Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENDARAHAN POST

PARTUM

Oleh :

Tommy Hardiyanto

2030108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2021
A. DEFINISI

Perdarahan post partum adalah penyebab paling umum untuk

pendarahan hebat selama siklus kehamilan. Perdarahan paska melahirkan biasanya

didefinisikan sebagai hilangnya darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran normal

tanpa komplikasi atau 1000 ml setelah kelahiran sectio cesaria (Prabawati &

Hardjono, 2014).

Perdarahan post partum adalah perdarahan 500-1000 cc setelah kala

III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar dihitung secara

tepat. Perdarahan post partum yang melebihi 500 cc setelah bayi lahir. Pada

praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab

menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada

umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih normal, apabila telah menyebabkan

perubahan tanda vital (menurun kesadaran, pucat, keringat dingin, sesak nafas,

tensi

<90mmHg dan nadi >100/menit) maka penanganan harus segera dilakukan

(Wiknjosastro, 2010)

B. ETIOLOGI

Etiologi Perdarahan Postpartum Perdarahan postpartum bisa

disebabkan karena :

1. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium

untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara

fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang


berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat

perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006). Kegagalan kontraksi dan

retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat

dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat

diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang

terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat

anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan

nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium

Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah

rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio

plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013). Atonia

uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus.

Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun

persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri

lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

2. Laserasi jalan lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan

trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik

akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan

memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.

Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,

trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi

(Prawirohardjo, 2010).

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani,

Saswita dan Marisah, 2011):


a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum

c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot

perineum, dan otot sfingter ani eksternal.

d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot

perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.

3. Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi

waktu menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum

lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.

Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan

postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini

karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis

utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio 11

plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal

(Ramadhani, 2011).

Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta

sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus

lapisan serosa dinding uterus.


d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus serosa dinding uterus.

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,

disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.


C. WEB OF CAUTION

Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015)


D. KOMPLIKASI

1. Syok,

2. KID

3. Sindrom Sheesan ( nekrosis hipofisis pars anterior )

E. TANDA DAN GEJALA

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) ada beberapa tanda dan gejala yaitu:

1. Atonia uteri

Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek,

perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer).

Gejala yang kadang-kadang timbul : syok (tekanan darah rendah,

denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

2. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir

segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.

3. Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada : plesenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi

berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

4. Tertinggalnya plasenca (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung

pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera.


Gejala yang kadang timbul : uterus berkontraksi baik tetapi tinggi

fundus tidak berkurang.

5. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,

tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri

sedikit atau berat.

Gejala yang kadang timbul : syok neurogenik dan pucat.

F. PEMRIKSAAN PENUNJANG

1 Darah : kadar hemoglobin, hematokrit, masa perdarahan, masa

pembekuan.

2 USG : bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi


G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi dan

pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan identifikasi

serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan

postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis ditangani

(Edhi, 2013). Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan

peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera

setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan

asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan

tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber perdarahan

diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih

dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM

dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
H. PENCEGAHAN

Pencegahan Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat

perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua

kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah

PPP (Prawirohardjo, 2014).Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala

III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah

bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen

dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan

postpartum (Edhi, 2013).Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama

kala III persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU)

direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol

direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika

oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu

kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

A. DIAGNOSA

1. Perfusi jaringan tidak efeti

2. Resiko syok

3. Kekurangan volume cairan

4. Nyeri Akut

5. Ansietas
1. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Perfusi jaringan Setelah Status sirkulasi Pemberian produk darah 1. Agar pasien

tidak efetif dilakukan 1. Tekanan darah sistol 1. Dapatkan riwayat transfusi mendapatkan

asuhan dalam batas normal pasien pengantian darah

keperawatan 2. Tekanan darah diastol 2. Cek kembali pasien dengan dengan transfusi

selama 3x24 jam dalam batas normal benar, tipe darah, tipe Rh, darah

diharapakan 3. Tidak kelelahan jumlah unit, waktu kadaluarsa, 2. Agar tidak

tidak mengalami 4. Wajah tidak pucat dan catat per protokol di mengalami syick

Perfusi jaringan 5. Tidak ada penurunan agensi yang di sebabkan

tidak efetif suhu kulit kesalahan dalam


3. Monitor tanda-tanda vital pemberian transfusi

(misalnya., data awal, selama daah

dan setelah transfusi) 3. Agar mengetahui

4. Monitor adanya reaksi keadaan umum

transfusi pasien

5. Dokumentasikan waktu 4. Agar tidak

transfuse mengalami alergi

atau efek lain dari

transfusi darah

2 Resiko syok Setelah Keparahan syok Manajemen hipovolemi 1. Agar tidak

dilakukan hipovolemik 1. Monitor adanya tanda-tanda terjadinya

asuhan dehidrasi (misalnya.,turgor hipovolemi

keperawatan kulit buruk,nadi


selama 3x24 jam 1. Tidak terjadi lemah,membran mukosa 2. Agar tidak

diharapakan penurunan tekanan kering) mengalami syovk

pasien tidak darah sistolik 2. Monitor adanya sumber- 3. Agar mendapatkan

mengalami 2. Tidak terjadi sumber kehilangan cairan cairan yang cukup

Resiko syok penurunan tekanan (misalnya., perdarahan, untah,

darah diastolik diare, keringat yang

3. Akral tidak dingin, berlebihan, dan takipnea)

kulit tidak 3. Monitor asupan dan

lembab/basah pengeluaran

4. Tidak pucat 4. Dukung asupan cairan oral

5. Tidak ada

penurunan tingkat Manajemen perdarahan

kesadaran 1. Monitor terjadinya perdarahan

(sifat dan jumlah)


2. Monitor nilai Hemoglobin dan

Tekanan darah

3 Kekurangan volume Setelah Keseimbangan cairan Manajemen cairan 1. Agar mengetahui

cairan dilakukan 1. Tekanan dalam batas 1. Jaga intake/asupan yang out put cairan yang

asuhan normal akurat dan catat output keluar dan masuk

keperawatan 2. Keseimbangan intake 2. Monitor status hidrasi 2. Agar tidak

selama 3x24 jam dan output dalam 24 (misalnya, membran mukosa mengalami

diharapakan jam lembab, denyut nadi adekuat, dehidrasi berat

volume cairan 3. Turgor kulit normal dan tekanan darah ortostatik) 3. Agar mengetahui

pasien terpenuhi 4. Kelembaban membran 3. Monitor tanda-tanda vital kondisi tanda –

mukosa pasien tanda vital pasien

4. Berikan cairan, dengan

tepat
4 Nyeri Akut Setelah Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri 1. Agar mengetahui

dilakukan 1. Nyeri yang dilaporkan 1. Identifikasi lokasi, lokasi nyeri pasien

asuhan tidak ada karakteristik, durasi, 2. Agar mengatahui

keperawatan 2. Tidak ada ekspresi frekuensi, kualitas, intensitas penyebab nyeri

selama 3x24 jam wajah nyeri nyeri 3. Agar dapat

tidak mengalami 3. Dapat beristirahat 2. Identifikasi indikator yang mengurangi rasa

nyeri 4. Tekanan darah dalam memperberat nyeri nyeri

rentang normal 3. Ajarkan teknik non 4. Agar mendapatkan

farmakologi (relaksasi tarik terapi anti nyeri

nafas dalam) 5. Agar pasien

4. Kolaborasikan dengan dokter mengetahui

dalam pemberian analgesic informasi nyeri

5. Berikan informasi

mengenai nyeri, seperti


penyebab nyeri, berapa sering

nyeri yang dirasakan Dan

antisipasi dari

ketidaknyamanan prosedur

4 Ansietas Setelah Tingkat Kecemasan Pengurangan Kecemasan 1. Agar mengetahui

dilakukan 1. Dapat beristirahat 1. Gunakan pendekatan yang penyebab ansietas

asuhan 2. Tidak meremas-remas tenang dan meyakinkan 2. Agar pasien tenang

keperawatan tangan 2. Pahami situasi krisis yang dan tidak merasa

selama 3x24 jam 3. Perasaan tidak gelisah terjadi dari perspektif klien takut

diharapakan 4. Tidak distrees 3. Dorong keluarga untuk 3. Agar pasien

tidak mengalami 5. Wajah tidak tegang mendampingi klien dengan mendapatkan

ansietas cara yang tepat dukungan dengan

4. Dengarkan klien keluarga


5. Puji/kuatkan perilaku

yang baik secara tepat


Syafrudin, 2009.kebidanan Komonitas. Penerbit Buku Kedokteran Kedokteran.

EGC: Jakarta

Samidsuru shigemi, 2017.NANDA internasional.EGC : Jakarta

Taylor chyintia.2011, diagnosis keperawatan.EGC :jakarta

Wulanda, 2015.biologi reproduksi.EGC :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai