Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KASUS

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD)

Disususn Oleh:
Naila Mafazah (6120020031)

Pembimbing:
dr. Nur Azizah, Sp.KJ (19041243)

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA RSI JEMURSARI SURABAYA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
A. PENDAHULUAN
Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah sindrom pada seseorang yang
telah mengalami kejadian traumatik. Kondisi ini akan menimbulkan dampak
psikologis berupa gangguan perilaku, mulai dari kecemasan yang berlebihan, mudah
tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya (Endiyono dan
Hidayah, 2019). Tiga gejala spesifik gangguan PTSD menurut American Psychiatric
Association (2013). yaitu : Merasakan kembalinya peristiwa (Re-traumatic
Experiencing Symtoms), Menghindar (Avoidonce Symtoms) dan Waspada
(Hyperarousal Symptoms).
Survey terhadap penduduk AS, Sekitar 7 atau 8 dari setiap 100 orang
(atau 7-8% dari populasi) akan mengalami PTSD di beberapa titik dalam kehidupan
mereka. Sekitar 10 dari setiap 100 wanita (atau 10%) mengembangkan PTSD
suatu saat dalam hidup mereka dibandingkan dengan sekitar 4 dari setiap 100
pria (Imaduddin, 2019). Pada laporan kasus akan membahas PTSD pada wanita
dimana tiga gejala spesifik PTSD di keluhkan oleh pasien.
Kasus
1. Identitas Pasien
 Nama : Ny.En
 Usia : 59 tahun 9 bulan 18 hari
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Perum Makarya Binangun XB-26 Sidoarjo

2. Keluhan Utama
Cemas dan takut
3. Keluhan Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien perempuan dewasa tua datang ke RSI jemursari bersama anaknya
dalam keadaan sadar, tampak rapi, sesuai usia, perawakan sedang. Selama
wawancara, pasien tampak cemas. Pasien dapat memperkenalkan diri, bercerita dan
bersedia diwawancarai oleh pemeriksa. Pasien dapat menyebutkan dengan benar
mulai dari nama, umur, tempat tinggal, pekerjaan dan pasien mengetahui bahwa
sedang berada dirumah sakit dan sadar bahwa ia sedang sakit.
Pasien mengeluhkan cemas dan takut sejak 2 bulan yang lalu, cemas dirasakan
setiap akan melaksanakan proses mengajar secara offline, pada saat mengajar offline
pasien teringat kondisi saat masuk ruang isolasi covid-19 yang membuat pasien
semakin cemas dan takut, selain cemas pasien juga merasa takut, takut saat bertemu
banyak orang, takut dirinya akan tertular penyakit, selain takut dan cemas pasien juga
mengeluhkan berdebar-debar, sesak dan gemetar. pasien berusaha untuk menghindari
kegiatan yang bisa menyebabkan kondisi tersebut.
Dua bulan yang lalu pasien pernah dirawat di Rumah sakit karena pneumonia
virus sehingga pasien di isolasi di ruangan covid-19, sejak saat itulah pasien
mengalami keluhan cemas dan takut akan mengalami hal yang sama lagi,
Heteroanamnesis: (Anak Pasien)
Menurut anak pasien, ibunya mengalami cemas, takut, berdebar-debar, sesak
dan gemetar sejak 2 bulan yang lalu saat di isolasi di rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu: perjalanan penyakit, riwayat pengobatan, dan
komorbiditas.
Pasien merasa cemas, takut, berdebar-debar, sesak dan gemetar sejak 2 bulan
yang lalu.
4. Riwayat Pribadi yang Relevan:
a. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada dikeluarga yang menderita hal yang sama
b. Riwayat keluarga (silsilah keluarga, genogram)
-
c. Riwayat kehamilan, kelahiran dan tumbuh kembang, imunisasi
Lahir normal, tumbuh kembang baik, sesuai teman seusianya
d. Riwayat pendidikan
-
e. Riwayat pekerjaan
Bekerja sebagai guru SMP.
f. Riwayat pernikahan
Sudah menikah
g. Riwayat ibadah
Ibadah ruti, shalat lima waktu dirumah.
h. Riwayat sosial
Hubungan dengan teman kerja atau dengan tetangga baik.
i. Riwayat waktu luang
-
j. Riwayat penggunaan zat aktif
Alkohol (-), merokok (-).
k. Kepribadian sebelum sakit (faktor premorbid)
Pasien adalah orang yang ceria, optimis dan semangat.
5. Status Mental:
(1) Status Internistik dan Neurologis: Tidak Dievaluasi
(2) Status Neurologis: Tidak Dievaluasi
(3) Status Psikiatri:
• Kesan umum: pasien perempuan, tampak rapi, sesuai usia, perawakan
sedang, Kooperatif dengan pemeriksa.
• Kesadaran: compos mentis
• Kontak: +, verbal, lancar, relevan.
• Orientasi: waktu/tempat/orang (dalam batas normal)
• Mood/Afek: Cemas/cemas, serasi.
• Proses berpikir
o Bentuk: realistik
o Arus: normal
o Isi: preokupasi
• Persepsi: Halusinasi tidak didapatkan
• Kemauan: Activity daily living normal
• Psikomotor: Memadai
• Insight/tilikan: Derajat 5
• Intelegensi: Kesan baik
B. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA (GEJALA PSIKOPATOLOGI
MENONJOL)
1. Pasien cemas dan merasa takut saat mengajar offline dan bertemu banyak
orang
2. Pada saat mengajar offline pasien teringat kondisi saat masuk ruang isolasi
covid-19 yang membuat pasien semakin cemas
3. Berdebar-debar, sesak dan gemetar saat mengajar offline dan bertemu banyak
orang
4. Pasien berusaha untuk menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan kondisi
tersebut
5. Dua bulan yang lalu pasien pernah diisolasi di rumah sakit karena pneumonia
virus

PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Diagnosis Kerja: F43.1 Gangguan stres pasca-trauma
• Diagnosis Banding: F41.0 Gangguan Panik, F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
MULTIAKSIAL DIAGNOSIS
Axis I : F43.1 Gangguan stres pasca-trauma
Axis II : Pasien adalah orang yang ceria, optimis dan semangat.
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Masalah pekerjaan
Axis V :
 GAF scale saat pemeriksaan: 65 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik)
 GAF scale terbaik satu tahun terakhir: 85 (gejala minimal, berfungsi baik,
cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa)

TERAPI DAN PROGNOSIS


TATALAKSANA: TATALAKSANA HOLISTIK
a. Farmakoterapi
- Clobazam 10 mg 2 d.d. I tablet p.o
b. Non farmakoterapi
- Psikoterapi suportif
c. Edukasi
- Edukasi tentang keadaan dan menjelaskan penyakit pasien.
- Edukasi tentang faktor pencetus
- Edukasi tentang konsumsi obat dan kontrol rutin
- Edukasi keluarga untuk memberikan dukungan
RENCANA MONITORING DAN TINDAK LANJUT
a. Keadaan umum
b. Keluhan utama :Cemas dan ketakutan
c. Kepatuhan berobat (compliance)
d. Respon dan efek samping pengobatan
e. Tanda kgawatdaruratan psikiatri

E. PROGNOSIS

Item Evaluasi Ad Bonam Ad Malam


Kepribadian premorbid Ceria, optimis dan semangat. -
Akut atau kronis Akut -
Jenis gangguan cemas Kelompk f4 termasuk ad -
bonam
Usia muda atau lanjut - lanjut
Pemberian pengobatan Early intervention -
Faktor pencetus - Ada
Faktor keturunan Tidak -

Dari tabel evaluasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prognosis dari pasien
pada kasus ini adalah Dubia Ad Malam.
F. DISKUSI
Axis I pada pasien menunjukkan Gangguan stres pasca-trauma, menurut
American Psychiatric Association (2013). Terdapat tiga gejala spesifik gangguan stres
pasca-trauma, yaitu : Merasakan kembalinya peristiwa (Re-traumatic Experiencing
Symtoms), Menghindar (Avoidonce Symtoms) dan Waspada (Hyperarousal
Symptoms). Pada kasus terdapat Re-traumatic Experiencing Symtoms yaitu pada saat
mengajar offline pasien teringat kondisi saat masuk ruang isolasi covid-19 yang
membuat pasien semakin cemas. Avoidonce Symtoms : Pasien berusaha untuk
menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan kondisi tersebut dan Hyperarousal
Symptoms: Berdebar-debar, sesak dan gemetar saat mengajar offline dan bertemu
banyak orang.
Pada Axis II Kepribadian sebelum sakit Pasien adalah orang yang ceria,
optimis dan semangat. Pada Axis III tidak didapatkan kelainan medik umum. Pada
Axis IV didapatkan Masalah pekerjaan yang menyebabkan pasien teringat akan
dirinya yang pernah di isolasi di rumah sakit. Pada Axis V menunjukkan GAF scale
saat pemeriksaan: 65 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum baik) dan GAF scale terbaik satu tahun terakhir: 85 (gejala
minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa)
GAF scale saat pemeriksaan sekitar 70-61 dan GAF scale terbaik satu tahun terakhir
berkisar 80-71.

Rencana terapi, diberikan pengobatan anti-ansietas karena Gangguan stres


pasca-trauma termasuk kelompok F4 ganguan kecemasan, dimana gejala otonom,
afek dan psikomotor lebih menonjol, obat anti-ansietas yang dipilih adalah golongan
benzodiazepine yaitu Clobazam 10 mg 2 d.d. I tablet p.o (Maslim, 2013).
Pada sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitas dari system limbik system
saraf pusat yang terdiri dari dopaminergic, noradrenergic dan serotonergic neuron.
Obat anti-ansietas benzodiazepine yang bereaksi denga reseptornya akan meng-
reinforce “the inhibitory action of GABA” Sehingga hiperaktivitas tersebut diatas
mereda (Maslim, 2014).

G. KESIMPULAN
Pada kasus ini pasien didiagnosis pada Axis I sesuai F43.1 Gangguan stres
pasca-trauma, pada Axis II Pasien adalah orang yang ceria, optimis dan semangat.
Axis III tidak terdapat kelainan medik. Axis IV didapatkan Masalah berkaitan dengan
perkerjaan. Axis V menunjukkan GAF scale saat pemeriksaan 65 dan GAF scale
terbaik satu tahun terakhir: 85. Pasien diindikasikan Rawat jalan dengan obat oral dan
menjalankan psikoterapi suportif. Prognosis sendiri dubia ad bonam.

REFERENSI
American Psychiatric Association. (2013) Diagnostic and statistical manual of mental
disorders fourth edition text revision, DSM-V-TR. Arlington, VA: American
Psychiatric Association
Endiyono, E., & Hidayah, N. I. (2019). Gambaran Post Traumatic Stress Disorder
Korban Bencana Tanah Longsor Di Dusun Jemblung Kabupaten
Banjarnegara. MEDISAINS, 16(3), 127-131.
Imaduddin Reza. 2019. Post Traumatic Stress Disorder Pada Korban Bencana. JIKSH
Vol 10 No 2.
Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
2013. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta.
Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 2014. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai