Paradigma New Public Service
Paradigma New Public Service
Disusun Oleh:
DOSEN:
INSTITUT STIAMI
ADMINISTRASI PUBLIK
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
JAKARTA
2018
1 | Paradigma NPS
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Negara /
Publik, dengan judul “Paradigma New Public Service” dan penerapannya di
Indonesia”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Semoga makalah yang kami buat ini dapata bermanfaat untuk pengetahuan
kita semua.
Penulis
2 | Paradigma NPS
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... 2
Daftar Isi.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................... 4
2. Ruang Lingkup Penulisan.................................................................. 5
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan.......................................................... 5
PUBLIK SERVICE
A. PERMASALAHAN
1. Bagaimana konsep New Public Sevice di Indonesia..................12
2. Bagaimana dampak penerapan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................12
3. Apa kendala dalam menerapkan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................12
B. PEMBAHASAN
1. Konsep New Public Service di Indonesia...................................12
2. Dampak penerapan New Public Service di Indonesia................17
3. Kendala dalam menerapkan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................18
BAB IV PENUTUP..............................................................................................23
Referensi Pustaka......................................................................................................25
3 | Paradigma NPS
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
New Public Service lahir sebagai anti thesa dan berusaha mengkritik
New Public Management, yang dianggap gagal di banyak negara. New Public
Management memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Selandia Baru, dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana
penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara
berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara
di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep New Public
Management karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi,
dan sosial-budaya negara yang bersangkutan.
4 | Paradigma NPS
2. Ruang Lingkup Penulisan
5 | Paradigma NPS
BAB II
KAJIAN TEORITIK
1. Pembahasan tentang New Public Service
Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang
dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart
berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering”, terbit tahun
2003. Paradigma New Public Service dimaksudkan untuk meng ”counter”
paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni
paradigma New Public Management yang berprinsip “run government like a
businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.
6 | Paradigma NPS
masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat.
“Citizens First” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah
(Denhardt & Gray, 1998).
Akar dari New Public Service dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang
demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl, dan Waldo. NPS
berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan
Perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan
dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen
guna menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil
Akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan
membangun sosial trust, kohesi sosial, dan jaringan sosial dalam tata
pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru
Administrasi negara harus fokus pada organisasi yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap
nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern
Mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam
memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way
perspective.
7 | Paradigma NPS
Tabel 1. Diferensiasi OPA, NPM, dan NPS
8 | Paradigma NPS
yang tegas pelanggan) politik, dan standar
profesional
Diskresi Diskresi terbatas Diskresi diberikan Diskresi dibutuhkan
administrasi secara luas tetapi dibatasi dan
bertanggung jawab
10 | Paradigma NPS
7. Security → Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari
bahaya dan resiko.
8. Access → Terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan
pendekatan.
9. Communication → Kemampuan pemberi layanan untuk mendengarkan
suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk
selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding Customer → Melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
BAB III
11 | Paradigma NPS
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI
PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE DALAM
PENERAPANNYA DI INDONESIA
A. Permasalahan
1. Bagaimana konsep New Public Service di Indonesia?
2. Bagaimana dampak dari penerapan New Public Service di Indonesia?
3. Apa kendala dalam penerapan New Public Service di Indonesia?
B. Pembahasan
1. Konsep New Public Service di Indonesia
Di Indonesia sendiri penerapan New Public Service sudah sangat lama
dibicarakan dan berusaha untuk direalisasikan, namun dalam kenyataannya
masih terkendala banyak hal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
12 | Paradigma NPS
Birokrasi di Indonesia sangatlah commanding dan sentralistik,
sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman masa kini dan masa depan,
di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan. Selain
itu dengan posisinya yang strategis, birokrasi di Indonesia tak bisa
menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1. Buruknya pelayanan public
2. Besarnya angka kebocoran anggaran Negara
3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
4. Sulitnya pelaksanaa koordinasi antar instansi
5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang
tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual masalah
lainnya.
6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, ekslusif, kaku, dan
terlalu dominan sehingga hampir seluruh masyarakat membutuhkan
sentuhan-sentuhan birokrasi. (birokrasi lama)
7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang
berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama,
banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berprespektif harus
dihormati oleh rakyat.
16 | Paradigma NPS
5. Melayani Warga Negara, bukan Customer (Serve Citizens, not
Customers)
New Publik Service memandang publik sebagai “citizen” atau
warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama.
Tidak hanya sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli
atau membayar produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna
pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek
dari berbagai kewajiban publik seperti mematuhi peraturan perundang-
undangan, membayar pajak, membela negara, dan sebagainya. New
Publik Service melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak
dan kewajiban dalam komunitas yang lebih luas. Adanya unsur paksaan
dalam mematuhi kewajiban publik menjadikan relasi negara dan publik
tidak bersifat sukarela. Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif
terhadap “customer”, tapi juga fokus pada pemenuhan hak -hak publik
serta upaya membangun hubungan kepercayaan (trust) dan kolaborasi
dengan warga negara.
Hal diatas masihlah belum terlaksana dengan baik karena kadang
kala ditemui adanya pelayanan publik yang mendahulukan pelayanan
terhadap pihak yang mempunyai kedudukan ataupun masyarakat yang
menggunakan uang untuk mempercepat proses dari pelayanan tersebut.
Misalnya pembuatan KTP, agar prosesnya cepat selesai maka seseorang
membayar si pelayan public tersebut sedangkan seseorang yang tidak
membayar dilayani dengan wajar dan kadang cenderung diundur-undur.
Hal ini menunjukan bahwa proses pelayanan masih mengikuti
kemampuan seseorang untuk membeli atau membayar suatu produk jasa.
18 | Paradigma NPS
1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal) Dalam mengadopsi sistem
administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung diterapkan di
sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat
mempengaruhi dengan kuat ketika akan mempraktekkannya. New
Publik Service atau good governance sulit untuk di terapkan di
Indonesia, karena budaya masyarakat Indonesia yang biasa melayani
kepentingan penguasa, maka aparatur yang seharusnya melayani
warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta dilayani, dan
masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan atau
kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi
pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya
kroonisme/nepotisme, tidak bisa di pisahkan dalam pelaksanaan
administrasi, rasa kekeluargaan di Indonesia sangat kuat, apabila ada
saudara, famili, atau tetangga yang mempunyai wewenang untuk
melakukan proses pengurusan administrasi pemerintahan, pastilah kita
minta bantuannya dan otomatis famili atau keluarga tersebut akan
mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang
lainnya. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat
(status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun
sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik.
Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri)
terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi pelayan
public menuju New Public Service ini. Ketidakinginan untuk merubah
pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya
menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidak
dapat terlaksana secara optimal karena belum menyentuh hal yang
paling mendasar yaitu “kultur”. Selama ini reformasi birokrasi hanya
menyangkut hal – hal yang menyangkut kelembagaan, tata laksana,
serta sumber daya manusia yang masih terbatas pada tataran
pendidikan dan pelatihan.
19 | Paradigma NPS
dapat tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah birokratis.
Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional
yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model
mentalitas birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial
dalam implementasi penerapan New Public Service di Indonesia
secara menyeluruh.
20 | Paradigma NPS
waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang
lebih baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan
administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa
menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi
administrasi publik belum bisa melepaskan diri dari ranah politik maka
kebijakan publik pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik.
21 | Paradigma NPS
karena tidak adanya sanksi yang tegas. Sebagai contoh mudah, soal
sering ngaret-nya jam buka pos pelayanan (apapun itu), yang
mengakibatkan antrean panjang. Masyarakat jadi korban.
22 | Paradigma NPS
BAB IV
PENUTUP
Hingga saat ini Indonesia sudah mulai mengadopsi konsep New Public
Service. Namun hanya saja dalam pelaksanaanya masih dihadapkan dengan
berbagai macam kendala, yaitu :
1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal)
2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi
tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam rangka
pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya daerah-daerah
tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb) yang menuntut
ruang yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya, atau mereka akan
melepaskan diri dari NKRI.
3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah
23 | Paradigma NPS
Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi
sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti
buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam
labirin. Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku
(SOP-Standart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang.
Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang
strategis. Misalnya perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti
KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah.
4. Kinerja Pegawai Rendah
Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi
bagi pegawai yang berkinerja buruk.
24 | Paradigma NPS
Referensi Pustaka
http://opzloper.blogspot.com/2017/09/penerapan-new-public-service-nps-di.html
http://renimutiaablog.blogspot.com/2016/09/the-new-public-service.html
http://lp3m.ummu.ac.id/pelayanan-publik-dalam-paradigma-baru-the-new-public-
service
25 | Paradigma NPS