(Studi Quasi Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTsN 9 Majalengka)
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Pendidikan
Kewarganegaraan
Oleh :
NIM : 2002164
2022
JUDUL
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tesis yang berjudul “
EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUICK ON THE DRAW UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJA SAMA PESERTA DIDIK (Studi Quasi
Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTsN 9 Majalengka).
Proposal ini diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan
studi di Program Magister Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan
Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rahmat, M.Si selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan
proposal tesis ini. Penulis juga menyadari bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................................11
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................................11
1.5 Struktur Organisasi Tesis...........................................................................................12
BAB II KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................14
2.1 Tinjauan Tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan................................14
2.1.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.............................15
2.1.2 Visi dan Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan........................16
2.1.3 Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan..................................17
2.1.4 Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.....................17
2.2 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif......................................................18
2.2.1 Efektivitas Pembelajaran.............................................................................18
2.2.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif......................................................18
2.2.3 Pengertia Metode Pembelajaran Quick on The Draw.................................19
2.2.5 Langkah-Langkah penerapan Metode Quick on The Draw.........................20
2.2.6 Kelemahan dan Kelebihan Metode Quick on The Draw.............................20
2.3 Kajian Tentang Keterampilan Kerja Sama Peserta Didik..........................................21
2.3.1 Pengertian Keterampilan Kerja Sama..........................................................21
2.3.2 Tujuan Keterampilan Kerja Sama................................................................22
2.3.3 Prinsip Keterampilan Kerja Sama................................................................22
2.3.4 Indikator Keterampilan Kerjasama Peserta Didik.......................................23
2.4 Penelitian Terdahulu..................................................................................................24
2.5 Kerangka Berpikir......................................................................................................29
2.6 Hipotesis....................................................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................................31
3.1 Desain penelitian........................................................................................................31
ii
3.2 Partisipan....................................................................................................................32
3.3 Populasi dan Sampel..................................................................................................32
3.4 Instrumen Penelitian..................................................................................................33
3.4.1 Angket..........................................................................................................33
3.4.2 Lembar Observasi........................................................................................34
3.4.3 Dokumentasi................................................................................................34
3.5 Prosedur Penelitian....................................................................................................35
3.5.1 Tahap Persiapan...........................................................................................35
3.5.2 Tahap Pelaksaan..........................................................................................35
3.5.3 Tahap Pelaporan..........................................................................................35
3.6 Analisis Data.............................................................................................................36
3.6.1 Perhitungan Persyaratan Analisis................................................................36
3.6.2 Penyajian Data……………………………………...……………………...36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................38
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Situasi covid-19 juga membuat mereka merasa berada di zona nyaman melakukan
apapun sendiri tidak lagi memperdulikan kerja sama ataupun gotong royong. Dampak dari
pembelajaran daring adalah peserta didik menjadi kurang aktif dalam pembelajaran dan
minimnya interaksi antar peserta didik (Rohani, 2021). Pengaruh dari perilaku-perilaku
tersebut akan berdampak kelak saat mereka telah di dunia kerja, dimana mereka dituntut
mampu berinteraksi dengan orang lain secara kompeten dan saling menghormati (Zubaidah,
2016).
Hal ini sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada beberapa berita yang sudah tersebar
secara luas tentang peralihan mulai diberlakukannya pembelajaran tatap muka. Seperti yang
terjadi di salah satu sekolah di Grogol Jawa Tengah. Camat Grogol Petamburan Didit
Sumaryanta beserta jajarannya melakukan peninjauan ke SMA 23 Negeri Grogol pada 30
Agustus 2021. Beliau mengungkapkan bahwa tidak sedikit peserta didik yang mengaku
2
tidak kenal satu sama lain. Peserta didik juga masih merasa canggung untuk berinteraksi.
Menurutnya, PTM ini merupakan penyesuain diri setelah cukup lama pembelajaran jarah
jauh (PJJ), sehingga saat nanti sekolah secara normal anak-anak tidak canggung lagi serta
bisa menjalin komunikasi yang baik dengan teman-temannya (Purnomo, 2021).
Selain itu, Mutiara salah satu peserta didik di SMPN 29 Kota Bekasi mengaku masih
ada rasa canggung karena sudah lama tidak bertemu temannya. Bahkan, dia lebih menyukai
PTM karena dapat bertanya langsung kepada gurunya jika ada yang tidak dimengerti
(Surjaya, 2021). Akibat anak lama tidak belajar tatap muka, mereka menjadi canggung
ketika bertemu ataupun berinteraksi dengan teman-temannya, jangankan berinteraksi ada
juga yang belum mengenal satu sama lainnya. Hal ini membawa dampak pada proses
pembelajaran dimana ketika ada tugas kelompok mereka tidak maksimal untuk
mengerjakan karena keterampilan kerja samanya masih rendah, maka dari itu gaya hidup
berpengaruh pada keterampilan peserta didik untuk gotong royong atau bekerja sama.
Di dalam dunia pendidikan, keterampilan kerja sama merupakan hal penting yang
harus dilaksanakan dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar sekolah. Kerja sama
dapat mempercepat tujuan pembelajaran, sebab pada dasarnya suatu komunitas belajar
3
selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri (Rosita &
Leonard, 2013).
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada observasi awal yang dilakukan peneliti di
MTs Negeri 9 Majalengka. Keterampilan kerjasama peserta didik masih kurang karena
dalam pembelajaran tidak terlihat unsur-unsur keterampilan kerjasama meliputi saling
ketergantungan positif antara anggota kelompok, tanggung jawab individu sebagai anggota
kelompok, interaksi secara langsung, komunikasi antara anggota kelompok serta proses
dalam kelompok.
Peneliti memperoleh data melalui observasi yaitu dari 25 peserta didik di salah satu
kelas VIII hanya ada 8 peserta didik yang mampu bekerjasama pada saat proses
pembelajaran kelompok. Sedangkan 17 peserta didik yang belum mampu menunjukkan
sikap kerjasama dengan teman pada saat pembelajaran kelompok berlangsung, mereka
hanya sibuk mengganggu teman, peserta didik masih sulit untuk berkolaborasi antara
sesama teman, peserta didik banyak yang bermain dan tidak memperhatikan guru ketika
menjelaskan di depan dan tidak banyak peserta didik yang saling mengeluarkan pendapat
antar sesama teman di kelas.
Dalam proses pembelajaran, terdapat juga peserta didik yang tidak peduli terhadap
keadaan temannya atau secara tidak langsung berbuat egois selama proses pembelajaran
sehingga sering terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan pendapat yang dapat
membuat keadaan dalam proses pembelajaran tidak kondusif. Kurangnya partisipasi siswa
4
juga terlihat saat diadakan tugas kelompok. Saat diberikan tugas kelompok, peserta didik
hanya mengandalkan peserta didik tertentu yang berprestasi. Penyebabnya adalah
kurangnya keterlibatan peserta didik bekerjasama secara aktif dalam proses pembelajaran
berkelompok. dan kurangnya interaksi antara teman sekelas, serta pembagian kelompok
belajar yang belum secara heterogen.
Ada pula peserta didik yang selalu ingin mendominasi kelas. Selain itu, peneliti juga
mengamati bahwa banyak peserta didik yang membiarkan temannya kesulitan ketika
diberikan tugas yang tidak jarang menyebabkan konflik lain di dalam kelas. Pelaksanaan
piket di dalam kelas juga sering kali tidak sesuai dengan pembuatan jadwal yang telah
ditetapkan. Peneliti menemukan hanya beberapa peserta didik saja yang membersihkan
kelas. Tidak terlihat antusias peserta didik untuk membantu temannya membersihkan kelas,
bahkan terdapat beberapa peserta didik yang sering meninggalkan temannya saat peserta
didik tersebut dijadwalkan untuk piket di hari tersebut.
Pada saat kegiatan pembelajaran, peneliti juga mengamati bahwa guru jarang
membuat kelompok-kelompok belajar. Peserta didik hanya diberikan tugas dan dikerjakan
secara individu sehingga kurang terjalin interaksi yang baik antara peserta didik. Guru lebih
sering menggunakan metode teacher center yang mengakibatkan kesempatan peserta didik
tidak dapat mengembangkan keterampilan kerjasamanya di dalam kelas. Hubungan sosial
yang dimiliki peserta didik akan terhambat jika permasalahan tersebut tidak dipecahkan.
Peserta didik akan berkembang menjadi pribadi yang individualis tanpa peduli dengan
lingkungan sekitar dan teman-temannya. Bahkan peserta didik dapat kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain sehingga pengetahuan dan keterampilannya tidak
berkembang secara optimal. Dibutuhkan peningkatan keterampilan kerjasama peserta didik
agar peserta didik dapat mendukung aspek dari keterampilan lain yang dimilikinya.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat menstimulus peserta didik
untuk melibatkan diri secara utuh dalam belajar sehingga pembelajaran yang baik harus ada
interaksi antara guru dengan peserta didik. Pendidik perlu memperhatikan dalam memilih
atau mengembangkan model dan metode pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan
tujuan pembelajaran serta karakteristik peserta didik di kelas. Dengan demikian peneliti
ingin meningkatkan kerjasama peserta didik melalui model pembelajaran yang inovatif
dengan metode yang menarik perhatian agar peserta didik tidak merasa bosan atau bersikap
acuh dalam proses pembelajaran di kelas.
5
Era pendidikan 4.0 merupakan tantangan yang sangat berat dihadapi guru. Jack Ma
(CEO Alibaba Group) dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018,
menyatakan bahwa pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara
mendidik dan belajar-mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan
besar. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu mengimbangi kehadiran
keempat hal itu dalam era Pendidikan 4.0. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut merupakan
salah satu proyeksi kebutuhan kompetensi abad 21.
Pada gagasan profil pelajar ini Kemendikbud telah mengantarkan apa saja yang
termasuk kedalam penanda dari Profil Pelajar Pancasila. Profil ini menjadi suatu penanda
6
yang digunakan agar bisa menjadi tolak ukur bagaimana kriteria dari peserta didik indonesia
yang cocok dengan Pancasila yang telah digagas oleh Pusat Penguatan Karakter (Rusnaini
dkk, 2021)
Kerjasama menjadi salah satu bentuk keterampilan yang perlu dikuasai peserta didik
dari kecakapan hidup. Bekerja bersama-sama guna menuju tujuan yang sebelumnya sudah
dirumuskan oleh kelompok merupakan definisi dari kerja sama. Begitupun dalam
pendidikan, dalam proses pembelajaran yang berlangsung keterampilan menjadi perkara
yang amat penting, hal ini terjadi karena dengan kerja sama tujuan yang hendak dicapai bisa
dilakukan lebih cepat, kita merujuk pada fondasi dari sekelompok orang atau dalam
pembelajaran yang disebut komunitas atau kelompok belajar dibandingkan individu yang
belajar dan mengerjakan sendiri hasilnya selalu lebih baik (Rosita & Leonard, 2013)
Minimnya keahlian tentang kerjasama yang terjalin di golongan antar peserta didik
diperjelas dengan dukungan dari hasil riset Rosita & Leonard (2013) bahwa keahlian
kerjasama peserta didik dalam pendidikan belum bisa menyeluruh secara maksimal, hal ini
terjadi karena siswa berperilaku lebih kea rah individualistis, kurang bertoleransi, serta jauh
dari pandangan nilai-nilai kebersamaan. Apa yang diungkapkan demikian sama halnya
dengan hasil dari riset (Sholihah, 2016) keadaan memprihatinkan akan rendahnya
keterampilan kerjasama siswa membangunkan untuk bisa menyiapkan generasi berkarakter
yang tentunya lebih baik yang disiapkan melalui pendidikan dengan memiliki suatu
keterampilan kerja sama.
Seseorang yang berani menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup, baik itu
fenomena atau problema yang terjadi di kehidupan, dengan mencari kemudian mampu
menyelesaikan dan mengatasinya dengan mendapatkan solusi secara kreatif dan proaktif
merupakan inti dari hasil penelitian serta kompetensi dari suatu kecakapan hidup
(Depdiknas 2006). Seperti yang diungkapkan oleh Rachman (2009) yang termasuk kedalam
life skills atau kecakapan hidup diantaranya ialah keacakapan personal(personal skill) atau
kecakapan untuk mengenal diri, kecakapan dalam sosial, kemudian kecakapan bidang
akademik dan bidang vokasi atau kecakapan dalam bidang vokasional.
Kecakapan dalam keterampilan sosial atau disebut social skill menjadi salah satu yang
penting untuk dimiliki sebagai kecakapan dalam pembelajaran. Bukan lagi persaingan
sebagai kecakapan yang harus dimiliki dalam abad 21, kerja sama dan kolaboasilah yang
perlu ditanamkan, karena perserta didik harus memapu untuk bekerja sama baik pada
7
kelompok yang besar ataupun kecil, harus mampu untuk beradaptasi dan beriterasksi pada
berbagai peran hubungan dengan guru atau teman lainnya dan bertanggung jawab serta
dapat menerima perbedaan dalam berpendapat.
Pengembangan tentang proses suasana atau substansi dari lingkungan yang membuat
seseorang mampu mendorong, serta mengunggah dalam mengembangkan kebiasaan atau
perilaku baik pada kehidupan sehari-hari merupakan sisi lain dari pendidikan karakter
(Mu’arif dkk. 2021). Pada gagasan profil pelajar Pancasila Kemendikbud telah
mengantarkan apa saja yang termasuk kedalam penanda dari Profil Pelajar Pancasila. Profil
ini menjadi suatu penanda yang digunakan agar bisa menjadi tolak ukur bagaimana kriteria
dari peserta didik Indonesia yang tentunaya cocok dengan Pancasila yang telah digagas oleh
Pusat Penguatan Karakter (Rusnaini, 2021).
Menurut Soekanto (2006) tanpa adanya keterampilan kerja sama maka tidak akan ada
pula keluarga, organisasi atau pun sekolah yang notebenya tidak melakukan proses
pembelajaran di sekolah. Karena kerja sama ini merupakan suatu usaha yang dilakikan
bersama-sama yang terdiri dari perorangan atau kelompok dalam mencapai suatu maksud
tujuan tertentu. Sekolah menjadi wahana atau wadah untuk menanamkan nilai atau
integritas dari karakter positif dalam diri peserta didik.
Kebiasaan yang dilakukan oleh peserta didik saat ini berdampak terhadap karakter
yang mereka miliki dimasa mendatang, dimana karakter peserta didik digambarkan atau
ditumbuhkan oleh penerapan pendidikan karakter yang dimulai sejak dini (Permatasari dkk.
2021). Pada kecakapan hidup kerjasama menjadi salah satu bentuk keterampilan yang perlu
dikuasai peserta didik. Bekerja bersama-sama guna menuju tujuan yang sebelumnya sudah
dirumuskan oleh kelompok merupakan definisi dari kerja sama.
Hal ini juga didasari oleh motivasi belajar yang ada pada peserta didik. Adanya
keterlibatan peserta didik dalam belajar kemudian keaktifan didalam proses belajar menjadi
upaya yang harus dilakukan oleh guru yang memiliki peran sangat penting untuk
8
mengawasi kondisi peserta didik khususnya dalam hal motivasi dan emosi yang mereka
miliki (Gianistika, 2021).
Tujuan pembelajaran PPKn yaitu untuk mengarahkan peserta didik untuk menjadi
warga negara yang berkarakter bangsa Indonesia, cerdas, terampil, dan bertanggung jawab
sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat sesuai dengan ketentuan Pancasila dan
UUD NRI 194 serta keterampilan bekerja sama, dimana dalam pembelajaran peserta didik
merasakan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan dapat menggali potensi dan rasa
percaya diri peserta didik untuk aktif di kelas.
Keterampilan kerjasama peserta didik masih rendah, hal ini didukung oleh penelitian
(Rosita & Leonard, 2013) yang menyatakan bahwa keterampilan kerjasama siswa dalam
pembelajaran kurang optimal. Hal ini disebabkan oleh sikap siswa yang cenderung
individualistis, kurang bertoleransi, dan kurang memiliki nilai kebersamaan. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil penelitian (Sholihah, 2016) bahwa keterampilan kerjasama
siswa masih rendah sehingga diperlukan upaya untuk membentuk generasi yang memiliki
keterampilan kerjasama melalui bidang pendidikan.
Salah satu upaya guru untuk membangkitkan keterampilan kerja sama peserta didik
pada pelajaran PPKn yaitu dengan penggunaan metode Quick on The Draw. Metode Quick
on The Draw adalah sebuah metode yang di dalamnya melakukan sebuah aktivitas riset
dengan insentif bawaan untuk kerja tim dan kecepatan (Ginnis 2008, 163). Aktivitas ini
mendorong kerja kelompok semakin efisien. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian
tugas lebih produktif daripada menduplikasi tugas. Metode Quick on The Draw merupakan
metode pembelajaran yang dikembangkan melalui pemberdayaan kelompok,
10
mengefektifkan kerjasama, dan membangun rasa percaya diri individu dan meningkatkan
tanggung jawab individu itu dalam kelompok.
Intinya kegiatan ini dapat membantu peserta didik untuk membiasakan diri
mendasarkan belajar tidak semata-mata pada guru sehingga pembelajaran lebih terpusat
pada peserta didik dan hasilnya peserta didik dapat menikmati pembelajaran yang berkesan.
Oleh sebab itu, metode pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas peserta didik untuk
saling bertanya dan berpendapat serta dapat meningkatkan tingkat keterampilan kerjasama
peserta didik dalam kelompoknya.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Efektivitas Metode Pembelajaran Quick On The Draw Untuk Meningkatkan Keterampilan
Kerja Sama Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTS
Negeri 9 Majalengka)”
1) Bagaimana sikap peduli lingkungan peserta didik di kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
2) Bagaimana sikap peduli lingkungan peserta didik di kelas kontrol yang tidak menggunakan model
pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
3) Bagaimana perbedaan sikap peduli lingkungan peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
4) Bagaimana pengaruh model pembelajaran kontekstual (CTL) terhadap sikap peduli lingkungan
peserta didik dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
includes only legal status in country and the activities closely related to the
political function-voting, governmental organization, holding of ojice, and legal
right and responsibility …” (Citizenship sebagaimana keberhubungan dengan
kegiatan-kegiatan sekolah mempunyai dua pengertian dalam arti sempit,
citizenship hanya mencakup status hukum warga negara dalam sebuah negara,
organisasi pemerintah, mengelola kekuasaan, hak-hak hukum dan tanggung
jawab). Dari perspektif ini, Civics dan Citizenship erat kaitannya dengan urusan
warga negara dan negara.
Sementara itu, ahli lain yang bernama Jack Allen dari buku yang ditulis oleh
(Komala, Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 2), merumuskan batasan
pengertian dari civic education itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
Civic education properly defined, as the product of the entire program of the
school, certainly not simply of the social studies program, and assuredly not
merely of a course in civics. But civics has an important function perform. It
confronts the young adolescent for the first time in his school experience
with a complete view of citizenship function, as rights and responsibilities in
a democratic context.
Pendapat Jack Allen di atas dapat disimpulkan bahwa PKn berfungsi sebagai
pegangan bagi peserta didik untuk berinteraksi dan berbuat sebagai warga negara
yang baik sekaligus paham akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan
yang demokratis.
Berdasarkan beberapa pengertian dan batasan-batasan Pendidikan
Kewarganegaraan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaran adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik
yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan yang lainnya, pengaruh-
pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua yang
kesemuanya diproses guna melatih siswa-siswi untuk berpikir kritis, analitis,
bersikap dan bertindak demokratis serta memasukan seluruh kegiatan sekolah
maupun ekstrakurikuler dalam kerangka Civic Education (kegiatan di dalam dan di
luar kelas, diskusi dan organisasi peserta didik yang berdasarkan Pancasila dan
UUD NKRI tahun 1945.
Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan dapat membantu peserta
didik dalam pengembangan minat bakatnya, mempersiapkan warga negara
muda,agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat, agar
16
peserta didik mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar, menanamkan
tanggung jawab warga negara yang mandiri. Sehingga PKn dapat menumbuhkan,
mengembangkan rasa kecintaan terhadap tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara, yakin akan kebenaran Pancasila sebagai satau-satunya alat pemersatu
bangsa yang paling mungkin, rela berkorban, membentuk sikap dan perilaku cinta
tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa serta memberikan kemampuan awal
bela negara.
2.1.2 Visi dan Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Rumusan Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada dasarnya
dijabarkan lebih lanjut kedalam visi misi pendidikan kewarganegaraan. Menurut
Lee (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007, hlm 3), bahwa:
Visi pendidikan kewarganegaraan dalam era globalisasi perlu diarahkan pada
pengembangan kualitas warga negara yang mencakup spiritual development,
sense of individual, responsibility, and reflective and autonomous
personality. Misi pendidikan kewarganegaraan secara subtantif pedagofis
adalah mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Pernyataan Lee tersebut bermakna bahwa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah suatu objek pembelajaran yang menjadi sarana
pengembangan kualitas warga negara melalui pembinaan karakter warga negara
dan membentuj kepribadian bangsa dengan misi membangun warga negara yang
sadar akan peran kedudukan srta memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Kemudian Sapriya (dalam Winarno, 2013 hlm. 7) mengungkapkan bahwa
“Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajian yang bersifat multisiplin mengambil
peran tidak hanya sebagai pendidikan politik, tetapi juga berperan sebagai
pendidikan nilai dan moral, pendidikan hukum dan pendidikan bela negara”.
Mengacu pada berbagai pernyataan tersebut, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa misi Pendidikan Kewraganegaraan adalah pendidikan
pengembangan karakter warga negara melalui pengajaran tentang peraturan dan
institusi masyarakat dan negara (Kalidjernih, 2010, hlm. 130).
2.1.3 Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada dasarnya bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik dan cerdas (to be a good and smart
17
dimiliki anak sejak lahir, melainkan keterampilan yang harus diajarkan dan
diberikan kesempatan untuk berlatih.
Dalam upaya meningkatkan keterampilan kerjasama siswa pada siswa maka
diperlukan pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik untuk belajar secara langsung dalam mempraktekkan keterampilan
tersebut. Selain itu, suasana kelas pun sangat berpengaruh untuk kerjasam antar
siswa.
Keterampilan kerja sama merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia, karena dengan kerjasama manusia dapat melangsungkan kehidupannya.
Kerjasama juga menuntut interaksi antara beberapa pihak. Kerjasama adalah
keinginan untuk bekerjasama dengan orang lain secara menyeluruh dan menjadi
bagian dari kelompok. Bukan bekerja secara terpisah atau saling berkompetensi.
2.3.2 Tujuan Keterampilan Kerja Sama
Ketarampilan kerja sama berperan untuk meningkatkan partisipasi siswa
dalam kegiatan bekerja kelompok misalnya dengan diskusi. Yang selama ini
kebanyakan yang terjadi apabila dilaksanakan diskusi kelompok dalam pembelajaran
tidak semua anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Ada yang
berbicara sendiri, ada yang bermain sendiri, bahkan ada yang mengganggu temannya
yang sedang bekerja. Maka kerja sama peserta didik memiliki tujuan yaitu hasil
belajar yang lebih baik dan menyelesaikan tugas dengan baik dan benar peserta didik
akan membangkitkan keterampilan kerja sama dan dapat bertukar informasi
Menurut Modjiono (2009, hlm. 61) menerangkan bahwa tujuan kerjasama sebagai
berikut:
1) Untuk mengembangkan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah.
2) Mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan komunikasi.
3) Menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuan siswa.
4) Untuk dapat memahami dan menghargai satu sama lain antar teman.
Dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan kemampuan
kerjasama yaitu untuk mengajak anak agar dapat saling tolong menolong, untuk
menciptakan mental anak didik yang penuh rasa percaya diri agar dapat dengan
mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, serta dapat meningkatkan sosialisasi
anak terhadap lingkungan dan pembelajaran kerjasama bermaksud untuk
memudahkan siswa mengerjakan tugas secara bersama-sama dan memudahkan
peserta didik menghadapi permasalahan dalam pembelajaran. Sehingga keterampilan
24
kerja sama yang dikembangkkan pada diri peserta didik akan membantu pada
kehidupan social yang luas.
2.3.3 Prinsip Keterampilan Kerja Sama
Isjoni (2010, hlm. 65) berpendapat bahwa dalam pembelajaran yang
menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki keterampilan-
keterampilan khusus. Keterampilan khusus ini disebut dengan keterampilan
kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk memperlancar hubungan
kerja dan tugas (kerjasama siswa dalam kelompok). Keterampilan kooperatif
tersebut sebagai berikut:
1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu
kesepakatan bersama yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja.
2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak
ada anggota yang merasa tidak dianggap.
3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. Hal ini berarti setiap anggota kelompok
bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tanggung jawab
tertentu dalam kelompok.
4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung.
5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas dapat
diselesaikan tepat waktu.
6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas.
7) Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas.
8) Menyelesaikan tugas tepat waktu.
9) Menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kerja sama tidak akan timbul begitu saja pada peserta didik,
tetapi perlu untuk dibangkitkan dan disinilah tugas guru untuk membangkitkan kerja
sama pada peserta didik. Karena hal demikian merupakan hal positif bagi peserta
didik dan akan terlatih berinteraksi dengan orang lain, berani berpendapat dan
percaya diri sehingga peserta didik akan lebih siap dalam menajalani kehidupan di
masa mendatang
2.3.4 Indikator Keterampilan Kerjasama Peserta Didik
Indikator Kerjasama menurut Zuriah (2011, hlm.14) mengemukakan bahwa
dalam kerjasama peserta didik termasuk belajar bersama, diperlukan penyesuaian
emosional antara peserta didik satu dengan yang lain. Sedangkan Djamarah (2000,
hlm. 7) berpendapat bahwa dalam suatu kerjasama, siswa akan menyadari
25
kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, saling membantu dengan ikhlas dan
tanpa ada rasa minder, serta persaingan yang positif untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal. Harsanto (2007, hlm. 44) memiliki pandangan bahwa kerjasama
peserta didik dapat terlihat dari belajar bersama dalam kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai ciri-ciri atau
indikator kerjasama peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa indikator
kerjasama peserta didik antara lain:
1) Saling membantu sesama anggota dalam kelompok (mau menjelaskan kepada
anggota kelompok yang belum jelas).
2) Setiap anggota ikut memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai
kesepakatan.
3) Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok.
4) Setiap anggota kelompok mengambil giliran dan berbagi tugas.
5) Berada dalam kelompok kerja saat kegiatan berlangsung.
6) Meneruskan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya.
7) Mendorong peserta didik lain untuk berpartisipasi dalam tugas kelompok.
8) Menyelesaikan tugas tepat waktu
2.4 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian yang relevan dengan rencana tesis yang akan
penulis susun dan melakukan penelitian:
Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu
No
Nama Judul Hasil dan Relevansi
.
1. Erma Penerapan Model Berdasarkan perhitungan dan analisis data
Suwirda. Pembelajaran dalam penelitian ini menunjukan bahwa hasil
2020 Kooperatif Tipe belajar siswa mengalami peningkatan yaitu
Quick On The Draw dari siklus I yang awalnya hanya 74,29%
Untuk Meningkatkan meningkat 85,71% siklus II. Hasil analisis
Aktivitas Dan Hasil aktivitas siswa mengalami peningkatan pada
Belajar PKn pada kedua siklus tersebut, dari kategori cukup
materi hubungan menjadi baik dan kategori baik meningkat
gambar pada menjadi sangat baik, sehingga dapat
lambang negara disimpulkan bahwa dengan penerapan model
26
3. Luh Putu Upaya Meningkatkan Dilihat dari hasil evaluasi yang telah
Sukarti. 2019. Prestasi Belajar PKn dilakukan terjadi peningkatan dari data awal
Melalui Penggunaan dengan rata-rata 66,44, ketuntasan belajar
Model Pembelajaran 42,10%. Pada siklus I rata-ratanya 69,86
Quick On The Draw. meningkat menjadi 76,57 pada siklus II
(Journal of Education dengan ketuntasan belajar 94,73%. Dengan
Action Research) demikian dapat disampaikan simpulan
bahwa penerapan model Quick On The
Draw dapat meningkatkan prestasi belajar
28
Berdasarkan hasil penerapan metode Quick on The Draw dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan diatas tentunya berkaitan dengan yang hendak penulis teliti. Penulis
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan metode yang digunakan yaitu
Quick on The Draw, karena dari beberapa penelitian tersebut didapatkan hasil yang rata-
30
rata baik dan positif baik untuk hasil belajar peserta didik, prestasi belajarnya ataupun
keterampilan sikap yang dimilikinya. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut bagaimana keefektifan metode pembelajaran Quick on The Draw yang diberikan
jika diterapkan dalam pembelajaran PPKn.
2.5 Kerangka Berpikir
Pembelajaran sebagai upaya penting pendidikan menuntut peserta didik agar dapat
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik dapat berperan aktif apabila
kegiatan pembelajaran mampu membuat siswa melaksanakan aktivitas belajar. Aktivitas
belajar yang berupa kegiatan menanya dan mengomunikasikan pendapat akan
menciptakan aktivitas belajar yang tinggi dan dilandasi oleh rasa ingin tahu peserta didik
mengenai materi pembelajaran sehingga sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran dapat
dikembangkan. Apabila peserta didik mempunyai ketertarikan dan aktivitas belajar yang
tinggi maka peserta didik akan mudah dalam memahami materi yang diberikan. Oleh
karena itu, penggunaan metode pembelajaran yang mampu menciptakan ketertarikan dan
aktivitas belajar peserta didik sangat diperlukan.
Penelitian ini dilakukan di dua kelas. Kelas eksperimen menggunakan metode
pembelajaran Quick on The Draw sedangkan kelas kontrol menggunakan metode
ceramah. Kedua metode pembelajaran tersebut akan dilihat keefektifannya terhadap
keterampilan kerja sama peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Bagan Skema
Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran penelitian disini menjelaskan secara garis besar
alur dari suatu penelitian, untuk mempermudah dalam penelitian ini peneliti
menggambarkannya ke dalam peta konsep di bawah ini:
Keterampilan Kerjasama :
1. Menggunakan Kesepakatan
2. Menghargai Kontribusi
3. Menerima Tanggung jawab
4. Menyelesaikan tugas tepat waktu
5. Mengahargai perbedaan
TREATMENT
Hasil
Penelitian
Kesimpulan
2.6 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah kesimpulan sementara yang peneliti rumuskan
terkait penelitian yang hendak dilakukan. Sugiyono (2015, hlm. 64) menjelaskan
hipotesis sebagai “jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kaliamat pertanyaan”.
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik pada pretest dan posttest
dalam pembelajaran PPKn di kelas yang menerapkan metode Quick On The Draw
yaitu kelas eksperimen.
2) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik pada pretest dan posttest
dalam pembelajaran PPKn di kelas yang menerapkan metode ceramah yaitu kelas
kontrol.
3) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik antara kelas eksperimen
yang menggunakan metode Quick On The Draw dengan keterampilan kerja sama
peserta didik pada kelas kontrol yaitu kelas yang menerapkan metode ceramah.
32
4) Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode Quick on the Draw efektif
dapat meingkatkan keterampilan kerja sama peserta didik dalam pembelajaran
PPKn.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
C. Dasar pertimbangan pemilihan partisipan dalam penelitian ini didasarkan kepada latar
belakang prestasi masing-masing kelas berdasarkan hasil prestasi akedemik dilihat dari
hasil perolehan rata-rata nilai yang mengacu kepada nilai harian dan nilai ulangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dipilihlah kelas VIII-A sebagai kelas kontrol dan
kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen karena perolehan nilai rata-rata kelas VIII-A lebih
bagus dibandingkan kelas VIII-C.
Mengacu kepada hasil perolehan nilai rata-rata tersebut diberikanlah perlakuan
(treatment) pembelajaran yang berbeda antara kedua kelas, yaitu kelas eksperimen
dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan metode Quick on The Draw
sedangkan kelas kontrol menerapkan perlakuan pembelajaran konvensional (metode
ceramah) dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
menumbuhkan meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik. Pemberian
perlakuan yang berbeda tersebut dimaksudkan untuk melihat seberapa besar efektifivitas
metode Quick on The Draw dalam meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik
dibandingkan dengan perlakuan penerapan pembelajaran konvensional dengan
menetapkan kelas yang memiliki perolehan nilai rata-rata yang lebih rendah yaitu kelas
VIII-C sebagai kelas eksperimen dalam melihat seberapa efektif metode Quick on The
Draw untuk meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik dalam pembelajaran
PPKn dibandingkan dengan kelas kontrol yang memiliki perolehan nilai rata-rata
akademik yang lebih baik dari pada kelas eksperimen.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek pada suatu penelitian yang
akan menjadi sumber data dan informasi penelitian. Sugiyono (2012, hlm. 177)
menjelaskan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Berkaitan dengan hal
tersebut, populasi sangat penting dan dibutuhkan dalam suatu penelitian untuk
memperoleh data dan informasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas VIII MTs N 9 Majalengka yang terdiri dari 5 kelas dengan
jumlah siswa sebanyak 127 siswa.
3.3.2 Sampel
Peneliti memerlukan sampel penelitian yang merupakan bagian dari populasi,
maka diambilah sampel dari populasi tersebut yang akan digunakan dalam penelitian
35
ini berdasarkan data yang dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal ini selaras
dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012, hlm. 118) bahwa sampel adalah
“bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Berkaitan
dengan hal tersebut, teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sampel tidak secara random.
Pemilihan teknik sampel tersebut didasarkan pada pernyataan Ruseffendi
(2005, hlm. 52) yang mengungkapkan bahwa kuasi eksperimen subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya.
Pendapat tersebut bermakna bahwa dalam penelitian kuasi eksperimen sampel
penelitian yang akan dibandingkan sudah ada, peneliti hanya tinggal menggambil 2
kelompok untuk dijadikan sampel dalam sebuah populasi. Sampel penelitian ini
adalah peserta didik kelas VIII-C dengan jumlah 25 peserta didik sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII-A dengan jumlah 25 peserta didik sebagai kelas kontrol.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Angket
Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk
menggali data sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Sugiyono
(2015,hlm. 199) kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responder untuk dijawabnya.
Pada proses penelitian ini akan menggunakan instrumen berbentuk angket.
Angket digunakan untuk mengetahui seberapa efektif keterampilan kerja sama
sebelum dan setelah digunakan metode Quick On The Draw. Angket yang
digunakan mengunakan skala pengukuran likert, skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang, jawaban
setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradiasi dari
sangat positif hingga sampai negatif. Pertanyaan−pertanyaan yang ada di dalam
angket dibagi menjadi dua kriteria, yaitu kriteria positif dan kriteria negatif
Pada pertanyaan dengan kriteria positif akan mendapatkan skor seperti
berikut:
STS (Sangat Tidak Setuju) =1
TS (Tidak Setuju) =2
R (Ragu –Ragu) =3
S (Setuju) =4
36
SS (Sangat Setuju) =5
Sedangkan untuk pertanyaan kriteria negatif akan mendapatkan skor:
SS (Sangat Setuju) =1
S (Setuju) =2
R (Ragu –Ragu) =3
TS (Tidak Setuju) =4
STS (Sangat Tidak Setuju) =5
Angket akan diberikan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol di awal
pembelajaran dan di akhir pembelajaran.
3.4.2 Lembar observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran langsung tentang proses
pembelajaran PPKn dengan metode pembelajaran Quick on The Draw terhadap
keterampilan kerjasama peserta didik. Observasi yang digunakan merupakan
observasi berperan serta (Participant Observation). Menurut Sugiyono (2015,
hlm.311) observasi berperan serta digolongkan menjadi empat yaitu partisipasi pasif,
partisipasi moderat, observasi yang terus terang dan tersamar dan observasi yang
lengkap. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana ketepatan model
pembelajaran kooperatif tipe Quick on The Draw pada subjek penelitian dan
ketercapaian keterampilan kerja sama pada siswa
Untuk mengetahui apakah hasil penilaian lembar observasi ini termasuk pada
kategori baik atau kurang baik, berikut dibawah ini tabel dari kategori penilaian
lembar observasi.
Tabel 2 Penskoran Lembar Observasi
Kriteria Skor Presentase
Kurang (K) 0% - 33,3%
Cukup (C) 33,4% - 66,7%
Baik (B) 66,8% - 100%
37
3.4.3 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data penunjang penelitian ini.
Dokumentasi akan dikumpulkan langsung dari tempat penelitian dengan bentuk foto-
foto kegiatan dan laporan kegiatan. Dokumentasi di pilih karena dengan
menggunakan foto akan menjadi bukti dimana penelitian ini dilakukan.
4) Tahap akhir pelaksanaan adalah pemberian post nontest yaitu peserta didik kembali
mengisi angket keterampilan kerja sama untuk melihat apakah terdapat perbedaan
keterampilan kerja sama sebelum dan sesudah dilaksanakan treatment.
3.5.3 Tahap Pelaporan
1) Menganalisis dan mengolah data hasil penelitian
2) Pembahasan
3) Pelaporan hasil penelitian
a. Menganalisis data hasil penelitian yang meliputi analisis statistik yang
diantaranya menggunakan uji beda atau uji-t
b. Menarik kesimpulan dan saran dari pembahasan serta hasil penelitian
c. Menentukan apakah hipotesis dalam penelitian terbukti atau tidak
d. Membuat laporan yang dibimbing oleh dosen pembimbing
3.6 Analisis Data
3.6.1 Perhitungan Persyaratan Analisis
Perhitungan persyaratan analisis data dilakukan sebelum melakukan analisis
data. Perhitungan persyaratan analisis data terdiri atas perhitungan normalitas
sebaran data dan perhitungan homogenitas varian. Apabila kriteria perhitungan
normalitas dan homogenitas terpenuhi maka selanjutnya dapat dilakukan uji
hipotesis menggunakan uji-t.
Perhitungan normalitas dan homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah
data masing-masing variabel berdistribusi normal dan berasal dari sampel yang
sama atau tidak. Apabila sampel berasal dari data yang sama atau memiliki
karakteristik yang sama maka data awal yang mengalami perubahan merupakan
data yang dipengaruhi dari perlakuan yang diberikan kepada sampel. Sedangkan
perhitungan hipotesis digunakan untuk mengetahui hasil dari perlakuan yang
diberikan kepada sampel.
1) Perhitungan Normalitas
Perhitungan normalitas dilakukan dengan program SPSS 16.0 dengan
menggunakan rumus kolmogorov-smirnov. Distribusi data dinyatakan normal
apabila nilai kolmogorov-smirnov > 0,05, dengan taraf signifikansi 5%. Data
hasil perhitungan normalitas diperoleh dari hasil skor angket awal dan angket
akhirketerampilan kerja sama peserta didik.
2) Penghitungan Homogenitas Varian
39
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A.Ubaedillah. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education) : Pancasila,
Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenadamedia Group
Alie, Humaedi dkk, (2015). Etnografi Bencana. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta.
Apriliana, Lestari. (2018) Efektivitas Outdoor Learning dalam Meningkatkan Kreativitas
Anak Usia Dini. Skripsi. Jurusan Psikologi: Universitas Negeri Malang.
Budimansyah, & Winataputra. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif
Internasional. Bandung: Widya Aksara Press
Dalvi. (2006). Guru yang Menggairahkan. Yogyakarta: Gama Media Daryanto
Daryanto, dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava
Media
Darmadi, H. (2018).Pengembangan model dan metode pembelajaran dalam dinamika belajar
siswa. Yogyakarta, ID: Deepublish.
Eveline S & Nara (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor : Ghalia Indonesia.
Ginnis, Paul. (2008. Trik & Taktik Mengajar – Strategi Meningkatkan Pencapaian.
Pengajaran di Kelas. Jakarta: I
Komarudin, Hidayat. (2001). Aktif Learning. Yogyakarta: Yappendis.
Mulyo Rahardjo. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media
Djamarah, Syaiful Bahri. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Harsanto, Radno. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta : Kanisius
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Husaini Usman dan R. Purnomo Setiady Akbar. (2003). Pengantar Statistika. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
41
Penelitian Jurnal
Desak Putu Putri. (2020). Penggunaan Metode Pembelajaran Team Quiz Sebagai Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar PKn. Journal of Education Action Research Volume 4,
Number 4, Tahun Terbit 2020, pp. Universitas Pendidikan Ganesha. 452-458 P-ISSN:
2580-4790 E-ISSN: 2549-3272
Eko Budi Sulisty , Nani Mediatati. (2019). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam
Pembelajaran PPKn melalui Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Team Game
Tournaments). Jurnal Pedagogi dan Pembelajaran. JP2, Vol 2 No 2, Tahun 2019 p-
ISSN : 2614-3909 e-ISSN : 2614-3895. Hal. 233.
42
Ernawati, E. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Pai Dengan Metode Team Qiuz Siswa Kelas
VIi. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 11(1), 29.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26418/jvip.v11i1.26014
Hapsari, S. Nadia., dan Yonata, Bertha. (2014). Keterampilan Kerjasama Saat Diskusi
Kelompok Siswa Kelas XI IPA pada Materi Asam Basa melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif di SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. Unesa Journal of
Chemical Education, volume 3 (2), 181-188
Katon, I. C., Riyadi, & Djaelani. (2016). Peningkatan kerjasama melalui penerapan
numbered heads together. Jurnal Didaktika Dwija Indria , 4(2), 1-7. Retrieved from
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/6441
Kusumawati, N. (2017). Penerapan Metode Active Learning Tipe Team Quiz Untuk
Meningkatkan Keaktifan Bertanya Dan Kreatifitas Siswa Pada Mata Pelajaran Ipa
Kelas V SDN Ronowijayan Ponorogo. Jurnal Bidang Pendidikan Dasar, 1(2), 26–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.21067/jbpd.v1i2.1830
Long, C. Ming, Z. & Chen, L. (2013). The study of student motivation on english learning in
junior middle school. Canadian Center of Science and Education, 6, 136-145.
Rohmawati. (2015). Efektivitas Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Usia Dini. 9 (1) :15-32.
Roshayanti, F., Rustaman, N., Barlian, A., Lukmana, I. (2009) Profil Sociocultural
Prespective dalam Berargumentasi Mahasiswa Calon Guru Biologi pada Perkuliahan
Fisiologi Manusia. Proceedings The 3rd International Seminar on Science
Education”Challenging Science Education in The Digital Era”.ISBN: 978-602-8171-
14-1.
Rusnaini, dkk (2021). Intensifikasi Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya Terhadap
Ketahanan Pribadi Siswa. Jurnal Ketahanan Nasional Vol. 27, No. 2, Agustus 2021,
Hal 230-249
Syahrir. (2011). “Effects of the Jigsaw and Teams Game Tournament (TGT) Cooperative
Learning on the Learning Motivation and Mathematical Skills of Junior High School
Students”. Jurnal International Seminar and the Fourth National Conference on
Mathematics Education 2011 Department of Mathematics Education, Yogyakarta State
University. (21-23 Juli 2011). Hal 155.
43
Ujiati, C. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament
(TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD. Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3
No.1 Edisi Januari 2017 ISSN: 2442-7470.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. (2014) . Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 59 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Berita
Negara RI Tahun 2014, No. 955. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.