Anda di halaman 1dari 45

Oleh:

TIA SETIAWATI, S.SOS., M.PD.


SMPN 1 Cimalaka Kab. Sumedang-Jawa Barat

Sumber gambar: http://traverse.id


MODUL AJAR
(Pertemuan Ke-3)

Nama Tia Setiawati, S.Sos., M.Pd. Jenjang/Kelas SMP/9 PKN.D.YAS.9.11

Asal SMPN 1 Cimalaka Mapel PPKn


Sekolah Kab. Sumedang-Jawa Barat

Alokasi 120 Menit Jumlah 32


Waktu 1 X Pertemuan Peserta didik

Profil Moda Tatap Muka


Pelajar Bergotong royong Pembelajaran
Pancasila

Fase D Elemen NKRI

Tujuan Peserta didik menjelaskan, menyajikan laporan, dan mendukung pelaksanaan


Pembelajaran sistem penyelenggaraan pemerintahan Indonesia.

Konsep Lembaga Negara


Utama

Deskripsi a. Peserta didik membaca referensi tentang prinsip dala sistem


Umum penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dan lembaga-lembaga negara.
Pembelajaran b. Peserta didik berkelompok sebanyak 4 kelompok, setiap kelompok
membahas topik yang berbeda.
c. Peserta didik menyusun laporan secara tertulis dalam bentuk Mind Map.
d. Peserta didik secara bergiliran mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
e. Guru memberikan penguatan.

Materi Ajar, Materi:


alat, dan
bahan Lembaga-lembaga negara:
• Presiden
• Badan Pemeriksa Keuangan
• Mahkamah Agung
• Mahkamah Konstitusi
• Komisi Yudisial

Alat dan bahan:


a. Kertas manila
b. Kertas asturo berbagai warna
c. Spidol berbagai warna
d. Penggaris
e. Isolatif/lem

Sarana • Ruang kelas dengan pengaturan tempat duduk berkelompok


Prasarana • Papan tulis
MODUL AJAR
(Pertemuan Ke-3)
1. Informasi Umum Modul Ajar
Nama Penyusun : Tia Setiawati, S.Sos., M.Pd.
(SMP Negeri 1 Cimalaka Kabupaten Sumedang-Jawa Barat)
Jenjang : SMP
Kelas : IX
Alokasi Waktu : 120 menit (3 Jam Pelajaran/ 1 kali pertemuan)
Tahun : 2021

2. Tujuan Pembelajaran
Fase : Fase D
Elemen : NKRI
Tujuan : 9.11
Pembelajaran Peserta didik menjelaskan, menyajikan laporan, dan mendukung
pelaksanaan sistem penyelenggaraan pemerintahan Indonesia.
Indikator Capaian a. Menjelaskan lembaga-lembaga negara:
Tujuan • Presiden
Pembelajaran • Badan Pemeriksa Keuangan
• Mahkamah Agung
• Mahkamah Konstitusi
• Komisi Yudisial

b. Menyajikan laporan tentang lembaga-lembaga negara.

Konsep Utama Lembaga Negara


Pertanyaan Inti Bagaimana peran masing-masing lembaga negara dalam sistem
penyelenggaraan pemerintahan Indonesia?
Keterampilan yang Keterampilan untuk menjelaskan
perlu dimiliki Keterampilan untuk menyajikan

3. Profil Pelajar Pancasila yang Berkaitan


Bergotong royong
4. Sarana dan Prasarana
a. Ruang kelas dengan pengaturan tempat duduk berkelompok
b. Papan tulis

5. Target Peserta didik


Peserta didik reguler/tipikal

6. Jumlah Peserta didik


Maksimum 32 peserta didik

7. Ketersediaan materi
a. Pengayaan untuk peserta didik CIBI atau yang berpencapaian tinggi : YA/TIDAK
b. Alternatif penjelasan, metode, atau aktivitas, untuk peserta didik yang sulit memahami
konsep : YA/TIDAK

8. Moda pembelajaran
a. Tatap muka
b. PJJ Daring
c. PJJ Luring
d. Paduan antara tatap muka dan PJJ (blended learning)

9. Asesmen
Kriteria untuk mengukur ketercapaian Tujuan Pembelajaran
a. Asessmen individu
b. Asesmen kelompok
c. Keduanya
Jenis asesmen:
a. Performa
b. Tertulis : Berbentuk tes esai
10. Kegiatan Pembelajaran Utama
Pengaturan peserta didik : Metode :
a. Individu a. Diskusi
b.Berpasangan b. Presentasi
c. Berkelompok (>2 orang) c. Demonstrasi

d. Project

e. Eksperimen

f. Eksplorasi

g. Permainan

h. Ceramah

i. Kunjungan lapangan

j. Simulasi

11. Materi Ajar, Alat dan Bahan


a. Materi atau Sumber Pembelajaran yang Utama

Lembaga-Lembaga Negara
1. Tugas dan wewenang lembaga negara
a. Presiden
Diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 4 – 17
Kekuasaan presiden sebagai kepala negara, yang mempunyai tugas pokok:
a. Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut, dan udara (Pasal 10)

Sumber gambar:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelantikan_kedua_Joko_Widodo
b. Menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR (Pasal 11)
c. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)
d. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13)
e. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA[Pasal
14 ayat (1)]
f. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal
14 ayat (2)]
g. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15)

Tugas dan wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan menurut UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen yaitu meliputi Pasal-pasal berikut.
1) Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR [Pasal 5 ayat (1)]
2) Menetapkan peraturan pemerintah[Pasal 5 ayat (2)]
3) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (pasal 17)
4) Membuat undang-undang bersama DPR [Pasal 20 ayat (2)]
5) Mengajukan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN) [Pasal 23 ayat (2)]

b. BPK
Tugas BPK ditegaskan dalam Pasal 23E
amandemen UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yaitu memeriksa
pengelolaaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara. Pengeloaan keuangan
negara oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah,

Sumber gambar: https://id.wikipedia.org/ maupun lembaga atau badan lain yang


mengelola keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai kewenangannya.
c. Mahkamah Agung
Tugas dan wewenang Mahkamah Agung sesuai pasal 24 (1) UUD 1945:
1) Mengadili pada tingkat kasasi, ialah pengajuan perkara kepada Mahkamah
Agung. Keputusan pada tingkat kasasi merupakan keputusan tertinggi dalam
proses peradilan.
2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang. Hal ini sering disebut hak uji material atas peraturan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang. MA berhak menentukan
bertentangan atau tidaknya isi suatu peraturan di bawah undang-undang,
seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, bahkan
peraturan sekolah dengan undang-undang.
3) Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi.
4) Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai grasi dan rahabilitasi.

Sumber gambar: https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3005/selamat-hakim-agung-


sunarto-terpilih-menjadi-wakil-ketua-ma-bidang-non-yudisial

d. Mahkamah Konstitusi
Tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi:
a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk :
➢ Menguji undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
➢ Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
➢ Memutus pembubaran partai politik.
➢ Memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
b. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran
hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. 2) Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai pelanggaran hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sumber gambar: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12712

e. Komisi Yudisial
Wewenang Komisi Yudisial sesuai Pasal 24B ayat 1 UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung (anggota
Mahkamah Agung), menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
2. Hubungan antarlembaga negara menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
a. Hubungan MPR, DPD dan DPR
MPR merupakan lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam
pemilihan umum. Unsur anggota DPR merupakan representasi rakyat melalui partai
politik, sedangkan unsur anggota DPD merupakan representasi rakyat dari daerah
untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
b. Hubungan Presiden, DPD dan MK
➢ Menetapkan undang-undang
Kekuasaan DPR untuk membentuk undang-undang harus dengan persetujuan
Presiden, termasuk undang-undang anggaran dan pendapatan negara (APBN).
Dewan Perwakilan Daerah juga berwewenang ikut mengusulkan, membahas, dan
mengawasi pelaksanaan undang-undang berkaitan dengan otonomi daerah. DPR
dalam menetapkan APBN juga dengan mempertimbangkan pendapat DPD.
➢ Pemberhentian Presiden
DPR memiliki fungsi mengawasi Presiden dalam menjalankan pemerintahan.
Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden melanggar UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, DPR dapat mengajukan usul pemberhentian Presiden ke-
pada MPR. Namun sebelumnya usul tersebut harus melibatkan Mahkamah Kon-
stitusi untuk memeriksa dan mengadilinya. DPR berwenang mengajukan tiga
anggota Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili sengketa kewenangan lembaga negara, termasuk DPR.
c. DPD, DPR dan BPK
Berdasarkan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Dewan
Perwakilan Daerah menerima hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dan memberikan pertimbangan untuk pemilihan anggota BPK kepada DPR
d. MA dengan lembaga negara lainnya
Pemilihan dan pengangkatan anggota Mahkamah Agung melibatkan tiga lembaga
negara lain, yaitu Komisi Yudisial, DPR, dan Presiden. Komisi Yudisial yang
mengusulkan kepada DPR, kemudian DPR memberikan persetujuan, yang
selanjutnya diresmikan oleh Presiden. Komisi Yudisial juga menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
e. Mahkamah Konstitusi dengan lembaga negara lainnya
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah
Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara,
maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama
memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus
diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
b. Alat dan Bahan yang Diperlukan

1. Kertas manila

2. Spidol
3. Penggaris

4. Isolatif

5. Kertas kecil sejenis post it


c. Perkiraan Biaya
(* Perkiraan biaya untuk masing-masing wilayah silakan sesuaikan dengan kondisi wilayah
setempat)
Kertas manila 4 lembar X Rp2.500,- = Rp10.000,-
Kertas asturo berwarna 4 lembar X Rp.2.500,- = Rp.10.000
Spidol berwarna 1 Pak = Rp15.000,-
Isolatif = Rp5.000,-
Penggaris 4 buah x Rp3.000,- = Rp12.000

Total biaya = Rp52.000,-


Biaya dibebankan kepada peserta didik secara berkelompok.

12. Persiapan Pembelajaran


a. Menyiapkan contoh Mind Map
b. Mencari video yang sesuai dengan materi pembelajaran
c. Menyiapkan instrumen penilaian.
d. Menyiapkan format untuk penilaian.

13. Proses Kegiatan Belajar


Kegiatan

❖ Pendahuluan/Kegiatan Awal (10 Menit)


a. Salam pembuka, dan berdoa.
b. Memeriksa kebersihan kelas, memeriksa kebersihan dan kerapian peserta didik,
memeriksa kehadiran peserta didik.
c. Menyanyikan salah satu lagu wajib nasional, atau permainan, atau yel-yel, atau
bentuk motivasi lainnya.
d. Apersepsi dengan tanya jawab, misalnya siapa diantara kalian yang ingin menjadi
Presiden? Bagaimana caranya agar bisa menjadi Presiden?
e. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan langkah kegiatan pembelajaran.
❖ Kegiatan Inti (100 Menit)

a. Peserta didik membentuk 4 kelompok yang heterogen dalam hal jenis kelamin dan
heterogen dalam hal kemapuan tinggi, sedang, rendah.
b. Guru mengajak peserta didik menyimak tayangan video dari Link Youtube:
https://www.youtube.com/watch?v=h6muyzMK4n8&t=12s .
c. Guru mengingatkan peserta didik untuk menghargai hasil karya orang lain dengan
like dan subscribe pada Youtube yang telah di tonton, sebagai bentuk terima kasih
kepada pembuat konten karena telah menyediakan konten yang bermanfaat.
d. Peserta didik mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam tayangan video.
e. Peserta didik menyampaikan pendapat terkait dengan tayangan video.
f. Guru mempersilakan peserta didik untuk membaca materi tentang prinsip dalam
sistem pemerintahan Indonesia dan lembaga-lembaga negara, yang pada pertemuan
ini terdiri dari: Presiden, BPK, MA, MK, dan KY.
g. Hal-hal penting yang terdapat dalam bacaan agar diberi tanda supaya menjadi
perhatian, atau ditandai untuk dijadikan pertanyaan.
h. Peserta didik mengajukan pertanyaan dari daftar yang berhasil disusunya.
i. Peserta didik lain mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan.
j. Peserta didik menyimak penjelasan singkat dari guru.
k. Peserta didik melaksanakan diskusi kelompok. Setiap kelompok mendapat tugas
untuk membahas topik yang berbeda-beda:
Kelompok 1: Presiden.
Kelompok 2: Mahkamah Agung.
Kelompok 3: Mahkamah Konstitusi
Kelompok 4: Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Yudisial
l. Peserta didik membuat laporannya pada kertas manila. Laporannya berbentuk
Mind Map. Adapun contoh laporan berbentuk Mind Map yaitu:
m. Setiap kelompok menyampaikan presentasi hasil diskusi kelompoknya, dan peserta
didik pada kelompok lain memberikan tanggapan atau mengajukan pertanyaan.
n. Guru memberikan apresiasi kepada peserta didik yang aktif dalam kegiatan
kelompok, dan apresiasi kepada kelompok dengan hasil terbaik.
o. Guru memberikan penguatan terhadap materi yang telah dipelajari
p. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan jika ada materi
pembelajaran yang belum dipahami.
❖ Kegiatan Penutup (10 Menit)

a. Guru membimbing peserta didik menyimpulkan materi pembelajaran


b. Peserta didik mengerjakan tes tertulis.
c. Sambil peserta didik mengerjakan tes tertulis guru melakukan refleksi pembelajaran
pada diri guru sendiri, dengan membuat catatan pada jurnal harian.
d. Guru mengajak peserta didik untuk merefleksi kegiatan pembelajaran.
e. Guru menjelaskan rencana pembelajaran selanjutnya dan menugaskan peserta didik
membaca materi yang telah dipelajari karena pertemuan berikutnya akan
dilaksanakan penilaian harian.
f. Guru mengajak peserta didik menyanyikan salah satu lagu daerah
g. Pembelajaran diakhiri dengan do’a bersama dan memberi salam kepada guru.
14. Refleksi Guru
a. Apakah kegiatan pembelajaran terlaksana sesuai rencana?
b. Apakah peserta didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran ini dengan baik?
c. Apa kelebihan yang dimiliki dari kegiatan pembelajaran ini?
d. Apa yang harus diperbaiki dari kegiatan pembelajaran?

15. Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran dan Asesmennya


a. Kompetensi yang dinilai
1) Kompetensi yang menunjukkan sikap bergotong royong, toleransi, disiplin.
2) Kompetensi pengetahuan untuk menjelaskan prinsip dalam sistem pemerintahan
Indonesia dan lembaga-lembaga negara yang terdiri dari: Presiden, BPK, MA, MK, dan
KY.
3) Kompetensi keterampilan: Kemampuan kerja dalam kelompok serta keterampilan
menuangkan ide dalam bentuk Mind Map.
b. Bagaimana Asesmen dilakukan
1) Penilaian sikap dilakukan dengan teknik observasi/ mengamati sikap peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran.
2) Penilaian pengetahuan melalui tes tertulis
3) Penilaian keterampilan melalui kinerja di dalam kegiatan kelompok
c. Kriteria Penilaian
1. Penilaian Sikap

No. Nama Kriteria Sikap Rata-Rata


Gotong Royong Toleransi Disiplin Nilai

Pedoman Penskoran:
4 = sangat baik
3 = baik
2 = cukup
1 = kurang
❖ Peserta didik dinyatakan tuntas jika memiliki nilai sikap minimal Baik (3)
(*Kriteria ketuntasan ini silakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing)
2. Penilaian Pengetahuan
Bila jawaban sangat sempurna diberi skor 4
Bila jawaban sempurna diberi skor 3
Bila jawaban kurang sempurna diberi skor 2
Bila jawaban tidak sempurna diberi skor 1
Jumlah perolehan skor
Nilai = x Nilai ideal (misalnya 100)
Jumlah skor maksimum

❖ Peserta didik dinyatakan tuntas jika memiliki nilai pengetahuan minimal 75


(*Kriteria ketuntasan ini silakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing)

3. Penilaian Keterampilan
Kriteria Keterampilan
No. Nama Rata-Rata
Penguasaan Keaktifan Kreatifitas Nilai
Materi

Pedoman Penskoran:
4 = sangat baik
3 = baik
2 = cukup
1 = kurang
❖ Peserta didik dinyatakan tuntas jika memiliki nilai keterampilan minimal Baik (3)
(*Kriteria ketuntasan ini silakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing)

16. Refleksi Peserta didik


Pertanyaan refleksi untuk peserta didik
a. Setelah seluruh materi pada bab ini selesai, apakah kalian merasakan manfaatnya?
Apakah manfaat yang kalian rasakan tersebut?
b. Apa kelebihan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan?
c. Apa saran yang dapat kalian berikan agar kegiatan pembelajaran berikutnya lebih baik
lagi?

17. Daftar Pustaka


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2018. Pendidikan
Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas IX. Kemdikbud, Jakarta.
Muklis. Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara dalam Memutuskan dan Menafsirkan UUD
Setelah Amandemen Keempat UUD 1945, Jurnal Syiar Hukum FH Unisba Vol XIII No. 1
Maret 2011, https://media.neliti.com/media/publications/25267-ID-kewenangan-lembaga-
lembaga-negara-dalam-memutus-dan-menafsirkan-uud-setelah-aman.pdf , diunduh pada 15
Nopember 2020 jam 15.55 WIB.
Zaki Ulya. 2017. Hukum Kelembagaan Negara (Kajian Teoritis Perkembangan Lembaga Negara
Pasca Reformasi), Universitas Samudera
https://www.youtube.com/watch?v=h6muyzMK4n8&t=12s

18. Lembar Kerja Peserta didik


Lampiran 1

19. Bahan Bacaan Peserta didik


Lampiran 2

20. Bahan Bacaan Guru


Lampiran 3

21. .Materi Pengayaan untuk Peserta didik yang Tuntas Belajar


Alternatif bentuk pengayaan adalah sebagai berikut :
a. Peserta didik membantu peserta didik lain yang belum tuntas dengan pembelajaran tutor
sebaya.
b. Guru memberikan tugas untuk mempelajari lebih lanjut tentang konsep utama dari
berbagai sumber dan mencatat hal-hal penting, serta menyajikan dalam bentuk laporan
tertulis atau membacakan di depan kelas.
22. Materi untuk Peserta didik dengan Hambatan Belajar
Alternatif program remedial antara lain:
a. Mengulang konsep utama di luar jam tatap muka bagi peserta didik yang belum tuntas.
b. Memberikan penugasan kepada peserta didik yang belum tuntas.
c. Memberikan kesempatan untuk tes perbaikan.
LAMPIRAN
Lampiran 1

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK


(Lembaga-Lembaga Negara)
Nama :
Kelas :
Materi Pokok :
Tanggal :

a. Jelaskan tentang beberapa konsep dibawah ini. Silakan tuangkan jawaban kalian pada
kolom berikut ini!

Konsep Penjelasan
……………………………………………………………………………...
Kedudukan, ……………………………………………………………………………...
tugas dan ……………………………………………………………………………...
wewenang ……………………………………………………………………………...
Presiden
……………………………………………………………………………...
Kedudukan, ……………………………………………………………………………...
tugas dan ……………………………………………………………………………...
wewenang BPK ……………………………………………………………………………...
Keududkan, ……………………………………………………………………………...
tugas dan ……………………………………………………………………………...
wewenang MA ……………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………...
Kedudukan, ……………………………………………………………………………...
tugas dan ……………………………………………………………………………...
wewenang MK ……………………………………………………………………………...
Kedudukan, ……………………………………………………………………………...
tugas dan ……………………………………………………………………………...
wewenang KY …………………………………………………………………………….
JAWABAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK
(Lembaga-Lembaga Negara)

Konsep Penjelasan
Kedudukan Presiden
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.
Kedudukan, tugas b. Presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
dan wewenang kepala pemerintahan.
Presiden
Tugas dan wewengan Presiden:
Kekuasaan presiden sebagai kepala negara, yang mempunyai
tugas pokok
a. Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut,
dan udara (Pasal 10).
b. Menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11).
c. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).
d. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).
e. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan MA[Pasal 14 ayat (1)].
f. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR [Pasal 14 ayat (2)].
g. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
(Pasal 15)

Tugas dan wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan:


a. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR [Pasal
5 ayat (1)].
b. Menetapkan peraturan pemerintah[Pasal 5 ayat (2)] .
c. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara
(pasal 17).
d. Membuat undang-undang bersama DPR [Pasal 20 ayat (2)].
e. Mengajukan rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) [Pasal 23 ayat (2)]

Kedudukan BPK:
a) Anggota BPK dipilih oleh DPR dan diresmikan oleh Presiden.
b) BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi.
Tugas dan wewenang BPK:
Tugas BPK ditegaskan dalam Pasal 23E amandemen UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu memeriksa
pengelolaaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Kedudukan, tugas Pengeloaan keuangan negara oleh Pemerintah Pusat,
dan wewenang BPK Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan
Umum, Badan Usaha Milik Daerah, maupun lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara. Hasil
pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR,
DPD, dan DPRD sesuai kewenangannya.
a) partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya
sampai berakhir masa jabatannya, jikaPresiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan [Pasal 8 ayat (3)]

Kedudukan MA:
a) MA merupakan salah satu kekuasaan kehakiman
b) Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada
DPR untuk mendapat persetujuan untuk ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden.
Tugas dan wewenang MA:
Keududkan, tugas a. Mengadili pada tingkat kasasi,
dan wewenang MA b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang
c. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi Mahkamah
Konstitusi.
d. Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai
grasi dan rahabilitasi.

Keududukan MK:
a) Anggota MK di tetapkan oleh Presiden
b) Hakim MK terdiri dari 9 orang, yang masing-masing 3 orang
diusulkan oleh DPR, Presiden, dan MA.
Tugas dan wewenang MK:
a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk :
➢ Menguji undang-undang terhadap UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Kedudukan, tugas ➢ Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
dan wewenang MK kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
➢ Memutus pembubaran partai politik.
➢ Memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
b. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
pelanggaran hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2)
Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
pelanggaran hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kedudukan KY:
Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR
Kedudukan, tugas Tugas dan wewenang KY:
dan wewenang KY Wewenang Komisi Yudisial sesuai Pasal 24B ayat 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mengusulkan
pengangkatan hakim agung (anggota Mahkamah Agung),
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
Lampiran 1
Jenis-Jenis Lembaga Negara dalam UUD 1945

Lembaga Negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal,
universal dan seragam. Didalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga Negara
digunakan istilah political institution, sedangkan dalam terminologi Belanda terdapat istilah
staat orgamen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara, atau organ
Negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lembaga” antara lain diartikan sebagai
(1) ‘asal mula (yang akan menjadi sesuatu) bakal (binatang, manusia, tumbuhan)’; (2)‘bentuk
(rupa, wujud) yang asli’; (3) ‘acuan; ikatan (tentang mata cincin dsb)’ (4) ‘badan (organisasi)
yang tujuannya melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan
(5) ‘pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu
kerangka nilai yang relevan’. Kamus tersebut juga memberi contoh frasa yang menggunakan
kata lembaga, yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan ‘badan-badan pemerintahan dalam
lingkungan eksekutif’. Kalau kata pemerintah diganti dengan kata negara, diartikan ‘badan-
badan negara disemua lingkungan pemerintah negara (khususnya di lingkungan eksekutif,
yudikatif, dan legislatif)’.
Menurut Abdul Rasyid, setidaknya ada 6 ( enam ) alasan untuk membedakan
lembaga negara tersebut yaitu:
a) Ada “lembaga UUD 1945” juga sekaligus menjadi lembaga negara, misalnya Presiden,
DPR, DPD, dan MK, sedangkan pemerintah daerah bukan “lembaga negara”.
b) Ada lembaga UUD yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945, tetapi ada
juga lembaga UUD yang kewenangannya akan diatur lebih lanjut dalam bentuk undang-
undang, misalnya pemerintah daerah yang kewenangannya diberikan melalui Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004.
c) Ada “lembaga UUD 1945” yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, tetapi
kewenangannya tersebut tidak bisa diuji oleh MK. Misalnya kewenangan MK itu sendiri.
d) Ada “lembaga negara” yang kewenagannya diberikan oleh UUD 1945, tetapi tidak dapat
diuji kewenangannya oleh MK yaitu MA.
e) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk lembaga UUD
1945 dan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, misalnya KY.
f) Ada juga lembaga yang dibentuk oleh UUD 1945, tetapi bukan termasuk “lembaga UUD
1945” dan lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam bentuk undang-undang,
misalnya Bank Sentral ( Pasal 23D ), KPU ( Pasal 22E ayat (5) ), TNI dan POLRI
( Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002), dan kejaksaan ( Undang-Undang Nomor 5
tahun 1991 ).
Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek
hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara
dalam arti yang luas .
1) Presiden ;
2) Wakil Presiden ;
3) Dewan pertimbangan presiden ;
4) Kementerian Negara ;
5) Menteri Luar Negeri ;
6) Menteri Dalam Negeri ;
7) Menteri Pertahanan ;
8) Duta ;
9) Konsul ;
10) Pemerintahan Daerah Provinsi ;
11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi ;
12) DPRD Provinsi ;
13) Pemerintahan Daerah Kabupten ;
14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten ;
15) DPRD Kabupaten ;
16) Pemerintahan Daerah Kota ;
17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota ;
18) DPRD Kota ;
19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ;
20) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ;
21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ;
22) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih
lanjut dengan undang-undang ;
23) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan
independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang ;
24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ;
25) Mahkamah Agung (MA) ;
26) Mahkamah Konstitusi (MK) ;
27) Komisi Yudisial (KY) ;
28) Tentara Nasional Indonesia (TNI) , dan
29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) .
30) Angkatan Darat (AD) ;
31) Angkatan Laut (AL) ;
32) Angkatan Udara (AU) ;
33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ;
34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman , seperti
Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, dan sebagainya;
35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
Adapun yang disebut dalam nomor (34) di atas terdiri atas badanbadan, artinya lebih
dari 1 (satu) badan atau lembaga. Karena itu, jumlah subjek hukum yang dapat disebut
sebagai organ atau lembaga negara dalam UUD 1945 adalah lebih dari 34 buah. Yang dapat
dikategorikan sebagai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman adalah lembaga-lembaga atau badan-badan yang tugasnya berkaitan dengan
peradilan dan penegakan hukum, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi:
(b) Penyelidikan,
(c) penyidikan,
(d) penuntutan,
(e) pembelaan atau advokasi,
(f) penyelesaian sengketa dan mediasi atau pendamaian,
(g) peradilan, penghakiman dan penghukuman,
(h) pemasyarakatan,
(i) pelaksanaan putusan pengadilan selain pemasyarakatan, dan
(j) pemulihan nama baik atau rehabilisasi,
(k) pemberian grasi,
(l) pemberian amnesti,
(m) pemberian abolisi,
(n) persaksian, dan
(o) pemberian keterangan berdasarkan keahlian.
Dari semua fungsi tersebut, yang terpenting adalah fungsi penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan. Badan-badan yang dapat melakukan fungsi penyelidikan pelanggaran hukum
ataupun hak asasi manusia adalah:
(a) Kepolisian Negara,
(b) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut,
(c) para Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),
(d) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham),
(e) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),
(f) Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan
(g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Badan-badan yang dapat menjalankan fungsi penyidikan pro-justisia adalah:
(a) Kejaksaan,
(b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan
(c) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Sedangkan badan-badan yang melakukan penuntutan adalah
(a) Kejaksaan, dan
(b) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.42
Lembaga-lembaga atau badan-badan tersebut memang tidak disebutkan secara
eksplisit keberadaannya dalam UUD 1945. Namun, sejalan dengan prinsip Negara Hukum
yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, lembaga-lembaga negara tersebut tetap
dapat disebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum tata negara
(constitutionallaw). Apalagi, secara konstitusional keberadaanya dapat dilacak berdasarkan
perintah implisit ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sendiri yang menyatakan, “Badan-
badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-
undang”. Oleh karena itu, lembaga-lembaga penegak hukum yang dibentuk berdasarkan
undang-undang tersebut, seperti Kejaksaan, KPK, dan Komnasham dapat disebut memiliki
“constitutional importance” sebagai lembaga-lembaga konstitusional di luar UUD 1945.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa ada beberapa
penafsiran yang muncul tentang lembaga negara antara lainnya:
1. Penafsiraan luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan kewenangannya
disebut/ dicantumkan dalam UUD
2. Penafsiran moderat, yaitu hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai
lembaga tertinggi dan tinggi negara
3. Penafsiran sempit, yaitu hanya menunjuk secara implisit pada keterangan Pasal 67 UU
MK (UU No. 24 Tahun 2003).
Menurut penafsiran yang telah disebutkan dapat dipahami bahwa aspek penafsiran
secara luas mengenai lembaga negara hanyalah yang disebutkan dan dicantumkan dalam
konstitusi. Artinya, semua lembaga negara yang masuk dalam pengaturan UUD 1945
merupakan lembaga negara utama yang menjalankan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Selanjutnya ada disebut dengan penafsiran moderat, yang lebih melihat pada aspek
kedudukanlembaga negara, dimana dikenal lembaga tertinggi dan lembaga tinggi, hal
tersebut merujuk pada masa era orde baru yang mengenal konsep ini. Sementara itu kriteria
lembaga negara yang dimaksudkan dalam Pasal 67 UU MK yaitu lembaga negara yang
kewenangannya langsung diberikan secara atribusi oleh UUD 1945. Sementara itu, terdapat
penafsiran lainnya mengenai lembaga negara yaitu:
a. Lembaga negara utama (main state organ) lembaga negara ini mengacu pada paham
trias politica. (MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK)
b. Lembaga negara bantu (auxiliary state’s organ). Istilah main state organ sebagaimana
penafsiran jenis lembaga negara di atas, mengacu pada konsep trias politica dimana
lembaga negara yang masuk kategori ini hanyalah lembaga negara yang kewenanganya
secara langsung disebutkan dalam UUD 1945.
Sementara itu, istilah auxiliary state’s organ secara umum pengertiannya adalah
lembaga negara bantu yang dibentuk menurut peraturan perundang-undangan di bawah UUD
1945 yang berfungsi untuk menunjang kinerja lembaga negara utama. Istilah “lembaga
negara bantu” merupakan yang paling umum digunakan oleh para pakar dan sarjana hukum
tata negara, walaupun pada kenyataannya terdapat pula yang berpendapat bahwa istilah
“lembaga negara penunjang” atau “lembaga negara independen” lebih tepat untuk menyebut
jenis lembaga tersebut.
M. Laica Marzuki cenderung mempertahankan istilah state auxiliary institutions
alih-alih “lembaga negara bantu” untuk menghindari kerancuan dengan lembaga lain yang
berkedudukan di bawah lembaga negara konstitusional. Kedudukan lembaga-lembaga ini
tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun,
tidak pula lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun
lembaga non-pemerintah yang lebih sering disebut ornop (organisasi non-pemerintah) atau
NGO (non-governmentalorganization).
John Alder mengklasifikasikan jenis lembaga ini menjadi dua, yaitu: (1) regulatory,
yang berfungsi membuat aturan serta melakukan supervisi terhadap aktivitas hubungan yang
bersifat privat; dan (2) advisory, yang berfungsi memberikan masukan atau nasihat kepada
pemerintah. Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and Administrative
Law, menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara
bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai berikut:
1. Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan pelayanan yang bersifat
personal yang diharapkan bebas dari risiko campur tangan politik.
2. Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat non-politik.
3. Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat independen, seperti profesi
di bidang kedokteran dan hukum.
4. Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis.
5. Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan berfungsi untuk
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution/alternatif
penyelesaian sengketa).
Untuk menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga negara bantu
dalam struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus dilakukan pemilahan terhadap
lembaga-lembaga negara berdasarkan dasar pembentukannya. Pascaperubahan konstitusi,
Indonesia membagi lembaga-lembaga negara ke dalam tiga kelompok. Pertama, lembaga
negara yang dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945 (constitutionally
entrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-
undang (legislatively entrusted power). Dan ketiga, lembaga negara yang dibentuk atas dasar
perintah keputusan presiden. Lembaga negara pada kelompok pertama adalah lembaga-
lembaga negara yang kewenangannya diberikan secara langsung oleh UUD Negara RI Tahun
1945, yaitu Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY.
Selain delapan lembaga tersebut, masih terdapat beberapa lembaga yang juga
disebut dalam UUD Negara RI Tahun 1945 namun kewenangannya tidak disebutkan secara
eksplisit oleh konstitusi. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Negara,
Pemerintah Daerah, komisi pemilihan umum, bank sentral, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan dewan pertimbangan presiden. Satu hal
yang perlu ditegaskan adalah kedelapan lembaga negara yang sumber kewenangannya
berasal langsung dari konstitusi tersebut merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dan berada
dalam suasana yang setara, seimbang, serta independen satu sama lain.
Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium
Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat sepuluh lembaga negara yang
dibentuk atas dasar perintah undang-undang. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas
Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan
Dewan Pendidikan. Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah atau berkurang mengingat
lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen melainkan bergantung pada
kebutuhan negara. Misalnya, KPK dibentuk karena dorongan kenyataan bahwa fungsi
lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap
tidak maksimal atau tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi. Apabila kelak,
korupsi dapat diberantas dengan efektif oleh kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan
KPK dapat ditinjau kembali.
Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang dibentuk
berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh keputusan presiden antara lain
adalah Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi
Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim
Nasional (DMN), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan Usaha Nasional
(DPUN), Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan
Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen. Sejalan dengan lembaga-
lembaga negara pada kelompok kedua, lembaga-lembaga negara dalam kelompok yang
terakhir ini pun bersifat sementara bergantung pada kebutuhan negara.

Sumber:
Zaki Ulya. 2017. Hukum Kelembagaan Negara (Kajian Teoritis Perkembangan Lembaga
Negara Pasca Reformasi), Universitas Samudera.
Lampiran 3

Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara dalam Memutuskan


dan Menafsirkan UUD Setelah Amandemen Keempat UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengalami perubahan-perubahan


mendasar. Perubahan Pertama pada tahun 1999 sampai ke Perubahan Keempat pada tahun
2002.1 Perubahan-perubahan itu juga meliputi materi yang sangat banyak, sehingga
mencakup lebih dari 3 kali lipat jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika naskah asli UUD
1945 berisi 71 butirketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan, kini jumlah
materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup 199 butir ketentuan, menyisakan hanya 25
butir yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, yaitu sebanyak 174 butir ketentuan dapat
dikatakan merupakan sama sekali materi atau ketentuan yang baru.
Terjadinya perubahan yang mendasar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia
terutama mengenai lembaga negara: MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara dan
tidak lagi disebut sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, munculnya lembaga baru seperti
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY),
ditiadakannya Dewan Pertimbangan Agung (DPA); sistem demokrasi langsung diterapkan
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta ketentuan tentang hak-hak asasi manusia
dicantumkan secara luas dan rinci. Jimly Asshiddiqie mengatakan sehubungan dengan itu
penting disadari, bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD
1945 itu telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Perubahan-
perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural organ-organ negara
Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut cara berpikir lama. Banyak
pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat
diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus
dan saling melengkapi secara komplamenter; (b) pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks
and balances” (e) pemurnian sistem pemerintah presidential; dan (d) penguatan cita
persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkaitan dengan struktur dan kelembagaan negara, bersama dengan perubahan-
perubahan tersebut, beberapa lembaga negara baru dibentuk, diantaranya Komisi Yudisial
(KY), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Cabang kekuasaan
kehakiman, terdapat empat perubahan penting. Pertama, apabila sebelum perubahan UUD
1945 jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka hanya terdapat dalam penjelasannya maka
setelah perubahan UUD 1945 jaminan tersebut secara eksplisit disebut dalam batang tubuh.
Kedua, Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman tidak lagi menjadi satu-satunya
pelaku kekuasaan kehakiman atau (judicial power) karena disampingnya ada Mahkamah
Konstitusi yang juga berfungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Ketiga, adanya
lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan kehakiman yaitu Komisi
Yudisial yang berwewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat
serta prilaku hakim. Keempat adanya wewenang kekuasaan dalam hal ini dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD,
memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD,
memutuskan pembubaran partai politik dan memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilu..
Bagir Manan mengatakan, Perubahan-perubahan yang dilakukan sangat banyak dan
mencakup lingkup yang luas. Perubahan-perubahan tersebut dapat dikategorikan menjadi:
(1) Perubahan terhadap isi (substansi) ketentuan yang sudah ada. Misalnya perubahan
wewenang Presiden membuat undang-undang menjadi sekedar wewenang mengajukan
rancangan undang-undang. Membentuk undang-undang menjadi wewenang DPR
(perubahan pertama).
(2) Penambahan ketentuan yang sudah ada. Misalnya dari satu ayat menjadi beberapa pasal
atau beberapa ayat, seperti Pasal 18 (Perubahan Kedua), Pasa128 (Perubahan Kedua).
(3) Pengembangan materi muatan yang sudah ada menjadi bab baru. Misalnya bab tentang
Badan Pemeriksa Keuangan.
(4) Penambahan sarana sekali baru. Misalnya bab tentang Wilayah Negara (Perubahan
Kedua), Dewan Perwakilan Daerah (Perubahan Ketiga), Pemilihan Umum (Perubahan
Ketiga).
(5) Penghapusan ketentuan yang sudah ada. Misalnya menghapus beberapa Aturan
Peralihan dan Aturan Tambahan, Penghapusan DPA (perubahan Keempat).
(6) Memasukkan dan memindahkan beberapa isi Penjelasan ke dalam Batang Tubuh,
seperti prinsip negara berdasarkan atas hukum (Perubahan Ketiga), kekuasaan
kehakiman yang merdeka (Perubahan Ketiga) .
(7) Perubahan struktur UUD 1945 dan menghapus Penjelasan sebagai bagian dari UUD
1945 (Perubahan Keempat).
Salah satu perubahan luas menyangkut badan perwakilan rakyat. Status MPR diubah
dari organ atau alat kelengkapan negara yang dianggap sebagai lembaga tertinggi menjadi
sejajar dengan alat kelengkapan negara lainnya. MPR bukan lagi satu satunya yang
menyelenggarakan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Wewenang MPR pun diubah. Ketentuan
baru tidak mengenal GBHN yang selama ini ditetapkan MPR. MPR tidak lagi memilih
Presiden dan Wakil Presiden, karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung melalui
pemilihan umum dan berbagai perubahan lain. Perubahan UUD 1945 telah menyusun
struktur ketatanegaraan baru, bahkan merubah paradigma pelaksanaan kekuasaan. Penegasan
prinsip checks and balances dalam pelaksanaan kekuasaan semakin membuka ruang bagi
timbulnya sengketa. Pada sisi lain, untuk lebih memperkuat prinsip konstitusionalisme,
demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, dibentuk kelembagaan negara baru baik
melalui UUD maupun peraturan perundang-undangan lain. Pembentukan lembaga-lembaga
baru tersebut berpengaruh terhadap konsepsi lembaga negara dan hubungan antar lembaga
Negara, dibentuknya Mahkamah Konstitusi sebagai badan kekuasaan kehakiman selain MA,
yang salah satu kewenangannya menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
Dengan dibentuknya MK, maka ada satu mekanisme penyelesaian sengketa antar
lembaga negara melalui instrumen pengadilan, yang diharapkan setiap sengketa dapat
diselesaikan dengan sandaran hukum yang memadai. Persoalannya, ketentuan yuridis yang
menjadi pedoman MK menyelenggarakan kewenangannya tidak memberikan kejelasan status
lembaga negara dan lembaga-lembaga yang dapat bersengketa di MK. Meskipun struktur
ketatanegaraan setelah amandemen telah berubah, masih ada orang menggunakan paradigma
lama dalam memahami lembaga negara dimana lembaga negara dibagi dalam dua kategori
yaitu lembaga tertinggi dan tinggi negara. Padahal konsepsi penyelenggaraan kekuasaan telah
berubah seiring dengan perubahan UUD 1945. Seiring dengan perubahan sistem dan struktur
ketatanegaraan, banyak penafsiran muncul sebagai ikhtiar memahami konsepsi lembaga
negara melalui hukum ini berbagai penafsiran yang muncul.
A. Istilah Lembaga Negara
Di Inggris untuk menyebutkan lembaga negara menggunakan istilah political
institution, sedangkan dalam terminologi Belanda menggunakan istilah staat organen,
sementara itu bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara, badan negara, atau organ
negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah lembaga antara lain
(1) asal mula (yang menjadi akan sesuatu); bakal (binatang, binatang, dan tumbuhan); (2)
bentuk yang asli; (3) acuan; ikatan; (4) badan (organisasi); (5) polaprilaku manusia yang
mapan. Kamus tersebut memberi contoh frasa yang menggunakan kata lembaga yaitu
lembaga pemerintah yang diartikan badan-badan pemerintahana dalam lingkungan
eksekutif Jadi kata pemerintahan diganti dengan negara, diartikan badan-badan negara
disemua lingkungan pemerintahan negara (eksekutif, legislatif, yudikatif). Selanjutnya
dalam Kamus Hukum Andrea Fockema yang diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata dkk,
kata organ diartikan sebagai berikut; Organ adalah perlengkapan. Alat perlengkapan
adalah orang atau majelis yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan undang-undang
atau angaran dasar berwenang mengemukakan dan merealisakan kehendak badan hukum.
Selanjutnya negara dan badan pemerintahan rendah mempunyai alat perlengkapan mulai
dari raja (presiden) sampai pada pengawai yang rendah, para pejabat itu dapat dianggap
sebagai alat-alat perlengkapan, akan tetapi perkataan ini lebih banyak dipakai untuk
badan pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang yang
diwakilkan secara teratur dan pasti.
Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut
sebagai lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan
fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat
beberapa fungsi negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan
perundang-undangan (fungsi legislatit), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi
penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi
yudikatif). Kecenderungan praktik ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh banyak ahli
hukum tata negara dan ahli politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan antara
ketiga pelaksana fungsi negara tersebut.
Alat kelengkapan negara berdasarkan teori-teori klasik hukum negara meliputi
kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja,
kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti
dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau
supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain
untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif misalnya, dibantu wakil
dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu. Meskipun
demikian, dalam kenyataannya, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara
berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.
Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat
kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk
rnenjalankan fungsi pernerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu
harus mernbentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalarn
rangka penyelenggaraan fungsinegara atau istilah yang digunakan Sri Soemantri adalah
actual governmental process.
1. Istilah Lembaga Negara yang Digunakan Sebelum Perubahan UUD 1945
Sebelum Perubahan UUD 1945 dikenal beberapa istilah yang dipergunakan untuk
mengidentifikasi lembaga atau organ-organ penyelenggara negara. Konstitusi RIS 1949,
rnenyebutnya dengan istilah ”alat-alat perlengkapan federal”. Bab III dalam ketentuan
tersebut menyatakan alat-alat perlengkapan Federal Republik Indonesia Serikat terdiri
dari Presiden, menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung
Indonesia, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Adapun UUDS 1950 rnenyebutnya dengan ”alat perlangkapan negara”. Pasal 44
UUDS 1950 menyatakan alat-alat perlengkapan negara terdiri dari Presiden dan Wakil
Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan
Pengawas Keuangan. UUD 1945 yang berlaku sebelum Konstitusi RIS 1949 dan UUDS
1950, dan berlaku kembali setelah Dekrit Presiden 1959, sama sekali tidak memberi
panduan untuk mengidentifikasi atau memaknai organ-organ penyelenggara negara.
Dalam UUD 1945 tidak ditemui satu kata ”lembaga negara” pun sehingga menyulitkan
dalam mengidentifikasi dan memaknai lembaga negara, yang ada hanya istilah ”badan” .
Misalnya dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 ”badan” dipergunakan untuk menyebut
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Demikian pula dengan Pasal 24 UUD 1945, ”badan”
untuk menyebut ”badan kehakiman”. Dalam Pasal II Aturan Peralihan dipergunakan
istilah ”badan”. Begitu pula untuk menyebut MPR, penjelasan UUD 1945 menggunakan
istilah ”badan”. Untuk DPRD, Pasal 18 UUD 1945 juga rnenggunakan istilah ”badan”.
Badan yang secara konsisten dipergunakan dalam batang tubuh dan penjelasan
UUD 1945 sebagai organ negara oleh MPRS kemudian diubah atau ditafsirkan
menjadi ”lembaga”. Peristilahan lembaga negara muncul dan banyak dijumpai dalam
ketetapan-ketetapan MPR. Istilah lembaga negara pertama kali rnuncul dan diatur dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS11966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia. Dalam ketetapan tersebut
terlampir skema susunan kekuasaan negara RI yang menempatkan MPR sebagai lembaga
negara tertinggi di bawah UUD, sedangkan Presiden, DPR, BPK, DPA, dan MA sebagai
lembaga negara di bawah MPR.16 Meskipun ketetapan tersebut telah menentukan skema
kekuasaan negara, sama sekali belum menyinggung istilah ”lembaga tertinggi”
dan ”lembaga tinggi negara”. Istilah lembaga negara dijumpai dalam Ketetapan MPRS
No. XIV/MPPRS/1966 tentang pembentukan panitia ad hoc MPRS yang bertugas
meneliti lembaga-lemnbaga negara, penyusunan bagan pembagian kekuasaan di antara
lembaga-lembaga negara menurut sistem UUD 1945, penyusunan rencana penjelasan
pelengkap UUD 1945, dan penyusunan perincian hak-hak asasi manusia.
Istilah lembaga negara kembali dijumpai dalam Ketetapan MPR No.
III/MPR/1978, istilah lembaga negara mulai menemukan konsepnya karena ketetapan
MPR tersebut membagi lembaga negara menjadi dua kategori, yaitu lembaga tertinggi
negara dan lembaga tinggi negara. Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1969 tentang
kedudukan semua lembaga-lembaga negara tingkat pusat dan daerah pada posisi dan
fungsi yang diatur dalam UUD 1945. Melalui ketetapan MPR tersebut ditemui dua kata
yang menunjuk organ-organ penyelenggara negara, yaitu ”badan” dan ”lembaga-
lembaga negara”. Dalam menimbang, poin (a) menyatakan MPRS sebagai badan yang
tertinggi dalam negara Republik Indonesia. Adapun Pasal 2 menyatakan semua lembaga
negara tingkat pusat dan daerah didudukkan kembali pada posisi dan fungsi sesuai
dengan yang diatur dalam DUD 1945.17 Lembaga tertinggi negara menurut ketetapan ini
adalah MPR, sedangkan lembaga tinggi negara disesuaikan dengan urutan yang terdapat
dalam UUD 1945 terdiri dari lima lembaga, yaitu (a) Presiden, (b) Dewan Pertimbangan
Agung, (c) Dewan Perwakilan Rakyat, (d) Badan Pemeriksa Keuangan, dan (e)
Mahkamah Agung.18
2. Istilah Lembaga Negara yang Digunakan Sesudah Perubahan UUD 1945
Ketentuan UUD 1945 hasil amendemen sama sekali tidak terdapat ketentuan
hukum yang rnengatur tentang definisi ”lembaga negara” sehingga banyak pemikir
hukum Indonesia yang melakukan menafsirkan sendiri-sendiri dalam mendefinisikan dan
mengklasifikasikan konsep lembaga negara. Satu- satunya ”petunjuk” yang diberikan
UUD 1945 Sete1ah Perubahan adalah berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan wewenang
Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut: (1) Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
rnenguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pernbubaran partai politik, dan memutus perselsihan tentang hasil pemilu. (2) Mahkamah
Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat rnengenai
dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 24C ayat (1) yang menyebutkan salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi
adalah untuk mengadili dan memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannyadiberikan oleh UUD 194519 dan juga Pasal II Aturan Peralihan Semua
lembaga negara20 yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan
ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Setelah perubahan UUD 1945 dikenal beberapa istilah untuk mengidentifikasi
organ-organ penyelenggara negara, yakni
istilah ”badan” ”dewan”, ”komisi”, ”mahkamah”, ”majelis”, serta ”lembaga”,. Namun,
perbedaan itu sama sekali tidak mengurangi esensi adanya organisasi yang melaksanakan
fungsi penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Meskipun demikian, memang akan
terjadi beberapa silang pendapat ketika akan menggolongkan berdasarkanfungsi
penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan karenapernah juga terdapat
istilah selain ”lembaga negara”, yakni ”lembaga pemerintahan”.
B. Wewenang Menafsirkan UUD
Ketidakjelasan ketentuan UUD 1945 dalam mengatur lembaga negara
mengakibatkan munculnya banyak ragam penafsiran. Ketidakjelasan itu dapat dilihat
dari tidak adanya standard atau kriteria suatu lembaga bisa diatur atau tidak diatur dalam
konstitusi (UUD). Hasilamandemen UUD 1945 memberikan pengaturan ada lembaga-
lembaga yang disebutkan dengan jelas wewenangnya, ada yang secara umum disebutkan
wewenangnya ada yang tidak sama sekali. Selain itu ada lembaga yang disebutkan
dengan menggunakan huruf besar dan menggunakan huruf kecil. Sehingga hal ini
menimbulkan berbagai macam penafsiran. Salah satunya adalah penafsiran yang
membagi lembaga negara menjadi lembaga negara utama (main state’s organ) dan
lembaga negara bantu (auxiliary state’s organ).
Lembaga negara utama mengacu kepada paham trias politika yang memisahkan
kekuasaan menjadi tiga poras, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dengan mengacu kepada ketentuan ini, yang dapat dikategorikan sebagai lembaga
negara utama menurut UUD 1945 adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK,
sedangkan lembaga-lembaga yang lain masuk kategori lembaga negara bantu. Sri
Soemantri, menafsirkan lembaga negara berdasarkan hasil amandemen adalah BPK,
DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, dan KY (8 lembaga negara).
Beliau mengatakan bahwa yang dikatakan lembaga negara adalah lembaga yang tugas
dan wewenangnya diatur dalam UUD. Lebih lanjut Bintan R. Saragih melakukan
penggolongan lembaga negara secara fungsional dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan negara, meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Jimly Asshiddiqie, melakukan penjelajahan lebih mendalam berupa pemikiran
dan gagasan hakikat kekuasaan yang dilembagakan dan diorganisasikan ke bangunan
kenegaraan. Dari lima ajaran teori kedaulatan, Indonesia memilih jenis kedaulatan rakyat
yang mana, selain mewujudkan ke bentuk peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan, juga mewujudkan ke struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan
pemerintahan yangmenjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi.
Ada dua jenis pilihan pengorganisasiannya, yakni pemisahan kekuasaan (separation of
power) dan pembagian kekuasaan (distribution/division of power). Artinya, pasca
amendemen yang terjadi adalah pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal dalam
artian kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tecermin dalam lembaga-
lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balances). Dengan
demikian, lembaga negara dalam pengertian ini adalah lembaga-lembaga yang
melaksanakan “porsiporsi” kekuasaan yang telah dipisah-pisahkan tersebut.
Perubahan UUD 1945 telah mengubah secara fundamental struktur
ketatanegaraan yang berimplikasi pada kedudukan dan hubungan antar lembaga negara,
salah satu kewenangan MK adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD.31 Dalam Undang-undang No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak memberi penegasan apa itu lembaga negara
dan lembaga negara mana saja yang kewenangannya diberikan oleh UUD, sehingga
dapat menjadi pihak di MK dalam perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara.
Untuk memahami lembaga negara yang meliputi definisi, konsepsi dan
pelembagaannya harus berpijak pada paradigma baru sistem ketatanegaraan yang telah
diwujudkan dalam pembahan UUD 1945 sebagai manifestasi dari kehendak rakyat dan
cita-cita demokrasi. Dalam rangka pembahasan organisasi dan kelembagaan negara
diskusi dapat dimulai dengan mempersoalkan hakikat kekuasaan yang dilembagakan
atau diorganisasikan ke dalam bangunan kenegaraan. Sebelum pembahan UUD 1945
kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, karena doktrin yang anut bukan
pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan, dimana MPR sebagai lembaga
tertinggi membagi kewenangannya kepada lembaga yang lain (Supremasi MPR). Setelah
pembahan, konstitusi tidak lagi menganut sistem supremasi MPR Pembahan UUD 1945
mencoba meletakkan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas secara vertikal Karena
itu, dengan ditegaskannya prinsip pemisahan kekuasaan maka format dan mekanisme
ketatanegaraan yang dikembangkan juga mengalami perubahan.
Apabila mengacu kepada ketentuan Pasal 24C ayat (1) yang salah satunya
mengatur kewenangan Mahkamah konstitusi (MK) adalah untuk menyelesaikan sengketa
kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, dalam hal
ini kita dapat menggunakan penafsiran gramatikal.33 terhadap ketentuan tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa ada pula lembaga negara yang kewenangannya diberikan selain
UUD 1945. Artinya, lembaga-lembaga negara memiliki kewenangan yang berdasar pada
peraturan perundang-undangan.Untuk melengkapi penafsiran tersebut, lembaga negara
dapat dibagi menjadi dua, yaitu lembaga negara yang wewenangnya diberikan oleh UUD
dan lembaga negara yang wewenangya tidak diberikan oleh UUD. Lembaga negara yang
wewenangya diberikan oleh UUD juga dapat dibagi dua, yaitu lembaga negara yang
disebut dalam UUD tetapi wewenangnya tidak diberikan oleh UUD dan lembaga negara
yang dibentuk dan memperoleh wewenangnya bukan dari UUD.
Pembedaan lembaga negara berdasarkan peraturan yang menjadi dasar
pembentukannya sebetulnya tidak bertentangan dengan definisi konseptual dari
keberadaan alat-alat kelengkapan negara, asalkan lembaga- lembaga tersebut memang
membentuk suatu kesatuan proses dalam menjalankan fungsi pemerintahan negara. Yang
menjadi permasalahan adalah bila kemudian lembaga-lembaga yang
kemudian ”mengklaim” diri sebagai ”lembaga negara” memiliki fungsi atau kewenangan
yang saling tumpang-tindih atau bahkan berpotensi menimbulkan konflik. UU No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juga belum menegaskan konsepsi lembaga
negara. Padahal, UU itu yang dijadikan pedoman bagi MK dalam menyelenggarakan
tugas-tugas konstitusionalnya, termasuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara. Dengan demikian, UU MK menyerahkan penafsiran tentang
lembaga negara kepada MK. Seyogianya, konsepsi tentang lembaga negara dapat
diakomodasi dan diatur lebih lengkap melalui peraturan perundang-undangan, termasuk
UU tentang MK.
Hubungan kelembagaan yang saling mengontrol dan mengimbangi, membuka
ruang bagi munculnya sengketa antarlembaga negara, khususnya sengketa kewenangan
konstitusional. Dalam konteks sengketa ini MK memperoleh mandat dari UUD untuk
memeriksa dan memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD. Dengan dibentuknya MK, diharapkan setiap
sengketa kewenangan yang melibatkan organ-organ negara dapat diselesaikan secara
lebih bermartabat dengan meletakkan hukum dan konstitusi sebagai titik tolak
penyelesaian sengketa. Banyak penafsiran muncul dalam memaknai lembaga negara.
Sebelum perubahan UUD dikenal istilah lembaga tertinggi dan tinggi negara. Pendekatan
kelembagaan pasca amandemen UUD tidak lagi hirarki struktural, melainkan fungsional,
dimana lembaga negara dibedakan secara fungsi. Untuk itu, kita akan mengalami
kegagalan bila memahami lembaga negara dengan menggunakan konsepsi dan
paradigma lama.
Pengertian lembaga negara sebelum perubahan UUD adalah alat perlengkapan
negara, dan apabila kita memahami lembaga negara melalui pengertian perlengkapan
negara, maka kita akan gagal mamaknai eksitensi lembaga negara yang sesungguhnya,
dimana dalam konteks kekinian lembaga negara telah memiliki makna yang lebih luas.
C. Lembaga-Lembaga Negara
Untuk memahami lembaga negara terlebih dahulu harus melakukan
pengelompokan berdasarkan landasan yuridis pembentukannya. Berdasarkan
pebentukannya lembaga negara dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu lembaga negara
yang dibentuk berdasarkan UUD, lembaga negara yang berdasarkan UU dan lembaga
negara yang berdasarkan Keppres.
Berdasarkan Pasal 24C Perubahan Ketiga UUD 1945. Salah satu kewenangan
MK yang ditentukan dalam Pasal 24C (1) UUD 1945 adalah untuk memutus sengketa
kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar. Namun, UUD 1945 hasil perubahan tidak menjelaskan atau menegaskan apakah
yang dimaksud dengan lembaga negara dan organ atau institusi manakah yang disebut
sebagai lembaga negara. Hal tersebut menjadi aneh karena sesuatu yang belum jelas
konsepsi ataupun definisinya dimasukkan ke pengaturan kewenangan sebuah lembaga.
Jika dibandingkan dengan Konstitusi RIS dan UUDS 1950, dalam UUD 1945
sebelum amendemen tidak ditemukan istilah lembaga negara. Konstitusi RIS
menggunakan istilah ”alat-alat perlengkapan federal” dan UUDS 1950 menggunakan
istilah ”alat-alat perlengkapan negara”. Dalam kedua konstitusi tersebut disebutkan secara
rinci apa saja alat-alat perlengkapan negara yang dimaksud. Adapun Ketetapan MPR No.
III/MPR/1978 menggunakan istilah lembaga tertinggi negara untuk MPR dan lembaga
tinggi negara untuk menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, BPK, DPA,dan MA.
Jika memeriksa dan menelusuri kembali seluruh hasil perubahan UUD 1945,
terdapat lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, BPK,
MA, MK, dan Komisi Yudisial. Selain itu,disebutkan pula adanya pemerintah daerah,
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia, komisi pemilihan
umum dan bank sentral (keduanya tercetak dengan huruf kecil dalam UUD) , dan Dewan
Pertimbangan Presiden. Kecuali untuk bank sentral dan Dewan Pertimbangan Presiden,
ketentuan mengenai kewenangan lembagalembaga tersebut cukup terperinci di dalamnya,
maupun yang hanya diatur secara umum dalam UUD.
Di luar ketentuan UUD, terdapat lembaga-lembaga yang biasa disebut komisi
negara atau lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies) yang dibentuk
berdasarkan undang-undang ataupun peraturan lainnya. Beberapa lembaga komisi yang
telah terbentuk, misalnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Nasional untuk Anak, Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum
Nasional (KHN), Komisi Untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Kepolisian,
dan Komisi Kejaksaan. Masih akan ada lagi beberapa komisi yang diperkirakan akan
dibentuk, di samping ada juga yang sudah dibubarkan dan selesai masa tugasnya. Komisi
yang sudah dibubarkan adalah Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN) dan Komisi Konstitusi.
Adapun Lembaga yang dibentuk dan/atau memperoleh kewenangan dari UU
antara lain; (a) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), (b) Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK), (c) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), (d) Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), (e) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), (f) Komisi
Nasional Untuk Anak (Komnas Anak), (g) Komisi Kepolisian, (h) Komisi Kejaksanaan,
(i) Dewan Pers, dan (k) Dewan Pendidikan.
Lembaga yang dibentuk dan mendapat kewenangan melalui keputusan presiden
dua macam. Ada yang berbentuk komisi dan ada yang berbentuk dewan. Yang berbentuk
komisi yaitu (a) Komisi Ombudsman Nasional, (b) Komisi Hukum Nasional (KHN), dan
(c) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Yang berbentuk yaitu; Dewan
Maritim, Dewan Ekonomi Nasional, Dewan Pengembangan Usaha nasional, Dewan Riset
Nasional, Dewan Industri Strategis, Dewan Pengembangan Usaha Nasional, dan Dewan
Buku Nasional.
Masalahnya di Indonesia, keberadaan lembaga-lembaga negara yang dibentuk
dan diadakan itu masih belum diletakkan dalam konsepsi ketatanegaraan yang lebih jelas
menjamin keberadaan dan akuntabilitas mereka. Perubahan UUD 1945, sekalipun te1ah
mengubah desain kelembagaan negara, tidak mengakomodasi perkembangan pesat
keberadaan komisi-komisi negara. Padahal, beberapa lembaga dan komisi negara yang
dibentuk di luar ketentuan UUD disebut sebagai lembaga negara.
Demikian, jika melihat kembali rumusan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
sehubungan dengan kewenangan MK, penggunaan istilah lembaga negara bisa
mengundang berbagai penafsiran dalam me1ihat dan mengimplementasikannya. ltu
disebabkan UUD 1945 tidak menegaskan hal tersebut. Demikian pula halnya UU No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang tidak menjelaskan lebih lanjut apa dan
siapa yang dimaksud dengan lembaga negara. Beberapa penafsiran yang muncul tentang
lembaga negara, antaranya
1. Penafsiran luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan kewenangannya
disebutldicanturnkan dalam UUD 1945.
2. Penafsiran moderat, yakni hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai
lembaga tertinggi dan tinggi negara.
3. Penafsiran sempit, yakni hanya merujuk secara implisit pada ketentuan Pasal 67
UUMKRI.
Dari pemaparan tersebut dapat disampaikan bahwa terdapat banyak penafsiran
dalam mengidentifikasi dan memaknai lembaga negara. Hal itu berimplikasi pada
penentuan lembaga negara mana saja yang dapat menjadi pihak di MK dalam perkara
sengketa kewenangan antar lembaga negara. Banyaknya penafsiran dipengaruhi oleh tidak
jelas dan tegasnya pengaturan tentang lembaga negara baik oleh DUD 1945 maupun
peraturan perundang-undangan yang ada.
Ketidakjelasan tersebut dapat memengaruhi proses penataan kelembagaan negara
dan penyelenggaraan pemerintahan secara demokratis. Lebih khusus, ketidakjelasan
tersebut bisa menimbulkan masalah bagi MK dalam menyelenggarakan kewenangannya
untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD.
Pasal 24 C ayat (1) menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dimana putusannya bersifat final. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah sebuah forum khusus
(forum privilege) untuk melakukan kewenangannya. Dalam menjalankan fungsi, tugas dan
kewenanganya sebagai lembaga negara penjaga konstitusi (the Guardian of Constitutions)
dan penafsiran konstitusi (Constitution interpretationi, maka Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia diberi kewenangan yang diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
yang kemudian dipertegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi yang menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili:
a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik;
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu;
e. Memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwaPresiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela, dan!atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Kehadiran Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji undangundang adalah
untuk menjaga/menegakkan konstitusi bilamana terjadi pelanggaran konstitusi oleh
undang-undang. Dengan mekanisme ini jelas bahwa peranan Mahkamah Konstitusi dalam
ketatanegaraan Indonesia adalah untuk menJaga jangan sampai terjadi pelanggaran
konstitusi oleh lembaga negara.
Mahkamah Konstitusi yang melaksanakan fungsi peradilannyauntuk melakukan
uji undang-undang harus membatasi dirinya jangan sampai menjadi super body dalam
pembuatan undang-undang yang terjebak untuk menjadi lembaga yang mempunyai
hak ”veto” secara terselubung. Dalam hal pembuatan undang-undang harus dipahami
secara kesistiman bahwa terdapat tiga kategori substansi dalam konstitusi; (a) pembuat
undang-undang dan diberi kewenangan penuh untuk mengatur dan menetapkan, (b) dalam
mengatur dan menetapkan pembuat undang-undang dengan kualifikasi atau pembatasan,
( c) pembuat undang-undang tidak diberi kewenangan untuk mengatur dan menetapkan
karena telahditetapkan dan diatur sendiri oleh konstitusi. Pelanggaran hukum yang diduga
dilakukan Presiden yang disebut dalam Pasal10 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003, telah
diperjelas dalam ayat (3) dengan memberi batasan sebagai berikut:
a. Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang;
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana
diatur dalam undang-undang;
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan-perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden danlatau Wakil Presiden;
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945.
Isi Pasal tersebut jika kita hubungkan dengan UUD 1945, setelah Mahkamah
Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah dan memenuhi
kriteria tersebut di atas bagaimana? Ini suatu permasalah tersendiri yang juga perlu
diperhatikan karena kita ketahui bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai
kewenangan untuk mengesekusi putusan tersebut. Sehingga yang berhak melakukan
adalah MPR untuk memberhentikan Presiden, jadi dalam hal ini menurut Sri Soemantri
disini lah terjadi pemakzulan, artinya kekuatan politik lebih Dominan.
Dengan demikian, apabila terjadi sengketa maka yang berwenang untuk
memutuskan dan berwenang menafsirkan UUD adalah Mahkamah Konstitusi. Peranan
yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi melalui kewenangannya sebagai sebuah
lembaga peradilan oleh UUD 1945, mencerminkan semangkin kuatnya penuangan prinsip
negara hukum dalam UUD 1945 setelah adanya perubahan. Hal yang fundamental yang
diletakkan dalam UUD 1945 untuk memperkuat prinsip negara hukum adalah perumusan
pada Pasal 1 ayat (2), yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan adanya perumusan ini, maka
Indonesia yang menganut asas demolcrasi dalam penyelenggaraan kenegaraan
menyandarkan mekanisme demokrasinya kepada hukum, yaitu UUD 1945. Hak-hak yang
diakui dalam UUD 1945 , dan tata cara pelaksanaan demokrasi di dalamnya menjadi
rambu-rambu bagi pelaksanaan demokrasi. Karena demokrasi tanpa hukum akan
mengarah menjadi anarki.

Sumber :
Muklis. Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara dalam Memutuskan dan Menafsirkan
UUD Setelah Amandemen Keempat UUD 1945, Jurnal Syiar Hukum FH Unisba Vol XIII
No. 1 Maret 2011, https://media.neliti.com/media/publications/25267-ID-kewenangan-
lembaga-lembaga-negara-dalam-memutus-dan-menafsirkan-uud-setelah-aman.pdf , diunduh
pada 15 Nopember 2020 jam 15.55

Anda mungkin juga menyukai