TESIS
Oleh
HABIBIE HASYIM LUBIS
NIM : 187041046
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran
Klinik Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam
Program Studi
Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh :
HABIBIE HASYIM LUBIS
NIM : 187041046
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.
Tanda Tangan :
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Habibie Hasyim Lubis
NIM : 187041046
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam
Jenis Karya : Tesis Penelitian
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ( Non-exclusive royalty
Free Right ) atas tesis saya yang berjudul :
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan. Mengelola dalam bentuk database, merawat
dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan
Tanggal : Maret 2021
Yang menyatakan
ABSTRAK
Latar Belakang: COVID-19 dapat menyebabkan kecemasan dan stres yang besar pada pasien,
terutama yangdirawat di bangsal isolasi. SARS-CoV-2 akan menginfeksi saluran pernapasan yang
menyebabkan sindrom pernapasan akut dengan akibat pelepasan sitokin pro-inflamasi, seperti
IL-1β dan IL-6, menghasilkan "badai sitokin". Sitokin ini dapat meningkat pada gangguan kejiwaan
seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, dan post-traumatic stress disorder. Tujuan: Mengetahui
hubungan NLR dengan tingkat kecemasan pada pasien COVID-19 di RSUP. H. Adam Malik.
Metode: Penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan desain cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai Agustus 2021 pada pasien terkonfirmasi COVID-
19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik. Pasien akan diukur skala kecemasannya dengan
menggunakan kuesioner Beck Anxiety Inventory (BAI). Nilai NLR akan diambil dari hasil
pemeriksaan darah yang dilakukan pada saat pertama kali pasien dirawat di ruang isolasi.
Hasil data akan diberi kode, ditabulasi, dan dianalisis dengan software SPSS 23.00. Besarnya
penyimpangan yang diinginkan (α) adalah 0,05, dengan nilai p<0,05. Hasil: 50 subjek mengikuti
penelitian, ditemukan median rasio NLR pada pasien COVID-19dengan kecemasan minimal 2,18,
kecemasan ringan 5,03, kecemasan sedang 3,57, kecemasan berat 8,37. Median rasio NLR
semakin meningkat terhadap tingkat kecemasan pada pasien COVID-19. Kesimpulan: Terdapat
hubungan yang signifikan rasio NLR antar kelompok pada tingkat kecemasan pasien COVID-19
dengan nilai p<0,05 (p=0,034).
ABSTRACT
Background: COVID-19 can cause great anxiety and stress in patients, especially those treated in
isolation wards. SARS-CoV-2 will infect the respiratory tract causing acute respiratory syndrome
with the consequent release of pro-inflammatory cytokines, such as IL-1β and IL-6, resulting in a
"cytokine storm". These cytokines can be elevated in psychiatric disorders such as depression,
anxiety, schizophrenia, and post-traumatic stress disorder. Objective: To determine the
relationship between NLR and anxiety levels in COVID-19 patients at RSUP. H Adam Malik.
Methods: This is an analytic observational study with a cross-sectional design. This study was
conducted from February to August 2021 on confirmed COVID-19 patients being treated at H.
Adam Malik Hospital. The patient's anxiety scale will be measured using the Beck Anxiety
Inventory (BAI) questionnaire. The NLR value will be taken from the results of a blood test
performed when the patient is first admitted to the isolation room. The data results will be coded,
tabulated, and analyzed using SPSS 23.00 software. The magnitude of the desired deviation (α)
is 0.05, with a value of p<0.05. Results: 50 subjects participated in this study, the median NLR
ratio was found in COVID-19 patients with minimal anxiety 2.18, mild anxiety 5.03, moderate
anxiety 3.57, severe anxiety 8.37. The median NLR ratio is increasing to the level of anxiety in
COVID-19 patients. Conclusion: There is a significant relationship between the NLR ratio between
groups on the anxiety level of COVID-19 patients with a p-value of <0.05 (p = 0.034).
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan
moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak DR. Muryanto Amin S,Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr.Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) , selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu dr. Dina Aprilia Ariestine, M.ked(PD), Sp.PD, K-Ger selaku Ketua Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
4. Bapak DR. dr. Taufik Sungkar, SpPD, K-GEH selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
5. Ibu dr. Wika Hanida Lubis SpPD, K-Psi dan dr. Tambar Kembaren SpPD, K-PTI selaku
Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini
6. Bapak Prof.Dr.dr Dharma Lindarto, Sp.PD, K-EMD,DR. dr. Refli Hasan, Sp.PD K-KV,
SpJP (K), FAsCC dan Ibu Dr.dr Santi Syafril,Sp.PD, K-EMD, selaku Komisi pembanding
atas saran dan kritik yang diberikan
7. Seluruh Staff Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK – USU yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatian senantiasa membimbing
penulis selama menjalani pendidikan.
Ucapan terima kasih tidak terhingga dan rasa hormat serta sembah sujud penulis
persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dan cintai, ayahanda
H. Abdul Hasyim Lubis, SH. MH dan ibunda Hj. Leliwaty Siregar, SH. MH atas segala
jerih payah, pengorbanan dan dengan kasih sayang yang tulus telah melahirkan,
membesarkan, mendidik, serta kuat cintanya yang selalu ada didalam hati penulis bisa terus
berjuang menjalani hidup dan mencapai cita-cita. Semoga ALLAH SWT mengampuni
dosa-dosa dan menerima segala amal ibadah keduanya. Terima kasih tak terhingga untuk
istri penulis yang tercinta, Yoshita Kaifu S.Mb, MM dan anak-anak penulis tersayang
Hamza Hasyim Lubis dan Hamka Hasyim Lubis yang telah banyak memberikan
pengertian, doa dan dukungan yang besar selama proses pendidikan ini.
Kepada semua pihak, baik perorangan maupun instansi yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu dan berperan dalam menyelesaikan penelitian
dan pendidikan penulis, penulis ucapkan banyak terima kasih. Akhirnya, izinkanlah
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan yang pernah
penulis lakukan selama menjalani pendidikan. Semoga tesis ini dapat menjadi sumbangan
yang beharga bagi perkembangan keilmuan dalam dunia kedokteran. Semoga segala
bantuna, dukungan, bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan kiranya mendapat
balasan berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna.
Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga
kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.
i
3.4. Besar sampel .................................................................................................. 37
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian......................................................... 38
3.5.1. Kriteria Inklusi ...................................................................................... 38
3.5.2. Kriteria Eksklusi.................................................................................... 38
3.6. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................................... 38
3.7. Defenisi Operasional ...................................................................................... 39
3.8. Cara Kerja ...................................................................................................... 39
3.8.1. Seleksi Pasien ........................................................................................ 39
3.8.2. Pengukuran Skor BAI ........................................................................... 39
3.8.3. Pemeriksaan NLR ................................................................................. 40
3.9. Analisis Data .................................................................................................. 39
3.10. Alur Penelitian ............................................................................................. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 42
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ...................................................................... 42
4.2. Hubungan NLR Terhadap Tingkat Kecemasan ............................................. 43
4.3. Hubungan Karaktersistik Demografis Pasien dengan Tingkat Kecemasan Pada
pasien COVID 19 .................................................................................................. 43
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN ............................................................. 46
BAB VI KESIMPULAN ..................................................................................... 50
6.1. Kesimpulan .................................................................................................... 50
6.2. Saran ............................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
manusia yang menjadi masalah kesehatan global yang mendesak, tidak hanya
sendiri, pada 16 Maret 2020 sudah didapatkan jumlah kumulatif 1.430.458 kasus
et al,2020 )
famili besar virus RNA beruntai tunggal dan sense positif dan memiliki tiga struktur
utama: glikoprotein Spike dengan permukaan besar (S, 200 kDa), glikoprotein M
dengan ACE2 (enzim pengubah angiotensin-2) oleh glikoprotein Spike (S) dan
domain peptidase (PD) ACE2. ((Di gennaro, et al, 2020), (Mousavizadeh L, et al,
1
inflamasi, seperti IL-1β dan IL-6, menghasilkan "badai sitokin". Sitokin ini dapat
menyebabkan kecemasan dan stres yang besar pada pasien, terutama mereka yang
dengan prevalensi gejala mental yang relevan secara klinis. Hasil meta-analisis
(95% CI 33,9% - 58,2%), dengan bukti signifikan secara statistik dari heterogenitas
antar studi (Q = 154953, I2= 99,99%, p<0,001). Wanita merupakan salah satu
variabel utama yang memiliki keterkaitan dengan kecemasan dan hal ini juga
dilaporkan dalam penelitian lain. Selain itu, pasien yang memiliki anggota keluarga
somatik dan kecemasan yang lebih tinggi. ( Da Silva ML,2021 ; Purssell E,2020 )
penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan gejala mental memiliki tingkat IL-
1β dan NLR yang lebih tinggi, tingkat IL-10 yang lebih rendah serta jumlah limfosit
yang lebih rendah daripada mereka yang tidak memiliki gejala mental. ( Annisa
stres dan inflamasi sistemik, dan kaskade sitokin berikut. Penelitian telah
menunjukkan hubungan yang signifikan dari NLR dengan penanda inflamasi yang
mapan seperti CRP dan sitokin pro-inflamasi lainnya, menunjukkan NLR sebagai
2
penanda yang berguna untuk mendeteksi respon inflamasi, yang mencerminkan
intensitas stres dan inflamasi sistemik, dan kaskade sitokin. ( Mayadas TN,2014 ;
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai NLR yang lebih besar dari 6,5
pada saat masuk rumah sakit merupakan variabel yang terkait dengan prevalensi
gejala depresi dan kecemasan yang relevan secara klinis pada pasien COVID-19. (
3
1.2. Rumusan Masalah
Malik Medan.
a. Ilmu Pengetahuan
4
b. Pelayanan Kesehatan
c. Masyarakat
d. Penelitian
- penelitian berikutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecemasan
2.1.1. Definisi
Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari
Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti
mencekik. Kecemasan dapat diartikan sebagai kondisi emosi dengan timbulnya rasa
tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar
disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan
oleh suatu hal yang belum jelas ( Annisa DF, 2018). Kecemasan terjadi karena
adanya sensasi dan perubahan homeostasis dirasakan, termasuk yang terjadi dalam
beberapa situasi hingga penyakit yang berasal dari infeksi. Umumnya, persepsi
tersebut terjadi secara benar pada individu, namun dalam beberapa situasi, persepsi
tersebut menjadi berlebihan dan kemungkinan komplikasi yang parah pada individu
tersebut muncul. Pengalaman ini menjadi sangat sering muncul belakangan ini,
2.1.2. Epidemiologi
dengan gangguan ansietas pada tahun 2015 diestimasikan mencapai 3,6%. Sama
dibandingkan pada pria (4,6% pada wanita dibandingkan 2,6% pada pria pada
tingkat global). Estimasi total jumlah orang yang hidup dengan gangguan ansietas
di dunia adalah mencapai 264 juta orang. Dimana regio Asia Tenggara menduduki
6
peringkat tertinggi jumlah orang yang hidup dengan ansietas, yaitu sekitar 60,05
juta orang (23%) dibandingkan dengan regio WHO lainnya. Jumlah total pada
tahun 2015 ini merefleksikan peningkatan 14,9% semenjak tahun 2005 yang
diestimasikan menyebabkan 24,6 juta YLD (years lived with disability) dimana
5.522 YLD diantaranya berasal dari regio Asia Tenggara. Estimasi YLD gangguan
ansietas masih lebih rendah jika dibandingkan dengan depresi, karena gangguan
global dan merupakan sepuluh besar penyebab YLD pada seluruh regio WHO.
2.1.3. Etiopatogenesis
Etiologi dari kecemasan dapat meliputi stres, kondisi fisik seperti diabetes
atau komorbid lainnya seperti depresi, genetik, saudara kandung yang mengalami
pelecehan atau kelalaian pada anak, dan penyalahgunaan zat. Masih belum
diketahui secara pasti mengapa kecemasan lebih sering ditemui pada pasien
berjenis kelamin wanita dibandingkan pria. Teori yang hingga saat ini diterima
karena adanya peran steroid gonad. Penelitian lain terhadap respons wanita
kehidupan atau peristiwa yang menyebabkan stres lebih besar dibandingkan pria
yang hanya bereaksi pada peristiwa yang lebih sedikit, khususnya hanya pada
7
peristiwa yang berdampak terhadap dirinya sendiri atau anggota keluarga terdekat.
a. Teori psikodinamik
Teori ini berfokus pada gejala kecemasan sebagai ekspresi dari konflik
yang menjadi penyebab utama. Meskipun belum ada studi empiris yang
mendukung teori ini, namun teori ini sangat bermanfaat untuk membantu
terapi. Misalnya pada tingkah laku kompulsif ritualistik dapat dilihat sebagai
energi psikis keluar dari konflik atau impuls yang tidak baik. Demikian pula
pada tingkah laku fobia dapat dilihat sebagai mekanisme defensif terhadap
menunjukkan konflik yang lebih dasar dan belum diselesaikan dari hubungan
yang menakutkan.
8
c. Teori kognitif
meredam respons. Salah satu kognisi negatif yang paling menonjol dalam
mencakup predisposisi genetik dan yang didapat. Ada bukti bahwa wanita
tinggi.
2.1.4. Patofisiologi
ini mengatur dan diatur oleh jalur lain dan sirkuit saraf di berbagai bagian otak,
9
yang mengakibatkan disregulasi gairah fisiologis dan pengalaman emosional dari
Banyak ahli yang percaya bahwa aktivitas sistem serotonin yang rendah dan
perkembangannya. Oleh karena itu, inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan
inhibitor reuptake serotonin norepinefrin (SNRI) yang merupakan agen lini pertama
(GABA) juga telah terlibat karena banyak gangguan spektrum kecemasan yang
mempengaruhi perilaku di bawah stres, tetapi juga proses rangsangan yang memicu
S,2015)
dipengaruhi dalam beberapa cara oleh isyarat eksternal dan bagaimana mereka
antara individu yang depresi dan cemas. Shafiee et al (2017) melaporkan bahwa
10
jumlah sel darah putih rata-rata meningkat dengan meningkatnya keparahan gejala
depresi dan kecemasan di antara pria. Pria dengan gejala kecemasan berat memiliki
nilai RDW yang lebih tinggi secara signifikan (p <0,001). Selain itu, terdapat
hubungan negatif antara sel darah merah (RBC) dan mean corpuscular hemoglobin
(MCH) dengan gejala depresi / kecemasan. Peneliti lain mengamati bahwa skor
kecemasan berhubungan positif dengan jumlah WBC pada wanita, tetapi tidak pada
pria. Karena jumlah sel darah putih merupakan prediktor independen dari
trombotik. Oleh karena itu, tingkat RDW yang lebih tinggi di antara individu yang
depresi dan cemas dapat memprediksi risiko yang lebih besar untuk mengalami
saraf. Penelitian ini melontarkan dua pusat regulasi utama yang ditemukan di
belahan otak otak — hipokampus dan amigdala. Pusat-pusat ini, pada gilirannya,
peneliti telah lama menetapkan kontribusi sumbu HPA terhadap kecemasan yang
didukung oleh temuan baru tentang peran hipokampus dan amigdala. Hipokampus
dan amigdala mengatur penyimpanan memori dan emosi, di antara fungsi lainnya.
Hipokampus dianggap penting dalam memori verbal, terutama waktu dan tempat
untuk acara dengan nuansa emosional yang kuat. Hipokampus dan amigdala adalah
inti utama sistem limbik, jalur yang diketahui mendasari emosi. Ada proyeksi
anatomis antara hipokampus, amigdala, dan hipotalamus. Sumbu HPA adalah jalur
utama dalam merespon situasi stress, dimana stress akan mengaktifkan hipotalamus
11
yang selanjutnya akan mengaktifkan dua jalur utama stress, yaitu sistem endokrin
(korteks adrenal) dan sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Untuk
Hormon (CRH), yang akan memberikan perintah pada kelenjar hipofisis untuk
glukokortikoid yaitu kortisol. Hormon kortisol ini selanjutnya akan berperan dalam
Kecemasan berbeda dari rasa takut karena tidak ada stimulus penghasil rasa
takut atau tidak langsung mengancam, tetapi untuk mengantisipasi bahaya, gairah,
kewaspadaan, kesiapan fisiologis yang sama, efek kognitif dan efek negatif.
Berbagai jenis faktor atau pemicu internal atau eksternal bertindak untuk
trauma, fobia spesifik, dan gangguan kecemasan umum, dan kecemasan menonjol
komponen yaitu fisik dan emosional yang mempengaruhi proses kognitif dari
seseorang. Tanda dan gejala klinis berbeda – beda berdasarkan bentuk gangguan
12
kecemasan yang dialami pasien. Namun, secara umum tanda dan gejala dari
A), Visual Analogue Scale for Anxiety (VAS-A), dan Spileberg State Trait Anxiety
13
Hamilton Anxiety Rating Score (HAM-A) merupakan skala yang mengukur
berdasarkan gejala kecemasan yang dialami pasien, yang terdiri atas 14 gejala yaitu
perasaan depresi, gejala otot, gejala sensori, gejala kardiovaskuler, gejala respirasi,
gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala otonom, dan tingkah laku. Jika skor
<14 maka dianggap tidak cemas, skor 14 – 20 dianggap cemas ringan, skor 21-27
dianggap cemas sedang, skor 28 – 41 dianggap cemas berat, dan skor 42-56
dianggap sebagai panik. Skor ini cocok digunakan untuk menilai kecemasan terkait
berdasarkan kriteria GAD dalam DSM-V. Pasien akan diberikan kuesioner yang
berisi 7 item dan dijawab dengan memberikan nilai 0-3. Peniliaian tersebut
menunjukkan 0 (tidak sama sekali), 1 (hanya beberapa hari), 2 (lebih dari 1 minggu)
dan 3 (hampir setiap hari). Skor 0-4 dianggap sebagai cemas minimal, skor 5-9
dianggap sebagai cemas ringan, skor 10 – 14 dianggap sebagai cemas sedang, dan
Visual Analogue Scale for Anxiety (VAS-A) merupakan alat ukur yang
didasarkan pada skala 100 mm berupa garis horizontal dimana ujung kiri
al,2019)
pertama kali diperkenalkan oleh Spielberg pada tahun 1983. Kuesioner ini terdiri
14
dari 40 pertanyaan mengenai perasaan seseorang yang digunakan untuk mengukur
tingkat kecemasan seseorang yang dirasakan saat ini dan kecemasan yang dirasakan
Beck Anxiety Inventory (BAI), yang disusun oleh Aaron T. Beck, MD dkk,
adalah inventaris laporan diri pilihan ganda 21-item yang mengukur tingkat
menunjukkan bahwa skor ini dapat digunakan secara valid untuk menilai tingkat
beberapa kelebihan yaitu cepat dan mudah dikerjakan, dapat diulang, dapat
membedakan gejala ansietas dan depresi, telah digunakan dalam berbagai bahasa,
kultur dan usia dengan spesifisitas sebesar 93% dan sensitivitas sebesar 67%. ( Oh
dan kognitif, bukan depresi, hal ini dapat membedakan kecemasan dari depresi.
Meskipun rentang usia untuk ukuran tersebut adalah dari 17 hingga 80, inventaris
ini telah digunakan dalam penelitian peer-review dengan remaja yang lebih muda
berusia 12 dan lebih tua. Masing-masing item pada BAI adalah deskripsi sederhana
dari gejala kecemasan dalam salah satu dari empat aspek yang diekspresikan (
Sitorus P,2016 )
15
BAI hanya membutuhkan tingkat membaca dasar, dapat digunakan dengan
menit dengan menggunakan formulir kertas dan pensil yang telah dicetak
diberikan secara oral untuk individu dengan gangguan penglihatan. BAI dapat
diberikan dan dinilai oleh para profesional, tetapi harus digunakan dan ditafsirkan
hanya oleh profesional dengan pelatihan dan pengalaman klinis yang sesuai. ( Grant
MM,2018 )
hari) penyelesaian BAI mereka. Setiap item gejala memiliki empat kemungkinan
pilihan jawaban: Tidak sama sekali; Sedikit (Itu tidak terlalu mengganggu saya);
Cukup (Itu sangat tidak menyenangkan, tapi saya bisa tahan), dan; Parah (saya
hampir tidak tahan). Klinisi memberikan nilai berikut untuk setiap respon: Tidak
sama sekali = 0; Sedikit = 1; Sedang = 2, dan; Sangat = 3. Nilai untuk setiap item
dijumlahkan menghasilkan skor keseluruhan atau total untuk semua 21 gejala yang
16
Dokter memeriksa respons item tertentu untuk menentukan apakah gejala
yang muncul sebagian besar bersifat subjektif, neurofisiologis, otonom, atau terkait
kriteria DSM-V untuk sampai pada kategori diagnostik tertentu dan merencanakan
2.2. COVID-19
2.2.1. Definisi
masalah kesehatan global yang mendesak, tidak hanya karena cepatnya penularan
dari manusia ke manusia, tetapi juga karena konsekuensinya pada kehidupan sosial,
yang juga disebabkan oleh virus corona, seperti SARS dan MERS, memiliki potensi
infektifitas yang jauh lebih tinggi sehingga menyebar ke seluruh dunia dengan cepat
2.2.2. Epidemiologi
Epidemi COVID-19 meluas pada awal Desember dari Wuhan, kota terpadat
luar daratan Cina telah melaporkan 8565 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan
17
132 kematian, serta penularan komunitas yang signifikan terjadi di beberapa negara
pada tanggal 16 Maret 2021, jumlah kumulatif 1.430.458 kasus positif, 1.257.663
Pada awal April 2020 terdapat 114 kasus terkonfirmasi, semakin meningkat
hingga pekan kedua sebanyak 407 kasus. Fluktuasi terjadi dari minggu ketiga
hingga minggu keempat bahkan turun hanya 214 kasus, namun keesokan harinya
terjadi lagi. Mulai akhir bulan, kasus fluktuasi sudah mulai stabil dan hal ini
masih dibawah proporsinya karena datanya hanya berdasarkan rapid test atau
dengan polymerase chain reaction (PCR) sedangkan masih banyak orang yang
18
belum bisa dikonfirmasi padahal berpotensi menjadi pembawa virus asimtomatik.
Terdapat spekulasi bahwa jumlah total orang yang terinfeksi COVID-19 sekitar
lima kali lebih tinggi daripada statistik resmi. Bias ini harus diperhitungkan saat
Indonesia, tertinggi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, disusul
29,60%
25,00%
22,50%
10,80%
9,30%
2,80%
0-5 6 - 18 19 - 30 31 - 54 46 - 60 > 60
banyak kasus kematian akibat COVID-19 yang dialami oleh lansia; ini
perkembangan lebih cepat dari infeksi virus dan penyakit penyerta. Pada hasil
kematian sekitar 10-14%, terutama pasien berusia lebih dari 40 tahun dengan
19
komorbiditas seperti penyakit jantung, asma, penyakit paru-paru kronis dan
2.2.3. Etiologi
trenggiling sebagai host perantara, dan manusia sebagai host terminal. Coronavirus,
sebagai patogen manusia, merupakan jenis virus yang dapat menyerang berbagai
sistem pada manusia dan vertebrata, seperti sistem pernapasan, sistem pencernaan,
Coronavirus adalah famili besar virus RNA beruntai tunggal dan sense
kilobasa dengan sifat mRNA yaitu struktur 5 'cap dan ujung 3' poli adenilasi.
(Bustan Y, et al, 2018) SARS-CoV-2 memiliki envelope bulat atau pleomorfik yang
mengandung RNA untai tunggal (sense positif) yang terkait dengan nukleoprotein
dalam kapsid yang terdiri dari protein matriks. Envelope tersebut memiliki proyeksi
permukaan besar (S, 200 kDa), glikoprotein M matriks transmembran (20-30 kDa)
dan protein N nukleokapsid terfosforilasi internal (50-60 kDa), dan envelope (E),
20
seperti di Gambar 4. Analisis beberapa jenis coronavirus menunjukkan bahwa
ukuran virus diduga bergantung pada interaksi protein M dengan protein spike (S),
nukleokapsid (N) dan RNA genom virus. Bentuk selubung virus terutama
paling melimpah dalam keluarga CoV yang mencakup tiga kali lapisan membran
ganda. ( Di Gennaro,2020 )
peplomer besar (15-20 nm) yang dapat ditemukan dalam envelope virus. Protein S
menginduksi fusi sel dan mengikat reseptor sel inang. Antara protein envelope
bahwa protein M dari beberapa CoV memiliki imunogenisitas yang jauh lebih
tinggi untuk respons sel-T daripada protein virus nonstruktural. Ini memainkan
peran penting dalam respons sel B spesifik virus karena kemampuannya untuk
L,2020 )
21
2.2.4. Patogenesis
converting enzyme-2) oleh glikoprotein Spike (S) dan memungkinkan virus masuk
langsung menempel pada domain peptidase (PD) ACE2. Agar virus dapat masuk
sepenuhnya ke dalam sel setelah proses awal ini, protein Spike harus dipancing oleh
melakukan priming protein Spike atau menempelkan reseptor virus (protein Spike)
22
ke ligan selulernya (ACE2), diperlukan aktivasi oleh Transmembrane protease,
ektodomain ACE2 aktif untuk mengubahnya menjadi bentuk yang dapat larut.
yang lebih tinggi, pelepasan dan bentuk ACE2 yang larut telah dilaporkan pada
pernapasan akut (ARDS) dan cedera paru (gambar 5). ( Muniyapa R,2020 )
terkoordinasi dari sintesis RNA bersambung dan terputus yang dimediasi oleh
replikasi virus, kompleks protein besar yang dikodekan oleh gen replikase 20 kb.
Kompleks replikase diyakini terdiri dari hingga 16 subunit virus dan sejumlah
Selain RNA polimerase yang bergantung pada RNA, RNA helikase, dan
aktivitas protease, yang umum terjadi pada virus RNA, replikasi virus corona baru-
baru ini diprediksi menggunakan berbagai enzim pemrosesan RNA yang tidak (atau
sangat jarang) ditemukan pada virus RNA lain dan termasuk putative sequence-
ADP ribose 1'-phosphatase dan, dalam subset grup 2 virus corona, aktivitas siklik
23
sebagai bentuk partikel matang dengan tunas dari membran sel internal. ( Muniyapa
R,2020 )
receptors, NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan
seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari
replikasi virus yang cepat dan produksi interferon yang terlambat, terutama oleh sel
dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh
Allegra,2020 )
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada
inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut dengan
dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai
respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya
penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade
oleh protein non struktural virus. Selanjutnya hal ini menyebabkan terjadinya
lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNF-α, IL-8, MCV-1, IL-1β,
CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan
sitokin ini memicu aktifasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK,
proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan
paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan
24
ini dapat berakibat pada terjadinya Acute Respiratory Distress Sindrome (ARDS)
dan kegagalan multiorgan yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
( Di Gennaro,2020 )
pernapasan yang dapat sembuh sendiri pada orang yang paling imunokompeten,
dan menyebabkan penyakit pernapasan bagian bawah pada orang yang mengalami
menyebabkan penyakit paru dan ekstra paru pada semua orang. (Di Gennaro,2020)
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
25
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah,
dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung
ringan, sedang dan berat. Penyakit ringan: infeksi saluran pernafasan atas tanpa
komplikasi dengan gejala ringan seperti demam, batuk, radang tenggorokan, hidung
tersumbat, malaise, sakit kepala dengan kadar SpO2 normal; Penyakit sedang:
pneumonia dan tidak ada tanda-tanda penyakit berat, SpO2 90-94% di udara
2.2.6. Diagnosis
yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah metode deteksi
tuberkulosis dan mesin PCR Program HIV AIDS dan PIMS yang digunakan untuk
untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada pelaku
26
Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk penguatan pelacakan kontak
seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan pada
COVID-19 sebesar 46% (95% CI 33,9% - 58,2%), dengan bukti signifikan secara
statistik dari heterogenitas antar studi (Q = 154953, I2= 99,99%, p<0,001). Sebagai
penyakit baru dan mengancam jiwa, COVID-19 dapat menyebabkan kepanikan dan
stres yang besar pada pasien, terutama mereka yang dirawat di bangsal isolasi. Di
samping selama rawat inap dapat meningkatkan ketakutan pasien rawat inap. Di
sisi lain, isolasi dapat membuat pasien merasa kesepian dan bosan, dan membuat
memiliki tingkat kecemasan, depresi dan persepsi stigma yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang tidak. (Salari N, et al, 2020). Dalam penelitian
sebelumnya, peneliti menemukan bahwa proporsi tinggi pasien rawat inap dengan
(54,1%). Meskipun sering terjadi respons emosional terhadap stres yang luar biasa,
emosi yang tidak teratur dapat mengakibatkan beberapa gangguan psikologis yang
27
kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, reaktivitas psikologis akibat stres
yang berlebihan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan hasil penyakit pasien. (
Paulus DJ,2018 )
beberapa gejala trauma mental, seperti tekanan emosional, depresi, stres, perubahan
menyebabkan stres. Selain itu, ketidaknyamanan fisik dan efek samping yang
N,2020 )
gejala mental yang relevan secara klinis. Wanita adalah salah satu variabel utama
yang memiliki keterkaitan dengan gangguan mental dan hal ini juga dilaporkan
dalam penelitian lain. Analisis regresi pada studi sebelumnya juga menunjukkan
bahwa jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko yang kuat untuk insomnia,
kecemasan dan depresi. Analisis model SEM juga menggambarkan bahwa jenis
dan gangguan stres pasca trauma Perbedaan jenis kelamin pada penyakit mental ini
kemungkinan besar disebabkan oleh hormon steroid seks dan genetika. ( Jaggar M,
2020 )
28
Pasien yang memiliki anggota keluarga yang didiagnosis dan meninggal
karena COVID-19 memiliki prevalensi gejala somatik dan kecemasan yang lebih
tinggi. Penemuan ini juga dilaporkan dalam penelitian lain di Cina. Secara khusus,
dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Wuhan pada pasien dengan COVID-19,
memiliki anggota keluarga yang didiagnosis dan / atau meninggal karena penyakit
yang sama merupakan prediktor independen dari kedua indeks keparahan depresi,
serta menyajikan skor kecemasan yang lebih tinggi. Demikian pula, riwayat
diagnosis dan pengobatan psikiatri telah dikaitkan dengan frekuensi gejala mental
yang relevan secara klinis yang lebih tinggi pada orang yang selamat dari COVID-
19. Ini bisa jadi karena pandemi saat ini menyebabkan gejala reaktif seperti stres,
Huarcaya, 2020 )
heterogen yang didorong oleh faktor genetik, biokimia, psikologis dan lingkungan.
mitokondria dan stres oksidatif. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
GM,2016 )
29
Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kadar marker inflamasi
penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan gejala mental memiliki tingkat IL-
1β dan NLR yang lebih tinggi, tingkat IL-10 yang lebih rendah serta jumlah limfosit
yang lebih rendah daripada mereka yang tidak memiliki gejala mental. Selain itu,
analisis korelasi mengungkapkan bahwa tingkat IL-1β dan NLR terkait dengan
(seperti IL-6, IL12, dan TNFα)) dan penurunan konsentrasi sitokin anti-inflamasi
(seperti IL-4 dan IL10) pada pasien dengan depresi dan GAD. ( Gennaro
Mazza,2018 )
tersebut masih belum jelas. Dua perspektif berbeda telah dikemukakan: satu
bahwa hasil penelitian mendukung sudut pandang yang terakhir. Pertama, bukti
inflamasi serum dengan mengaktifkan respons imun. Kedua, karena durasi gejala
mental peserta tidak lama, kecil kemungkinan penanda perifer yang cukup dapat
dihasilkan, bahkan jika inflamasi dapat disebabkan oleh penyakit mental. Jadi, ada
30
analisis model SEM, didapatkan penanda inflamasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesehatan mental. Inflamasi yang terjadi pada infeksi Covid-19
akan menyebabkan disregulasi sitokin, khususnya IL-1β, IL-6, IL-10, IFN-γ, dan
TGF-β, selain itu dapat terjadi infeksi langsung virus pada neuron, kerusakan Blood
NLR telah lama dikembangkan untuk menjadi parameter yang sesuai yang
mencerminkan intensitas stres dan inflamasi sistemik pada pasien sakit kritis
setelah syok, trauma multipel, operasi mayor atau sepsis. Saat ini, belum ada nilai
batas yang disetujui dan dibagikan untuk NLR yang membedakan nilai normal dari
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai NLR yang lebih besar dari
6,5 pada saat masuk rumah sakit merupakan variabel yang terkait dengan prevalensi
gejala depresi dan kecemasan yang relevan secara klinis pada pasien COVID-19.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien yang selamat dari COVID-
19, dalam fase pemulihan, para peneliti menemukan bahwa mereka yang
melaporkan gejala depresi menunjukkan respons imun yang lebih besar yang
dibuktikan dengan rata-rata NLR yang lebih tinggi (2,4 vs 1,8; p <0,001). Dalam
studi lain dari Cina, yang dilakukan dengan pasien rawat inap, telah
interleukin (IL) 1β, NLR, dan tingkat IL-10 dan limfosit yang lebih rendah. ( Forget
P et al,2017 )
31
Neutrofil adalah lini pertama pertahanan kekebalan yang melakukan
khususnya, sitokin. (Mayadas TN et al, 2014) Peradangan yang dipicu oleh sitokin
dapat menyebabkan peradangan lebih lanjut karena disfungsi sel dan stres oksidatif.
Di sisi lain, limfosit adalah mediator inflamasi spesifik, dengan fungsi pengaturan
atau pelindung; jumlah limfosit yang rendah mencerminkan kesehatan umum yang
buruk dan stres fisiologis. NLR mungkin berguna untuk mendeteksi respon
inflamasi, yang mencerminkan intensitas stres dan inflamasi sistemik, dan kaskade
sitokin berikut. Penelitian telah menunjukkan korelasi yang signifikan dari NLR
dengan penanda inflamasi yang mapan seperti CRP dan sitokin pro-inflamasi
respon inflamasi, yang mencerminkan intensitas stres dan inflamasi sistemik, dan
32
inflamasi, seperti IL-1β dan IL-6, menghasilkan "badai sitokin" (gambar 6).
(Harrison AG, 2020) Sitokin ini dapat meningkat pada gangguan kejiwaan seperti
depresi, kecemasan, skizofrenia, dan PTSD. NLR memberikan cara cepat dan
mudah untuk menilai keadaan peradangan sistemik, yang dapat dihitung dari hitung
seperti IL-6 dan IL-8. Mengingat hubungan antara peningkatan kadar sitokin pada
COVID-19 serta gangguan kejiwaan, jalur imun / inflamasi dapat dianggap sebagai
salah satu mekanisme yang terlibat dalam masalah kesehatan mental akibat infeksi
33
2.5. Kerangka Teori
34
2.6. Kerangka Konsep
dengan variabel independen pada penelitian ini adalah neutrophil lymphocyte ratio
(NLR).
Neutrophil Lymphocyte
Tingkat Kecemasan
Ratio (NLR)
35
BAB III
METODE PENELITIAN
yang dirawat di RSUP H. Adam Malik pada bulan Februari – Agustus 2021 sesuai
36
3.4. Besar sampel
n = 38,54 + 3
n = 41,54
n = 42
Keterangan :
1) Kesalahan tipe I (𝑍𝛼) = ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah sehingga
(𝑍𝛼) = 1,96
37
2) n = Besar sampel awal
3. Mampu berkomunikasi
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi.
38
3.7. Definisi Operasional
Scan Thoraks) dan tergolong dalam derajat ringan dan sedang. Pasien yang
memiliki komorbid infeksi berat, riwayat keganasan, dan penyakit kronik lainnya
penelitian.
penelitian dan dilakukan informed consent melalui telepon. Subyek penelitian akan
yang akan diberikan melalui perawat ruang isolasi yang bertugas. BAI ini adalah
39
skala pengukuran kecemasan secara umum yang terdiri dari 21 item yang
mengungkapkan aspek emosi, kognitif dan fisik. Masing- masing item memiliki 4
kemungkinan jawaban dengan rentang 0-3. Total nilai yang bisa didapatkan berada
Nilai NLR akan diambil dari hasil pemeriksaan darah yang dilakukan pada
saat pertama kali pasien dirawat di ruang isolasi. Nilai NLR didapatkan dari
membagi nilai absolut neutrofil dibagi dengan nilai hitung limfosit dari
diberi kode, ditabulasi, dan dimasukkan ke dalam program komputer SPSS 23.00.
1) Analisis deskriptif untuk menampilkan nilai rerata dan simpang baku rasio
Data akan diuji normalitas distribusinya dengan uji statistik Saphiro Wilk
dengan uji post hoc Mann Whitney untuk melihat kelompok mana yang
40
memiliki perbedaan. Besarnya penyimpangan yang diinginkan (α) adalah
Persiapan
Penelitian
Identifikasi
Subyek
Kriteria inklusi
dan eksklusi
Pemeriksaan Pengisian
Data dasar subyek
laboratorium rutin kuesioner BAI-II
Analisis dan
pengolahan data
Penyusunan
laporan
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
42
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n = 50
Usia, (tahun)
Rerata±S.B 53,1±13,89
Median (minimum-maksimum) 56,0 (22,0-82,0)
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki 23 (46)
Perempuan 27 (54)
Pendidikan, n (%)
SD 1 (2)
SMP 1 (2)
SMA 31 (62)
S-1 17 (34)
Status menikah, n (%)
Menikah 47 (94)
Belum menikah 3 (6)
Tingkat Kecemasan (BAI), n (%)
Kecemasan minimal 2 (4)
Kecemasan ringan 2 (4)
Kecemasan sedang 13 (26)
Kecemasan berat 33 (66)
43
Tabel 4.2 Karakteristik parameter pemeriksaan penunjang
Standard Nilai Nilai
Parameter Mean Median
Deviation minimum maksimum
Neutrofil 77,17% 11,79% 76,45% 52,00% 96,20%
Limfosit 14,88% 9,79% 15,20% 1,50% 40,6%
NLR 11,84 14,05 5,03 1,28 62,47
Skor BAI 27,46 7,64 28,00 4,00 39,00
Tabel 4.3 Analisis hubungan NLR terhadap tingkat kecemasan pada pasien COVID 19
Tingkat Kecemasan
Parameter Minimal (n=2) Ringan Sedang Berat Nilai p
(n=2) (n=13) (n=33)
NLR 2,18 (1,28-3,08) 5,03 (4,97- 3,57 (1,96- 8,37 (1,63- 0,034*
5,08) 16,47) 62,47)
*Uji non-parametik kruskal-wallis, signifikan nilai p<0,05.
44
Tabel 4.4 Analisis Post-hoc hubungan NLR terhadap masing-masing tingkat kecemasan
Tingkat Kecemasan Nilai p
Minimal vs Ringan 0,121
Minimal vs Sedang 0,089
Minimal vs Berat 0,039*
NLR
Ringan vs Sedang 0,234
Ringan vs Berat 0,522
Sedang vs Berat 0,035*
*Uji post-hoc Mann-Whitney, signifikan nilai p<0,05.
45
4.3 Hubungan Karakteristik Demografis Pasien dengan Tingkat Kecemasan
pada Pasien COVID-19
Berdasarkan tabel 4.4 di bawah, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
hubungan antara karakteristik demografis pasien dengan tingkat kecemasan pada
pasien COVID-19 yang signifikan (p>0,05).
Tabel 4.5 Analisis hubungan karakteristik demografis pasien dengan tingkat kecemasan
Tingkat Kecemasan
Karakteristik Nilai p
Minimal-ringan Sedang Berat
Usia
≤ 60 tahun 4 11 21
0,20
>60 tahun 0 2 12
Jenis Kelamin
Perempuan 3 7 17
0,74
Laki-laki 1 6 16
Status menikah
Menikah 4 12 31
1,00
Belum menikah 0 1 2
Pendidikan
SD-SMP-SMA 2 6 25
0,094
S-1 2 7 8
NB: uji Fisher exact
46
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN
47
kecemasan ringan yaitu 2 orang (4%) dan kecemasan minimal yaitu 2 orang (4%).
Studi oleh Basheti et al.(2021) mendapatkan bahwa 43,8% dan 40,0% subjek
memiliki skor kecemasan yang normal, sementara 22,4% menunjukkan skor
kecemasan yang tidak normal. 33,8% subjek memiliki skor kecemasan abnormal.
Merokok (p = 0,022), pendapatan keluarga yang lebih rendah (p = 0,039), dan
penggunaan obat-obatan (p = 0,032) berhubungan positif dengan skor kecemasan
yang lebih tinggi (lebih buruk).
Peningkatan kadar sitokin pada COVID-19 serta gangguan kejiwaan, sistem
imun merupakan salah satu mekanisme yang terlibat dalam masalah kesehatan
mental dari infeksi ini. Selain itu, faktor biologis (seperti usia lanjut, jenis kelamin
perempuan, dan obesitas), bersama dengan faktor lain yang berkaitan dengan
COVID-19 (seperti isolasi sosial, tekanan keuangan, dan efek buruk dari
pengobatan), dapat mempengaruhi penyakit psikiatri. Oleh karena itu, gejala
kejiwaan pada pasien COVID-19 yang diamati adalah karena kombinasi dari proses
yang terlibat dalam hubungan virus-host dan psikososial dan terapeutik masalah
yang terkait dengan pandemi dan penyakit. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium,
diperoleh rerata jumlah neutrofil yaitu 10.025,80±8832,35sel/mm3, rerata jumlah
limfosit yaitu 1397,76±887,42 sel /mm3, rerata rasio Neutrophil Lymphocyte Ratio
(NLR) yaitu 11,84, dan rerata skor BAI yaitu 27,46. Median rasio Neutrophil
Lymphocyte Ratio (NLR) pada pasien COVID-19 dengan kecemasan minimal yaitu
2,18, pada kecemasan ringan yaitu 5,03, pada kecemasan sedang yaitu 3,57, pada
kecemasan berat yaitu 8,37. Median rasio NLR semakin meningkat terhadap tingkat
kecemasan pada pasien COVID-19 berdasarkan analisis diperoleh terdapat
hubungan yang signifikan secara statistik rasio Neutrophil Lymphocyte Ratio
(NLR) antar kelompok pada tingkat kecemasan pasien COVID-19 dengan nilai
p<0,05 (p=0,034).
Studi oleh Kahve et al. (2021) pada pasien COVID-19 yang dirawat inap
dengan penyakit penyerta (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner)
didapatkan hasil bahwa usia (p<0,001), kadar neutrofil (4540 ±2750,p=0,036) dan
skor BAI (14,26±11,24, p=0,046) secara signifikan lebih tinggi daripada mereka
yang tidak memiliki penyakit penyerta, dan waktu pendidikan pasien COVID-19
(p=0,014) yang lebih rendah. Studi oleh Hu et al. (2020) pada pasien COVID-19 di
48
China didapatkan hasil bahwa pasien dengan gejala kecemasan memiliki kadar IL-
1β yang lebih tinggi (2,5 (2,5, 6,2) vs 2,5 (2,5, 2,5), p = 0,045), NLR yang lebih
tinggi (2,1 (1,5, 3,2). ) vs. 1,7 (1.3, 2.2), p = 0,049), dan jumlah limfosit rata-rata
yang lebih rendah (1,6 ± 0,4 vs 1,9 ± 0,7, p = 0,015). Skor GAD-7 untuk kecemasan
berkorelasi positif dengan lama rawat inap (r = 0,22, p < 0,05), kadar IL-1β (r =
0,46, p < 0,001), NLR (r = 0,30, p < 0,05) , keparahan penyakit yang dirasakan
sendiri (r = 0,44, p <0,01), dan skor ISI (r = 0,75, p <0,01). Studi oleh Huarcaya-
Victoria et al., (2020) didapatkan hasil bahwa NLR tinggi (≥6,5) berhubungan
dengan gejala cemas (PRa=1.82; CI 95%: 1.18-2.81) yang relevan secara klinis
dibandingkan dengan mereka dengan NLR rendah (<6,5). Studi observasional yang
dilakukan oleh Li et al. (2021) mendapatkan hasil bahwa koefisien korelasi antara
SAS (Self-Rating Anxiety Scale) dan NLR adalah 0,283, dengan nilai p 0,052, yang
mendekati 0,05. Terdapat juga perbedaan yang signifikan antara NLR dan virus
negative conversion time (NCT) pada kelompok kecemasan dan kelompok non-
kecemasan (p= .021, .024).
Untuk mengetahui pada tingkat kecemasan manakah terdapat perbedaan
NLR, dilakukan analisis lanjutan post-hoc. Terdapat hubungan yang signifkan rasio
NLR pada pasien COVID-19 dengan kecemasan minimal vs berat dengan nilai
p=0,039 dan kecemasan sedang vs berat dengan nilai p=0,035.
Peneliti juga melakukan analisis karakteristik demografis (usia, jenis
kelamin, pendidikan dan status menikah) terhadap tingkat kecemasan pada pasien
COVID-19 dan didapatkan hasil bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan dan status
menikah tidak berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien COVID-19.
Studi meta-analisis oleh Deng et al. (2020) didapatkan hasil bahwa jenis kelamin
(p=0,68) dan usia (p=0,44) tidak berhubungan secara signifikan terhadap
kecemasan. Guan et al. (2021) melakukan penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi kecemasan selama pandemi COVID-19 pada mahasiswa di China
dan didapatkan hasil bahwa jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat kekhawatiran,
tingkat ketakutan, tingkat kognitif, dan status perilaku berhubungan dengan
kecemasan (p < 0,05). Siswa dengan perilaku preventif positif menunjukkan efek
protektif terhadap gejala kecemasan dibandingkan dengan mereka dengan perilaku
49
pencegahan negatif. Berbeda dengan tingkat kognisi tinggi, peserta dengan tingkat
kognitif rendah 14,9% mengalami lebih banyak gejala kecemasan.
Hou et al. (2020) mendapatkan hasil bahwa wanita mengalami stres dan
gejala kecemasan yang lebih berat daripada pria. Tingkat keparahan gejala
kecemasan akan berkurang dengan pendidikan yang lebih tinggi dan ketahanan
yang lebih baik, dan tingkat kecemasan meningkat pada perempuan, melihat
informasi tentang COVID-19 lebih dari 60 menit, kurang beradaptasi, dan lebih
stres. Studi oleh Kibret et al. (2020) mendapatkan hasil bahwa usia 30-39 tahun
(AOR, 3,05; 95% CI, (1,70, 5,47) dan usia 40 tahun (AOR, 11,32; 95% CI (3,37,
37,98), sudah menikah (AOR, 3,56; 95% CI, (2,30, 6,38), memiliki penyakit kronis
(AOR, 3,43; 95% CI, (1,59,743), memiliki anggota keluarga yang dicurigai
COVID-19 (AOR, 5,20; 95% CI, (2,11, 12,78), dan tidak memiliki akses pada alat
pelindung diri (AOR, 2,55; 95% CI, (1,43, 4,56) secara statistik berhubungan secara
signifikan dengan kecemasan. Dai et al. (2020) mendapatkan bahwa kualitas tidur
yang buruk (odds ratio [OR], 3,655, confidence interval 95% [CI], 1,074-12,433;
P = 0,038 ) dan memiliki dua gejala fisik saat ini (OR, 3,504; 95% CI, 1,919–6,398;
P <0,01) merupakan faktor risiko independen gejala kecemasan.
50
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik rasio Neutrophil
Lymphocyte Ratio (NLR) antar kelompok pada tingkat kecemasan pasien
COVID-19 dengan nilai p<0,05 (p=0,034),
2. Rata-rata subjek peneltian berusia 53 tahun, dengan usia termuda berusia 22
tahun dan usia lanjut 82 tahun, mayoritas subjek penelitian adalah perempuan
dengan tingkat pendidikan yaitu SMA dan sudah menikah.
3. Rerata neutrofil yaitu 77,17%, rerata limfosit yaitu 14,88%,, rerata rasio
Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) yaitu 11,84, dan rerata skor BAI yaitu
27,46
4. Mayoritas subjek penelitian mengalami kecemasan berat yaitu 33 orang (66%),
diikuti kecemasan sedang yaitu 13 orang (26%), kecemasan ringan yaitu 2
orang (4%) dan kecemasan minimal yaitu 2 orang (4%).
5. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik demografi subjek penlitian dengan
tingkat kecemasan.
6.2 Saran
Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini yaitu karena desain penelitian ini
adalah cross-sectional, sehingga tidak dapat mengevaluasi hubungan sebab akibat.
Sehingga untuk penelitian kedepannya bisa meneliti dengan desain penelitian yang
berbeda. Selain itu, keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah distribusi sampel
dalam tiap tingkatan kecemasan tidak merata sehingga diharapkan pada penelitian
selanjutnya diharapkan distribusi sampel merata pada setiap kelompok.
51
DAFTAR PUSTAKA
Adwas AA, Jbireal JM, Azab AE. Anxiety: Insights into Signs, Symptoms, Etiology,
Pathophysiology, and Treatment. East African Sch J Med Sci.
2019;2(October):80-91.
https://www.researchgate.net/publication/336738068_Anxiety_Insights_into_
Signs_Symptoms_Etiology_Pathophysiology_and_Treatment.
Allegra, A. et al (2020). Immunopatology of SARS-CoV 2 Infection : Immune Cells
and Mediator, Prognotic Factor, and Immune Therapeutic Implication. Journal
of Molecular Sience, 21 (4782), 1 - 19
Annisa DF, Ifdil I. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).
Konselor. 2016;5(2):93. doi:10.24036/02016526480-0-00
Basheti IA, et al. Prevalence of anxiety and depression during COVID-19 pandemic
among healthcare students in Jordan and its effect on their learning process: A
national survey. PLoS ONE 16(4): e0249716.
Biscayart, et al. The next big threat to global health? 2019 novel coronavirus (2019-
nCoV): What advice can we give to travellers? – Interim recommendations
January 2020, from the Latin-American society for Travel Medicine
(SLAMVI). Travel Med Infect Dis. 2020;33:17-20.
doi:10.1016/j.tmaid.2020.101567
Budikayanti et al. Screening of Generalized Anxiety Disorder in Patients with
Epilepsy: Using a Valid and Reliable Indonesian Version of Generalized
Anxiety Disorder-7 (GAD-7). Neurol Res Int. 2019;2019.
doi:10.1155/2019/5902610
Bustan Y, et al. Elevated neutrophil to lymphocyte ratio in non-affective psychotic
adolescent inpatients: Evidence for early association between inflammation
and psychosis. Psychiatry Res. 2018;262(May 2017):149-153.
doi:10.1016/j.psychres.2018.02.002
Da Silva, et al. A systematic review of the prevalence of anxiety symptoms during
coronavirus epidemics. J Health Psychol. 2021;26(1):115-125.
doi:10.1177/1359105320951620
Dai L-L, et al. Anxiety and depressive symptoms among COVID-19 patients in
Jianghan Fangcang Shelter Hospital in Wuhan, China. PLoS ONE 15(8):
e0238416.
Deng J, et al. The prevalence of depression, anxiety, and sleep disturbances in
COVID-19 patients: a meta-analysis. Ann N Y Acad Sci. 2021 Feb;1486(1):90-
111.
Di Gennaro F, et al. Coronavirus diseases (COVID-19) current status and future
perspectives: A narrative review. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(8).
doi:10.3390/ijerph17082690
Forget P, et al. What is the normal value of the neutrophil-to-lymphocyte ratio? BMC
Res Notes. 2017;10(1):1-4. doi:10.1186/s13104-016-2335-5
Gao SQ, et al. Neutrophil-lymphocyte ratio: A controversial marker in predicting
Crohn’s disease severity. Int J Clin Exp Pathol. 2015;8(11):14779-14785.
Gennaro Mazza M, A CM. A Review of Neutrophil-Lymphocyte, Monocyte-
52
Lymphocyte, and Platelet-Lymphocyte Ratios Use in Psychiatric Disorders.
World J Depress Anxiety. 2018;1(1):1002.
Grant MM. Beck Anxiety Inventory. 2018:1-5.
Hou R, et al. Peripheral inflammatory cytokines and immune balance in Generalised
Anxiety Disorder: Case-controlled study. Brain Behav Immun. 2017;62:212-
218. doi:10.1016/j.bbi.2017.01.021
https://covid19.go.id/ diakses pada tanggal 16 maret 2021
Hu Y, et al. Factors related to mental health of inpatients with COVID-19 in Wuhan,
China. Brain Behav Immun. 2020;89(January):587-593.
Huarcaya-Victoria J, Aire L, Podestá A, Guija-igreda R, Castillo C. Mental health in
COVID-19 survivors from a general hospital: association with
sociodemographic, clinical, and inammatory variables. Research Square. 2020.
DOI: https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-146200/v1
Jaggar M, Rea K, Spichak S, Dinan TG, Cryan JF. You’ve got male: Sex and the
microbiota-gut-brain axis across the lifespan. Front Neuroendocrinol.
2020;56:100815. doi:10.1016/j.yfrne.2019.100815
Kahve AC, et al. Do Anxiety and Depression Levels Affect the Inflammation
Response in Patients Hospitalized for COVID-19. Psychiatry Investig.
2021;18(6):505-512.
Kalelioglu T, et al. Neutrophil-lymphocyte and platelet-lymphocyte ratios as
inflammation markers for bipolar disorder. Psychiatry Res. 2015;228(3):925-
927. doi:10.1016/j.psychres.2015.05.110
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus
deases (Covid-19). Kementrian Kesehat. 2020;5:178.
https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/REV-
05_Pedoman_P2_COVID-19_13_Juli_2020.pdf.
Khandaker GM, Dantzer R. Is there a role for immune-to-brain communication in
schizophrenia? Psychopharmacology (Berl). 2016;233(9):1559-1573.
doi:10.1007/s00213-015-3975-1
Kibret S, et al. Prevalence of anxiety towards COVID-19 and its associated factors
among healthcare workers in a Hospital of Ethiopia, 2020, PLOS ONE 15(12):
e0243022
Labaste F, et al. Validation of a visual analogue scale for the evaluation of the
postoperative anxiety: A prospective observational study. Nurs Open.
2019;6(4):1323-1330. doi:10.1002/nop2.330
Lee K, Kim D, Cho Y. Exploratory factor analysis of the beck anxiety inventory and
the beck depression Inventory-II in a psychiatric outpatient population. J
Korean Med Sci. 2018;33(16):1-11. doi:10.3346/jkms.2018.33.e128
Li M, Zhang Z, et al. Identifying novel factors associated with COVID-19
transmission and fatality using the machine learning approach. Sci Total
Environ. 2020:142810. doi:10.1016/j.scitotenv.2020.142810
Mayadas TN, Cullere X, Lowell CA. The multifaceted functions of neutrophils. Annu
Rev Pathol Mech Dis. 2014;9:181-218. doi:10.1146/annurev-pathol-020712-
164023
Mazza MG, De Lorenzo R, Conte C, et al. Anxiety and depression in COVID-19
survivors: Role of inflammatory and clinical predictors. Brain Behav Immun.
2020;89:594-600.
Mousavizadeh L, Ghasemi S. Genotype and phenotype of COVID-19: Their roles in
53
pathogenesis. J Microbiol Immunol Infect. 2020;(xxxx):0-4.
doi:10.1016/j.jmii.2020.03.022
Munir S, Takov V. Generalized Anxiety Disorder. StatPearls Publishing LLC; 2020.
doi:10.1007/s00115-014-4121-8
Muniyappa R, Gubbi S. COVID-19 pandemic, coronaviruses, and diabetes mellitus.
Am J Physiol - Endocrinol Metab. 2020;318(5):E736-E741.
doi:10.1152/ajpendo.00124.2020
Nie XD, et al. Anxiety and depression and its correlates in patients with coronavirus
disease 2019 in Wuhan. Int J Psychiatry Clin Pract. 2020;0(0):1-6.
doi:10.1080/13651501.2020.1791345
Oh H, Park K, et al. Clinical Utility of Beck Anxiety Inventory in Clinical and
Nonclinical Korean Samples. Front Psychiatry. 2018;9(December):1-10.
doi:10.3389/fpsyt.2018.00666
Palareti G, et al. Comparison between different D-Dimer cutoff values to assess the
individual risk of recurrent venous thromboembolism: Analysis of results
obtained in the DULCIS study. Int J Lab Hematol. 2016;38(1):42-49.
doi:10.1111/ijlh.12426
Paulus DJ, et al. The unique and interactive effects of anxiety sensitivity and emotion
dysregulation in relation to posttraumatic stress, depressive, and anxiety
symptoms among trauma-exposed firefighters. Compr Psychiatry. 2018;84:54-
61. doi:10.1016/j.comppsych.2018.03.012
Purssell E, Gould Di, Chudleigh J. Impact of isolation on hospitalised patients who
are infectious: Systematic review with meta-analysis. BMJ Open.
2020;10(2):1-8. doi:10.1136/bmjopen-2019-030371
Salari N, et al. Prevalence of stress, anxiety, depression among the general population
during the COVID-19 pandemic: A systematic review and meta-analysis.
Global Health. 2020;16(1):1-11. doi:10.1186/s12992-020-00589-w
Santabárbara J, et al. Prevalence of anxiety in the COVID-19 pandemic: An updated
meta-analysis of community-based studies. Prog Neuropsychopharmacol Biol
Psychiatry. 2021;109:110207.
Shafiee M, Tayefi M, Hassanian SM, et al. Depression and anxiety symptoms are
associated with white blood cell count and red cell distribution width: A sex-
stratified analysis in a population-based study.
Psychoneuroendocrinology.2017;84:101-108.
doi:10.1016/j.psyneuen.2017.06.021
Sitorus P, Fitrikasari A. Gambaran Tingkat Kecemasan Dan Hubungannya Dengan
Berbagai Faktor Pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas (Studi Deskriptif Analitik
Di Puskesmas Halmahera Semarang). Diponegoro Med J (Jurnal Kedokt
Diponegoro). 2016;5(4):1451-1460.
Soodan S, Arya A. Understanding the Pathophysiology and Management of the
Anxiety Disorders. Hum Journals Rev Artic Oct. 2015;4(43):251-278.
http://ijppr.humanjournals.com/wp-content/uploads/2015/11/20.Shivani-
Soodan-and-Ashwani-Arya.pdf.
Stang A, Standl F, Jöckel KH. Characteristics of COVID-19 pandemic and public
health consequences. Herz. 2020;45(4):313-315. doi:10.1007/s00059-020-
04932-
54
Tahaghoghi-hajghorbani S, et al. The role of dysregulated immune responses in
COVID-19 pathogenesis Tahaghoghi-Hajghorbani. VIrus Res.
2020;290(January).
Wang FS, Zhang C. What to do next to control the 2019-nCoV epidemic? Lancet.
2020;395(10222):391-393. doi:10.1016/S0140-6736(20)30300-7
World Health Organization. Coronavirus disease. Coronavirus Dis Situat Rep – 119.
2020;2019(May):2633. doi:10.1001/jama.2020.2633
World Health Organization. Depression and Other Common Mental Disorders :
Global Health Estimates. 2017.
Yao H, Chen JH, Xu YF. Patients with mental health disorders in the COVID-19
epidemic. The Lancet Psychiatry. 2020;7(4):e21. doi:10.1016/S2215-
0366(20)30090-0
55
LAMPIRAN
Kuesioner BAI
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Status :
No. RM :
Berikut ini adalah daftar keluhan ansietas yang umum. Silahkan baca dengan
seksama setiap keluhan dibawah ini, kemudian lingkarilah salah satu angka pada
setiap kolom keluhan sesuai dengan perasaan anda selama bulan terakhir ini.
Sedang:
Ringan tetapi Berat:
Tidak kadang -
tidak banyak banyak
Keluhan sama kadang saya
menganggu menganggu
sekali tidak
saya saya
nyaman
Kibas-kibas atau
0 1 2 3
kesemutan
Perasaan panas 0 1 2 3
Lemas atau goyah
0 1 2 3
pada kaki
Tidak dapat rileks 0 1 2 3
Takut sesuatu yang
0 1 2 3
jelek akan terjadi
56
Pusing atau kepala
0 1 2 3
terasa ringan
Jantung berdebar-
0 1 2 3
debar
Goyah atau tidak tahan
0 1 2 3
berdiri
Ketakutan 0 1 2 3
Gugup 0 1 2 3
57