Anda di halaman 1dari 6

A. TEMPO.

CO, 24 Januari 2021, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional mencatat ada 45
konflik tambang yang terjadi di sepanjang 2020. Akibatnya, 714.692 Ha mengalami kerusakan
lingkungan. Menurut Muh Jamil dari Divisi Hukum JATAM Nasional, jumlah konflik itu meningkat drastis
dibanding 2019. "Ada 11 konflik di 2019, maka saat ini terjadi lonjakan peningkatan konflik nyaris capai
lima kali lipat," ujar dia dalam diskusi daring pada Ahad, 24 Januari 2021. Jamil merinci, 45 konflik
pertambangan itu terdiri dari kasus pencemaran lingkungan (22 kasus), kasus perampasan lahan (13
kasus), kasus kriminalisasi warga penolak tambang (8 kasus), dan kasus pemutusan hubungan kerja (2
kasus).

B. POSO, KOMPAS.com, 02 Oktober 2011 — Kerusuhan di Ambon, Maluku, tahun 1999, termasuk
gesekan yang meletup pada 11 September 2011, bukanlah murni konflik agama. Masalah itu sebenarnya
berakar dari ketidakpuasan sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian menyertakan
sentimen perbedaan agama.

Hal itu disampaikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perjalanan melawat ke Kota Ambon
(Maluku) dan Poso (Sulawesi Tengah), Minggu (2/10/2011). Politisi yang menjadi mediator perjanjian
Malino tahun 2002 itu kembali mengunjungi Ambon setelah meletup kerusuhan 11 September yang
menewaskan tujuh orang dan menghanguskan sekitar 200 rumah. Dia juga berdialog dengan pimpinan
pemerintah dan tokoh masyarakat.

Menurut Kalla, yang juga menjadi warga kehormatan Kota Ambon, konflik yang terjadi di Ambon tahun
1999 dan beberapa tahun berikutnya bukanlah konflik agama. Penerapan demokrasi setelah Reformasi
1998 membuat kelompok yang menang dalam pemilu di daerah menguasai semua jabatan, tanpa
memperhitungkan keselarasan di masyarakat. Akibatnya, harmoni terganggu dan kemudian meletup
secara terbuka.

Kompas.comMenu

JELAJAHI

Komentar

Baca artikel lebih nyaman tanpa terganggu banyak iklan di aplikasi Kompas.com.

UNDUH

Home News Nasional

Pertikaian di Ambon Bukan Konflik Agama


Minggu, 2 Oktober 2011 | 20:39 WIB

Komentar

Komentar Lihat Foto

KOMPAS/ANTONY LEE

Jusuf Kalla

Editor: Nasru Alam Aziz

POSO, KOMPAS.com — Kerusuhan di Ambon, Maluku, tahun 1999, termasuk gesekan yang meletup
pada 11 September 2011, bukanlah murni konflik agama. Masalah itu sebenarnya berakar dari
ketidakpuasan sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian menyertakan sentimen
perbedaan agama.

Hal itu disampaikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perjalanan melawat ke Kota Ambon
(Maluku) dan Poso (Sulawesi Tengah), Minggu (2/10/2011). Politisi yang menjadi mediator perjanjian
Malino tahun 2002 itu kembali mengunjungi Ambon setelah meletup kerusuhan 11 September yang
menewaskan tujuh orang dan menghanguskan sekitar 200 rumah. Dia juga berdialog dengan pimpinan
pemerintah dan tokoh masyarakat.

Menurut Kalla, yang juga menjadi warga kehormatan Kota Ambon, konflik yang terjadi di Ambon tahun
1999 dan beberapa tahun berikutnya bukanlah konflik agama. Penerapan demokrasi setelah Reformasi
1998 membuat kelompok yang menang dalam pemilu di daerah menguasai semua jabatan, tanpa
memperhitungkan keselarasan di masyarakat. Akibatnya, harmoni terganggu dan kemudian meletup
secara terbuka.

”Konflik itu semakin keras karena mengikutsertakan agama. Konflik agama itu bisa berlangsung
bertahun-tahun dan sulit dihentikan karena para pemeluknya berseteru atas nama ideologi keagamaan
dan keyakinan masuk surga,” katanya.

Kalla berharap masyarakat Ambon tidak lagi menyertakan agama dalam konflik. Jika masih melibatkan
sentimen agama, itu akan sulit dilerai sebagaimana berlangsung di beberapa negara lain, seperti
Pakistan, Afganistan, dan Irak. Untuk mencegah hal seperti itu, sebaiknya perumahan warga Ambon
dibuat membaur, bukan dikelompokkan berdasarkan agama karena akan lebih mudah dipetakan dan
digesekkan.
Konflik menjadi kian mudah meletup jika ada beberapa faktor pendukung lain, seperti kemiskinan,
pengangguran, ketidakadilan, tata ruang, dan pendidikan yang rendah.

C.

Home

Nasional

Politik Hukum & Kriminal Peristiwa

Internasional

Asean Asia Pasifik Timur Tengah Eropa Amerika

Ekonomi

Keuangan Energi Bisnis Makro

Olahraga

Sepakbola Moto GP F1 Raket

Teknologi

Teknologi Informasi Sains Telekomunikasi Otomotif

Hiburan

Film Musik Seleb Seni Budaya Music At Newsroom

Gaya Hidup

Health Food Travel Trends

Fokus

Kolom

Aku & Jakarta

Music at Newsroom

Terpopuler

Infografis

Foto

Video
TV

Indeks

Download Apps

Ikuti Kami

Home Nasional Internasional Ekonomi Olahraga Teknologi Hiburan Gaya Hidup Fokus Kolom Terpopuler
Infografis Foto Video Indeks

Home Nasional Hukum Kriminal

Konflik Memanas, OPM Ancam Tembak Mati Pekerja di Papua

CNN Indonesia

Senin, 07/06/2021 07:21

Ilustrasi. Sejumlah penembakan oleh OPM menewaskan aparat hingga warga sipil di Ilaga, Papua.
(ANTARA FOTO/Jeremias Rahada)

Jakarta, CNN Indonesia -- Konflik bersenjata di wilayah Papua memanas dalam beberapa waktu terakhir.
Rentetan kontak tembak tak bisa terhindarkan dan kembali memakan korban.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) telah


memperingatkan seluruh warga Indonesia yang bekerja di Papua untuk segera meninggalkan Bumi
Cenderawasih.

Ancaman itu dikeluarkan usai pihaknya menabuh genderang perang terhadap aparat TNI-Polri secara
terpusat di wilayah Ilaga, Kabupaten Puncak sejak beberapa pekan lalu.

B. Salah satu pahlawan pergerakan nasional yang dikenal dengan nama Raden Hajdi Oemar Said
Tjokroaminoto dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1882 di Desa Bukur, Madiun, Jawa Timur, Indonesia.
H.O.S Tjokroaminoto masuk pangreh praja setelah dia menamatkan studi di OSVIA, Magelang pada
tahun 1990. Kurang lebih selama 7 tahun ia bergabung dalam keanggotaan pangreh praja, kemudian ia
keluar di tahun 1907 karena sistem pendidikan di sana yang dinilai berbau feodal.

Di Indonesia, dia adalah ketua dari Sarekat Islam (SI) di Surabaya. Dia mulai bergabung dengan Sarekat
Islam sejak bulan Mei 1912. Sebelum menjabat sebagai ketua SI, dia bekerja sebagai teknisi di Pabrik
Gula Rogojampi. Selain sebagai pimpinan SI, dia dianggap guru yang patut diteladani. Ajaran dan
didikannya terhadap muridnya melahirkan beberapa tokoh nasional lain, seperti : Kartosuwiryo
(berhaluan agamis), Muso Alimin (berhaluan sosialis/komunis), dan Soekarno (berhaluan nasionalis).
Soekarno, salah satu murid H.O.S Cokroaminoto, adalah tokoh proklamator dan nasionalis yang
menjabat sebagai presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan Muso
merupakan pelopor pemberontakan PKI di Madiun, Indonesia. Muridnya yang lain, Kartosuwiroyo, yang
menginginkan terbentuknya Negara Islam Indonesia menjadi dalang dari gerakan DI/TII.

H.O.S Tjokroaminoto sempat ditangkap oleh Belanda di bulan Agustus 1921. Cukup setahun dia harus
tinggal dibalik jeruji besi, kemudian dia dibebaskan di bulan April 1922. Setelah bebas, ia mendirikan
markas di Kedung Jati di tahun 1922. Di tahun yang sama, ia juga mendirikan Pembangunan Persatuan.

Di bulan September 1922, dia mulai menulis dan menerbitkan sebuah artikel berseri berjudul "Islam dan
Sosialisme" di Soeara Boemiputera. H.O.S Tjokroaminoto menghembuskan nafas terakhirnya pada
tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta, Indonesia, karena penyakit yang dideritanya. Jenazahnya
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pekuncen, Yogyakarta, Indonesia.

C. Syarat/ Kriteria Umum menjadi Pahlawan Nasional

WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;

Memiliki integritas moral dan keteladanan;

Berjasa terhadap bangsa dan Negara;

Berkelakuan baik;

Setia dan tidak menghianati bangsa dan Negara; dan


Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun

Syarat Khusus

Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan
dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;

Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;

Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi
tugas yang diembannya;

Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan
negara;

Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau
meningkatkan harkat dan martabat bangsa;

Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau melakukan perjuangan yang
menpunyai jangkauan luas dan berdampak nasional

Anda mungkin juga menyukai