Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama sempurna yang di dalamnya tidak hanya mengatur

hubungan manusia dengan Allah SWT, tetapi juga mengatur hubungan antar

manusia. Hubungan antar manusia adalah kemampuan mengenali sifat, tingkah

laku dan pribadi seseorang. Hubungan antar manusia dalam arti luas adalah

interaksi antar individu dengan individu lain dalam suatu kehidupan. Adapun yang

dimaksud dengan hubungan antar manusia di dalam Al-Qur’an adalah adanya

penciptaan Allah SWT yang berbeda-beda dalam kehidupan manusia. Perbedaan

adalah merupakan sunnah kehidupan, perbedaan ada untuk saling mengenal

sebagaimana mereka bisa bersatu dengan segala perbedaan tersebut untuk dapat

menciptakan sebuah kehidupan yang harmonis yang penuh dengan kedamaian.

Islam adalah rahmat atau dalam bahasa terkenalnya yaitu kasih sayang. Jadi

tiada hari tanpa kasih sayang dan pengamalan kasih sayang tersebut merupakan

amalan hingga akhir hayat.1

Sedangkan manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkn satu sama

lainnya. Manusia memiliki berbagai macam sifat dan karakter yang berbeda

sehingga muncul beberapa perbedaan-perbedaan lainnya seperti perbedaan dalam

pandangan, perbedaan pemahaman, perbedaan pendapat, dan perbedaan-perbedaan

lainnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menimbulkan permasalahan

1
http://pdamatirtabenteng.co.id, diakses pada hari kamis, 28 November 2019, pukul 21.40 WIB.
bahkan dapat mengakibatkan kebencian diantara manusia jika tidak disikapi dengan

baik.

Seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara sehingga tidak

sepantasnya ada kebencian yang mengakar dalam diri mereka, permasalahan yang

berkepanjangan, dan sifat dengki yang mempengaruhi akhlak mereka.

Mengenai larangan dan bahaya saling membenci, bermusuhan dan dengki,

Rasulullah SAW bersabda:

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam bersabda:

‫ َو ُكوْ نُوْ ا ِعبَا َد هللاِ إِ ْخ َوانًا‬، ‫ َوالَ تَدَابَرُوْ ا‬، ‫ َوالَ تَبَا َغضُوْ ا‬، ‫َاج ُشوْ ا‬
َ ‫ َوالَ تَن‬، ‫ال تَحاس ُدوا‬

Artinya: “Jangan kalian saling mendengki, jangan saling najasy, jangan

saling membenci, jangan saling membelakangi! Dan hendaklah kalian menjadi

hamba-hamba Allâh yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun bagaimana jika perintah dan anjuran yang disebutkan dalam hadits ini

menjadi terbalik di zaman sekarang. Dimana manusia malah saling menebar

kebencian, dengki, hasud, bahkan sampai menyebarkan berbagai macam fitnah

terhadap orang yang mereka benci. Sehingga sulit bagi kita membedakan orang

yang benar dengan orang yang salah. Sehingga yang benar dianggap salah dan yang

salah dianggap benar. Sebab salah satu sifat manusia itu enggan mencari kebenaran

sehingga mudah diadu domba dan terpengaruh dengan berita bohong.

Dalam bahasa modern seperti sekarang ini, kabar bohong disebut dengan hoax.

Hoax sebagai fenomena booming di era informasi saat ini, eksistensinya

menyebabkan ke-chaos-an dan berdampak besar di berbagai aspek.


Begitu dahsyatnya efek yang ditimbulkan oleh hoax, jauh sebelum Rasulullah

SAW memberikan pelajaran pada umatnya, pentingnya mencari kebenaran info

yang kita terima secara individu atau yang sudah beredar di masyarakat. Rasulullah

SAW prihatin dengan kabar bohong karna hal ini akan membawa kehancuran

umatnya. Baik dalam bentuk laten atau yang dapat diamati secara nyata.

Apalagi didukung oleh era disrupsi teknologi atau istilah lain dari industri 4.0

(four of zero) dimana teknologi berkembang dengan sangat cepat yang melahirkan

fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat, yaitu salah satunya dengan

kehadiran internet. Kehadiran internet adalah bagian dari perubahan budaya.

Perubahan tersebut terjadi karena internet bersifat disruptif. Perubahan yang

muncul mencakup perubahan pada sosial, ekonomi dan budaya.

Seperti itulah era disrupsi, era dimana manusia ingin mengambil sesuatu yang

diinginkan di era akan datang untuk digunakan pada era ini sebagai ke-efisiensi-an

atau kebutuhan manusia sendiri.2

Sedangkan sifat teknologi adalah memaksa (imperative), tidak perlu menunggu

kesiapan. Media baca lama yang tidak mau berkompetisi dan menolak adanya

perkembangan teknologi baru akan menjadi punah dengan sendirinya. Oleh karena

itu sekarang media cetak bertransformasi menjadi media baca baru dengan tetap

mempertahankan bentuk fisik cetakannya yaitu dengan bentuk digital. fenomena

ini terjadi sebagai salah satu dampak dari disruptif.

2
Faisal Faliyandra, Ketika Kecerdasan Sosial Dibutuhkan Di Era Disrupsi, www.kompasiana.com,
diakses pada hari Rabu, 4 Desember 2019, 19.11 WIB.
Perubahan-perubahan teknologi memang memiliki manfaat dan keuntungan

bagi masyarakat yaitu dari informasi yang dimuat didalamnya sehingga menjadikan

masyarakat menjadi “masyarakat informasi”. Kesejahteraan, kesadaran akan hak

asasi dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, mrupakan contohnya.

Namun dibalik itu semua terdapat dampak buruk yang terjadi. Masyarakat

informasi dimanapun biasanya ditandai oleh kondisi-kondisi sosial yang

memburuk. Kesejahteraan dan kekacauan sosial menciptakan ketidaknyamanan

hidup dan hilangnya percaya dalam kehidupan sosial. Fenomena itu menjadi

indikator munculnya gangguan yang seriuas, yaitu melemahnya ikatan sosial dan

pudarnya nilai-nilai bersama yang menjadi modal sosial. Disinilah fenomena hoax

sering terjadi dan yang lebih memperburuk keadaan adalah sedikit sekali orang

yang mau mencari tahu dulu kebenaran dari berita yang dimuat tersebut. Hal itu

menjadi sebab disruptif dapat diartikan sebagai suatu gangguan atau kekacauan.

Padahal Allah SWT menciptakan manusia untuk saling mengasihi dan saling

memberikan manfaat sehingga mereka dapat hidup di dunia ini dengan harmonis

atas segala sesuatunya yang telah Allah SWT perintahkan.

Dan sekarang bisa dilihat bahwa banyak sekali perpecahan yang disebabkan

oleh berbagai macam berita dan fitnah yang tidak dicari tahu kebenarannya terlebih

dahulu.

Lalu pertanyaannya, pentingkah kita mempunyai sikap tabayyun dalam

mewujudkan ishlah di era disrupsi ini?

Berlatar belakang dari masalah ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam tentang bagaimana sikap tabayyun yang mesti kita miliki dan langkah apa
saja yang dapat mewujudkan ishlah dengan membuat sebuah karya tulis yang

berjudul “PENTINGNYA SIKAP TABAYYUN DALAM MEWUJUDKAN

ISHLAH DI ERA DISRUPSI.” Untuk mengetahui bagaimanakah keharusan

seorang manusia menjalani kehidupan bersosial dengan harmonis dan untuk

mengetahui jawaban pentingkah kita mempunyai sikap tabayyun dalam

mewujudkan ishlah di era disrupsi ini?

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi pembahasan dengan

membuat beberapa rumusan masalah sebagai berukut :

1. Apa yang dimaksud dengan era disrupsi?

2. Bagaimana pentingnya tabayyun di era disrupsi?

3. Apa yang menjadi hak dan kewajiban muslim agar terwudnya ishlah?

C. Tujuan Penulisan

Setiap norma atau aturan yang ada pasti mempunyai tujuan dan niat yang baik.

Jelaslah bahwa penyusunan karya tulis ini dengan pokok pembahasan “pentingnya

sikap tabayyun dalam mewujudkan ishlah di era disrupsi” memiliki berbagai tujuan

yakni sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu era disrupsi.

2. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya tabayyun di era disrupsi.

3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban muslim agar terwujudnya ishlah.

D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan yaitu metode kepustakaan

atau mengambil dari data-data yang tertulis dari berbagai sumber.


E. Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN, yang meliputi: Latar belakang masalah, tujuan

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS, yang meliputi: Pengertian era disrupsi,

pengertian tabayyun, pengertian ishlah dan hubungan antara era

disrupsi dengan tabayyun dan ishlah.

BAB III PEMBAHASAN, yang meliputi: pentingnya sikap tabayyun dalam

mewujudkan ishlah di era disrupsi, dalil mengenai keharusan

tabayyun dan ishlah, upaya menghindari perpecahan di era disrupsi

dengan tabayyun, serta hak dan kewajiban kepada sesama muslim

agar terwujudnya ishlah.

BAB IV PENUTUP, yang meliputi: Kesimpulan dan saran-saran.

Anda mungkin juga menyukai