Anda di halaman 1dari 7

DISTOSIA BAHU

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk
melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan
episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria
diagnosa diatas.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu  antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal
interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik ,
pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval
waktu tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu
bervariasi antara 0.6 – 1.4%.

KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU


1. KOMPLIKASI MATERNAL
 Perdarahan pasca persalinan
 Fistula Rectovaginal
 Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
 Robekan perineum derajat III atau IV
 Rupture Uteri
2. KOMPLIKASI JANIN
 Brachial plexus palsy
 Fraktura Clavicle
 Kematian janin
 Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
 Fraktura humerus
Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu
Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual
sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.
Faktor resiko:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan
dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
Faktor Resiko Distosia Bahu
 :1. Maternal
 Kelainan anatomi panggul
 Diabetes Gestational
 Kehamilan postmatur
 Riwayat distosia bahu
 Tubuh ibu pendek
2. Fetal
 Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
 Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
 Protracted active phase” pada kala I persalinan
 Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada
gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk
penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan,
intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik
dengan pasien dan keluarganya.
American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan
dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa : 
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin
makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya
kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung
oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
PENATALAKSANAAN
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi
curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
3. Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu
anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
1. Tekanan ringan pada suprapubic
2. Maneuver Mc Robert
3. Maneuver Woods
4. Persalinan bahu belakang
5. Maneuver Rubin
6. Pematahan klavikula
7. Maneuver Zavanelli
8. Kleidotomi
9. Simfsiotomi
1. Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi
curam bawah pada kepala janin.

 
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah
pada kepala janin.

2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc
Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari
melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah
kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah,
rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.
Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat
pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-rayUkuran panggul tak


berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis
pubis

3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )


Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang
terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

4. Melahirkan bahu belakang

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C.  Lengan posterior dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada
abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan
kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga
diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis
 
Maneuver Rubin II

A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah


B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter
bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit

6. Pematahan klavikula, dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui SC. 
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah
terjadi.
Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.

8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

9. Simfisiotomi. 
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan
kepala.
5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila
tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun
tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.

Rujukan
American College of Obstetrician and Gynecologist : Shoulder dystocia. Practice Bulettin
No 40, November 2002
Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal
utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998
Gherman RB,Ouzounian JG,Goodwin TM: Obstetric maneuvers for shoulder dystocia and
associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol 178:1126, 1998
Gherman RB,Ouzounian JG,Satin AJ et al: A comparisson of shoulder dystocia-associated
transient and permanent brachial plexus palsies . Obstet Gynecol 95:43,2003
Hernandez C, Wendell GD: Shoulder dystocia. In Pitki RM (ed) Clinical Obstetrics and
Gynecology Vol XXXIII. Hagerstown Pa,Lippincott 1990, p526
Jennet RJ, Tarby TJ: Disuse osteoporosis as evidence of brachial plexus palsy due to
intrauterine fetal maladaptation. Am J Obstet Gyncol 185:236, 2001
Jennet RJ, Tarby TJ, Krauss RL : Erb’s palsy contrast with Klumpke’s and total palsy:
Different mechanisme are involved. Am J Obstet Gyncol 186:1216, 2002
Lam MH, Wong GY, Lao TT: Reappraisal of neonatal clavicular fracture : Relationship
between infant size and neonatal morbidity Obstet Gynecol 100:115, 2002
Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology  7th ed. Mosby, 1999
Spong CY, Beal M,Rodrigues D,et al: An onjective definition of shoulder dystocia :
Prolonged head-to-body delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric maneuvers.
Obstet Gyncol 86;433, 1995

Anda mungkin juga menyukai