Anda di halaman 1dari 37

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS

AUGMENTED REALITY PADA MATERI KIMIA STRUKTUR


ATOM KELAS X SMA/MA

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan

Oleh:

WIRA RAHMA LIZA

19035124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... 5
BAB I ............................................................................................................................ 7
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 7
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................................... 7
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................................ 8
C. Batasan Masalah ................................................................................................................. 8
D. Rumusan Masalah............................................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................................................................ 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................................. 9
BAB II ......................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 10
A. Kajian Teori ....................................................................................................................... 10
B. Kajian Penelitian Relevan.................................................................................................. 20
C. Kerangka Berpikir .............................................................................................................. 22
BAB III ....................................................................................................................... 23
METODE PENELITIAN ......................................................................................... 23
A. Model Pengembangan ...................................................................................................... 23
B. Prosedur Pengembangan.................................................................................................. 23
C. Desain Uji Coba Produk .................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 35
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Nomor Kulit dan Nama Kulit Lintasan Elektron 18


3.1 analisis KD 3.2 dan 4.2 kimia kelas X 23
3.2 kisi-kisi angket respon guru 28
3.3 kisi-kisi angket respon peserta didik 28
3.4 kisi-kisi instrument test 30
3.5 nilai CVR 33
3.6 Tingkat praktikalitas 34
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Contoh marker bases tracking 12


2.2 markerless augmented reality pada face tracking 13
2.3 Proses kerja augmented reality 14
2.4 model atom Thomson 17
2.5 Model atom Rutherford 17
2.6 kerangka berpikir 21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
komposisi dan struktur zat kimia serta hubungan keduanya dengan sifat zat tersebut
(Syukri, 1999: 1). Struktur atom merupakan salah satu materi kimia kelas X
SMA/MA semester satu. Konsep atom terutama struktur atom merupakan konsep
penting yang harus dikuasai peserta didik untuk memahami konsep-konsep kimia
selanjutnya, seperti pada materi ikatan kimia. Konsep-konsep materi struktur atom
pada umumnya bersifat abstrak sehingga materi ini menjadi sulit dipahami dan
cenderung membosankan bagi siswa.

Pemahaman siswa yang rendah dipengaruhi oleh kurangnya penekanan pada


aspek submikroskopi kimia (Sumarni, dkk., 2013). Pemahaman melalui tiga level
representasi kimia (level mikroskopik, submikroskopik, dan simbolik) dibutuhkan
peserta didik agar dapat memahami materi kimia dengan baik (Johnstone dalam
Chittleborough, 2007).

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran interaktif, inspiratif,


menyenangkan, dan mengaktifkan siswa menemukan konsep dalam proses belajar
(Permendikbud RI No. 65, 2013). Perkembangan teknologi dan informasi telah
mendukung peningkatan kualitas pembelajaran sehingga siswa mampu berintaraksi
langsung dengan sumber belajar (Huda, 2015), memvisualisasikan konsep abstrak
sehingga lebih konkrit (Ditama, dkk., 2015) dapat meningkatkan minat belajar siswa
(Puji, dkk., 2014). Media pembelajaran berbasis augmented reality merupakan salah
satu pemanfaatan teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.

Secara umum augmented reality yaitu upaya menggabungkan dunia nyata dan
dunia maya yang dibuat melalui komputer sehingga batas antara keduanya menjadi
sangat tipis (Kustijono & Septian 2014). Atau dengan kata lain augmented reality
mampu menampilkan animasi 3 dimensi secara langsung menggunakan bantuan
kamera smartphone. Lebih lanjut Augmented Reality adalah teknologi yang
menggabungkan benda maya tiga dimensi (3D) kedalam sebuah lingkungan nyata
tiga dimensi (Kamelia, 2015). Pengembangan media pembelajaran berbasis
augmented reality pada materi struktur atom sangat diperlukan untuk
memvisualisasikan kosep-konsep abstrak pada materi ini yaitu tentang elektron,
proton, neutron, isoton, isotope, isobar, dan model atom, sehingga menjadi lebih
konkrit dan diharapkan pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan.

Telah dilakukan beberapa penelitian terkait media pembelajaran berbasis AR.


Penelitian Putra, G., & Fajri, B. R. (2022) tentang “Rancang Bangun Aplikasi
Android Pengenalan Unsur Atom Pada Mata Pelajaran Kimia Berbasis Augmented
Reality”. Ramadani, R., dkk. (2020) mengembangkan modul pembelajaran kimia
berbasis augmented. Agussalim, H., dkk. (2021) melakukan penelitian tentang
“Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berbentuk Komik Berbasis Augmented
Reality pada Materi Pokok Ikatan Kimia. Nandyansah, W., & Suprapto, N. (2019)
melakukan penelitian tentang “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis
Augmented Reality Untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Abstrak Pada Materi
Model Atom”.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis melakukan penelitian yang


berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality
Pada Materi Kimia Struktur Atom Kelas X Sma/Ma”.

B. Identifikasi Masalah
1. Materi Struktur atom mengandung aspek submikroskopik dengan konsep abstrak
sehingga materi menjadi sulit dipahami dan cenderung membosankan bagi siswa.
2. Dibutuhkan media pembelajaran yang dapat memvisualisasikan konsep abstrak
pada materi struktur atom agar konsep abstrak tersebut menjadi lebih nyata.

C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini terpusat, maka peneliti membatasi penelitian pada.
1. Pengembangan media pembelajaran berbasis Augmented Reality pada materi
kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA.
2. Penentuan tigkat validitas dan praktikalitas pada media pembelajaran berbasis
Augmented Reality (AR) pada materi kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA.
D. Rumusan Masalah
1. Apakah media pembelajaran berbasis Augmented Reality dapat
memvisualisasikan konsep-konsep abstrak pada materi kimia Struktur Atom
kelas X SMA/MA?
2. Bagaimana tingkat validitas dan praktikalitas pada media pembelajaran berbasis
Augmented Reality pada materi kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA yang
dikembangkan?

E. Tujuan Penelitian
1. menghasilkan media pembelajaran berbasis Augmented Reality pada materi kimia
Struktur Atom kelas X SMA/MA.
2. Menentukan tingkat validitas dan praktikalitas pada media pembelajaran berbasis
Augmented Reality pada materi kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA.

F. Manfaat Penelitian
1. Sebagai media alternatif bagi siswa untuk memahami kosep abstrak pada materi
kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA.
2. Sebagai media alternatif bagi guru dalam pembelajaran kimia khususnya pada
materi Struktur Atom kelas X SMA/MA.
3. Bagi peneliti lain, wahana untuk mengembangkan pengetahuan pada media
pembelajaran berbasis Augmented Reality dalam upaya peningkatan hasil belajar
siswa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan merupakan pendekatan penelitian untuk
menghasilkan produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, dapat
berupa software, ataupun hardware seperti buku, modul, paket, program
pembelajaran atau alat bantu belajar (Sukmadinata, 2009).
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitain dan
pengembangan, sebagai berikut,
a. metode penelitian deskriptif, sebagai penelitian awal untuk menghimpun
data tentang kondisi yang ada, yang mencakup: (1) kondisi produk-produk
yang sudah ada yang digunakan sebagai pembanding produk yang akan
dikembangkan, (2) kondisi pengguna, dalam hal ini sekolah, kepala sekolah
guru, siswa, dan pengguna lainnya. (3) kondisi factor pendukung dan
penghambat.
b. metode evaluative, merupakan evaluasi dari proses uji coba pengembangan
produk untuk selanjutnya dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan
berdasarkan temuan-temuan hasil uji tersebut.
c. metode eksperimen, untuk menguji kemampuan dari produk yang dihasilkan
dengan melibatkan kelompok eksperimen dan kelompok control yang
dilakukan secara acak atau random. Berbeda dengan metode evaluative yang
masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada kelompok
pembanding.
Ada beberapa model penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian
dan pengembangan (Amali, dkk., 2019).
Model Borg & Gall (1989) dalam Sukmadinata 2009, memiliki 10 langkah
pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan: (1) penelitian dan
pengumpulan data (research and information colleting), (2) perencanaan
(planning), (3) pengembangan draft produk (develop preliminary form of
product), (4) uji coba lapangan (preliminary field testing), (5) penyempurnaan
produk awal (main product revision), (6) uji coba lapangan (main field testing),
(7) menyempurnakan produk hasil uji lapangan (operational product revision),
(8) uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing), (9) penyempurnaan
produk akhir (final product revision), dan (10) diseminasi dan implementasi
(disemination and implementation).
Model pengembangan 4D (Thiagarajan, 1974) terdiri dari empat tahap
pengembangan: (1) Define atau sering disebut sebagai tahap analisis kebutuhan,
(2) Design yaitu menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat
pembelajaran, (3) Develop, yaitu tahap pengembangan melibatkan uji validasi
atau menilai kelayakan media, (4) Disseminate, yaitu implementasi pada sasaran
sesungguhnya yaitu subjek penelitian.
Model pengembangan ADDIE (Dick, et al., 2005), terdiri dari lima tahapan
pengembangan meliputi: Analysis, Design, Development or Production,
Implementation or Delivery dan Evaluations.
2. Media Pembelajaran
Kata media dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’, atau ‘penghantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara
(wasaa ’ilu) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Jadi,
secara garis besar dapat dipahami bahwa adalah manusia, materi atau kejadian
yang membangun suatu kondisi sehingga peserta didik mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan atau sikap (Arsyad, 2010).
Secara terminology, pengertian media cukup beragam, sesuai dengan sudut
pandang para pakar media pendidikan. Rohani (2019) mengemukakan bahwa
“media merupakan bagian dari proses komunikasi. Baik buruknya sebuah
komunikasi ditunjang oleh penggunaan saluran dalam komunikasi tersebut. …,
proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu
kepenerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media dan penerima pesan
adalah merupakan komponen-komponen proses komunikasi”.
media pembelajaran merupakan faktor yang dapat memotivasi siswa dalam
melaksanakan pembelajaran dan mampu mendorong siswa untuk mencapai hasil
belajar yang maskimal (Pratiwi, 2018: 36).
Para pakar mengelompokkan dan mengklasifikasikan jenis media
pembelajaran didasarkan pada sifat, karakteristik, rumit dan sederhananya pesan
yang disampaikan (Rohani, 2019).
a. Wilbur Schramm; media dapat dibedakan menjadi: media rumit, mahal,
dan media sederhana (Scramm, 1977), media menurut kemampuan daya
liputan, yaitu:
1) Liputan luas dan serentak seperti: TV, radio, dan facsimile;

2) Liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio
tape.

3) Media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar


dengan komputer dan telepon.

b. Gagne Robert; media pembelajaran dikelompokkan menjadi tujuh


kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media
cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar
(Gagne, 1985). Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan
dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang
dikembangkan, yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh
prilaku belajar, memberikan kondisi eksternal, menuntun cara berpikir,
memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.

c. Nana Sudjana; Media diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu: Media dua
dimensi dan media tiga dimensi (Nana & Ahmad, 2005). Media dua dimensi
yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar, contohnya: gambar,
foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain.
Sedangkan Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model
padat (solid), model menampang, model susun, model kerja, mock-up,
diorama dll.
d. Rudy Bretz (2004) dalam Sanjaya (2010), mengklasifikasikan ciri utama
media menjadi tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Di samping
itu Bretz juga membedakan antara media siar (telecomunication) dan media
rekam (recording), sehingga terdapat delapan klasifikasi media, sebagai
berikut.
1) media audio visual gerak, seperti film bersuara, pita video
2) media audio visual diam,

3) media audio semi gerak, tulisan jauh bersuara

4) media visual gerak, seperti film bisu

5) media visual diam, seperti halaman cetak , foto, migrophone

6) media audio, seperti radio, telephone, pita audio

7) media cetak, seperti buku, modul, bahan ajar mandiri.


3. Augmented Reality (AR)
Dalam bahasa Indonesia augmented reality disebut realitas bertambah,
dimana teknologi ini merupakan penggabungan benda maya ke dalam dunia
nyata secara langsung atau real time. Augmented reality adalah ragam dari virtual
reality.Virtual reality membuat pengguna benar-benar berada di dunia maya dan
tidak dapat melihat lingkungan nyata disekelilingnya, sedangkan augmented
reality pengguna masih dapat melihat lingkungan nyata di sekelilingnya
(Ronald, 1997).
Tujuan dari augmented reality yaitu menambah penjelasan dan informasi
pada dunia nyata dimana sistem augmented reality mengambil dunia nyata
sebagai dasar dan menggabungkan beberapa teknologi dengan menambahkan
data kontekstual agar pemahaman seseorang menjadi jelas (Emir & Yusuf, 2008).
Metode yang dikembangkan pada Augmented Reality saat ini terbagi menjadi
dua metode, yaitu Marker Based Tracking dan Markerless Augmented Reality.
Marker Based Tracking biasanya merupakan ilustrasi hitam dan putih persegi
dengan batas hitam tebal dan latar belakang putih. Komputer akan mengenali
posisi dan orientasi marker dan menciptakan dunia virtual 3D yaitu titik (0,0,0)
dan tiga sumbu yaitu X, Y, dan Z.

Gambar 2.1 contoh marker based tracking


Markerless Augmented Reality merupakan istilah yang ditunjukkan pada
teknologi Augmented Reality yang tidak membutuhkan suatu pengetahuan
khusus tentang lingkungan pengguna untuk menampilkan objek virtualnya pada
suatu titik tertentu (Muhammad, dkk., 2018). Dalam Markerless Augmented
Reality, sistem harus dapat mengidentifikasi objek, tempat, gambar, dan
sebagainya di dunia nyata tanpa marker (penanda) khusus.
Saat ini perusaan Augmented reality terbesar di dunia total immersion
mengembangkan berbagai macam teknologi markerless tracking augmented
reality (Karuni, 2021), sebagai berikut.
a. face tracking
Dengan menggunakan alogaritma yang mereka kembangkan, computer
dapat mengenali wajah manusia secara umum dengan cara mengenali
posisi mata, hidung, dan mulut manusia, kemudian akan mengabaikan
objek-objek lain di sekitarnya seperti pohon, rumah, dan benda-benda
lainnya.

Gambar 2.2 markerless augmented reality pada face tracking


b. 3D object tracking
Berbeda dengan face tracking yang hanya mengenali wajah manusia
secara umum, teknik 3D object tracking dapat mengenali semua bentuk
benda yang ada disekitar, seperti mobil, meja, televisi, dan lain-lain.
c. motion tracking
Pada teknik ini komputer dapat menangkap gerakan, motion tracking
telah mulai digunakan secara ekstensif untuk memproduksi film-film
yang mencoba mensimulasikan gerakan.
Proses kerja augmented reality adalah sebagai berikut (Eka, dkk., 2012).
1) Kamera akan mencari marker. Ketika marker telah terdeteksi maka akan
diubah menjadi binary, kemudia black frame akan terdeteksi oleh kamera.
2) Kamera akan menemukan posisi marker.
3) Kamera akan mengidentifikasi marker, kemudian pola pada marker akan
diuji apakah sudah sesuai.
4) Kamera akan mengatur posisi objek.
5) Objek 3D akan dirender dan ditampilkan secara visual tepat diatas
marker.

Gambar 2.3 proses kerja augmented reality


Dalam dunia pendidikan, ada beberapa potensi dan keuntungan penerapan
teknologi augmented reality (Karen & Jorge, 2010) yaitu sebagai berikut.
Menyediakan pembelajaran konstektual yang kaya bagi individu dalam
mempelajari suatu skill.
1) Merealisasikan konsep pendidikan dimana peserta didik memegang kendali
proses pembelajaran mereka sendiri.
2) Membuka kesempatan dalam menciptkan pembelajaran yang lebih otentik
dan dapat diterapkan dalam berbagai gaya pembelajaran.
3) Memiliki kekuatan untuk menarik peserta didik dengan cara yang
sebelumnya tidak memungkinkan.
4) Memberikan kebebasan bagi peserta didik dalam melakukan proses
penemuan dengan cara mereka sendiri.
5) Tidak ada konsekuensi nyata (dengan kata lain aman bagi peserta didik)
jika terjadi kesalahan saat kegiatan pembelajaran/pelatihan skill.
Software atau perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pembuatan
media pembelajaran berbasis augmented reality adalah sebagai berikut.
1) Unity
Unity 3D merupakan sebuah tools yang terintegrasi untuk membuat bentuk
objek tiga dimensi pada video games atau untuk konteks interaktif lain
seperti visualisasi arsitektur atau animasi 3D realtime. Lingkungan dari
pengembangan Unity 3D berjalan pada Microsoft Windows dan Mac Os X,
serta aplikasi yang dibuat oleh Unity 3D dapt berjalan pada Windows, Mac,
Xbox 360, Playstation 3, Wii, iPad, iPhone dan tidak ketinggalan pada
platform Android. Unity 3D juga dapat membuat game berbasis browse
yang menggunakan Unity web player plugin, yang dapat bekerja pada Mac
dan Windows, tetapi tidak pada Linux (Prasetya, 2013).
2) Voforia
Vuforia merupakan software library untuk augmented reality, yang
menggunakan sumber yang konsisten mengenai computer vision yang
fokus pada image recognition. Vuforia mempunyai banyak fitur-fitur dan
kemampuan, yang dapat membantu pengembang untuk mewujudkan
pemikiran mereka tanpa adanya batas secara teknikal.
Vuforia ini dikembangkan oleh Qualcomm untuk membantu pengembang
dalam menciptakan aplikasi atau game yang memiliki teknologi Augmented
Reality sehingga gambar yang dikembangkan terlihat lebih nyata, interaktif
dan hidup (Putra, 2015).
3) Blender
Blender merupakan software gratis yang dapat digunakan untuk modelling,
texturing, lighting, animasi dan video post processing 3 dimensi. Blender
3D memberikan fitur-fitur utama sebagai berikut (Munir, 2012).
Interface yang user friendly dan tertata rapi.
a. Tools untuk membuat objek 3D yang lengkap meliputi modeling, UV
mapping, texturing, rigging, skinning, animasi, paricle dan simulasi
lainnya, scripting, rendering, compositing, post production, dan game
ceation.
b. Cross Platform, dengan uniform GUI dan mendukung semua platform,
Blender 3D bisa digunakan untuk semua versi Windows, Linux, OS X,
FreeBSD, Irix, Sun, dan sistem operasi lainnya.
c. Kualitas arsitektur 3D yang berkualitas tinggi dan bisa dikerjakan
dengan lebih cepat dan efisien.
d. Dukungan yang aktif melalui forum dan komunitas.
e. File berukuran kecil dan gratis.
4. Materi Kimia Struktur Atom
Pada hakikatnya semua zat kimia dibentuk oleh partikel terkecil yang
disebut atom (Syukri, 1999). Konsep tentang atom pertama sekali dicetuskan
oleh Demokritus, menurut Demokritus semua dapat dipecahkan menjadi partikel
terkecil, dimana partikel-partikel tidak bisa lagi dibagi lebih lanjut disebut atom.
Atom berasal dari kata atomos, (a:tidak, tomos: memotong), tidak dapat dipotong
atau tidak dapat dibagi (Petrucci, 2011). Namun, teori ini tidak berkembang
karena hanya hasil pemikiran dan tidak didukung oleh percobaan, pada akhir
abad 18 barulah dilakukan percobaan di laboratorium (Syukri, 1999).
Pengetahuan tentang atom terus menerus dikembangkan oleh para ilmuan,
sehingga sekarang sudah diketahui bagian dan peranannya masing-masing.
Ilmuan-ilmuan yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah sebagai berikut
(Sabarni, 2019).
Jhon Dalton (1760-1844)
Jhon Dalton adalah seorang fisikawan Inggris, yang pada awal abad ke-19
mengemukakan gagasannya tentang atom. Menurutnya atom-atom itu merupakan
partikelpartikel yang tidak dapat dibagi lagi. Atom suatu unsur sama segala
sifatnya, sedangkan atom dari unsur yang berbada maka berlainan dalam massa
dan sifatnya. Setiap atom dapat membentuk molekul dan senyawa. Selanjutnya
beliau juga menegaskan bahwa suatu reaksi kimia hanya melibatkan penata ulang
atom-atom, sehingga tidak ada atom yang berubah akibat reaksi kimia.(Kartini,
2000).
Teori atom Dalton tersebut ditunjang oleh dua hukum kekekalan alam
yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier) yang menyatakan bahwa massa
zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama. Dan hukum perbandingan tetap
(hukum Proust) yang menyatakan bahwa perbandingan massa unsur-unsur yang
menyusun suatu zat adalah tetap.
Joseph Jhon Thomson
J.J Thomson adalah fisikawan bangsa Amerika, beliau mengemukakan
teorinya bahwa atom memiliki muatan positif yang terbagi merata keseluruh isi
atom. Muatan ini dinetralkan oleh elektron-elektron yang tersebar diantara
muatan tersebut. Keadaannya mirip roti kismis, dimana elektron diumpamakan
sebagai kismis yang tersebar dalam seluruh bagian dari roti. (Rahmawati,2007).

Gambar 2.4 model atom Thomson


Rutherford (1871-1937)
Rutherford adalah seorang ilmuan fisika yang berkecimpung dalam
masalah atom, ia telah berhasil menemukan bukti bahwa dalam atom terdapat inti
atom yang bermuatan positif yang berukuran jauh lebih kecil dari ukuran atom,
tetapi massa atom hampir seluruhnya berasal dari massa intinya. Berdasarkan
temuannya tersebut, Rutherford menyusun modelatom dan memperbaiki model
atom Thomson. Model atom Rutherford mengambarkan atom terdiri atas inti
yang bermuatan positif dan berada pada pusat atom, serta elektron bergerak
melintasi inti separti halnya planet-planet mengitari matahari. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5 Model atom Rutherford


Niels Bohr
Kegagalan model atom Rutherford adalah ketidakmampuannya
menerangkan mengapa elektron dapat berputar disekeliling inti tanpa ditarik oleh
inti sehingga bergabung. Baru pada tahun 1913 Niels Bohr menyusun teori
berdasarkan atom Rutherford dan teori kuantum, yaitu:
a) Atom terdiri dari inti yang bermuatan positif dan disekitarnya beredar
elektronelektron yang bermuatan negatif.
b) Dalam atom, elektron beredar mengelilingi inti atom pada orbit tertentu
yang dikenal sebagai keadaan gerakan yang stasioner yang selanjutnya
disebut dengan tingkat energi utama atau bilangan kuantum atau kulit (n).
c) Sepanjang elektron berada dalam lintasan stasioner energi akan konstan,
sehingga tidak ada cahaya yang dipancarkan.
d) Elektron hanya dapat berpindah dari lintasan stasioner yang lebih rendah
ke yang lebih tinggi jika menyerap energi. Dan sebaliknya, jika elektron
berpindah dari lintasan stasioner yang tinggi ke yang rendah terjadi
pembebasan energi (Michel, 1999).
Elektron-elektron tersebut bergerak mengelilingi inti yang terbagi atas
beberapa kulit, seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Nomor Kulit dan Nama Kulit Lintasan Elektron
(Tamrin, 2001)

Nomor kulit dan nama kulit dari suatu atom sering disebut dengan
bilangan kuantum, tiap-tiap kulit dibagi dalam sub kulit seperti yang terlihat pada
tabel di atas. Masing-masing kulit dapat mempunyai elektron maksimum sebesar
2n2 , dimana n adalah bilangan kuantum, tetapi harus didasari pada azas Pauli.
Azas Pauli mengatakan bahwa tidak mungkin ada dua elektron yang
memiliki lintasan-lintasan dengan bilangan-bilangan kuantum yang tetap sama.
Banyaknya elektron yang diperkenankan dari masing-masing sub adalah: untuk s
= 2 elektron, p=6 elektron, untuk d=10 elektron dan f=14 elektron.
Namun walaupun demikian teori Niels Bohr juga masih memiliki banyak
kelemahan, yaitu: Bohr hanya dapat menerangkan spectrum dari atom yang
mengandung satu elektron dan tidak sesuai dengan spectrum atom berelektron
banyak. Selain itu dia tidak mampu pula menerangkan atom dapat membentuk
molekul melalui ikatan kimia.
Partikel dasar penysun atom
Partikel dasar adalah partikel-partikel pembentuk atom yang terdiri dari
elektron, proton dan neutron.
1) Elektron adalah partikel pembentuk atom yang terletak di luar inti atom dan
tidak memiliki massa dan bermuatan negative. Elektron, ditemukan oleh J.J
Thomson pada tahun 1897 melalui percobaan sinar katoda. Selain itu
Thomson juga menentukan perbandingan muatan elektron Robert milikan
pada tahun 1909 melalui tetesan minyak disimpulkan muatan elektron
sebesar – 1,60 x 10-19 coulomb. Sehingga massa elektron dapat dihitung
sebesar 9,10956 x 10-28 g,
2) Proton adalah partikel pembentuk atom yang terletak di dalam inti atom dan
mempunyai massa 1 dan bermuatan positif. Proton, ditemukan oleh Eugene
Goldstein pada tahun 1886 melalui percobaan dengan tabung crooks. Dari
percobaannya ditemukan sinar positif yang disebut proton yang massanya
1.836 x massa elektron,
3) Neutron adalah partikel pembentuk atom yang terletak di dalam inti atom
memiliki massa 1 dan netral. Neutron, ditemukan oleh James Chadwick
melalui percobaan penembakan atom Be dengan sinar α. Dari pecobaannya
ditemukan partikel yang tidak bermuatan yang disebut neutron yang
massanya hampir sama dengan massa proton.

B. Kajian Penelitian Relevan


Beberapa penelitian mengenai pengembangan media pembelajaran berbasis
Augmented Reality (AR) telah dilakukan. Adapun relevansinya dengan penelitian ini
dijelaskan sebagai berikut.

1. Penelitian Putra, G., & Fajri, B. R. (2022) tentang “Rancang Bangun Aplikasi
Android Pengenalan Unsur Atom Pada Mata Pelajaran Kimia Berbasis
Augmented Reality”, valid dan layak digunakan oleh guru dan siswa,
berdasarkan hasil penilaian dari validator media, diperoleh hasil validasi
dengan rata-rata sebesar 3,78 dan digolongkan “Sangat Valid”. Sehingga
dapat dikatakan bahwa media Rancang Bangun Aplikasi Android Pengenalan
Unsur Atom Pada Mata Pelajaran Kimia Berbasis Augmented Reality layak
digunakan oleh siswa kelas X SMA pada jurusan IPA.
2. Ramadani, R., dkk. (2020) mengembangkan modul pembelajaran kimia
berbasis augmented reality bersifat valid, praktis, dan efektif. Hasil
penelitian: (1) penilaian kelayakan/kevalidan media oleh 1 ahli media dan 1
ahli materi berada pada kategori sangat valid; (2) pada tahap uji coba
lapangan kepada 33 peserta didik kelas XI MIA 1 SMAN 10 Makassar
memperoleh rata-rata skor tes hasil belajar 80,00 dari skor ideal 100 dengan
ketuntasan kelas 82%; (3) respon peserta didik dan guru untuk modul
pembelajaran yang dikembangkan memperoleh kategori masing-masing
tinggi dan sangat tinggi dengan persentase 80,38% dan 100% sehingga modul
dikatakan praktis.
3. Agussalim, H., dkk. (2021) melakukan penelitian tentang “Pengembangan
Modul Pembelajaran Kimia Berbentuk Komik Berbasis Augmented Reality
pada Materi Pokok Ikatan Kimia”, menghasilkan modul pembelajaran
bersifat valid, efektif, dan praktis. Kevalidan modul oleh ahli materi
memperoleh validitas sedang dan ahli media memperoleh kategori validitas
tinggi. Uji coba lapangan terbatas kepada 33 orang peserta didik kelas X
MIPA 1 diperoleh ketuntasan kelas sebesar 81% setelah menggunakan
modul. Motivasi belajar setelah menggunakan modul diperoleh rata-rata skor
sebesar 86 lebih tinggi dari sebelum menggunakan modul sebesar 75.
Keefektifan modul pembelajaran juga diperoleh dengan membandingkan
motivasi belajar peserta didik berdasarkan Uji-t sampel berpasangan dengan
signifikansi p value lebih kecil dari α (0,00 < 0,05). Respon peserta didik dan
guru terhadap modul pembelajaran yang dikembangkan juga memperoleh
kategori sangat praktis sehingga media dikatakan praktis.
4. Nandyansah, W., & Suprapto, N. (2019) melakukan penelitian tentang
“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality Untuk
Melatihkan Keterampilan Berpikir Abstrak Pada Materi Model Atom”, hasil
penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai: 1) Persentase validitas media
sebesar 90,47% dengan kategori sangat valid dan persentase validitas materi
sebesar 90,00% dengan kategori sangat valid. 2) Persentase keterlaksanaan
pembelajaran sebesar 98,14% dengan kategori sangat baik. 3) Persentase
hasil keterampilan berpikir abstrak (pengontrolan variabel 100% dengan
kategori sangat baik, penalaran proporsional 100% dengan kategori sangat
baik, penalaran probabilistik 66,67% dengan kategori baik, penalaran
kombinatorial 75,76% dengan kategori baik, dan penalaran korelasional
66,67% dengan kategori baik) dan persentase respon siswa sebesar 92,76%
dengan kategori sangat baik.

C. Kerangka Berpikir
Pentingnya keberadaan media pembelajaran yang dapat membantu peserta
didik dalam melakukan pemahaman materi menuntut setiap tenaga pendidik
memiliki kemampuan dalam melakukan pengembangan media pembelajaran yang
bertujuan untuk membantu peserta didik memahami materi pembelajaran dengan
mudah. Struktur atom merupakan salah satu materi kimia kelas X SMA/ MA
semester satu. Pengembangan media pembelajaran berbasis augmented reality pada
materi ini membantu peserta didik untuk memahami konsep-konsep yang pada
umumnya bersifat abstrak sehingga materi ini menjadi sulit dipahami dan cenderung
membosankan bagi siswa.

Gambar 2.6 kerangka berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian dan pengembangan yang
dikenal dengan R&D (Research and Development) dengan model pengembangan
4D. R&D merupakan penelitian metode penelitian yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk penelitian yang selanjutnya dilakukan uji efektivitas
(efektif atau tidak) terhadap produk yang akan dikembangkan (Sugiyono, 2013: 297).
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis
Augmented Reality pada materi kimia Struktur Atom kelas X SMA/MA.

B. Prosedur Pengembangan
Prosedur penelitian menggunakan model 4D terdiri dari 4 tahap (Triyanto,
2010). Berikut tahapan dalam penelitian ini.

1. Tahap define (Pendefinisian)


Pendefinisian bertujuan untuk menentukan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran yang terdiri dari beberapa langkah berikut ini.
a. Analisis ujung depan
Tahap ini bertujuan untuk menetapkan masalah dasar yang menjadi
kebutuhan untuk pengembangan suatu media pembelajran Analisis ini dilakukan
dengan mewawancarai tiga orang guru kimia dan memberikan angket kepada
peserta didik SMAN 1 Sijunjung yang telah mempelajari materi struktur atom.
b. Analisis peserta didik
Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran karakteristik peserta
didik. Analisis dilakukan dengan memberikan angket yang berisi beberapa
pertanyaan yang menggambarkan bagaimana proses belajar mengajar yang telah
atau dilakukan peserta didik materi struktur atom.
c. Analisis tugas
Analisis tugas berupa analisis Kompetensi Dasar pada materi struktur atom
Berdasarkan Permendikbud RI no. 37 tahun 2018, materi struktur atom dipelajari
di kelas X pada KD 3.2 dan 4.2.
Berikut tabel 3.1 analisis KD 3.2 dan 4.2 kimia kelas X.
Tabel 3.1 analisis KD 3.2 dan 4.2 kimia kelas X
Kompetensi Dasar (KD) dari KI-3 Kompetensi Dasar (KD) dari KI-4
3.2 Menganalisis perkembangan model 4.2 Menjelaskan fenomena alam atau
atom Dalton, Thomson, Rutherford, hasil percobaan menggunakan
Bohr, dan Mekanika Gelombang model atom
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
IPK Pendukung 4.2.1. Menjelaskan fenomena alam
3.2.1. Menjelaskan partikel dasar atau hasil percobaan
penyusun atom. menggunakan model atom
3.2.2. Menjelaskan proses penemuan
partikel dasar penyusun atom.
IPK Kunci
3.2.3. Menjelaskan perkembangan
model atom Dalton, Thomson,
Rutherford, Bohr, dan Mekanika
Gelombang.
3.2.4. Menjelaskan hubungan nomor
atom dan nomor massa suatu
atom dengan jumlah partikel
dasar penyusun atom.
3.2.5. Menjelaskan isotop, isoton, dan
isobar
Berdasarkan tabel 3.1 diperoleh beberapa sub materi sebagai berikut.
1) Partikel dasar penyusun atom
2) model atom Dalton, Thomson, Rutherford, bohr, dan mekanika
gelombang
3) nomor atom dan nomor massa
4) isotope, isoton, isobar
Berdasarkan analisis KD di atas terlihat bahwa materi pada KD ini memuat
konsep abstrak yang musti divisualisasikan dengan menarik dan mudah
dipahami. Untuk itu, peneliti merancang media pembelajaran berbasis
Augmented Reality (AR) sehingga konsep abstrak tersebut menjadi terlihat nyata.
d. Analisis konsep
Analisis konsep dilaksanakan untuk menemukan konsep-konsep utama yang
akan dipelajari. Berdasarkan indikator-indikator yang telah diuraikan dari
Kompetensi Dasar maka dibuat analisis terhadap konsep-konsep yang akan
dipelajari pada materi struktur atom dalam bentuk tabel analisis konsep
(terlampir).
e. Analisis Tujuan pembelajaran
Analisis tujuan pembelajaran merangkum analisis tugas dan analisis konsep
untuk menetapkan perilaku objek penelitian. Tujuan pembelajaran pada materi
struktur atom ini adalah Melalui model pembelajaran Inquiry Based Learning
(IBL) dengan pendekatan saintifik dengan menggali informasi dari berbagai
sumber belajar, dan mengolah informasi, diharapkan peserta didik terlibat aktif
selama proses belajar mengajar belangsung, memiliki sikap ingin tahu, teliti
dalam melakukan pengamatan dan bertanggung jawab dalam menyampaikan
pendapat, menjawab pertanyaan, memberi saran dan kritik, dapat menjelaskan
perkembangan model atom dalton, thomson, rutherford, bohr, dan mekanika
gelombang, menjelaskan hubungan nomor atom dan nomor massa suatu atom
dengan jumlah partikel dasar penyusun atom, menjelaskan isotop, isoton, dan
isobar, serta dapat Menjelaskan fenomena alam atau hasil percobaan
menggunakan model atom, dengan mengembangkan nilai karakter berpikir kritis,
kreatif (mandiri), kerja sama (gotong royong), dan kejujuran (integritas).
2. Tahap design (Perancangan)
Pada tahap ini dilakukan langkah sebagai berikut.
1) Memilih perangkat pembelajaran
a. Buku pegangan peserta didik yang digunakan pada materi struktur atom.
b. Membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi struktur
atom untuk memudahkan proses pembelajaran (terlampir).
2) Mendesain media
Pada penelitian ini, tahap desain dirancang dengan menentukan pengalaman
belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan
program pembelajaran atau media yang dikembangkan. Tahap desain harus
mampu menjawab pertanyaan apakah program pembelajaran atau media yang
didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan performa
yang terjadi pada diri peserta didik (Benny, 2011). Adapun kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Perancangan Materi Ajar
Tahapan ini peneliti mulai merancang atau menyusun materi
pembelajaran berdasarkan analisis konten isi/materi memuat materimateri
serta gambar yang akan dimasukkan kedalam media pembelajaran.
b. Penyusunan Instrumen Soal
Tahap penyusunan soal-soal evaluasi, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes
berdasarkan analisis materi yang kemudian disesuaikan dengan analisis
tujuan pembelajaran. Evaluasi tersebut digunakan untuk mengukur
keberhasilan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran.
c. Penyusunan Instrumen Penilaian
Tahap ini peneliti membuat dua angket dengan model skala likert, angket
yang akan dibuat adalah 1) angket untuk uji validasi yang terdiri dari
angket validasi media dan angket validasi materi pembelajaran, 2) angket
respon peserta didik dan guru berkaitan dengan penilaian untuk media
pembelajaran.
d. Perancangan Media
Tahap ini membuat media pembelajaran Augmented Reality berdasarkan
hasil analisis kurikulum dan materi. Menggunakan software untuk
mendesain dan membuat media Augmented Reality.
3. Tahap develop (Pengembangan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis AR yang
dapat memvisualisasikan konsep-konsep abstrak menjadi terlihat nyata yang sudah
direvisi berdasarkan masukan validator. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut.
i. Validasi media pembelajaran
Validasi bertujuan untuk mengetahui valid tidaknya media pembelajaran
berbasis augmented reality pada materi struktur atom berdasarkan kriteria-
kriteria tertentu. Validasi dilakukan oleh tim ahli yang dalam hal ini yaitu dosen
jurusan kimia dan guru bidang studi kimia, untuk mengetahui kelayakan media
pembelajaran bagi peserta didik, serta menguji ketepatan isi (materi) dalam
media tersebut. Uji validasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Meminta ketersedia dosen dan guru untuk melihat kelayakan media
pembelajaran dan kebenaran konsep yang telah dibuat serta bahasa yang
digunakan.
2. meminta dosen dan guru untuk memberi penilaian dan saran terhadap
media pembelajaran yang telah dibuat berdasarkan item-item pada lembar
validasi yang disusun berdasarkan kisi-kisi validasi.
3. melakukan revisi pada media pembelajaran sesuai saran yang telah
diberikan validator.
ii. Revisi
Tahap revisi ini dilakukan pada bagian yang dianggap validator belum sesuai
dengan sebelum produk diuji coba. Bagian yang telah direvisi diperlihatkan
kembali ke validator untuk didiskusikan sebelum melakukan tahap uji coba.
Revisi dihentikan apabila validator telah memutuskan bahwa media tersebut telah
valid dan siap untuk dilakukan uji coba.
iii. Uji Coba
Uji coba dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon guru dan peserta
didik terhadap media pembelajaran yang telah dibuat, Pada tahap ini juga
dilakukan uji praktikalitas media pembelajaran augmented reality untuk
mengetahui manfaat, kemudahan penggunaan, dan efisiensi waktu pembelajaran
dengan media pembelajaran. Uji praktikalitas dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
1. Uji praktikalitas oleh guru
a. Memberi arahan kepada guru bagaimana cara mengisi angket.
b. Memberikan media pembelajaran berbasis augmented reality yang
telah dibuat.
c. Menyampaikan petunjuk stngkat bagaimana menggunakan media
pembelajaran berbasis augmented reality yang telah dibuat.
d. Meminta guru untuk mengisi angket praktikalitas serta memberikan
kritik dan saran terhadap media pembelajaran yang telah dibuat.
2. Uji praktikalitas oleh peserta didik
a. Memberi arahan kepada peserta didik bagaimana cara mengisi angket.
b. Memberikan media pembelajaran berbasis augmented reality yang
telah dibuat.
c. Menyampaikan petunjuk stngkat bagaimana menggunakan media
pembelajaran berbasis augmented reality yang telah dibuat.
d. Menggunakan media pembelajaran yang telah dibuat dalam kegiatan
pembelajaran.
e. Meminta guru untuk mengisi angket praktikalitas serta memberikan
kritik dan saran terhadap media pembelajaran yang telah dibuat.
4. Tahap disseminate (Penyebaran)
Pada tahap penyebaran dilakukan sosialisasi media pembelajaran melalui
pendistribusian terbatas pada guru dan peserta didik. Hal ini sebagai respon dan
umpan balik terhadap media pembelajaran yang telah dikembangkan.

Untuk menilai sejauh mana media pembelajaran berbasis augmented reality


memenuhi standar, maka dilakukan tahapan sebagai berikut.

1. Define 2. Design 3. Develop 4. Desseminate

Analisis ujung komponen-


uji validasi produk
depan komponen produk

Analisis Siswa desain produk revisi

Analisis tugas uji praktikalitas produk

Analisis konsep revisi

Analisis Tujuan
uji efektivitas produk
pembelajaran

Gambar 3.1 Prosedur penelitian pengembangan 4D

C. Desain Uji Coba Produk


1. Objek Uji Coba
Objek uji coba penelitian ini adalah media pembelajaran berbasis augmented
reality pada materi struktur atom kelas X SMAN 1 Sijunjung.
2. Subjek Uji Coba
Subjek uji coba penelitian ini terdiri dari dua orang dosen kimia FMIPA UNP,
tiga orang guru kimia SMA Negeri 1 Sijunjung dan siswa kelas X SMA Negeri 1
Sijunjung.
3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrument sebagai
berikut.
1) Lembar validitas media pembelajaran
lembar validasi digunakan untuk menilai validitas isi dari media
pembelajran yang telah dibuat sehingga diperoleh suatu data yang
mengidentifikasikan tingkat validitas media pembelajaran yang telah dibuat.
2) Angket
Agket yang dibuat memuat respon guru dan peserta didik media
pembelajaran augmented reality yang dipakai selama proses pembelajaran. Data
angket ini akan menggambarkan tingkat praktikalitas media pembelajaran yang
telah dibuat.
Tabel 3.2 kisi-kisi angket respon guru
No Aspek
1 Desain tampilan
2 Aksebilitas
3 Media pendukung
4 Evaluasi
5 Keterlaksanaan
Tabel 3.3 kisi-kisi angket respon peserta didik
No Aspek
1 Desain tampilan
2 Aksebilitas
3 Pemahaman materi
4 Evaluasi
5 Keterlaksanaan
a. Test
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
pada ranah kognitif. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes objektif berupa soal
pilihan ganda, yang terdiri dari lima alternatif jawaban pilihan yaitu A, B, C,
D, dan E pada konsep sistem reproduksi. Karena tes objektif biasa juga
disebut tes dikotomi. Pengolahan hasil tes berupa pre-test dan post-test yaitu
dengan nilai-nilai atau skor sebagai berikut: peserta didik yang menjawab
benar pada setiap butir soal diberi nilai 1 dan yang menjawab salah diberi
nilai 0 (Surapranata, 2004).
Soal tes disusun berdasarkan ruang lingkup materi yang diajarkan yaitu
konsep sistem reproduksi. Ranah kognitif yang diukur adalah aspek
mengetahui (C1), aspek memahami (C2), aspek mengaplikasi (C3), aspek
menganalisis (C4), dan aspek mengevaluasi (C5). yang disesuaikan dengan
indikator pada kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tes diberikan sebelum
dan setelah pelajaran (pre-test dan post-test).

Tabel 3.4 kisi-kisi instrument test


Aspek kognitif Jumlah
No Indicator
C1 C2 C3 C4 C5 soal
1 Menjelaskan partikel dasar
penyusun atom
2 Menjelaskan proses
penemuan partikel dasar
penyusun atom.
3 Menjelaskan perkembangan
model atom Dalton,
Thomson, Rutherford,
Bohr, dan Mekanika
Gelombang
4 Menjelaskan hubungan
nomor atom dan nomor
massa suatu atom dengan
jumlah partikel dasar
penyusun atom.

5 Menjelaskan isotop, isoton,


dan isobar
Jumlah soal

4. Teknik Analisis Data


1) Teknik Analisis validitas isi
Analisis data validitas dilakukan dengan dua teknik, yaitu menggunakan
skala Aiken’s V dan menggunakan Lawashe’s CVR.
a. Analisis menggunakan formula Aiken’s V
Penilaian dari validator terhadap setiap pernyataan akan dianalisis
menggunakan formula Alken’s V sehingga diperoleh nilai V (indeks
kesepakatan validator).

V=
( )

s=r– o

Keterangan:
r = skor kategori pilihan validator
n = jumlah validator
lo = angka penilaian validitas yang terendah (lo = 1)
c = angka penilaian validitas yang tertinggi (c = 5)
Tingkat validitas media pembelajaran akan terlihat setelah diperoleh hasil
pengolahan data menggunakan formula Aiken’s V yang tingkat kategorinya
sesuai dengan gambar berikut.
Sumber: Aiken (1985: 134)
b. Analisis menggunakan Lawshe’s CVR
Lawshe’s CVR adalah metode yang digunakan untuk mengukur validitas
isi. CVR dikembangkan oleh Lawse (1975) yang mengusulkan bahwa setiap
oanelis (SMEs) agar menjawab pertanyaan untuk setiap item dengan pilihan
jawaban yaitu: esensial, berguna tapi tidak esensial, dan tidak diperlukan.
Pada penelitian ini digunakan angket untuk mengumpulkan data validitas
isi dan disusun dengan kategori jawaban “Ya” jika dikonversikan bernilai 1
atau jawaban “Tidak ” yang dikonversikan bernilai 0. Penilaian panekis untuk
setiap item pada angket validitas konten setelah dikonversikan akan dihitung
menggunakan CVR dengan rumus sebagai berikut.
( )
CVR =
Keterangan:
CVR = Control Validity Ratio
n = Banyaknya ahli yang menjawab valid
N = Jumlah total ahli
(Lawshe, 1975: 567)
Karakteristik dari rumus CVR menurut Lawshe (1975) yaitu: 1) ketika
seluruh panelis menjawab Ya maka perolehan nilai CVR adalah 1; 2) ketika
jumlah panelis menjawab Ya lebih dari setengah, tetapi tidak sampai
semuanya maka nilai CVR berkisar antara 0 sampai dengan 0,99; 3) ketika
kurang dari setengah panelis menjawab Ya maka nilai CVR akan negatif; 4)
jika setengah panelis menjawab Ya dan setengahnya lagi menjawab Tidak
maka perolehan nilai CVR adalah 0.
Butir item yang terdapat dalam media pembelajaran dinyatakan diterima
apabila nila CVR sama atau lebih besar dari nilai kritis. Butir item akan
ditolak jika nilai CVR item tersebut kurang dari nilai keritis. Nilai kritis CVR
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5 nilai CVR
Jumlah panelis Nilai kritis CVR
5 0.736
6 0.672
7 0.622
8 0.582
(Wilson, 2012)
Berdasarkan tabel 3.4 maka dihitung nilai Content Validity Index (CVI)
dengan rumus sebgai berikit.

CVI =

Nilai CVI akan menggambarkan apakah setiap item yang terdapat dalam
media pembelajaran mempunyai validasi konten yang baik.
2) Teknik Analisis Kepraktisan
Analisis ini diperoleh dari angket respon guru dan siswa. Analisis lembar
praktikalitas produk menggunakan statistic deskriptif, dengan rumus sebagai
berikut.
Tingkat Kepraktisan =

Keterangan:
SR = Nilai rata-rata yang diperoleh dari angket
SM = Nilai maksimum pada angket
Tabel 3.6 Tingkat praktikalitas
Skor Kriteria
80% < x 100% Sangart Praktis
60% < x 80% Praktis
40% < x 60% Cukup Praktis
20% < x 40% Kurang Praktis
0% < x 20% Tidak Praktis
(Rinduwan, 2009)
3) Analisis data hasil belajar peserta didik
Hasil belajar peserta didik dianalisis guna mengetahui keefektifan Augmented
Reality sebagai media pembelajaran. Penilaian diambil dari hasil pretest dan
posttest kemudian dihitung nilai tertinggi, nilai terendah, dan rata-ratanya
serta dihitung juga nilai N-Gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
yang diperoleh setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

Setelah dihitung N-Gain pada masing-masing peserta didik, selanjutnya


memberi kriteria kualitatif berdasarkan kriteria N-Gain pada tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 kriteris N-Gain
Rentang Kriteria
(<g>) > 0.7 Tinggi
0.7 > (<g>) > 0.3 Sedang
(<g>) < 0.3 Rendah
Keterangan:
g = nilai N-Gain peserta didik
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim, H., Muharram, M., & Danial, M. (2021). Pengembangan Modul
Pembelajaran Kimia Berbentuk Komik Berbasis Augmented Reality pada Materi
Pokok Ikatan Kimia. Chemistry Education Review (CER), 4(2), 121-132.

Amali, K., Kurniawati, Y., & Zulhiddah, Z.. 2019. Pengembangan Lembar Kerja Peserta
Didik Berbasis Sains Teknologi Masyarakat pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah
Dasar. Journal of Natural Science Integration, 2(2), 191-202.

Ardhianto, Eka., dkk. 2012. Augmented Reality Objek 3 Dimensi Dengan Perangkat
Artoolkit dan Blender. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, vol.17, No. 2.

Arsyad, A.. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

D. Muhammad, W. S. Wardhono, T. Afirianto. 2018. Analisis Penerapan Markerless


Augmented Reality pada Video Game Memancing dengan Pendekatan
Simultaneous Localization and Mapping (SLAM). Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, vol. 2, no. 12, pp. 7083-7087.

Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. 2005. The systematic design of instruction.

Ditama, dkk.. 2015. Pengembangan Multimedia Interaktif dengan Menggunakan


Program Adobe Flash Untuk Pembelajaran Kimia Materi Hidrolisis Garam SMA
kelas XI. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK). 4(2): 23-31.

Gagne Robert. 1985. The Conditionng Of Learning. New York: Hot Rinehart and
Winston.

Huda, T. A., Fadiawati, N., dan Tania, L.. 2015. Pengembangan E-Book Interaktif pada
Materi Termokimia Berbasisis Representasi Kimia. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Kimia. 4(2): 530-542.

Kamelia. L. 2015. Perkembangan Teknologi Augmented Reality Sebagai Media


Pembelajaran Interaktif Pada Mata Kuliah Kimia Dasar. Journal UIN Sunan
Gunung Djati, 9(1).

Karen Hamilton & Jorge Olenewa, Augmented Reality in Education, 2010,


(http://www.authorstream.com/Presentation/k3hamilton-478823-augmented-
reality-in-education/)

Kartini, dkk.. 2000. Dasar-Dasar Sains Untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Bumi
Aksara.

Karuni, 2021. Pengembangan Media Pembelajaran Augmented Reality Pada Konsep


Sistem Reproduksi Manusia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Munir. 2012. Multimedia Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Nana Sudjana, Ahmad Rifai , 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algendindo.

Nandyansah, W., & Suprapto, N. (2019). Pengembangan media pembelajaran berbasis


augmented reality untuk melatihkan keterampilan berpikir abstrak pada materi
model atom. Inovasi Pendidikan Fisika, 8(2).

Petrucci, R. H.. 2011. General Chemistry. In Journal Of The American Chemical Society
(Vol. 48, Issue 8). Https://doi.org/10.1021/ja01419a805

Prasetya, Agus Nyoman Reditya Ary. 2013. Augmented Reality Book Pengenalan
JenisJenis Petualangan. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik
Informatika (KARMAPATI), Vol. 2, No.7.

Pribadi, Benny A.. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Puji, dkk.. 2014. Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran Bentuk


Molekul di SMA. Jurnal Pendidikan Kimia. 1(1): 59-65.

Putra, G., & Fajri, B. R.. 2022. Rancang Bangun Aplikasi Android Pengenalan Unsur
Atom Pada Mata Pelajaran Kimia Berbasis Augmented Reality. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(1), 1142-1148.

Rachmawati, J.. 2007. Kimia 1 SMA dan MA. Jakarta: Erlangga.

Ramadani, R., Ramlawati, R., & Arsyad, M.. 2020. Pengembangan Modul Pembelajaran
Kimia Berbasis Augmented Reality. Chemistry Education Review, 3(2), 152-162.)

Rinduwan. 2009. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rohani. 2019. Diktat Media Pembelajaran. Medan: USU.

Ronald T, Azuma. A Survey of Augmented Reality. Hughes Research Laboratries,


Malibu, August 1997.

Sabarni. 2019. Struktur Atom Berdasarkan Ilmu Kimia Danperspektif Al-Quran.


Lantanida Journal, Vol. 7 No. 1 (2019) 1-100

Sanjaya, W., 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Scramm. 1977. Wilbut, “Big Media Little Media”. California: Tollsang very Hills.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata. 2009. Metode Penelitian Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Sumarni, dkk.. 2013. Pembelajaran Berbasis Multimedia Untuk Meningkatkan Konsep
Kimia dan Keterampilan Berpikir Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. 19(1): 69-
77.

Surapranata. 2004. Analisis Validitas, Reabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

Syukri. 1999. Kimia Dasar. Bandung: ITB

Thiagarajan, S.. 1974. Instructional development for training teachers of exceptional


children: A sourcebook.

Triyanto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: kencana.

Wilson, F. R., P. Wei, dan A.S. Donald. 2012. Recalculation of The Critical Values for
Lawshe’s Content Validity Ratio. Journal Measurement and Evaluation in
Counseling and Development. 45(3): 197-210.

Anda mungkin juga menyukai