Oleh
Bahan Kajian
Sub-CPMK
(Kemampuan akhir yg direncanakan) (Materi Pembelajaran)
Hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara adalah keseluruhan
aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan (negara); atau secara singkat dapat disebut dengan hukum
pemerintahan (negara).Penyelegaraan urusan pemerintahan (negara) adalah
pemerintahan yang menurut pasal 1 ayat (2) dilaksanakan oleh organ
pemerintahan.
Pengertian hukum tata usaha negara mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pemerintahan. Menurut Van Wijck/Konijnenbelt, hukum
tata usaha negara meliputi keseluruhan instrumentarium juridis yang
digunakan/diterapkan oleh pemerintah/penguasa di dalam kepeduliannya mengurus
kehidupan masyarakat dana negara beserta jaminan-jaminan perlindungan hukum
bagi warga masyarakat. Dalam hukum tata usaha negara juga dikenal pembagian
antara hukum material dan hukum formal.
Norma hukum tata usaha negara dalah arti formal adalah merupakan bidang hukum
mengenai persoalan kompetensi juga persoalan-persoalan yang harus dipecahkan
terlebih dahulu oleh para hakim tata usaha negara sebelum mereka melakukan
penilaian mengenai sah tidaknya keputusan tata usaha negara yang disengketakan
atau dalam pengertian hukum acara atau prosedur atau yang dikenal dengan Hukum
Acara peradilan Tata Usaha negara.
Hukum TUN mempersoalkan pelaksanaan wewenang pemerintahan para badan atau
pejabat TUN yang dapat mengikat para warga masyarakat dengan tindakan-tindakan
hukumnya serta sarana-sarana upaya hukum untuk melawan.
Oleh karenanya hukum tata usaha negara masuk dalam hukum publik atau Hukum TUN
merupakan suatu bagian khusus hukum tata negara yang berkaitan dengan pelaksanaan
urusan pemerintahan oleh para badan atau pejabat TUN yang tidak diatur oleh
Kedudukan norma-norma hukum perdata maupun hukum pidana.Sedangkan hubungannya dengan
TUN hukum perdata, dapat dikatakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas
pemerintahannya tidak jarang menggunakan ketentuan-ketentuan hukum perdata.
Dalam bahasa Belanda, untuk perkataan hukum tata negara juga biasa dipergunakan istilah
staatsrecht atau hukum negara (state law). Dalam istilah staatsrecht itu terkandung 2 (dua)
pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engerezin (dalam arti
sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya
disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang
luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin ) mencakup Hukum Tata
Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht).
Hubungan Antara
HTN dengan HAN Dalam pengertian secara luas hukum tata negara meliputi hukum tata
negara dalam arti sempit dan hukum administrasi negara.
Hukum administrasi negara merupakan hukum tata negara yang
diletakkan dalam keadaan konkrit, tapi dalam prakteknya pengertian umum
tentang hukum administrasi negara tidak sesederhana itu karena ada
banyak perdebatan antara para ahli hukum dalam mengartikan dan
memposisikan eksistensi kedua bidang hukum tersebut.
Secara prinsip, hukum tata negara sering kali dibedakan dengan
hukum administrasi negara, tapi tidak jarang pula kedua bidang hukum ini
disamakan.
Ada dua golongan pendapat ahli dalam mengartikan dan
memposisikan hukum tata negara dengan hukum administrasi negara. Ada
golongan yang mengatakan kedua bidang hukum tersebut berbeda dan ada
golongan yang mengatakan keduanya merupakan bidang hukum yang
sama.
Pendapat Ahli yang Mengatakan
HTN dan HAN Memiliki Perbedaan Prinsipil
Menurut Kranenburg, tidak ada perbedaan antara hukum tata negara dengan hukum
administrasi negara, kalaupun ada perbedaannya itu hanya pada prakteknya saja dan
perbedaan keduanya hanya semata-mata untuk kegunaan praktis.
Menurut Prins, hukum tata negara adalah hukum yang mempelajari dasar-dasar negara
mengenai warga negaranya, sedangkan hukum administrasi negara adalah hukum yang
mengatur pelaksanaan hal-hal teknisnya saja, jadi tidak ada perbedaan yang mendasar
antara kedua bidang hukum tersebut.
Merujuk pada pandangan Kranenburg dan Prins, perbedaan antara hukum tata negara
dan hukum administrasi negara bukanlah merupakan perbedaan yang prinsipil atau
perbedaan mendasar, akan tetapi hanya berbeda dalam kepentingan praktis saja.
Kepentingan praktis yang dimaksud adalah kepentingan terkait dengan wilayah kerja
dari kedua bidang hukum tersebut.
Sekalipun tidak ada perbedaan mendasar antara hukum tata negara
dengan hukum administrasi negara, namun kedua hukum ini memiliki
pendekatan yang berbeda.
Hukum perdata (burgerlijkrecht) bersumber pokok burgerlijk wet boek (KHUS) atau
kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 mei 1848 KUHP
ini merupakan copyan dari KUHP belanda , berdasarkan asas konkordasi.
Sebagian besar dalam KHUS merupakan hukum perdata perancis, yaitu code napoleon
(1811-1838) code napoleon terdiri dari code civil yang berasal dari para pengarang
bangsa perancis tentang Hukum romawi, hukum kanonik, dan hukum kebiasaan
setempat.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan didasarkan pada Pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945. Ini berarti segala ketentuan hukum yang telah ada
sebelumnya pada masa Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, termasuk hukum
perdata, masih berlaku di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum / rechtvacuum, termasuk di bidang hukum keperdataan (Salim, 2006 :
12-13).
Dengan demikian maka hukum perdata yang berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan
masih sama seperti pada masa Hindia Belanda, yaitu hukum perdata barat / Eropa dan
hukum perdata adat, sepanjang belum diatur dengan ketentuan undang-undang yang baru
menurut UUD 1945. Berarti masih terdapat dualisme dalam bidang hukum perdata di
Indonesia saat ini (Ahmad, 1986 : 43).
Sistematika Hukum Perdata
Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-undang Hukum Sipil
yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)
❖ Buku I, yang berjudul Perihal Orang (van Personen), yang memuat Hukum Perorangan
dan Hukum Kekeluargaan;
❖ Buku II, yang berjudul Perihal Benda (van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan
Hukum Waris;
❖ Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (van Verbintennissen), yang memuat Hukum
Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak, hak dan kewajiban yang berlaku bagi
orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
❖ Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Liwat waktu (van
Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat
waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi
dalam 4 bagian, yaitu:
1. Hukum Pidana objektif (ius poenale), adalah Semua peraturan tentang perintah atau
larangan terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat
siksaan , dibagi 2 :
a. Hukum pidana material: hukum yang mengatur tentang apa , siapa, dan bagai
mana orang dapat dihukum
b. Hukum pidana formal: yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang
melanggar peraturan pidana
2. Hukum pidana subjektif ( ius puniendi), adalah hak Negara atau alat-alat untuk
menghukum berdasarkan hukum pidana objektif .
3. Hukum Pidana umum ialah hukum pidana yang berlaku untuk setiap penduduk
kecuali anggota ketentaraan
RPS
(Rancangan Pembelajaran Semester)
Bahan Kajian
Sub-CPMK
(Kemampuan akhir yg direncanakan) (Materi Pembelajaran)
Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan
kewajiban yang ada.
Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban
dari hukum.
Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia biasa sebagai suyek hukum
memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh keberlakuan hukum yang berlaku.
Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1 KUH perdata yang menyatakan bahwa untuk
menikmati hak kewarganegaraannya tidak tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan
setiap manusia pribadi sesuai dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.
Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi subyek hukum yang
cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun ketentuan pasal 330 BW tersebut
tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan
tersebut juga diatur dalam Pasal 47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk
pria usia minimal 19 tahun dan wanita 16 tahun
“Objek Hukum”
Secara Umum Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan
hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum
berkaitan di dalamnya.
1. Benda Berwujud
Benda Berwujud, yakni segala sesuatu yang dapat dilihat & diraba dengan pancaindra kita,
seperti Sepeda Motor, Laptop, Handphone, rumah, dan sejenisnya
Benda Tidak Berwujud, yakni semua hak, seperti Hak Merek, Hak Cipta, dan sejenisnya
Penjelasan Benda Bergerak
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat
dihabiskan.
Menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi,
dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak
memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda
bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda Tidak Bergerak
Benda tak bergerak adalah benda yang tetap, tidak bisa dipindahkan, seperti tanah, rumah,
kapal yang berukuran diatas 20 meter kubik.
a. Menurut Sifatnya, benda itu tidak bisa dipindahkan seperti tanah dan yang melekat diatasnya.
Contohya pepohonan, bunga-bunga, gedung.
b. Menurut Tujuannya, benda tidak dapat dipindahkan karena dilekatkan pada benda tidak
bergerak sebagai benda pokok yang punya tujuan tertentu.
Contohnya mesin-mesin yang dipasang di pabrik, dan contoh lainnya yang tertera dalam pasal
507 KUH Perdata.
c. Menurut Ketentuan undang-undang, benda tersebut tidak dapat bergerak, yakni hak-hak yang
melekat diatas benda tidak bergerak.
Contohnya hak guna usaha, hak numpang karang, hak pengabdian tanah, dan contoh lain yang
tertera dalam pasal 508 KUHPerdata.
Subjek Hukum dalam Hukum Tata Usaha Negara
Seperti halnya di dalam hukum acara perdata dengan nama penggugat dan tergugat, siapa yang disebut tergugat dapat
dilihat pada pasal 1 ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut “Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya”.
Siapa yang dimaksud dengan badan atau pejabat TUN daoat kita lihat dari pasal 1 ayat (2)
yang berbunyi “ Badan atau Pejabat TUN adalah Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangnan yang berlaku”.
Ketentuan hukum yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan yang disengketakan itu mungkin menyebut dengan jelas
Badan atau Pejabat TUN yang diberi wewenang pemerintah. Jadi dasar wewenang yang demikian itu dinamakan bersifar
atributif diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan sendiri. Apabila badan atau Pejabat TUN yang memperoleh
wewenang pemerintah secara atributif itu mengeluarkan Keputusan TUN yang kemudian disengketakan maka yang harus
digugat adalah Badan atau Pejabat TUN yang disebutkan dalam peraturan dasarnya telah memperoleh wewenang pemerirntah
secara atributif tersebut.
Pihak tergugat dalam sengketa TUN
dapat dikelompokkan sebagai
berikut: 1. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah presiden sebagai
kepala eksekutif.
2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar
lingkungan eksekutif yang terdasarkan peraturan perundang-undangan
3. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
4. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan
pihak swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
5. Lemabga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan
Soetami A.Siti.SH. “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”. (Bandung : 2009). Hlm 3-4
Penggugat dalam pasal 53 disebutkan “seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan KTUN dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang….”
Dengan demikian tidak semua orang dapat maju sendiri untuk, mengklaim gugatan ke
pengadilan TUN. Siapa pun yang dianggap tidak mampu (onbekwaam) untuk maju ke
pengadilan haru diwakili oleh wakil yang sah.
Soetami A.Siti.SH. “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”. (Bandung : 2009). Hlm 3-4
Mengenai pengertian Badan Hukum Perdata terdapat beberapa persoalan. Dalam
kenyataan sehari-hari bahwa pemerintah umum yang terdiri dari berbagai organisasi dan
instansi memiliki kewenangan menurut hukum public juga memiliki kemandirian menurut
hukum perdata, seperti misalnya badan-badan territorial, negara, provinsi, kota, dan sebagainya.
Di dalam Undang-Undang Pokok Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 pada pasal 27 ayat (2)
menyebutkan bahwa “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan surat khuasa
khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Objek Hukum Tata Usaha Negara
Objek dari Hukum Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Gugatan
Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan
untuk mendapatkan putusan
Menurut UU No.5 Thn 1986
Tentang PTUN Pasal 2
1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.