BELAJAR MANDIRI
Etiologi
Etiologi AIDS sampai tahun 1994 diketahui ada dua subtipe virus HIV, yaitu
HIV 1 dan HIV 2. HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk
retrovirus dan lentivirus. HIV 1 penyebarannya meluas di hampir seluruh dunia,
sedangkan HIV 2 ditemukan pada pasien dari Afrika Barat dan Portugal. HIV 2
lebih mirip “monkey” virus yang disebut Simian Immuno Deficiency Virus
(SIV).
4
3. Patofisiologi HIV
Jawab:
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi
HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah
CD4 < 200μL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi
oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang
terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada
janinnya atau melalui laktasi.
Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV
dalam tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4
berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi
membrane virus ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan
CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan
reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41
dapat masuk ke membran sel sasaran.
Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV.
Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk
HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat
menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel
endotel, sel epitel, sel langerhans, dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus
berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks
kemudian terbentuk partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi.
Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan
provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan
banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas
melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram)
anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).
5
e. Herpes simpleks kronis progresif
6
7. Diagnosis HIV
Jawab:
Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Seperti juga halnya penyakit infeksi lainnya,
diagnosis laboratorium HIV dapat dengan cara deteksi langsung virus HIV atau
bagian-bagian dari virus HIV misalnya dengan pemeriksaan antigen p24, PCR
HIV-RNA atau kultur virus; atau dengan cara tidak langsug yaitu adalah dengan
deteksi respon imun terhadap infeksi HIV atau konsekuensi klinis dari infeksi
HIV. Pemeriksaan tidak langsung lebih sering di pergunakan karena lebih mudah
dan murah dari pada pemeriksaan langsung, tetapi mempunyai kerugian terutama
karena respon imun memerlukan jangka waktu tertentu sejak mulai infeksi HIV
hingga timbul reaksi tubuh. Pada waktu yang sering disebut masa jendela atau
window period ini tubuh telah terinfeksi tetapi pemeriksaan antibodi memberikan
hasil negatif. Masa jendela dapat berlangsung hingga 6 bulan, tetapi sebagian
besar berlangsung kurang dari 3 bulan.
8. Penatalaksaan HIV
Jawab:
- Farmakologi :
Hiv belum dapat di sembuhkan secara total, namun data 8 tahun terakhir
menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi
beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortilitas dini akibat infeksi HIV.
Nama Nama Generik Sediaan Dosis (per hari)
Dagang
Duviral tablet 2x1 tablet
Stavir Stavudin (d4T) Kapsul: 30mg, >60kg : 2x40mg
Zetir 40mg <60kg : 2x 30mg
Hiviral Lamivudin Tablet 150mg 2x150mg
3TC (3TC) Lar.Oral 10mg/ml <50 kg: 2mg/kg, 2x/hari
Viramune Nevirapin Tablet 200 mg 1x200mg selama 14 hari,
Neviral (NVP) dilanjutkan 2x200mg
Retrovir Zidovudin Kapsul 100mg 2x300mg, atau 2x250mg
Adovi (ZDV, AZT) (dosis alternatif)
Avirzid
Videx Didanosin (ddI) Tablet kunyah: >60kg: 2x200mg, atau
100mg 1x400mg
<60kg: 2x125mg, atau
1x250mg
Stocrin Efavirenz Kapsul 200mg 1x600mg, malam
Nelvex Nelfinavir Tablet 250mg 2x1250mg
Viracept (NFV)
7
- Non-Farmakologi:
Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik
dan pengobatan pendukung lain, seperti dukungan psikososial dan dukungan
agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan
pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup
lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.
9. Komplikasi HIV
Jawab :
Komplikasi pada HIV/AIDS dapat mengenai berbagai sistem organ tubuh.
Menurut Komisi penanggulangan AIDS nasional, komplikasi yang terjadi pada
pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1) Kandidiasis bronkus, trakea atau paru-paru
2) Kandidiasis esophagus
3) Kriptokokosis ekstra paru
4) Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5) Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6) Herpes simpleks, ulkus kronik (>1 bulan)
7) Mycobacterim tuberculosis di paru atau ekstra paru
8) Ensefalitis toxoplasma.
8
maupun organ tubuh.
Hanya menggunakan alat-alat yang menusuk kulit (jarum suntik, jarum tat-
too, dan lain sebagainya) yang masih baru atau sudah disterilkan. Pastikan kita
melihat bahwa alat-alat tersebut masih baru atau sudah disterilkan.
9
12. Kontraindikasi pemberian ASI
Jawab:
Ibu dengan HIV/AIDS
Saat ibu menderita penyakit menular seperti HIV/AIDS, pemberian air susu
ibu (ASI) justru bisa menjadi media penularan. Untuk meminimalisir
penularan saat proses persalinan, ibu pengidap HIV biasanya dianjurkan
untuk melakukan dengan cara caesar. Pasalnya, HIV banyak tersimpan di
limfosit pada dinding rahim sehingga jika melahirkan dengan cara normal,
bayi dikhawatirkan terpapar lebih lama dengan darah yang mengandung
HIV.Setelah melahirkan, ibu pengidap HIV positif yang minum obat anti
retroviral boleh memberikan ASI kepada bayinya. Tetapi ada satu syarat
yang harus dipenuhi yaitu memberikan ASI secara eksklusif selama enam
bulan dan tidak boleh mencampur ASI dengan makanan lain.
Ibu mengkonsumsi agen kemoterapi kanker yang diprogramkan, seperti
antimetabolit, yang dapat menganggu replikasi DNA dan pembelahan sel.
Ibu sedang menjalani terapi radiasi, tetapi ibu hanya perlu menghentikan
sejenak pemberian asi saat menjalani terapi tersebut.
Bayi yang menderita galaktosemia
Bayi penderita galaktosemia tidak mempunyai enzim galaktase sehingga
galaktosa tidak dapat dipecah. Bayi demikian juga tidak boleh minum susu
formula. Galactosemia adalah kelainan metabolisme yang bersifat genetis.
Kelainan ini jarang terjadi. Orangtua yang mengalami galactosemia bisa
dipastikan anaknya akan mengalami penyakit serupa. Galactosemia pada
dasarnya merupakan kelainan di mana dalam darah seseorang terdapat
galaktosa. Laktosa terdapat pada susu, keju, dan mentega. Akumulasi
galaktosa pada darah dapat menjadi racun bagi tubuh. Satu-satunya
pengobatan untuk galactosemia adalah dengan menghilangkan laktosa dan
galaktosa dari makanan.
Bayi yang menderita fenilketonuria
Penyakit genetik juga, yang membuat bayi tidak boleh diberikan asam amino
fenilalanin. Bayi harus diberikan susu formula khusus yang tidak
mengandung fenilalain.
VII. KESIMPULAN
10