Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN

(STUDI KASUS: KELURAHAN KEJAWAN PUTIH TAMBAK,


KECAMATAN MULYOREJO, KOTA SURABAYA).

THESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan


Dalam Memperoleh Gelar Magister Agribisnis

Oleh:

ISTIQOMAH FAUZIAH
NPM. 21064020014

Kepada

PROGRAM STUDI PASCASARJANA AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2022
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii

KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................v

DAFTAR TABEL ...............................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ix

DAFTAR GRAFIK ..............................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xi

I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................7

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................8

1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................9

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................10

2.1 Penelitian Terdahulu ..............................................................................10

2.2 Landasan Teori .....................................................................................19

2.2.1 Nelayan .........................................................................................

19

2.2.2 Nilai Tukar Nelayan .......................................................................24

2.2.3 Kesejahterahan Nelayan ...............................................................34

2.2.4 Analisis SWOT .............................................................................35

2.3 Kerangka Pemikiran .............................................................................42

III. METODE PENELITIAN ................................................................................44

3.1. Lokasi, Waktu dan Objek Penelitian ......................................................44

3.2. Penentuan Sampel ................................................................................44


3.3. Pengumpulan Data ................................................................................46

3.4. Asumsi dan Pembatasan Masalah ........................................................47

3.5. Analisis Data .........................................................................................47

3.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................................54


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara bahari dengan luas lautan mencapai dua

pertiga luas tanah air. Kelautan dapat menjadi tumpuan atau arus utama

pembangunan hingga bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan bangsa saat

ini dan masa depan, seharusnya sektor kelautan dan perikanan mendapat

perhatian yang lebih dari pemerintah. Perikanan laut di Indonesia sebagian besar

merupakan perikanan rakyat, dan hanya sebagian kecil merupakan perikanan

industri. Perikanan rakyat sendiri sampai saat ini masih bersifat tradisional,

artinya pengolahan yang dilakukan menerapkan informasi dari luar yang lebih

modern, masih mengikuti generasi yang mewarisinya serta masih menggunakan

peralatan sederhana ( Ari, 2011 ).

Negara yang memiliki kekayaan laut yang banyak dan beraneka ragam.

Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta yang terdiri dari 2,7

juta perairan Nusantara dan 3,1 juta Perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Panjang

garis pantai 95.181 km, dan gugusan pulau sebanyak 17.480. Melimpahnya

potensi hayati yang dikandung oleh laut di sekitar tempat komunitas nelayan

bermukim, seharusnya dapat menjadi suatu aset besar bagi nelayan setempat

dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi. Namun,

kenyataannya sampai saat ini kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam

ketidakmampuan secara finansial dan belum sejahtera ( Roy, 2008 ).

Masalah umum yang dialami oleh nelayan adalah sebagai berikut:

terisolasi desa pesisir, fasilitas pelayanan dasar termasuk infrastruktur fisik masih

terbatas, kurang terpelihara kondisi lingkungan, yang tidak memenuhi

persyarata.

standar kesehatan, masyarakat berpenghasilan rendah, karena teknologi


2

tidak mendukung perikanan skala besar, kepemilikan peralatan memancing

yang terbatas, masalah ekuitas karena kelangkaan lembaga keuangan,

pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki tergolong rendah, dapat disimpulkan

bahwa masalah utama yang biasa dialami oleh masyarakat pesisir adalah

kemiskinan. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang paling penting yang

ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi

antara daratan dan lautan diwilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang

beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa

terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan

kegiatan pembangunan sosial ekonomi ”nilai” Wilayah pesisir terus bertambah

konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang

timbul karena konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak kepentingan yang ada

diwilayah pesisir.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Kota Surabaya


Tahun Jumlah Penduduk Miskin ( Ribu Jiwa )

2017 20.969

2018 20.032

2019 20.750

2020 20.687

2021 20.422

Sumber : Badan Pusat Stastistik Surabaya (2022).

Tabel diatas merupakan jumlah penduduk miskin kota Surabaya dimana

setiap tahunnya mengalami peningkatan dan penurunan yang berarti sangat

berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan

penelitian peneliti menemukan banyak kemiskinan di kota Surabaya khususnya

padadaerah pesisir yaitu para nelayan yang ada di daerah Mulyorejo. Kondisi
3

nelayan yang ada di Kota Surabaya termasuk di Kelurahan Kejawan Putih

Tambak Kecamatan Mulyorejo begitu penuh dengan ketikapastian pendapatan

serta carut marut kemiskinan. Kelurahan Kejawan Putih Tambak terdapat kerja

sama antara dua pihak yang tidak sederajat baik dari segi kekuasaan maupun

penghasilan. Nelayan Kaya (pemborong) berperan sebagai patron dan nelayan

biasa menjadi klien. Kerjasama tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi masing-masing pihak. Nelayan Kaya (pemborong) memberikan

bantuan keuangan kepada nelayan biasa pada saat masa paceklik dimana

nelayan biasa tidak melaut ataupun pada saat nelayan mendapatkan kesulitan.

Sedangkan nelayan biasa sebagai penerima bantuan membalas kebaikan

pemborong dengan menjual ikan atau membawaperalatan penangkapan milik

pemborong secara tetap serta merelakan tenaganya untuk membantu

pemborong pada saat dibutuhkan.

Kelurahan Kejawan Putih Tambak berdasarkan data survei yang

dilakukan juga menunjukan kurang mampunya para nelayan dalam kehidupan

sehari – harinya karena dalam kehidupan sehari – hari mereka hanya melakukan

kegiatan mata pencaharian dengan mencari ikan. Pada masa paceklik ketika

sedang tidak musim ikan atau pasang mati yang memberikan pilihan kepada

nelayan untuk tidak melaut. Hal ini tentunya berdampak pada keberlanjutan

kehidupan mereka ketika tidak ada lagi pendapatan yang bisa diperoleh yaitu

dengan melaut. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup mereka dilakukan sebagai upaya mempertahankan hidup

serta keberlanjutan kehidupan

di masa mendatang.

Didaerah penelitian para nelayan melakukan kegiatan tangkap ikan

dengan menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan menaiki perahu,

alat tangkap. seperti jaring, jala, dan lain sebagainya. Para nelayan melakukan
4

suatu usaha nelayan tradisional sebagai mata pencarian sebagai kehidupan

mereka. Kegiatan penangkapan ikan biasanya dilakukan tergantung dari pasang

surut air laut. Hasil tangkapan dari nelayan biasanya dijual langsung dipajak

yang dilakukan oleh beberapa keluarga nelayan. Berikut data kelompok nelayan

di Kelurahan Kejawan Putih Tambak

No Nama Alamat Jabatan dalam


kelompok

1. Efa Budi Santoso Kejawanputih Tambak 24/42 Ketua

2. Bambang Irawan Kejawanputih Tambak 49 Wakil Ketua

3. Handayani Tegal Mulyorejo Baru Sekretaris

4. Slamet Riyadi Kejawanputih Tambak IIA/3 Bendahara

5. Mat Na’im Kejawanputih Tambak 49 Anggota

6. Djamal Kejawanputih Tambak 19/17 Anggota

7. Abdul Ma’ad Kejawanputih Tambak 18/3 Anggota

8. Abdul Kohar Kejawanputih Tambak 16/4 Anggota

9. Ansori Kejawanputih Tambak 24/20 Anggota

10. Su’ud Kejawanputih Tambak 16/14 Anggota

11. Djumali Kejawanputih Tambak 16/20 Anggota

12. Kasturi Kejawanputih Tambak 2/15 Anggota

13. Sanipa Kejawanputih Tambak 24/42 Anggota

14. Miskan Kejawanputih Tambak 19/32 Anggota

15. Mariya Ulfa Kejawanputih Tambak 24/42 Anggota

16. Nur Rofiq Kejawanputih Tambak 24/28 Anggota

17. Munawir Kejawanputih Tambak 24/42 Anggota

18. Padeli Kejawanputih Tambak 7/12A Anggota

19. Rohman Kejawanputih Tambak 7/12A Anggota


5

20. Asik Kejawanputih Tambak 18/15 Anggota

21. Jamaiyah Kejawanputih Tambak 16/21 Anggota

22. Maniso Kejawanputih Tambak 16/07 Anggota

23. Abd. Muntholib Kejawanputih Tambak Anggota

24. Hudori Kejawanputih Tambak 18/10 Anggota

25. Tarmuji Kejawanputih Tambak 18/10 Anggota

26. Narimin Kejawanputih Tambak 7/22 Anggota

27. Tosiman Kejawanputih Tambak 7/27 Anggota

28. M. Yasin Kejawanputih Tambak 16/14 Anggota

29. Asip Kejawanputih Tambak 7/10 Anggota

30. Abd. Shomad Kejawanputih Tambak 6/23 Anggota

Kelurahan Kejawan Putih Tambak merupakan salah satu daerah yang

penduduknya bekerja sebagai nelayan dan merupakan daerah yang mempunyai

kegiatan perikanan yang luas, dimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan di

daerah laut dan pesisir pantai. Nelayan - nelayan kecil/tradisional pada umumnya

sangat mengharapkan sumber pendapatan langsung dari laut yang dijual untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari. Oleh karena itu peneliti melakukan

penelitian di Kelurahan Kejawan Putih Tambak dikarenakan penduduknya

bermata pencarian sebagai nelayan dan para penduduknya masih banyak yang

belum sejahtera dilihat dari keadaanya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti

kesejahteraan masyarakat nelayan dengan penelitian yang berjudul tentang

“ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN”

(Studi Kasus : Kelurahan Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo, Kota

Surabaya ).
6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dikaji

dan dibahas dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pola pengeluaran masyarakat nelayan di daerah penelitian?

2. Bagaimana pola pendapatan masyarakat nelayan di daerah penelitian?

3. Bagaimana tingkat kesejahteraan nelayan di daerah penelitian?

4. Bagaimana strategi peningkatan terhadap kesejahterahan petani padi di

Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Pengeluaran Masyarakat Nelayan diKelurahan

Kejawan Putih Tambak

2. Untuk mengetahui Pendapatan Masyarakat Nelayan diKelurahan

Kejawan Putih Tambak.

3. Untuk menganalisis tingkat kesejahteraan Masyarakat Nelayan di

Kelurahan Kejawan Putih Tambak

4. Untuk menentukan strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat

Nelayan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat dan

memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi yang

berkenaan dengan strategi peningkatan nilai tukar petani terhadap

kesejahterahan petani membantu dalam memberikan manfaat terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Agribisnis.


7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta mempraktikkan teori –

teori yang didapat dibangku kuliah agar dapat melakukan observasi dan

menyajikan dalam bentuk tulisan dengan baik.

b. Bagi Lembaga

Untuk menambah pustka perpustakaan bagi UPN “Veteran” Jawa Timur

pada umumnya dan Fakultas Pertanian Pasca Sarjana jurusan Magister

Agribisnis pada khususnya.

c. Bagi Dinas / Instansi dan Kelompok Tani

Diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan teknis

yang berkenaan dengan peningkatan pendapatan petani padi. Sebagai bahan

pertimbangan petani untuk menjadi informasi dalam membangun koordinasi

yang harmonis dalam kaitannya dengan menentukan strategi peningkatan nilai

tukar petani.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang strategi peningkatan terhadap kesejahterahan nelayan

di Kelurahan Kejawan Putih Tambak Kota Surabaya Jawa Timur dari yang

diketahui oleh peneliti, ada beberapa yang telah melakukan penelitian seperti

yang tersebut di atas. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti adalah berbeda dari lokasi dan alat analisis yang digunakan.
I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Salmani tahun 2013 dengan judul “Studi Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Nelayan Di Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau”.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah indikator tingkat kesejahteraan dari

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diketahui bahwa

sebanyak 31 orang responden (94%) nelayan di Kampung berada pada tahap

Keluarga Prasejahtera dan sebanyak 2 orang responden (6%) berada pada tahap

Keluarga Sejahtera I. Berdasarkan analisis tipologi desa diketahui bahwa tipologi

masyarakat nelayan Kampung Gurimbang termasuk dalam kategori Kampung

Swakarya.. Dari hasil penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa nelayan

dikampung gurimbang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi berdasarkan hasil

skoring indikator Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Nugroho Sukmawardhana tahun 2013 dengan judul “Analisis Tingkat

Kesejahteraan Nelayan Alat Tangkap Gill Net Desa Asinan Kecamatan Bawen

Kabupaten Semarang”. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Dari hasil penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa nelayan gill

net Desa Asinan memiliki tingkat kesejahteraan tinggi berdasarkan hasil skoring

indikator badan pusat statistik (BPS).

Maulana Firdaus tahun 2014 dengan judul “Analisis Tingkat Kesejahteraan

Dan Ketimpangan PendapatanRumah Tangga Nelayan Pelagis Besar Di Sendang

Biru, Kabupaten Malang, Jawa Timur”. Metode yang dipakai dalam penelitian ini

untuk Analisis tingkat kesejahteraan dilakukan dengan menggunakan pendekatan

pendapatan dan nilai tukar nelayan (NTN). Sementara itu, ketimpangan

pendapatan antar rumah tangga nelayan pelagis besar menggunakan analisis

koefisien gini (Indeks Gini). Dari hasil penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan
bahwa Nelayan perikanan pelagis besar di Sendang Biru Kabupaten Malang tidak

tergolong dalam kelompok penduduk miskin. Total pendapatan mereka

(Rp.104.073/kapita/hari) berada pada tingkat yang jauh diatas nilai minimal

pendapatan yang ditentukan oleh Bank Dunia setara 1,25 US$ atau setara

Rp.15.000/kapita/hari. Hal ini diperkuat oleh rataan nilai tukar yang ditunjukkan

selama musim penangkapan, yakni sebesar 162. Tingkat ketimpangan berada

pada posisi 0,42 yang mengindikasikan bahwa meskipun kesenjangan

pendapatan terjadi antar kelompok nelayan yang ada di Sendang Biru Kabupaten

Malang terjadi, tetapi masih tergolong pada tingkat ketimpangan menengah.

Dalam penelitian Patiung (2018) penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tingkat kesejahteraan petani melalui analisis Nilai Tukar Petani Kabupaten

Bondowoso Tahun 2018 dan untuk mengetahui capaian keberhasilan, dampak dan

permasalahan dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Bondowoso. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar petani kabupaten Bondowoso pada tahun

2018 mengalami peningkatan sebesar 0,68 persen dari 103,73 pada tahun 2017

menjadi 104,44 pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa petani kabupaten

Bondowoso mengalami surplus atau sejahtera. Tingkat keberhasilan pembangunan

sektor pertanian Kabupaten Bondowoso selama 5 tahun terakhir yakni Produksi dan

produktivitas pertanian secara umum meningkat, Modernisasi pertanian di

Kabupaten Bondowoso dapat diharapkan mendorong dan meningkatkan

kesejahteraan petani dan keluarganya, Capaian usahatani tersebut perlu disertai

dengan pemantapan kawasan agropolitan sehingga keberhasilan pembangunan

pertanian di Kabupaten Bondowoso akan terjadi di sektor hulu, budidaya maupun

sektor hilirnya.

Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis (1) keterwakilan perhitungan

nilai tukar petani yang selama ini dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani

di Provinsi Jawa Timur periode tahun 2012-2014; (2) ketepatan dua alat ukur
komplemen (nilai tukar alternatif) dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan

petani yang sesungguhnya, (3) rumusan kebijakan terkait peningkatan

kesejahteraan petani di Jawa Timur (Agustin, dkk, 2016). NTKP berturut-turut

mengalami penurunan dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Hal tersebut

menggambarkan kondisi riil dimana petani di Jawa Timur pada tahun tersebut

memnag mengalami penurunan daya beli terhadapa barang-barang konsumsi

sehari-hari karena inflasi barang konsumsi. NTFP pada tahun 2012 mengalami

peningkatan dari keseluruhan jenis input faktor produksi kecuali biaya transportasi

pada tahun 2014 dimana pada tahun tersebut terjadi kenaikan harga bahan bakar

minyak yang berpengaruh langsung pada kenaikan biaya transportasi sehingga

menyebabkan nilai tukar faktor produksi jenis input biaya transportasi berada

dibawah indeks dasar.

Nurasa dan Muchjidin (2013) dalam penelitiannya tentang analisis nilai tukar

petani dimana kelangsungan usatahani dan produksi padi sangat ditentukan oleh

kegairahan dan kesejahteraan petani padi dalam berusahatani padi. Dari analisis

Nilai Tukar Subsisten Padi (NTS-Padi) menunjukkan bahwa secara rata-rata

usahatani padi memberikan kontribusi sebesar 56,42 persen dalam pemenuhan

pengeluaran rumah tangga petani. Pengeluaran untuk makanan merupakan

pengeluaran terbesar rumah tangga sedangkan komunikasi merupakan

pengeluaran yang terendah. Sementara itu dalam biaya produksi, biaya tenaga

kerja merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi usahatani padi,

sementara biaya input produksi lainnya (pajak) relatif kecil. Kondisi ini memberikan

implikasi bahwa: (a) peningkatan produksi petani tidak selalu diikuti oleh

peningkatan NTP dan bahkan cenderung berakibat penurunan NTP karena

pengukuran NTP hanya didasarkan kepada rasio harga harga, (b) pentingnya

menjaga efektivitas kebijakan harga dasar gabah dalam rangka menjaga stabilitas

harga jual padi petani, dan (c) perlunya pengembangan sistem pendanaan untuk
penundaan masa penjualan gabah petani. Peningkatan kesejahteraan petani padi

tidak hanya ditentukan oleh kebijakan dibidang pertanian juga nonpertanian. Untuk

itu kebijakan penetapan harga dasar gabah harus selalu disesuaikan sejalan

dengan pergerakan harga produk konsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi peningkatan nilai tukar

petani padi sawah, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang (Susanti, dkk,

2013). Diantaranya dengan menghitung nilai tukar petani untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan petani dan menganalisis stratei peningkatan nilai tukar petani padi

sawah. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari petani melalui

wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah

dipersiapkan terlebih dahulu. Petani responden diambil dengan menggunakan

metode slovin sehingga ditentukan besar sampel petani padi sawah sebanyak 42

orang yang mengusahakan usahatani padi sawah. Metode analisis data yang

digunakan adalah analisis dengan rumus matematis NTP = IT/IB. 100, indikator NTP

dengan kriteria ntp>100 mengalami surplus, ntp=100 mengalami impas ntp.

Masalah utama yang sering dihadapi oleh para petani khususnya petani

produsen padi saat ini adalah rendahnya tingkat harga jual beras terutama pada

saat puncak musim panen, karena lingkungan dan cuaca biasanya bersamaan

dengan musim hujan. Penyebab lain dari harga gabah yang rendah yaitu usahatani

padi skala kecil, keterbatasan sarana dan prasarana produksi dan pascapanen.

Tujuan: (1) menilai peran kelembagaan petani dalam pertukaran tarif, (2)

mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat dinamika kelembagaan petani.

Hasil menunjukkan, nilai tukar dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pengalaman, luas

dan status petani pengelolaan lahan. Kondisi kelembagaan yang mendorong

kelembagaan milik anggota petani, sarana produksi terpenuhi terutama pupuk dan

faktor penghambat terbatasnya kelembagaan modal yang dimiliki petani (Raharto,

2010).
Menurut penelitian Indah, dkk (2021) Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator

proksi atau indikator pendekatandengan tingkat kesejahteraan peternak.

Kesejahteraan peternak dapat menggambarkan daya beli peternak. Tujuan

penelitian ini 1) Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan peternak sapi dan 2) Untuk

mengetahui pengaruh faktor indeks harga yang dibayar peternak terhadap indeks

harga yang diterima peternak sapi. menggunakan data time series NTP dengan

tahun dasar 2012 = 100 sebagai dasar penghitungan tahun 2018 – 2019. Lokasi

penelitian ditentukan dengan metode pur posive sampling di 5 kecamatan di

Kabupaten Sidoarjo yang merupakan sentra sapi potong dan sapi perah. Sampel

dipilih secara purposive random sampling sebanyak 75 peternak sapi. Metode

analisis NTP dilakukan dilakukan secara deskriptif dan analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi NTP keluar menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai tukar peternak sapi di Kabupaten Sidoarjo pada tahun

2019 meningkat sebesar 1,81 persen dari 109,41 pada tahun 2018 menjadi 111,21

pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa peternak sapi di Sidoarjo kabupaten

mengalami surplus atau kemakmuran. Harga input produksi indeks yang meliputi

harga benih, pakan, dan upah tenaga kerja yang harus dibayar oleh peternak sapi

merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap harga sapi indeks diterima

oleh peternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar petani terhadap

laju inflasi di Indonesia di masa Covid 19 (Yasin, 2021). Variabel bebas nilai tukar

petani terdiri dari nilai tukar petani kehutanan, usahatani hortikultura, dan tanaman

pangan, sedangkan variabel terikatnya adalah tingkat inflasi berdasarkan

pengeluaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar petani perkebunan

memiliki berpengaruh positif dan signifikan atau berpengaruh terhadap tingkat

inflasi, nilai tukar ternak petani berpengaruh positif dan signifikan atau berpengaruh

terhadap tingkat inflasi, nilai tukar rupiah petani hortikultura berpengaruh positif dan
signifikan atau berpengaruh terhadap laju inflasi, nilai tukar petani tanaman pangan

berpengaruh positif dan signifikan atau berpengaruh terhadap inflasi kecepatan.

Kemiskinan sektor pertanian di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti pendapatan dan luas lahan pertanian. Nilai tukar petani merupakan indikator

dari kesejahteraan petani yang dapat menjadi ukuran pendapatan riil petani. Petani

nilai tukar cenderung meningkat dari tahun 2009 ke tahun 2013. Selain itu, luas

lahan pertanian cenderung berkurang saat itu. Berkurangnya pertanian lahan

tersebut disebabkan oleh konversi penggunaan lahan pertanian. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung dari nilai tukar

petani dan pertanian konversi lahan menuju kemiskinan sektor pertanian di

Indonesia, dengan objek 33 provinsi di Indonesia (tidak termasuk Kalimantan Utara)

dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan analisis

jalur untuk mendapatkan hasil, dengan variabel tenaga kerja pertanian dan

produktivitas pertanian sebagai intervensi variabel. Hasil yang diperoleh bahwa nilai

tukar petani memiliki pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung terhadap

kemiskinan sektor pertanian, selain lahan pertanian konversi memiliki pengaruh

tidak langsung terhadap kemiskinan sektor pertanian (Setiyowati, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan nilai tukar petani

dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya nilai tukar petani khususnya

tanaman pangan di Provinsi Kalimantan Selatan (Akbar, 2018). Data yang

digunakan adalah waktu bulanan data seri 2014-2017 yang dicampur dengan Badan

Pusat Statistik (BPS). Perkembangan dari nilai tukar petani di Kalimantan Selatan

digambarkan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi NTP tanaman pangan dilakukan dengan menggunakan model

regresi linier berganda. Hasil dari F pengujian menunjukkan bahwa model regresi

yang diestimasi layak untuk digunakan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

variable Nilai tukar dolar AS, harga gabah rata-rata di tingkat petani (GKP), dan
upah buruh panen memiliki berpengaruh nyata terhadap variabel terikat NTP

tanaman pangan. Selain itu, inflasi, nilai ekspor dan pertumbuhan ekonomi tidak

berpengaruh nyata terhadap NTP tanaman pangan. Koefisien determinasi (R 2)

menunjukkan angka 0,918 yang berarti proporsi pengaruh keenam variabel bebas

sebesar 91,8 persen dan sisanya oleh variabel lain.

Menurut penelitian Ramadhanu (2020) meningkatkan kesejahteraan

penduduk secara keseluruhan berarti meningkatkan kesejahteraan penduduk

penduduk pedesaan dengan memperhatikan pembangunan di bidang pertanian.

Sebagai tambahandata pertumbuhan ekonomi, untuk mengetahui keberhasilan

kemajuan, data untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani juga diperlukan. Salah

satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan petani dan pedesaan kondisi

ekonomi adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Tujuan penelitian adalah untuk

menganalisis pengaruh inflasi, suku bunga, tenaga kerja, PDB, dan nilai tukar petani

sebelumnya pada nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara. Data yang

digunakan adalah data sekunder dari 1989-2018. Model analisis yang digunakan

adalah autoregressive. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian inflasi, tenaga kerja,

dan nilai tukar petani di masa lalu memiliki dampak yang menguntungkan dan

signifikan terhadap nilai tukar petani. Sedangkan secara simultan inflasi, suku

bunga, tenaga kerja, PDB, dan nilai tukar masa lalu bersama dengan dampak

penting pada nilai. Pertukaran petani di Provinsi Sumatera Utara.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan harga yang diterima petani

dengan harga yang dibayarkan petani, yaitu satu indikator mengukur kesejahteraan

petani. Meskipun upaya untuk meningkatkan NTP belumtelah dilakukan, demikian

juga di Tolitoli. Akibatnya sulit untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani dilihat

dari besarnyaNTP yang diperoleh petani. Sehingga untuk meningkatkan NTP

digunakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan pupuk organik, yang dapat

meningkatkan NTP. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


(NTP), besarnya kenaikanNTP meningkatkan kesejahteraan petani, dan

perbandingan NTP pengguna pupuk organik dan anorganik. IniPenelitian ini

menggunakan data primer yang diperoleh dari petani melalui wawancara langsung

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Petani responden

diambil dengan menggunakan metode slovin sehingga ditentukan sampel besar

petani petani padi sebagaisebanyak 117 orang melakukan intensifikasi dengan

menggunakan pupuk organik. Data dianalisis menggunakan multipleanalisis regresi

linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh NTP terhadap Konsumsi

PanganNilai Tukar (NTKP) dan Nilai Tukar Faktor Produksi (NTFP) memberikan

kontribusi sebesar 86,7% dan signifikan terhadap kenaikan NTP. Peningkatan NTP

Pupuk Organik berimplikasi pada kesejahteraan petani. Organikpengguna pupuk

memperoleh NTP lebih tinggi daripada pengguna pupuk anorganik. Dapat

disimpulkan sistem intensifikasi dengan menggunakan pupuk organik dapat

meningkatkan NTP (Bantilan, 2017).

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Alat
Peneliti Tahun Komoditas Topik
Analisis

Analisis Strategi
Metode SEM Dan
Peningktanan Produktivitas
Analisis Statistik
Salmani 2013 Ikan dan Kesejahterahan Petani
Deskriptif Dan
Padi Di Desa Sambirejo
Multivariat
Kabupaten Langkat

Analisis Nilai

Tukar Petani Dan Nilai Tukar Petani Provinsi


Nugroho 2013 Ikan
Diagram Timbang Bali Tahun 2015-2017

NTP
Analisis Nilai Tukar Petani
Maulana
2014 Ikan Analisis Deskriptif (NTP) Kabupaten
Firdaus
Bondowosotahun 2018

Analisis Nilai Tukar Petani

Analisis Deskriptif Sebagai Indikator

Agustin, dkk 2016 Pertanian Kuantitatif Nilai Kesejahteraan Petani Di

Tukar Petani Provinsi Jawa Timur

Periode Tahun 2012-2014

Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani Padi Di


Nurasa Dan
2013 Padi Dan Nilai Tukar Beberapa Sentra Produksi
Muchjidin
Subsisten Padi Di Indonesia

Strategi Peningkatan Nilai

Tukar Petani Padi Sawah

Nilai Tukar Petani (Studi Kasus: Desa Sei


Susanti, dkk 2013 Padi
dan SWOT Mencirim, Kecamatan

Sunggal, Kabupaten Deli

Serdang)

Strategi Pemberdayaan

Kelembagaan Petani Dan


Regresi Linier
Pasar Perberasan Guna
Raharto 2010 Pangan Berganda dan
Peningkatan Nilai Tukar
Nilai Tukar Petani
Petani Serta Ketersediaan

Pangan

Regresi Linier Analisis Nilai Tukar Petani

Indah, dkk 2021 Peternakan Berganda dan Sapi (NTP-T) Dan Faktor-

Nilai Tukar Petani Faktor Yang


Mempengaruhi Kabupaten

Sidoarjo

Dampak Nilai Tukar Petani


Regresi Linier
Yasin, dkk 2021 Pertanian Terhadap Inflasi Selama
Berganda
Covid 19 di Indonesia

Nilai Tukar Petani dan

Setiyowati, Model Regresi Konversi Lahan Pertanian


2018 Pertanian
dkk Analisis Jalur Analisis Kemiskinan Sektor

Pertanian di Indonesia.

Faktor yang Mempengaruhi

Tanaman Regresi Linier Nilai Tukar Petani (NTP)


Akbar, dkk 2019
Pangan Berganda Tanaman Pangan Provinsi

Kalimantan Selatan

Analisis Analisis faktor-faktor yang

Ramadhanu, Menggunakan mempengaruhi nilai tukar


2020 Pertanian
dkk Model petani di Utara Provinsi

Autoregresif Sumatera

Peningkatan Nilai Tukar


Regresi Linier
Petani melalui Tanam Padi
Bantilan, dkk 2017 Padi Berganda dan
Intensifikasi di Tolitoli,
Nilai Tukar Petani
Indonesia

Berdasarkan penelitian – penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan

untuk menjawab tujuan penelitian ini maka diterapkannya metode analisis nilai tukar

petani dan analisis SWOT sehingga mampu menghasilkan strategi untuk

meningkatkan nilai tukar Nelayan terhadap kesejahterahan Nelayan di Jawa Timur.


Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah berbeda dari lokasi dan alat analisis

yang digunakan.

2.2 Landasan Teori

2.21 Nelayan

Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di

Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pingir pantai atau pesisir laut.

Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bemata penceharian hasil laut dan

tinggal didesa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri komunitas

nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut :

a. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala

aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang

menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.

b. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong.

Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat

untuk mengatasi keadan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan

tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul

penahan gelombang di sekitar desa.

c. Dari segi ketrampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat

namun pada umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana.

Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan oleh

orang tua, bukan yang dipelajari secara professional. Dari bangunan struktur sosial,

komunitas nelayan terdidiri dari atas komunitas yang hetorogen dan homogen.

Masyarakat yang hetorogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang

mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang homogeny


terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap

ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu kesulitan

transportasi angkutan hasil kepasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga

hasil laut di daerah mereka (Sastrawidjaya, 2002). Masyarakat nelayan secara

umum lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi strata sosial

ekonomi yang sangat rendah. Pendidikan yang dimiliki masyarakat nelayan secara

umum rendah, dan sering dikategorikan sebagai masyarakat yang biasa bergelut

dengan kemiskinan (Imron, 2012).

Pelapisan Sosial Nelayan Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan

menurut Kusnadi (2002) pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yakni

1. Dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap (Perahu, jaring

dan perlengkapan yang lain), struktur masyarakat nelayan terbagi dalam ketegori

nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki

alat-alat produksi dan dalam kegiatan melaut, nelayan buruh hanya

menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat

terbatas.

2. Ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat

nelayan terbagi kedalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan, disebut

sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang investasikan dalam uaha

perikanan relative banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.

3. Dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan masyarakat

nelayan terbagi kedalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional.

Nelayannelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih cangih

dibandingkan dengannelayan tradisional. Susunan masyakat nelayan baik secara

horizontal maupun vertikal sangat dipengaruhi oleh organisasi penangkapan ikan


dan tingkat pendapatan yang dicapai. Posisi semakin strategis dalam organisasi

kerja nelayan dan semakin besar pendapatan, semakin besar pula kemungkinan

menempati posisi yang tinggi dalam stratifikasi sosial. Pendapatan semakin kecil

dan semakin tidak strategis peranan dalam organisasi penangkapan ikan, maka

semakain rendah pula posisi dalam masyarakat. Juragan laut dalam konteks ini,

akan senantiasa mempunyai posisi yang lebih tinggi dari pada nelayan yang

beropesi sebagai buruh, demikian juga juragan darat akan menempati posisi yang

lebih tinggi dari pada juragan laut (Masyhuri, 1996 diacu oleh Masawir, 2009).

2.2.2 Pengukuran Kesejahteraan Nelayan (NTN)

Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk menyatakan

perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan antara

dua atau lebih Negara, sektor, atau kelompok sosial ekonomi. Walaupun asal mula

dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini berasal dari perdagangan

internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering digunakan untuk membuat

gambaran mengenai perubahan sistem harga dari barang-barang yang dihasilkan

oleh sector produksi yang berbeda dalam suatu negara. Dari penggunaan seperti

ini timbul konsep mengenai nilai tukar antar sektor. Nilai tukar menurut Soeharjo,

dkk (1980) dapat digunakan untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan

yang pertama adalah sebagai alat deskripsi (descriptive tool). Sebagai alat deskripsi

konsep ini digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan secara statistik atau

indeks mengenai kecendrungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah

kelakuan harga barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan yang kedua

yang sangat erat hubungannya dengan yang pertama, adalah sebagai alat untuk

keperluan penetapan kebijakan (tool for policy). Konsep nilai tukar nelayan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN), yang pada

dasarnya merupakan 35 indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan


masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan

ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya,

NTN ini juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence Terms of Trade).

Menurut Basuki, dkk (2001), NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total

pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu. Dalam hal ini,

pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai

penerimaan rumah tangga nelayan. NTN dapat dirumuskan sebagai berikut :

NTN = Yt/Et

Yt = YFt + YNFt

Et = EFt + EKt

= indeks nilai tukar nelayan periode t I

Yt = indeks total pendapatan keluarga nelayan periode t

Yt = total pendapatan keluarga nelayan periode t (harga bulan berlaku)

Ytd = total pendapatan keluarga nelayan periode dasar (harga bulan dasar)

IEt = indeks total pengeluaran keluarga nelayan periode t

Et = total pengeluaran keluarga nelayan periode t

Etd = total pengeluaran keluarga nelayan periode dasar

t = periode (bulan, tahun, dll) sekarang 37

td = periode dasar (bulan, tahun,dll). Dalam penelitian ini menggunakan lpnsep NTN

seperti diatas dimana dalam perhitungan ini INTN tahun dasar = 100 Asumsi dasar

dalam penggunanaan konsep NTN dan INTN tersebut adalah semua hasil usaha

perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sector non

perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran
ini dipakai untuk keperluan usaha penangkapan ikan, baik untuk proses produksi

(penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan, karena data yang

tersedia tidak memungkinkan untuk memisahkan barang non nelayan yang benar-

benar dipertukarkan dengan bahan pangan. Pengeluaran subsisten rumah tangga

nelayan dapat diklasifikasikan sebagai :

(a) konsumsi harian makanan dan miniman

(b) konsumsi harian non makanan dan miniman

(c) pendidikan

(d) kesehatan

(e) perumahan

(f) pakaian

(g) rekreasi.

Konsep NTN dan INTN di atas adalah konsep umum. Perhitungan NTN dalam kajian

ini merinci NTN kedalam spesifikasi jenis nelayan, sehingga didapatkan lima formula

NTN antara lain :

(1) NTN-Juragan 38

(2) NTN-Nahkoda

(3) NTN-ABK Terampil

(4) NTN-ABK Biasa

(5) NTN-Nelayan Tradisional

2.2.3 Kesejahteraan Nelayan


Kesejahteraan Masyarakat Tingkat kesejahteraan dapat didefinisikan

seabagai kondisi agregat dari kepuasan individu-individu. Pengertian dasar itu

mengantarkan kepada pemahaman kompleks yang terbagi dalam dua arena

perdebatan. Pertama adalah apa lingkup dari substansi kesejahteraan kedua adalah

bagaimana intensitas substansi tersebut bisa direpresentasikan agregat.

Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil

mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun demikian tingkatan dari

kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung

dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan

tersebut. Menurut Sunarti (2012), Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan

penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan,

kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara

untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial

yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat. Kesejahteraan

merupakan sejumlah kepuasan yang yang diperoleh seseorang dari hasil

mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu

sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relative karena tergantung dari besarnya

kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut.

Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan adalah dengan

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang sudah dinilai

sejahtera , karena tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung sejalan dengan

indikator kesejahteraan (Pramata, dkk 2012). Kesejahteraan adalah sebuah tata

kehidupan dan penghidupan sosial. Material maupun spiritual yang diikuti dengan

rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat

lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga Negara dapat melakukan usaha

pemenuhan kebutuhan jasmanai, rohani dan soial yang sebaik-baiknya bagi diri

sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi
(Liony, dkk, 2013). Kesejahteraan merupakan titik ukur bagi masyarakat yang berarti

bahwa telah berada pada kondisi yang sejahtera. Pengertian sejahtera itu sendiri

adalah kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam

keadaan sehat, dan damai, sehingga untuk mencapai kondisi itu orang tersebut

memerlukan suatu usaha sesuai kemampuan yang dimilikinya. Para ahli ekonomi

melihat kesejahteraan sebagai indikasi dari pendapatan individu (flow of income)

dan daya beli (purchashing of power) masyarakat. Berdasarkan pemahaman ini,

konsep kesejahteraan memiliki pengertian yang sempit karena dengan hanya

melihat pendapatan sebagai indikator kemakmuran ekonomi berarti kesejahteraan

dilihat sebagai lawan dari kondisi kemiskinan” (Dwi 2008 diacu oleh Widyastuti

2012). Adapun menurut Imron (2012), kesejahteraan hidup masyarakat dipahami

sebagai kesejahteraan sosial. Imron (2012) menambahkan pada Pasal 1 ayat 1

Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial: “Kesejahteraan

Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga

negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya”. Terdapat beberapa indikator peningkatan

kesejahteraan hidup masyarakat, di antaranya adalah (1) adanya kenaikan

penghasilan secara kuantitatif; (2) adanya kesehatan keluarga yang lebih baik

secara kualitatif; dan (3) adanya investasi ekonomis keluarga berupa tabungan

(Imron 2012). Di Indonesia kesejahteraan sosial sering dipandang sebagai tujuan

atau kondisi kehidupan yang sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan pokok

manusia (Suharto, 2007). Meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas

tantang kesejahteraan, namun tingkat kesejahteraan mencakup pangan,

pendidikan, kesehatan, dan seringkali diperluas kepada perlindungan social lainya

seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua, keterbebasan dari kemiskinan, dan

sebagainya. Indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada

sepuluh, yaitu umur, jumlah tangungan, pendapatan, konsumsi atau pengeluaran


kelaurga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota

keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan

memasukkan anak ke jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas.

2.2.4 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2015). Analisis ini didasarkan pada

logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Analisis SWOT digunakan untuk

mengevaluasi kekuatan atau Strengths, kelemahan atau Weaknesses, peluang

atau Opportunities, dan ancaman atau Threats dalam suatu proyek atau spekulasi

bisnis (Suryatama, 2014). Dan dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan

memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya. Analisis SWOT

terdiri dari empat faktor yaitu:

1. Strengths (Kekuatan)

Strengths (Kekuatan) merupakan sebuah kondisi yang menjadi sebuah

kekuatan dalam organisasi. Faktor – faktor kekuatan merupakan suatu

kompetensi khusus atau sebuah kompetensi keunggulan yang terdapat dalam

tubuh organisasi itu sendiri. Dengan mengenali aspek –aspek apa saja yang

menjadi kekuatan dari organisasi, maka tugas selanjutnya adalah

mempertahankan dan memperkuat kelebihan yang menjadi kekuatan

organisasi tersebut.

2. Weaknesses (Kelemahan)
Weaknesses (Kelemahan) merupakan kondisi atau segala sesuatu hal yang

menjadi kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tubuh organisasi.

Pada dasarnya, sebuah kelemahan merupakan suatu hal yang wajar ada

dalam organisasi. Namun yang terpenting adalah bagaimana organisasi

membangun sebuah kebijakan sehingga dapat meminimalisasi kelemahan-

kelemahan tersebut atau bahkan dapat menghilangkan kelemahan yang ada.

Kelemahan ini dapat berupa kelemahan dalam sarana dan prasarana,

kualitas atau kemampuan karyawan yang ada dalam organisasi, lemahnya

kepercayaan konsumen, tidak sesuainya antara hasil produk dengan

kebutuhan konsumen atau dunia usaha dan industri dan lain – lain.

3. Opportunities (Peluang)

Opportunities (Peluang) merupakan suatu kondisi lingkungan diluar organisasi

yang sifatnya menguntungkan bahkan dapat menjadi senjata untuk

memajukan sebuah perusahaan/ organisasi.

4. Threats (Ancaman)

Threats (ancaman) merupakan kondisi eksternal yang dapat mengganggu

kelancaran berjalannya sebuah organisasi atau perusahaan. Ancaman dapat

meliputi hal – hal dari lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sebuah

organisasi. Apabila ancaman tidak segera ditanggulangi maka dapat berakibat

dampak berkepanjangan sehingga menjadi sebuah penghalang atau

penghambat tercapainya visi dan misi sebuah organisasi atau perusahaan.

(Nur’Aini DF, 2016).

Analisis SWOT memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi

faktorfaktor yang mempengaruhi baik positif maupun negatif dari dalam dan dari luar

perusahaan (Bilung, 2016). Menurut Jogiyanto dalam Lukmandono (2015) tujuan

dari analisis SWOT adalah sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang terlibat sebagai input

untuk merancang proses, sehingga proses yang dirancang dapat berjalan

optimal, efektif, dan efisien.

2. Menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk

melakukan sesuatu.

3. Mengetahui keuntungan yang dimiliki perusahaan.

4. Menganalisis prospek perusahaan untuk penjualan, keuntungan, dan

pengembangan produk yang dihasilkan.

5. Menyiapkan perusahaan untuk siap dalam menghadapi permasalahan yang

terjadi.

6. Menyiapkan untuk menghadapi adanya kemungkinan dalam perencanaan

pengembangan di dalam perusahaan

Menurut Alex Sandra dan Edi Purwanto (2015) untuk menganalisis secara lebih

dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat faktor faktor eksternal dan internal sebagai

bagian penting dalam analisis SWOT, yaitu:

a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini mempengaruhi terbentuknya Opportunities dan Threats

(O dan T). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi-kondisi yang terjadi

di luar perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan

perusahaan. Faktor ini mencakup lingkungan industri dan lingkungan bisnis

makro, ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan, dan sosial budaya.

b. Faktor Internal

Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya Strengths dan Weaknesses (S

dan W). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi-kondisi yang terjadi di

dalam perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan

(decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua macam

manajemen fungsional: pemasar, keuangan, operasi, sumber daya manusia,


penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen dan budaya

perusahaan (corporate culture).

Menurut David (2013) mengatakan, bahwa Matriks Internal Factor Evaluation

(IFE) merupakan sebuah alat formulasi strategi yang digunakan untuk meringkas

dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis,

dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluas hubungan

antara area-area tersebut. Sedangkan, Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal perusahaan berkaitan dengan

peluang dan ancaman yang dianggap penting. Data eksternal dikumpulkan untuk

menganalisis hal-hal menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi,

lingkungan, poli tik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan persaingan.

Menurut Kusriawati Nisngsih dan Hamamah (2013) tahap – tahap

mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dalam matriks IFE adalah sebagai

berikut:

1. Menulis faktor internal

2. Memberi bobot untuk masing-masing faktor. Jumlah seluruh bobot (internal

dan eksternal) harus sebesar 1.

3. Memberi rating 1 sampai 4 untuk masing-masing factor.

4. Mengalikan masing-masing bobot dengan rating untuk menentukan rata-rata

tertimbang (Skor) untuk masing-masing variabel.

5. Menjumlah rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel. Total rata-rata

tertimbang dibawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara

internal, sementara total nilai diatas 2,5 mengidentifikasi posisi internal yang

kuat.

Sedangkan, Menurut Kusriawati Nisngsih dan Hamamah (2013) tahap – tahap

mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dalam matriks EFE adalah

sebagai berikut:
1. Menulis faktor eksternal

2. Memberi bobot untuk masing-masing faktor. Jumlah seluruh bobot (internal

dan eksternal) harus sebesar 1.

3. Memberi1 sampai 4 untuk masing-masing factor.

4. Mengalikan masing-masing bobot dengan rating untuk menentukan rata-rata

tertimbang (Skor) untuk masing-masing variabel.

5. Menjumlah rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel. Total rata-rata

tertimbang dibawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara

eksternal, sementara total nilai diatas 2,5 mengidentifikasi posisi eksternal

yang kuat.

Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi

eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut:

a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan

sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman.

b. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut:

- Kalau peluang lebih besar daripada ancaman maka nilai y > 0 dan

sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka nilainya

y < 0.

- Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0 dan

sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka

nilainya x < 0.
Gambar 2.1 Kuadran SWOT

Kuadran I:

- Merupakan posisi yang menguntungkan.

- Perusahaan mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia dapat

memanfaatkan peluang secara maksimal.

- Seyogyanya menerapkan strategi yang mendukung kebijakan

pertumbuhan yang agresif.

Kuadran II:

- Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan mempunyai

keunggulan sumber daya.

- Perusahaan-perusahaan dalam posisi seperti ini menggunakan

kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

- Dilakukan dengan penggunaan diversivikasi produk atau pasar.

Kuadran III:

- Perusahaan menghadapi peluang besar tetapi sumber dayanya lemah,

karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal fokus

strategi perusahaan pada posisi seperti inilah meminimalkan

kendalakendala internal perusahaan.


Kuadran IV:

- Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan.

- Perusahaan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara

sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan.

- Strategi yang diambil adalah penciutan dan likuidasi. (Situmorang dan

Dilham, 2007).

Matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis

yaitu:

a. Strategi SO: Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu

dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan

peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST: Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang

dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO: Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang

ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT: Strategi ini didasarkan pada kegiatan meminimalkan

kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks analisis SWOT

dapat dilihat pada tabel matriks di bawah ini.

Tabel 2.2. Matrik SWOT

IFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

EFAS Tentukan 5 – 10 faktor Tentukan 5 – 10 faktor

kekuatan internal kelemahan internal

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

Tentukan 5 – 10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang

peluang eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan

untuk memanfaatkan kelemahan untuk


peluang memanfaatkan peluang

THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

Tentukan 5 -10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang

ancaman eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan

untuk mengatasi kelemahan dan

ancaman menghindari ancaman

Sumber: Rangkutin, 2003

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini membahas tentang tingkat kesejahteraan nelayan di Kelurahan

Kejawan Putih Tambak . Tingkat kesejahteraan tersebut dilihat berdasarkan

indicator BPS yang dapat dilihat dalam mengukur tingkat kesejahteraan rumah

tangga nelayan yaitu kesejahteraan yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Adapun Indikator yang dapat menentukan tingkat kesejahteraan rumah tangga

nelayan berdasarkan BPS yang anatara lain :

a. Total Pendapatan / Produksi b. Total Pengeluaran Rumah tangga nelayan

Berdasarkan kedua indikator tersebut, dalam penelitian ini akan digunakan

beberapa indikator untuk memudahkan penelitian dilihat dari alat ukur tiap-tiap

indikator yang memungkinkan untuk diteliti. Adapun indikator yang digunakan dapat

dilihat pada kerangka pikir berikut ini: Kerangka Pemikiran sejahtera Tidak sejahtera

Sumber : Data Olahan 2019


Nelayan di kelurahan Kejawan Putih Tambak

1. Tingkat Kesejahterahan Nelaya rendah


2. Penerimaan Nelayan rendah

Hasil Biaya
Produksi Produksi

Penerimaan Konsumsi
Pengeluaran
Rumah
Tangga

It NTN Ib

Tingkat Kesejahterahan

Faktor Internal Faktor Eksternal

Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman

Strategi Peningkatan Nilai Tukar Nelayan Terhadap


Kesejahterahan Nelayan di Keluraan Kejawan Putih
Tambak
Gambar 2.2. Kerangka Pemikirian
I. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi, Waktu dan Objek Penelitian

Penentuan daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu

dikelurahan Kejawan Putih Tambak , Kecematan Mulyorejo, Provinsi Jawa Timur .

Adapun alasan penelitian mengambil daerah tersebut dikarenakan penduduk

dikelurahan tersebut bermata pencarian sebagai nelayan dan penduduknya masih

banyak yang belum sejahtera dari keadaanya sesuai karakteristik penelitian

3.2 Penentuan Sampel

Metode pengambilan sampel penelitian ini menggunakan data kuantitatif,

berupa data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Jawa Timur. Sampel yang dijadikan pada saat survei Nilai Tukar Nelayan sebagai

responden adalah seluruh nelayan yang ada di Kelurahan Kejawan Putih Tambak.

Metode pengambilan dengan cara sesnsus atau bisa disebut metode sampling

jenuh adalah penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel. Metode pengambilan sampel penelitian untuk data primer menggunakan

metode purposive sampling yaitu metode pengambilan informan sumber data

dengan pertimbangan tertentu yang bersumber dari stakeholders.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dengan

pendekatan Analisis Data Sekunder (ADS). ADS merupakan suatu metode

dengan memanfaatkan data sekunder sebagai sumber data utama.

Memanfaatkan data sekunder yang dimaksud yaitu dengan menggunakan sebuah

teknik uji statistik yang sesuai untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari

tubuh materi atatu data yang sudah matang diperoleh pada instansi atau lembaga

(seperti BPS, departemen atau lembaga Pendidikan) tertentu untuk kemudian


diolah secara sistematis dan objektif. Berdasarkan penjelasan diatas dapat

dideskripsikan langkah – langkah penelitian data sekunder sebagai berikut:

1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (rekam medis, jurnal

penelitian, badan pusat statistik atau data administrasi lembaga dsb),

2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”),

3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data

dari berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”),

4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan datadata

kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya).

Menurut buku Metode Penelitian oleh Sugiyono 2012 dalam (Hermawan,

2018) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya. Peneliti menggunakan

metode purposive sampling yaitu metode pengambilan informan sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Untuk membantu proses penelitian ini maka,

pemilihan informan dengan pertimbangan tertentu adalah yang memiliki

pengetahuan mengenai informasi yang dibutuhkan. Menjaring pendapat

stakeholder untuk mengetahui nilai tukar petani yang mempengaruhi strategi

peningkatan kesejahterahan petani padi di Jawa Timur melalui wawancara dan

pengisian kuesioner pendahuluan dengan pendekatan purposive sampling. Dalam

pelaksanaan jumlah responden dipilih sebanyak 10 orang seperti dari Dinas

Pertanian Provinsi Jawa Timur, Petani Padi, Penyuluh Pertanian dan Pedagang.

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari dua sumber, yaitu data primer dan data

sekunder yang bersumber dari beberapa referensi. Kedua sumber tersebut

diuraikan sebagai berikut:


3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari wawancara secara langsung

kepada pihak – pihak yang terlibat dalam objek penelitian, serta hasil observasi di

lokasi penelitian di Surabaya. Penelitian ini menggunakan data primer yang

didapatkan dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara terstruktur secara langsung kepada nelayan yang berkaitan.

Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan

pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi

mengenai kondisi usahatani dengan baik, khususnya mengenai strategi

peningkatan nilai tukar petani.

2. Observasi

Kegiatan ini difokuskan dengan pengamatan dan pencatatan terhadap unsur

– unsur yang berkaitan dengan produksi nelayan saat pelaksanaan penelitian

di Kelurahan Kejawan Putih Tambak yang dikumpulkan dalam penelitian ini

diperoleh secara langsung dari data masyarakat berpenghasilan rendah

Kelurahan Kejawan Putih Tambak , yang terdiri atas: (bahan pustaka) buku,

hasil laporan penelitian terkait, catatan – catatan yang dimiliki, literatur,

gambaran umum, data nilai tukar nelayan.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder berarti data yang diperoleh dari studi literatur, baik dari

instansi terkait, maupun dari buku, jurnal, maupun penelitian terdahulu, yang telah

teruji kebenarannya. Studi literatur dilakukan dengan mengkaji beberapa sumber

yang telah terbukti kebenarannya, seperti melalui buku – buku yang

mengungkapkan teori – teori nilai tukar nelayan, teori strategi peningkatan

kesejahterahan, jurnal – jurnal yang membahas tentang nilai tukar petani padi dan

data Badan Pusat Statistik.


3.4 Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini menganalisis data satu musim terakhir tahun 2021.

2. Lokasi penelitian hanya terbatas Kelurahan Kejawan Putih Tambak di

Surabaya Jawa Timur

3. NTN dihitung dari indeks yang diterima nelayan dan indeks yang dibayar

nelayan.

1.5 Analisis Data

1. Analisis Nilai Tukar Nelayan

Nilai Tukar Petani (NTN) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang

diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang dinyatakan

dalam persentase. Indeks harga yang diterima petani (It) didefinisikan sebagai

indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil prouksi

petani. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) didefinisikan sebagai

indeks harga yang menunjukkan perkembangan haga kebutuhan rumah tangga

petani, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun proses produksi pertanian.

Semakin tinggi NTN, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya

beli petani.

Indeks Harga yang Diterima Nelayan (It) adalah indeks yang mengukur rata-

rata perubahan harga dalam suatu periode dari suatu paket jenis barang hasil

produksi pertanian pada tingkat harga produsen di petani dengan dasar suatu

periode tertentu. It digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang yang dihasilkan

petani dan juga sebagai penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor

pertanian. It dirumuskan dengan:


Dimana:

Itt = Indeks harga yang diterima nelayan bulan Ke-t

Ptti = Harga yang diterima nelayan bulan ke-t untuk jenis barang-i

Pt(t-1)I = Harga yang diterima nelayan bulan ke-(t -1) untuk jenis barang Ke-i

𝑃𝑡𝑡𝑖
𝑃𝑡(𝑡−1)𝑡
= Relatif harga yang diterima nelayan bulan ke-t dibandingka ke- (t-1) untuk

jenis barang ke-i

Ptoi = Harga yang diterima nelayan pada tahun dasar untuk jenis barang ke – i

Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i

m = Banyak jenis barang yang tercakup dalam paket komuditas

Indeks Harga yang Dibayar nelayan (Ib) adalah indeks yang mengukur rata

- rata perubahan harga dalam suatu periode dari suatu paket komoditas barang

dan jasa biaya produksi dan penambahan barang modal serta konsumsi rumah

tangga di daerah pesisir dengan dasar suatu periode tertentu. Ib digunakan untuk

melihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi nelayan dan dibutuhkan

nelayan untuk memproduksi hasil tangkapan. Ib dirumuskan dengan:

Dimana:

Ibt = Indeks harga yang dibayar nelayan bulan ke te-t


Pbti = harga yang dibayar nelayan bulan ke-t untuk jenis barang ke-i

Pb(t-1)I = Harga yang dibayar nelayan bulan ke-(T - 1) untuk jenis barang ke- i

𝑃𝑏𝑡𝑖
𝑃𝑏(𝑡−1)𝑡
= Relatif harga yang dibayar nelayan bulan ke- t dibandingkan ke (t-1) untuk

jenis barang ke-i

Pboi = Harga yang dibayar nelayan pada tahun dasar untuk jenis barang ke – i

Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i

m = Banyak jenis barang yang tercakup dalam paket komuditas

Menurut BPS (2015) secara matematis NTN dapat diformulasikan sebagai

berikut.

𝐼𝑡
𝑁𝑇𝑁 = 𝑥 100%
𝐼𝑏

Keterangan:

NTP : Nilai Tukar Nelayan

It : Indeks harga yang diterima nelayan

Ib : Indeks harga yang dibayar nelayan

Untuk menghitung indeks harga dibutuhkan data tentang jumlah produksi dari

tahun-tahun periode yang bersangkutan. Penyusunan indeks harga selama

periode tertentu membutuhkan data tentang harga barang-barang di tahun-tahun

periode yang bersangkutan. Baik jumlah produksi maupun harga barang-barang

tersebut harus dinyatakan dalam satuan yang sama, kemudian membandingkan

harga dalam dua periode yaitu tahun 2012 dan 2013. Angka indeks bagi tahun

dasar adalah sama dengan 100, karena di anggap harga tahun 2012 sebagai 100

persen (Dajan, 1983).


2. Tingkat Kesejahterahan Nelayan ini kriteria NTN

Mengetahui tingkat kesejahteraan petani di analisis dengan menggunakan

indikator NTN dengan kriteria:

1. NTN > 100 berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih

besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan nelayan naik lebih

besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan

nelayan lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan nelayan

sebelumnya.

2. NTN = 100, berarti petani mengalami impas/break even.

Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase

kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan

nelayan tidak mengalami perubahan.

3. NTN < 100, berarti petani mengalami deficit, kenaikan harga barang

produksinya relative kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang

konsumsinya. Tingkat kesejahterahan nelayan pada suatu periode

mengalami penurunan disbanding tingkat kesejahterahan petani pada

periode sebelumnya (Badan Pusat Statistik, 2008).

3. Analisis Strategi Peningkatan Nilai Tukar Petani

Strategi peningkatan nilai tukar petani di analisis dengan metode analisis

SWOT. SWOT merupakan singkatan dari Strengths(kekuatan) dan Weaknesses

(kelemahan) lingkungan internal dan Opportunities (peluang) dan Threats

(ancaman) lingkungan eksternal dalam dunia bisnis (Rangkuti, 2014). Melalui

tahap ini maka diketahui faktor internal dan eksternal seperti pada penjelasan

berikut.
A. Beberapa kekuatan nilai tukar petani padi

1. Pengalaman usahatani pasi

2. Pengetahuan yang berkembang

3. Sarana produksi mudah didapat

4. Ikut serta kelompok nelayan

5. Tingkat pemeliharaan usahatani

B. Beberapa peluang nilai tukar nelayan

1. Produksi masih dapat di tingkatkan

2. Konsumsi masyarakat akan kebutuhan tinggi

3. Pasar selalu membutuhkan ikan

4. Penyuluh periknan yang berkualitas yang dapat membantu nelayan

5. Teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan mendukung.

Dalam proses penyusunan perencanaan strategis terdapat tiga tahapan

analisis yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis, dan tahap pengambilan

keputusan. Pada tahap pertama yaitu tahap pengumpulan data, dilakukan evaluasi

faktor eksternal maupun internal untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Tahap

selanjutnya adalah tahap analisis dimana pada tahap ini terdapat beberapa model

alat analisis yaitu; matrik tows, matrik BCG, matriks internal-eksternal, matriks

space, dan matriks grand strategi. Semakin banyak matrik yang digunakan dalam

analisis, maka analisis yang dilakukan akan semakin akurat. Tahap terakhir proses

penyusunan perencanaan strategi adalah tahap pengambilan keputusan yang

mana pada tahap ini dapat digunakan matrik perencanaan strategis kuantitatif
untuk mempermudah pemilihan strategi.

Kuadran 1: Menunjukkan situasi yang sangat menguntungkan karena perusahaan

memiliki peluang dan kekuatan, sehingga pada posisi ini perusahaan harus

mendukung kebijakan pertumbuhan agresif.

Kuadran 2: Pada posisi ini perusahaan memiliki ancaman, namun masih ada

kekuatan dari segi internal sehingga ancaman tersebut dapat diatasi dengan

Gambar 3.1 Kuadran SWOT

kekuatan yang ada. Strategi yang tepat untuk posisi ini adalah strategi diversifikasi

(produk/pasar) dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

jangka panjang.

Kuadran 3: Perusahaan memiliki peluang besar namun ada kelemahan internal

sehingga perusahaan harus memilih strategi yang tepat agar kelemahan yang ada

tidak mengurangi peluang besarnya. Strategi yang tepat untuk posisi ini adalah

perusahaan meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut

peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4: Posisi ini merupakan posisi yang sangat merugikan karena

perusahaan harus menghadapi berbagai ancaman dengan kondisi internal yang

lemah. Strategi yang harus diterapkan mendukung strategi defensive.


Sesuai dengan teori yang telah dikemukakan alat yang dipakai untuk

menyusun factor - faktor strategis adalah matrik SWOT Matrik ini dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang

dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, seperti

digambarkan pada diagram di bawah ini:

Tabel 3.1. Matrik SWOT

IFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)


EFAS Tentukan 5 – 10 faktor Tentukan 5 – 10 faktor
kekuatan internal kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO
Tentukan 5 – 10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
peluang eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan
peluang peluang
THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT
Tentukan 5 -10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
ancaman eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman dan menghindari ancaman
Sumber: Rangkutin, 2003

Keterangan:

• Strategi SO Strategi ini dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan

untuk memanfaatkan seluruh peluang yang ada

• Strategi ST Strategi ST adalah strategi yang digunakan untuk mengatasi

ancaman dengan cara memanfaatkan kekuatan yang dimiliki.

• Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang

yang ada dengan meminimalkan kelamahan yang dimiliki.

• Strategi WT Strategi ini merupakan strategi bagaimana menghindari

ancaman dan meminimalkan kelemahan yang ada.


3.6 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah segala sesuatu bentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulan. Variabel – variabel yang diukur dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Nelayan adalah aktivitas produksi ikan yang diusahakan di laut.

2. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan nelayan untuk dalam

periode satu bulan (Rp).

3. Hasil produksi adalah segala sesuatu yang dihasilkan produsen melalui

proses produksi (kg).

4. Penerimaan adalah jumlah uang atau balas jasa yang diterima petani dari

hasil usahataninya dalam periode satu bulan (Rp).

5. Pengeluaran adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi

kebutuhan petani setiap bulannya (Rp).

6. Indeks harga yang diterima nelayan adalah indeks harga yang menunjukkan

perkembangan harga produsen atas hasil produksi nelayan (Rp).

7. Indeks harga yang dibayar petani adalah indeks harga yang menunjukkan

perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan

untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi

perikanan(Rp).

8. Jumlah tanggungan adalah jumlah anggota keluarga yang dibiayai

perbulannya (jiwa).

9. Konsumsi rumahtangga adalah konsumsi yang dikeluarkan untuk bahan

makanan dan non makanan dalam periode satu bulan (Rp).

10. Kesejahteraan adalah kondisi atau kelayakan kehidupan nelayan untuk

memenuhi kebutuhannya dilihat dari penerimaan dan konsumsinya.


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Eka R. Badjuri, Sarwedi. 2016. Analisis Nilai Tukar Petani Sebagai
Indikator Kesejahteraan Petani Di Provinsi Jawa Timur Periode Tahun
2012-2014. Artikel Ilmiah Mahasiswa. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember (UNEJ)
Alex, Sandra. Edi Purwanto. 2015. Pengaruh Faktor-Faktor-Eksternal dan Internal
Terhadap Kinerja Usaha Kecil dn Menengah di Jakarta. Jakarta: Business
Management Journal Vol. 11 No.1 Maret 2015
Akbar, Taufik, Muhammad Fauzi, Hairin Fajeri. 2019. Faktor yang Mempengaruhi
Nilai Tukar Petani (NTP) Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan.
IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS) e-ISSN:
2319-2380, p-ISSN: 2319-2372. Volume 12, Issue 7 Ser. I (July 2019), PP
83-91
Akhmad, Efendi. 2018. Nilai Tukar Petani Provinsi Bali Tahun 2015-2017. Badan
Pusat Statistik Provinsi Bali, Bali, Indonesia. Vol. 6 No. 1. 2018: Mei 2018
Anwas, Adiwilaga. 1992. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta: Rineke Cipta.
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Kesejahteraan Rumah Tangga. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Pengertian Nilai Tukar Petani. Sumatera Barat:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Nilai Tukar Petani Sulawesi Selatan. Badan Pusat
Statistik. Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2020. Nilai Tukar Petani Jawa Timur. Badan Pusat Statistik.
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2021. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2021. Badan
Pusat Statistik. Provinsi Jawa Timur.
Bantilan, Nursida K., Made Antara Wahyuningsih dan Rustam Abd Rauf. 2017.
Peningkatan Nilai Tukar Petani melalui Tanam Padi Intensifikasi di Tolitoli,
Indonesia. Sustainable Agriculture Research. Vol. 7, No. 1; 2018. ISSN
1927-050X E-ISSN 1927-051
Barrington, Moore, Jr (1967). Social Origins of Dictatorship and Democracy: Lord
and Peasent in the Making of The Modern World, Bacon Press Books are
published under the auspices of the Unitarian Universalist Assosiation, US
Bilung, S. 2016. Analisis SWOT dalam menentukan Strategi Pemasaran Sepeda
Motor Honda Pada CV. Semoga Jaya Di Area Muara Wahau Kabupaten
KUtai Timur. EJournal Administrasi Bisnis
Bobihoe, J. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi.
Chamidah, S., Karyadi, dan S. Suratiningsih. 2012. Perbandingan usahatani padi
yang menggunakan hand tracktor dengan ternak sapi di kelompok tani
karya pembangunan. Jurnal Agromedia.
Dajan, Anto. 1983, Pengantar Metode Statistik Jilid 1, LP3ES, Jakarta
David A. 2013. Manajemen Pemasaran Strategi. Edisi kedelapan. Salemba
Empat. Jakarta.
Ekaria dan A.N. Hasyyati. 2014. Kajian Penghitungan Nilai Tukar Petani Tanaman
Pangan (NTPP) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun 2011- 2013.
Jurnal Aplikasi Statistika dan Komputasi Statistik.
Hartoyo, Lutifah, Mulyani. 2010. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat
Kesejahteraan Keluarga. Kasus di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumsi Volume 3 No. 1-10.
Hidayatulloh, W.A., S. Supardi, dan L.A. Sasongko. 2012. Tingkat ketepatan
adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi
sawah. Jurnal Mediagro.
Indah, P.N., Tjahaja Amir, I., & S. 2021. Analisis Nilai Tukar Peternak Sapi (NTP-
T) Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Sidoarjo.
Jurnal Internasional Teknologi Rekayasa dan Riset Manajemen, 5(3), 1-8.
doi: 10.7821/ijetmr. v8.i5.2021.934
Indraningsih, S.K, dkk. 2010. Kinerja Penyuluh Dari Perspektif Petani Dan
Eksistensi Penyuluh Swadaya Sebagai Pendamping Penyuluh Pertanian.
Jurnal Analisis KebijakanPertanian. Volume 8, Nomor 4.
Jumin, H.B. 2010. Dasar-dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Krisnamurthi, B, 2009. Langkah Sukses Menuju Agribisnis. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kusriawati, Nisngsih. Hamamah, 2013. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Dan External Factor Evaluation (EFE) Buah Naga Organik (Hylocereus
Undatus) [skripsi]. Program Studi Agribisnis: Universitas Islam Madura
Lestari, Novi. 2020. Analisis Strategi Peningkatan Produktivitas dan
Kesejahterahan Petani Padi Di Desa Sambirejo Kabupaten Langkat. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Universitas Pembangunan Panca Budi Medan
Lukmandono. 2015. Analisis SWOT untuk Menentukan Keunggulan Strategi
Bersaing di Sektor Industri Kreatif. Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Terapan III. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.
Machfudh, Masyhuri. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Edisi Ke-Tiga.LP3S
Musaqa, S. 2006. Analisis Sistem Pengadaan dan Pemasaran Benih di Kabupaten
Batang Hari, Provinsi Jambi. Fakultas Pertanian. Insititut Pertanian Bogor,
Bogor. (Skripsi Sarjana Pertanian)
Nazir, 2010. Analisis Determinan Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten
Aceh Utara. Tesis. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai