Anda di halaman 1dari 48

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DASAR APARATUR SIPIL NEGARA

SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN GRATIFIKASI PADA SEKRETARIAT


KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI PAPUA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun sebagai salah satu persyaratan


Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah
Di lingkungan Sekretariat KPU Provinsi dan
Sekretariat KPU Kabupaten/Kota Tahun 2021

NURYANI SITI DARISMA

NIP 19930319 201903 2 008

KOMISI PEMILIHAN UMUM


PROVINSI PAPUA BARAT
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan rahmat-Nya

penulis telah menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Implementasi Nilai-nilai Dasar

Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan

Umum Provinsi Papua Barat.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini sebagai syarat untuk persyaratan untuk mengikuti ujian

kenaikan pangkat penyesuaian ijazah (UKPPI) bagi PNS di lingkungan Sekretariat KPU Provinsi

dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota Tahun 2021.

Rancangan Aktualisasi ini tentu tidak akan selesai tanpa kontribusi banyak pihak yang

telah membantu. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Bernad Dermawan Sutrisno selaku Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum

Republik Indonesia

2. Bapak Michael Mote, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua

Barat

3. Bapak Joni Jitmau, SP., MH selaku Kepala Bagian Hukum, Teknis dan Hupmas Komisi

Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat

4. Bapak Muhammad Ikhsan Payapo, SH selaku Kepala Sub Bagian Teknis dan Hupmas Komisi

Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat

5. Ibu Marqaline E. Kaiway, SH selaku Kepala Sub Bagian Hukum Komisi Pemilihan Umum

Provinsi Papua Barat

6. Seluruh Staf Sub Bagian Sumber Daya Manusia Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat

ii
Terutama terima kasih kepada keluarga yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi

dan dukungan. Menyadari penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari kekurangan, maka

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini dapat memberi

manfaat dalam bidang pekerjaan dan penerapannya di lapangan serta mampu dikembangkan lebih

lanjut.

Manokwari, 20 Agustus 2021

Nuryani Siti Darisma

NIP. 19930319 201903 2 008

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................................................... 4
C. Metode Penulisan............................................................................................................... 4
D. Sistematika Penulisan ....................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 9
A. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)...................................................................... 9
1. Pengertian ........................................................................................................................ 9
2. Fungsi, Tugas dan Peran................................................................................................ 10
3. Hak dan Kewajiban ....................................................................................................... 11
B. Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) ............................................................ 12
C. Gatifikasi .......................................................................................................................... 20
1. Pengertian ...................................................................................................................... 20
2. Kategori Gratifikasi ....................................................................................................... 21
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS ........................................................................................ 25
A. Gambaran Objek Penulisan .............................................................................................. 25
1. Profil Organisasi ................................................................................................................ 25
2. Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................................................... 27
3. Visi dan Misi ................................................................................................................. 29
4. Struktur Organisasi ........................................................................................................ 30
B. Pembahasan ......................................................................................................................... 31
1. Implementasi Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya
Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua
Barat .................................................................................................................................... 32

iv
2. Faktor Penghambat Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai
Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Papua Barat ........................................................................................................................ 35
3. Optimalisasi Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya
Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua
Barat .................................................................................................................................... 36
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................... 39
A. KESIMPULAN ................................................................................................................ 39
B. SARAN ............................................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 41

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1.1 Alur Gejala Gratifikasi…………………………………...
3

Gambar 3.1 Kantor KPU Provinsi Papua Barat………………………. 26

Gambar 3.2 Struktur Organisasi KPU Provinsi Papua Barat………………... 31

Gambar 3.3 Fakta Integritas Anti Korupsi…………………………………... 34

vi
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan tindak pidana korupsi atau lebih dikenal dengan korupsi merupakan

masalah yang serius dan multidimensi yang tidak hanya berkaitan dengan masalah hukum, tetapi

juga berkaitan dengan masalah sosial, budaya dan ekonomi. Data penanganan perkara di Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Juni 2020, menunjukkan setidaknya ada 397 kasus korupsi

yang melibatkan politisi, diantaranya melibatkan DPR/DPRD sebanyak 274 orang, Gubernur 21

orang dan Walikota, Bupati dan wakil sebanyak 122 orang1.

Tidak hanya di Indonesia, korupsi juga menjadi permasalahan global. Pada tahun 1992,

The Center for International Crime Prevention (CICP) bekerjasama dengan Departemen

Kehakiman Amerika Serikat mempublikasikan panduan praktis dalam menghadapi korupsi. Hal

tersebut meningkatkan kesadaran pemerintah, lembaga-lembaga internasional dan sektor swasta

bahwa korupsi menjadi penghalang yang serius terhadap pemerintahan yang demokratis, kualitas

pertumbuhan, serta stabilitas nasional dan internasional2.

Definisi korupsi secara jelas disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, yang selanjutnya dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi

dan pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut3:

1
Komisi Pemberantasan Korupsi, diakses melalui https://www.kpk.go.id/id/pilkada-berintegritas/pilkada-
berintegritas-utama pukul 20.27 WIT
2
UN Anti-Corruption Policy, Global Programme Againts Corruption, Draft UN Manual on Anti Corruption Policy,
Vienna, June 2001, hal. 2 dalam : Arief Amrullah, Korupsi, Politik dan Pilkada (Dalam Perspektif Pemberantasan
Korupsi di Indonesia), Jurnal Ilmu Hukum MADANI, FH-UNISBA, Bandung, 2005, hal. 129
3
Syamsa Ardisasmita, diakses melalui http://hileud.co/kpk-definisi korupsi diakses pada tanggal 19 Agustus 2021
pukul 20:50 WIT

1
1. Kerugian keuangan negara;

2. Suap-menyuap;

3. Penggelapan dalam jabatan;

4. Pemerasan;

5. Perbuatan curang;

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan; dan

7. Gratifikasi.

Berdasarkan pengelompokan tersebut, gratifikasi menjadi salah satu bentuk korupsi yang

banyak terjadi khususnya dalam dunia birokrasi baik oleh pegwai Aparatur Sipil Negara (ASN)

maupun penyelenggara atau pejabat negara. Suatu kebiasaan yang sering kali terjadi dan dianggap

wajar seperti pemberian tanda terima kasih atau hadiah, cendera mata baik berupa barang, uang

maupun fasilitas. Namun, dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih, hukum

memandang pemberian tersebut sebagai sesuatu yang negatif dan berpotensi menimbulkan korupsi

yang diawali dengan pengabaian terhadap tugas dan kewajiban. Potensi inilah yang harus dicegah,

terutama apabila pemberian tersebut diduga berkaitan dengan jabatan atau kewenangan yang

dimiliki seseorang dalam suatu instansi karena dapat mendorong ASN bersikap tidak objektif,

tidak adil dan tidak professional, serta ASN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik4.

Tindakan gratifikasi sering mewarnai perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) dan

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam berita yang dilansir dari mediaindonesia.com

(9/9/2020), Ketua KPK menyatakan: “… Di samping tindak pidana korupsi berupa suap menyuap,

hal lain yang rentan terjadi dalam tahapan pilkada adalah gratifikasi”. Berikut merupakan alur

gejala gratifikasi:

4
Marwan Mas,2014,Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Ghalia Indonesia,Bogor,hlm.77.

2
Gambar 1.1 Alur Gejala Gratifikasi

Mengingat Indonesia akan segera melangsungkan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun

2024 dan tahapannya direncakan dimulai pada tahun 2022, maka penting bagi ASN dan pejabat

atau penyelenggara negara di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara

untuk lebih memperhatikan pencegahan gratifikasi. KPU sendiri telah memiliki Unit Pengendalian

Gratifikasi yang dibentuk pada satuan kerja Sekretariat KPU Republik Indonesia, Sekretariat KPU

Provinsi dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota. Unit Pengendalian Gratifikasi bersinergi dengan

KPK untuk memberikan penjelasan mengenai gratifikasi dan pelaporan gratifikasi. Namun,

kurangnya sosialisasi, rendahnya pemahaman dan kesadaran pegawai ASN terhadap gratifikasi

dan proses pelaporannya menyebabkan kurangnya partisipasi ASN dalam pencegahan gratifikasi.

KPU Provinsi Papua Barat sendiri sampai saat ini belum membentuk Unit Pengendalian

Gratifikasi. Sehingga dibutuhkan sosialisasi lebih lanjut untuk meningkatkan awareness pegawai

ASN terhadap gratifikasi salah satunya yaitu melalui implementasi nilai-nilai dasar ASN. Adapun

nilai-nilai dasar ASN tersebut diantaranya terdiri dari:

1. Akuntabilitas;

3
2. Nasionalisme;

3. Etika Publik;

4. Komitmen Mutu; dan

5. Anti Korupsi.

Mengingat KPU Provinsi Papua Barat belum membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi,

maka penulis melihat perlunya peningkatkan komitmen dalam pengimplentasian nilai-nilai dasar

ASN melaui penyusunan program kerja sebagai upaya mencegah gratifikasi. Dari latar belakang

tersebut, penulis menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “Implementasi Nilai-nilai Dasar

Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi

Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat”

B. Identifikasi Masalah

Dalam kaitanya penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk

mengikuti ujian kenaikan pangkat penyesuaian ijazah (UKPPI) bagi PNS di lingkungan Sekretariat

KPU Provinsi dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota Tahun 2021. Di sisi lain penulis juga berharap

sekiranya karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat secara lebih konkret bagi lembaga. Atas dasar

tersebut, penulis merumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

Bagaimana implementasi nilai-nilai dasar ASN sebagai salah satu upaya dalam

pencegahan gratifikasi pada Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat?

C. Metode Penulisan

Untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang komprehensif, namun juga

memaksimalkan waktu yang ada dengan seefisien mungkin. Maka, penulis menggunakan metode

4
studi pustaka. Dimana studi pustaka merupakan suatu studi yang digunakan dalam mengumpulkan

informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti

dokumen, buku, majalah, dan sebagainya (Mardalis ebagaimana dikutip dalam Mirzaqon.T dan

Purwoko, 2017). Adapun langkah-langkah dalam melakukan studi pustaka menurut Zed (2008),

meliputi:

1. Memilih ide umum mengenai topik penelitian;

2. Mencari informasi yang mendukung topik;

3. Pertegas fokus penelitian;

4. Mencari dan menemukan bahan bacaan yang diperlukan dan mengklasifikasikan bahan bacaan

tersebut;

5. Membaca dan membuat catatan penelitian;

6. Mereview dan memperkaya lagi bahan bacaan;

7. Menglasifikasikan lagi bahan bacaan dan mulai menulis laporan.

Selanjutnya penentuan sumber data, subjek dan objek penulisan karya tulis. Sumber data

berkaitan dengan subjek dan objek yang dianggap sesuai untuk menjawab identifikasi masalah.

Adapun dalam penyusunan karya tulis ini, sumber data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan

data sekunder.

Sumber data primer menurut Sugiyono (2012) merupakan sumber data utama yang

diperoleh dari berbagai informasi dan keterangan langsung dari sumbernya, yaitu pihak-pihak

yang dijadikan informan dalam penulisan ini. Maka, dalam hal ini wawancara menjadi sumber

data primer. Sedangkan, sumber data sekunder menurut Sugiyono (2012) adalah sumber data yang

diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber

dari literatur. Data sekundernya bersumber dari dokumen-dokumen berupa peraturan perundang-

5
undangan, buku, penelitian dalam bentuk jurnal atau tesis serta materi audio dan visual lainnya

yang memiliki relevansi dengan tema karya ilmiah ini.

Setelah data-data dalam penelitian terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan

analisis data. Proses analisis data menurut Miles dan Huberman (sebagaimana dikutip dalam

Herdiansyah, 2010) terdiri dari empat tahap yang harus dilakukan.

1. Pengumpulan data

Dalam hal ini, selain wawancara penulis juga melakukan studi pustaka yang meliputi

dokumentasi untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis

dan dokumen lainnya yang hasilnya adalah data yang akan diolah.

2. Reduksi data

Reduksi data pada intinya adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk

data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang dianalisis. Hasil dari wawancara dan

pengumpulan materi melalui dokumentasi yang telah penulis kumpulkan diubah menjadi bentuk

tulisan (script) sesuai dengan tema.

3. Display data

Pada prinsipnya display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam

dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas sesuai tema untuk memudahkan

dalam menganalisis data.

4. Kesimpulan/verifikasi

Secara esensial dalam penelitian ini kesimpulan berisi tentang uraian dari seluruh

subkategorisasi tema yang sudah terselesaikan.

6
D. Sistematika Penulisan

Penyusunan karya tulis ilmiah ini relevan dengan profesi sebagai ASN khususnya sebagai

penyelenggara Pemilu yang rentan terhadap pemberian gratifikasi terutama pada saat tahapan

Pemilu dan Pilkada berlangsung. Bertolak dari identifikasi masalah yang diangkat, penyusunan

karya tulis ini dibatasi pada lingkup untuk menggali dan menganalisis Implementasi Nilai-nilai

Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi

Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat.

Agar memperoleh hasil penulisan yang komprehensif dan data yang optimal, maka yang

menjadi sumber dari data primer dalam penyusunan karya tulis ini adalah hasil wawancara dengan

narasumber. Selanjutnya, data sekunder diperoleh dari buku, dokumen maupun literatur yang

memiliki relevansi dengan topik penulisan karya ilmiah.

Berikut sistematika penulisan yang dibagi ke dalam empat bab dengan rincian sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan. Bagian pembuka dari karya tulis ilmiah terdiri dari empat subbab

yaitu latar belakang, identifikasi masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Terdiri dari subbab tinjauan pustaka yang berisi teori dan

konsep yang memiliki keterkaitan dengan tema penyusunan karya ilmiah.

Bab III Pembahasan/Analisis. Bagian pemaparan mengenai masalah pada kondisi

eksisting dan dibandingkan dengan kajian konsep sebagai bentuk evaluasi dalam

mengoptimalkan implementasi nilai-nilai dasar ASN dalam pencegahan gratifikasi.

Terdiri dari dua subbab yaitu:

Subbab objek penulisan dituliskan gambaran objek penulisan yaitu Sekretariat KPU

Provinsi Papua Barat.

7
Subbab pembahasan menguraikan keterkaitan antara hasil analisis dengan teori dan

konsep yang digunakan terkait Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara

sebagai Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum

Provinsi Papua Barat.

Bab IV Penutup. Menyajikan hasil kajian yang terdiri dari:

Subbab kesimpulan, dituliskan secara ringkas temuan- temuan dan menarik simpulan

berdasarkan analisis hasil dan pembahasan.

Subbab saran, dituliskan kekurangan dan kelemahan yang direfleksikan dalam bentuk

saran-saran perbaikan yang dapat diajukan untuk kepentingan lembaga.

Daftar Pustaka

Berisikan sumber-sumber dan referensi yang digunakan dalam penyusunan karya tulis

ilmiah.

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tinjauan Pustaka yang berisi teori dan konsep yang memiliki

relevansi dengan tema penulisan karya tulis ilmiah, diantaranya: Manajemen ASN, Nilai-nilai

Dasar ASN serta Gratifikasi. Teori dan konsep tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai pisau

analisis dalam menganalisis data hasil penelitian.

A. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)

1. Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, yang dimaksud dengan ASN adalah sebagai berikut:

1) Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil

dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah;

2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri

sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina

kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara

lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan;

3) Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang

profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik

korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Adapun penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas-asas

berikut:

a. Kepastian hukum;

b. Profesionalitas;

9
c. Proporsionalitas;

d. Keterpaduan;

e. Delegasi;

f. Netralitas;

g. Akuntabilitas;

h. Efektif dan efisien;

i. Keterbukaan;

j. Nondiskriminatif;

k. Persatuan dan kesatuan;

l. Keadilan dan kesetaraan; dan

m. Kesejahteraan.

2. Fungsi, Tugas dan Peran

Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, pegawai ASN berfungsi sebagai:

a. Pelaksana kebijakan publik;

b. Pelayan publik; dan

c. Perekat dan pemersatu bangsa.

Berdasarkan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, pegawai ASN bertugas:

a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan

c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10
Berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan

tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan

pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,

kolusi, dan nepotisme.

3. Hak dan Kewajiban

Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, PNS berhak memperoleh:

a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;

b. Cuti;

c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

d. Perlindungan; dan

e. Pengembangan kompetensi.

Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, pegawai ASN wajib:

a. Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;

b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;

d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung

jawab;

11
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada

setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;

g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

B. Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara (ASN)

Nilai-nilai dasar profesi ASN atau disebut juga ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme,

Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi), dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Akuntabilitas

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban individu, kelompok atauinstitusi untuk

memenuhi tanggungjawab yang menjadi amanahnya. Dalam pelaksanaannya, amanah yang

dimaksudkan sebagai bentuk jaminan untuk mewujudkan nilai-nilai publik, yaitu :

a. Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi konflik kepentingan antara

kepentingan publik dengan kepentingan sektor, maupun kelompok termasuk juga kepentingan

pribadi;

b. Memliki pemahaman dan kesadaran untuk menghindari dan mencegah keterlibatan dalam

politik praktis;

c. Memperlakukan masyarakat sebagai warga negara secara sama dan adil dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan publik;

d. Menunjukkan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat diandalkan sebagai penyelenggara

pemerintahan maupun sebagai penyelenggara pelayanan publik.

12
Sejalan dengan nilai akuntabilitas, terdapat 9 (sembilan) dasar nilai-nilai yang diamalkan

oleh ASN, yaitu :

a. Kepemimpinan. Lingkungan yang akuntabel dapat tercipta secara vertikal dimana pemimpin

memiliki peranan yang cukup penting dalam menciptakan lingkungan kondisi tersebut.

b. Transparansi. Keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang dilakukan baik oleh

individu, kelompok maupun instansi.

c. Integritas. Integritas merupakan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi

nilai-nilai luhur dan keyakinan.Selain itu integritas dapat diartikan keselarasan antara ucapan

dan perilaku yang dilakukan.

d. Tanggung Jawab. Tanggungj awab merupakan kesadaran akan tingkah laku atau perbuatan

yang disengaja maupun tidak, termasuk kesadaran akan kewajiban.

e. Keadilan. Keadilan merupakan kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal baik

menyangkut benda maupun individu.

f. Kepercayaan. Kepercayaan merupakan perwujudan dari akuntabilitas dan selaras dengan rasa

keadilan yang dilaksanakan.

g. Keseimbangan. Untuk dapat mencapai akuntabilitas, maka diperlukan keseimbangan antara

akuntabilitas dan kewenangan, termasuk harapan dan kapasitas.

h. Kejelasan. Pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab harus memiliki gambaran yang jelas

tentang apa yang menjadi tujuan dan hasil yang diharapkan.

i. Konsistensi. Konsistensi dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara terus menerus

untuk mencapai tujuan akhir yang telah direncanakan.

13
2. Nasionalisme

Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan

negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Dalam kaitannya dengan ASN, nasionalisme

menjadi pondasi untuk mengaktualisasikan tugas dan fungsi yang berorientasi kepentingan publik,

bangsa dan negara atau yang lebih dikenal sebagai paham kebangsaan.Nilai-nilai nasionalisme

merupakan jabaran dari Pancasila yang menjadi dasar dari pelaksanaan semua segi kehidupan.

Nilai-nilai dasar Nasionalisme adalah sebagai berikut :

a. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa

Menyatakan keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan sesuai dengan keimanan dan

kepercayaan masing-masing.Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa termasuk pengimplementasian nilai

religious, toleransi, etos kerja, transparansi, tanggungjawab, amanah dan percaya diri.

b. Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, sadar bahwa keadaan manusia dengan derajat yang

sama sehingga perlu mengembangkan sikap saling menghormati dan toleransi antara satu dan yang

lainnya. Nilai kemanusian termasuk humanis, tenggangrasa, persamaan derajat, saling

menghormati dan tidak diskriminatif.

c. Nilai Persatuan Indonesia

Bangsa Indonesia menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan

bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun golongan.Nilai persatuan merupakan

jabaran dari dasar semboyan bangsa Bhineka Tunggal Ika.Nilai-nilai persatuan termasuk cinta

tanah air, rela berkorban, menjaga ketertiban, mengutamakan kepentingan publik dan gotong

royong.

14
d. Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyarawatan/Perwakilan

Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi keputusan musyawarah, karena itu semua pihak

harus menerima dan melaskanakan hasil musyawarah dengan penuh tanggungjawab. Keputusan

yang diambil harus menjunjung tinggi nilai keadilan serta dapat dipertanggung jawabkan.Selain

itu nilai kerakyatan termasuk musyawarah mufakat, kekeluargaan, menghargai pendapat dan

bijaksana.

e. Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Hak dan kewajiban itu sama kedudukannya dalam menciptakan keadilan dalam

masyarakat. Perlu dikembangkan perbuatan yang luhur dan sikap gotong royong, sehingga

diperlukan kesinambungan antara hak dan kewajiban untuk dapat menjaga keadilan yang

dikehendaki.

3. Etika Publik

Etika publik merupakan refleksi atas standar atau norma yang menentukan baik atau

buruk, benar atau salah suatu tindakan maupun keputusan, perilaku untuk mengarahkan kebijakan

publik dalam rangka menjalankan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan maupun

penyelenggaraan pelayanan publik. Nilai dasar Etika Publik adalah :

a. Memegang teguh nilai-nilai dalam Ideologi Negara Pancasila;

b. Setia dan mempertahankan UUD 1945;

c. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

d. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;

e. Menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif;

f. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika luhur;

15
g. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;

h. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;

i. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna,

berhasil guna dan santun;

j. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;

k. Menghargai komunikasi, konsultasi dan kerjasama;

l. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;

m. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan;

n. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karir.

4. Komitmen Mutu

Komitmen mutu merupakan pelaksanaan pelayanan publik dengan berorientasi pada

kualitas hasil.Nilai komitmen mutu yang utama adalah mengedepankan komitmen terhadap

kepuasan dan memberikan layanan yang menyentuh hati untuk menjaga dan

memelihara.Komitmen mutu selaras dengan efektivitas, efisiensi, inovasi dan mutu

penyelenggaraan pemerintahan.

a. Efektivitas. Menunjukkan tingkat ketercapaian target yang telah direncakan, baik menyangkut

jumlah maupun mutu hasil kerja;

b. Efisiensi. Merupakan tingkat ketepatan realisasi penggunaan sumberdaya dan bagaimana

pekerjaan dilaksanakan;

c. Inovasi. Merupakan hasil pemikiran baru yang konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap

individu untuk membangun karakter sebagai aparatur yang diwujudkan dalam bentuk

profesionalisme layanan publik yang berbeda dari sebelumnya, bukan sekedar menjalankan

atau menggugurkan tugas rutin;

16
d. Mutu penyelenggaraan pemerintahan. Merupakan suatu kondisi dinamis berkaitan dengan

produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang sesuai atau bahkan melebihi harapan

konsumen.

5. Anti Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna

busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik

politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak

wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk

mendapatkan keuntungan sepihak.

Sedangkan Anti korupsi sendiri adalah tindakan atau gerakan yang dilakukan untuk

memberantas segala tingkah laku atau tindakan yang melawan norma-norma dengan tujuan

memperoleh keuntungan pribadi, merugikan Negara atau masyarakat baik secara langsung

maupun tidak.

Dalam berbagai buku dan pembahasan disebutkan bahwa nilai-nilai anti korupsi

berjumlah 9 buah, yaitu :

a. Kejujuran

Kejujuran ialah merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam anti korupsi.Tanpa

kejujuran seseorang tidak akan mendapat kepercayaan dalam berbagai hal, termasuk dalam

kehidupan sosial. Orang yang dalam dirinya tertanam nilai kejujuran, maka akan senantiasa selalu

transparan dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini juga dapat menghindari dan menjadi

benteng bagi seseorang untuk berbuat curang dalam hal apapun termasuk Korupsi.

b. Kepedulian

17
Rasa kepedulian dapat dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang

berkembang didalamnya. Sebagai masyarakat yang mencintai sesama, hal ini dapat diwujudkan

dengan rasa peduli terhadap sesama seperti dengan turut membantu jika terjadi bencana alam, serta

turut membantu meningkatkan lingkungan sekitar. Memiliki sifat Kepedulian, mencerminkan rasa

kasihsayang antara sesama, sehingga dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain serta

tidakmenutup mata dan hatinya ketika melihat orang lain menderita dan lemah.

c. Kemandirian

Kemandirian dianggap sebagai suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap

orang termasuk seorang pemimpin, karena tanpa kemandirian seseorang tidak akan mampu

memimpin orang lain. Kemandirian mencerminkan karakter dari diri seseorang. Pribadi yang

mandiri selalu terjaga mental dan emosinya, dalam berbagai aspek kehidupan. Menggunakan hati,

akal dan pikiran dalam bekerja, sehingga tidak mudah terpengaruh dengan orang-orang yang yang

tidak bertanggung jawab.

d. Kedisiplinan

Kedisiplinan memiliki dampak yang sama dengan nilai-nilai anti korupsi lainnya yaitu

dapat menumbuhkan kepercayaan dari orang lain dalam berbagai hal. Kedisiplinanan juga

merupakan salah satu kunci kesuksesan seseorang. Orang yang disiplin selalu konsisten dalam

tugas dan pekerjaannya. Kepatuhan pada kebaikan dan kebenaran menjadi prinsip utama dalam

bekerja, sehingga membuat seseorang tidak akan bermalas-malasan, yang akan membawahnya

kejalan yang tidak benar. Kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan

mengatur waktu dengan baik, kepatuhan kepada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku.

18
e. Tanggung jawab

Kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi

apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan). Seseorang yang memiliki tanggung

jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Seseorang yang

dapat menunaikan tanggung jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan mendapatkan

kepercayaan dari orang lain.

f. Kerja Keras

Kerja keras didasari dengan adanya kemauan.Di dalam kemauan terkandung ketekadan,

ketekunan, daya tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang

mundur.Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan

target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan.

g. Kesederhanaan

Gaya hidup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi interaksi dengan masyarakat

disekitar. Dengan gaya hidup yang sederhana manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak

sesuai dengan kemampuannya. Dengan gaya hidup yang sederhana, seseorang juga dibina untuk

memprioritaskan kebutuhan diatas keinginannya.

h. Keberanian

Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran,

berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat

diperlukan untuk mencapai kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan

keyakinan, serta keyakinan akan semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.

19
i. Keadilan

Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah dan tidak memihak.

Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi

haknya, yakni dengan bertindak profesional dan tidak melanggar hukum.

C. Gatifikasi

1. Pengertian

Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang- Undang

Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa:

“Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik”.
Dari definisi tersebut di atas, gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas,

namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan

dengan kewajiban atau tugasnya. Dilihat dari pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap

khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau ASN adalah pada saat Penyelenggara Negara

atau ASN tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari

pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau

pekerjaannya.

Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima

kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal

ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi

20
perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh Undang-

undang. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau

ASN, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka

sebaiknya Penyelenggara Negara atau ASN segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.

2. Kategori Gratifikasi

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2015 penerimaan gratifikasi terdiri

dari:

a. Penerimaan Gratifikasi yang Dianggap Suap;

b. Penerimaan Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap.

Selanjutnya, penerimaan gratifikasi yang dianggap suap sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf a, meliputi penerimaan gratifikasi dalam:

1. Pengadaan barang dan jasa;

2. Seluruh kegiatan tahapan pemilu dan pemilihan;

3. Tugas penyusunan anggaran;

4. Tugas pemeriksaan atau klarifikasi, audit, monitoring dan evaluasi;

5. Pelaksanaan perjalanan dinas;

6. Proses penerimaan, promosi, atau mutasi pegawai sekretariat;

7. Perjanjian kerjasama, kontrak, atau kesepakatan dengan pihak lain;

8. Pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan;

9. Proses komunikasi, negosiasi, dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan

pelaksanaan tugas dan kewenangannya.

Adapun penerimaan gratifikasi yang tidak dianggap suap, diantanya meliputi:

a. Penerimaan gratifikasi dalam kedinasan; dan

21
b. Penerimaan gratifikasi tidak terkait kedinasan.

Penerimaan Gratifikasi dalam Kedinasan sebagaimana dimaksud di atas yang tidak wajib

dilaporkan meliputi:

1. seminar kit, plakat, vandal, goody bag/gimmick, souvenir, konsumsi/perjamuan dan/atau

barang lainnya yang diperoleh dari seminar, lokakarya, workshop, konferensi, pelatihan atau

kegiatan dinas lainnya sepanjang nilainya tidak melebihi dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah);

2. kompensasi yang diterima terkait kegiatan Kedinasan, seperti honorarium, transportasi,

akomodasi dan pembiayaan serta materi seminar, simposium, workshop, konferensi, pelatihan

atau kegiatan lain sejenis yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi

penerima Gratifikasi, sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat benturan

kepentingan atau melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.

Sedangkan penerimaan gratifikasi dalam kedinasan yang wajib dilaporkan adalah

sebagai berikut:

a. Seminar kit, plakat, vandal, goody bag/gimmick, souvenir, konsumsi/perjamuan dan/atau

barang lainnya yang diperoleh dari seminar, lokakarya, workshop, konferensi, pelatihan atau

kegiatan dinas lainnya yang nilainya melebihi dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

b. penerimaan honorarium, transportasi dan akomodasi yang melebihi dari standar biaya yang

berlaku atau telah dibiayai dari KPU.

Adapun penerimaan gratifikasi yang tidak dianggap suap dan tidak terkait kedinasan

yang tidak wajib dilaporkan kepada UPG meliputi:

1. pemberian karena hubungan Keluarga Inti sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan;

22
2. hadiah dalam bentuk barang yang memiliki nilai jual dalam rangka pesta pernikahan,

kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi atau upacara adat/agama lainnya dengan

batasan nilai per pemberian paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per orang;

3. pemberian uang atau barang terkait musibah atau bencana yang dialami oleh Penerima dan

Keluarga Inti per pemberian paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per orang;

4. pemberian sesama Pegawai Sekretariat dalam acara pisah sambut, pensiun, promosi jabatan,

dan ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau setara uang per pemberian paling banyak

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per orang;

5. kompensasi yang diperoleh atas profesi di luar kedinasan yang tidak terkait dengan tugas

pokok dan fungsi, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal di

Lingkungan KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN, misalnya sebagai pembicara atas

nama pribadi dalam kegiatan di luar Lingkungan KPU;

6. keuntungan/manfaat yang berlaku umum bagi masyarakat atas penempatan dana atau

kepemilikan saham secara pribadi oleh setiap Jajaran KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan

KPPSLN;

7. keuntungan dari undian, kontes, kompetisi yang dilakukan secara terbuka bagi masyarakat

dan diperoleh di luar rangkaian kegiatan kedinasan;

8. manfaat yang berlaku umum bagi seluruh anggota koperasi pegawai di Lingkungan KPU

berdasarkan keanggotaannya dalam koperasi pegawai negeri sipil;

9. sertifikat yang diperoleh dalam suatu pelatihan, seminar, lokakarya di luar rangkaian

kedinasan;

10. pemberian penghargaan hasil dari prestasi akademik maupun non akademik yang diperoleh di

luar rangkaian kegiatan kedinasan;

23
11. penerimaan parcel pada hari raya yang bukan berasal dari Pihak Ketiga yang mempunyai

hubungan dengan Jajaran KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN; dan

12. pemberian sesama rekan kerja di Lingkungan KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN

paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total

pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam satu tahun dari pemberi yang sama.

Penerimaan gratifikasi yang tidak dianggap suap dan tidak terkait dengan kedinasan yang

wajib dilaporkan kepada upg meliputi:

1. Pemberian pihak ketiga, sesama rekan kerja di Lingkungan KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan

KPPSLN terkait hadiah dalam bentuk uang, barang dan jasa yang memiliki nilai jual dalam

rangka pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi atau upacara

adat/agama lainnya dengan batasan nilai melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per orang;

2. pemberian uang atau barang terkait musibah atau bencana yang dialami oleh Penerima dan

Keluarga Inti per pemberian melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per orang;

3. pemberian sesama Pegawai Sekretariat dalam acara pisah sambut, pensiun, promosi jabatan,

dan ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau setara uang per pemberian paling banyak

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per orang;

4. pemberian sesama rekan kerja di Lingkungan KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN

paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total

pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam satu tahun dari pemberi yang sama;

5. penerimaan hadiah yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja, baik yang diberikan

oleh pemerintah maupun pihak mitra dengan kesepakatan maupun persetujuan tertulis melebihi

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

24
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS

Bab ini memuat dua subbagian utama yaitu gambaran objek penulisan dan pembahasan.

Objek penulisan yang dideskripsikan antara lain Profil Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi, Visi

dan Misi, serta Struktur Organisasi. Pada subbagian pembahasan diuraikan keterkaitan antara hasil

penelitian dengan teori dan konsep yang digunakan terkait Implementasi Nilai-nilai Dasar

Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan

Umum Provinsi Papua Barat.

A. Gambaran Objek Penulisan

1. Profil Organisasi

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum, yang dimaksud dengan Pemilu adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara Pemilu di Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan dalam menyelenggarakan

Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak manapun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan

wewenangnya. KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia, KPU Provinsi

25
berkedudukan di ibu kota provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota

kabupaten/kota.

Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan

KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh sekretariat. Jumlah anggota KPU sebanyak 7

(tujuh) orang; KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima)

orang. Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua

merangkap anggota dan anggota. Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipilih

dari dan oleh anggota. Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai

hak suara yang sama. Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus). Masa

keanggotaaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak

pengucapan sumpah/janji.

Adapun objek penulisan karya tulis ilmiah ini adalah Sekretariat KPU Provinsi Papua

Barat yang beralamat di Jalan Brigjen Abraham Oktavianus Atururi Kompleks Perkantoran Arfai

II, Distrik Manokwari Selatan, Kampung Katebu Telp/Fax: 0986 211913.

Gambar 3.1 Kantor KPU Provinsi Papua Barat


Sumber : Dokumetasi Penulis (2021)

26
Lokasi kantor yang berada di Kompleks Perkantoran Gubernur Papua Barat menjadi

mudah diakses. Dalam melaksanakan tugasnya, KPU Provinsi Papua Barat dibantu oleh 13 KPU

Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya, diantaranya, yaitu: KPU Kota Sorong, KPU Kabupaten

Manokwari, KPU Kabupaten Manokwari Selatan, KPU Kabupaten Pegunungan Arfak, KPU

Kabupaten Teluk Bintuni, KPU Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, KPU Kabupaten

Kaimana, KPU Kabupaten Fakfak, KPU Kabupaten Teluk Wondama, KPU Kabupaten Maybrat,

KPU Kabupaten Tambrauw, dan KPU Raja Ampat.

2. Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Tugas, Fungsi, Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Jenderal

Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/

Kota, bahwa Sekretariat KPU Provinsi Tipe B Terdiri dari:

1. Bagian Keuangan, Umum, dan Logistik

Bagian Keuangan, Umum, dan Logistik mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan,

urusan keuangan, umum, dan logistik di lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di

wilayah kerjanya. Bagian Keuangan, Umum dan Logistik menyelenggarakan fungsi:

a. Pengelolaan keuangan di lingkungan KPU Provinsi;

b. Pengelolaan urusan rumah tangga, umum, dan logistic KPU Provinsi; dan

c. pemberian bimbingan teknis dan fasilitasi pengelolaan keuangan, urusan rumah tangga, umum,

dan logistik kepada KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya.

2. Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan

Sumber Daya Manusia

27
Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan

Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, perencanaan, pemantauan,

evaluasi, dan pelaporan teknis penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan, partisipasi, hubungan

masyarakat, hukum, dan pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya. Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi dan

Hubungan Masyarakat, Hukum dan Sumber Daya Manusia menyelenggarakan fungsi:

a. Pelaksanaan teknis penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan di lingkungan KPU Provinsi;

b. Pemberian bimbingan teknis, sosialisasi dan pengelolaan partisipasi pemilih dan hubungan

masyarakat di lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya;

c. Koordinasi penyusunan dan pengkajian produk hukum, dokumentasi informasi hukum,

pemberian advokasi dan pendapat hukum serta fasilitasi penyelesaian sengketa Pemilu dan

Pemilihan di lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya; dan

d. Pelaksanaan fasilitasi dan administrasi pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan KPU

Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya.

3. Bagian Perencanaan, Data dan Informasi

Bagian Perencanaan, Data dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan,

penyusunan rencana, program, dan anggaran, serta pengelolaan data dan informasi di lingkungan

KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya. Bagian Perencanaan, Data dan

Informasi menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan perencanaan program dan anggaran di lingkungan KPU Provinsi;

b. Pengelolaan data dan informasi di lingkungan KPU Provinsi; dan

c. Pemberian bimbingan teknis dan fasilitasi pengelolaan perencanaan program dan anggaran, serta

pengelolaan data dan informasi kepada KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya.

28
4. Kelompok Jabatan Fungsional

3. Visi dan Misi

Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor :

197/PR.01.3-Kpt/01/KPU/IV/2020 tentang rencana strategis Komisi Pemilihan Umum Tahun

2020-2024 yaitu :

Visi

Visi Komisi Pemilihan Umum menggambarkan kondisi ke depan yang ingin dicapai

melalui serangkaian Program dan Kegiatan yang diselesaikan dalam periode 5 (lima) tahun yaitu

Tahun 2020-2024. Visi Komisi Pemilihan Umum periode 2020-2024 adalah:

“Menjadi Penyelenggara Pemilu Serentak yang Mandiri, Profesional dan

Berintegritas”.

Sejalan dengan itu, maka pengertian kata mandiri, profesional dan berintegritas adalah

sebagai berikut:

1. Mandiri, memiliki arti bahwa KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun, disertai dengan

transparansi dan pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2. Integritas, memiliki arti jujur, adil, transparansi, akuntabel;

3. Profesional, memiliki arti berkepastian hukum, berkompeten, aksesibilitas, tertib, terbuka,

proporsional, efektif, efisien, dan mendahulukan kepentingan umum.

Misi

Misi Komisi Pemilihan Umum Misi Komisi Pemilihan Umum merupakan rumusan

umum upaya-upaya yang dilaksanakan oleh seluruh jajaran untuk mewujudkan Visi KPU periode

2020- 2024. Komisi Pemilihan Umum melaksanakan misi Presiden dan Wakil Presiden

29
“Pengelolaan Pemerintahan yang bersih, efektif, dan tepercaya’’ dengan uraian sebagai

berikut:

1. Meningkatkan kompetensi penyelenggara Pemilu Serentak dengan berpedoman kepada

perundang-undangan dan kode etik penyelenggara Pemilu;

2. Menyusun peraturan di bidang Pemilu Serentak yang memberikan kepastian hukum, progresif,

dan partisipatif;

3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu Serentak yang efektif dan efisien, transparan,

akuntabel, serta aksesibel;

4. Mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dalam menyelenggarakan Pemilu

Serentak;

5. Meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam Pemilu Serentak;

6. Meningkatkan kualitas pelayanan Pemilu Serentak untuk seluruh pemangku kepentingan.

Untuk mencapai visi dan misi tersebut, disusun Program dan Kegiatan Komisi Pemilihan

Umum periode 2020-2024 yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni:

1) Mendukung terciptanya organisasi Komisi Pemilihan Umum yang mampu melaksanakan tugas

dan fungsinya dengan baik, disertai dengan kewibawaan dan kejujuran tanpa dipengaruhi oleh

entitas lain; dan

2) Memberikan layanan terbaik di bidang Pemilihan Umum dan Pemilihan.

4. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Tugas, Fungsi, Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Jenderal

30
Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/

Kota, bahwa Sekretariat KPU Provinsi Tipe B. dengan Struktur Organisasi Sebagai berikut:

Gambar 3.2 Struktur Organisasi KPU Provinsi Papua Barat


Sumber : Dokumentasi KPU Provinsi Papua Barat (2021)

B. Pembahasan

Subbab pembahasan berisi uraian tentang jawaban dari identifikasi masalah yang

diajukan sebagai fokus yang digali. Dalam hal ini digunakan teori dan konsep —Manajemen

Aparatur Sipil Negara, Nilai-nilai Dasar ASN dan Gratifikasi— sebagai pisau analisis. Adapun

hasil analisis akan diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut.

31
1. Implementasi Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya

Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat

Pegawai ASN pada Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat berjumlah 35 (tiga puluh lima)

orang. Dimana dari jumlah tersebut sebanyak 29 (dua puluh sembilan) orang sudah PNS dan 6

(enam) orang masih CPNS. Artinya bahwa 29 (dua puluh sembilan) orang pegawai sudah

menjalani pendidikan dan pelatihan prajabatan dan menerima materi nilai-nilai dasar ASN.

Terdapat 5 (lima) nilai-nilai dasar ASN yang menjadi pedoman dalam pelayanan publik di

lingkungan Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat, meliputi:

1. Akuntabilitas

Implementasi dari akuntabilitas dalam upaya pencegahan gratifikasi diantaranya dengan

transparansi anggaran pemilu dan pilkada yang disebut sebagai NPHD atau Naskah Perjanjian

Hibah Daerah yang merupakan dasar hukum dalam bentuk perjanjian (agreement) antara

Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Penyelenggara Pemilu, baik Bawaslu maupun KPU. NPHD

akan diumumkan pada website KPU Provinsi Papua Barat sehingga mudah diakses oleh

masyarakat. Ini merupakan bagian dari transparansi KPU Provinsi Papua Barat sebagai bagaian

dari instansi pemerinta.

2. Nasionalisme

Implementasi dari nasionalisme dalam upaya pencegahan gratifikasi melalui pelayanan

ASN KPU Provinsi Papua Barat dalam hal memberikan informasi maupun menjalankan tahapan

Pemilu dan Pilkada yang adil berorientasi kepentingan publik, bangsa dan negara, serta tidak

berpihak pada salah satu golongan.

3. Etika Publik

32
Implementasi dari etika publik dalam upaya pencegahan gratifikasi dengan memegang

teguh norma atau baik-buruk, salah-benar dalam bertindak menjalankan tanggungjawab

penyelenggaraan pelayanan publik. ASN KPU Provinsi Papua Barat selalu diingatkan untuk tidak

terlibat dala politik praktis serta menghindari pertemuan dan pemberian apapun dari Partai Politik

maupun Peserta Pemilu dan Pilkada. Dalam hal ini, sebagai penyelenggara Pemilu, terdapat

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berwenang memeriksa pelanggaran kode

etik penyelenggara Pemilu.

4. Komitmen Mutu

Implementasi dari komitmen mutu dalam upaya pencegahan gratifikasi melalui

profesionalisme ASN KPU Provinsi Papua Barat dalam memberikan layanan publik kepada

seluruh stakeholder.

5. Anti Korupsi

Implementasi dari anti korupsi dalam upaya pencegahan gratifikasi melalui sikap jujur,

disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani dan peduli baik dalam

kehidupan bermasyarakat maupun dalam bekerja. ASN KPU Provinsi Papua Barat mendukung

Gerakan anti korupsi dan tidak mentoleransi Tindakan yang berkaitan dengan tindak pidana

korupsi di lingkungan Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat. Pimpinan KPU Provinsi Papua Barat

mewajibkan ASN untuk mengikuti sosialisasi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang

diselenggarakan oleh KPK.

Dalam kaitannya dengan pencegahan gratifikasi, nilai-nilai dasar ASN tersebut memiliki

relevansi dalam meningkatkan awareness ASN terhadap gratifikasi. Sebagai bagian dari

penyelenggara Pemilu dan Pilkada yang rawan akan gratifikasi terutama pada saat tahapan Pemilu

maupun Pilkada berlangsung, ASN KPU Provinsi Papua Barat khususnya pada Bagian Hukum,

33
Teknis dan Hupmas membuat fakta integritas anti korupsi yang ditanda tangani oleh Kepala

Bagian Hukum, Teknis dan Hupmas, Kepala Sub Bagian Teknis, Kepala Sub Bagian Hukum

beserta seluruh staf.

Gambar 3.3 Fakta Integritas Anti Korupsi


Sumber: Dokumentasi Penulis (2021)
Fakta integritas anti korupsi ini sebagai salah satu bentuk implementasi nilai-nilai dasar

ASN KPU Provinsi Papua Barat dalam mendukung gerakan anti korupsi. Selain itu, ASN KPU

Provinsi Papua Barat dibiasakan untuk menerapkan budaya anti korupsi yang dimulai dari hal yang

sederhana seperti disiplin waktu dalam masuk kerja dan isoma (istirahat, solat, makan).

34
2. Faktor Penghambat Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai

Upaya Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi

Papua Barat

Dalam mengoptimalkan implementasi nilai-nilai dasar aparatur sipil negara sebagai

upaya pencegahan gratifikasi, penulis melihat masih terdapat beberapa hambatan yang cukup

signifikan. Penulis membagi hambatan tersebut menjadi 2 (dua) faktor yaitu, faktor internal dari

ASN itu sendiri dan faktor eksternal. Namun, terdapat kesamaan antara keduanya yaitu kurangnya

komitmen dan ada program berkelanjutan dalam rangka pencegahan gratifikasi di lingkungan KPU

Provinsi Papua Barat.

1. Faktor Internal

Hambatan implementasi nilai-nilai ASN sebagai upaya pencegahan gratifikasi yang

terjadi dari faktor internal ASN itu sendiri diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Kurangnya pemahaman terkait kategori gratifikasi;

b. Kurangnya kesadaran untuk melaporkan penerimaan atau penolakan gratifikasi;

c. Masih ada anggapan bahwa pemberian hadiah baik uang, barang dan jasa adalah hal yang wajar

dan bukan termasuk gratifikasi; dan

d. Tidak semua ASN memahami nilai-nilai dasar ASN, sehingga implementasinya hanya

mengikuti arahan pimpinan bukan berdasarkan kesadaran pribadi.

2. Faktor Eksternal

Hambatan implementasi nilai-nilai ASN sebagai upaya pencegahan gratifikasi yang

terjadi dari faktor ekternal, diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Belum adanya Unit Pengendalian Gratifikasi pada Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat;

b. Kurangnya sosialisasi terkait gratifikasi;

35
c. Tidak ada follow up atau arahan bagi peserta yang mengikuti sosialisasi dalam

pengimplementasian sikap anti korupsi atau pelaporan apabila menerima atau menolak

gratifikasi; dan

d. Belum adanya program kerja berkelanjutan dalam implementasi nilai-nilai dasar ASN sebagai

upaya pencegahan gratifikasi;

3. Optimalisasi Implementasi Nilai-nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagai Upaya

Pencegahan Gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua

Barat

Penulis melihat hambatan-hambatan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya salah

satunya berawal dari kurangnya stimulus untuk meningkatkan komitmen pada. ASN maupun

Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat sebagai lembaga pemerintah dalam mengoptimalkan upaya

pencegahan gratifikasi. KPU Provinsi Papua Barat diharapkan dapat memberikan stimulasi

sebagai awal proses perubahan yang baik terhadap budaya baru di lingkungan kerja. Untuk itu,

penulis membagi tindak lanjut upaya optimalisasi implementasi nilai-nilai dasar aparatur sipil

negara sebagai upaya pencegahan gratifikasi pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi

Papua Barat menjadi dua, yaitu pembentukan program kerja dan pemberian insentif sebagai

apresiasi atas kontribusi baik ASN.

1. Penyusunan Program Kerja

Penyusunan program kerja dibutuhkan untuk memberikan arah terhadap kegiatan yang

akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Program kerja sendiri merupakan suatu rencana

kegiatan agar lebih terarah, terpadu dan tersistematis yang dibuat untuk rentang waktu tertentu.

Program kerja ini akan menjadi pegangan bagi ASN dalam menjalankan rutinitas. Terdapat dua

36
alasan pokok mengapa program kerja perlu disusun oleh KPU Provinsi Papua Barat, yang pertama

adalah untuk efisiensi dan yang kedua yaitu efektivitas.

Dari sisi efisiensi, dengan telah dibuatnya suatu program kerja, maka waktu yang

dihabiskan untuk memikirkan bentuk kegiatan apa saja yang akan dibuat tidak begitu banyak,

sehingga waktu yang lain bisa digunakan untuk mengimplementasikan program kerja yang telah

dibuat. Selain itu dari sisi efektivitas, dimana dengan membuat program kerja, maka selama itu

telah direncanakan sinkronisasi kegiatan pencegahan gratifikasi antara bagian yang satu dengan

bagian yang lainnya dapat berjalan dengan baik.

Selain penyususunan program kerja, KPU Provinsi Papua Barat juga harus memonitor

pasca dilakukannya sosialiasi. Tujuannya untuk memastikan bahwa sosialisasi telah dimengerti

dan kemudian disebarkan kepada ASN lainnya untuk kemudian diimplementasikan dengan baik.

Dari hasil analisis penulis, maka hal yang harus dilakukan ialah mengadakan sosialisasi berkala

dan reminder terkait nilai-nilai dasar ASN dan gratifikasi di tempat-tempat yang sering dijadikan

tempat berkumpul ASN.

2. Pemberian Insentif

Untuk membudayakan suatu hal yang bersifat masih baru maka diperkukan adanya suatu

reward bagi ASN yang berpartisipasi aktif dalam membentuk pribadi yang berintegritas. Menurut

Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984), insentif adalah pengupahan yang

memberikan imbalan yang berbeda karena memang prestasi yang berbeda. Fungsi utama dari

insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif

menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi (dalam

Panggabean, 2002).

37
Insentif ini dapat menjadi salah satu solusi terbaik dalam upaya mengoptimalkan

implementasi nilai-nilai dasar aparatur sipil negara sebagai upaya pencegahan gratifikasi pada

Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat. Dengan memberikan insentif, ASN

akan menyadari bahwa instansi menaruh perhatian terhadap isu gratifikasi sehingga sangat

mungkin ASN juga akan semakin membuka mata untuk menolak maupun melaporkan penerimaan

gratifikasi.

38
BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis, dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Gratifikasi merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana korupsi yang banyak terjadi

khususnya dalam dunia birokrasi baik oleh pegwai Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun

penyelenggara atau pejabat negara. Selain itu, gratifikasi dalam bentuk pemberian uang,

fasilitas dan jasa masih sering dianggap wajar sebagai sesuatu yang wajar. Tindakan gratifikasi

juga marak terjadi pada perhelatan Pemilu dan Pilkada, sehingga ASN KPU sebagai

penyelenggara harus lebih memperhatikan pencegahan gratifikasi. Nilai-nilai dasar ASN

memiliki relevansi dalam meningkatkan awareness ASN terhadap gratifikasi;

2. ASN KPU Provinsi Papua Barat mengimplementasi nilai-nilai dasar ASN sebagai upaya dalam

pencegahan gratifikasi. Namun, implemtasi nilai-nilai dasar ASN tersebut masih dihadapkan

pada beberapa hambatan baik faktor internal ASN itu sendiri maupun faktor eksternal terutama

kurangnya komitmen dan ada program berkelanjutan dalam rangka pencegahan gratifikasi di

lingkungan KPU Provinsi Papua Barat;

3. Optimalisasi implentasi nilai-nilai dasar ASN sebagai upaya pencegahan gratifikasi pada

Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat dapat dibagi menjadi dua yaitu

pembentukan program kerja berkelanjutan dan pemberian insentif sebagai apresiasi atas

kontribusi baik ASN.

39
B. SARAN

Adapun saran-saran yang dapat diusulkan penulis terkait implementasi nilai-nilai dasar

ASN sebagai upaya pencegahan gratifikasi pada Sekretariat KPU Provinsi Papua Barat adalah

sebagai berikut:

1. Seluruh Pimpinan KPU Provinsi Papua Barat sebaiknya segera membentuk Unit Pengendalian

Gratifikasi mengingat tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 akan dimulai pada

tahun 2022;

2. Perlu adanya rapat untuk membahas program kerja berkelanjutan dengan jangka waktu tertentu

agar pencegahan gratifikasi memiliki panduan yang jelas dan terarah;

3. Dibutuhkan sosialisasi berkali serta sistem pengingat atau reminder berupa slogan khas terkait

nilai-nilai dasar ASN dan gtatifikasi yang bisa ditampilkan di tempat-tempat tertentu yang

sering dikunjungi ASN; dan

4. Membangun koordinasi dengan KPK terkait sistem pelaporan gtatifikasi.

40
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arief Amrullah, Korupsi, Politik dan Pilkadal (Dalam Perspektif Pemberantasan Korupsi di

Indonesia), Jurnal Ilmu Hukum MADANI, FH-UNISBA, Bandung, 2005

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika.

Lembaga Administrasi Negara. 2015. Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan I/II dan III.

Jakarta

Marwan. Mas. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bogor: Penerbit Ghalia.

Mirzaqon. T, A dan Budi Purwoko. 2017. Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan

Praktik Konseling Expressive Writing. Jurnal BK Unesa.

Panggabean, Mutiara S, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Zed, M. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Komisi

Pemilihan Umum

41
Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata

Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan

Umum Provinsi, dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota

PORTAL BERITA ONLINE

http://hileud.co/kpk-definisi korupsi

https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/343365/kpk-ingatkan-pilkada-harus-bersih-dari-

suap-dan-gratifikasi

https://www.kpk.go.id/id/pilkada-berintegritas/pilkada-berintegritas-utama

42

Anda mungkin juga menyukai