Oleh :
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. karena
atas berkat rahmat serta kehendak-Nya lah kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini. Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan
yang kami hadapi. Namun berkat kerjasama kami dan bimbingan dari Dosen
Agama kami, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuannya belum
seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan makalah, makalah ini
masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi para pembaca ke depannya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................... 4
2.1 Pengertian Demokrasi
2.2 Demokrasi dan Islam
2.3 Prinsip Demokrasi Dalam Islam
2.4 …
2.5 …
2.6 …
2.7 …
2.8 …
2.9 …
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1.2.1 Mengidentifikasi Pengertian Demokrasi
1.2.2 Mengidentifikasi Demokrasi dan Islam
1.2.3 Mengidentifikasi Prinsip Demokrasi Dalam Islam
1.2.4 …
1.2.5 …
1.2.6 ….
1.2.7 …
1.2.8 ….
1.2.9 ….
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
rakyat (terjemahan dari Government by the people, from the people and for the
people).”
Demokrasi di dunia Barat, seperti di Eropa Barat, Inggris dan negara-
negara persemakmuran, Amerika Serikat dan negara-negara di wilayah
Skandinavia, dilaksanakan dalam kaitan ajaran tentang pembagian kekuasaan, di
mana badan pembuat undang-undang dilaksanakan parlemen yang dipilih oleh
rakyat, dan kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, seperti
yang terjadi di Inggris dan Belanda, atau presiden yang bertanggung jawab
kepada rakyat seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Prancis.
6
Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di Barat, Graham E
Fuller (mantan Wakil Direktur National Intelligence Council di CIA) menulis di
Jurnal Foreign Affairs:
“Kebanyakan peneliti Barat cenderung untuk melihat fenomena politik
Islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam kotak koleksi, ditangkap dan
disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks baku yang mengatur sebuah
jalan tunggal. Inilah mengapa sejumlah sarjana yang mengkaji literatur utama
Islam mengklaim bahwa Islam tidak kompatibel dengan demokrasi. Seakan-akan
ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”.
Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan
khazanah Islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan
demokrasi tidak hanya kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak
terhindarkan, karena sistem politik Islam adalah berdasarkan pada Syura
(musyawarah). Khaled Abou el-Fadl, Ziauddin Sardar, Rachid Ghannoushi,
Hasan Turabi, Khurshid Ahmad, Fathi Osman dan Syaikh Yusuf Qardawi serta
sejumlah intelektual dan sarjana Islam lain yang bersusah payah berusaha
mencari titik temu antara dunia Islam dan Barat menuju saling pengertian yang
lebih baik berkenaan dengan hubungan antara Islam dan demokrasi. Karena,
kebanyakan diskursus yang ada tampak terlalu tergantung dan terpancang pada
label yang dipakai secara stereotip oleh sejumlah kalangan.
Menurut Merriam, Webster Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan
sebagai“pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di
mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik
langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya
dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik;
rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya
distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.
Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan aspek-
aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang lebih penting lagi,
aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila kita dapat melepaskan
diri dari ikatan label dan semantik, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan
Islam, apabila disaring dari semua aspek yang korelatif, memiliki setidaknya tiga
7
unsur pokok, yang berdasarkan pada petunjuk dan visi Alquran di satu sisi dan
preseden Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa al-Rasyidin) di sisi lain.
Ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu diketahui bahwa
"demokrasi tidak identik dengan syuro" walaupun syuro dalam Islam
8
membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat mutlak.
Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas keputusan
minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang
minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak boleh
berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran ada
beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah
dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga
dan anak-anak, seperti menyapih (berhenti menyusui) anak.
Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233. "apabila suami-
istri ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan
musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya". Kedua:
musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan tertentu
dengan anggota masyarakat, termasuk didalamnya dalam hal berorganisasi.
Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-imron ayat 158.
"bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan
tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkalah
kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya".
Meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan Assunnah yang menerangkan
tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah menggambarkan
system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya hal ini memang
disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus medan
kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem
pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini
salah satu sikap demokratis Tuhan terhadap hamba-hambanya.
9
al-'Adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak
ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama :
1. Pertama, adil dalam arti sama. Artinya tidak menbeda-bedakan satu sama lain.
Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam
memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur'an surat an-Nisa' 58. "apabila
kamu memutuskan suatu perkara diantara manusia maka hendaklah engkau
memutuskan dengan adil".
2. Kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilanidentik dengan kesesuaian.
Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak mengharuskan persamaan
kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan
darinya.
3. Ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan
hak-hak itu kepada pemiliknya.
4. Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini berarti
memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah
memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak
memiliki sesuatau disisinya. Jadi, system pemerintahan
Islam yang ideal adalah system yang mencerminkan keadilan yang meliputi
persamaan hak didepan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam
memanage kekayaan alam misalnya, distribusi pembangunan, adanya
balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.
10
2.4 …
…..
2.5 …
…….
2.6 …
…..
2.7 …
…..
2.8 …
…..
2.9 …
….
2.3.0 …
….
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya
sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan
islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat
wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan
kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan
kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu
dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu
pertama, demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama. Kedua,
rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya. Ketigapengambilan
keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah. Keempat, suara
mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan
utama dalam musyawarah. Kelima, musyawarah atau voting hanya berlaku
pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara
jelas oleh Alquran dan Sunah. Keenam produk hukum dan kebijakan yang
diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama. Ketujuh hukum dan
kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas
terwujud, langkah yang harus dilakukan pertama, seluruh warga atau sebagian
besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam sehingga aspirasi
yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya. Kedua, parlemen atau
lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang Islam
yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
12
B. Saran
1. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
para pembaca ke depannya.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang “ Demokrasi dan Politik
dalam Islam” bagi pembaca kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA