kacir, tetapi pokok
pangkalnya tetap terpelihara baik dan semangat, kitab sucinya tidak turut padam laksana
seorang panglima yang gagah perkasa, meskipun telah ditinggalkan oleh para laskarnya
yang telah berkhianat dan prajurit yang pengecut.41

Selanjutnya dia menyimpulkan alhasil umat islam kemungkinan besar dapat mencapai
kemajuan sebagaimana yang telah di capai oleh bangsa-bangsa Eropa, Amerika, dan
Jepang. Dalam ilmu pengetahuan dan kemajuan di segala bidang apabila mereka berhasrat
penuh dan berkemauan keras, serta mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan dalam
kita (Qur'an) mereka. Kemajuan mereka itu tetap di atas jejak agama mereka (al-Islam)
sebagaimana (bangsa-bangsa lain). Itupun tetap mengikuti jejak agama mereka, bahkan
bagi umat Islam mungkin lebih tinggi dan lebih mulia keadaannya lantaran qur'an dan
Islamnya itu.42

Syekh Abdurrahman Al-Kawakibi menulis "Saya mempunyai keyakinan, pokok-pokok


kemunduran kita, umat islam yang mengaku islam sekarang ini adalah disebabkan karena
"agama yang kita peluk ini". Kita ini memeluk semacam "agama" yang banyak
bertentangan dengan agama islam, tapi kita cap agama itu agama islam". Dalam segala
pihak, bid'ah sudah memasuki amalan kita". Bukan saja perkara yang kecil-kecil, bahkan
dalam pokok-pokok agama seperti tauhid, bid'ah telah menyerang dengan hebat, sehingga
menyebabkan banyak orang orang yang menyangka masih tergolong dalam umat tauhid
yang sebenarnya, telah menjadi umat syirik, mensyarekatkan Allah dengan terang-
terangan.43

Sayyid Qutb menulis pada halaman terakhir dalam salah satu bukunya, "kita tidak
sendirian, karena kita mempunyai modal, yaitu modal fitrah, fitrah alam semesta dan fitrah
insani. Ini adalah modal yang besar. Lebih besar dari rongrongan kompleks kebudayaan
40
Ibid,
41
Ibid, hal. 354
42
Ibid,
43
Ibid, hal. 355

16
yang dihadapi oleh fitrah tersebut. Fitrah itulah yang akan keluar sebagai pemenang.
Apakah melalui proses perang yang pendek ataupun yang panjang. Satu hal yang wajib
masuk perhitungan kita adalah bahwa dihadapan kita ada perjuangan yang pahit dan
panjang untuk menyelamatkan fitrah itu dari tumpukan sampah-sampah, selanjutnya untuk
memenangkan fitrah itu dari sampah-sampah ini. Perjuangan yang pahit menuntut
kesiapsiagaan yang panjang. Menuntut kita untuk siap siaga meningkatkan diri kita ke
taraf agama (Islam) ini. Kita wajib meningkatkan taraf iman kita yang hakiki pada Allah.
Karena kita tidak mungkin beriman secara benar kecuali apabila kita ma'rifat kepada Allah
secara sungguh-sungguh pula. Kita harus meningkatkan ibadah kita kepada Allah karena
kita tidak mungkin dapat ma'rifat kepada Allah kecuali dengan beribadah kepada-Nya
secara sungguh sungguh pula. Kita wajib meningkatkan kesadaran kita terhadap situasi
sekitar kita dan taraf pengenalan kita terhadap cara-cara zaman kita ini. Rahmat Allah
melimpah bagi orang yang benar benar mengenali zamannya dan konsekuen pula
menempuh pula jalannya.44

Kita harus meningkatkan penguasaan kita terhadap kebudayaan dan peradaban abad
kita ini dan mempraktikkan kebudayaan dan termasuk dengan melalui batu ujian dan
pilihan terlebih dahulu. Kita tidak memiliki hukum mana yang seharusnya kita ambil dan
mana pula yang seharusnya kita tolak. kecuali mengatasinya dengan jalan mengenali dan
mengujinya. Dalam rangka mengenali dan menguji inilah kita menemukan daya pilihan
kita. Kita wajib meningkatkan taraf pengenalan kita terhadap hakikat hidup insaniyah dan
terhadap kebutuhan hidup manusia yang senantiasa berubah dan berkembang. Kita tolak
yang seharusnya kita tolak.45

F. Tokoh – tokoh Politik Bangsa Arab

1. Abd Rahman Al-Kawakibi46


Abd al-Rahman Al-Kawakibi (1849-1903) adalah seorang teoretisi termuka mengenai
nasionalisme Arab. Sylvia G. Halim misalnya berpendapat bahwa Al-Kawakibi bisa
dianggap sebagai intelektual pertama sejati yang meletakkan dasar-dasar pemikiran Pan-

44
Ibid, hal. 355-356
45
Ibid,
46
Drs. Edi Yusrianto, M.Pd. Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekan Baru : Intania Grafika. Hal : 45

17
Arabisme Modern Sekuler. Senada dengan itu, Tibi menyatakan secara akurat Al-
Kawakibi dapat dipandang sebagai pionir penting Nasionaisme Arab.
Al-Kawakibi adalah orang pertama yang tanpa ambiguitas sedikit pun menyatakan diri
sebagai pemuka Arab dalam melawan bangsa Turki. Arabisme yang dikembangkan Al-
Kawakibi adalah pemikiran yang krusial dalam perkembangan sejarah bangsa Arab.
Sebagaimana bisa dilihat gagasan-gagasan Al-Kawakibi belakang diambil dan
dikembangkan oleh Nasionalisme Arab yang lahir kemudian. Kalangan Arabis seperti
Negib Azoury mengadopsi gagasan supervisial Al-Kawakibi mengenai kekhalifahan
spiritual Arab dalam makna yang sesungguhnya atas nama kepentingan islam dan bangsa
Arab.
Azoury juga membayangkan pembebasan Arab dari Turki Utsmani dan mengusulkan
pembagian wilayah Arab kedalam dua bagian : wilayah Bulan Sabit (Fertile Crescent)
yang subur di utara,dan wilayah Arabia di selatan, masing-masing dengan reorganisasi
menyeluruh. Arabia dimana kekhalifahan berkedudukan, akan menjadi negara islam,
sementara wilayah Bulan Sabit akan menjadi sebuah negara sekuker modern.

2. Ismail Al-Faruki
Ismail Al-Faruki lahir tanggal 1 Januari 1921di Jaffa Palestina. Ismail Raji Al-Faruki
memperoleh pendidikan awalnya di College de Freres sejak tahun 1926-1936 gelar sarjana
muda dalam bidang Filsafat diperolehnya dari American University di Beirut Tahun 1941.
Demikian 1949 Al-Faruqi memulai karier Akademis nya AS dengan meraih gelar MA
dalam bidang Filsafat di Indiana Univesity. 2 tahun kemudian ia memperoleh gelar Master
kedua di Harvard University. Al-Faruqi memperoleh gelar Doktor di Indiana University.
Selama 4 tahun berikutnya, ia melanjutkan studi pasca sarjana dalam bidang kajian islam
di Universitas Al-Azhar Kairo.
Bertitik tolak dari semangat anti zionismenya dan hasratnya, yang menyala-nyala
untuk menggalang solidaritas barat, Al-Faruqy di masa muda nya mengidentifikan islam
dengan Arabisme. Seperti diungkapkan dalam bukunya On Arabism : Urubah and
Religion, Arabisme adalah pola dasar kesadaran yang tidak hanya mesti dimiliki oleh
Bangsa Arab. Tapi kemudian beliau berubah menjadi tokoh Pan Islamisme, sehingga

18
tidak berlebihan kalau ia dapat disebut semacam Jamal Al-Din Al Afgani di dalam sejarah
islam kontemporer.47

G. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam di Jazirah Arab

Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat islam
sebagaimana nampak pada masa sebelumnya,dan dengan memperhatikan sebab-sebab
kemajuan dan kekuatan yang di alami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi 3
Pola Pemikiran Pembaharuan Pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah : (1) Pola
Pembaharuan Pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Eropa, (2)
Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni, (3) Usaha yang berorientasi pada
Nasionalisme.

1. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam yang berorientasi pada Pendidikan islam


Modern di Barat.
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat
adalah hasil Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern yang mereka capai.
Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia
Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu
harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena
pola pendidikan Barat di pandang sukses dan Efektif, maka harus meniru pola Barat yang
sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir
abad ke-11 H /17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur
pada masa itu.48
Pada dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa pola pendidikan islam harus
meniru pola barat dan yang di kembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara
dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan
Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan/sekolah dengan pola pendidikan
Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya.49 Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar
bisa maju.

47
Drs. Edi Yusrianto, M.Pd. Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekan Baru : Intania Grafika. Hal : 45
48
Ibid.hal : 52-53
49
Dra. Zuhairi. Op Cit. Hal :118

19
2. Golongan yang Berorientasi pada Sumber Islam yang Murni.
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari
kemajuan dan perkembangan peradaban ilmu pegetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah
membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat islam menurut mereka adalah karena tidak
lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran islam yang sudah
tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afgani, dan Muhammad Abduh. 50
Disamping itu dengan berhentinya perkembangan ilmu yang ditandai dengan penutupan
Ijtihad, umat islam telah kekurangan daya untuk mengatasi problematika hidup yang
menantangnya sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman. Pola pembaharuan
ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh
Jamaluddin Al-Afgani (akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afgani, pemurnian ajaran
islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dalam arti yang sesungguhnya, tidaklah
mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa islam adalah sesuai untuk semua bangsa,
zaman dan semua keadaan. Dalam hal ini apabila ditemukan adanya pertentangan antara
ajaran Islam dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh
dengan mengadakan Interpretasi baru pada ajaran islam. Oleh karenanya, pintu Ijtihad harus
dibuka.51
Menurut Jamaluddin Al-Afgani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam,
sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman
dan kondisi baru. Umat islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran islam yang
sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi islam. Ajaran islam
sebenarnya hanya tinggal dalam ucapan dan di atas kertas.52 Jadi, umat Islam harus kembali
kepada ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau
manusia berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.53
Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan
berkembangnya pola kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan
mekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong bangsa Timur
dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan Nasionalisme mereka masing-masing.
Yang mendorong berkembangnya Nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri
50
Drs. Edi Yusrianto. Op Cit. Hal : 53
51
Dra. Zuhairi. Op Cit. Hal :122
52
Prof. Dr. Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam. Penerbit Bulan Bintang. Jakarta. 1982. Hal 55
53
Boehori. Islam Mengisi Kehidupan. Al-Ikhlas. Surabaya. 1982. Hal : 24.

20
dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan yang
berbeda satu sama lain.54
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan
situasi dan kondisi objektif umat islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan
semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur
dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya
menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri
dikalangan pemeluk islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali
pendidikan ini terdapat kecenderungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara
tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.55

H. Tokoh – tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam

1. Jamaluddin Al-Afghani
a. Biografi

Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistas


tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897.56 Tetapi penelitian para sarjana
menunjukkan bahawa ia sebenarnya lahir di kota yang bernama sama (As’adabad) tetapi
bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini menyebabkan banyak orang, khususnya mereka
di Iran lebih suka menyebut pemikir pejuang muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-
Afghani, walaupun dunia telah terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang
bersangkutan sendiri, dengan sebutan Al-Afghani.57 Ia mempunyai pertalian darah dengan
Husein bin Ali melalui Ali At-Tirmizi,ahli hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab
Hanafi. Ia adalah seorang pembaharu yang berpengaruh di Mesir. Ia menguasai bahasa-
bahasa Afghan, Turki, Persia, Perancis dan Rusia.

b. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani

Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan suatu bangsa, dan ilmu
pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala berpusat di Timur ataupun di
Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian, industri, dan perdagangan, yang

54
Dra. Zuhairi. Op Cit. Hal :124
55
Prof. Dr. Harun Nasution. Op Cit. Hal : 50-51
56
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, op cit hal. 130
57
Eka Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.hal 203

21
menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat menurutnya merupakan
ilmu yang laping teratas kedudukannya di antara ilmu-ilmu yang lain. 58
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang universal. Salah satu
gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya
keduanya mempunyai akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di
luar jika situasi menginginkan.59
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat
Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak
dibatasi kepada laki-laki saja melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang
pendidikan tersebut.

2. Tahtawi
a. Biografi
Al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia
merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan
pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta merupakan kota yang
berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di kairo. Ketika Muhammad Ali
mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan
yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari
keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan
studinya ke al-Azhar dan pada tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-Attar yang
banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke mesir. Gurunya al-
Tahtawi ini sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari Prancis tersebut untuk
mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan mereka pun menerima kunjungan
itu dengan senang hatu karena mereka bisa belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi.

b. Pemikiran
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang universal.
Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian kesempatan yang sama
antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan
hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama antara pria dan

58
Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. II; Jakarta: Logos, 1999), h. 158
59
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia,( Jakarta: Djambatan, 1992.), h. 300

22
wanita, sebab wanita itu memegang posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita
yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang
diharapkan melahirkan putra-putri yang cerdas.60
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah
pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar
tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah,
materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu
keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah
menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.61
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih
sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki
kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui
penggunaan kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak
didik.62
Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi sangat memperhatikan metode mengajar
dengan pendekatan psikologi belajar.

3. Muhammad Abduh
a. Biografi
Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir
pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula
keturunan bangsawan.
Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di pedesaan. Namun
demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan.
Semua saudaranya membantu ayahnya mengelola usaha pertanian, kecuali Muhammad
Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Pilihan ini bisa
jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karena ia sangat dicintai oleh ayah dan
ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap ibunya yang tidak sabar ketika ditinggal oleh
Muhammad Abduh ke desa lain, baru dua minggu sejak kepergiannya, ibunya sudah

60
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan Kebudayaan
Islam. (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.) h, 220
61
Ibid, h. 221
62
Ibid, h. 221-222

23
datang menjenguk. Beliau dikawinkan dalam usia yang sangat muda yaitu pada tahun
1865, saat ia baru berusia 16 tahun.
Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi Thantha (sekitar 80 Km.
dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-Qur'an. Setelah dua tahun berjalan di sana, pada
tahun 1864 ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara
dan kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia dikawinkan

b. Pemikiran
Menurut Abduh, pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis untuk
mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara sistematis. Gagasannya yang paling
mendasar dalam sistem pendidikan adalah bahwa ia sangat menentang sistem dualisme.
Menurutnya, dalam lembaga-lembaga pendidikan umum harus diajarkan agama.
Sebaliknya, dalam lembaga-lembaga pendidikan agama harus diajarkan ilmu pengetahuan
modern.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan pembaharuannya adalah
melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh kurikulum pendidikan disesuaikan
dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu filsafat dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan,
dihidupkan kembali. Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-
Azhar.63 Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan
agama dan sebaliknya, dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan
ulama dan ahli modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern.

4. Rasyid Redha
a. Biografi
Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid Muhammad Rasyid Rida ibn
Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-Sayyid Baharuddin ibn al-Sayyid Munla Ali
Khalifah al-Baghdadi.64 beliau dilahirkan di Qalmun, suatu kampung sekitar 4 Km dari
Tripoli, Libanon, pada bulan Jumadil ‘Ula 1282 H (1864 M). Dia adalah seorang
bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan langsung dari Sayyidina Husain, putra
Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah saw.65

63
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.
64
A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, (Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN Antasari, 1990), h. 13
65
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), h. 280.

24
Pada tahun 1898 M. Muhammad Rasyid Rida hijrah ke Mesir untuk menyebarluaskan
pembaharuan di Mesir. Dua tahun kemudian ia menerbitkan majalah yang diberi nama “al-
Manar” untuk menyebar luaskan ide-idenya dalam usaha pembaharuan

b. Pemikiran
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, peradaban Barat modern harus
dipelajari oleh umat Islam. Hal ini relevan dengan pendapat gurunya (Muhammad Abduh)
bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk
kemajuan mereka.66 Beliau juga berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat
modern sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat
Islam.67
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun sekolah misi Islam
dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader Muballig yang tangguh, sebagai
imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912
di Kairo dengan nama Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad.68
Dalam lembaga tersebut Ridha memadukan antara kurikulum Barat dan kurikulum yang
biasa diberikan madrasah tradisional.

5. Qasim Amin
a. Biografi
Qasim Amin di lahirkan di kota Cairo paada tahun 1863, dari seorang ayah Muhammad
Beik Amin yang berdarah Turki dan Ibundanya berdarah Mesir Kelahiran Sha’id.
Keluarga Muhammad Beik berasal dari keluarga penguasa negara dan tergolong kaya.
Muhammad Beik juga merupakan sosok pratisi yang tergolong ilmuan dan kaya dengan
pengalaman praktis, terutama dari pengalaman sebagai pegawai tinggi Turki, Beliau juga
turut berperan dalam karir Amin. Karena sang ayah tidak rela jika anaknya hanya sekedar
mempunyai kemampuan teoritis.
Cara Beliau mewujudkan kepeduliannya yaitu dengan cara menjalin hubungan yang
baik dengan Mustafa Fahmi. Yaitu dengan cara, menitipkan putranya untuk dilatih secara
praktis di kantor pengacara tersebut.

66
Harun Nasution, op. cit., h. 151.
67
Ibid, h. 75
68
Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h. 163.

25
Qasim Amin ialah sosok intelektual Mesir yang memiliki basis pendidikan dan
pergaulan yang luas, perjalanannya pun mulai dari Dunia Arab khas Timur Tengah hingga
dunia Eropa dan Amerika yang metropolis. Qasim Amin bisa diandaikan sebagai “ikon”
yang begitu getol memperjuangkan terciptanya peradaban baru islam yang berbingkai
keadilan, kesetaraan dan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan sekaligus.

b. Pemikiran
Usaha Amin memberdayakan dan mengangkat martabat perempuan, di mata Amin,
adalah usaha untuk menegakkan apa yang di pandangnya sebagai prinsip ideal Islam vis
avis realitas sosial perempuan Mesir, dan juga demi sebuah kemajuan bangsa.
Gagasan ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn intelektual Amin terhadap
realitas perempuan Mesir. Ia juga melihat perempuan di Mesir telah dipinggirkan dalam
relasi laki-laki. Ide emansipasi wanita yang dicetuskan oleh Qasim Amin timbul karena
sentakan tulisan wanita prancis Duc. D’ Haorcourt yang mengkritik struktur sosial
masyarakat Mesir, terutama keadaan perempuan di sana.69
Qasim Amin begitu menaruh harapan kepada kaum perempuan untuk dapat menempuh
pendidikan. Karena terdapat hubungan yang positif antara pendidikan perempuan dengan
kemajuan perempuan. Pendidikan untuk perempuan di yakini sebagai salah satu cara untuk
melepaskan kaum perempuan Mesir dari perlakuan diskriminatif.
Pemikirannya tentang komponen pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan islam,
kewajiban kedua orangtua sebagai pendidik pertama dann utama dalam menanamkan nilai
akhlak pada seorang anak, kewajiban guru dan kriteria guru yang ideal, metode
pendidikan, memberikan peluang kepada anak didik untuk berfikir secara kritis dan
merdeka, integralitas materi pendidikan islam, serta peranan pemerintah dalam
pendidikan.
Dinamika pemikiran inovatifnya tentang pendidikan Islam dapat terlihat dari upayanya
menggeser sistem pendidikan tradisional yang masih sederhana, kepada sistem pendidikan
modern yang kompleks dan sistematis. Proses ini merupakan perwujudan pemahamannya
terhadap inklusivitas ajaran Islam yang dinamis.
Wacana pemikirannya tentang pendidikan dilakukan sebagai respon terhadap realitas
sosialnya, terutama terhadap praktek pendidikan tradisional yang masih dipertahankan
umat Islam waktu itu. Ia mencoba merombak dan sekaligus melakukan pembaruan

69
Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki, Menggurat Perempuan
Baru, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) h. 85-109

26
terhadap orientasi pendidikan Ilsam yang selama ini masih rendah dan tertutup (eksklusif).
Upaya tersebut dilakukan melalui pendapatan modern drngan menekankan pada adspek
religiusitas. Di sini terlihat bagaimana ide-ide pembaruannya tentang pendidikan Islam
serta informasi dalam upayanya ikut merespon situasi sosial yang sedang dihadapi umat
Islam. Ia mencoba membangun sebuah “Terobosan baru” kultural maupun keagamaan
untuk mengembalikan daya gerak psikologis (psychological stricking force)umat Islam
yang selama ini terbelenggu.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sebelum Islam datang, jazirah Arab telah terlebih dahulu berkembang agama agama
lain (yang mendahului Islam), yakni agama Nasrani yang berkembang di bagian utara
jazirah Arab dan agama Yahudi yang berkembang di Madinah, tetapi kepercayaan dan
cara penyembuhan kedua agama tersebut terhadap Tuhan tidak terlalu berpengaruh
terhadap kehidupan keagamaan komunitas Arab pada umumnya, ya itu kultur Arab
asli yang didalamnya terdapat unsur-unsur Millah (agama) Ibrahim. Dengan
demikian, jauh sebelum Islam datang, di jazirah Arab telah terlebih dahulu lahir
berbagai agama dan kepercayaan. Selain sudah memiliki agama dan kepercayaan,
bangsa Arab di jazirah Arab pra Islam juga dikenal sebagai bangsa yang sudah
memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografisnya pun cukup strategis. Bahkan bangsa
Arab telah dapat mendirikan kerajaan, seperti kerajaan Saba', Ma'in, Qutban, serta
Himyar, semuanya itu ada di wilayah Yaman. Menurut Ajid Thohir dalam bukunya
Perkembangan Peradaban Islam di kawasan Dunia Islam, Sa'udiyyun (keluarga
Sa'ud atau Saudiyah) sebagai nenek moyang mereka yang berkuasa pada mulanya
menetap di Wadi Hanifah. Dalam beberapa generasi sesudahnya tampil Muhammad
bin Sa'ud sebagaimana yang disebutkan di atas menjadi peletak dasar keamiran
keluarga Sa'udiyah. Oleh karena itu, tempat mereka setelah berkembangnya di sebut
dengan al-Dar'iyah. Sebelum mereka menetap di sana, keturunan mereka itu tersebar
ke berbagai wilayah di Jazirah Arab untuk mencari air dan makanan, sampai mereka
tiba di Khaibar, Taima, Madain, Madi nah al-Munawwarah, dan daerah-daerah Najd,
dan Dariyah sendiri sebagai pusat pemerintahannya. Kondisi ini tidak dimaksudkan
sebagai awal perencanaan pendirian kerajaan Arab Saudi karena perpindahan mereka
itu lebih bersifat nomaden yang telah menjadi karakter mereka sendiri sejak dulu.
Setelah beberapa saat, kekuasaan mereka melebar ke daerah lain, dan dari sinilah awal
perintisan Arab Saudi sampai perkem bangannya sekarang.
2. Sejarah modern Arab dimulai dari kebangkitan gerakan Muwahhidun pada abad ke-
18. Gerakan Muwahhidun adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memurnikan
kembali ajaran-ajaran Islam seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

28
Pada prinsipnya, Muwahhidin bukanlah gerakan bangsa Arab, inspirasinya berasal
dari aliran Hanbali yang melahirkan tokoh Ibnu Taimiyah (661-728H/1260-
1328M). Walaupun sudah sangat berkurang jumlahnya aliran ini masih ada di Hijaz,
Iraq, dan Palestina. Gerakan ini muncul sebagai reaksi dari kemunduran Islam.
Menurut Muhammad Ibn Abdul Wahhab, penyebab kemunduran umat Islam yang
sedang terjadi saat itu adalah tauhid yang tidak lagi murni. Kemurnian tauhid
dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang sejak abad ke-18 telah tersebar di
kalangan umat Islam. Dimana banyak kaum muslim yang berziarah ke
makam-makam para ulama, kemudian menjadikannya sebagai semacam ritual
semi penyembahan. Sehingga diperlukan sebuah gerakan pemurnian kembali
seperti yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab ini. Gerakan
Muwahhidin kemudian lebih dikenal dengan gerakan Wahhabi.
3. Kependudukan Arab Saudi yang kesemuanya Muslim menurut perkiraan pemerintah
pada tahun 1990, berjumlah sekitar 15 juta jiwa. Satu tahun berikutnya, menurut yang
dikemukakan Iwan Gayo, pada 1991 penduduk Arab Saudi berjumlah 17.869.000
jiwa. Ini berarti bahwa perkembangan populasi umat Muslim dalam satu tahun saja
sangat cepat, dan karena itu diproyeksikan pada tahun 2007, lebih meningkat lagi dan
dipastikan bahwa kesemunya Muslim. Perkembangan yang demikian meningkat ini,
sejalan dengan masuknya arus tenaga asing Muslim ke Arab Saudi jauh sebelum
tahun-tahun yang disebutkan tadi. Mereka datang ke Arab Saudi dengan tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Lapidus
bahwa pada tahun 1975 diperkirakan 43 persen jumlah penduduk adalah pekerja asing
dari Yaman, Oman, Mesir, dan Pakistan. Juga telah disebutkan sebelumnya, selain
perkembangan umat Islam yang bermazhab Sunni dengan paham Wahabi di Arab
Saudi, tetap juga ada yang bermazhab Syi'ah, dan jumlah penduduk Syi'ah yang
dimaksudkan berkisar antara 200 sampai 500 ribu. Sejumlah kecil pengikut Syi'ah dua
belas di provinsi bagian Timur. Di antara penduduk tetap Arab Saudi adalah orang
Yaman yang menganut Syi'ah Zaidiyah menetap di provinsi bagian selatan. Tentu saja
mereka ini, turut memberi sumbangsih bagi perkembangan Islam di Arab Saudi.
4. Pada awal abad ke-20, mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam.
Gerakan pembaharuan itu, paling tidak muncul karena dua hal, yakni pertama,
timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran ‘asing’ yang
masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajran-ajaran itu bertentangan dengan ajaran
Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah. Khurafat, dan takhayul. Ajaran-ajaran inilah

29
yang menurut mereka yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu,
mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau faham seperti itu. Barat
mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan Barat
tersebut, menyandarkan tokoh-tokoh Islam akan ketertinggalan mereka. Karena itu,
mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik
dan peradaban untuk menciptakan balance of power. Kemudian mengenai
perkembangan Islam pada abad ke-21 merupakan rangkaian sejarah yang tidak akan
terlepas dari perkembangan Islam pada abad-abad sebelumnya, abad yang sering
dinamakan sebagai modernisasi, pembaharuan dan sebagainya. artinya rantai sejarah
adalah mutlak mempengaruhi dinamika suatu hal termasuk Islam. Apa yang terjadi
pada Islam abad ke-21 merupakan dampak dari segala hal yang sangat kompleks yang
terjadi pada abad sebelumnya. Munculnya isu-isu sekularisme, terorisme dan
sebagainya yang ramai diperbincangkan pada abad 21 merupakan rangkaian peristiwa
yang tidak bisa dilihat dari abad 21 saja.
5. Syekh Abdurrahman Al-Kawakibi menulis "Saya mempunyai keyakinan, pokok-
pokok kemunduran kita, umat islam yang mengaku islam sekarang ini adalah
disebabkan karena "agama yang kita peluk ini". Kita ini memeluk semacam "agama"
yang banyak bertentangan dengan agama islam, tapi kita cap agama itu agama islam".
Dalam segala pihak, bid'ah sudah memasuki amalan kita". Bukan saja perkara yang
kecil-kecil, bahkan dalam pokok-pokok agama seperti tauhid, bid'ah telah menyerang
dengan hebat, sehingga menyebabkan banyak orang orang yang menyangka masih
tergolong dalam umat tauhid yang sebenarnya, telah menjadi umat syirik,
mensyarekatkan Allah dengan terang-terangan. Sayyid Qutb berpendapat bahwa kita
wajib meningkatkan taraf iman kita yang hakiki pada Allah. Karena kita tidak
mungkin beriman secara benar kecuali apabila kita ma'rifat kepada Allah secara
sungguh-sungguh pula. Kita harus meningkatkan ibadah kita kepada Allah karena kita
tidak mungkin dapat ma'rifat kepada Allah kecuali dengan beribadah kepada-Nya
secara sungguh sungguh pula. Kita wajib meningkatkan kesadaran kita terhadap
situasi sekitar kita dan taraf pengenalan kita terhadap cara-cara zaman kita ini.
Rahmat Allah melimpah bagi orang yang benar benar mengenali zamannya dan
konsekuen pula menempuh pula jalannya.
6. Adapun Tokoh-tokoh politik bangsa arab yang kami bahas yakni : Abd Rahman Al-
Kawakibi dan Ismail Al-Faruqi

30
7. Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat
islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya,dan dengan memperhatikan
sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang di alami oleh Bangsa Eropa, maka pada
garis besarnya terjadi 3 Pola Pemikiran Pembaharuan Pendidikan Islam. Ketiga pola
tersebut adalah : (1) Pola Pembaharuan Pendidikan Islam yang berorientasi pada pola
pendidikan modern di Eropa, (2) Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang
murni, (3) Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.
8. Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan
Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Maka pembaruan Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau
menambahkan teks Al Quran maupun teks al hadist. Melainkan hanya menyesuaikan
paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman. Pembaruan Islam hampir
setiap tokoh mengutamakan pembaharuan dalam metode menuntut ilmu dalam hal ini
pendidikan. Agar Ummat mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang
terdapat didalam Al Quran dan al-sunnah. Diperlukan karena terjadi kesenjangan
antara yang dikehendaki Al Quran dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran
misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan pengetahuan
modern serta teknologi secara seimbang: hidup bersatu, rukun dan damai yang
bersifat dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka.

B. Saran
Penulis menyadari akan adanya kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu,penulis sangat menghargai akan adanya kritik dan saran dari pembaca
yang dapat membangun dan memperbaiki makalah ini.Semoga apa yang di tulis di
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akan lebih baik lagi kita banyak membaca
sehingga mendapatkan ilmu lebih banyak lagi. Dengan adanya makalah ini sebagai
referensi salah satu bacaan yang diharpkan menambah wawasan bagi kita semua walaupun
belum sempurna. Untuk itu kami ucapkan terimaksih.

31
DAFTAR PUSTAKA

Soraya Nyayu, dkk.2021.Historiografi Islam dan Perkembangannya.Cet. I:Banten:Desanta


Muliavisitama

Aizid, Rizem.2021.Sejarah Peradaban Islam Terleengkap Periode Klasik Pertengahan, dan


Modern.Cet. 1:Yogyakarta:Diva Press

Wahyuddin, Imam.2018.Perkembangan Islam Arab Saudi.Tasamuh, Volume 10, No. 2

Author.2021.Daftar Raja Arab Saudi.id.m.wikipedia.org (22 April 2022)

Sholawati.2021.Sejarah Pendidikan dan Dakwah Islam pada Masa Arab Modern.Jurnal Studi
Islam dan Kemuhammadiyahan, Volume 1, Nomor 1

Ramayulis.2011.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Kalam Mulia

Tohir,Ajid.2009.Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam.Jakarta:Rajawali Pers

Yatim,Badri.2010. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Rajawali Pers Author. Perkembangan


Islam Abad 21 dalam Sejarah.https://www.anekamakalah.com/2012/05/makalah-
perkembangan-islam-abad-21.html?m=1 (07 Mei 2022)

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.

Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja /Rosdakarya.

Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab .Cet. II; Jakarta: Logos, 1999.

Eka Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.

H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Isam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran /Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang,
1994.

John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

32
http://mukhamadumar.blogspot.co.id/2013/12/para-tokoh-pembaharuan-dalam-dunia-
islam.htm

Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki, Menggurat


Perempuan Baru, .Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

http://sharingmahasiswa.blogspot.co.id/2013/08/tokoh-pembaharuan-islam-di-indonesia.html
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi .Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1994.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia,Jakarta: Djambatan,


1992.

Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

33

Anda mungkin juga menyukai