Anda di halaman 1dari 24

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pengelolaan Pendidikan ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dwi
Agus Kurniawan S.Pd., M.Pd. atas segala bimbingan dan arahan selama penyusunan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang membangun demi memperbaiki
maklah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi mahasiswa yang
membutuhkan. Aamiin.

Jambi, Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

A. Tenaga Pendidik
B. Tenaga Kependidikan

2.2 Kajian Kritis

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-
guru, pegawai tata usaha, dan murid-murid memerlukan adanya pengelolaan organisasi/tenaga
pendidik yang baik supaya dapat berjalan dengan lancar sesuai arah dan tujuannya. Pengelolaan
tenaga pendidik yang baik, dimaksudkan agar pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata
kepada semua orang sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing. Tiap orang mengerti
dan menyadari tugasnya dan tempatnya di dalam struktur organisasi itu. Dengan demikian dapat
dihindari pula adanya tindakan yang sewenang-wenang atau otoriter dari kepala sekolah, dan
sebaliknya dapat diciptakan adanya suasana yang demokratis dalam menjalankan roda sekolah.

Manajemen SDM dalam dunia pendidikan adalah proses menangani berbagai masalah pada ruang
lingkup siswa, karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan tenaga kerja lainnya dalam bidang
pendidikan untuk menunjang aktivitas bidang pendidikan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Manajemen sumber daya manusia adalah konteks pendidikan yang dapat
dikelompokkan menjadi sumber daya manusia tenaga pendidik dan kependidikan atau guru dan
tenaga administrasi, dan sumber daya manusia atau peserta didik.

Tenaga atau personalia pendidikan adalah semua orang yang terlibat dalam tugas-tugas pendidikan,
yaitu para guru/dosen sebagai pemegang peran utama, manajer/administrator, para supervisor, dan
para pegawai. Para personalia pendidikan perlu dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan
masyarakat. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, tenaga
kependidikan itu adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Untuk
dapat menghasilkan output yang berkualitas maka suatu lembaga pendidikan dapat menempuh
prosedur awal yaitu melalui perencanaan SDM yang matang pada saat perekrutan (Alliyah,2017:76).

Kemajuan zaman dan tantangan zaman yang makin pesat sekarang ini, pendidik dan tenaga
kependidikan idealnya tetap harus belajar, kreatif mengembangkan diri dengan penemuan baru
dalam dunia pendidikan. Namun, harapan ini kerap kandas karena pendidik dan tenaga
kependidikan kurang semangat memajukan diri dan tidak banyak yang terus belajar lagi.
(Bachtiar,2016:196).

More importantly, there were likely to be adverse implications for a school’s educational program if
the rate of teacher turnover was high. Forming positive collegial relationships would be more
difficult, affecting in turn the development and implementation of cur- riculum, the establishment
and maintenance of rapport with pupils, and the operation of par- ticipatory styles of
management(Hatton,1991:281).

Lebih penting lagi ada kemungkinan implikasi yang merugikan untuk program pendidikan sekolah
jika tingkat pergantian guru tinggi. Membentuk hubungan kolegial yang positif akan lebih sulit,
mempengaruhi pada gilirannya pengembangan dan implementasi kurikulum, pembentukan dan
pemeliharaan hubungan dengan siswa, dan operasi untuk gaya manajemen partisipatif
(Hatton,1991:281).

In the field of 21st century education, cultural diversity represents a challenge for teachers’
professional development and transformation of schools. As teacher educators, our aim is to
develop professional learning processes that encourage transformation in schools towards an
intercultural, inclusive educational approach(Sales,2011:911).

Di bidang pendidikan abad 21, keragaman budaya merupakan tantangan bagi para guru
pengembangan professional dan transformasi sekolah. Sebagai guru pendidik, tujuan kami adalah
untuk mengembangkan proses pembelajaran professional yang mendorong transformasi disekolah
menuju pendekatan pendidikan inklusif (Sales, 2011: 911).

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

2. Untuk mengetahui tahapan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Menurut Werang (2010: 67), Hakikat tenaga pendidik dan kependidikan, Undang-undang sistem
pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 mengartikan kata ‘pendidik’ sebagai tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta partisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu menghubungkan guru dengan pekerjaan yang
terkait dengan pendidikan siswa disekolah, seperti: (a) mempersiapkan berbagai administrasi
pembelajaran yang diperlukan; (b) mengajar dan membimbing para siswa; (c) memberikan penilaian
terhadap hasil belajar para siswa; dan (d) menganalisis tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap
semua materi pembelajaran.

Menurut Ismaya (2015: 107-108), Pendidik merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
lembaga pendidikan, karena dialah yang menjadi motor penggerak dan perubahan, bahkan bukan
hanya sebagai agen perubahan (agent of change) tetapi juga sebagai orang yang mendidik,
mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi peserta didiknya sehingga ia mampu mencapai
tujuan yang diinginkannya.

Tenaga kependidikan merupakan seluruh komponen yang terdapat dalam instansi atau lembaga
pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan keseluruhan yang berpartisipasi dalam
pendidikan. Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabaatan eksekutif


umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan
pendidikan.

2. Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu
jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaanya mengandalkan keahlian akademis kependidikan.

3. Tenaga teknis merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih
dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.

Menurut Sagala (2006: 22-25), Spektrum tenaga kependidikan mengacu pada PP No.38 tahun 1992
pasal 3 ayat 1 mengemukakan tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan
pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan, laboran,
teknisi, sumber belajar dan penguji. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5 menyatakan tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraaan pendidikan. Pasal 39 ayat 1 menyatakan tenaga kependidikan bertugas
melaksanakan administrasi, dan layanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan. Sedangkan UUSPN NO. 2 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 menyatakan pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan satuan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Pasal 39 ayat 2 menyatakan pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.

PP No. 38 tahun 1992 pasal 3 ayat 2 mengatakan tenaga pendidik terdiri dari pembimbing, pengajar,
dan pelatih. PP No. 38 Tahun 1992 dan UUSPN No 20 tahun 2003 menegaskan kedudukan tenaga
kependidikan yang mempunyai tugas pokok memberikan layanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan. Sedangkan pendidik mempunyai tugas pokok merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan. Hal ini dipertegas oleh UURI NO. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1
menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 1 ayat 4
menyatakan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Secara teoritis, suatu sistem pendidikan (dimanapun dan pada jenjang manapun juga) baru mungkin
akan terselenggara secara sempurna apabila seluruh unsur ketenagaan tersebut tersedia secara
memadai baik dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dengan demikian dapat ditegaskan
bahwa formasi guru dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan untuk semua jenis dan jenjang persekolahan adalah guru bidang
studi (mata pelajaran), konselor, tenaga perencana pendidikan di sekolah, ahli kurikulum, psikologi
pendidikan danteknisi(laboran pustakawan,arsiparis dan sebagainya),

Sedangkan tenaga kependidikan yang diperlukan pada unit kerja pendidikan di pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota adalah tenaga perencanaan pendidikan (sarjana administrasi dan manajemen
pendidikan), penelitian dan pengembangan berdasarkan bidang spesialisasi keahliannya, ahli
kurikulum dan teknologi pendidikan (sarjana kurikulum), psikologi pendidikan dan ahli bidang studi
(mata pelajaran). Hierarkis profesi tenaga kependidikan dapat dilihat dari sisi kualifikasi latar
belakang dan tingkat pendidikan tenaga kependidikan itu dan kualifikasi untuk kerja profesinya
(yang berlatar tingkat pendidikan dan pengalaman kerja), hierarki tenaga kependidikan itu adalah (1)
tenaga profesional penuh, yaitu tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan
terhadap sistem pendidikan, terutama dalam hal wawasan, konsep dan dasar implementasi yang
tajam dan komprehensif mengenai ikhwal pendidikan; (2) tenaga pembaharu, yaitu tenaga
kependidikan yang mampu memberikan sumbangan, terutama dalam bentuk komitmen yang tinggi
tehadap pelaksanaan sistem pendidikan; (3) tenaga kapabel, yaitu tenaga kependidikan yang mampu
memberikan sumbangan dalam bentuk pertisipasi yang mantap terhadap pelaksanaan sistem
pendidikan.

Pendidik dalam hal ini adalah pihak yang atau orang yang bertanggung jawab kepada peserta didik
terhadap proses pendidikan yang sedang dilangsungkannya. Lebih dimaknai lagi, pendidik dapat
diartikan sebagai guru dalam arti yang luas. Keberadaan pendidik atau guru tersebut tidak terlepas
dari upaya untuk mewujudkan pendidikan bermutu sebagai sarana pengembangan sumber daya
manusia Menurut Hermino (2014: 10-15).

Menurut Aliyyah (2017: 13-14), Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20


Tahun 2003 Pasal 39, tugas dan fungsi tenaga pendidik dan kependidikan adalah:

a. Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan


proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi.

b. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,


pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

Berikut merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik dan tenaga kependidikan:
Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik

a) Guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi ,
memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia
berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur
pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk pendidikan anak usia dini
formal.

b) Dosen bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi,
memfasilitasi, mendidik, membimbing,dan melatih peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi
sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara
optimum, melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu, teknologi, dan/atau seni (IPTEKS), serta
melakukan pengabdian kepada masyarakat.

c) Konselor bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

d) Pamong belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, mengajar, membimbing, melatih
peserta didik, dan mengembangkan: model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan
pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.

e) Widyaiswara bertugas dan bertanggung jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik
pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/ atau Pemerintah Daerah.

f) Tutor bertugas dan bertanggung jawab memberikan bantuan belajar kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran dalam kelompok pada satuan
pendidikan jalur formal dan nonformal.

g) Instruktur bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik
pada kursus atau pelatihan.

h) Fasilitator bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada


lembaga pendidikan dan pelatihan.

i) Pelatih bertugas dan bertangggung jawab memberikan pelatihan teknis olah raga kepada
peserta didik pada kegiatan pelatihan, pada satuan pendidikan jalur formal atau nonformal.

Menurut Khumaidi (2013: 84-86), sebagaimana yang dimaksud dengan tenaga kependidikan dan
pendidik menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidkan Nasional, Pasal
39 ayat (1). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.Sedangkan ayat (2).Tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Penjelasan dari ayat (1). Tentang tenaga kependidikan yang dimaksud adalah meliputi: pengelola
satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran,
dan teknisi sumber belajar. Berdasarkan pasal 40 UU No.20 Th.2003 Sisdiknas memuat ketentuan,
sebagai berikut:

a. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

1) Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.


2) Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

3) Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.

4) Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan

5) Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas.

b. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan


dialogis.

2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.

3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercaayaan yang diberikan kepadanya.

Menurut (Aliyyah,2018: 5), Pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan
yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan,
kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Pengelolaanpendidik dan tenaga kependidikan bertujuan
untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk mencapai hasil yang
optimal, namun dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang
harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, mengkaji, dan memotivasi personil
guna mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku,
memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu
dan organisasi.

Menurut Ismaya (2015: 115-117), untuk mengelola sumber daya pendidikan yang terlibat di
dalamnya, dibutuhkan pemimpin atau manager (Kepsek) yang bertanggung jawab untuk membantu
mewujudkan hasil dan ketercapaian tujuan. karena keberadaan kepala sekolah di dalam lembaga
pendidikan sangat penting, karena ia adalah penentu dari kebijakan yang diambil dan pengendali
jalannya kegiatan pendidikan.

Selain faktor human sebagai penggerak yang dapat mengatur sumber daya manusia, ada faktor lain
yang menjadi penentu yaitu, sistem dan manajemen. Tanpa ada manajemen, sebuah lembaga
pendidikan hanyalah sebuah perkumpulan murid, guru dan tenaga kependidikan yang tidak
menghasilkan apa-apa, mudah mati bahkan ditinggalkan. Dengan adanya manajemen semua
kegiatan, aktivitas dan program dapat dijalankan dengan mudah. Dari sini dapat disimpulkan inti dari
lembaga pendidikan adalah manajemen, inti dari manajemen adalah Kepala Sekolah, dan inti dari
kepala sekolah adalah pengambilan keputusan dan kebijakan.

Di tingkat nasional, pengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam


mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga yang handal dalam
dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal
untuk melakukan perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi, dan pemberhentian yang
tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga
kependidikan nasional yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Pengelolaan tenaga kependidikan berbeda dengan pengelolaan tenaga kerja dalam organisasi bisnis
atau perusahaan dan instansi pemerintah lainnya. Dalam dunia pendidikan, dimana bidang garapan
dan keluarannya jelas berbeda degan bidang garapan dan keluaran perusahaan, pemerintahan dan
organisasi lainnya.

Pengelolaan tenaga kependidikan haruslah merupakan rangkaian aktivitas yang integral, bersangkut
paut dengan masalah perencanaan, perekrutan, penempatan, pembinaan atau pengembangan
penilaian dan pemberhentian tenaga kependidikan dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai
tujuan pendidikan dan perwujudan fungsi sekolah yang sebenarnya.

Adapun tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adala agar mereka memiliki kemampuan,
motivasi, kreativitas untuk :

1) Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sendiri.

2) Secara kesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan


kehidupan (belajar) peserta didik dan persaingan kehidupan di masyarakat secara sehat dan dinamis.

3) Menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya mempersiapkan kader pemimpin pendidikan


yang benar-benar handal dan dapat diteladani), yang mampu mewujudkan human organization yang
pengertiannya lebih dari human relationship pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan
nasional dan pada setiap jenjang pendidikan sekolah itu sendiri.

4) Bentuk kepemimpinan yang memimpin munculnya peningkatan produktivitas pendidikan


sebagai paduan fungsi keefektifan, efisiensi, dan ekuitas (keadilan) melalui pengolahan tenaga
kependidikan yang rasional dan profesional.

5) Bentuk kepemimpinan yang menjamin kelangsungan usaha-usaha kearah terwujudnya


keseimbangan (equilibrium) kehidupan organisasi melalui usaha-usaha menyerasikan tujuan-tujuan
individu dengan tujuan-tujuan sistem sekolah/organisasi pendidikan.

6) Mewujudkan kondisi dan iklim kerja sama sistem sekolah/organisasi pendidikan yang
mendukung secara maksimal pertumbuhan profesional dan kecakapan teknis setiap tenaga
kependidikan.

Transformational leadership has shown relationships with vision-based leadership, setting directions
for and restructuring the school, setting developmental goals for staff and curriculum and building
relationships with the community. Hence, the head teacher develops the school organisation by
assuring a collegial and supportive feedback culture, giving teachers freedom to develop their
strengths and build strong links with the school environment like parents or officials, but at the same
time taking on a protective role so that none of these influences prevail. Instructional leadership, in
contrast, has been associated with the setting of educational goals, planning the curriculum and the
evaluation of teachers and teaching. In this paradigm, the head teacher focuses on creating an
environment for better student achievement, for fostering teaching and learning and their quality.
(Fackler, 2016: 187).

Kepemimpinan transformasional telah menunjukkan hubungan dengan kepemimpinan berbasis visi,


pengaturan arah untuk dan restrukturisasi sekolah, pengaturan tujuan pengembangan untuk staf
dan kurikulum dan membangun hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu, kepala sekolah
mengembangkan organisasi sekolah dengan memastikan budaya umpan balik kolegial dan
mendukung, memberikan guru kebebasan untuk mengembangkan kekuatan mereka dan
membangun hubungan yang kuat dengan lingkungan sekolah seperti orang tua atau pejabat, tetapi
pada saat yang sama mengambil peran pelindung sehingga tidak satu pun dari pengaruh ini yang
berlaku. Kepemimpinan instruksional, sebaliknya, telah dikaitkan dengan pengaturan tujuan
pendidikan, perencanaan kurikulum dan evaluasi guru dan pengajaran.Dalam paradigma ini, kepala
guru berfokus pada penciptaan lingkungan untuk pencapaian siswa yang lebih baik, untuk
mendorong pengajaran dan pembelajaran dan kualitas mereka(Fackler, 2016: 187).

2.1.2 Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

A. Tenaga Pendidik

1) Guru

a. Pengertian Guru

Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan
dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.
Dalam UU R.I. Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa:
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru yang profesional akan
tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian,
baik dalam materi maupun metode.

Guru merupakan unsur yang penting, meskipun tidak selalu harus ditafsirkan sebagai unsur yang
dominan dan guru sebagai ujung tombak pendidikan formal, perlu dibekali kemampuan kemampuan
yang dapat mendorong kreativitasnya. Untuk itu haruslah diketahui macam kemampuan yang
diharapkan dapat dimiliki peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar. Guru tidak lagi sebagai
pemberi ceramah dan penyaji informasi, lebih mengutamakan kemampuan merencanakan, dan
pengelolaan kelas. Guru harus menguasai materi pelajaran secara mantap dan mengembangkan
model belajar yang relevan dengan bahan pelajaran (Saragih,2008:27).

b. Kompetensi Guru

Menurut Tagela (2014:142-145), kompetensi merupakan gambaran tentang apa yang seyogyaganya
dapat dilakukan ( be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan , berupa kegiatan ,perilaku dan
hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan sesuatu dalam
pekerajaannya ,tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk
pengetahuan (knowledge) ,sikap(attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang
pekerjaannya.

Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogiyanya dilakukan
seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya,baik berupa kegiatan ,berperilaku,maupun hasil
yang dapat ditunjukkan.

Raka Joni (dalam Sudrajat, 2008), mengemukakan tiga jenis kompetensi guru yaitu:

1. Kompetensi professional: memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang
diajarkannya ,memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses belajar
mengajar yang diselenggarakan.

2. Kompetensi kemasyarakatan: mampu berkomunikasi ,baik dengan siswa, sesama guru ,maupun
masyarakat luas.
3. Kompetensi personal ; yaiu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan
demikian ,seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran:ing
ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa ,tut wuri handayani.

Pendidik dan guru dituntut memiliki seperangat kompetensi seasas dengan Sistem Pendidikan
Nasional . Pasal 28 PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan pendidik
adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi yaitu kompetensi
pedagogic,kepribadian,professional dan social. Empat jenis kompetensi guru yang tercantum dalam
penjelasan Peraturan No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ,yaitu:

Kompetensi pedagogik,terdiri dari 7 kompetensi yaitu:

1) Mengenal karakteristik anak didik.

2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

3) Pembangun kurikulum

4) Kegiatan pembelajran yang mendidik

5) Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik

6) Komunikasi dengan peserta didik

7) Penilaian dan evaluasi

Kompetensi kepribadian ,terdiri dari 3 kompetensi yaitu:

1) Bertindak sesuai dengan norma agama ,hokum,social,dan kebudayaan nasional Indonesia

2) Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan

3) Etos kerja,tanggung jawab yang tinggi ,rasa bangga menjadi guru.

Kompetensi sosial,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:

1) Bersikap inklusif, bertindak obyektif ,serta tidak diskriminatif

2) Komunikasi dengan sesama guru ,tenaga pendidikan,orang tua peserta didik dan masyarakat.

Kompetensi professional,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:

1) Penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran
yang diampu.

2) Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif.

Pengusaan empat kompetensi tersebt mutlak perlu dimiliki tiap guru untuk menjadi tenaga pendidik
yang professional seperti yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan Dosen . Kompetensi guru
dapat diartika sebagai kebulatan pengetahuan ,keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam
bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab dimiliki seorang guru dalam menjelaskan
profesinya. Bahasan ini dikemukakan tanpa bermaksud mengabaikan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki seorang guru. Betapa kompetensi kepribadian perlu mendapat perhatian yang lebih.
Sebab,kompetensi ini berkaitan dengan idealisme dan kemampuan guru untuk dapat memahami diri
sendiri dalam kapasitasnya sebagai pendidik yang memimpin proses pendidikan dan pembelajaran
disekolah.
c. Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik (Guru)

Menurut Husein Umar (2000) dalam Kompri (2015: 84-85) Langkah-langkah yang dilakukan dalam
manajemen sumber daya manusia melalui:

1. Perencanaan.

Perencanaan adalah suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga pendidik untuk suatu
periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara-cara tertentu. Melalui
perencanaan sumber daya manusia yang matang,produktivitas kerja dari tenaga yang ada sudah
dapat ditingkatkan. Hal ini dapat terwujud melaui adanya penyesuian tertentu,seperti peningkatan
disiplin kerja dan peningkatan keterampilan sehingga setiap orang menghasilkan sesuatu yang
berkaitan langsung dengan kepetingan organisasi (Siagian, 2008: 45).

According to Fry (2009:40) Planning teaching and learning is a fundamental aspect of the role of
academic staff. The activities involved are not carried out in a vacuum, but rather in accordance with
the nature of the institution. Academic staff might reasonably be expected to have an understanding
of the culture of the institution in which they operate: the mission and vision of the organisation; the
aspirations, the ethos and values. The culture and the ethos of the institution inevitably influence
the curriculum.

Menurut Fry (2009:40) Perencanaan pengajaran dan pembelajaran merupakan aspek mendasar dari
tenaga kependidikan. Kegiatan yang terlibat tidak dilakukan dalam ruang hampa, tetapi lebih sesuai
dengan sifat lembaga. Tenaga kependidikan mungkin diharapkan untuk memiliki pemahaman
tentang budaya institusi tempat mereka beroperasi: visi dan misi organisasi; aspirasi, etos dan nilai-
nilai. Budaya dan etos dari institusi itu pasti mempengaruhi kurikulum.

2. Rekrutmen.

Rekrutmen (recruitment) adalah langkah awal dalam pengadaan (procurement) karyawan.


Rekrutmen seperti dikemukakan oleh Keith Devis adalah the process of dindong and attracting
capable application for employment (Wether dam Davis, 1993: 195) definisi lain adalah recruitment
is the process of seeking and attemping to attrack individuals in eksternal labor markets who are
capable (Heneman, et.al., 1981: 154). Sejalan dengan kedua definisi tersebut Byars dan Reu
(1984:1000) menyebutkan Recruitmet involves seeking in attracting a pool of people from which
qualified candidate for job vapanciescan be chosen.

Suryadi (2005:104-105) Dalam kaitannya dengan sistem pengelolaan guru, termasuk sistem
rekruitmen guru dalam era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, sepatutnya
mempertimbangkan empat pihak terkait, yaitu pemerintah, termasuk di dalamnya pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, pihak sekolah itu sendiri sebagai Service providers, pihak LPTK sebagai
pemasok guru dan pihak masyarakat termasuk di dalamnya orangtua murid. Hasil studi yang
dilakukan oleh World Bank, (1997) mengungkapkan bahwa pengelolaan guru harus berdampak
secara positif terhadap sekolah. Oleh karena itu agar sekolah memiliki kinerja yang baik, maka
dibutuhkan guru yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan para pengguna, yaitu pemerintah,
sekolah,siswa dan orang tua.

Selama sepuluh tahun terakhir, kualifikasi guru terus meningkat, baik karena pendidikan tambahan
maupun karena persyaratan untuk penerimaan guru baru ditingkatkan. Misalnya, jika hingga akhir
tahuan 1980-an kualifikasi guru SD adalah pendidikan menengah (SPG, SGO, PGA), maka mulai tahun
1990-an ditingkatkan menjadi D-II.

Pendidik atau kualifikasi akademik minimum calon guru ditentukan sebagai persyaratan guru
(minimum requirement for teacher candidate) yang diperlukan pada sebuah Negara. Sebagian
Negara mensyaratkan diploma untuk calon guru jenjang pendidikan tertentu,sebagian lagi
mensyaratkan sarjana (undergraduate) atau master. Sebagian Negara memisahkan antara
pendidikan kualifikasi dengan pendidikan khusus calon guru,sebagian lagi menggabungkan
keduanya. Di beberapa Negara, seorang penyandang gelar undergraduate atau master memasuki
pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikat guru. Di Negara lainnya, guru disiapkan melalui
lembaga khusus yang mengkombinasikan pendidikan untuk kulaifikasi dan untuk memperoleh
sertifikat guru.

Pertanyaan tentang pengetahuan, sikap, perilaku, dan keterampilan apa yang harus dimiliki oleh
calon guru banyak mengundang perdebatan. Namun demikian, pada intinya calon guru harus
dibekali dengan kemampuan memfasilitasi peserta didik untuk bisa mengakuisisi pengetahuan ,
mengembangkan sikap dan perilaku peserta didik,serta mampu berperan aktif dalam masyarakat .
Karenanya ,secara umum kurikulum pendidikan bagi calon guru dapat dibagi kedalam beberapa
ranah.

a. Pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan filsafat pendidikan,sejarah


pendidikan ,psikologi pendidikan,dan sosiologi pendidikan.

b. Pengetahuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan evaluasi pendidikan ,serta
pengembangan ilmu.

c. Pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan bidang studi bagi calon guru bidang
studi dan kegurukelasan bagi calon guru kelas.

d. Pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh melalui praktik mengajar dikelas atau
bentuk lain dari praktik pendidikan, kegiatannya dapat berupa praktik
mengajar ,observasi,magang,dan sebaginya.

Menurut Windsor dan Rowland (2005) dalam (Suryadi,2015:105), melakukan survei terhadap
sekelompok administor sekolah mengenai calon guru yang mereka inginkan. Administor sekolah
yang disurvei ternyata menghendaki calon guru yang memiliki sifat-sifat spesifik atau keterampilan
yang merupakan ciri khas dari seorang guru yang efektif . Karakteristik calon guru yang dikehendaki
sebagai berikut ini.

a) Memiliki kepribadian yang asli, yaitu tulus dan rendah hati setiap saat.

b) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, tertulis dan lisan. Guru-guru yang memiliki pola
berpikir yang buruk atau berkomunikasi dengan cara yang tidak jelas dengan cepat akan membawa
guru itu segera keluar dari lembaganya yang bertugas.

c) Menjadi pendengar yang baik dan memahami apa yang dikomunikasikan kepadanya.

d) Memilki sikap yang kooperatif. Calon guru yang dikehendaki adalah individu-individu yang
fleksibel dan mudah bekerjasama dengan komunitas sekolah dan masyarakat.

e) Memiliki pandangan positif pada pengajaran ,pembelajaran ,dan siswa.

f) Dapat dipercaya dan diandalkan . Guru harus mampu menampilkan peran guru model untuk
siswa dan dia sangat unggul dalam bidang ini.
g) Memahami apa yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang efektif .Mereka harus mengetahui
tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mampu memfasilitasi proses pembelajaran.

h) Dapat mengelola siswa didalam dan diluar sekolah .

i) Memilki sikap ambisius untuk mencapai presatasi dan bekinerja terbaik. Administrator sekolah
menghendaki guru yang mampu menjadi pemrakarsa kegiatan dan aneka acara. Guru yang mereka
kehendaki adalah yang bisa membuat sesuatu menjadi benar-benar terwujud.

j) Memiliki keterampilan kepemimpinan,tampil hati-hati dan tidak berperilaku kasar.

k) Memiliki pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip yang berlaku umum di pendidikan psikologi.
Calon guru dapat menggunakan dan mengaplikasikan istilah-istilah seperti penguatan , penguasaan,
tujuan pembelajaran,dan hasil belajar khususnya ketika berbicara tentang proses belajar.

l) Memahami materi pelajaran dengan baik dan dapat menyajikannya secara merangsang dan
menarik.

m) Memiliki kemampuan lebih dari satu mata pelajaran . administrator sekolah menghendaki
calon guru yang memiliki kemampuan mengajar untuk lebih dari satu subjek area.Bagi calon guru
sekolah dasar ,mereka menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan
mengajar diberbagai tingkat kelas.

n) Memiliki harapan atas standar pribadi yang tinggi dan profesionalis ,namun tidak menampilkan
kekakuan. Bagi mereka , guru yang baik harus memahami realitas siswanya.

o) Dapat memodifikasi teknik pengajaran untuk mengakomodasi keragaman kemampuan siswa


dan gaya belajar mereka yang berbeda.

p) Dapat menghubungkan kegiatan mengajar dengan tujuan lain dari aneka kegiatan sekolah.

q) Mampu mengorganisasikan kegiatan bersama guru lainnya. Juga memiliki kemampuan


melakukan tindak lanjut atas aneka kegiatan.

r) Memiliki selera bagus dalam berpakaian. Bagus dalam berdandan akan sangat mengesankan
siswa.

s) Memiliki selera humor yang baik. Tersenyum atau tertawa adalah jarak terpendek diantara dua
orang.

t) Memiliki semangat untuk berkembang sebagai seorang professional. Administrator sekolah


menghendaki calon guru yang terbuka dengan ide-ide ,teknik, dan pendekatan baru yang dapat
meningkatkan efektivitas kerja guru secara keseluruhan.

3. Seleksi.

Menurut T. Hani Handoko (1988) dalam (Kompri, 2014: 99-100), mengatakan bahwa seleksi adalah
serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskann apakah pelamar diterima atau ditolak.
Proses seleksi pegawai dengan bervariasi pada organisasi dengan organisasi lain dan pekerjaan satu
dengan pekerjaan lain. Proses ini termasuk pemanduan kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan
organisasi .proses seleksi ini penting karena melalui proses ini akan diperoleh karyawan mempunyai
kemampuan yang tepat sesuai dengan yang diperlukan oleh organisasi. Langkah-langkah dalam
proses seleksi ini adalah a) penerimaan pendahuluan pelamar, b) tes-tes seleksi, c) wawancara
seleksi, d) pemeriksaan referensi-referensi, e) evaluasi medis (tes kesehatan), f) wawancara akhir
dan g) keputusan penerimaan .

According to James (2016: 36), Key factors cited by heads of department in judging departmental
effectiveness include:

· Quality of the teaching in the department

· Extent to which departmental staff work together as a team

· Commitment/enthusiasm of teaching staff

· High staff expectations of students

· Prior attainment of students (at intake to school)

· The extent to which independent student learning is fostered

· Examination results.

The first three factors highlighted the significance of consistency and quality of teaching in the
department. Similarly, in reviewing the relative school and teacher effects in the literature,
consistency in teacher effectiveness in the department is stressed.

Menurut James (2006:136) Faktor-faktor kunci yang diambil oleh kepala lembaga dalam menilai
efektivitas lembaga meliputi:

· Kualitas pengajaran di lembaga.

· Seberapa banyak tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai satu tim.

· Komitmen/ antusiasme tenaga pendidik.

· Ekspektasi tenaga pendidik yang tinggi terhadap siswa.

· Pencapaian siswa (sebelum masuk sekolah).

· Sejauh mana pembelajaran siswa secara independen dipupuk.

· Hasil ujian.

Tiga faktor pertama menyoroti pentingnya konsistensi dan kualitas mengajar di departemen.
Demikian juga dalam meninjau sekolah relatif dan dampak bagi guru dalam literatur, konsistensi
dalam efektivitas guru di departemen ditekankan.

4. Place (penempatan)

Penempatan dilakukan untuk melakukan penyesuaian antara kebutuhan sekolah dengan spesifikasi
keahlian masing-masing tenaga kependidikan yang diterima di sekolah tersebut. Penempatan
(placement), penempatan sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan
menejer sumber daya manusia untuk menentukan posisi jabatan, lokasi kerjaseorang karyawan
untuk melakukan tugas pekerjaan didalam organisai (Sitohang, 2007: 149). Kemudian dilakukan
sosialisasi yaitu proses pemahaman sikap, standar, nilai dan pola perilaku yang baru (Siagian, 2000:
9) dengan upaya ini diharapkan memudahkan tenaga kerja baru memahami lingkungan kerja yang
ditempatinya. Dalam penempatan, yang perlu diperhatikan adalah kepentingan pegawai baru yang
meliputi:

a) Penghasilan

b) Jam kerja

c) Hak cuti

d) Fasilitas yang disediakan

e) Pendidikan dan pelatihan

f) Perihal pensiun

Menururt Purwanto (2014:123-127), pemberian tugas pekerjaan kepada guru merupakan tanggung
jawab kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan supervisor disekolah yang dipimpinnya
harus dapat memperhatikan sistem penempatan guru dalam kelas.

Masalah pemberian tugas/penempatan guru dalam kelas merupakan masalah penting dalam
rangka supervise yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Kita mengenal sediktnya tiga sistem,
yaitu:

1) Sistem guru kelas

2) Sistem guru bidang studi

3) Sistem campuran

Yang dimaksud dengan sistem guru kelas ialah seperti yang yang lazim berlaku di SD sampai kita
sekarang. Setiap guru diserahi satu kelas yang terdiri atas sejumlah murid selama satu tahun atau
lebih. Tugas guru tersebut mengajarkan semua mata pelajaran yang berlaku dikelas iitu, masing-
masing sesuai dengan tingkat dari kelas satu sampai enam.

Yang dimaksud dengan sistem guru bidang studi ialah seperti yang biasa berlaku di SMTP dan SMTA
kita sekarang. Setiap guru mengajarkan di beberapa kelas ,mata pelajaran yang sesuai dengan
keahliannnya seperti tercantum didalam ijazah keguruannya.

Sedangkan sistem campuran ialah gabungan dari kedua sistem tersebut diatas. Didalam suatu
sekolah yang menggunakan sistem campuran terdapat:

· Guru-guru yang diserahi kelas, tetapi ada pula beberapa guru yang mengajarkan mata
pelajaran tertentu ditiap kelas.

· Guru-guru yang diserahi kelas, pada jam-jam pelajaran tertentu mengajarkan mata pelajaran
yang sesuai dengan keahlian /hobinya dikelas lain.

Ketiga sistem tersebut masing-masing ada kebaikan dan keburukannya.

a) Sistem guru kela

Kebaikannya:

• Guru dapat mengenal lebih mendalam individu-individu murid masing-


masing :wataknya,bakatnya,tingkah lakunya,tingkat intelegensinya, kelambatan/kecepatan daya
tangkapya,cara belajranya, dan sebagainya.
• Itu semua dapat memudahkan guru dalam memberikan peljaran dan cara mengevaluasi yang
lbih objektif.

• Guru terpaksa belajar menguasai semua mata pelajaran yang diberikan dikelas itu.

Keburukannya :

• Tidak semua guru menyukai semua mata pelajaran ,tentu ada beberapa mata pelajaran yang
tidak disukainya.

• Guru setiap hari menghadapi kelas/murid-murid yang itu-itu saja ,memungkinkan dia menjadi
bosan.

• Jika itu bertahun-tahun memegang satu tingkat kelas ,dapat mengakibatkan pengetahuan
guru itu statis.

b) Sistem guru bidang studi

Kebaikannya :

• Cara mengajar dan hasil belajar dapat lebih baik karena dipegang /diberikan oleh guru-guru
yang menguasai haknya.

• Guru tidak lekas bosan mengajar karena selalu berganti kelsa dan murid-muridnya .

• Memungkinkan guru memperdalam haknya lebih baik,menjurus kepada hobi dan keahliannya.

Kekurangannya :

• Guru kurang dapat mengenal dengan baik pribadi individu masing-masing anak sehingga dia
kurang dapat menyesuaikan pelajarannya dengan kemampuan anak masing-masing.

• Pekerjaan koreksi guru itu terlalu banyak sehingga memungkinkan penilaian yang tidak
objektif .

• Jika guru orang yang statis ,dapat menyebabkan guru mengajar secara konservatif-
tradsonal ,tidak mengikuti perkembangan masyarakat.

c) Sistem campuran

Melihat kebaikan dan keburukan tersebut diatas ,kita dapat mengatakan sistem campuran lebih baik
.Tetapi ,kita mengetahui bahwa kecocokan kedua sistem itu berbeda-beda: sistem guru kelas lebih
baik untuk SD ,sistem guru hak lebih baik untuk SL.

Kami berpendapat sebagai berikut:

a) Sistem guru bidang studi tetap dipertahankan di SLP dan SLA . Dan untuk mengatasi keburukan-
keburukannya ,perlulah disekolah itu dibentuk petugas bimbingan yang terdiri atas konselor-
konselor yang benar-benar memiliki keahlian dan mempunyai kemauan bekerja yang baik.

b) Untuk di SD ,disamping sistem guru kelas diadakan pula sistem campuran. Pertimbangan kami
ialah karena tidak semua mata pelajarn disukai oleh guru , dan ada mata pelajaran yang memerlukan
keahlian atau bakat tertentu ,seperti menggambar ,olahraga, dsb.

Cara memilih dan menempatkan guru dalam kelas


a. Penempatan guru-guru SMTP/SMTA

Kami berpendapat bahwa sistem guru bidang studi tetap dipergunakan di SMTP/SMTA . Akan
tetapi ,dalam pelaksanaan praktek sehari-hari ,kita dapat meihat cara penempatan dan pembagian
tugas yang masih kurang sesuai dengan yang seharusnya.Banyak SMTP maupun SMTA yang
mengadakan pembagian mengajar kepada guru-guru hanya berdasarkan “keadilan” dalam
banyaknya jumlah pelajaran. Setiap guru disekolah itu diusahakan agar jumlah jam pelajarannya
dalam seminggu rata-rata sama atau hampir sama dengan guru-guru lain.

Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pembagian tugas itu hanyalah “pembagian rezeki” yang
adil bagi semua guru .(ini akibat dari adanya tunjangan BP3 yang selalu berdasrkan atas banyaknya
jam pelajaran yang dipegang oleh guru masing-masing).

Akibat dari padanya dapat kita lihat:

§ Guru tidak menguasai bahan yang diajarkan.

§ Persiapan guru tidak teratur (tidak sempat membuat persiapan).

§ Cara mengajar yang semaunya saja.

§ Kebencian dan kebosanan belajar pada murid-murid.

§ Tidak adanya kontinuitas bahan pelajaran dari kelas satu kekelas berikutnya.

§ Mutu pelajaran yang makin merosot.

§ Kurikulum sekolah tidak tercapai.

Untuk menghindari jangan sampai terjadi hal-hal yang demikian,maka dalam penempatan tugas dan
pembagian tugas guru-guru di SMTP dan SMTA perlu diperhatikan:

§ Setiap guru memegang hak sesuai dengan ijazah atau keahliannya masing-masing.

§ Untuk kelas-kelas tertinggi perlu dipilih guru-guru yang berpengalaman.

§ Untuk bidang studi yang tidak ada gunanya ,dapat diserahkan kepada guru yang mempunyai hobi
pada hak tersebut (sebelum guru hak yang bersangkutan dapat diusahakan).

Pembagian tugas wali kelas:

Karena disekolah lanjutan tidak menggunakan sistem guru kelas, maka untuk lebih membantu
kepala sekolah dalam usahanya mengawasi kelas dan memperhatikan individu-individu anak masing-
masing ,perlulah dibentuk wali-wali kelas.

Pembagian tugas wali kelas sebaiknya didasarkan atas pertimbangan:

a) Banyaknya jam pelajaran yang diajarkan guru kelas itu

b) Kewajiban guru terhadap kelas itu ,dan

c) Sedapat mungkin guru tetap di sekolah itu.

Tugas wali kelas harus jelas (dibuat peraturan yang terinci).

5. Penampilan dan Penilaian Kerja


Penampilan kerja sangat dibutuhkan oleh guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Penampilan
kerja yang standar adalah penampilan kerja yang memenuhi standar baku penetapan kualifikasi guru
yang telah dibuat oleh sekolah. Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkrit dapat
diamati dan dapat diukur.

Penilaian kerja menurut Castetter (1981) merupakan salah satu proses manajemen sumber daya
manusia, dimana setiap proses tersebut mempunyai kaitan yang saling menunjang yaitu
perencanaan, penyeleksian, penempatan, penilaian kinerja dan pengembangan, kompensasi dan
penawaran kolektif. Ruang lingkup penilaian kinerja meliputi siapa yang dinilai, siapa yang menilai,
dan apa yang dinilai, dan cara penilaian.

According OECD (2009: 199) For each aspect of teachers’ work, the same model is estimated to
examine the relation with principals’ management styles. The model statistically controls for a
number of teachers’ professional and personal characteristics: gender, level of experience as a
teacher, educational training, permanency of their teaching position, number of hours they teach,
how many schools they teach in, and how much administrative work they undertake. Estimated for
each country, this basic statistical model represents the main components of the teacher’s
professional background and summary conditions of their position within their school.

Menurut OECD (2009: 199) Untuk setiap aspek pekerjaan guru, model yang sama diperkirakan
untuk memeriksa hubungan dengan gaya manajemen kepala sekolah. Model ini secara statistik
mengontrol sejumlah karakteristik profesional dankepribadian guru: jenis kelamin,tingkat
pengalaman sebagai guru, pelatihan pendidikan, kesesuaian posisi mengajar mereka, jumlah
jammereka mengajar, berapa banyak sekolah yang mereka ajar, dan berapa banyak pekerjaan
administratif yang mereka lakukan. Diperkirakan untuksetiap negara, model statistik dasar ini
mewakili komponen utama latar belakang profesionalisme gurudan ringkasan kondisi posisi mereka
di sekolah mereka.

6. Pelatihan dan Pengembangan

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai bidang kehidupan,
terutama dilakukan melalui pendidikan. Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan
memberikan manfaat pada lembaga berupa produktifitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta
fleksibilitas lembaga dalam mengidentifikasi lingkungan baik dari dalam maupun dalam dari luar
lembaga yang bersangkutan.

Program pelatihan (training) bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan
teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan untuk
menyiapkan pegawainya siap memangku jabatan tertentu di masa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek, seperti peningkatan dalam
keilmuan. Program latihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi “gap” antara
kecakapan guru dengan permintaan jabatan, selain itu juga untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja tenaga kependidikan dalam mencapai sasaran kerja. Untuk melaksanakan program
pelatihan dan pengembangan manajemen hendaknya melakukan analisis belajar tentang kebutuhan,
tujuan, sasaran, serta isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar pelaksanaan program pelatihan
tidaklah sia-sia.

According to Aitken (2011: 355) The school had experienced ongoing and significant changes at
management level over a seven year period, with five different Principals and seven different Deputy
Principals. Each new managerial combination brought its own different style of leadership and
transitional difficulties. Adapting to such significant and ongoing change in the short time-span
involved, proved both challenging and destabilising for teachers. The findings in this study also
support those of Flores (2006), who found that how teachers perceive a school culture and
leadership can affect the ways in which they learn and develop over time, particularly if they
perceive the culture as negative. In line with research by both Hargreaves (1994) and Fullan (2001),
this study suggests that cultures of collaboration are most supportive of teachers’ development and
morale.

Menurut Aitken (2011: 355) Sekolah yang telah mengalami perubahan berkelanjutan dan signifikan
di tingkat manajemen selama periode tujuh tahun, dengan lima Kepala Sekolah yang berbeda dan
tujuh Wakil Kepala Sekolah yang berbeda. Setiap kombinasi manajerial baru membawa gaya
kepemimpinan dan kesulitan transisionalnya yang berbeda. Beradaptasi dengan perubahan yang
signifikan dan berkelanjutan dalam rentang waktu singkat yang terlibat, terbukti menantang dan
tidak stabil bagi para guru. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung Flores (2006), yang
menemukan bahwa bagaimana guru merasakan budaya dan kepemimpinan sekolah dapat
mempengaruhi cara mereka belajar dan berkembang dari waktu ke waktu, terutama jika mereka
menganggap budaya sebagai negatif. Sejalan dengan penelitian oleh Hargreaves (1994) dan Fullan
(2001), penelitian ini menunjukkan bahwa budaya kolaborasi sangat mendukung pengembangan
dan moral guru.

According to European Commission (2014:27) Strategic vision and leadership is needed to address
these perceptions and to more fully engage staff in the potential offered by new modes of learning
and teaching. Institutional leaders need to consistently communicate the expectation that all staff -
while recognising the scope for doing so will differ across disciplines - must become more active,
skilled and experienced in using new, innovative pedagogical tools and provide the support they
need to meet that expectation. Institutional strategies should set out a coherent framework for the
development of new modes of delivery as part of an institution’s offering, the embedding of
innovative technologies and pedagogies in curricula, and the provision of appropriate training for
academic staff and students.

Menurut European Commission (2014:127) Visi dan kepemimpinan strategis diperlukan untuk
mengatasi persepsi dan hal ini lebih banyak melibatkan staf dalam potensi yang ditawarkan oleh
mode pembelajaran dan pengajaran baru. Pemimpin lembaga/institusi harus secara konsisten
mengkomunikasikan harapan bahwa semua staf –sementara mengakui ruang lingkup untuk
melakukannya akan berbeda di seluruh disiplin ilmu- harus menjadi lebih aktif, terampil, dan
berpengalaman dalam menggunakan pedagogi baru yang inovatif dan memberikan dukungan yang
mereka butuhkan untuk memenuhi harapan itu. Strategi kelembagaan harus menetapkan kerangka
koheren untuk pengembangan mode pentransferan baru sebagai bagian daripelembagaan lembaga,
penyertaan teknologi inovatif dan pedagogi kurikulum, dan penyediaan pelatihan yang sesuai untuk
tenaga kependidikan dan siswa.

7. Kompensasi

Kompensasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima guru sebagai balas jasa untuk kerja
mereka (Umar, 2000: 16) informasi dalam kompensasi, sistem menyediakan untuk anggota adalah
dibutuhkan untuk semua tujuan, menambah informasi untuk daftar gaji, penghitung, penyeleksian
dan pelaporan rekaman.Salah satu mereka untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan
kepuasan kerja para tenaga kependidikan adalah melalui kompensasi.

8. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja perlu terus dibina agar dapat meningkatkan kualitas keselamatan kerja guru.
Jaminan keselamatan kerja, jaminan personil merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sebuah
organisasi baik yang bersifat moral maupun fisik. Tentunya dalam hal ini keterkaitan dengan kinerja
seorang personil dalam sebuah organisasi, sebab kalau seorang manajemen tidak memperhatikan
jaminan jaminan personilnya maka akan mengurangi kinerja bagi personil dalam melakukan
tugasnya.

9. Pengembangan karier

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas
dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas
guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan
kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi
aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas
mulia tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda
memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai
individu maupun sebagai profesional. Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah. Hal
ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu pencermatan
lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut
dapat menghalangi upaya pengembangan profesi guru (Mustofa, 2017: 81).

10. Kelanjutan (pensiun)

Akhir dari karier seorang guru adalah memasuki masa pensiun, dimana kondisi tenaga kependidikan
yang tidak bekerja lagi, namun mendapat kompensasi dari pemerintah sebagai hasil kerjanya dalam
mengabdi di institusi pendidikan. Pelayanan berkelanjutan/pensiun, pensiunan merupakan suatu
peristiwa penting dalammkehidupan seseorang, dan organisai mempunyai tanggung jawab utama
dalam memudahkan peralihan dari suatu tahap kepada tahap yang lain. Menurut Filippo pensiun
saat ini merupakan suatu peran tanpa peran, pensiun memaksa suatu peningkatan dalam ruang
lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi seseorang (Edwin, 1992: 283).

2) Konselor

a. Pengertian Bimbingan Konseling

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan. Konseling adalah bantuan yang
diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan
cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya (Soetjipto, 2009: 62-63).

Menurut Nursalim (2013:15-18), kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih strategi
konseling adalah sebagai berikut:

1. Pilihan konselor

Konselor yang baik adalah seseorang yang menguasai beberapa ketrampilan/strategi, dan yang siap
menerapkan strategi tersebut utuk memenuhi kebutuhan konseli yang berbeda-beda.

2. Dokumentasi strategi

Telah tersedia bermacam-macam data hasil penelitian tentang strategi konseling. Data ini dapat
membantu menentukan strategi mana yang telah berhasil mengatasi brmacam-macam problem
konseli.

3. Faktor lingkungan

Faktor-faktor dalam lingkungan konseling dapat berpengaruh apakah suatu strategi praktis atau
tidak. Hal ini meliputi waktu, biaya, peralatan, peranan orang-orang penting lainnya dan adanya
lingkungan alam yang mendukung.

4. Sifat problem dan reaksi konseling

Konselor bertanggung jawab untuk memberikan keputusan yang didasarkan pada penilaian masalah
konseli. Strategi hendaknya mencerminkan sifat masalah konseli. Tentu saja hal ini memerlukan
penilaian problem secara menyeluruh dan perumusan problem dan tujuan dari strategi tertentu.

5. Tujuan yang diinginkan

Pilihan strategi juga bergantung pada tujuankonseli. Permasalahan yang berkaitan dengan pemilihan
biasanya paling baik digunakan strategi pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik, bermain
peran, atau peran balik.

6. Pilihan konseling

Pemilihan strategi konseling yang baik merupakan hasil keputusan bersama antara konselor dan
konseli. Keliru apabila konselor memilih strategi dengan mengabaikan masukan dari konseli. Upaya
untuk menyesuaikan dengan harapan dan keinginan konseli sering kali menghasilkan terapi yang
lebih positif.

b. Kompetensi Guru Bimbingan Konseling (Konselor)

Menurut Gusfar (2013: 162-163) Kompetensi Guru BK/Konselor meliputi tujuh hal yaitu:

1) Menguasai ilmu pengetahuan pada bidang yang ditekuni

2) Menguasai teknologi pada bidang yang ditekuni

3) Mampu berpikir logis

4) Mampu berpikir analitik


5) Mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan

6) Mampu bekerja mandiri

7) Bekerja dalam tim kerja

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik
Kompetensi Konselor(SKAKK) menyatakan bahwa kompetensi professional meliputi:

1. Memahami secara mendalam konseli yang dilayani

2. Menguasai landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling

3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan; dan

4. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan

c. Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik

Menurut Samsuardi (2016: 132-136), manajemen perencanaan tenaga pendidik dalam hal ini
berkaitan dengan perencanaan. Rekrutmen dan seleksi berkaitan dengan hal-hal tertentu dengan
berbagai aspek mengenai kebijakan program pembinaan dan penilaian kinerja, serta sasaran dalam
kegiatan pembinaan dan penilaian kinerja tenaga pendidik. Sedangkan kompensasi tenaga pendidik
berhubungan dengan aspek-aspek tertentu mengenai kebijakan, dasar dan prosedur serta sasaran
pokok program kompensasi. Apabila kesemuan proses tersebut dilakukan dengan baik maka akan
menghasilkan tenaga pendidik profesional yang secara langsung maupun tidak langsung menunjukan
baik tidaknya pola manajemen tenaga pendidik yang dilakukan.

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu
perencana terhadap kualifikasi kompetensi guru dalam sebuah kelembagaan menjadi sesuatu hal
yang penting yang akan menentukan adanya perbedaan kinerja satu organisasi dengan organisasi
lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan rekruitmen guru
merupakan suatu cara dalam melakukan peningkatan dini bagi calon guru dengan terlebih dahulu
harus mempersiapkan diri dengan berbagai kompetensi yang memadai sehingga mau diterima di
sekolah tersebut. Oleh karenanya, rekruitmen merupakan suatu hal yang penting dilakukan dengan
melibatkan berbagai pihak untuk mendapatkan sumber daya pendidikan yang potensial dalam
sebuah kelembagaan pendidikan.

2. Pengembangan

Sehubungan dengan pengembangan kompetensi pedagogik guru, peran kepala sekolah dapat
diupayakan melalui penyelenggaraan berbagai program kegiatan sebagai berikut:

a. Pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Program MGMP merupakan salah satu program pengembangan kompetensi guru yang cukup efektif
bagi peningkatan kualitas guru mengelola pembelajaran sehingga menjadi tenaga pengajar yang
betul-betul profesional.

b. Memotivasi guru Mengikuti Kursus Kependidikan


Program kursus kependidikan bertujuan penting agar guru dapat mengikuti kursus yang berkaitan
dengan spesialisasi keahliannya masing-masing demi peningkatan kompetensi pedagogiknya ke arah
yang lebih baik.

c. Memotivasi Guru Untuk Ikut Sertifikasi

Program sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.23Maka dengan itu, upaya memotivasi guru ikut sertifikasi menjadi tanggung jawab kepala
sekolah selaku pemimpin tertinggi di sekolah yang harus mengelola sumber daya sekolah, termasuk
dengan melakukan pengembangan dan pemberdayaan personil.

d. Mengadakan Lokakarya (Workshop)

Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugaspetugas
pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara
kelompok maupun bersifat perorangan. Masalah yang dibahas muncul dari peserta sendiri, metode
pemecahan masalah dengan cara musyawarah dan penyelidikan.

e. Mengadakan Penataran Guru

Adapun bentuk penyelenggaraan penataran dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1)
Sekolah yang bersangkutan mengadakan penataran sendiri dengan menyewa tutor (penatar) yang
dianggap profesional dan dapat memenuhi kebutuhan. 2) Sekolah bekerja sama dengan sekolah-
sekolah lain atau lembaga-lembaga lain yang sama-sama membutuhkan penataran sebagai upaya
peningkatan kompetensi tenaga kependidikannya. 3) Sekolah mengirimkan atau mengutus para guru
untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh sekolah lain, atau lembaga departemen yang
membawahi

f. Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah

Supervisi mempunyai pengertian luas yang merupakan usaha memberikan layanan kepada guru-
guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dalam
peningkatan mutu pendidikan. Sebagai supervisor, kepala sekolah diharuskan melakukan upaya
pengawasan serta pengarahan bagi guru untuk dapat meningkatkan profesionalitasnya dalam
mengajar di sekolah.

g. Mengadakan Rapat Sekolah

Rapat sekolah merupakan pertemuan yang cukup penting untuk mendiskusikan berbagai hal,
termasuk dalam memecahkan masalah yang dihadapi guru untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan guru dalam mengajar. Rapat guru dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas guru
dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. Salah satu bentuk rapat guru yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah ialah konferensi atau musyawarah yang bertujuan untuk
membimbing guru-guru agar lebih efektif dalam perbaikan pengajaran di sekolah.

3. Kompensasi, Penilaian dan Pemberhentian Tenaga Pendidik

Kompensasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Disebutkan dalam
Undang-Undang pasal 32 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa untuk
meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Usaha
kesejahteraan tersebut meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan,
tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil. Setiap pekerja
yang telah memberi atau mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu perusahaan, maka
pemberian kompensasi menjadi sesuatu yang layak diberikan dalam mendorong karyawan supaya
bekerja lebih giat serta lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi akan mempengaruhi performance
karyawan pada suatu lembaga perusahaan. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan sebagai
dasar dalam memberikan kompensasi di antaranya: (a) waktu, dimana pegawai dibayar berdasarkan
waktu yang telah dilaksanakan dalam pekerjaannya, (b) produktivitas, yaitu pemberian kompensasi
berdasarkan jumlah pekerjaan yang telah dihasilkannya, (c) metode kombinasi, dimana tenaga
pendidik dibayar dengan car mengkombinasikan kedua metode di atas, misalnya selain gaji yang
diterima juga ditambah beberapa jenis insentif lain.

B. Tenaga Kependidikan

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 35 ayat 1 Tenaga Kependidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan
SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas

Anda mungkin juga menyukai