PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah gambaran kasus
benda asing esophagus ?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kasus benda asing esofagus .
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah kasus benda asing esofagus.
2. Untuk mengetahui data demografi, yaitu gambaran umur dan jenis kelamin penderita
yang mengalami kejadian benda asing esofagus.
3. Untuk mengetahui jenis benda asing di esofagus.
4. Untuk mengetahui lokasi benda asing di esofagus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Kasus benda asing pada esofagus lebih banyak terjadi pada anak-anak daripada orang
dewasa. Umumnya, anak-anak sekitar 6 bulan sampai 5 tahun lebih sering menelan benda
asing. Pada orang dewasa sekitar 50 – 70 tahun juga ditemukan kasus benda asing pada
esofagus walaupun tidak sebanyak pada anak-anak (Ekim, 2010).
Tertelannya benda asing dapat menjadi kondisi yang serius dikaitkan dengan morbiditas
dan mortalitasnya (Erbil et al., 2013). Pada tahun 1999, American Association of Poison
Control mendokumentasikan sebanyak 182.105 kejadian tertelannya benda asing pada pasien
dibawah 20 tahun (Abdurehim et al., 2014). Terdapat 1500-1600 insidensi kematian per tahun
akibat komplikasi yang terjadi karena benda asing pada esofagus di Amerika (Erbil et al.,
2013).
2.1.3 Etiologi
Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan anak dan dewasa. Pada anak-
anak dapat disebabkan oleh anomali kongenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel
trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah. Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna
pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan pertumbuhan, dan penyakit
neurologik juga
3
dapat menjadi faktor predisposisi pada anak-anak. Pada orang dewasa, tertelannya benda
asing sering dialami oleh pemakai gigi palsu, pemabuk, dan pada pasien gangguan
mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi palsu merupakan hal yang paling sering terjadi
pada orang dewasa karena menurunnya sensasi pada rongga mulut (Rathore et al.,
2009).
Pada orang dewasa, penyakit-penyakit medis juga sering menjadi penyebab
tertelannya benda asing. Striktur esofagus merupakan penyebab tersering dikarenakan
oleh penyakit medis. Keganasan pada esofagus dan akalasia juga dapat menyebabkan
impaksi benda asing pada esofagus (Ambe et al., 2012).
4
2.1.6 Gejala Klinis
Berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan oleh benda asing pada esofagus
berbeda-beda. Batuk adalah gejala utama yang ditimbulkan setelah tertelan benda asing.
Gejala lain yang ditimbulkan adalah disfagia, muntah, hipersalivasi, dan rasa sakit.
Muntah dan hipersalivasi merupakan gejala yang signifikan terjadi pada lokasi
penyempitan pertama esofagus atau sfingter krikofaringeal. Pada kasus benda asing
pada esofagus, muntah dapat menjadi gejala yang berbahaya karena tekanan yang
dihasilkan dapat menyebabkan ruptur dinding esofagus yang tipis. Gejala disfagia dapat
terjadi pada semua lokasi di esofagus, namun paling banyak terjadi pada lokasi
penyempitan pertama dan kedua esofagus (Rybojad et al., 2012).
2.1.7 Diagnosis
Data yang didapatkan dari hasil anamnesis dapat menjadi hal yang sangat
penting dalam menentukan diagnosis benda asing. Pemeriksaan tambahan dan intervensi
segera terhadap benda asing diputuskan sesuai dengan informasi yang diberikan pasien
mengenai jenis benda asing yang tertelan, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik (Erbil et
al., 2013).
Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral
dapat dilakukan pada pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing radioopak
seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan foto ulang sesaat
sebelum tindakan esofagoskopi. Hal ini dilakukan untuk memastikan benda asing belum
berpindah ke bagian distal (Yunizaf, 2011). Untuk benda asing radiolusen, pemeriksaan
foto rontgen tidak terlalu menunjukkan hasil yang berarti. Oleh karena itu, pemeriksaan
CT-Scan dapat dilakukan untuk mendiagnosis benda asing dengan sensitifitas 100% dan
spesifisitas 91% (Ambe et al., 2012). Pemeriksaan CT-scan esofagus juga dapat
menunjukkan gambaran inflamasi jaringan lunak dan abses (Yunizaf, 2011).
2.1.8 Penatalaksanaan
Tertelannya benda asing dapat melewati saluran perncernaan tanpa kesulitan.
Sehingga, terapi konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus benda asing dengan
melalukan observasi. Terapi ini dilakukan pada kasus benda asing tumpul, pendek
5
(panjang < 6cm), dan kecil (diameter < 2,5cm). Benda asing akan berlalu dengan
spontan dalam waktu 4-6 hari. Pada beberapa kasus, dapat bertahan hingga 4 minggu.
Pasien harus selalu mengobservasi feses nya sampai benda asing tersebut keluar. Tidak
perlu ada perubahan pola makan dalam hal ini (Ambe et al., 2012).
Benda asing di esofagus dapat dikeluarkan dengan tindakan endoskopi yaitu
esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut.
Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera
dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi,
tergantung lokasi benda asing tersebut (Yunizaf, 2011).
Esofagoskopi memiliki dua tipe dasar. Tipe satu adalah tuba logam kaku dengan
suatu lumen berbentuk oval dimana dapat digunakan untuk melihat langsung gambaran
esofagus dan berbagai alat untuk biopsi dan pengeluaran benda asing (Siegel, 2012).
Esofagoskopi kaku juga dapat melindungi esofagus dari bagian yang tajam pada benda
asing (Rathore et al., 2009). Tipe kedua adalah esofagoskopi fleksibel yang memiliki
saluran kecil untuk melihat gambaran mukosa, aspirasi sekresi dan memasukkan forsep
kecil untuk biopsi dan pengeluaran benda asing (Siegel, 2012).
Pembedahan dilakukan hanya <1% kasus benda asing pada esofagus. Sejak
tindakan endoskopi memberikan hasil yang cukup memuaskan, pembedahan hanya
dilakukan untuk indikasi-indikasi tertentu. Tindakan pembedahan dilakukan jika
terdapat perforasi dan komplikasi lainnya yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
endoskopi (Ambe et al., 2012).
Tabel 2.2 Ukuran Tuba Esofagoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
USIA ESOFAGOSKOPI
Prematur 3,5 mm x 25 cm
Bayi baru lahir 4,0 mm x 35 cm
3 hingga 6 bulan 4,0 mm x 35 cm
1 tahun 5,0 mm x 35 cm
2 tahun 5,0 mm x 35 cm
4 tahun 6,0 mm x 35 cm
6
5 hingga 7 tahun 6,0 mm x 35 cm
8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat benda asing yang tersangkut di esofagus
menimbulkan perasaan tidak nyaman dan batuk (Siegel, 2012). Komplikasi lain yang
dapat terjadi adalah edema, laserasi esofagus, erosi atau perforasi, hematoma, jaringan
granulasi, abses paraesofageal, mediastinitis, sampai pada kematian (Fitri et al., 2012).
Terlalu lama nya benda asing di dalam esofagus dapat menyebabkan terjadinya
perforasi oleh karena edema pada dinding sekitar esofagus. Sehingga, di dalam
pelaksanaan bronkoskopi diperlukan kehati-hatian yang cukup (Rathore et al., 2009).
2.2.2 Epidemiologi
Aspirasi benda asing terus menjadi masalah kesehatan yang penting walaupun
telah banyak metode yang canggih untuk mengeluarkan benda asing (Ṣentṻrk and Ṣen,
2011). Melalui sebuah studi dengan melakukan pemeriksaan bronkoskopi rutin,
ditemukan benda asing dengan prevalensi <0,2% per tahun (Wu et al., 2012).
Kejadian aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada anak-
anak, mayoritas pasien benda asing pada traktus trakeobronkial adalah anak dengan usia
sekitar 1-3 tahun, diikuti dengan anak dibawah 1 tahun, dan terjadi penurunan pada anak
lebih dari 3 tahun (Saki et al., 2009). Hal ini disebabkan oleh karena gigi anak-anak
tidak dapat mengunyah secara efektif sehingga makanan tersimpan lebih lama didalam
mulut dan mengakibatkan aspirasi benda-benda padat (Yetim et al., 2012). Anak laki-
laki biasanya lebih banyak ditemukan dalam kasus aspirasi benda asing karena memiliki
7
kepribadian dan sifat ingin tahu yang lebih tajam daripada anak perempuan (Sahadan et
al., 2011).
Status sosial-ekonomi, kebudayaan, dan tradisi juga memengaruhi kejadian
aspirasi benda asing. Kasus ini lebih banyak ditemukan pada negara berkembang karena
edukasi yang kurang dan dan kelalaian (Yetim et al., 2012).
2.2.3 Etiologi
Benda asing pada traktus trakeobronkial sering ditemukan pada anak-anak,
meskipun dapat terjadi juga pada segala usia. Penyebab yang paling sering adalah
kecerobohan pasien atau orang tuanya. Anak-anak sering mengulum makanan di dalam
mulut, demikian pula mainan, peniti, dan benda lain (Siegel, 2012). Hal ini dilakukan
sebagai usaha anak-anak untuk mengenali lingkungan sekitarnya. Bahkan anak-anak
sering menangis, berteriak, lari-lari atau bermain sementara ada benda dalam mulutnya
(Fitri et al., 2012).
Pada bayi, faktor yang lebih berperan adalah belum tumbuhnya gigi geligi
bagian posterior dan kemampuan proteksi jalan nafas dan mekanisme yang belum
matang. (Fitri et al., 2012).
Refleks batuk adalah mekanisme pertahanan yang sangat penting untuk
memproteksi pasien dari aspirasi. Ketika mekanisme refleks batuk tersupresi, ini dapat
memicu terjadinya aspirasi pada pasien. Faktor-faktor risiko yang dapat memicu
menurunnya refleks batuk adalah intoksikasi alkohol, anestesia umum, kehilangan
kesadaran, intubasi, penyakit neuromuskular, dan struktur yang abnormal dari faring
(Kam et al., 2013).
8
besar dan posisi nya yang lebih landai (Yunizaf, 2011). Menurut penelitian yang
dilakukan Orji dan Akpeh (2010), dari 85 kasus aspirasi benda asing, 68 kasus berada
pada bronkus dan 17 kasus pada trakea bagian bawah. Pada kasus benda asing pada
bronkus, ditemukan 76% terdapat pada bronkus kanan dan 24% pada bronkus kiri.
9
jam, bahkan sampai tahunan (Fitri et al., 2012). Gejala utama yang ditimbulkan oleh
aspirasi benda asing pada anak-anak maupun orang dewasa adalah batuk. Selain batuk,
gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah tersedak, dispnea, sianosis, mengi, stridor,
demam, dan kadang-kadang tidak
menimbulkan gejala. Sianosis dan dispnea sering ditemukan pada pasien yang
didiagnosis secara terlambat (Saki et al., 2009). Selain itu, dapat juga terjadi suara
pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and Akpeh, 2010).
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis aspirasi benda asing yang tepat waktu sangatlah penting untuk
menghindari komplikasi awal dan lambat yang berat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi sebagai standar baku emas
(Fitri et al., 2012).
Anamnesis merupakan diagnosis yang cukup penting dalam kasus benda asing
pada traktus trakeobronkial. Anamnesis dapat membuktikan 70-80% kasus (Petrovic et
al., 2012). Riwayat mengenai tersedak perlu ditanya untuk menegakkan adanya aspirasi
benda asing. Kemudian gejala seperti batuk, mengi, dan bahkan stridor juga perlu
ditanya ketika melakukan anamnesis (Novialdi and Rahman, 2012).
Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing, dapat dilakukan
pemeriksaan radiologik untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang
berupa radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan pada
benda yang berupa radiolusen hanya terlihat komplikasi yang terjadi seperti emfisema
atau atelektasis setelah 24 jam pertama. Pemeriksaan rontgen pada benda asing
radiolusen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah kejadian sering menunjukkan
gambaran radiologis yang belum berarti (Yunizaf, 2011).
Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi benda asing, namun
dapat juga menunjukkan jumlah dan ukuran benda asing. Selain itu, komplikasi yang
terjadi juga dapat terlihat (Ambe et al., 2012).
Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda asing pada saluran
nafas jika benda asing tidak dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologik.
10
Pemeriksaan bronkoskopi perlu dilakukan dengan cepat, karena semakin cepat
pemeriksaan dilakukan semakin sedikit komplikasi yang akan terjadi. Selain sebagai
sarana diagnosis, pemeriksaan bronkoskopi juga dilakukan
sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran nafas (Saki et al.,
2009).
2.2.8 Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat
perlu diketahu gejala-gejala yang ditimbulkan oleh benda asing. Secara prinsip, benda
asing pada saluran nafas dapat diatasi dengan pengangkatan segera secara endoskopi
dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang minimum. Pengangkatan secara
endoskopi harus dipersiapkan secara optimal, baik dari segi alat maupun personal yang
telah terlatih (Yunizaf, 2011).
Pada kasus aspirasi benda asing, bronkoskopi menjadi standar baku emas dengan
tingkat keberhasilan diatas 98%. Bronkoskopi kaku memiliki berbagai keunggulan
dibandingkan dengan bronkoskopi fleksibel. Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan
untuk aspirasi darah, sekret kental, dan untuk ventilasi pasien. Dalam kasus yang jarang
terjadi, jika tindakan bronkoskopi gagal maka dapat dilakukan tindakan reseksi
segmental (Rodrigues et al., 2012).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring adalah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver) yang
dapat dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa. Cara melakukannya adalah dengan
meletakkan tangan pada prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke arah paru
pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar keluar mulut. Pada tindakan
ini, posisi wajah pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping agar jalan nafas
merupakan garis lurus. Pada anak dibawah satu tahun, sebaiknya cara menolongnya
tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan
kanan karena dapat menimbulkan komplikasi berupa fraktur iga (Yunizaf, 2011).
11
Tabel 2.3 Ukuran Tuba Bronkoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
USIA BRONKOSKOPI
Prematur 3,0 mm x 20 cm
Bayi baru lahir 3,5 mm x 25 cm
3 hingga 6 bulan 3,5 mm x 30 cm
1 tahun 4,0 mm x 30 cm
2 tahun 4,0 mm x 30 cm
4 tahun 5,0 mm x 35 cm
5 hingga 7 tahun 5,0 mm x 35 cm
8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm
2.2.9 Komplikasi
Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama terjadinya komplikasi pada
aspirasi benda asing. Terlalu lama nya benda asing didalam saluran nafas dapat memicu
terbentuknya jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren. Penyebab lain terjadinya
komplikasi adalah keterlambatan dilakukannya bronkoskopi. Pasien yang menjalani
bronkoskopi lebih dari 24 jam setelah aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali
lipat dibandingkan dengan pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24 jam pertama
(Shlizerman et al., 2010).
Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri maupun dari prosedur
pengangkatan benda asing. Komplikasi yang dapat terjadi berupa pneumonia, edema
jalan nafas, sesak nafas, bronkiektasis, bronkitis, jaringan granuloma, trakeitis, dan
pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kortikosteroid sebelum dan sesudah bronkoskopi untuk mengurangi kejadian edema
jalan nafas pasca intervensi (Yetim et al., 2012).
12
orifisium kardia lambung pada vertebra torakalis XI. Pada umunya, panjang esofagus
adalah 25 cm. Esofagus terdiri dari beberapa segmen (Stranding, 2008):
a. Segmen servikalis
Segmen servikalis esofagus terletak pada posterior trakea dan dihubungkan
melalui jaringan ikat longgar. Bagian posteriornya adalah tulang punggung,
longus colli, dan lapisan prevetebral pada fasia servikalis bagian dalam. Pada
bagian lateral setiap sisi terdapat arteri karotid dan bagian posterior kelenjar
tiroid. (Stranding, 2008)
b. Segmen torakalis
Segmen torakalis esofagus terletak sedikit ke kiri pada mediastinum superior
antara trakea dan kolumna vertebralis. Pada bagian anterior terdapat trakea,
bronkus kiri, perikardium dan diafragma. Pada bagian posterior terdapat vertebra
torakalis, duktus torakikus, vena azygos, dan aorta desenden. Di bagian kiri,
terdapat arteri subklavia kiri, bagian terminal dari arkus aorta, saraf laringeal kiri
dan duktus torakikus. Dan pada bagian kanan terdapat pleura dan vena azygos
(Ellis, 2006).
c. Segmen abdominalis
Segmen abdominalis esofagus memiliki panjang 1 – 2,5 cm dan berakhir pada
orifisium kardia lambung atau batas lambung-esofagus (Stranding, 2008).
13
2.1.2 Anatomi Traktus Trakeobronkial
Sistem respiratori adalah sistem yang berfungsi untuk mengambil oksigen (O 2)
dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport karbon dioksida (CO2) yang
dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer (Sloane, 2004). Secara struktural, sistem
respiratori dapat dibagi menjadi sistem respiratori bagian atas dan bawah. Sistem
respiratori bagian atas terdiri dari hidung dan faring, sedangkan bagian bawah terdiri
dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru (Tortora and Derrickson, 2009).
Trakea adalah sebuah saluran untuk udara yang memiliki panjang sekitar 12 cm
(5 inci) dan diameter sekitar 2,5 cm (1 inci). Trakea memiliki 16-20 cincin kartilago
yang membentuk seperti huruf C, dan dihubungkan oleh jaringan ikat padat. Bagian
terbuka dari tulang kartilago tersebut menghadap posterior menuju esofagus dan
dihubungkan oleh membran fibromuskular. Pada membran ini, terdapat serat otot
melintang halus yaitu otot trakealis dan jaringan ikat elastis yang memungkinkan
diameter trakea berubah selama respirasi (Tortora and Derrickson, 2009).
14
MENGHENTIKAN PERDARAHAN
A. DEFINISI
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Jumlahnya dapat bermacam-
macam, mulai dengan sedikit sampai yang dapat menyebabkan kematian. Luka robekan pada
pembuluh darah besar di leher, tangan dan paha dapat menyebabkan kematian dalam satu sampai
tiga menit. Sedangkan perdarahan dari aorta atau vena cava dapat menyebabkan kematian dalam
30 detik. Sedangkan menurut dr. Hamidi (2011) perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah
dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa
disebabkan karena benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.
B. MACAM-MACAM PERDARAHAN
Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Perdarahan External
Perdarahan external yaitu perdarahan dimana darah keluar dari dalam tubuh. Perdarahan
external dibagi menjadi tiga macam yaitu (Petra & Aryeh, 2012):
a. Perdarahan dari pembuluh kapiler
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh kapiler antara lain:
1) Perdarahannya tidak hebat
2) Darah keluarnya secara perlahan-lahan berupa rembesan
3) Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri walaupun tidak diobati
4) Perdarahan mudah dihentikan dengan perawatan luka biasa
5) Darah yang keluar umumnya berwarna merah terang
15
c. Perdarahan dari pembuluh darah arteri
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh darah arteri antara lain:
1) Darah yang keluar umumnya berwarna merah muda (merupakan darah bersih karena
habis dicuci didalam paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh)
2) Darah keluar secara memancar sesuai irama jantung
3) Biasanya perdarahan sulit untuk dihentikan
Perdarahan internal yaitu perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada, rongga
tengkorak dan rongga perut. Dalam hal ini darah tidak tampak mengalir keluar, tetapi
kadang-kadang dapat keluar melalui lubang hidung, telinga, mulut dan anus. Perdarahan
internal dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban sebagai berikut (Hamidi, 2011):
a. Setelah cidera korban mengalami syok tetapi tidak ada tanda-tanda perdarahan dari luar
b. Tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola
c. Lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah
d. Hemoptysis dan hematemisis kemungkinan menunjukkan adanya perdarahan di paru-paru
atau perdarahan saluran pencernaan
Perdarahan internal yang terjadi di rongga dada dapat menghambat pernafasan dan akan
mengakibatkan nyeri dada. Perdarahan pada rongga perut akan menyebabkan kekakuan
pada otot abdomen dan nyeri abdomen.
Beberapa penyebab perdarahan internal antara lain (Petra & Aryeh, 2012):
a. Pukulan keras, terbentur hebat.
b. Luka tusuk, kena peluru.
c. Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit.
d. Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah.
16
C. TEKNIK MENGHENTIKAN PERDARAHAN
Pengendalian perdarahan bisa bermacam - macam tergantung jenis dan tingkat
perdarahannya.
1. Perdarahan External
Secara umum teknik untuk menghentikan perdarahan external antara lain (Hamidi, 2011):
a. Dengan penekanan langsung pada lokasi cidera
Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah, misalnya luka sayatan yang
tidak terlalu dalam. Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada daerah pinggir luka. Setelah
beberapa saat dengan teknik ini maka sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut.
b. Dengan teknik elevasi
Setelah luka dibalut, maka selanjutnya bisa dilakukan dengan teknik elevasi yaitu
mengangkat bagian yang luka sehingga posisinya lebih tinggi dari jantung. Apabila darah
masih merembes, maka diatas balutan yang pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka
balutan yang pertama.
c. Dengan teknik tekan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju bagian yang luka.
Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi yaitu temporal artery (di kening), facial artery (di
belakang rahang), common carotid artery (di pangkal leher, dekat tulang selangka), femoral
artery (di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata
kaki), dan dorsalis pedis artery (di punggung kaki).
d. Dengan teknik immobilisasi
Teknik ini bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan
sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian luka tersebut dapat menurun.
e. Dengan tourniquet
Tourniquet adalah balutan yang menjepit sehingga aliran darah di bawahnya terhenti sama
sekali. Saat keadaan mendesak di luar rumah sakit sehelai pita kain yang lebar, pembalut
segitiga yang dilipat-lipat, atau sepotong karet ban sepeda dapat dipergunakan untuk
keperluan ini. Teknik hanya dilakukan untuk menghentikan perdarahan di tangan atau di kaki
saja. Panjang Tourniquet haruslah cukup untuk dua kali melilit bagian yang hendak dibalut.
Tempat yang terbaik untuk memasang Tourniquet lima jari di bawah ketiak (untuk
perdarahan lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki). Teknik ini
17
merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika kemungkinan ada amputasi. Bagian
lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak bisa mengalir.
Tourniquet dapat menyebabkan kerusakan yang menetap pada saraf, otot dan pembuluh
darah dan mungkin berakibat hilangnya fungsi dari anggota gerak tersebut. Sebaiknya teknik
ini hanya dilakukan oleh mereka yang pernah mendapatkan pelatihan. Jika keliru, teknik ini
justru akan membahayakan. Saat penanganan di luar rumah sakit, maka dahi korban yang
mendapatkan tourniquet diberi tanda silang sebagai penanda dan korban harus segera dibawa
ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak segera mendapatkan
penanganan maka bagian yang luka akan dapat membusuk.
Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut (Petra & Aryeh, 2012):
1) Buat ikatan di anggota badan yang cedera (sebelum luka) dengan verban yang lebarnya 4
inci dan buatlah 6 – 8 lapis. Kalau tidak ada verban bisa pakai bahan yang telah
disebutkan diatas tadi. Kemudian buat simpul pada ikatan tersebut
2) Selipkan sebatang kayu dibawah ikatan itu.
3) Kencangkan kedudukan kayu itu dengan cara memutarnya.
4) Agar kayu tetap erat dudukannya, ikat ujung yang satunya.
Menurut M. Sholekhudin (2011) dalam Seri P3K perdarahan berat, maka teknik
menghentikan perdarahan saat melakukan pertolongan pertama adalah sebagai berikut:
18
a. Pastikan penderita selalu dalam keadaan berbaring. Perdarahan berat tidak boleh
ditangani sementara korban dalam keadaan duduk atau berdiri.
b. Jika mungkin, posisikan kepalanya sedikit lebih rendah daripada badan, atau angkat
bagian tungkai kaki. Posisi ini bisa mengurangi risiko pingsan dengan cara meningkatkan
aliran darah ke otak.
c. Angkat bagian yang berdarah setinggi mungkin dari jantung. Misalnya, jika yang
berdarah bagian betis, letakkan betis tersebut di atas tumpuan, sehingga posisinya lebih
tinggi dari badan.
d. Buang kotoran dari luka, tapi jangan mencoba mencabut benda yang menancap dalam.
e. Berikan tekanan langsung di atas luka. Gunakan pembalut yang bersih. Jika tidak ada,
gunakan sapu tangan atau potongan kain. Jangan sekali-kali “memeriksa” perdarahan
dengan cara menyingkap pembalut.
f. Jika darah masih terus merembes, kuatkan tekanan. Tambahkan sapu tangan lagi di
atasnya, tanpa perlu membuang sapu tangan pertama. Hal ini dilakukan karena di dalam
darah yang keluar terdapat faktor-faktor pembekuan.
g. Pertahankan tekanan hingga perdarahan berhenti. Jika telah mampet, balut luka dengan
verban, langsung di atas kain penyerap. Jika tidak ada verban, gunakan potongan kain
biasa. Kemudian segera bawa korban ke rumah sakit.
19
Sedangkan menurut Standard Prosedur Operasional (SPO) RS. Siti Khodijah teknik
menghentikan perdarahan untuk unit terkait Intensive Care Unit dan Unit Gawat Darurat adalah
sebagai berikut:
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Petugas menggunakan alat pelindung diri ( kaca mata safety, masker, handscoen, dan
scort )
c. Perawat I menjalankan tugas:
1) Menekan pembuluh darah proximal dari luka, yang dekat dengan permukaan kulit
dengan menggunakan jari tangan
2) Mengatur posisi dengan cara meninggikan daerah yang luka
d. Perawat II menjalankan tugas:
1) Mengatur posisi pasien
2) Memakai sarung tangan steril
3) Meletakkan kain kasa steril diatas luka, kemudian ditekan dengan ujung-ujung jari.
4) Meletakkan lagi kain kasa steril diatas kain kasa yang pertama, kemudian tekan dengan
ujung jari bila perdarahan masih berlangsung. Tindakan ini dapat dilakukan secara
berulang sesuai kebutuhan tanpa mengangkat kain kasa yang ada
e. Melakukan balut tekan
1) Meletakkan kain kasa steril diatas luka
2) Memasang verban balut tekan, kemudian letakkan benda keras (verban atau kayu balut)
di atas luka
3) Membalut luka dengan menggunakan verban balut tekan
f. Memasang tourniquet untuk luka dengan perdarahan hebat dan traumatik amputasi
20
1) Menutup luka ujung tungkai yang putus (amputasi) dengan menggunkan kasin kasa
steril
2) Memasang tourniquet ± 10 cm sebelah proximal luka, kemudian ikatlah dengan kuat.
3) Tourniquet harus dilonggarkan setiap 15 menit sekali secara periodic
g. Memasang SB Tube
1) Menyiapkan peralatan untuk memasang SB Tube
2) Mengatur posisi pasien
3) Mendampingi dokter selama pemasanagn SB tube
4) Mengobservasi tanda vital pasien
h. Hal–hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tourniquet dan SB Tube:
1) Pemasangan tourniquet merupakan tindakan terakhir jika tindakan lainnya tidak
berhasil, hanya dilakukan pada keadaan amputasi atau sebagai “ live saving “
2) Selama melakukan tindakan perhatikan:
Kondisi pasien dan tanda vital
Expresi wajah
Perkembangan pasien
3) Pemasangan SB tube dilanjutkan dengan pengompresan dan irigasi melalui selang
2. Perdarahan Internal
Berbeda dengan perdarahan external, penanganan perdarahan internal pada korban
bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut (Hamidi, 2011):
a. Rest
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin
b. Ice
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang membeku ini
lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme tubuh.
c. Compression
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses penutupan
lubang atau bagian yang rusak pada pembuluh darah
d. Elevation
21
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.
e. Bawa korban ke rumah saki terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
Jika peristiwa terjadi diluar rumah sakit, maka seorang perawat dalam memberikan
pertolongan pertama sebelum menghentikan perdarahan pastikan dulu kondisinya aman
baik korban, penolong (perawat) maupun lingkungannya. Selain itu tetap menghubungi
ambulance supaya cepat mendapatkan penanganan di rumah sakit
Memastikan dahulu kondisi Airway, Breathing dan Circulation korban tidak terganggu
Perawat harus teliti dan akurat dalam melakukan pengkajian luka dan sumber
perdarahan, apakah perdarahan external ataupun internal
Jika perdarahan external perawat harus bisa memahami/ mengetahui tipe perdarahannya,
apakah perdarahan arteri, vena atau kapiler
Perawat bisa menggunting atau melepas pakaian korban yang tebal karena kemungkinan
perdarahan external tidak terlihat (tertutup pakaian tebal)
Melakukan teknik penghentian perdarahan sesuai dengan jenis perdarahan dan tipe
perdarahannya
Jika terpaksa dengan pilihan terakhir menggunakan tourniquet maka pemasangannya
dilakukan oleh perawat yang sudah mendapatkan pelatihan dan tiap 15 menit, ikatannya
harus dikendurkan selama 30 detik untuk memberi kesempatan darah mengalir lagi.
Tujuannya, mencegah matinya jaringan akibat tidak mendapat suplai darah.
Jika ada kotoran pada luka harus dibersihkan dan perawat harus selalu proteksi diri
dengan APD yang ada
Jika membawa alat-alat lengkap, maka perawat bisa mencoba untuk menjahit lukanya
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Benda asing di suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam
tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada.
Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah utama anak usia 6
bulan sampai 6 tahun, dan dapat terjadi pada semua umur.
Benda asing di esofagus sering ditemukan di daerah penyempitan fisiologis esofagus,
lokasi tersering benda asing tersangkut di esofagus adalah pada sfingter krikofaringeus
dikarenakan pada daerah tersebut adalah daerah yang sempit dan terdiri dari otot
krikofaring yang akan membuka disaat bolus melewatinya. Namun apabila bolus atau
makanan tidak sempurna diolah dimulut akan menyebabkan makanan tersebut tersangkut,
apalagi untuk suatu benda asing yang cukup besar.
Gejala benda asing esophagus adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing
tersangkut di servikal. Bila benda asing tersangkut di esophagus distal, timbul rasa tidak
enak di substernal atau nyeri di punggung. Gejala disfagia bervariasi tergantung pada
ukuran benda asing, dan dapat pula dijumpai odinofagia, hipersalivasi, regurgitasi dan
muntah, kadang-kadang mudah berdarah.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah endoskopi, biasanya tindakan terbagi menjadi dua
jenis, yaitu endoskopi kaku dan endoskopi fleksibel.
Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi lokal dengan
abses leher atau mediastinitis.
23
DAFTAR PUSTAKA
6. Petra & Aryeh. 2012. Basic of Blood Management. New York: Wiley publisher
7. Solekhudin. 2011. Seri P3K: Perdarahan Berat. Jakarta: Intisari Smart & Inspirasing
24