Anda di halaman 1dari 7

VI.

BELAJAR MANDIRI

1. Definisi dan etiologi HIV


Jawab:
Definisi
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat
menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007).
Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-
RNA yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan
dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit
yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
virus HIV.
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan kekebalan
tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV.
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah suatu
syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan dan
kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.

Etiologi
Etiologi AIDS sampai tahun 1994 diketahui ada dua subtipe virus HIV, yaitu
HIV 1 dan HIV 2. HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk
retrovirus dan lentivirus. HIV 1 penyebarannya meluas di hampir seluruh dunia,
sedangkan HIV 2 ditemukan pada pasien dari Afrika Barat dan Portugal. HIV 2
lebih mirip “monkey” virus yang disebut Simian Immuno Deficiency Virus
(SIV).

2. Cara penularan HIV


Jawab:
HIV hanya bisa hidup di dalam cairan tubuh seperti:
-  Darah
-  Cairan vagina
-  Cairan sperma
-  Air susu ibu 
Penularan itu bisa terjadi melalui:
1) Hubungan seks dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks
dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung
(kondom)
2)  Kontak darah/luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus HIV
3)  Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian
dengan orang yang terinfeksi HIV
4)  Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.

4
3. Patofisiologi HIV
Jawab:
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi
HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah
CD4 < 200μL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi
oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang
terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada
janinnya atau melalui laktasi.
Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV
dalam tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4
berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi
membrane virus ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan
CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan
reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41
dapat masuk ke membran sel sasaran.
Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV.
Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk
HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat
menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel
endotel, sel epitel, sel langerhans, dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus
berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks
kemudian terbentuk partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi.
Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan
provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan
banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas
melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram)
anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).

4. Gejala Klinis HIV


Jawab:
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi)
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
 Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal

5
e. Herpes simpleks kronis progresif

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research


(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun
tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus
kepada orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS

5. Differential diagnose HIV


Jawab:
a. Keganasan
b. Berbagai penyakit infeksi
c. Penyakit-penyakit yang menimbulkan disfungsi neurologik.

6. Pemeriksaan penunjang HIV


Jawab:
Metode yang digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
a. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan
hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
b. Western blot
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c. PCR(polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
- tes HIV pada bayi
- menetapkan status infeksi individu yang seronegatif beresiko tinggi
- tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
- tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah
untuk HIV-2.

6
7. Diagnosis HIV
Jawab:
Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Seperti juga halnya penyakit infeksi lainnya,
diagnosis laboratorium HIV dapat dengan cara deteksi langsung virus HIV atau
bagian-bagian dari virus HIV misalnya dengan pemeriksaan antigen p24, PCR
HIV-RNA atau kultur virus; atau dengan cara tidak langsug yaitu adalah dengan
deteksi respon imun terhadap infeksi HIV atau konsekuensi klinis dari infeksi
HIV. Pemeriksaan tidak langsung lebih sering di pergunakan karena lebih mudah
dan murah dari pada pemeriksaan langsung, tetapi mempunyai kerugian terutama
karena respon imun memerlukan jangka waktu tertentu sejak mulai infeksi HIV
hingga timbul reaksi tubuh. Pada waktu yang sering disebut masa jendela atau
window period ini tubuh telah terinfeksi tetapi pemeriksaan antibodi memberikan
hasil negatif. Masa jendela dapat berlangsung hingga 6 bulan, tetapi sebagian
besar berlangsung kurang dari 3 bulan.

8. Penatalaksaan HIV
Jawab:
- Farmakologi :
Hiv belum dapat di sembuhkan secara total, namun data 8 tahun terakhir
menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi
beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortilitas dini akibat infeksi HIV.
Nama Nama Generik Sediaan Dosis (per hari)
Dagang
Duviral tablet 2x1 tablet
Stavir Stavudin (d4T) Kapsul: 30mg, >60kg : 2x40mg
Zetir 40mg <60kg : 2x 30mg
Hiviral Lamivudin Tablet 150mg 2x150mg
3TC (3TC) Lar.Oral 10mg/ml <50 kg: 2mg/kg, 2x/hari
Viramune Nevirapin Tablet 200 mg 1x200mg selama 14 hari,
Neviral (NVP) dilanjutkan 2x200mg
Retrovir Zidovudin Kapsul 100mg 2x300mg, atau 2x250mg
Adovi (ZDV, AZT) (dosis alternatif)
Avirzid
Videx Didanosin (ddI) Tablet kunyah: >60kg: 2x200mg, atau
100mg 1x400mg
<60kg: 2x125mg, atau
1x250mg
Stocrin Efavirenz Kapsul 200mg 1x600mg, malam
Nelvex Nelfinavir Tablet 250mg 2x1250mg
Viracept (NFV)

7
- Non-Farmakologi:
Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik
dan pengobatan pendukung lain, seperti dukungan psikososial dan dukungan
agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan
pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup
lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

9. Komplikasi HIV
Jawab :
Komplikasi pada HIV/AIDS dapat mengenai berbagai sistem organ tubuh.
Menurut Komisi penanggulangan AIDS nasional, komplikasi yang terjadi pada
pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1) Kandidiasis bronkus, trakea atau paru-paru
2) Kandidiasis esophagus
3) Kriptokokosis ekstra paru
4) Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5) Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6) Herpes simpleks, ulkus kronik (>1 bulan)
7) Mycobacterim tuberculosis di paru atau ekstra paru
8) Ensefalitis toxoplasma.

10. Pencegahan HIV


Jawab:
Pencegahan melalui perilaku seksual:
• Absen hubungan seksual - tidak melakukan hubungan seksual. Pencegahan ini
terutama bagi mereka yang belum pernah berhubungan seks atau belum menikah.
Pesan inti dari pencegahan tipe A ini yaitu agar perilaku tersebut dipertahankan
selama mungkin sampai menemukan pasangan tetap atau menikah.
• Berlaku saling setia - hanya melakukan hubungan seksual dengan satu orang
dan saling setia. Sekalipun kita sudah pernah berhubungan seks, jika kita hanya
berhubungan seks dengan orang yang juga hanya berhubungan seks dengan kita,
maka HIV bisa dicegah. Tentu saja dengan catatan, baik kita atau pasangan tidak
melakukan perilaku lain yang juga dapat menu- larkan HIV seperti: memakai
narkoba suntik atau menerima transfusi darah yang sudah tercemar HIV.
• Cegah dengan kondom - apabila salah satu pasangan sudah terkena HIV atau
tidak dapat saling setia, gunakan kondom. Hal ini juga berlaku jika kita atau
pasangan melakukan perilaku berisiko lain seperti memakai narko-
ba suntik. Kondom merupakan alat berbahan dasar latex yang berfungsi
mencegah kehamilan dan penularan IMS serta HIV.

Pencegahan melalui darah:


 Pastikan hanya menerima transfusi darah yang tidak mengandung HIV.
Orang yang terkena HIV sangat disarankan tidak menjadi pendonor darah

8
maupun organ tubuh.
 Hanya menggunakan alat-alat yang menusuk kulit (jarum suntik, jarum tat-
too, dan lain sebagainya) yang masih baru atau sudah disterilkan. Pastikan kita
melihat bahwa alat-alat tersebut masih baru atau sudah disterilkan.

Pencegahan melalui ibu ke bayi:


 Bagi perempuan yang positif HIV, supaya mempertimbangkan lagi untuk
hamil.
 Bagi ODHA yang hamil, hubungi layanan PPTCT di rumah sakit terdekat.
PPTCT (Prevention from Parent to Child Transmission) merupakan pelayan- an
yang dikhususkan kepada ibu yang terinfeksi HIV. Pelayanan yang diper- oleh
antara lain konseling, pemeriksaan rutin kehamilan, terapi ARV, proses
kelahiran dan penanganan ibu dan anak dari pasca kelahiran. Termasuk di
dalam penanganan ibu dan anak tersebut yaitu penanganan gizi dan nutrisi bayi
dan pemeriksaan untuk kepentingan status HIV bayi.

11. Manfaat ASI


Jawab:
Manfaat Untuk Bayi :
Ketika bayi berusia 0-6 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi, ASI memang terbaik untuk
bayi manusia sebagaimana susu sapi yang terbaik untuk bayi sapi, ASI
merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi, pemberian ASI dapat
mengurangi resiko infeksi lambung dan usus, sembelit serta alergi, bayi yang
diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit dari pada bayi yang tidak  mendapatkan
ASI, bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning,
pemberian ASI dapat semakin mendekatkan hubungan ibu dengan bayinya. Hal
ini akan berpengaruh terhadap kemapanan emosinya di masa depan, apabila bayi
sakit, ASI merupakan makanan yang tepat bagi bayi karena mudah dicerna dan
dapat mempercepat penyembuhan, pada bayi prematur, ASI dapat menaikkan
berat badan secara cepat dan mempercepat pertumbuhan sel otak, tingkat
kecerdasan bayi yang diberi ASI lebih tinggi 7-9 poin dibandingkan bayi yang
tidak diberi ASI.

Manfaat Memberikan ASI bagi Ibu :


Pemberian ASI merupakan diet alami bagi ibu karena pada saat menyusui akan
terjadi proses pembakaran kalori yang membantu penurunan berat badan lebih
cepat, mengurangi resiko anemia yang diakibatkan oleh perdarahan setelah
melahirkan, menurunkan kadar estrogen sehingga mencegah terjadinya kanker
payudara, serta pemberian ASI juga akan memberikan manfaat ekonomis bagi
ibu karena ibu tidak perlu megeluarkan dana untuk membeli susu atau suplemen
untuk bayi. 

9
12. Kontraindikasi pemberian ASI
Jawab:
 Ibu dengan HIV/AIDS
Saat ibu menderita penyakit menular seperti HIV/AIDS, pemberian air susu
ibu (ASI) justru bisa menjadi media penularan. Untuk meminimalisir
penularan saat proses persalinan, ibu pengidap HIV biasanya dianjurkan
untuk melakukan dengan cara caesar. Pasalnya, HIV banyak tersimpan di 
limfosit pada dinding rahim sehingga jika melahirkan dengan cara normal,
bayi dikhawatirkan terpapar lebih lama dengan darah yang mengandung
HIV.Setelah melahirkan, ibu pengidap HIV positif yang minum obat anti
retroviral boleh memberikan ASI kepada bayinya. Tetapi ada satu syarat
yang harus dipenuhi yaitu memberikan ASI secara eksklusif selama enam
bulan dan tidak boleh mencampur ASI dengan makanan lain.
 Ibu mengkonsumsi agen kemoterapi kanker yang diprogramkan, seperti
antimetabolit, yang dapat menganggu replikasi DNA dan pembelahan sel.
 Ibu sedang menjalani terapi radiasi, tetapi ibu hanya perlu menghentikan
sejenak pemberian asi saat menjalani terapi tersebut.
 Bayi yang menderita galaktosemia
Bayi penderita galaktosemia tidak mempunyai enzim galaktase sehingga
galaktosa tidak dapat dipecah. Bayi demikian juga tidak boleh minum susu
formula. Galactosemia adalah kelainan metabolisme yang bersifat genetis.
Kelainan ini jarang terjadi. Orangtua yang mengalami galactosemia bisa
dipastikan anaknya akan mengalami penyakit serupa. Galactosemia pada
dasarnya merupakan kelainan di mana dalam darah seseorang terdapat
galaktosa. Laktosa terdapat pada susu, keju, dan mentega. Akumulasi
galaktosa pada darah dapat menjadi racun bagi tubuh. Satu-satunya
pengobatan untuk galactosemia adalah dengan menghilangkan laktosa dan
galaktosa dari makanan.
 Bayi yang menderita fenilketonuria
Penyakit genetik juga, yang membuat bayi tidak boleh diberikan asam amino
fenilalanin. Bayi harus diberikan susu formula khusus yang tidak
mengandung fenilalain.

VII. KESIMPULAN

10

Anda mungkin juga menyukai