Anda di halaman 1dari 2

Intelegensi

Inteligensi adalah bahasan klasik dalam psikologi yang tetap populer hingga saat ini. Salah satu tugas
yang paling umum dilakukan oleh seorang psikolog adalah melakukan psikotes, dan bentuk psikotes
yang paling sering digunakan adalah tes IQ atau tes inteligensi. Meskipun sudah banyak kritik
terdahulu pada tes IQ, tetapi harus diakui bahwa bagaimanapun juga, hingga sekarang, hasil dari tes
IQ akan sangat menentukan dalam pertimbangan akhir seorang psikolog dalam "menentukan nasib"
kliennya, baik itu di ranah seleksi dan penempatan karyawan (apakah karyawan ini diterima atau
tidak, dipromosikan atau tidak), penjurusan sekolah (apakah anak ini "layak" masuk IPA atau tidak,
"layak" masuk fakultas kedokteran atau tidak), dan ranah-ranah Iainnya. Hal ini juga mengakibatkan
tidak sedikit caIon karyawan, mahasiswa, dan lain-lain yang merasa "ngeri" ketika harus menghadapi
psikotes—khususnya tes IQ. Mereka ngeri akan "vonis" yang akan dijatuhkan oleh psikolog, yang
akan menentukan masa depan mereka. Masa depan mereka seolah bergantung pada selembar
benang tipis bernama psikotes (tes IQ). Maka maraklah buku-buku pelatihan psikotes beredar di
toko-toko buku, dan pelatihan-pelatihan tak resmi yang membantu orang agar dapat lulus psikotes.

Intelegensi adalah tentang Speed dan Slowness

Martin Seligman dan Angela Lee Duckworth keduanya dari University of Pennsylvania dalam buku
Flourish (Seligman, 2011) banyak mengupas tentang inteligensi, yang bagi kebanyakan orang masih
dipandang sebagai kunci kesuksesan. Inteligensi sebenarnya memiliki dua Sisi yang jarang dilihat
secara utuh. Kedua Sisi itu adalah speed dan slowness.

Intelegensi sebagai Speed

inteligensi berkaitan erat dengan kecepatan baik itu kecepatan dalam menangkap dan merespons
stimulus (reaction time), maupun kecepatan dalam memproses informasi di otak kita. Di Sisi ini,
inteligensi bagaikan sebuah unit prosesor komputer, yang hebat atau tidaknya dilihat dari
kecepatannya memproses informasi. Kebanyakan soal-soal tes IQ mengukur tentang kecepatan
seseorang menemukan jawaban yang benar atas sebuah pertanyaan, baik itu pertanyaan hitungan,
verbal, daya bayang ruang, maupun lainnya. Orang-orang yang menjawab dengan benar dan cepat
adalah orang-orang yang akan dinyatakan oleh tes IQ memiliki IQ yang tinggi. Ada dua pengertian
"cepat" yang penting untuk dipahami, dalam kaitannya dengan inteligensi. Cepat dalam arti yang
pertama adalah: the rate of learning, yaitu seberapa cepat informasi-informasi baru yang dipelajari
dapat dimasukkan dan diintegrasikan dalam "database" informasi yang dimiliki, sehingga menjadi
proses yang otomatis ketika harus diwujudkan daIam tindakan.

Pengertian "cepat" yang kedua, yang berkaitan erat dengan proses di atas adalah: kecepatan dalam
mempraktikkan atau mewujudkan hasil pembelajaran di atas. Saat belajar pertama kali, ada orang
yang belajarnya cepat, ada yang lambat hal itu ditentukan oleh rate of learning yang sudah dibahas
di atas sementara yang disoroti di sini adalah saat pembelajaran telah "selesai", bagaimana ia
mempraktikkan atau mewujudkannya kembali berupa tindakan yang terampil. ada macam-macam
bentuk inteligensi, yaitu multiple intelligences yang dibahas oleh Howard Gardner27 (Gardner, H.,
2011). Howard Gardner menyebutkan ada Sembilan jenis kecerdasan, yaitu verbal linguistic
intelligence. Mathematical logical intelligence, musical intelligence. Visual spatial intelligence,
body kinesthetic intelligence, intrapersonal intelligence, interpersonal intelligence, naturalist
intelligence. dan existential intelligence. Dalam setiap bentuk inteligensi itu, terkandung hal yang
sama, yaitu adanya rate of learningyang cepat dan otomatisasi tindakan yang juga cepat. Sisi lain
dari inteligensi yang kurang begitu banyak dibahas, yaitu slowness.
Intelegensi sebagai Slowness

Slowness adalah tentang pemanfaatan waktu ekstra tersebut. Saat seseorang punya waktu ekstra
karena kecepatannya yang tinggi, ia akan punya waktu untuk memikirkan hal yang lebih dalam, yang
lebih penting, lebih bermakna. Di sini, kecepatan tidak lagi menjadi ukuran, karena yang lebih
penting daripada sekadar cepat adalah menemukan jawaban-jawaban yang benar dan bermakna.
Saat seseorang menggunakan slowness mode, pemfungsian berpikirnya dan pemfungsian otaknya
berbeda dengan saat ia mengerjakan tugas-tugas rutin yang membutuhkan kecepatan. Saat ia
sungguh berpikir mendalam untuk memaknakan hasil-hasil dari kerja cepatnya, ia menggunakan
executive function. Disini dibutuhkan ketenangan dan kejernihan berpikir, kemampuan
mengabaikan distraksi (gangguan) berpikir, konsentrasi penuh, kemauan dan ketabahan untuk
bergulat dengan persoalan-persoalan yang sungguh-sungguh sulit dan memiliki makna serta
implikasi yang sangat dalam.  Dalam slowness, bukan hanya terkandung cognitive power (kekuatan
kognitif), tetapi juga affective regulation (keterampilan mengelola emosi supaya pikiran jernih), serta
will power (kemauan untuk tetap bergulat dengan persoalan yang sangat sulit, untuk menjaga
semangat dan motivasi). Dengan kata lain, pada Sisi slowness dari inteligensi, peranan yang lebih
besar bukanlah terletak pada cognitive power seseorang, melainkan karakternya. Sisi inilah yang
kurang diperhatikan oleh para penganjur dan pengukur inteligensi. Sisi slowness ini nyaris tidak
diukur dalam kebanyakan pengukuran IQ seseorang dan juga sering luput dari perhatian saat
mendiskusikan kecerdasan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai