APLIKASI MOBILE
Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Pertama – tama saya panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah
SWT, karena tanpa rahmat & ridhoNya saya tidak dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada bapak safari hasan., S.Ip., M.MRS yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga
saya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
melakukan perawatan membutuhkan berkembangnya kepemimpinan dan
budaya rumah sakit yang meliputi keselamatan pasien dan peningkatan
mutu pelayanan. Untuk meminimalisir terjadinya pasien jatuh dengan atau
tanpa cidera harus dilaksanakan analisis di awal maupun kemudian untuk
melaksanakan analisis ulang secara teratur tentang risiko pasien jatuh dan
risiko potensial. Analisis risiko jatuh tersbeut telah dapat dilakukan mulai
dari pasien melakukan pendaftaran yakni dengan memakai skala jatuh.
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah penulis berikan diatas maka
penulis ingin mengangkat tema bagaimana pencegahan insiden keselamatan
pasien melalui aplikasi mobile di rumah sakit?
5
1.4 Manfaat penulisan
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Standar keselamatan pasien rumah sakit disusun menurut “Hospital Patient
Safety Standarts” yang diterbitkan oleh Commision on Accreditation of
Health Organizations Illinois, USA tahun 2002 yang disesuaikan dengan
keadaan dan kondisi rumah sakit di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015), standar keselamatan pasien terdiri
dari tujuh standar diantaranya:
a. Hak Pasien
Pasien dan keluarganya memiliki hak untuk
memperoleh informasi tentang rencana dan hasil layanan
termasuk kemungkinan kejadian yang tidak terduga.
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit wajib mendidik pasien dan keluarganya
mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
perawatan pasien.
c. Keselamatan pasien dan keselarasan pelayanan
Rumah sakit memastikan keselarasan layanan dan
memastikan koordinasi antara staf dan unit layanan.
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
melaksanakan evaluasi dan program perbaikan keselamatan
pasien
Rumah sakit wajib merancang proses baru atau
meningkatkan proses yang sudah ada, untuk memantau dan
mengevaluasi kinerja melalui akuisisi data dan analisis
mendalam tentang kejadian yang tidak terduga dan membuat
perubahan untuk meningkatkan kinerja dan keselamatan
pasien.
e. Peran pemimpin dakam meningkatkan keselamatan pasien.
1) Pemimpin memfasilitasi dan memastikan
pelaksanaan program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi aplikasi “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
8
2) Pemimpin memastikan bahwa program proaktif
untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien
dan pengendalian keselamatan kejadian yang tidak
terduga.
3) Pemimpin mendorong dan menciptakan komunikasi,
koordinasi antara unit dan individu yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan
mengenai keselamatan pasien.
4) Pemimpin mendistribusikan sumber daya yang
sesuai untuk mengukur, meninjau dan peningkatan
kinerja rumah sakit dan meningkatkan keselamatan
pasien.
5) Pemimpin mengukur dan meninjau daya guna
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit serta keselamatan pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan
dan orientasi untuk setiap posisi meliputi keterkaitan
posisi dengan keselamatan pasien dengan jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkesinambungan untuk
memperbaiki dan menjaga kemampuan staf dan
mendukung pendekatan interdisipliner dalam asuhan
pasien.
g. Komunikasi merupakan aspek penting bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.
1) Rumah sakit merancang dan menciptakan proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk
memenuhi persyaratan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data dan keterangan harus tepat waktu dan
akurat.
9
2.3 Dasar Hukum Keselamatan Pasien
10
disengaja dan keadaaan yang menyebabkan atau berakibat cedera yang
dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian
tidak cedera, kejadian potensial cedera dan kejadian nyaris cedera. Adapun
beberapa jenis insiden yang ditetapkan dalam PMK No. 11 Tahun 2017
antara lain:
a. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah suatu kondisi yang sangat
berpotensi untuk menyebabkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Contohnya obat LASA (look a like sound a like) ditempatkan
secera berdekatan.
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian dimana
insiden belum terpapar kepada pasien. Contohnya obat – obatan
overdosis lethal akan diberikan pada pasien, tapi staf mengetahui
dan membatalkan sebelum obat diserahkan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu kejadian menjalankan
tindakan (perintah) atau tidak mengambil semua kejadian
(dihilangkan) yang dapat melukai pasien tetapi tidak terjadi karena
keberuntungan dan ketelitian tenaga kesehatan dalam mengecek
obat yang akan diberikan kepada pasien.
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah kondisi yang dapat
berakibat cedera pada pasien akibat tindakan yang diambil atau
tidak melakukan tindakan secara benar dan bukan karena penyakit
bawaan atau kondisi pasien. Cedera dapat disebabkan oleh
kesalahan medis atau bukan keselahan medis. Contoh pasien A
diberi obat namun akibat keselahan pasien A dalam membaca dosis
obat pada resep sehingga pasien mengeluh akibat efek samping dari
dosis yang berlebihan.
e. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang menyebabkan kematian,
cedera secara permanen, atau cedera serius yang sementara dan
memerlukan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik
fisik maupun psikis, yang tidak terkait keadaan pasien. Kejadian
sentinel biasanya digunakan untuk kejadian tindak diharapkan atau
tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah.
11
Kata – kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
misalnya amputasi pada lokasi yang tidak seharusnya, sehingga
kebenaran terhadap kejadian ini untuk mengklarifikasi kasus ini
ada msalah serius denagn kebijakan dan prosedur yang ada.
12
a. Staf rumah sakit tahu bahwa menjalankan operasional rumah
sakit dapat berisiko tinggi untuk melakukan tugas secara
konsisten dan keamanan yang konsisten.
b. Peraturan dan lingkungan kerja mendorong karyawan untuk
tidak takut untuk dihukum karena melaporkan KTD dan
KNC.
c. Direktur rumah sakit merekomendasikan untuk melaporkan
insiden tersebut kepada tim keselamatan pasien keselamatan
pasien pada tingkat nasional sesuai dengan peraturan
perundang – undangan.
d. Mendorong kolaborasi antara staf klinis dan manejer
menemukan solusi untuk memecahkan masalah keselamtan
pasien.
2) Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
Pada dasar institusi medis memiliki budaya keselamatan yang positif
juga memiliki dimensi budaya keselamatan pasien. Dengan kata lain
dimensi budaya memiliki empat dimensi yang terdiri dari budaya
keterbukaan (open culter), budaya pelaporan (repoting culture), budaya
keadilan (just culture) dan budaya belajar (learning culture). Hospital
survey on patient safety culture yang dikemukakan oleh AHRQ dengan
menggunakan komponen sebagai indikator masing – masing aspek budaya
keselamatan pasien yaitu antara lain:
1. Budaya keterbukaan
Budaya keterbukaan adalah budaya yang menjelaskan
bahwa staf rumah sakit dapat berbicara dengan percaya diri tentang
kecelakaan dan masalah terkait keselamatan pasien yang telah
terjadi pada seorang pasien dengan rekan satu tim dan manajernya.
2. Budaya Pelaporan
Budaya pelaporan adalah budaya yang mana staf rumah sakit
sigap untuk melaporkan insiden dan nyaris celaka sehingga dapat
dilakukan penilaian jenis kesalahan dievaluasi dan dapat diketahui
13
kesalahan yang sering dilakukan oleh staf serta dapat diambil lanjut
sebagai bahan pembelajaran lebih lanjut.
3. Budaya keadilan
Budaya keadilan merupakan budaya yang mana perawat dan
pasien diperlakukan secara sama dan tidak terpusat untuk
menemukan kesalahan individu, tetapi untuk lebih memperlajari
secara sistem yang menyebabkan terjadinya kesalahan.
4. Budaya Belajar
Budaya belajar adalah budaya dimana masing – masing
anggota siap dan berkemauan untuk menggali pengetahuan dari
pengalaman dan data yang diterima serta kemauan untuk
menerapkan perubahan dan peningkatan yang berkelanjutan.
14
Sistem pelaporan yang berfokus pada pembelajaran dan
kontribusi untuk merancang ulang sistem. Sistem pelaporan dapat
mencoba untuk menangani berbagai tujuan. Keseimbangan sistem
antara tujuan akuntabilitas publik dan pemberlajaran untuk
memperbaiki. Tujuan utama dari sistem pelaporan dapat
menentukan beberapa karakteristik rancangan dan apakah laporan
bersifat sukarela atau wajib dan laporan sepenuhnya diklasifikasikan
atau dialporkan secara umum.
1. Pembelajaran
Pembelajaran dari hasil laporan bisa memberikan
peringatan akan bahaya dan dapat menghasilkan pengalaman
atau wawasan terkait dengan kegagalan sistem yang tersedia
dan bisa membuat rekomendasi untuk peningkatan untuk
memberikan pratik terbaik yang dicontoh oleh semua orang.
Data insiden keselamatan pasien dari hasil laporan menjadi
landasan untuk melaksanakan penyelidikan dan mencari
penyebab insiden yang terjadi dengan investigasi, hasil
investigasi yang baik akan menemukan akan penyebab insiden
terjadi dan merumuskan dan meberikan hasil usulan untuk
perubahan sistem. Sistem pembelajaran diciptakan untuk
meningkatkan keberlanjutan pemberian perawatan dengan
mengidentifikasi masalah, mengurangi penyimpangan, dan
mendorong perbaikan pada seluruh sistem.
2. Akuntabilitas
Beberapa sistem pelaporan yang telah ada
dikembangkan untuk mendapatkan pertanggungjawaban
institusi pelayanan kesehatan supaya memastikan praktik yang
aman. Sistem akuntabilitas dilandaskan pada pemerintah
bertanggung jawab untuk memastikan semua institusi
pelayanan kesehatan mengambil tindakan pencegahan untuk
memastikan perawatan medis yang aman dan terjamin yang
meliputi:
15
a) Kerahasiaan data dan akses ke publik
b) Laporan internal
b. Proses pelaporan
1) Apa yang dilaporkan
Pelaporan dalam insiden keselamatan pasien dibagi
dalam beberapa jenis laporan tergantung pada keajadian
tersebut apakah kejadian tersebut buruk atau kejadian yang
dapat berpotensi menyebabkan peristiwa buruk dan
diklasifikasikan dalam jenis insiden apakah peristiwa
tersebut dapat mengakibatkan atau memang mengakibatkan
kerugian yang merugikan bagi pasien.
2) Siapa yang melaporkan
Sistem pelaporan insiden perlu menentukan siapa yang
melaporkan kejadian tersebut. Laporan tersebut dibuat oleh
organisasi penyedia layanan kesehatan seperti dokter dan
perawat.
Pada beberapa sistem pelaporan dapat memungkinkan
dilaksanakan oleh pasien, keluarga dan konsumen lain untuk
melaksanakan pelaporan. Namun secara umum, sistem
pelaporan dan pembelajaran untuk meminta laporan dari
tenaga profesional kesehatan dan/atau organisasi.
Laporan dari pasien dan keluarga yang pernah
mengalami suatu kejadian atau insiden yang menjadi laporan
potensial. Partisipasi pasien dalam sistem keselamatan
pasien memainkan peran penting, dimana pasien dapat
melaporkan masalah yang tidak teridentifikasi yang bisa
mendukung organisasi layanan kesehatan memahami
dimana letak penyebab masalahnya. Laporan dari pasien
lebih baik dari penyedia layanan kesehatan untuk melakukan
identifikasi masalah atau kesalahham di seluruh rangkaian
perawatan.
3) Bagaimana cara melaporkan
16
Dalam melaporkan sebuah insiden keselamatan pasien
memiliki cara – cara atau metode pelaporan yang berbeda –
beda. Pelaporan dapat dilakukan dengan sistem berbasis web
yang mengirimkan laporan tertulis yang berfokus dan
menyatukan beberapa laporan berbasis data yang terstruktur.
Selain itu laporan juga dapat dilaporkan melalui diantaranya
surat, telephone, dan faks yang paling sering dilakukan.
Selain itu pelaporan juga dapat berstruktur atau teks
naratif. Tingkatan pelaporan terstruktur tingkat yang lebih
tinggi meminta pelapor untuk memilih opsi dari bidang yang
telah ditentukan sebagai bagian dari proses pemberitahuan.
Proses ini bisa memudahkan dalam memasukan data
kedalam kumpulan data untuk dianalisis. Laporan naratif
memberikan kesempatan untuk memasukkan konteks yang
kaya dan alur cerita yang memungkinkan keadaan yang
berkontribusi pada kesalahan untuk dipahami dam dipelajari.
Namun, teks naratif membutuhkan sumber daya tambahan
untuk melakukan interprestasi data dan analisis.
c. Klasifikasi
Tujuan dari sistem pelaporan adalah indetifikasi peristiwa
yang tidak inginkan, penemuan tren, dan prioritas area untuk
perbaikan, klasifikasi faktor penyebab dan mengembangkan
startegi untuk perbaikan. Klasifikasi dapat menentukan frekuensi
dan memberikan umpan balik dari informasi yang diperlukan
untuk mencapai tujuan sistem pelaporan.
Klasfikasi tersebut meliputi beberapa klasifikasi antara lain
sistem klasifikasi taksonomi yang merupakan area tindakan yang
berfokus pada pembangunan taksonomi peristiwa yang
disepakati secara internasional. Beberapa elemen yang
digunakan untuk mengklasifikasikan insiden antara lain jenis
kesalahan seperti salah dosis, salah diagnosis, dll. Outcome
pasien seperti tingkat ancaman, dari tidak ada sampai mati,
17
pengaturan pihak yang berkepentingan, kegagalan produk atau
perangkat, penyebab kesalahan identifikasi pasien, serta
kemungkinan penyebab yang melandasi kurangnya pengetahuan,
informasi, dan keterampilan. Taksonomi efek samping
diklasifikasikan berdasrkan jenis kejadian, seperti banyak
kesalahan dalam pengobatan yang disebabkan oleh salah dalam
pemberian dosis atau salah pasien. Skema klasifikasi peristiwa
bekerja paling efektif saat menjelaskan domain medis tertentu,
seperti kesalahan pengobatan, peristiwa dialisis, atau kesalahan
transfusi darah.
d. Analisis
Hasil penelusuran dan analisis data dapat dipakai untuk
merumuskan dan menyebarkan rekomendasi untuk perubahan
sistem. Dapat melakukan analisis pada sistem pelaporan eksternal
maupun internal. Meliputi hal – hal seperti mengidentifikasi
bahaya maksudnya sistem pelaporan insiden harus melaksanakan
identifikasi pada setiap peristiwa baru atau peristiwa yang tidak
terduga. Baik sistem pelaporan internal atau eksternal. Hal ini
ditujukan untuk mengenali masalah dan penyebabnya. Jenis
analisis memerlukan laporan pendapat ahli yang terinformasi,
tetapi laporan tersebut tidak harus didasarkan pada laporan
tersebut.
Pengamatan bukan hanya pada identifikasi bahaya namun
juga harus melakukan analisis tren yang ada dengan mengamati
frekuensi kemunculannya dari waktu ke waktu. Analisis korelasi
juga perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan
menghubungkan dua variabel. Analisis resiko dengan
mengenalisis setiap resiko yang ada sehingga dapat mengetahui
berapa parah insiden tersebut dan melakukan analisis sistem yang
dilakukan untuk memahami kegagalan sistem untuk perbaikan.
Perlu investigasi dan wawancara kepada pihak – pihak yang
terlibat dalam sistem pelaporan untuk mendapakan informasi
18
tentang faktor – faktor yang berkontribusi terhadap implementasi
baik sistem yang berhasil maupun yang tidak berhasil.
19
kesepakatan bersama atau validitas internasional dan
domestik.
6. Hasil insiden
Hasil insiden merupakan dampak yang diakibatkan oleh
terjadinya insiden yang berdampak pada pasien dan rumah
sakit.
7. Hasil tindakan
Hasil dari semua tindakan yang diberikan selama terjadinya
insiden. Pada kasus ini digunakan untuk mengindentifikasi
tindakan langsung atau tidak langsung yang berhubungan
dengan pasien dan rumah sakit. Informasi juga dapat
memperbaiki situasi yang dihasilkan pasien dan organisasi
untuk mencegah insiden tersebut terulang.
8. Peran pelapor
Pelapor memiliki peran yang sangat penting dmana pelapor
dapat mengumpulkan atau melaporkan informasi insiden
yang terjadi.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
Bukti Checkplagiarism :
24