Anda di halaman 1dari 42

HUKUM TATA USAHA NEGARA

Oleh

Dr. Rahmawati Sururama, SSTP, MSi


Biodata

Nama : Dr. Rahmawati Sururama, SSTP,MSi


Nip : 198406252002122001

Jabatan : - Sekretaris Kelurahan Kota Bitung-Sulut (2007-2009)


- Lurah Pateten 1 Kota Bitung (2009-2012)
- Kasubid BPM Kota Bitung (2012 dstnya)
- Lektor, Fungsional Dosen IPDN (2013 s/d skr)
- Sekretaris Prodi Adm.Pemeritahan Daerah
- Ketua Prodi Adm.Pemerintahan Daerah
(2019-sekarang)

Pendidikan : - D4 STPDN Angk.XIV


- S2 (Jurusan Manajemen) Unsrat Manado 2009
- S3 (Jurusan Manajemen Unima Manado 2016
- Mahasiswa S1 Hukum dan S2 Hukum Uninus Bandung

Fakultas : Manajemen Pemerintahan


E-mail : rahmawatisururama@ymail.com
No.Hp : 081390000426
RPS
(Rancangan Pembelajaran Semester)

Bahan Kajian
Sub-CPMK
(Kemampuan akhir yg direncanakan) (Materi Pembelajaran)

Pertemuan 1. Dasar teoritis hukum tata usaha


1&2 Mahasiswa mampu ,memahami dan
negara
2. Pengertian dan ruang lingkup
menjelaskan secara umum
hukum tata usaha negara
pengertian negara hukum dan
3. Hubungan hukum tata negara
hukum tata usaha negara.
dengan hukum tata usaha negara,
hukum perdata dan hukum pidana
Negara hukum menurut F.R Bothlingk adalah

“De taat waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door


grenzen van recht”

(negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi


oleh suatu kehendak hukum)

Dalam negara hukum segala sesuautu harus dilakukan menurut hukum


(evrithing must be done according to law). Negara hukum menentukan
bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang
harus tunduk pada pemerintah
Hak-hak asasi manusia

Unsur-unsur negara hukum Pemisahan/Pembagian kekuasaan


rechtsstaat ada 4 (Friedrick
Julius Stahl) yang penting
dalam sebuah
negara yang taat terhadap Setiap tindakan pemerintah harus
hukum antara lain:
didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang telah ada

Adanya peradilan administasi yang


berdiri sendiri
Friedrick.J.Stahl
Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada
kesewenang-wenangan, sehingga seseorang akan di hukum
jika melanggar hukum.

Unsur negara hukum


menurut Alberth Venn
Dicey mewakili dari
kalangan ahli hukum Anglo Bahwa setiap orang sama didepan hukum, baik selaku
Saxon, memberikan 3 ciri pribadi maupun dalam kualifikasi pejabat negara.
utama sebagai unsur-unsur
Negara hukum the rule of
law yaitu

Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang dan


keputusan-
keputusan pengadilan
Alberth Venn Dicey
Negara harus tunduk pada hukum

Prinsip-prinsip yang dianggap


ciri penting Negara Hukum
menurut “The Pemerintah menghormati hak-hak individu.
International Commission of
Jurists” itu adalah:

Peradilan yang bebas dan tidak memihak.


Konsep Hukum Tata
Usaha Negara
Menurut Ketentuan pasal 1 ayat 7 UU nomor 51 tahun 2009, Tata usaha
negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik dipusat maupun didaerah. Adapun
sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha negara (pasal 1 ayat 10 UU no 51 tahun 2009).

Hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara adalah keseluruhan
aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan (negara); atau secara singkat dapat disebut dengan hukum
pemerintahan (negara).Penyelegaraan urusan pemerintahan (negara) adalah
pemerintahan yang menurut pasal 1 ayat (2) dilaksanakan oleh organ
pemerintahan.
Pengertian hukum tata usaha negara mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pemerintahan. Menurut Van Wijck/Konijnenbelt, hukum
tata usaha negara meliputi keseluruhan instrumentarium juridis yang
digunakan/diterapkan oleh pemerintah/penguasa di dalam kepeduliannya mengurus
kehidupan masyarakat dana negara beserta jaminan-jaminan perlindungan hukum
bagi warga masyarakat. Dalam hukum tata usaha negara juga dikenal pembagian
antara hukum material dan hukum formal.

Norma hukum tata usaha negara dalah arti formal adalah merupakan bidang hukum
mengenai persoalan kompetensi juga persoalan-persoalan yang harus dipecahkan
terlebih dahulu oleh para hakim tata usaha negara sebelum mereka melakukan
penilaian mengenai sah tidaknya keputusan tata usaha negara yang disengketakan
atau dalam pengertian hukum acara atau prosedur atau yang dikenal dengan Hukum
Acara peradilan Tata Usaha negara.
Hukum TUN mempersoalkan pelaksanaan wewenang pemerintahan para badan atau
pejabat TUN yang dapat mengikat para warga masyarakat dengan tindakan-tindakan
hukumnya serta sarana-sarana upaya hukum untuk melawan.

Oleh karenanya hukum tata usaha negara masuk dalam hukum publik atau Hukum TUN
merupakan suatu bagian khusus hukum tata negara yang berkaitan dengan pelaksanaan
urusan pemerintahan oleh para badan atau pejabat TUN yang tidak diatur oleh
Kedudukan norma-norma hukum perdata maupun hukum pidana.Sedangkan hubungannya dengan
TUN hukum perdata, dapat dikatakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas
pemerintahannya tidak jarang menggunakan ketentuan-ketentuan hukum perdata.

Sehingga hukum perdata juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan pemerintah.Sering


terjadi bahwa suatu tindakan pemerintah dalam hubungannya dengan warga masyarakat
tidak terdapat hukum perdata yang mengaturnya. Dalam hal yang demikian hukum TUN
mengisi kekosongan-kekosongan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh hukum perdata,
Selain bersifat melengkapi hukum perdata, hukum TUN juga mengurangi berlakunya
beberapa hak yang bersumber pada hukum perdata.
Hubungan Antara Hukum
Tata Negara dengan Hukum
Administrasi Negara:

Perbedaan dan Persamaan


Ilmu Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji
persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Kita memasuki bidang hukum tata negara, menurut
Wirjono Prodjodikoro, apabila kita membahas norma-norma hukum yang mengatur hubungan antara
subjek hukum orang atau bukan orang dengan sekelompok orang atau badan hukum yang berwujud
negara atau bagian dari negara. Dalam bahasa Perancis, hukum tata negara disebut Droit
Constitutionnel atau dalam bahasa Inggris. disebut Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda dan
Jerman, hukum tata negara disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa Jerman sering juga dipakai
istilah verfassungsrecht (hukum tata negara) sebagai lawan perkataan verwaltungsrecht (hukum
administrasi negara).

Dalam bahasa Belanda, untuk perkataan hukum tata negara juga biasa dipergunakan istilah
staatsrecht atau hukum negara (state law). Dalam istilah staatsrecht itu terkandung 2 (dua)
pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engerezin (dalam arti
sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya
disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang
luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin ) mencakup Hukum Tata
Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht).
Hubungan Antara
HTN dengan HAN Dalam pengertian secara luas hukum tata negara meliputi hukum tata
negara dalam arti sempit dan hukum administrasi negara.
Hukum administrasi negara merupakan hukum tata negara yang
diletakkan dalam keadaan konkrit, tapi dalam prakteknya pengertian umum
tentang hukum administrasi negara tidak sesederhana itu karena ada
banyak perdebatan antara para ahli hukum dalam mengartikan dan
memposisikan eksistensi kedua bidang hukum tersebut.
Secara prinsip, hukum tata negara sering kali dibedakan dengan
hukum administrasi negara, tapi tidak jarang pula kedua bidang hukum ini
disamakan.
Ada dua golongan pendapat ahli dalam mengartikan dan
memposisikan hukum tata negara dengan hukum administrasi negara. Ada
golongan yang mengatakan kedua bidang hukum tersebut berbeda dan ada
golongan yang mengatakan keduanya merupakan bidang hukum yang
sama.
Pendapat Ahli yang Mengatakan
HTN dan HAN Memiliki Perbedaan Prinsipil

Menurut Oppenheim, hukum tata negara adalah peraturan


hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan
memberikan wewenang serta membagi tugas pemerintahan dari
tingkat tinggi sampai tingkat rendah. Sedangkan hukum
administrasi negara merupakan aturan hukum tentang
pelaksanaan tugas dari perlengkapan negara yang telah ditentukan
dalam hukum tata negara.
Menurut pendapat Oppenheim ini, hukum tata negara
merupakan reprentasi negara dalam keadaan diam atau tidak
bergerak, sedangkan hukum administrasi negara sebagai
reprentasi negara dalam keadaan bergerak.
Oppenheim
Menurut Van Vollenhoven, badan pemerintah tidak memiliki kewenangan
tanpa hukum tata negara dan badan pemerintah tidak memiliki batasan
kewenangan tanpa hukum administrasi negara.
Merujuk pada pandangan Van Vallenhoven, bisa dikatakan bahwa
hukum tata negara merupakan hukum yang menentukan kewenangan apa
saja yang diberikan kepada badan pemerintah, sedangkan hukum
administrasi negara merupakan hukum yang mengatur atau menentukan
batasan kewenangan kepada badan pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya.
Secara sederhana pandangan Van Hollenhoven dapat simpulkan bahwa
hukum tata negara berorientasi pada pemberian kewenangan, sedangkan
hukum adminstrasi negara berorientasi pada pembatasan kewenangan.
Van Vollenhoven
Pendapat Ahli yang Mengatakan HTN dan HAN Tidak Memiliki Perbedaan Prinsipil

Menurut Kranenburg, tidak ada perbedaan antara hukum tata negara dengan hukum
administrasi negara, kalaupun ada perbedaannya itu hanya pada prakteknya saja dan
perbedaan keduanya hanya semata-mata untuk kegunaan praktis.

Menurut Prins, hukum tata negara adalah hukum yang mempelajari dasar-dasar negara
mengenai warga negaranya, sedangkan hukum administrasi negara adalah hukum yang
mengatur pelaksanaan hal-hal teknisnya saja, jadi tidak ada perbedaan yang mendasar
antara kedua bidang hukum tersebut.

Merujuk pada pandangan Kranenburg dan Prins, perbedaan antara hukum tata negara
dan hukum administrasi negara bukanlah merupakan perbedaan yang prinsipil atau
perbedaan mendasar, akan tetapi hanya berbeda dalam kepentingan praktis saja.
Kepentingan praktis yang dimaksud adalah kepentingan terkait dengan wilayah kerja
dari kedua bidang hukum tersebut.
Sekalipun tidak ada perbedaan mendasar antara hukum tata negara
dengan hukum administrasi negara, namun kedua hukum ini memiliki
pendekatan yang berbeda.

Hukum tata negara merupakan hukum yang mengatur tentang struktur


Kesimpulan organisasi dan badan-badan negara, sedangkan hukum administrasi negara
merupakan hukum yang mengatur tentang kewenangan badan-badan negara
secara praktis.

Hukum tata negara dan hukum administrasi negara memiliki kekhususan


masing-masing tapi tetap saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan.
Hubungan Hukum Tata Usaha
Negara dengan Hukum Pidana
dan Hukum Perdata
Pengertian Hukum Perdata

▪ Hukum perdata (burgerlijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan


Hukum yang mengatur hubungan Hukum antara orang yang satu dengan
orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan

• Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi


tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.

• Hukum perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan


membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum Perdata Sejarah

Hukum perdata (burgerlijkrecht) bersumber pokok burgerlijk wet boek (KHUS) atau
kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 mei 1848 KUHP
ini merupakan copyan dari KUHP belanda , berdasarkan asas konkordasi.

Sebagian besar dalam KHUS merupakan hukum perdata perancis, yaitu code napoleon
(1811-1838) code napoleon terdiri dari code civil yang berasal dari para pengarang
bangsa perancis tentang Hukum romawi, hukum kanonik, dan hukum kebiasaan
setempat.

Belanda merupakan Negara jajahan perancis sampai kedudukan perancis sampai


kedudukan perancis berakhir , pada saat itu di bentuk sebuah panitia kecil yang diketuai oleh
Mr. J.M. Kemper, untuk membuat suatu kodifikasi hukum perdata yang bersumber
pada code napoleon dan sebagian kecil hukum belanda kuno . kodifikasi tersebut
kemudian di resmikan pada tanggal 1 oktober 1838
Dasar Berlakunya Hukum Perdata Di Indonesia

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan didasarkan pada Pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945. Ini berarti segala ketentuan hukum yang telah ada
sebelumnya pada masa Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, termasuk hukum
perdata, masih berlaku di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum / rechtvacuum, termasuk di bidang hukum keperdataan (Salim, 2006 :
12-13).

Dengan demikian maka hukum perdata yang berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan
masih sama seperti pada masa Hindia Belanda, yaitu hukum perdata barat / Eropa dan
hukum perdata adat, sepanjang belum diatur dengan ketentuan undang-undang yang baru
menurut UUD 1945. Berarti masih terdapat dualisme dalam bidang hukum perdata di
Indonesia saat ini (Ahmad, 1986 : 43).
Sistematika Hukum Perdata

Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-undang Hukum Sipil
yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)

KUHS itu terdiri dari atas 4 Buku, yaitu:

❖ Buku I, yang berjudul Perihal Orang (van Personen), yang memuat Hukum Perorangan
dan Hukum Kekeluargaan;
❖ Buku II, yang berjudul Perihal Benda (van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan
Hukum Waris;
❖ Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (van Verbintennissen), yang memuat Hukum
Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak, hak dan kewajiban yang berlaku bagi
orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
❖ Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Liwat waktu (van
Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat
waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi
dalam 4 bagian, yaitu:

1) Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:


a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum;
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu.
2) Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/isteri;
b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua—ouderlijke macht);
c. Perwalian (voogdij);
d. Pengampuan (curatele).
3) Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang
dapat dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan meliputi:
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap tiap orang;
b. Hak Perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu
saja.
4) Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang jika ia meninggal
dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Hukum Pidana
Pengertian

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan


kejahatan terhadap kepentingan umum , perbuatan mana di ancam dengan hukuman
yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Hukum pidana adalah hukum yang
mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum.

Tujuan Hukum Pidana

✔ Prefentif (pencegahan),untuk menakut –nakuti setiap orang jangan sampai melakukan


perbuatan yang tidak baik

✔ Respresif (mendidik), mendidik seseorang yang pernah melakuakan perbuatan tidakbaik


menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat
Pembagian Hukum Pidana

1. Hukum Pidana objektif (ius poenale), adalah Semua peraturan tentang perintah atau
larangan terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat
siksaan , dibagi 2 :
a. Hukum pidana material: hukum yang mengatur tentang apa , siapa, dan bagai
mana orang dapat dihukum
b. Hukum pidana formal: yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang
melanggar peraturan pidana
2. Hukum pidana subjektif ( ius puniendi), adalah hak Negara atau alat-alat untuk
menghukum berdasarkan hukum pidana objektif .
3. Hukum Pidana umum ialah hukum pidana yang berlaku untuk setiap penduduk
kecuali anggota ketentaraan
RPS
(Rancangan Pembelajaran Semester)

Bahan Kajian
Sub-CPMK
(Kemampuan akhir yg direncanakan) (Materi Pembelajaran)

a. Obyek dan Subyek hukum tata


Pertemuan Ke 3 & 4 usaha negara
Praja dapat mengerti dan mampu b. Hukum tata usaha negara sebagai
memahami tentang ruang lingkup hukum istimewa
hukum tata usaha negara c. Sumber-sumber hukum tata usaha
negara.
Subjek dan Objek
Hukum Tata Usaha Negara
“Subjek Hukum”
Secara Umum
Subyek Hukum adalah sesuatu yang menurut hukum yang memiliki hak dan
kewajiban yang memiliki kewenangan untuk bertindak untuk melakukan
perbuatan hukum.

Subyek Hukum merupakan pendukung hak menurut kewenangan atau


kekuasaan yang nantinya akan menjadi pendukung sebuah hak. Undang-undang
membagi subyek hukum menjadi dua bagian, yakni sebagai berikut :

1. Manusia / orang pribadi ( naturlijke persoon ) yang sehat rohaninya/ jiwanya,


dan tidak dibawah pengampuan.

2. Badan hukum ( rechts persoon ).


“Subjek Hukum”
Secara Umum Berikut ini pengertian dari subyek hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi :

Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan
kewajiban yang ada.
Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban
dari hukum.

Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia biasa sebagai suyek hukum
memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh keberlakuan hukum yang berlaku.
Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1 KUH perdata yang menyatakan bahwa untuk
menikmati hak kewarganegaraannya tidak tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan
setiap manusia pribadi sesuai dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.

Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi subyek hukum yang
cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun ketentuan pasal 330 BW tersebut
tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan
tersebut juga diatur dalam Pasal 47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk
pria usia minimal 19 tahun dan wanita 16 tahun
“Objek Hukum”
Secara Umum Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan
hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum
berkaitan di dalamnya.

Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat


diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.

Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut inilah yang


menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan
kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi
tersebut menjadi objek hukum.

Sebaliknya benda- benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum


karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan
pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Benda menurut Hukum Perdata
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), benda dibagi menjadi beberapa
jenis.

1 Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud


“Objek Hukum”
Terbagi atas 2, yaitu:
2 Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak

Dalam pasal 504 KUH Perdata, benda dibagi menjadi 2 yaitu :


1) Benda Bergerak
Benda bergerak ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian lagi.
a. Menurut Sifatnya
b. Menurut Ketentuan Undang-Undang
2) Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :
a. Menurut Sifatnya
b. Menurut Tujuannya
c. Menurut Ketentuan undang-undang,
Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud

Dalam pasal 503 KUH Perdata, benda dibagi menjadi 2 yakni :

1. Benda Berwujud

Benda Berwujud, yakni segala sesuatu yang dapat dilihat & diraba dengan pancaindra kita,
seperti Sepeda Motor, Laptop, Handphone, rumah, dan sejenisnya

2. Benda Tidak berwujud

Benda Tidak Berwujud, yakni semua hak, seperti Hak Merek, Hak Cipta, dan sejenisnya
Penjelasan Benda Bergerak
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat
dihabiskan.

Dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Benda bergerak karena sifatnya

Menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi,
dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.

b. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang

Menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak
memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda
bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda Tidak Bergerak
Benda tak bergerak adalah benda yang tetap, tidak bisa dipindahkan, seperti tanah, rumah,
kapal yang berukuran diatas 20 meter kubik.

Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :

a. Menurut Sifatnya, benda itu tidak bisa dipindahkan seperti tanah dan yang melekat diatasnya.
Contohya pepohonan, bunga-bunga, gedung.

b. Menurut Tujuannya, benda tidak dapat dipindahkan karena dilekatkan pada benda tidak
bergerak sebagai benda pokok yang punya tujuan tertentu.
Contohnya mesin-mesin yang dipasang di pabrik, dan contoh lainnya yang tertera dalam pasal
507 KUH Perdata.

c. Menurut Ketentuan undang-undang, benda tersebut tidak dapat bergerak, yakni hak-hak yang
melekat diatas benda tidak bergerak.
Contohnya hak guna usaha, hak numpang karang, hak pengabdian tanah, dan contoh lain yang
tertera dalam pasal 508 KUHPerdata.
Subjek Hukum dalam Hukum Tata Usaha Negara

Seperti halnya di dalam hukum acara perdata dengan nama penggugat dan tergugat, siapa yang disebut tergugat dapat
dilihat pada pasal 1 ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut “Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya”.

Siapa yang dimaksud dengan badan atau pejabat TUN daoat kita lihat dari pasal 1 ayat (2)
yang berbunyi “ Badan atau Pejabat TUN adalah Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangnan yang berlaku”.

Ketentuan hukum yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan yang disengketakan itu mungkin menyebut dengan jelas
Badan atau Pejabat TUN yang diberi wewenang pemerintah. Jadi dasar wewenang yang demikian itu dinamakan bersifar
atributif diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan sendiri. Apabila badan atau Pejabat TUN yang memperoleh
wewenang pemerintah secara atributif itu mengeluarkan Keputusan TUN yang kemudian disengketakan maka yang harus
digugat adalah Badan atau Pejabat TUN yang disebutkan dalam peraturan dasarnya telah memperoleh wewenang pemerirntah
secara atributif tersebut.
Pihak tergugat dalam sengketa TUN
dapat dikelompokkan sebagai
berikut: 1. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah presiden sebagai
kepala eksekutif.
2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar
lingkungan eksekutif yang terdasarkan peraturan perundang-undangan
3. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
4. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan
pihak swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
5. Lemabga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan

Soetami A.Siti.SH. “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”. (Bandung : 2009). Hlm 3-4
Penggugat dalam pasal 53 disebutkan “seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan KTUN dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang….”

Sumber: UU No.53 Tahun 1986 tentang PTUN

Mengenai pengertian orang (natuurlijk person) sendiri tidak menimbulkan banyak


komplikasi, walaupun masih dapat dipertanyakan apakah orang yang belum dewasa atau di
bawah pengampuan atau dalam keadaan pailit dapat maju sendiri di muka pengadilan. Karena
dalam Hukum Acara TUN tidak mengaturnya, maka apa yang berlaku di dalam Hukum Acara
Perdata dapat diterapkan di sini.

Dengan demikian tidak semua orang dapat maju sendiri untuk, mengklaim gugatan ke
pengadilan TUN. Siapa pun yang dianggap tidak mampu (onbekwaam) untuk maju ke
pengadilan haru diwakili oleh wakil yang sah.

Soetami A.Siti.SH. “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”. (Bandung : 2009). Hlm 3-4
Mengenai pengertian Badan Hukum Perdata terdapat beberapa persoalan. Dalam
kenyataan sehari-hari bahwa pemerintah umum yang terdiri dari berbagai organisasi dan
instansi memiliki kewenangan menurut hukum public juga memiliki kemandirian menurut
hukum perdata, seperti misalnya badan-badan territorial, negara, provinsi, kota, dan sebagainya.

Akibat dari kedudukan sebagai badan hukum tersebut adalah :

✔ Mereka itu dapat memiliki hak-hak kebendaan


✔ Mereka dapat menjadi pihak dalam proses perdata

Di dalam Undang-Undang Pokok Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 pada pasal 27 ayat (2)
menyebutkan bahwa “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan surat khuasa
khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Objek Hukum Tata Usaha Negara

Objek dari Hukum Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

Menurut pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan:


“Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi Tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;

Sengketa Tata Usaha Negara

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Gugatan

Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan
untuk mendapatkan putusan
Menurut UU No.5 Thn 1986
Tentang PTUN Pasal 2

Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut


Undang-undang ini :

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;


b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat
Umum
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
g. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil
pemilihan umum.
Pasal 3

1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.

2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan


jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka
waktu empat bulan sejak diterimnya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Anda mungkin juga menyukai