Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

PENGAMBILAN KEPUTUSAN & ETIKA PROESI ELEKTRO

“Etika Dalam Penetapan Harga Listrik”

Di Susun Oleh :
NURDIANSYAH 1807220039
PRODI/KELAS TEKIK ELEKTRO / A1 -PAGI
DOSEN PENGGAMPU ROHANA, ST. MT

FAKULTAS TEKNIK PRODI TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2021 – 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunianya kepada saya,sehingga saya dapat
menyesaikan tugas Pengambilan Keputusan & Etika Proesi Elektro.

Saya menyadari bahwa tulisan saya ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saya sangat berharap masukan dan saran dari dari berbagai
pihak, demi untuk menyempurnakan tugas ini kearah yang lebih baik.

Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada


teman teman yang telah banyak membantu menyelesaikan tugas ini.

Akhirnya saya berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi saya
dan pembaca lainnya dalam proses pembelajaran di kemudian hari.

Medan, 15 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................7
C. Tujuan.......................................................................................................7
BAB II....................................................................................................................8
LANDASAN TEORI.............................................................................................8
2.1.Landasan Teori.........................................................................................8
2.1.1. Pengertian Etika Profesi..........................................................................8
2.1.2. Prinsip Etika Profesi Dalam Kode Etik IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia)..................................................................................................................9
2.2.Fraud Diamond.......................................................................................10
2.2.1. Pengertian Fraud Diamond...................................................................10
2.2.2. Motivasi Melakukan Fraud...................................................................11
2.2.3. Mendeteksi Kecurangan (Fraud Auditing)...........................................13
2.2.4. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud...................................................14
2.3.Fraud triangle........................................................................................14
2.4.Hubungan Etika Sosial Bisnis Dan Fraud...........................................16
2.5.Bentuk-bentuk Fraud.............................................................................16
2.6.Klasifikasi Fraud....................................................................................18
BAB IV.................................................................................................................25
PENUTUP............................................................................................................25
A. KESIMPULAN..............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan globalisasi, setiap profesi
dituntut untuk bekerja secara profesional. Kemampuan dan keahlian khusus yang
dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu
bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus
yang dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal
adanya etika profesi. Adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-
aturan khusus yang harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut.
Etika Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak
melanggar batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atau
masyarakat luas. Etika tersebut akan memberi batasan-batasan mengenai apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari oleh suatu profesi. Etika profesi
menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi (Jusup,Al
Haryono, 2001: 90).
Etika merupakan perilaku individu dalam pengambilan sikap yang
berhubungan dengan baik atau buruknya perilaku individu tersebut. Didalam
kehidupan bermasyarakat etika dapat membuat seseorang untuk mengurangi
terjadinya tindakan yang kurang baik dan merugikan orang lain. Seorang akuntan
harus memiliki etika yang baik agar dapat memiliki sikap, pemahaman dan nilai –
nilai etika agar akuntan dapat semakin professional dalam dunia kerja nantinya.
Banyaknya tekanan dalam dunia bisnis sekarang ini menyebabkan tekanan
bagi para perusahaan untuk melakukan manipulasi data dan kecurangan sehingga
membuat profesi akuntansi sulit untuk membuat keputusan berdasarkan kode etik
pada dunia akuntansi. Hal ini membuat etika sangat penting bagi mahasiswa
akuntansi agar dapat mengetahui mana persepsietis yang baik atau buruk dalam
dunia kerja nantinya karena banyaknya skandal akuntansi yang muncul pada
profesi akuntan.
Dalam bidang akuntansi, etika sangat dibutuhkan agar akuntan dapat
bekerja dengan jujur dan bertanggung jawab dalam menilai atau memberikan
opini terhadap laporan keuangan. Etika juga harus diajarkan kepada para
mahasiswa agar mahasiswa memiliki sikap profesionalisme dan integritas yang
tinggi karena profesi akuntansi sangat rentan terhadap kecurangan dan manipulasi.
Etika memiliki peran yang penting di dalam dunia kerja, setiap orang atau
pekerja dituntut untuk memiliki etika dari berbagai profesi yang mampu
mengedepankan perilaku etis dalam menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya
dalam bekerja dan etika pun memiliki peran penting di dalam lingkungan
masyarakat serta perkembangan profesi akuntansi (Lia Anggriati, 2019). Etika
dalam profesi akuntansi merupakan panduan bagi perilaku akuntan sebagai suatu
bentuk pertanggung jawaban terhadap klien, masyarakat, anggota, profesi dan
dirinya sendiri (Sari, 2016).
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya, seperti akuntan. Profesi akuntan
merupakan suatu profesi semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian
di bidang akuntansi termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan
manajemen maupun akuntan pemerintahan. Sebagai seorang akuntan yang
professional akuntan memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
Kepercayaan masyarakat akan lebih tinggi terhadap mutu jasa akuntan jika
seorang akuntan menerapkan standar etika yang tinggi dalam menjalankan tugas
profesionalnya. Namun saat ini profesi akuntan mendapat penilaian kurang baik
dalam masyarakat, hal ini terjadi karena meningkatnya isu-isu etika dalam dunia
bisnis dan maraknya kasus pelanggaran etika yang membuat kepercayaan
masyarakat terhadap akuntan mulai menurun (Kusuma dan Budisantosa, 2017).
Kemajuan ekonomi dan perkembangan bisnis merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya pelanggaran etika. Persaingan yang ketat diantara
perusahaanperusahaan sejenis di berbagai bidang memaksa perusahaan atau
organisasi untuk memaksimalkan segala bentuk potensi dan kemampuan
dimilikinya serta menggunakan berbagai cara dan strategi untuk mengoptimalkan
kinerja perusahaan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen, menjadi lebih unggul dibandingkan
pesaing lain, dan mempertahankan eksistensi.
Kecurangan dalam laporan keuangan sudah tidak asing dalam dunia
perusahaan, tidak hanya di perusahaan kecil dan negara terbelakang saja bahkan
perusahaan besar pun pernah terlibat dalam kecurangan laporan keuangan. Salah
satu perusahaan terbesar di inggris ini mengalami fraud akuntansi pada salah satu
lini perusahaanya yang ada di Itali, hal ini membuktikan bahwa kecurangan bisa
saja terjadi diperusahaan besar dalam negara yang telah maju.
(Wartaekonomi.co.id, 2017).
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat
penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-
creation) yang tinggi. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi
yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen.Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya
praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk
jangka menengah maupun jangka panjang, karena : mampu mengurangi
biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern
perusahaan maupun dengan eksternal, mampu meningkatkan motivasi
pekerja, melindungi prinsip kebebasan berniaga, mampu meningkatkan
keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh
perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat
dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan,
larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan
dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan
perusahaan yang menjunjung tinggi nilai - nilai etika bisnis,pada umumnya
termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi
pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis,
misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perlu
dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan.
Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan (error)
dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material
dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan
oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk
itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua
jenis kesalahan tersebut. Standar pun mengenali bahwa sering kali mendeteksi
kecurangan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas tentang
“Etika Dalam penetapan Harga Listrik” yang baik dan layak secara ekonomis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud kecurangan (fraud) dalam etika sosial bisnis ?
2. Bagaimana hubungan kecurangan (fraud) dengan etika sosial bisnis ?
3. Apa saja bentuk - bentuk Fraud dalam etika sosial bisnis ?
4. Apa yang menyebabkan terjadinya tindakan Fraud ?
5. Bagaimana klasifikasi kecurangan (Fraud) ?
6. Apa saja contoh kasus fraud (kecurangan) ?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup kecurangan (fraud) dalam
etika bisnis.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kecurangan (fraud)
dengan etika bisnis.
3. Untuk mengetahui bentuk - bentuk fraud dalam etika bisnis.
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindakan fraud.
5. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi kecurangan (Fraud).
6. Untuk mengetahui contoh kasus fraud (kecurangan).
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Pengertian Etika Profesi
Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani Kuno etos (bentuk tunggal) dan to
etha (bentuk jamak) yang berarti suatu adat istiadat atau kebiasaan. Dalam arti ini,
etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang dianggap baik.
Dalam Bahasa Arab, etika dianggap sama dengan akhlak, atau ilmu akhlak, yang
berarti perilaku atau perbuatan yang dianggap baik oleh masyarakat. Semua
pengertian mengenai etika tersebut mengacu atau mengarah pada perilaku atau
perbuatan yang dianggap baik atau pantas menurut adat istiadat yang berlaku di
suatu lingkungan atau kalangan masyarakat tertentu (Badjuri 2010).
Akuntan merupakan profesi yang keberadaanya sangat tergantung pada
kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi, seorang akuntan dalam
menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi etikanya (Lubis 2011). Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (1988), etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Sisi estimologis,
etika berasal dari kata latin “ethos” yang berarti kebiasaan. Etika merupakan ilmu
normatif yang berisi ketentuan-ketentuan (norma) dan nilai-nilai yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Effendi (2012) menyimpulkan bahwa
etika penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia dan hal-hal
yang baik dan buruk.
Lubis (2011) menyatakan bahwa dalam hal etika, sebuah profesi akuntan
harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan
khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam melaksanakan atau mengemban
profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipatuhi
dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada
masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat.
Dengan demikian bahwa etika merupakan suatu tindakan yang dianggap
benar tentang hak dan kewajiban moral. Seorang akuntan adalah salah satu
professional yang harus menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang
diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Kode etik merupakan
aturan yang wajib dipatuhi oleh semua akuntan.

2.1.2. Prinsip Etika Profesi Dalam Kode Etik IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia)
Suraida (2005) menjelaskan bahwa dalam kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia memiliki delapan prinsip etika profesi sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesional
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota
harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
2. Kepentingan Publik
Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara
yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
3. Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus
melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas
tinggi.
4. Objektivitas
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
5. Kompetensi dan kehati-hatian Profesional
Agar dapat memberikan layanan yang berkualitas, professional harus
memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan.
6. Kerahasian
Professional harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang
diperolehnya dalam melakukan tugas, walaupun keseluruhan proses mungkin
harus dilakukan secara terbuka dan transparansi.
7. Perilaku Profesional
Profesional harus melakukan tugas sesuai dengan yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan.
8. Standar teknis
Harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang telah ditetapkan.
Jadi terdapat delapan prinsip etika profesi dalam kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia, yaitu : tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,
objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku
profesional dan standar teknis.

2.2. Fraud Diamond


2.2.1. Pengertian Fraud Diamond
Menurut Albrecht (2012), fraud adalah suatu perilaku penipuan yang
mencakup semua sarana dengan berbagai trik yang dapat disusun manusia untuk
mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan representasi yang palsu.
Tidak ada aturan yang pasti dalam mendefinisikan penipuan, karena tindakan
tersebut termasuk hal-hal yang mengejutkan, mengandung penipuan dengan cara
licik dan cara-cara tidak adil. Batasan fraud dalam definisi Albrecht hanya pada
perilaku ketidakjujuran manusia.
Joel G. Siegel dan Jae K. Shim menyatakan bahwa fraud (kecurangan)
merupakan tindakan yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk
menipu orang lain yang menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi
misrepresentation (penyajian yang keliru) untuk merusak,atau dengan maksud
menahan data bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan keputusan yang
terdahulu.
Sedangkan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells
(1993:3) menyatakan bahwa Fraud is criminal deception intended to
financially benefit the deceiver ”Kecurangan adalah penipuan kriminal yang
bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini
berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan
dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya
secara financial.
F R A U D (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang
atau sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang
atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain.
FRAUDulent Financial (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau
pengabaian jumlah dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu
para pemakai laporan. Kecurangan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan
yang dilakukan olehmanajemen dalam bentuk salah saji material Laporan
Keuangan yang merugikan investor dankreditor. Kecurangan ini dapat bersifat
financial atau kecurangan non financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan
‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran
biaya secara curang (FRAUDulent disbursement).
c. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi
menurut ACFE,bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK
di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi kedalam pertentangan kepentingan
(conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan
pemerasan (economic extortion).

2.2.2. Motivasi Melakukan Fraud


Albrecht (2012), mengungkapkan bahwa terdapat tiga elemen kunci yang
kemudian disebut the fraud triangle yang mendasari mengapa perbuatan fraud
dilakukan seseorang, yaitu :
1) Tekanan
Situsi dimana harus melakukan tindakan kecurangan.
2) Peluang
Kondisi dimana bisa melakukan perilaku kecurangan.
3) Rasionalisasi
Keyakinan diri atas perilaku yang dilakukan walaupun itu salah.
4) Motivasi (Motivation)
Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu
kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
5) Daya tarik (Attraction)
Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
6) Keberhasilan (Success)
Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari
penuntutan atau deteksi.
Beberapa bentuk kecurangan dalam pelaporan keuangan antara lain:
a. Salah saji laporan keuangan dan “cooking the books” misalnya yang
terjadi pada Qwest, Enron, Xerox, WorldCom, Global Crossing.
b. Pinjaman kepada eksekutif yang tidak tepat dan corporate looing
(penjarahan perusahaan). Corporate looting melibatkan CEO dan pegawai
perusahaan yang menggunakan organisasi mereka sebagai personal piggy
bank (celengan pribadi) sehingga mereka dapat menggunakan dana
perusahaan tanpa pengetahuan dan persetujuan komite kompensasi,
komisaris dan manajemen. Beberapa kasus antara lain John Rigas
(Adelphia), Dennis Kozlowki (Tyco), Bernie Ebbers (WorldCom).
c. Skandal insider trading. Skandal Insider trading merupakan penggunaan
informasi privat sebagai dasar untuk memperoleh keuntungan superior di
pasar saham. Misalnya dalam kasus saham ImClone.
d. Tunjangan pension CEO yang berlebihan, kompensasi eksekutif yang
berlebihan. Misalnya Bernie Ebbers dari WorlCom dan Richard Grasso
dari The New York Stock Exchange.
e. Pinjaman untuk trading fees. Institusi keuangan seperti Citibank, JP
Morgan, misalnya, memberikan pinjaman yang menguntungkan pada
perusahaan seperti Enron sebagai imbalan atas kesempatan untuk
mendapatkan uang dari transaksi derivatif.
2.2.3. Mendeteksi Kecurangan (Fraud Auditing)
1. Memahami Gejala Kecurangan
Dengan belajar dari kecurangan yang pernah terjadi,maka kecurangan dapat
sedini mungkin ditangani oleh manajemen atau internal auditor. Dalam hal ini
manajemen dan internal auditor harus “jeli” melihat tanda-tanda atau kecurangan,yaitu
antara lain:
 Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun
-tahun sebelumnya.
 Perbedaan antara Buku Besar dengan Buku Tambahannya.

 Perbedaan yang terungkapkan dari hasil konfirmsi.
 Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.

 Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang
khusus maupun yang umum.
 Terdapat perbedaan kepentingan (conflict of interest) pada tugas pekerjaan
karyawan.
Tanda awal (Red Flags) terjadinya kecurangan sebagai berikut:
1. Situasi pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak diharap
kan,seperti dililit hutang ,dan menderita sakit berat.
2. Keadaan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak se
mestinya,seperti kesulitan ekonomi, banyaknya hutang, meningkatnya
persaingan dan kredit pinjaman yang terbatas.
3. Risiko pengendalian yang spesifik,seperti satu orang menangani semua ba
gian dari suatutransaksi yang penting,supervise yang buruk,penugasan dan
tanggung jawab yang tidak jelas.
Penelitian Wolfe dan Hermanson (2004) menyebutkan bahwa untuk
meningkatkan pencegahan dan pendeteksian kecurangan perlu
mempertimbangkan elemen keempat yaitu: individual’s capability (kemampuan
individu). Kemampuan Individu adalah Sifat – sifat pribadi yang dimiliki
seseorang untuk melakukan suatu hal.

2.2.4. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud


Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada
beberapa pihak yangterkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor
eksternal, atau auditor forensik)dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung
jawab msaing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang
dinamakan Fraud Deterrence Cycle atau siklus pencegahan fraud.
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam
rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya
fraud Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan,
dan pendelegasian wewenang.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal,
pada dasarnyaadalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang
bertujuan untukmemastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi
yang memadai yang dicatatdan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal
diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan
perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran
auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan
ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya
berupa pelanggaran kecil terhdaap
kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangn dalam 
laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.

2.3. Fraud triangle


Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R.
Cressey setelah melakukan penelitian untuk tesis doktornya pada tahun 1950.
Cressey mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan
alasan mengapa orang melakukan fraud. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
Cressey menemukan bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki
masalah keuangan yang tidak bisadiselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa
masalah tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan
jabatan/pekerjaan yang mereka miliki dan mengubah pola pikir darikonsep
mereka sebagai orang yang dipercayai memegang aset menjadi konsep mereka
sebagai pengguna dari aset yang dipercayakan kepada mereka. Cressey
juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui
bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal, tetapi
mereka berusaha memunculkan
pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar.
Dari penjelasan di atas, Cressey mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang
mendukung seseorang melakukan fraud, yaitu masalah keuangan yang harus
dirahasiakan (pressure), kesempatan untuk melakukan fraud dan rasionalisasi
dari pelaku. Fraud triangle dapat diibaratkan sebagai fire triangle, dimana
pressure dapat dianggap sebagai sumber panas yang dapat menyebabkan api.
Akan tetapi, Lister (2007) mengungkapkan bahwa pressure sendiri tidak akan
dapat membuat seseorang melakukan fraud, kecuali adanya faktor lainnya
berupa opportunity atau peluang untuk melakukan fraud yang diumpamakan
sebagai bahan bakar yang membuat api tetap menyala dan rasionalisasi dari
tindakan pelanggaran yang dilakukan sebagai oksigennya.
Berikut penjelasan yang digambarkan dalam segitiga Fraud :
1) Opportunity
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian
internal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat
menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk
melakukan fraud.
2) Pressure
Pressure atau motivasi pada seseorang atau individu akan membuat
mereka mencari kesempatan untuk melakukan Fraud, beberapa contoh
pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, sifat-sifat buruk
seperti munculnya sikap suka berfoya-foya dengan sering berbelanja barang-
barang mewah, sering ke diskotik, berjudi, terlibat narkoba, dan faktor tidak
nyaman dalam keluarga seperti merasa selalu ditekan.

3) Rationalization
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktivitasnya yang mengandung Fraud meyakini atau merasa bahwa
tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang
memang merupakan hak nya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena
telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya
terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan Fraud karena
merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi
atas tindakan fraud tersebut.

2.4. Hubungan Etika Sosial Bisnis Dan Fraud


Ada hubungan yang erat antara etika sosial bisnis dan fraud. Bahwa
segala sesuatu tindakan yang bersifat fraud bisa dikategorikan sebagai
pelanggaran etika. Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa fraud merupakan
bentuk tindakan kejahatan yang bersifat disengaja, baik dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung.
2.5. Bentuk-bentuk Fraud
Kecurangan pada prinsipnya mempunyai banyak sekali bentuknya.
Perkembangan Fraud adalah sejalan dengan semakin banyaknya aktivitas
kehidupan. Bahwa tindakan Fraud telah merasuki pada berbagai sektor baik
private sector maupun dalam ruang lingkup aktivitas pemerintahan. Untuk
mencegah timbulnya kecurangan maka jalan yang terbaik adalah dengan
memahami apa dan bagaimana saja bentuk-bentuk kecurangan itu.

Sukrisno Agoes mengatakan bahwa kekeliruan dan kecurangan bisa


terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:
1. Intentional error
Kekeliruan bisa disengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri
dalam bentuk window dressing (merekayasa laporan keuangan supaya terlihat
lebih baik agar lebih mudah mendapat kredit dari bank) dan check kiting
(saldo rekening bank ditampilkan lebih besar sehingga rasio lancar terlihat lebih
baik).
2. Unintentional error
Kecurangan yang terjadi secara tidak disengaja (kesalahan manusiawi),
misalnya salah menjumlah atau penerapan standar akuntansi yang salah karena
ketaktahuan.
3. Collusion
Kecurangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan cara
bekerjasama dengan tujuan untuk menguntungkan orang-orang tersebut, biasanya
merugikan perusahaan atau pihak ketiga. Misalnya, di suatu perusahaan
terjadi kolusi antara bagian pembelian, bagian gudang, bagian keuangan, dan
pemasok dalam pembelian bahan atau barang. Kolusi merupakan bentuk
kecurangan yang sulit dideteksi, walaupun pengendalian intern perusahaan cukup
baik. Salah satu cara pencegahan yang banyak digunakan dilarangnya pegawai
yang mempunyai hubungan keluarga (suami-istri, adik-kakak) untuk bekerja
di perusahaan yang sama.
4) Intentional misrepresentation
Memberi saran bahwa sesuatu itu benar, padahal itu salah, oleh
seseorang yang mengetahui bahwa itu salah.
5) Negligent misrepresentation
Pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak
mempunyai dasar yang kuat untuk menyatakan bahwa hal itu benar.
6) False promises
Sesuatu janji yang diberikan tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut.
7) Employe Fraud
Kecurangan yang dilakukan pegawai untuk menguntungkan dirinya
sendiri. Hal ini banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari
offie boy yang memainkan bon pembelian makanan sampai pegawai yang
memasukkan pengeluaran pribadi untuk keluarganya sebagai biaya perusahaan.
8) Management Fraud
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak
lain, termasuk pemerintah. Misalnya manipulasi pajak, manipulasi kredit
bank, kontraktor yang menggunakan cost plus fee.
9) Organized crime
Kejahatan yang terorganisasi, misalnya pemalsuan kartu kredit,
pengiriman barang melebihi atau kurang dari yang seharusnya di mana si
pelaksana akan mendapat bagian 10%.
10) Computer crime
Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi komputer, sehingga si
pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain ke rekeningnya sendiri.
11) White collar crime
Kejahatan yang dilakukan orang-orang berdasi (kalangan atas), misalnya
mafia tanah, paksaan secara halus untuk merger, dan lain-lain.
Secara umum dapat kita pahami bahwa suatu perusahaan mempunyai ciri
berbeda dalam menerapkan setiap konsep manajemen yang ia miliki. Hal ini
bisa terjadi karena faktor dimana setiap perusahaan memperkerjakan individu
yang berlainan latar belakangnya, mulai dari latar belakang pendidikan
(education), budaya (culture), agama (religion), sosial (social), paham politik
(ism of politic), dan lain sebagainya.
2.6. Klasifikasi Fraud
Ditinjau dari sisi pelaku, kecurangan dapat dilakukan oleh orang
dalam maupun luar organisasi. Pelaku kecurangan dalam organisasi dapat
melibatkan manajemen, karyawan, atau dari pihak dalam yangbekerjasama
dengan pihak luar organisasi.
Terlepas dari pelaku kecurangan, tindakan kecurangan secara umum mencakup
berbagai tindakan dan perbuatan, antara lain :
1. Ketidakjujuran
2. Penyembunyian
3. Penggelapan
4. Penyalahgunaan wewenang dan jabatan
5. Penyelewengan
6. Pencurian
7. Perilaku yang tidak baik

a) Kecurangan Perusahaan (corporate fraud)


Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan secara umum
berkaitan dengan kebijakan dan kinerja perusahaan. Kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan dapat berbentuk pemberian informasi
yang tidak wajar baik itu pada laporan keuangan, produksi dan kondisi non
produksi kepada kreditor, investor, petugas pajak, konsumen maupun
akuntan publik.
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan memiliki tujuan
berbeda-beda,antara lain :
 Pada umumnya kecurangan pada kreditor dan investor berkaitan dengan
nilai laba yang dibuat tinggi dengan tujuan menunjukan prestasi atau bonus
dari kinerja yang baik.
 Kecurangan yang ditujukan pada petugas pajak bertujuan menunjukan ketidak
mampuan atau penghindaran pajak.
 Sedangkan kecurangan yang ditujukan pada akuntan publik bertujuan
untuk mendapat opini yang baik atas laporan keuangan.
 Tindakan curang perusahaan yang ditujukan pada konsumen dan
masyarakat pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan penjualan,
market share,brand image dimata masyarakat.
Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan sering mengaitkan antara
jabatan, pekerjaan dan organisasi, hal ini sering disebut “white collar crime”,
karena tindakan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan didukung oleh
norma sosial yang ada dan pihak-pihak tertentu yangmendukung tindakan
illegal perusahaan. Secara umum “white collarcrime” akan menimbulkan
kerusakan struktur susunan sosial dan kerugian ekonomis yang saling terkait.

b) Kecurangan Struktural
Kecurangan struktural ini merupakan tindakan curang yang dilakukan
oleh pejabat - pejabat struktural yang ada dalam suatu organisasi perusahaan.
Tindakan curang yang dilakukan oleh para pejabat struktural pada umumnya
berbentuk :
 Perintah yang tidak jelas.
 Manipulasi anggaran seperti target pendapatan yang ditetapkan lebih
rendah dari potensi dan target biaya yang terlalu tinggi dari semestinya.
 Penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan.
 Mengubah laporan tanpa pertimbangan diskusi.
 Memberikan laporan tanpa substansi yang jelas.

c) Kecurangan Karyawan (employement fraud)


Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan berupa
ketidakjujuran, manipulasi, pencurian. Kecurangan itu pada umumnya
melibatkan aktivitas perpindahan kekayaan seperti pengelapan atau pencurian,
mark-up pembelian, mark-up biaya operasional, pengeluaran fiktif,
penggelapan penerimaan, pencairan cek pembayaran ke pemasok yang
dibawa, pemalsuan dokumen, penjualan yang tidak dicatat, pemakaian uang
penjualan baik yang dibayarkan tunai maupun melalui cek (kitting).
d) Kecurangan Pihak Luar (external fraud)
Hal ini merupakan kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak diluar perusahan
namun memiliki kepentingan dengan pihak perusahaan, pihak-pihak tersebut
antara lain supplier, debitur, kontraktor. Supplier kecurangan yang
dilakukan berupa kecurangan pada saat pengiriman barang yang tidak
sesuai dengan perjanjian jual-beli, seperti : kualitas barang berbeda, jumlah
tidak sesuai, pengiriman tidak tepat waktu, penagihan berulang-ulang yang
dilakukan pada transaksi sama. Sedangkan oleh debitur sebagai penerima piutang
pada umumnya melakukan penggelapan barang, pembayaran piutang tidak sesuai
perjanjian.
Kecurangan yang dilakukan oleh kontraktor pada umumnya dilakukan
dalam bentuk pengurangan kualitas pekerjaan, wan-prestrasi kontrak, jangka
waktu penyelesaian tidak sesuai perjanjian, denda tidak dibayar.

e) Kecurangan Kolusi Luar dan Dalam Organisasi


Kecurangan dalam bentuk ini berawal dari persekongkolan atau
kolusi negatif dari dua sisi, yaitu perusahaan dan pihak terkait dengan
perusahaan, sebagai contoh perusahaan dengan bagian kredit perbankan,
dimana keduanya saling menjanjikan, perusahaan menjanjikan imbalan sedangkan
pihak kredit perbankan menetapkan imbalan untuk pencairan kredit karena
kurangnya administrasi sehingga berakibat kredit macet.
Kecurangan kolusi dapat dikelompokan menjadi bonafide
conspiracy dan pseudeo conspiracy. Bonafide conspiracy terjadi dimana kedua
belah pihak sadar jika terjadi kecurangan, sedangkan pseudeo conspiracy ada
pihak-pihak yang tidak tahu jika terjadi kecurangan.
Kecurangan jika dilihat dari sisi korban perlu dilihat tujuannya
yaitu : apakah mengakibatkan kerugian organisasi, atau sebaliknya
mengakibatkan kerugian pihak lain tapi mengguntungkan pihak organisasi.

f) Kecurangan Terhadap Organisasi


Kecurangan terhadap organisasi ini dapat dilakukan oleh pihak dari
dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan yang sering dilakukan
terhadap organisasi misalnya melakukan penambahan karyawan fiktif,
sehingga mengakibatkan manipulasi upah, penagihan terhadap persediaan yang
rusak dan usang, kecurangan oleh supplier, pabrik, kontraktor berupa pemberian
barang pesanan tidak sesuai kualitas, jumlah sedikit, penggantian spesifikasi
barang tidak sesuai dengan perjanjian, penagihan berulang-ulang.

g) Kecurangan untuk Kepentingan Organisasi


Kecurangan yang dilakukan oleh organisasi seperti perusahaan pada umumnya
dilakukan terhadap investor, kreditor dan pemerintah. Pada sisi investor
perusahaan cenderung melakukan manipulasi terhadap kinerja penjualan
dengan cara meninggikan penjualan dan merendahkan biaya, sehingga dapat
menciptakan keuntungan dengan tujuan bonus. Sedangkan pada sisi kreditor
dapat menunjukan kemampuan perusahaan menyelesaikan segala kewajibannya.
Pada sisi pemerintah terutama fiskus, kecurangan yang dilakukan
perusahaan cenderung pada tindakan merendahkan penjualan dan
meninggikan biaya dengan tujuan rugi untuk penghindaran pajak.
Perusahaan juga tidak jarang berbuat curang terhadap konsumen dengan cara
mengganti bahan baku dengan kualitas yang lebih rendah dan juga dengan
timbangan yang tidak wajar dan tidak standar.
Klasifikasi kecurangan yang lain bisa berupa kecurangan dari sisi akibat
hukum yang ditimbulkan, dari sisi pencatatan, frekwensi, keunikan. Pada sisi
hukum yang ditimbulkan kecurangan dapat berupa tindakan kriminal, melawan
hukum dan pelanggaran hukum.
Sedangkan pada sisi pencatatan umumnya kecurangan dilakukan dalam
bentuk pencurian aset yang tampak melalui duplikasi pembukuan (fraud open
on the books), pencurian aset tak terlihat dengan cara menyembunyikan
diantara catatan akuntansi yang baik (fraud hidden on the books), pencurian
piutang dagang yang telah dihapuskan (fraud off-books).
Pada sisi frekwensi, kecurangan dikelompokan menjadi kecurangan
berulang (repeating fraud) dan tidak berulang (non-repeating fraud).
Kecurangan berulang merupakan yang terjadi mengikuti transaksi-transaksi
yang berulang secara otomatis, dan akan berhenti jika ada perintah penghentian
transaksi. Sedangkan kecurangan tidak berulang merupakan kecurangan
bersifat tunggal dan dilakukanoleh orang yang berbeda.
Dari sisi keunikan, kecurangan dapat dikelompokan dalam kecurangan
umum (garden varieties of fraud) dan kecurangan khusus (specialized
fraud). Kecurangan umum dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tujuan
dan kepentingan berbeda-beda namun bersifat umum dalam kegiatan bisnis,
seperti : harga yang tidak sesuai, barang yang dikirim tidak sesuai
perjanjian, pembayaran kontak yang diminta berulang-ulang. Sedangkan
kecurangan khusus hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang bekerja
pada perusahaan jenis tertentu, seperti : bank, asuransi, pialang.

2.7. Kasus Kecurangan (Fraud)


1. Contoh Kasus Fraud di Indonesia
Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu
kasus yang ramai diberitakan adalah keterlibatan 10 KAP di Indonesia
dalam praktik kecurangan Keuangan. KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk
mengaudit 37 bank sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997.
Hasil audit mengungkapkan bahwa laporan Keuangan bank-bank tersebut
sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena
kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam
investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut terlibat
dalam praktik kecurangan akuntansi. 10 KAP yang dituduh
melakukan praktik kecurangan akuntansi adalah Hans Tuanakotta and
Mustofa (Deloitte Touche Tohmatsu's affiliate), Johan Malonda and
Partners (NEXIA International's affiliate), Hendrawinata and Partners (Grant
Thornton International's affiliate), Prasetyo Utomo and Partners (Arthur
Andersen's affiliate), RB Tanubrata and Partners, Salaki and Salaki,
Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto (menyatakan tidak bersalah), S.
Darmawan and Partners, Robert Yogi and Partners. Pemerintah pada waktu itu
hanya melakukan teguran tetapi tidak ada sanksi. Satu-satunya badan yang
berhak untuk menjatuhkan sanksi adalah BP2AP (Badan Peradilan Profesi
Akuntan Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang di bentuk oleh Ikatan
Akuntan Indonesa (IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP menjatuhkan
sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan
terlalu ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3 KAP melakukan audit terhadap
klien dari bank-bank sementara 7 KAP yang lainnya bebas (Suryana, 2002).
2. Contoh Modus Fraud Pada Laporan Keuangan
 Dengan sengaja melakukan pengakuan pendapatan terlalu besar/terlalu kecil.
 Dengan sengaja tidak melakukan penutupan buku di akhir periode (untuk melak
ukan perubahan-perubahan tanpa perlu adjustment).
 Dengan sengaja menaikan nilai penjualan menjelang penutupan buku, untuk ke
mudian diajust setelah periode berlalu.
 Dengan sengaja memundurkan tanggal kontrak (PO) penjualan.
 Mencatat penjualan dan pengiriman barang fiktif.
 Memasukan nilai penjualan yang lebih besar dari kenyataannya.
 Tidak mencatat dan menghilangkan bukti transaksi penjualan agar laba nampak 
kecil(untuk penghindaran pajak).
 Dengan sengaja memasukaan jenis penjualan non-operasional ke kelompok pen
dapatanopersional, atau sebaliknya.

3. Contoh Modus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme


 Memberi perlakuan istimewa kepada pelanggan dan/atau vendor guna me
mperoleh suap yang biasa disebut dengan “balas jasa” (kickback ).
 Berkolusi dengan pihak pelanggan/dan atau vendor.
 Menerima suap dari vendor, setelah memberi perlakuan istimewa (yang m
enguntungkan vendor).
 Menerima suap atas pemberian kontrak.
 Menyetujui pemberian order kepada supplier guna memperoleh suap.
 Membayar atau tidak membayar vendor, yang secara langsung-tidak langs
ung memberi keuntungan komersial atau bentuk manfaat kompetitif
lainnya bagi pada vendor lain, dan memperoleh suap darinya.
 Menyuap petugas/pejabat pemerintah guna memperoleh perlakuan istimew
a atau keuntungan tertentu (misal: auditor pajak, bea cukai, imigrasi, dll).

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara umum, fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup
semua bentuk kelicikan/tipu daya manusia, yang dipaksakan oleh satu orang
untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan
keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan
keharusan untuk menyeragamkan definisi dari Fraud itu sendiri. Fraud juga
mengandung pengertian sebagai kejutan, tipuan, kelicikan, dan cara-cara
yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan pendefinisian Fraud
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidak jujuran manusia.
Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung
jawab pimpinan disertai kerjasama dengan anggota organisasi tersebut,
lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur yang harus diciptakan
dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu
penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi,
kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat,
penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif
dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
Bagaimana cara mengatasi Fraud adalah tugas bersama dari suatu
organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan
kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk diketahui seluruh staf
pegawai hingga manajemen puncak.

A. SARAN
Alangkah baiknya manusia dapat mengontrol diri dan mempunyai bekal
keimanan yang kuat sehingga tindakan pelanggaran atau Fraud yang dapat
menimbulkan kerugian bagi suatu organisasi/perusahaan tidak terjadi. Selain
itu pihak perusahaan juga sebaiknya memberikan kesejahteraan yang cukup
kepada para karyawan, menerapkan peraturan-peraturan yang disepakati
oleh para anggota sehingga tindakan para anggota organisasi/perusahaan dapat
terarah dengan baik, serta pihak perusahaan tidak memberikan peluang
kepada para anggota untuk melakukan tindakan pelanggaran/Fraud serta pihak
organisasi/perusahaan untuk berlaku tegas.
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi Irham, 2013, Etika Bisnis Teori, Kasus dan Solusi Januari, Bandung,
Alfabeta hlm.155
Jogiyanto, 2007,Sistem Informamasi Keperilakuan,Jogjakarta: Andi Publisher
https://arezky125.wordpress.com/: diakses pada tanggal 30 September 2016
http://malbunwis.blogspot.com/2010/06/analisa-dan-cara-mengatasi
Fraud.html: diakses pada tanggal 30 September 2016
http://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/22/audit-kecurangan
http://igamuhammad.blogspot.com/2014/01/audit-kecurangan-fraud
auditing.html
http://anhyfreedom.blogspot.com/2013/01/audit-kecurangan-fraud
auditing.html
http://melga93.blogspot.com/2014/04/fraud-kecurangan-dalam-laporan-
keuangan.html

Anda mungkin juga menyukai