Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita penyakit ginjal
tahap akhir (PTGA) yang menjalani hemodialisis baru dari tahun ke tahun semakin meningkat,
tercatat sebanyak 66.433 pasien hemodialisis baru di tahun 2018. Hal ini merupakan salah
satu permasalahan kesehatan yang dihadapi pemerintah.
Pengobatan gagal ginjal kronik dibagi dalam dua tahap yaitu penanganan konservatif
dan terapi penggantian ginjal. Penanganan gagal ginjal secara konservatif terdiri dari tindakan
untuk menghambat berkembangnya gagal ginjal, menstabilkan keadaan pasien, dan
mengobati setiap faktor yang reversibel. Sedangkan penanganan dengan pengganti ginjal
dapat dilakukan dialisis intermiten atau transplantasi ginjal yang merupakan cara paling efektif
untuk penanganan gagal ginjal.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal. Stigma masyarakat tentang terapi
pengganti ginjal yang buruk, tidak adanya unit hemodialisis ataupun unit pelayanan
transplantasi ginjal di suatu daerah, tidak adanya tenaga terlatih untuk pemasangan dialisis
peritoneal di daerah tertentu menjadi salah satu penyebab tidak tercakupnya pelayanan terapi
pengganti ginjal.
Terapi pengganti ginjal sebaiknya dipersiapkan agar dapat dilaksanakan bila
diperlukan untuk menghindari dialisis yang dilakukan karena kegawatdaruratan karena kondisi
medis pasien. Faktor yang mendukung dalam pemilihan terapi pengganti ginjal yang sesuai
antara lain kondisi pasien, motivasi pasien, akses transportasi ke unit hemodialisis, pendidikan.
Gambar 1. Pilihan terapi pengganti ginjal (TPG)
A. HEMODIALISIS
Hemodialisis adalah suatu tindakan pembersihan darah melalui membrane
semipermeablel (dialyzer) ekstracorporeal. Hemodialisis dapat dilakukan pada pasien
dengan gangguan ginjal akut ataupun penyakit ginjal kronik. Hemodialisis banyak
menjadi pilihan bagi sebagian besar pasien PGTA.
Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan
akses vaskular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum hemodialisis. Akses
vaskular memudahkan dalam perpindahan darah dari mesin ke tubuh pasien.
Hemodialisis umumnya dilakukan dua kali seminggu selama 4-5 jam per sesi pada
kebanyakan pasien PGTA.
Gambar 2. Mekanisme perpindahan zat terlarut dan pelarut dalam proses dialisis
Hemofiltrasi (HF) merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang sering
digunakan pada kasus perawatan intensif, misalnya pasien dengan tekanan darah
rendah, dengan hemodinamik yang kurang stabil. Pada hemofiltrasi, darah melewati
membran dengan permeabilitas tinggi (tekanan hidrostatik tinggi) sehingga
memungkinkan perpindahan cairan dan zat terlarut dengan berat molekul 20kD secara
konveksi. Sebelum hemofiltrasi (predilusi) dan setelah hemofiltrasi (postdilusi)
diberikan cairan fisiologis sebagai substitusi.
Hemodiafiltrasi (HDF) merupakan kombinasi fungsi antara hemofiltrasi (high
convective transport substance) dan hemodialisis (high transport rate of low molecular
weight solute by diffusion), sehingga memungkinkan transport molekul kecil sampai
dengan besar. HDF sering digunakan sebagai terapi pengganti ginjal intermitten dan
kontinu. HDF bermanfaat pada koreksi anemia, menurunkan inflamasi kronik dan
stress oksidatif, profil lipid, metabolism calcium fosfat, eliminasi 2 mikroglobulin. Pada
HDF juga diperlukan cairan substitusi yang besar.
B. DIALISIS PERITONEAL
Akhir-akhir ini CAPD dipertimbangkan sebagai TPG pilihan di pusat ginjal dan
luar negeri. CAPD dapat digunakan sebagai terapi alternatif dialisis untuk penderita
PGTA dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari.
Dialisis peritoneal adalah suatu tindakan dialisis dengan menggunakan
membran peritoneum sebagai membran semipermeable. Proses transport difusi,
ultrafiltrasi dan adsorpsi yang terjadi selama proses dwelling memungkinkan
perpindahan cairan dan zat terlarut melalui membran peritoneum. Proses dialisis
peritoneal ini melibatkan dua kompartemen yaitu darah yang mengandung ureum,
kreatinin dan cairan yang berlebihan di dalam kapiler peritoneum dan cairan dialisat
hipertonis yang mengandung elektrolit, bikarbonat, dll di dalam rongga peritoneum.
Mekanisme transport zat terlarut pada peritoneal dialisis sesuai dengan konsep
three pore model yaitu transport zat terlarut dan cairan terjadi melalui tiga pori yang
berbeda. Pori-pori besar dengan 20-40nm yang terletak di endothelium
memungkinkan perpindahan makromolekul misalnya protein berpindah dengan
mekanisme konveksi. Pori-pori yang lebih kecil ukuran 4-6nm disebut juga celah
inter endothelial memungkinkan transport zat terlarut yang kecil seperti urea,
kreatinin, natrium, kalium. Pori-pori ultra, ukuran <0,8nm yang berhubungan dengan
aquaporin, memungkinkan transport cairan.
Dialisis peritoneal membutuhkan kemandirian pasien, oleh karena itu pemilihan
pasien yang sesuai diharapkan bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
C. TRANSPLANTASI GINJAL
Kriteria pasien yang dapat ditentukan sebagai resipien untuk transplantasi ginjal
adalah
a) Pasien Penyakit ginjal kronik tahap 5 dengan laju filtrasi glomerulus <15ml/mnt
dalam terapi dialisis atau tidak dialisis.
b) Pasien penyakit ginjal kronik tahap 4 dengan laju filtrasi glomerulus <20ml/mnt.
Gambar 5. Transplantasi ginjal
Yang termasuk kontra indikasi untuk transplantasi ginjal adalah sebagai berikut:
1. Usia sangat lanjut (>70 thn)
2. Penyakit kronis (jantung LVEF < 26%, vaskular, hati, paru-paru) yang
berat.
3. Infeksi aktif (TBC, ISK anatomi traktus urinarius abnormal, Hepatitis)
4. Keganasan baru atau dengan metastase
5. Kelainan psikososial seperti psikosis,kecanduan obat atau retardasi
mental
6. Riwayat ketidak patuhan berobat berulang
7. Gagal ginjal reversibel.
8. Potensial komplikasi dari pengobatan imunosupresi yang tidak bisa
diterima pasien.
9. AIDS (diagnosis didasarkan definisi CDC dengan CD4 200 sel/mm3
kecuali ditemukan semua dibawah ini:
CD4 >200 sel/mm3 lebih dari 6 bulan.
HIV RNA tidak terdeteksi (<50 copies/ml) lebih dari 6 bulan
Stabil dengan antiretroviral >3 bulan
Tidak ada komplikasi dari AIDS (infeksi opurtunistik, termasuk
aspergilosis, tuberkulosa, koksidiomikosis, infeksi jamur resisten,
sarkoma Kaposi’s atau neoplasma lainnya)
Memenuhi semua kriteria untuk transplantasi ginjal.
10. Kelainan saluran kencing bawah atau non fungsional yang tidak bisa
evaluasi atau diobati urologi.
11. Penyakit paru aktif termasuk:
Terapi Oksigen rumah
Asma tidak terkontrol
Kor Polmonale berat
PPOK berat/ fibrosis paru/ penyakit paru restriktif didefinisikan :
- FEV1 < 25% nilai prediksi
- Pa O2 < 60 mmHg
- Sa O2 < 90%
- Lebih dari 4 episode pneumonia dalam satu tahun terakhir
12. Body Massa Indeks > 38 kg/m2
Keuntungan Hemodialisis
a. Pasien saling bersosialisasi
b. Tanggung jawab pasien pada tindakan dialisis lebih minimal dibandingkan CAPD.
c. Dapat dikerjakan segera (kondisi kegawatdaruratan)
Kerugian Hemodialisis
a. Risiko infeksi (bakteriemia, sepsis)
b. Inflamasi kronik meningkatkan morbiditas dan mortalitas (penyakit kardiovaskuler)
c. Masalah komplikasi akses vaskuler
d. Relatif mahal dibandingkan CAPD (awal dialisis)
e. Risiko malnutrisi
REFERENSI
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
(PAPDI). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing;
2009
3. Daurgidas, John T. Handbook of Dialysis Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins. 2007
4. Roesli. Diagnosis Dan Pengelolaan Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injur). Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam F.K UNPAD/RSHS Bandung. 2006
5. Sukandar E Gagal Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian
Ilmu Penyakit Dalam F.K UNPAD/RSHS Bandung. 2006
7. Johnson RJ, Fehally J, Foege J. Comprehenssive Clinical Nephrology 5th ed. Philadelphia.:
Lippincott William & Wilkins. 2015