Anda di halaman 1dari 4

Farmakologi Kortikosteroid1

PENDAHULUAN
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai respon atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh
kelenjar hipofisis dan rangsangan angiotensin II. Hormon ini berperan pada berbagai sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya sebagai respon terhadap stress, sistem kekebalan tubuh, dan
reaksi inflamasi, metabolism karbohidrat, katabolisme protei , kadar elektrolit darah, serta
perilaku seseorang.
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis yang
menonjol darinya, yakni :
1. Glukokortikoid ( contohnya kortisol ) yang berperan dalam pengendalian metabolism
karbohidrat, lemak, dan protein, memiliki efek anti inflamasi dengan cara menghambat
enzim fosfolipase A2, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinophil
2. Mineralokortikoid (contoh aldosteron yang berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air
dengan cara retensi air dan garam di ginjal.
FARMAKOKINETIK
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Kadar
kortikosteroid yang tinggi dapat dicapai dengan cepat dalam cairan tubuh, jika ester kortisol dan
derivat sintetiknya diberikan secara IV. Efek kortisol dan ester memiliki durasi yang lama dapat
diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai
kerja dan lama kerja karena perubahan struktur juga mempengaruhi afinitas terhadap
reseptor,dan ikatan protein. Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang synovial.Penggunaan jangka panjang atau penggunaan pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal.
Pada keadaan normal, 90% kortisol terikat pada dua jenis protein plasma yaitu globulin
pengikat kortikosteroid dan albumin. Afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatnya
rendah,sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi kapasitas ikatnya relatif tinggi. Oleh karena
itu,kortikosteroid pada kadar rendah atau normal, sebagian besar kortikosteroid terikat
padaglobulin. Bila kadar kortikosteroid meningkat jumlah hormon yang terikat albumin dan
bebas juga meningkat, sedangkan yang terikat globulin sedikit mengalami perubahan.
Kortikosteroid berkompetisi sesamanya untuk berikatan dengan globulin pengikat kortikosteroi;
kortisol mempunyai afinitas tinggi sedangkan metabolit yang terkonyugasi dengan asam
glukuronat danaldosteron afinitasnya rendah.Kehamilan atau penggunaan estrogen dapat
meningkatkan kadar globulin pengikatkortikosteroid, kortisol plasma total dan kortisol bebas
sampai beberapa kali, namun hal initidak terlalu bermakna terhadap fungsi
tubuh.Biotransformasi steroid terjadi di dalam dan di luar hati. Metabolitnya merupakansenyawa
inaktif atau berpotensi rendah. Semua kortikosteroid yang aktif memiliki ikatanrangkap pada
atom C 4,5 dan gugus keton pada atom C 3 . Reduksi ikatan rangkap C 4,5 terjadi didalam hati
dan jaringan ekstrahepatik serta menghasilkan senyawa inaktif. Perubahan gugusketon menjadi
gugus hidroksil hanya terjadi di hati. Sebagian besar hasil reduksi gugus keton pada atom C 3
melalui gugus hidroksinya secara enzimatik bergabung dengan asam sulfat atauasam glukuronad
membentuk ester yang mudah larut dan kemudian diekskresi. Reaksi ini terutama terjadi di hepar
dan sebagian kecil di ginjal.Oksidasi gugus 11- hidroksil yang reversibel terjadi secara cepat di
hepar dan secara lambat di jaringan ekstrahepetik. Kortikosteroid dengan gugus keton untuk
aktifitas biologiknya pada atom C 11 harus direduksi menjadi senyawa 11-hidroksil; sedangkan
reduksi gugus keton pada atom C 20 hanya memberikan senyawa dengan aktifitas biologik yang
lemah.Kortikosteroid dengan gugus hidroksil pada atom C 17 akan dioksidasi menjadi 17-
ketosteroid yang tidak mempunyai aktifitas kortikosteroid tetapi bersifat androgenik. Sekresi17-
ketosteroid dalam urin dapat digunakan sebagai ukuran aktifitas hormon kortikosteroiddalam
tubuh.Steroid radioaktif setelah penyuntikan IV sebagian besar di ekskresi dalam urin
dalamwaktu 72 jam, sedangkan di feses dan empedu hampir tidak ada. Metabolisme
kortisoldiperkirakan paling sedikit 70% dari kortisol yang di ekskresi mengalami
metabolismenya dihepar. Masa paruh eliminasi kortisol sekitsr 1,5 jam. Ikatan rangkap dan atom
C1-2 atau subtitusi atom flour memperlambat proses metabolism dan karenanya dapat
memperpanjang masa paruh eliminasi
FARMAKODINAMIK
 Glukokortikoid yang digunakan secara sistemik diklasifikasikan sebagai kerja pendek,
kerja menengah, dan kerja panjang berdasarkan durasi penekanan ACTH
(adrenocorticotropic hormone) dan juga berbeda potensi relative
 Potensi relative kortikosteroid berbeda karena afinitasnya terhadap reseptor. Harus dingat
bahwa kortikosteroid yang memiliki aktifitas mineral kortikosteroid rendah misalnya
hidrokortison mungkin memiliki efek MK bila digunakan dalam dosis tinggi.
KLASIFIKASI KORTIKOSTEROID

Keterangan :
*hanya dilakukan untuk pemberian oral atau IV
* Kerja singkat ( t ½ biologic 8-12 jam)
* Kerja sedang ( t ½ biologic 12-36 jam)
* Kerja lama ( t ½ biologic 36-72 jam)
INDIKASI KORTIKOSTEROID
1. Terapi Substitusi
Pemberian kortikosteroid disini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi
sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri (insufisiensi
primer) atau hipofisis ( insufisiensi sekunder). Insufisiensi adrenal akut umunya
disebabkan oleh kelainan pada adrenal atay penghentian pengobatan kortikosteroid dosis
besar secara tiba-tiba.
2. Terapi Non-Endokrin

Pengawasan penderita yang menggunakan kortikosteroid


Pasien yang mendapat glukokortikoid dalam waktu lama harus diawasi terhadap kemungkinan
timbulnya efek samping atau reaksi idiosinkrasi. Maka penderita yang mendapat glukokortikoid
jangka panjang :
- Harus diberi protein tinggi
- Diet harus mengandung kalium, kalsium tinggi, dan rendah natrium
- Aktivitas dan olahraga cukup untuk menghindari atropi otot dan osteopenia
- Balita harus selalu diamati pertumbuhannya setiap 3 bulan sampai usia 6 tahun kemudian
pengamatan dilakukan setiap 6 bulan
- Pemberian kalsium dan vitamin D
- Selalu dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, tekanan darah, gula darah,
elektrolit serum, maturase dan densitas tulang
- Waspada kemungkinan aktivasi infeksi laten
- Hati-hati kemungkinan interaksi dengan obat-obat lain
- Penghentian obat pada pemakaian lama (lebih dari 2 minggu) harus dilakukan secara
bertahap untuk menghindari sindroma withdrawal
1. Setiati S, Alwi I, Sudayo AW, Simadibrata K M, Setiayahadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
5th ed. Djokomoeljanto R, editor. Jakarta: Interna Publishing; 2011. 2003–2008.

Anda mungkin juga menyukai