I. PENDAHULUAN
Sampai saat ini produktivitas hutan alam sudah menurun sangat drastis sejalan dengan meningkatnya eksploitasi
hutan secara terus-menerus untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan kayu. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka pembangunan hutan tanaman sebagaai penghasil kayu baik untuk industri, pertukangan, kayu energi
dan lain-lain harus ditingkaatkan baik dengan penambahan luas hutan tanaman maupun penggunaan materi
tanaman unggul hasil pemuliaan. Dengan menggunakan materi tanaman yang unggul melalui kegiatan pembibitan
yang baik akan dapat meningkatkan produtivitasnya dan mutu tegakan yang dihasilkan.
Perbanyakan tanaman merupakan serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk penyediaan materi tanaman baik
untuk kegiatan penelitian maupun program penanaman secara luas. Penyediaan bibit yang memiliki karakter unggul
secara morfologi, fisiologis dan genetic akan sangat membantu keberhasilan tanaman di lapangan (Jayusman,
2005). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Informasi yang tepat tentang teknik
perkecambahan dan pemeliharaan bibit sangat diperlukan dalam kegiatan produksi bibit unggul. Teknik pembiakan
vegetatif merupakan salah satu cara untuk memproduksi bibit yang memiliki karakter unggul karena anakan yang
dihasilkan merupakan duplikat dari induknya sehingga memiliki struktur genetik yang sama (Na’iem, 2000).
Perbanyakan tanaman baik secara generatif maupun vegetatif dilakukan untuk penyediaan materi untuk kegiatan
penanaman baik dalam rangka penelitian maupun penanaman secara komersial.
II. TEKNIK PEMBIBITAN SECARA GENERATIF
Pembibitan secara generatif dilakukan dengan menggunakan benih yang hasrus disemaikan terlebih dahulu pada
media tabur yang telah disterilisasi, kemudian setelah berkecambah disapih ke media pertumbuhan. Media tabur
yang biasa digunakan adalah pasir sungai sedangkan media pertumbuhan berupa campuran tanah dan kompos.
Benih yang digunakan harus berasal dari sumber benih yang jelas asal-usulnya sehingga dapat diketahui kualitas
genetiknya. Beberapa tingkatan sumber benih yang bisa digunakan adalah sebagai berikut (Anonim, 2004)
1. Tegakan benih teridentifikasi : tegakan alam atau tanaman dengan kualitas rata-rata yang digunakan untuk
menghasilkan benih dan lokasinya dapat teridentifikasi dengan tepat
2. Tegakan benih terseleksi : tegakan alam atau tanaman, dengan penotipa pohon untuk karakter penting
(sperti : batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan) diatas rata-rata
3. Areal produksi benih : memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan benih teridentifikasi
maupun teseleksi. Penjarangan untuk membuang pohon yang jelek dilakukan untuk meningkatkan produksi
benih.
4. Tegakan benih provenansi : tegakan yang dibangun dari benih yang berasal dari provensi yang sama yang
telah teruji dan diketahui keunggulannya.
5. Kebun benih semai : dibangun dengan bahan generatif (benih) yang berasal dari pohon induk terpilih.
Didalamnya dilakukan seleksi pohon plus.
6. Kebun benih klon : dibangun dengan bahan tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus di kebun
benih atau hasil uji klon.
7. Kebun pangkas : pertanaman yang dibangun untuk menghasilkan bahan stek untuk produksi bibit.
Penanganan benih dipersemaian merupakan awal dari kegiatan pembangunan tanaman. Kegiatan tersebut meliputi :
persiapan benih, media tabur dan media sapih, perlakuan benih, penaburan benih, penyapihan bibit, pemeliharaan
bibit san monitoring jumlah bibit siap tnam di persemaian. Biasanya dalam penyemaian benih diperlukan perlakuan
khusus (skarifikasi) untuk mempercepat proses perkecmbahan benih. Skarifikasi benih dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti pemecahan/pengikiran kulit biji, perendaman dalam air panas dan dingin, perendaman dalam
larutan asam sulfat. Tahapan selanjutnya adalah :
1. Keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya
2. Tidak diperlukan peralataan khusus dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar,
3. Produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan
mudah dan murah
4. Meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif umunya relatif dangkal, kurang beraturan dan
melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji
5. Umunya tanaman akan lebih cepat bereproduksi/menghasilkan buah
6. Bibit hasil secara vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk pengembangan
bank klon, kebun benih klon, perbanyakan tanaman hasil persilangan terkendali misalnya hybrid atau steryl
hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual dan perbanyakan masal tanaman terseleksi
Pencangkokan tanaman dilakukan untuk mendapatkan anakan/bibit yang berguna untuk pembangunan bank klon,
kebun benih klon, kebun persilangan karena dengan teknik ini bibit yang dihasilkan bersifat dewasa sehingga lebih
cepat berbunga/berbuah. Pencangkokan dilakukan pada pohon induk terpilih atau pohon plus di kebun benih.
Bahan dan peralatan yang digunakan antara lain media cangkok (moss cangkok, top soil dan kompos), bahan
pembungkus cangkok dari polibag hitam, tali rafia, zat pengatur tumbuh akar, insektisida, pita label, spidol
permanent, pisau cangkok, parang, gergaji tangan dan alat tulis.
Pembuatan cangkokan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penyiapan media cangkok terdiri atas campuran antara moss cangkok, top soil dan kompos. Sebelum
digunakan media disiram dengan air sampai cukup kelembabanya. Selain itu ditaburi dengan insektisida
secukupnya supaya media tidak dijadikan sarang semut dan membunuh hama uret.
2. Pemilihan cabang yang sehat dengan diameter rata-rata 2-5 cm. Cabang dikerat sepanjang 5 cm dengan
menggunakan pisau cangkok, kulit cabang dikelupas dan bagian kambiumnya dibersihkan dengan cara
dikerik dan dibiarkan beberapa menit. Posisi keratan kulit sekitar 30 cm dari pangkal cabang. Setelah itu
bagian sayatan diolesi dengan larutan ZPT untuk memacu pertumbuhan akar.
3. Menutup luka sayatan pada cabang dengan campuran media, kemudian ditutup dengan polibag hitam dan
diikat dengan tali rafia sampai media cangkok stabil. Bagian pembungkus cangkok diberi lubang
memudahkan masuknya air atau keluarnya akar.
4. Memberi label yang berisi tanggal pencangkokan, perlakuan dan pelaksana.
1. Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada musim hujan sehingga akan membantu dalam menjaga
kelembaban media sampai berakar.
2. Pengambilan cangkok dilakukan setelah cangkok berumur 2-3 bulan. Pemotongan cangkok menggunakan
gergaji kemudian diturunkan secara hati-hati. Cangkok yang terlalu pangjang dipotong sebagian dan
daunnya dikurangi untuk mencegah terjadinya penguapan yanag terlalu besar.
3. Cangkok yang telah dipisahkan dari pohon induknya segera ditanam pada media campuran tanah dengan
kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan ini dilakukan di prsemaian yang diberi naungan dengan intensitas
cahaya lebih dari 50 %. Pemeliharaan cangkok di persemaian dilakukan sampai bibit siap ditanam di
lapangan. Biasanya setelah 3 bulan cangkok telah memiliki perakaran yanag kompak dan siap dipindahkan
ke lapangan.
4. Pembuatan cangkok pada satu pohon tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak karena akan mengganggu
atau merusak pohon tersebut.
1. Pengambilan cabang dari pohon induk yang telah dipilih. Ukuran cabang yang baik untuk bahan stek
biasanya 2 – 5 cm. posisi cabang yang dapat digunakan adalah posisi bagian bawah tajuk karena selain
memudahkan dalam mengambilnya juga umumnya memiliki kemampuan berakar lebih baik.
2. Pengepakan cabang akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya terutama apabila pengambilan cabang
dilakukan ditempat lain yanag jauh sehingga akan memerlukan waktu yang relatif lama. Cara yang dapat
digunakan adalah dengan membungkus cabang dengan karung goni basah atau kulit batang pisang.
3. Pemotongan cabang menjadi bahan stek sebaiknya minimal terdiri atas 2 ruas. Setelah dipotong-potong
kemudian bagian pangkal cabang direndam pada larutan ZPT akar seperti IBA.
4. Penanaman stek dilakukan pada media pasir atau campuran top soil + kompos pada bedengan yang ditutup
sungkup plastik untuk memelihara kelembaban udara sampai 90%. Pemeliharaan rutin yang dilakukan
adalah penyiraman, penyemprotan fungisida dan pembersihan rumput disekitar bedengan. Biasanya bibit
stek cabang sudah dapat disapih setelah 2-3 bulan.
1. Penyiapan root stock berupa bibit yang telah siap tanam yaitu berumur 4-6 bulan dengan diameter batang
rata-rata 1 cm. Bibit dipilih yang sehat, tidak menunjukkan adanya serangan hama/penyakit.
2. Bibit root stock dipangkas dengan tinggi pangkasan rata-rata 30 cm tergantung pada diameternya. Semakin
kecil diameter maka pemangkasan dapat lebih rendah dari 30 cm. Permukaan batang pada titik pangkasan
dihaluskan dengan pisau sambung/cutter, kemudian ujungnya dibelah/disayat dengan pisau grafting secara
hatihati sepanjang 1,5-2 cm.
3. Penyiapan scion yaitu tunas/trubusan pada tajuk pohon induk. Tunas yang baik untuk scion adalah yang
jaringan gabusnya sedikit. Ukuran scion dipilih yang sesuai dengan rotstock. Bagian pangkal scion disayat
secara hati-hati dengan panjang sayatan sama dengan root stock.
4. Rotstock dan scion disambung secara hati-hati sehingga bagian kambium keduanya bersatu, kemudian
diikat dengan parafilm dan ditutup dengan plastik bening untuk memelihara kelembaban udara. Plastik
dibuka secara bertahap dengan cara menggunting sebagian sampai akhirnya dilepas.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bibit sambungan adalah sebagai berikut :
1. Penyambungan hendaknya dilakukan di persemaian dengan naungan sarlon 50 – 65 % atau pada pagi/sore
hari sehingga tidak terlalu panas.
2. Penyambungan dilakukan segera setelah scion diambil dari pohon induk karena lamanya waktu
penyimpanan scion akan mengurangi tingkat keberhasilan hidup sambungan (Adinugraha dkk, 2001)
3. Pemeliharaan tanaman hasil sambungan harus dilakukan secara rutin seperti : penyiraman, penyiangan,
pembuangan tunas yang tumbuh pada batang root stock, membuka plastik sungkup sambungan secara
bertahap setelah sambungan tersebut tumbuh.
4. Teknik stek pucuk (leafy cuttings)
Pembibitan dengan teknik stek pucuk umumnya dilakukan dalam rangka produksi bibit secara massal untuk
keperluan operasional penanaman. Dengan teknik ini dapat dihasilkan bibit dalam jumlah besar. Bahan yang
digunakan adalah bahan stek dari tunas/trubusan yang diperoleh dari kebun pangkas, media stek yang digunakan
adalah pasir sungai, zat pengatur tumbuh, bak plastik/ember, label, fungisida, gunting stek/pisau cutter.
Untuk kegiatan pembibitan dengan stek pucuk diperlukan beberapa fasilitas penunjang yaitu tempat pembibitan
dapat dilakukan di rumah kaca atau bedengan persemaian yang ditutup dengan sungkup plastik. Untuk persemaian
skala besar diperlukan peralatan lainnya antara lain pengaturan naungan, pengaturan suhu dan ventilasi, pengaturan
penyiraman dan kelembaban udara yang dijalankan secara otomatis merupakan faktor yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilannya. Selain itu diperlukan sumber air yang tersedia sepanjang tahun, sumber bahan stek
(kebun pangkas) dan tempat penyimpanan media stek.
Kebun pangkas perlu dibangun sebagai sumber bahan stek yang menghasilkan tunas secara terus menerus.
Pembangunan kebun pangkas hendaknya dilakukan dengan menggunakan materi tanaman dari pohon plus
sehingga bibit yang akan dihasilkan memiliki kualitas genetik yang baik/unggul. Menurut Kartiko (2000) materi
tanaman yang dipergunakan untuk membangun kebun pangkas berasal dari benih hasil penyerbukan terkendali
antara pohon-pohon plus dan klon hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus.
Pembuatan stek pucuk dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Adinugraha, 2003)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembibitan dengan teknik stek pucuk adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan akar
Akar yang baik untuk bahan stek adalah diameternya 2-3 cm yang tumbuh muncul atau menjalar dekat
permukaan tanah. Biasanya semakin dalam posisi akar dalam tanah tingkat keberhasilan tumbuhnya
menurun.
2. Pengepakan akar
Akar yang telah dipotong dari pohon induknya dibawa kelokasi pembibitan, apabila lokasinya jauh maka
untuk memelihara kesegaran akar maka sebaiknya akar dibungkus kulit batang pisang.
3. Pemotongan akar
Untuk bahan stek akar dipotong sepanjang 10-15 cm. Akar yang berukuran lebih besar dapat dibelah
menjadiidari 3 cm dapat dibelah menjad 2 bagian.
Bagian ujung akar (yang lebih muda) dipotong miring agar tidak terbalik pada saat menanam. Setelah itu
dilakukan pencucian dan perendaman dalam air yang dicampur hormon/ZPT selama 10 menit.
4. Penanaman
Penanaman stek dilakukan pada media pasir dalam polibag dan setelah tumbuh (3 bulan) disapih pada
media tanah + pupuk. Selain itu stek akar dapat ditanam pada bedengan pasir (dideder) dan setelah
tumbuh tunas dapat dipindah ke media campuran tanah dan kompos dalam polibag.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan bibit dilakukan secara rutin seperti penyiraman, penyemprotan hama, pemupukan dan
pembersihan gulma. Pemeliharaan dilakukan sampai bibit siap tanam.
6. Teknik kultur jaringan
Pembibitan dengan cara kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan bahan biakan (eksplan) adalah bagian
pucuk aksiler atau bagian embriyo suatu tanaman. Tunas aksiler dapat diperoleh dengan dari bahan trubusan pada
kegiatan rejuvenasi dengan cara perendaman cabang (soaked branches) (Herawan dan Husnaeni, 1996; Herawan,
2003). Tahapan kegiatan pembibitan meliputi :
IV. PENUTUP
Pembibitan tanaman hutan diperlukan untuk kegiatan penanaman. Penerapan teknik pembibitan yang tepat dan
penggunaan materi dengan kualitas genetik yang baik merupakan awal dari pembangunan hutan tanaman yang
memiliki kualitas tegakan yang baik dengan produktivitas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, HA, H. Moko dan O. Chigira. 2001. Penelitian Pendahuluan Pengaruh Lama Penyimpanan
Scion Terhadap Keberhasilan Sambungan Jenis Eucalyptus pellita. Buletin pemuliaan Pohon Vol.5 No.1,
hal 11-20. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Anonim, 2003. Teknik Pembibitan dan Konservasi Tanah. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(Buku 1). Departeen Kehutanan. Jakarta.
Anonim. 2004. Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Herawan, T., dan Y. Husnaeni. 1996. Teknik Rejuvenasi Menggunakan Metoda Rendaman Cabang Dala Air
Pada Jenis A. mangium, E. deglupta, E. urophylla dan P. falcataria.
Herawan, T. 2003. Propagasi Klon Acacia mangium Melalui Kultur Jaringan. Jurnal Pemuliaan Tanaman
Hutan Vol. 1 No. 2. Hal. 43 – 48. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan. Yogyakarta
Longmann, K.A. 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees : Propagations and Planting
Manuals. Volume I. Commonwealth Science Council. London.
Pudjiono, S. 1996. Dasar-dasar Umum Pembuatan Stek Pohon Hutan. Informasi Teknis No. 1/1996. Balai
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Pudjiono, S., dan H. Kondo. 1996a. Technical Report for Cuttings Propagation for Acacia mangium,
Eucalyptus deglupta, Eucalyptus pellita and Paraserienthes falcataria. Forest Tree Improvement Project No.
55. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dangan Japan International Cooperation
Agency (JICA)
Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Direktorat Reboisasi
dan Rehabilitasi. Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.