Asal:
HMI Cabang Palu
KATA PENGANTAR
Penulis
2|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................8
1.3 Tujuan..........................................................................................................................8
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pluralisme......................................................................................................9
2.2 Kearifan NDP dalam menjawab konflik yang disebabkan oleh pluralisme
agama.................................................................................................................................9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................19
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
4|Page
bahkan terkesan sinkretisme atau mencampur adukkan semua ajaran
agama dan menganggap semua agama tersebut pada taraf
kebenaran yang sama. Padahal, jika kita telaah lebih mendalam
semua agama memang benar pada ajaran umumnya, tetapi berbeda
pada ajaran khususnya. Contoh ajaran khusus ini adalah tata cara
beribadah, amalan, hingga ajaran yang berkaitan tentang kehidupan
manusia sesudah mati yang tentu hanya bisa di buktikan jika kita
sudah mati. Oleh karena itu, ajaran khusus ini tidak bisa dipaksakan
untuk sama.
Seyogyanya, manusia memerlukan sebuah kepercayaan guna
melahirkan tata nilai untuk menopang hidup dan budayanya. Sikap
tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi.
Selain karena kepercayaan itu dianut karena kebutuhan akan
kebenaran menganut kepercayaan yang salah juga tidak di kehendaki
bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam
kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka
ragam di kalangan masyarakat. Maka sudah tentu ada dua
kemungkinan, yaitu kesemuanya itu salah atau salah satu saja
diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk
kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan
kepalsuan yang campur baur. Sekalipun demikian, kenyataan
menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai
itu kemudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun-
temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.
Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri
terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan
ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan
peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi
kepercayaan yang diperlukan sebagai sumber tata nilai guna
menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam
5|Page
tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan
peradaban.
Fakta yang terjadi dilapangan, saat bencara gempa bumi,
tsunami dan likuefaksi menerpa di tanggal 28 september 2018
melanglang buana berbagai macam isu yang menjadi topik panas di
masyarakat Sulawesi Tengah. Belum usai luka dan duka, oknum tak
bertanggung jawab justru menjadikannya sebagai ladang untuk
menebar dusta. Adat Balia yang menjadi bagian dari tradisi di setiap
ulang tahun Kota Palu justru di justifikasi sebagai penyebab murka
Tuhan hingga di turunkanlah bencana. Pemotongan kepala Sapi yang
dihempaskan ke laut lepas dianggap sebagai penyebab mutlak dari
kejadian tersebut. Padahal secara rasional hal tersebut terjadi karena
pulau Sulawesi tergolong salah satu pulau dengan sejarah tektonik
yang paling rumit di dunia. Hal tersebut selain di cicirkan oleh jenis
batuan yang kompleks juga menyisahkan lineament/garis patahan
struktur geologi yang banyak dan beragam.
Kasus lain terjadi pula di Kabupaten Poso Kerusuhan bahkan
pembunuhan sudah terjadi sejak 24 Desember 1998. Awal mula
kejadian ini mengenai kerusuhan yang dilakukan oleh pemuda kristen
terhadap pemuda islam. Tahun 1998 merupakan tahun awal konflik di
Poso Sulawesi Tengah, konflik yang mencapai pada titik puncak tahun
2000. Konflik yang bermula ditengarai pada aspek agama-etnis ini
kemudian bergejolak pada konflik politik, ekonomi. Perebutan akan
kekuasaan yang menjadikan konflik di Poso ini terus berlanjut tanpa
menemukan titik terang. Rendahnya moral serta norma yang di miliki
masyarakat Poso membuat konflik ini semakin agresif
meluluhlantakan seluruh fasiltas umum bahkan menimbulkan korban
jiwa sampai ratusan jiwa. Perebutan kekuasaan hingga penguasaan
wilayah yang dilakukan oleh berbagai pihak semakin menambah arus
berjalannya konflik Poso ini.
Al-Qur’an sebagai sumber normatif bagi suatu teologi inklusif
kaum muslimin, tidak ada teks lain yang menempati posisi otoritas
6|Page
mutlak dan tak terbantahkan selain Alqur’an. Maka, Alqur’an
merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep
persaudaraan Islam terhadap agama lain. Pluralitas adalah salah satu
kenyataan objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau
Sunnah Allah, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi
Maha Mengenal” (Al Hujurat 49: 13). Kalau kita membaca dari ayat
tersebut, secara kritis dan penuh keterbukaan, pastilah kita akan
menemukan suatu kesimpulan bahwa Allah SWT sendiri sebenarnya
secara tegas telah menyatakan bahwa ada kemajemukan di muka
bumi ini. Perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan suku
bangsa; ada orang Indonesia, Jerman, Amerika, orang Jawa, Sunda
atau bule, adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara
positif dan optimis. Perbedaan itu, harus diterima sebagai kenyataan
dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu. Bahkan kita
disuruh untuk menjadikan pluralitas tersebut, sebagai instrumen untuk
menggapai kemuliaan di sisi Allah SWT, dengan jalan mengadakan
interaksi sosial antara individu, baik dalam konteks pribadi atau
bangsa. Sebagai muslim, kita perlu memahami bahwa Tuhanlah yang
memang menciptakan keragaman ini sebagai sebuah keniscayaa
lewat ayat yang diwahyukan, Allah memberikan pembuktian bahwa
keragaman di perlukan untuk memaknai persatuan terhadap berbagai
perbedaan.
Perbedaan adalah suatu fakta, akan tetapi jangan sampai hal
tersebut menjadi penghalang hingga kita berselisih paham. Umat
manusia dalam beragama, haruslah introspeksi. Karena kesenjangan
terhadap pluralisme seperti ini muncul karena ulah umat beragama itu
sendiri. Pengeklaim kebenaran atas berbagai kemajemukan jangan
7|Page
dijadikan alasan sebagai pemicu bentrokan. Sebab setiap agama
pastilah menjunjung tinggi rasa kasih
Oleh karena itu, wajiblah bagi manusia beragama untuk
menebarkan rasa kasih sayang agar menjadi temaram yang
meniadakan perselisihan tatkala ada yang mengalami disintegrasi
sosial. Sebab sifat altruisme dan volunterisme telah menjadi The
golden ethic yang harus di pegang oleh kaum manapun.
8|Page
BAB II
PEMBAHASAN
9|Page
melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun temurun dan
mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena
kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap
kemungkinan perubahan nilai-nlai, maka dalam kenyataan ikatan-
ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban
dan kemajuan manusia. Disinilah kontradiksi kepercayaan diperlukan
sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi
nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat,
maka justru merugikan peradaban. Oleh karena itu, pada dasarnya
guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus
selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata
nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-
sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai
dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri.
Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat
ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif,
historis, pengalaman, dan lain-lain. tetapi karena kemutlakan Tuhan
dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau
sendiri kepada pengertian akan hakikat Tuhan yang sebenarnya.
Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia
memerlukan pengetahuan secukupnya tentang ketuhanan dan tata
nilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu
yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting
dan indra.
Manusia yang digadang-gadang sebagai puncak ciptaan
merupakan makhluk yang tertinggi dan wakil dari Tuhan di bumi.
Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia bukan hanya
beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu
keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang
khusus dimiliki manusia saja yaitu fitrah. Fitrah membuat manusia
berkeinginan suci dan secara kodrati cebderung pada kebenaran
(hanief) dan Dlamier atau hati nurani adalah pemancar keinginan
10 | P a g e
pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah
kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan
Yang maha esa.
Kehidupan seorang manusia di implementasikan dalam bentuk
kerja atau amal perbuatannya. Nilai-nilai dalam diri seseorang tidak
dapat dikatakan berarti sebelum mengaktualkan diri dalam kegiatan
amaliah yang sepantasnya. Allah tidak memandang manusia dari segi
etnis, rupa maupun bahasanya, tetapi pada nilai kemanusiaan yang
terpatri dalam dirinya
Manusia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan,
dan kebenaran. Ia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga
sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan berperadaban dan
berkebudayaan. Manusia merupakan makhluk yang bersedia
menerima kebenaran dari manapun datangnya. Yang toleran dalam
artikata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan
tersebut merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik individu
atau kelompok tertentu.
Bagi seorang manusia yang hanief tidak ada pembagian antara
kegiatan-kegiatan rohani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama
dan politik maupun dunia dan akhirat. Semuanya dimanifestasikan
dalam suatu kesatuan kerja degan niat semata-mata untuk mencari
kebaikan, keindahan dan kebenaran. Hidup yang sesuai dengan fitrah
ialah bekerja secara ikhlas yang memancar dari hati nurani yang
hanief atau suci.
Maka sikap berkeprimanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu
sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar,
seseorang yang adil ialah yang memandang manusia. Dia selalu
menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan). Maka ketuhanan
menimbulkan sikap yang adil kepada sesama manusia.
11 | P a g e
Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain
Tuhan baik manusia maupun alam adalah wujud dari pengadaan
tandingan Tuhan itu sendiri.
Kata iman yang berarti percaya kepada Tuhan sebagai tujuan
hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap
menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam.
Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdiankepada Tuhan Yang
Maha Esa. Sebagai seorang muslim, sepatutnya kita tidak lagi
diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia
sekelilingnya. Manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang
menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan semata.
Semangat tauhid menimbulkan kesatuan dalam tujuan hidup,
kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupab bertauhid tidak
lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah
manusia yang sejati dan sempurnya yang kesadaran akan dirinya
tidak mengenal batas.
Olehnya, ungkapan bahwa manusia adalah makhluk sosial
adalah benar adanya. Manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan
tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial, manusia
tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik
tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan
tertentu.
Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan.
Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul
perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya.
Sebenarnya perbedaan
-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri. Sebab
kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan
ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang
berbeda-beda.
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan
masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian
12 | P a g e
anggotanya saja. Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan
kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus
diberi kesempatan untuk memilih dari beberapa kemungkinan dan
untuk berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya.
Peningkatan kemanusiaan tidak dapat terjadi tanpa memberikan
kepada setiap orang keleluasaan untuk mengembangkan
kecakapannya melalui aktivitas dan kerja yang sesuai dengan
kecenderung dan bakatnya.
Namun, disinilah terjadi kontradiksi, manusia sebagai makhluk
yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya sepatutnya
berbuat baik kepada sesamanya, namun pada waktu yang sama pula
ia merasakan adanya pertentangan dan keinginan tak terbatas dari
hawa nafsunya yang cenderung kearah merugikan orang lain atau
perbuatan kejahatan.
Hawa nafsu individu yang tidak terkendali menjadi ancaman bagi
masyarakat. Selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama
manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus di tegakkan.
Kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain.
Olehnya, kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling
menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada kepiawaiannya
dalam mengembangkan dirinya tanpa harus memperbudak orang lain.
sebab, semakin seseorang bersungguh-sungguh dan bertanggung
jawab dengan penuh kesadaran dalam membentuk masyarakat
semakin ia menuju tujuan.
Seperti halnya pluralisme agama yang mengakar di kehidupan
bermasyarakat Indonesia. Keberagamaan haruslah menjadi wadah
pemersatu bagi masyarakat sosial untuk menggapai tujuannya. Akan
tetapi dengan berbagai macam kemajemukan, pola pikir manusia
maupun kelompok tertentu pastilah berbeda sudut pandang dalam
menanggapi sesatu, sehingga terjadilah konflik yang disebabkan oleh
egoisme. Beberapa penyebab konflik agama yang cenderung terjadi
di Indonesia antara lain :
13 | P a g e
1. Penyalah Artian Ayat Dalam Kitab Suci
Seperti yang kita tahu, Kitab Suci agama kita diwahyukan
oleh Tuhan. Tidak ada campur tangan manusia di dalamnya,
bukan? Nah, sebagai manusia kita dibekali dengan pemikiran yang
diberikan untuk melihat, mengamati, dan berpikir tentang segala hal
dengan cara yang berbeda-beda. Satu hal memiliki banyak arti,
satu kalimat bisa diartikan berbeda antar satu manusia dengan
manusia yang lain. Tentang pemahaman kitab suci inilah, kadang
ada dari kita yang salah mengartikannya. Banyak manusia yang
“terlalu cepat” berpikir tanpa melakukan ulasan lebih lanjut
mengenasi suatu ayat.
Anehnya lagi, dia merasa dialah yang merasa paling benar
mengartikannya. Kemudian menjalankan segala sesuatu sesuai
apa yang dia tangkap di pikirannya. Nah, apabila kita masih belum
mengetahui betul akan sesuatu, lebih baik kita mengkajinya terlebih
dahulu, apa yang benar-benar terkandung di dalamnya agar kita
bisa lebih mengerti.
2. Sengketa Lahan untuk Tempat Ibadah
Tanah di Indonesia ini bisa digunakan untuk membangun
segala unit bangunan, untuk segala kebutuhan manusia yang
mendasar. Bisa saja digunakan untuk membangun bangunan
pribadi seperti rumah, atau untuk bangunan publik seperti mall atau
swalayan. Bangunan publik yang umumnya dibangun adalah
tempat ibadah, rumah Tuhan. Walaupun progress untuk
membangun suatu bangunan sudah jelas, namun ada saja pihak
yang menyelewengkannya.
3. Pemikiran Radikal
Pada suatu agama yang damai, ada suatu kelompok yang
memaksakan kehendaknya dan berujung pada sikap merendahkan
agama lain. Inilah kelompok yang radikal. Kelompok ini selalu
menjalankan segala cara untuk semua pihak bisa “setuju” dengan
14 | P a g e
apa yang ingin dia capai. Mereka memaksakan kehendak seenak
hati saja tanpa memikirkan imbasnya pada orang lain. Anehnya,
ada yang setuju dengan pemikiran primitif seperti ini dan ikut
bergabung dengan kelompok itu. Tak ragu-ragu, mereka berani
menjatuhkan siapapun yang ada di jalannya. Termasuk para
petinggi negara bila perlu. Hal ini tentunya cukup disayangkan,
terutama membayangkan imbasnya yang akan mempengaruhi
hubungan antar sesama agama, ras, ataupun suku di suatu
negara. Mereka yang dianggap “menyimpang” akan ketakutan,
sementara badan yang berwenang berusaha menutup mata.
Lengkap sudah, kehancuran sudah di depan mata bila hal tersebut
akan berlanjut.
4. Kurangnya Kesadaran Masyarakat Akan Kehidupan yang
Harmonis
Untuk menciptakan keharmonisan dalam berkehidupan antar
sesama, maka diperlukan juga yang namanya rasa memaklumi,
tenggang rasa, dan menghormati yang harus dimiliki oleh setiap
orang. Kadang kita lupa, bahwa kita yang sebenarnya telah
merusak keharmonisan itu sendiri. Kita melakukan tindakan
perusakan entah itu fisikal ataupun sosiologis. Semua memang
seringkali kita lakukan tanpa sadar, namun imbasnya tetap saja
berujung pada kehancuran harmonisasi tadi sehingga jurang
perpecahan akan semakin lebar luasnya. Disitulah konflik
merajalela, dan dilakukan oleh siapa saja di dunia. Kita
memaksakan kehendak untuk kepentingan pribadi namun
menyingkirkan kebutuhan golongan yang mendasar begitu saja.
Rasa kurang simpati inilah yang membuat kita akhirnya
menjadi manusia yang individualis. Selama kita aman dengan
apapun yang kita pegang (termasuk agama), orang terluka di
depan mata pun nampaknya dibiarkan begitu saja. Sayangnya
inilah yang seringkali dilakukan oleh masyarakat mayoritas, apalagi
dengan masyarakat mayoritas agama tertentu. Jumlah suara yang
15 | P a g e
begitu banyak akan menghancurkan suatu individu begitu saja,
terutama yang minoritas. Tentunya ini tidak dibenarkan, namun itu
terjadi begitu saja.
16 | P a g e
a. Kontak fisik dan hubungan secara langsung
b. Komunikasi :
- Bergaining, tawar menawar
- Mediasi, peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator
dalam menjalakankan tugas demi menengahi dan
menyelesaikan suatu konflik atau sengketa antara para pihak.
- Arbitrasi, bentuk peradilan yang dilaksanakan atas dasar
kesepakatan antara pihak-pihak yang berselisih dan dimediasi
oleh pihak ketiga yang mereka pilih sendiri.
- Konsiliasi, usaha mempertemukan keinginan pihak yang
Berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan
Perselisihan tersebut.
17 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pluralisme sebagai bentuk kemajemukan menjadi sesuatu hal
yang mendasari adanya konflik. Hal ini terjadi karena melanglang
buananya sifat egoisme dan rasa tenggang rasa yang kurang akibat
perbedaan perspektif seseorang dalam memandang sesuatu yang
terjadi di sekitarnya. Hal tersebut didasarkan pada kebudayaan,
karakte r, agama maupun pola pikir seseorang maupun kelompok
yang berbeda.
Konflik agama pun menjadi salah satu kesenjangan yang tidak
dapat terhindarkan. Agama sebagai wujud dari kepercayaan sudah
semestinya menjadi tata nilai guna menopang kehidupan umat. Akan
tetapi nilai tersebut dapat mengikat pengikutnya dalam tradisi-tradisi
yang diwariskan secara turun temurun sehingga dapat menjadi
penghambat perkembangan peradaban. Olehnya, kita dituntut untuk
meninggalkan segala bentuk kepercayaan yang bersifat tradisional
dan bersungguh-sungguh mengabdikan diri pada kebenaran mutlak,
yaitu Tuhan Yang Maha esa.
Manusia yang dibekali dengan fitrah berupa kemerdekaan pun
seyogyanya membatasi dirinya agar tidak terjerumus dalam hawa
nafsu yang menjerat. Sebab hawa nafsu yang kebablasan hanya akan
menimbulkan keresahan dan perpecahan karena tidak terdapat
keadilan didalamnya.
Konflik beragama yang di kendarai oleh perbedaan tidak
sepatutnya di dijadikan dalih untuk memulai permusuhan. Seyogianya
perbedaan di jadikan cambuk untuk mengharmoniskan hubungan dari
beraneka ragam pemikiran, kepercayaan, dan agama.
18 | P a g e
3.2 Saran
Sebagai manusia yang di anugerahi akal untuk berpikir dan ilmu
pengetahuan sebagai roda penggerak dalam menentukan pilihan,
maka sudah sepantasnya kita menjadi manusia bijak yang melerai
segala macam kemunafikan propaganda yang bersembunyi dalam
kalimat indah pluralisme
19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
20 | P a g e
21 | P a g e