Anda di halaman 1dari 49

Revisi 25/2/22 lihat di dalam naskah

PROPOSAL PENELITIAN TESIS

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUICK ON THE DRAW UNTUK


MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJASAMA PESERTA DIDIK

(Studi Quasi Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTsN 9 Majalengka)

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Pendidikan
Kewarganegaraan

Oleh :

Endah Zakiyyatun Najah M

NIM : 2002164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM MAGISTER DAN DOKTOR

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


BANDUNG

2022

JUDUL

Efektivitas Metode Pembelajaran Quick On The Draw Untuk Meningkatkan


Keterampilan Kerjasama Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen Mata Pelajaran PPKn
Kelas VIII MTs Negeri 9 Majalengka)
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tesis yang berjudul “
EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUICK ON THE DRAW UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJA SAMA PESERTA DIDIK (Studi Quasi
Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTsN 9 Majalengka).

Proposal ini diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan
studi di Program Magister Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan
Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rahmat, M.Si selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan
proposal tesis ini. Penulis juga menyadari bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.

Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Bandung, Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................................11
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................................11
1.5 Struktur Organisasi Tesis...........................................................................................12
BAB II KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................14
2.1 Tinjauan Tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan................................14
2.1.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.............................15
2.1.2 Visi dan Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan........................16
2.1.3 Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan..................................17
2.1.4 Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.....................17
2.2 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif......................................................18
2.2.1 Efektivitas Pembelajaran.............................................................................18
2.2.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif......................................................18
2.2.3 Pengertia Metode Pembelajaran Quick on The Draw.................................19
2.2.5 Langkah-Langkah penerapan Metode Quick on The Draw.........................20
2.2.6 Kelemahan dan Kelebihan Metode Quick on The Draw.............................20
2.3 Kajian Tentang Keterampilan Kerja Sama Peserta Didik..........................................21
2.3.1 Pengertian Keterampilan Kerja Sama..........................................................21
2.3.2 Tujuan Keterampilan Kerja Sama................................................................22
2.3.3 Prinsip Keterampilan Kerja Sama................................................................22
2.3.4 Indikator Keterampilan Kerjasama Peserta Didik.......................................23
2.4 Penelitian Terdahulu..................................................................................................24
2.5 Kerangka Berpikir......................................................................................................29
2.6 Hipotesis....................................................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................................31
3.1 Desain penelitian........................................................................................................31

ii
3.2 Partisipan....................................................................................................................32
3.3 Populasi dan Sampel..................................................................................................32
3.4 Instrumen Penelitian..................................................................................................33
3.4.1 Angket..........................................................................................................33
3.4.2 Lembar Observasi........................................................................................34
3.4.3 Dokumentasi................................................................................................34
3.5 Prosedur Penelitian....................................................................................................35
3.5.1 Tahap Persiapan...........................................................................................35
3.5.2 Tahap Pelaksaan..........................................................................................35
3.5.3 Tahap Pelaporan..........................................................................................35
3.6 Analisis Data.............................................................................................................36
3.6.1 Perhitungan Persyaratan Analisis................................................................36
3.6.2 Penyajian Data……………………………………...……………………...36

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................38

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Kehidupan manusia tidak akan berjalan dengan sendirinya. Dalam memenuhi segala
kebutuhan dan fasilitas hidup tentunya membutuhkan orang lain dan harus bekerjasama.
Berbeda dengan manusia yang merasa bisa hidup sendiri tanpa hadirnya orang lain maka
keberadaannya dimasyarakat akan diasingkan dan dikucilkan. Bahu membahu, gotong
royong, saling tolong menolong dan bekerja sama menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berdampingan. Fenomena
rendahnya kerjasama ini tidak hanya terjadi di dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi
terjadi pula pada instansi pemerintah, organisasi, bahkan lingkungan sekolah.

Berkembang pesatnya teknologi membawa pengaruh yang besar terhadap perubahan.


Remaja menjadi individualise atau introvert dan cenderung tidak mau untuk bersosialisasi.
Dalam kondisi covid-19 yang kita ketahui sebelumnya pembelajaran dilakukan secara jarak
jauh (PJJ), sudah hampir 2 tahun berlalu mengakibatkan banyak sekali remaja yang terjerat
berbagai permasalahan terutama masalah interaksi sosial dimana remaja saat ini lebih
senang melakukan apapun sendiri, jadi lebih senang untuk menyendiri membuat kepedulian
mereka terhadap lingkungan sekitarnya memudar.

Situasi covid-19 juga membuat mereka merasa berada di zona nyaman melakukan
apapun sendiri tidak lagi memperdulikan kerja sama ataupun gotong royong. Dampak dari
pembelajaran daring adalah peserta didik menjadi kurang aktif dalam pembelajaran dan
minimnya interaksi antar peserta didik (Rohani, 2021). Pengaruh dari perilaku-perilaku
tersebut akan berdampak kelak saat mereka telah di dunia kerja, dimana mereka dituntut
mampu berinteraksi dengan orang lain secara kompeten dan saling menghormati (Zubaidah,
2016).

Hal ini sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada beberapa berita yang sudah tersebar
secara luas tentang peralihan mulai diberlakukannya pembelajaran tatap muka. Seperti yang
terjadi di salah satu sekolah di Grogol Jawa Tengah. Camat Grogol Petamburan Didit
Sumaryanta beserta jajarannya melakukan peninjauan ke SMA 23 Negeri Grogol pada 30
Agustus 2021. Beliau mengungkapkan bahwa tidak sedikit peserta didik yang mengaku
2

tidak kenal satu sama lain. Peserta didik juga masih merasa canggung untuk berinteraksi.
Menurutnya, PTM ini merupakan penyesuain diri setelah cukup lama pembelajaran jarah
jauh (PJJ), sehingga saat nanti sekolah secara normal anak-anak tidak canggung lagi serta
bisa menjalin komunikasi yang baik dengan teman-temannya (Purnomo, 2021).

Selain itu, Mutiara salah satu peserta didik di SMPN 29 Kota Bekasi mengaku masih
ada rasa canggung karena sudah lama tidak bertemu temannya. Bahkan, dia lebih menyukai
PTM karena dapat bertanya langsung kepada gurunya jika ada yang tidak dimengerti
(Surjaya, 2021). Akibat anak lama tidak belajar tatap muka, mereka menjadi canggung
ketika bertemu ataupun berinteraksi dengan teman-temannya, jangankan berinteraksi ada
juga yang belum mengenal satu sama lainnya. Hal ini membawa dampak pada proses
pembelajaran dimana ketika ada tugas kelompok mereka tidak maksimal untuk
mengerjakan karena keterampilan kerja samanya masih rendah, maka dari itu gaya hidup
berpengaruh pada keterampilan peserta didik untuk gotong royong atau bekerja sama.

Fenomena ini menjadikan mulai lunturnya keterampilan kerjasama peserta didik di


sekolah serta pembelajaran dikelas, karena terlalu lama pembelajaran daring ketika
bersosialisasi, interaksi dengan teman ataupun guru menjadi canggung. Sehingga ketika
proses pembelajaran muncul sikap tidak memedulikan jika temannya, tidak membutuhkan
bantuan dalam tugas ataupun belajar dan memilih mengerjakan sendiri.

Individualisme berpandangan, bahwa pribadi perorangan memiliki kedudukan utama


dan kepentingan pribadi, kepentingan perorangan merupakan urusan yang paling tinggi.
Individualisme itu menjebak orang untuk memiliki cara hidup yang “semaunya sendiri”
yang mendewakan kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan bersama.

Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan


mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi
akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Oleh
karena itu, guru harus mengurangi dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan
pembelajaran dengan harapan peserta didik mampu mengungguli kecerdasan mesin.
Pendidikan yang diimbangi dengan karakter dan literasi menjadikan peserta didik akan
sangat bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan masyarakat.

Di dalam dunia pendidikan, keterampilan kerja sama merupakan hal penting yang
harus dilaksanakan dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar sekolah. Kerja sama
dapat mempercepat tujuan pembelajaran, sebab pada dasarnya suatu komunitas belajar
3

selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri (Rosita &
Leonard, 2013).

Perkembangan teknologi dan lingkungan yang berbeda daripada generasi sebelumnya


berakibat pada rendahnya perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Menghadapi tantangan yang besar tersebut pendidikan dituntut untuk berubah juga. Pada
pembelajaran di abad-21, sekolah dituntut untuk menyiapkan siswa-siswi bangsa agar
memiliki sejumlah keterampilan, baik dalam soft-skills maupun pada hard skill.
Keterampilan yang dibutuhkan pada abad-21 atau disebut dengan 4C yang telah dirumuskan
pada Permendikbud Nomor 103 Tahun 2015 adalah keterampilan berpikir kreatif (creative
thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration). Keterampilan
kolaborasi atau yang dapat diartikan sebagai kerjasama dapat dikembangkan siswa melaluli
pengalaman yang ada di dalam sekolah, antar sekolah dan luar sekolah (Septika & Nugraha,
2018).

Berdasarkan fenomena yang terjadi pada observasi awal yang dilakukan peneliti di
MTs Negeri 9 Majalengka. Keterampilan kerjasama peserta didik masih kurang karena
dalam pembelajaran tidak terlihat unsur-unsur keterampilan kerjasama meliputi saling
ketergantungan positif antara anggota kelompok, tanggung jawab individu sebagai anggota
kelompok, interaksi secara langsung, komunikasi antara anggota kelompok serta proses
dalam kelompok.

Peneliti memperoleh data melalui observasi yaitu dari 25 peserta didik di salah satu
kelas VIII hanya ada 8 peserta didik yang mampu bekerjasama pada saat proses
pembelajaran kelompok. Sedangkan 17 peserta didik yang belum mampu menunjukkan
sikap kerjasama dengan teman pada saat pembelajaran kelompok berlangsung, mereka
hanya sibuk mengganggu teman, peserta didik masih sulit untuk berkolaborasi antara
sesama teman, peserta didik banyak yang bermain dan tidak memperhatikan guru ketika
menjelaskan di depan dan tidak banyak peserta didik yang saling mengeluarkan pendapat
antar sesama teman di kelas.

Dalam proses pembelajaran, terdapat juga peserta didik yang tidak peduli terhadap
keadaan temannya atau secara tidak langsung berbuat egois selama proses pembelajaran
sehingga sering terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan pendapat yang dapat
membuat keadaan dalam proses pembelajaran tidak kondusif. Kurangnya partisipasi siswa
4

juga terlihat saat diadakan tugas kelompok. Saat diberikan tugas kelompok, peserta didik
hanya mengandalkan peserta didik tertentu yang berprestasi. Penyebabnya adalah
kurangnya keterlibatan peserta didik bekerjasama secara aktif dalam proses pembelajaran
berkelompok. dan kurangnya interaksi antara teman sekelas, serta pembagian kelompok
belajar yang belum secara heterogen.

Ada pula peserta didik yang selalu ingin mendominasi kelas. Selain itu, peneliti juga
mengamati bahwa banyak peserta didik yang membiarkan temannya kesulitan ketika
diberikan tugas yang tidak jarang menyebabkan konflik lain di dalam kelas. Pelaksanaan
piket di dalam kelas juga sering kali tidak sesuai dengan pembuatan jadwal yang telah
ditetapkan. Peneliti menemukan hanya beberapa peserta didik saja yang membersihkan
kelas. Tidak terlihat antusias peserta didik untuk membantu temannya membersihkan kelas,
bahkan terdapat beberapa peserta didik yang sering meninggalkan temannya saat peserta
didik tersebut dijadwalkan untuk piket di hari tersebut.

Pada saat kegiatan pembelajaran, peneliti juga mengamati bahwa guru jarang
membuat kelompok-kelompok belajar. Peserta didik hanya diberikan tugas dan dikerjakan
secara individu sehingga kurang terjalin interaksi yang baik antara peserta didik. Guru lebih
sering menggunakan metode teacher center yang mengakibatkan kesempatan peserta didik
tidak dapat mengembangkan keterampilan kerjasamanya di dalam kelas. Hubungan sosial
yang dimiliki peserta didik akan terhambat jika permasalahan tersebut tidak dipecahkan.
Peserta didik akan berkembang menjadi pribadi yang individualis tanpa peduli dengan
lingkungan sekitar dan teman-temannya. Bahkan peserta didik dapat kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain sehingga pengetahuan dan keterampilannya tidak
berkembang secara optimal. Dibutuhkan peningkatan keterampilan kerjasama peserta didik
agar peserta didik dapat mendukung aspek dari keterampilan lain yang dimilikinya.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat menstimulus peserta didik
untuk melibatkan diri secara utuh dalam belajar sehingga pembelajaran yang baik harus ada
interaksi antara guru dengan peserta didik. Pendidik perlu memperhatikan dalam memilih
atau mengembangkan model dan metode pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan
tujuan pembelajaran serta karakteristik peserta didik di kelas. Dengan demikian peneliti
ingin meningkatkan kerjasama peserta didik melalui model pembelajaran yang inovatif
dengan metode yang menarik perhatian agar peserta didik tidak merasa bosan atau bersikap
acuh dalam proses pembelajaran di kelas.
5

Era pendidikan 4.0 merupakan tantangan yang sangat berat dihadapi guru. Jack Ma
(CEO Alibaba Group) dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018,
menyatakan bahwa pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara
mendidik dan belajar-mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan
besar. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu mengimbangi kehadiran
keempat hal itu dalam era Pendidikan 4.0. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut merupakan
salah satu proyeksi kebutuhan kompetensi abad 21.

Tahun 2012, NACE (National Asociation of Colleges and Employers) melakukan


survey tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) antara lain kemampuan
berkomunikasi, kemampuan bekerjasama, kemampuan interpersonal, etika, motivasi, IPK,
kepemimpinan dan kemampuan berwirausaha. Hasil dari survey NACE menunjukkan
bahwa kemampuan SDM di bidang akademik berada pada urutan ke-17 (Wardany dkk,
2013).

Pada berbagai aspek kehidupan sangat perlu dikembangkan keterampilan yang


mendukung kehidupan sosial pada setiap individu. Melalui pendidikan kita dapat
mengajarkan ilmu-ilmu yang menunjang kehidupan sosial. Secara umum kecakapan hidup
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (a) kecakapan personal (personal skill) meliputi
kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill),
(b) kecakapan sosial (social skill), (c) kecakapan akademik (academic skill), (d) kecakapan
vokasional (vocational skill). Pendidikan kecakapan hidup (life skill education) merupakan
bagian dari pendidikan yang diajarkan pada semua mata pelajaran.

Terdapat sebagian capaian profil Pelajar Pancasila, diantaranya ialah: beriman,


bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, berkebinekaan global, Gotong
royong, mandiri, bernalar kritis, serta kreatif. Selaku contoh, gotong royong merupakan
salah satu nilai yang berarti pula dijunjung oleh bangsa Indonesia. Pelajar Pancasila
hendaknya sanggup untuk melaksanakan aktivitas secara bersama- sama dengan
menanamkan sikap suka rela, supaya aktivitas yang dijalankan bersama tersebut terasa lebih
mudah, gampang, serta ringan. Dengan gotong royong pasti bisa mendesak ke arah kerja
samanya, kemudian kepeduliannya, dan rasa mau untuk bisa saling berbagi dan bermanfaat
untuk lingkungan terdekat.

Pada gagasan profil pelajar ini Kemendikbud telah mengantarkan apa saja yang
termasuk kedalam penanda dari Profil Pelajar Pancasila. Profil ini menjadi suatu penanda
6

yang digunakan agar bisa menjadi tolak ukur bagaimana kriteria dari peserta didik indonesia
yang cocok dengan Pancasila yang telah digagas oleh Pusat Penguatan Karakter (Rusnaini
dkk, 2021)

Kerjasama menjadi salah satu bentuk keterampilan yang perlu dikuasai peserta didik
dari kecakapan hidup. Bekerja bersama-sama guna menuju tujuan yang sebelumnya sudah
dirumuskan oleh kelompok merupakan definisi dari kerja sama. Begitupun dalam
pendidikan, dalam proses pembelajaran yang berlangsung keterampilan menjadi perkara
yang amat penting, hal ini terjadi karena dengan kerja sama tujuan yang hendak dicapai bisa
dilakukan lebih cepat, kita merujuk pada fondasi dari sekelompok orang atau dalam
pembelajaran yang disebut komunitas atau kelompok belajar dibandingkan individu yang
belajar dan mengerjakan sendiri hasilnya selalu lebih baik (Rosita & Leonard, 2013)

Minimnya keahlian tentang kerjasama yang terjalin di golongan antar peserta didik
diperjelas dengan dukungan dari hasil riset Rosita & Leonard (2013) bahwa keahlian
kerjasama peserta didik dalam pendidikan belum bisa menyeluruh secara maksimal, hal ini
terjadi karena siswa berperilaku lebih kea rah individualistis, kurang bertoleransi, serta jauh
dari pandangan nilai-nilai kebersamaan. Apa yang diungkapkan demikian sama halnya
dengan hasil dari riset (Sholihah, 2016) keadaan memprihatinkan akan rendahnya
keterampilan kerjasama siswa membangunkan untuk bisa menyiapkan generasi berkarakter
yang tentunya lebih baik yang disiapkan melalui pendidikan dengan memiliki suatu
keterampilan kerja sama.

Seseorang yang berani menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup, baik itu
fenomena atau problema yang terjadi di kehidupan, dengan mencari kemudian mampu
menyelesaikan dan mengatasinya dengan mendapatkan solusi secara kreatif dan proaktif
merupakan inti dari hasil penelitian serta kompetensi dari suatu kecakapan hidup
(Depdiknas 2006). Seperti yang diungkapkan oleh Rachman (2009) yang termasuk kedalam
life skills atau kecakapan hidup diantaranya ialah keacakapan personal(personal skill) atau
kecakapan untuk mengenal diri, kecakapan dalam sosial, kemudian kecakapan bidang
akademik dan bidang vokasi atau kecakapan dalam bidang vokasional.

Kecakapan dalam keterampilan sosial atau disebut social skill menjadi salah satu yang
penting untuk dimiliki sebagai kecakapan dalam pembelajaran. Bukan lagi persaingan
sebagai kecakapan yang harus dimiliki dalam abad 21, kerja sama dan kolaboasilah yang
perlu ditanamkan, karena perserta didik harus memapu untuk bekerja sama baik pada
7

kelompok yang besar ataupun kecil, harus mampu untuk beradaptasi dan beriterasksi pada
berbagai peran hubungan dengan guru atau teman lainnya dan bertanggung jawab serta
dapat menerima perbedaan dalam berpendapat.

Pengembangan tentang proses suasana atau substansi dari lingkungan yang membuat
seseorang mampu mendorong, serta mengunggah dalam mengembangkan kebiasaan atau
perilaku baik pada kehidupan sehari-hari merupakan sisi lain dari pendidikan karakter
(Mu’arif dkk. 2021). Pada gagasan profil pelajar Pancasila Kemendikbud telah
mengantarkan apa saja yang termasuk kedalam penanda dari Profil Pelajar Pancasila. Profil
ini menjadi suatu penanda yang digunakan agar bisa menjadi tolak ukur bagaimana kriteria
dari peserta didik Indonesia yang tentunaya cocok dengan Pancasila yang telah digagas oleh
Pusat Penguatan Karakter (Rusnaini, 2021).

Menurut Soekanto (2006) tanpa adanya keterampilan kerja sama maka tidak akan ada
pula keluarga, organisasi atau pun sekolah yang notebenya tidak melakukan proses
pembelajaran di sekolah. Karena kerja sama ini merupakan suatu usaha yang dilakikan
bersama-sama yang terdiri dari perorangan atau kelompok dalam mencapai suatu maksud
tujuan tertentu. Sekolah menjadi wahana atau wadah untuk menanamkan nilai atau
integritas dari karakter positif dalam diri peserta didik.

Kebiasaan yang dilakukan oleh peserta didik saat ini berdampak terhadap karakter
yang mereka miliki dimasa mendatang, dimana karakter peserta didik digambarkan atau
ditumbuhkan oleh penerapan pendidikan karakter yang dimulai sejak dini (Permatasari dkk.
2021). Pada kecakapan hidup kerjasama menjadi salah satu bentuk keterampilan yang perlu
dikuasai peserta didik. Bekerja bersama-sama guna menuju tujuan yang sebelumnya sudah
dirumuskan oleh kelompok merupakan definisi dari kerja sama.

Begitupun dalam pendidikan, dalam proses pembelajaran yang berlangsung


keterampilan menjadi perkara yang amat penting, hal ini terjadi karena dengan kerja sama
tujuan yang hendak dicapai bisa dilakukan lebih cepat dan hasilnya selalu lebih baik jika
kita merujuk pada fondasi dari sekelompok orang dalam pembelajaran yang disebut
komunitas atau kelompok belajar dibandingkan individu yang belajar dan mengerjakan
sendiri (Rosita, I. 2015).

Hal ini juga didasari oleh motivasi belajar yang ada pada peserta didik. Adanya
keterlibatan peserta didik dalam belajar kemudian keaktifan didalam proses belajar menjadi
upaya yang harus dilakukan oleh guru yang memiliki peran sangat penting untuk
8

mengawasi kondisi peserta didik khususnya dalam hal motivasi dan emosi yang mereka
miliki (Gianistika, 2021).

Pada pembelajaran keterampilan kerja sama dapat meningkatkan dan


mengembangkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilannya dengan penuh melalui
pembelajaran dengan suasana yang demokratis dan terbuka (Lie, 2005). Hal ini seusai
dengan penelitian tentang peningkatakan keterampilan yang dilakukan oleh Widodo (2013)
menunjukkan hasil dari observasi kerja sama yang berdampak baik dan positif bagi peserta
didik sehingga mampu meningkatkan keaktifannya mulaid ari ranah afektik ataupun
psikomototik, dengan hasil pengingkatan skor pada proses pembelajaran melalui siklus I
dan II. Dengan rincian skor afektik yang mengalami peningkatan persentasi dengan rata-rata
72,63% pada akhir siklus I yang pada siklus II menjadi 78,31%, kemudian pada ranah
psikomotor juga hasil observasi skornya meningkat dari siklus I 75,81% yang berkakhir
menjadi 79, 63 di siklus II (Widodo 2013).

Tujuan pembelajaran PPKn yaitu untuk mengarahkan peserta didik untuk menjadi
warga negara yang berkarakter bangsa Indonesia, cerdas, terampil, dan bertanggung jawab
sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat sesuai dengan ketentuan Pancasila dan
UUD NRI 194 serta keterampilan bekerja sama, dimana dalam pembelajaran peserta didik
merasakan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan dapat menggali potensi dan rasa
percaya diri peserta didik untuk aktif di kelas.

Dengan adanya keterampilan kerjasama, peserta didik dapat bekerja secara


berkelompok dan menambah kedekatan antar peserta didik. Hal ini seperti nilai-nilai yang
tercantum pada sila-sila Pancasila sehingga peserta didik akan terlatih dengan memiliki
sikap sosial seperti menghargai, berkomunikasi dan toleransi. Karena bekerjasama dalam
berkelompok akan lebih efektif dari pada individual sesuai dengan pendapat Lestari (2018,
hlm. 276) proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik (student-centered).

Kegiatan pembelajaran yang berorientasikan kerjasama dapat meningkatakan


pemahaman peserta didik terhadap materi, karena siswa mendapat kesempatan untuk saling
bertukar pengetahuan berupa pendapat, gagasan, maupun pemikiran (Katon & Riyadi,
2016). Keterampilan kerjasama harus diberikan kepada peserta didik, karena dapat
bermanfaat bagi mereka untuk meningkatkan kerja kelompok dan menentukan keberhasilan
hubungan sosial di masyarakat (Hapsari & Yonata, 2014).
9

Keterampilan kerjasama peserta didik masih rendah, hal ini didukung oleh penelitian
(Rosita & Leonard, 2013) yang menyatakan bahwa keterampilan kerjasama siswa dalam
pembelajaran kurang optimal. Hal ini disebabkan oleh sikap siswa yang cenderung
individualistis, kurang bertoleransi, dan kurang memiliki nilai kebersamaan. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil penelitian (Sholihah, 2016) bahwa keterampilan kerjasama
siswa masih rendah sehingga diperlukan upaya untuk membentuk generasi yang memiliki
keterampilan kerjasama melalui bidang pendidikan.

Pemilihan metode pembelajaran hendaknya juga dilandaskan pada kurikulum yang


digunakan. Sistem pembelajaran di Indonesia saat ini telah menggunakan Kurikulum 2013
yang lebih menekankan pada aspek proses daripada hasil. Kegiatan pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta
didik agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya
menumbuhkan serta mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Kualitas lain
yang dikembangkan pada Kurikulum 2013 antara lain proses pembelajaran yang mampu
menciptakan kecakapan hidup peserta didik agar dapat membentuk watak serta
meningkatkan peradaban dan martabat bangsa (Hosnan, 2014:9).

Penggunaan metode pembelajaran akan sangat mempengaruhi ketertarikan dan


aktivitas peserta didik peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Apabila peserta didik
mempunyai ketertarikan dan aktivitas belajar yang tinggi maka peserta didik akan mudah
dalam memahami materi yang diberikan. Metode pembelajaran terdiri atas beberapa jenis,
salah satunya adalah metode pembelajaran kooperatif.

Metode pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan


oleh peserta didik dalam kelompok- kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah direncanakan (Wina Sanjaya, 2006: 241). Model pembelajaran kooperatif
melibatkan peserta untuk bersikap aktif berdiskusi dan kerjasama dalam kelompok.

Salah satu upaya guru untuk membangkitkan keterampilan kerja sama peserta didik
pada pelajaran PPKn yaitu dengan penggunaan metode Quick on The Draw. Metode Quick
on The Draw adalah sebuah metode yang di dalamnya melakukan sebuah aktivitas riset
dengan insentif bawaan untuk kerja tim dan kecepatan (Ginnis 2008, 163). Aktivitas ini
mendorong kerja kelompok semakin efisien. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian
tugas lebih produktif daripada menduplikasi tugas. Metode Quick on The Draw merupakan
metode pembelajaran yang dikembangkan melalui pemberdayaan kelompok,
10

mengefektifkan kerjasama, dan membangun rasa percaya diri individu dan meningkatkan
tanggung jawab individu itu dalam kelompok.

Melalui penerapan metode Quick on The Draw bermanfaat untuk melatih


keterampilan sosial peserta didik dalam belajar berkelompok dan bekerja sama
menyelesaikan tugas-tugas mereka sehingga cocok dengan mata pelajaran PPKn, peserta
didik dilatih belajar mandiri dengan saling berinteraksi bersama teman-temannya, saling
memberikan dukungan dalam belajar agar mereka dapat memahami pelajaran dengan
sebaik-baiknya.

Intinya kegiatan ini dapat membantu peserta didik untuk membiasakan diri
mendasarkan belajar tidak semata-mata pada guru sehingga pembelajaran lebih terpusat
pada peserta didik dan hasilnya peserta didik dapat menikmati pembelajaran yang berkesan.
Oleh sebab itu, metode pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas peserta didik untuk
saling bertanya dan berpendapat serta dapat meningkatkan tingkat keterampilan kerjasama
peserta didik dalam kelompoknya.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Efektivitas Metode Pembelajaran Quick On The Draw Untuk Meningkatkan Keterampilan
Kerja Sama Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII MTS
Negeri 9 Majalengka)”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, sehingga didapatkan rumusan masalah, Adapun
rumusan masalah tersebut diantaranya:Apakah terdapat perbedaan keterampilan kerja sama
peserta didik dikelas eksperimen pada tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang
menggunakan metode Quick on The Draw?
1. Apakah terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik dikelas eksperimen
pada tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang menggunakan metode Quick on
The Draw?
2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik dikelas kontrol pada
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang menggunakan metode ceramah?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan kerjasama peserta didik di
kelas eksperimen yang menggunakan metode Quick on The Draw dan kelas kontrol
yang menggunkan metode ceramah?
11

4. Apakah metode pembelajaran Quick on The Draw efektif untuk meningkatkan


keterampilan kerja sama peserta didik dalam pembelajaran PPKn?
Pelajari contoh RM tesis yang sdh ujian :
judul : PENGARUH PEMBELAJARAN PPKN BERBASIS KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING LEARNING) TERHADAP SIKAP PEDULI
LINGKUNGAN PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI COVID-19
(Studi Kuasi Eksperimen Di Kelas XI SMAN …….)

1) Bagaimana sikap peduli lingkungan peserta didik di kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
2) Bagaimana sikap peduli lingkungan peserta didik di kelas kontrol yang tidak menggunakan model
pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
3) Bagaimana perbedaan sikap peduli lingkungan peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?
4) Bagaimana pengaruh model pembelajaran kontekstual (CTL) terhadap sikap peduli lingkungan
peserta didik dalam pembelajaran PPKn dimasa pandemi Covid-19?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban dari rumusan yang telah
diuraikan. Adapun yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah : mengetahui
perubahan keterampilan kerjasama peserta didik sebelum setelah di berikan treatment metode
Quick On The Draw pada pembelajaran PPKn.
Mengacu pada rumusan masalah dan penjabaran dari tujuan umum diatas, secara
spesifik tujuan penelitian ini adalah adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik dikelas eksperimen pada
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang menggunakan metode Quick on The Draw
2. Mengetahui perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik dikelas eksperimen pada
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang menggunakan metode ceramah
3. Mengetahui perbedaan yang signifikan keterampilan kerjasama peserta didik di kelas
eksperimen yang menggunakan metode Quick on The Draw dan kelas kontrol yang
menggunkan metode ceramah
12

4. Mengetahui efektififitas metode Quick On The Draw untuk meningkatkan keterampilan


kerja sama peserta didik dalam pembelajaran PPKn

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan diatas, maka diharapkan dalam
penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Manfaat dari segi teoritis
a. Bagi peneliti sendiri terutama sebagai latihan berpikir kritis, ilmiah dan sistematis
dalam menghadapi masalah-masalah pendidikan terutama dalam pembelajaran
PPKn.
b. Sebagai suatu masukan bagi dunia Pendidikan, terutama untuk Guru sebagai
pendidik. Supaya kegiatan belajar yang dilakukan tidak membosankan dan tidak
membuat jenuh para peserta didik.
c. Dapat memperkaya keilmuan mengenai salah satu metode pembelajaran inovatif
yaitu metode Quick on The Draw untuk meningkatkan keterampilan kerjasama
peserta didik.
2. Manfaat Dari Segi Kebijakan
Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih melalui
pemaparan data, fakta serta analisis sebagai salah satu pertimbangan dalam
mengambil kebijakan pengembangan kurikulum Nasional dan juga diharapkan
dengan penelitian ini mahasiswa, dosen, perguruan tinggi, guru mitra serta civitas
pendidik MTs N 9 Majalengka mampu mengoptimalkan model pembelajaran yang
lebih berinovasi lagi. Hal tersebut dikarenakan menjadi tujuan dalam pembelajaran di
sekolah. Sehingga penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai sarana
untuk mengembangkan pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran PPKn dengan
menggunakan metode Quick on The Draw mampu meningkatkan keterampilan
kerjasama peserta didik.
3. Manfaat dari segi praktik
a. Bagi guru dapat memberikan suatu gambaran untuk menambah wawasan dan
inovasi dalam memilih metode yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik.
b. Bagi peserta didik dapat memberikan pengalaman langsung dan membantu
peserta didik dalam meningkatkan keterampilan kerjasama dengan metode
13

pembelajaran yang menyenangkan dengan metode pembelajaran Quick on The


Draw.
c. Bagi peneliti akan memperoleh pengalaman langsung bagaimana cara berinovasi
dalam mengajar pembelajaran PPKn dengan menggunakan metode pembelajaran
Quick on The Draw sehingga kelak ketika terjun langsung di lapangan
mempunyai bekal wawasan dan pengalaman serta kemampuan dalam mengajar.
4. Manfaat secara segi isu dan aksi sosial
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada semua pihak
mengenai Model Cooperative Learning dengan Metode Quick on The Draw dalam
pembelajaran PPKn serta memberikan referensi mengenai pemecahan masalah terkait
keterampilan kerjasama dengan memberikan inovasi pengembangan metode
pembelajaran bagi peneliti selanjutnya, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk
lembaga-lembaga formal maupun non formal.

1.5 Struktur Organisasi Tesis

Struktur organisasi rencana penelitian tesis berisikan rincian mengenai urutan


pebulisan dari setiap bab dalam penelitian ini. Penelitian yang berjudul Efektivitas
Penerapan Metode Pembelajaran Quick on The Draw Dalam PPKn Terhadap
Keterampilan Kerjasama Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen Terhadap Peserta
Didik Kelas VIII MTsN 9 Majalengka) terdiri dari 5 bab, antara lain:
1. BAB I merupakan pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang latar belakang
dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan struktur
organisasi tesis.
2. BAB II merupakan kajian pustaka. Pada bab ini memaparkan mengenai kajian
pustaka yang dijadikan sebagai landasan dan data lain yang berhubungan dengan
permasalahan yang diambil, yaitu pembelajaran PPKn, pembelajaran cooperative,
serta metode pembelajaran Quick On The Draw, berisi deskripsi teoritis yang
memfokuskan kepada teori, konsep, kebijakan dan peraturan yang ditunjang oleh
hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan masalah penelitian. Selain itu
terdapat pula hipotesis penelitian dan hasil penelitian terdahulu untuk
mengembangkan konseptual permasalahan dan hal-hal yang dikaji di dalam
penelitian ini.
3. BAB III merupakan metode penelitian. Bab ini terbagi ke dalam beberapa sub bab
yakni: metode penelitian, desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel
14

penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengolahan data,


prosedur penelitian, analisis hasil angket dan analisis data.
4. BAB IV merupakan Temuan dan Pembahasan. Bab ini memaparkan mengenai
deskripsi gambaran kondisi sekolah, deskripsi hasil penelitian, analisis hasil
penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
5. BAB V merupakan kesimpulan, implikasi, rekomendasi dan saran. Bab ini berisi
mengenai keputusan dan hasil yang didapatkan berdasarkan rumusan yang
diajukan dalam penelitian ini.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


2.1.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang
mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab
berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila atau dengan perkataan lain
merupakan pendidikan.
Istilah lain yang hampir sama maknanya dengan Civics adalah Citizenship.
Dalam hubungan ini Stanley E. Dimond seperti dikutip Somantri (dalam
Ubaedillah, 2015, hlm. 13) menjelaskan rumusan sebagai berikut: “Citizenship as
it relates to school activities has two-fold meanings. In a narrow-sense, citizenship
15

includes only legal status in country and the activities closely related to the
political function-voting, governmental organization, holding of ojice, and legal
right and responsibility …” (Citizenship sebagaimana keberhubungan dengan
kegiatan-kegiatan sekolah mempunyai dua pengertian dalam arti sempit,
citizenship hanya mencakup status hukum warga negara dalam sebuah negara,
organisasi pemerintah, mengelola kekuasaan, hak-hak hukum dan tanggung
jawab). Dari perspektif ini, Civics dan Citizenship erat kaitannya dengan urusan
warga negara dan negara.
Sementara itu, ahli lain yang bernama Jack Allen dari buku yang ditulis oleh
(Komala, Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 2), merumuskan batasan
pengertian dari civic education itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
Civic education properly defined, as the product of the entire program of the
school, certainly not simply of the social studies program, and assuredly not
merely of a course in civics. But civics has an important function perform. It
confronts the young adolescent for the first time in his school experience
with a complete view of citizenship function, as rights and responsibilities in
a democratic context.
Pendapat Jack Allen di atas dapat disimpulkan bahwa PKn berfungsi sebagai
pegangan bagi peserta didik untuk berinteraksi dan berbuat sebagai warga negara
yang baik sekaligus paham akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan
yang demokratis.
Berdasarkan beberapa pengertian dan batasan-batasan Pendidikan
Kewarganegaraan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaran adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik
yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan yang lainnya, pengaruh-
pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua yang
kesemuanya diproses guna melatih siswa-siswi untuk berpikir kritis, analitis,
bersikap dan bertindak demokratis serta memasukan seluruh kegiatan sekolah
maupun ekstrakurikuler dalam kerangka Civic Education (kegiatan di dalam dan di
luar kelas, diskusi dan organisasi peserta didik yang berdasarkan Pancasila dan
UUD NKRI tahun 1945.
Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan dapat membantu peserta
didik dalam pengembangan minat bakatnya, mempersiapkan warga negara
muda,agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat, agar
16

peserta didik mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar, menanamkan
tanggung jawab warga negara yang mandiri. Sehingga PKn dapat menumbuhkan,
mengembangkan rasa kecintaan terhadap tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara, yakin akan kebenaran Pancasila sebagai satau-satunya alat pemersatu
bangsa yang paling mungkin, rela berkorban, membentuk sikap dan perilaku cinta
tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa serta memberikan kemampuan awal
bela negara.
2.1.2 Visi dan Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Rumusan Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada dasarnya
dijabarkan lebih lanjut kedalam visi misi pendidikan kewarganegaraan. Menurut
Lee (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007, hlm 3), bahwa:
Visi pendidikan kewarganegaraan dalam era globalisasi perlu diarahkan pada
pengembangan kualitas warga negara yang mencakup spiritual development,
sense of individual, responsibility, and reflective and autonomous
personality. Misi pendidikan kewarganegaraan secara subtantif pedagofis
adalah mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Pernyataan Lee tersebut bermakna bahwa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah suatu objek pembelajaran yang menjadi sarana
pengembangan kualitas warga negara melalui pembinaan karakter warga negara
dan membentuj kepribadian bangsa dengan misi membangun warga negara yang
sadar akan peran kedudukan srta memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Kemudian Sapriya (dalam Winarno, 2013 hlm. 7) mengungkapkan bahwa
“Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajian yang bersifat multisiplin mengambil
peran tidak hanya sebagai pendidikan politik, tetapi juga berperan sebagai
pendidikan nilai dan moral, pendidikan hukum dan pendidikan bela negara”.
Mengacu pada berbagai pernyataan tersebut, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa misi Pendidikan Kewraganegaraan adalah pendidikan
pengembangan karakter warga negara melalui pengajaran tentang peraturan dan
institusi masyarakat dan negara (Kalidjernih, 2010, hlm. 130).
2.1.3 Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada dasarnya bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik dan cerdas (to be a good and smart
17

citizenship). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah salah satu mata


pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan yang ingin dicapai setelah proses
pembelajaran, yaitu untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang
baik. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh
Maftuh dan Sapriya (2005, hlm. 30) mengungkapkan bahwa:
Tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap
warga negara menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan (Civics
Inteliegence) baik intelektual, emosional, social, maupun spiritual; memiliki rasa
bangga dan tanggung jawab (Civics Responsibility); dan mampu berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat.
Pernyataan menurut Maftuh dan Sapriya di atas, menjelaskan bahwa melalui
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan akan mampu membentuk warga negara
yang baik dan cerdas, naik secara orientasi dasar sebagai seorang manusia agar
dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakay, berbangsa dan
bernegara dengan didukung oleh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakannya
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan pada dasarnya menghendaki pembentukan warga
negara yang baik dan cerdas dengan didukung oleh penguasaan penegatahuan,
keterampilan, sikap dan nilai untuk menunjang terbentuknya warga negara yang
berkarakter Pancasila serta memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dengan
tujuan akhir untuk mengembangkan keterampilan sosial warga negara, baik
sebagai individu maupun makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2.1.4 Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Materi mengenai warga negara meliputi:
1) Hidup gotong royong, manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan
pertolongan dan bantuan orang lain. Untuk mewujudkan diri sebagai makhluk
sosial tersebut salah satu wujudnya adalah sikap saling bergotong royong,
2) Harga diri sebagai warga masyarakat, adalah salah satu hak kita sebagai warga
negara. Kita harus mengetahui apa saja yang menjadi harga diri warga negara,
18

agar apabila penguasa akan bertindak sewenang-wenang, maka kita dapat


mencegahnya,
3) Kebebasan berorganisasi dan kemerdekaan mengeluarkan pendapat
merupakan hak kita sebagai warga negara, dengan mengetahuinya kita dapat
mengembangkan kemampuan kita dengan maksimal melalui organisasi dan
mengeluarkan pendapat di dalam maupun luar organisasi tersebut,
4) Menghargai keputusan bersama, sebagai makhluk sosial, kita harus dapat
menghargai keputusan yang telah disepakati bersama, agar tidak terjadi
konflik antar warga negara,
5) Prestasi diri, sebagai warga negara kita juga berhak untuk mengembangkan
kemampuan kita dan meraih prestasi yang tinggi,
6) Persamaan kedudukan warga negara, persamaan kedudukan antar warga
negara sudah dijamin oleh negara, maka dari itu, bila kita mengetahuinya
maka akan dapat mencegah atau menindak aksi pelanggaran.
Berdasarkan paparan di atas mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mempunyai ruang lingkup yang dapat dijadikan acuan dalam
pembelajaran. Ruang lingkup dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
diantaranya yaitu (a) persatuan dan kesatuan bangsa; (b) norma, hukum dan
peraturan; (c) hak asasi manusia; (d) kebutuhan warga negara; (e) konstitusi
negara; (f) kekuasan dan Politik; (g) Pancasila; dan (h) Globalisasi.

MASUKAN SUB TTG KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN PPKN,


SEHINGGA AKAN NAMPAK DI KOMPETENSI MANA KETERAMPILAN
KERJA SAMA DLAM PPKN!

2.2 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif


19

2.2.1 Efektivitas Pembelajaran


Hidayat (2017) menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai.
Adapun menurut Humaiedi (2015) dalam bukunya efektivitas adalah taraf
tercapainya suatu tujuan tertentu, baik ditinjau dari segi hasil maupun segi usaha
yang diukur dengan mutu, jumlah, serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan
ukuran-ukuran tertentu
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa efektivitas
adalah ukuran sejauh mana tujuan (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang diinginkan
dapat tercapai. Ukuran tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara tujuan yang
akan dicapai dengan kejadian yang terjadi dimasa sekarang.
Sementara itu Gagne dalam Eveline (2010) mendefinisikan pembelajaran
sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan
membuatnya berhasil guna. Dengan kata lain pembelajaran menurut Gagne dapat
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
bermanfaat.
Adapun pengertian efektivitas pembelajaran di kemukakan oleh Rohmawati
(2015) bahwa efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran keberhasilan dari
proses interaksi dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa efektivitas
pembelajaran adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya melalui proses pembelajaran yang telah dilakukan selama ini.
2.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Long & Chen, (2013) menyatakan bahwa dorongan guru juga merupakan
faktor penting untuk mempengaruhi penetapan tujuan dan tujuan-komitmen. Jika
seorang siswa tidak memiliki kepercayaan diri, dorongan guru akan membantu siswa
menyadari kemampuan atau keunggulan mereka sendiri, yang akan memotivasi
siswa untuk menetapkan tujuan. Oleh karena itu, setiap individu harus menetapkan
tujuan yang dapat menantang kesulitan. Namun, tidak seharusnya di luar
kemampuan mereka.
2.2.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupkan model pemebelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok dan setiap peserta didik yang ada dalam
20

kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan


rendah) sehingga jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender (Daryanto, 2012: 241-
242). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar siswa dapat meningkat
dan siswa mampu menerima berbagai keragaman dari temannya, serta
pengembangan keterampilan sosial. Salah satu tipe dari model pembelajaran
kooperatif yang dapat diterapkan untuk meingkatkan keterampilan kerja sama
peserta didik adalah metode pembelajaran Quick on The Draw.
2.2.4 Pengertian Metode Pembelajaran Quick on The Draw
Secara etimologi Quick on The Draw dalam kamus Echol (2003, 461), quick
diartikan dengan"cepat, lekas" on diartikan “ pada, atas, tentang “ sedangkan draw
diartikan sebagai "sangat cepat berpikir". Jadi Quick on The Draw bisa diartikan
sebagai kecepatan pada berpikir. Sedangkan metode Quick on The Draw adalah
sebuah metode yang di dalamnya melakukan sebuah aktivitas riset dengan insentif
bawaan untuk kerja tim dan kecepatan (Ginnis 2008, 163). Aktivitas ini mendorong
kerja kelompok semakin efisien. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian tugas
lebih produktif daripada menduplikasi tugas.
Kemudian H.M. Suyudi (2005:73), dalam bukunya Pendidikan dalam
Perspektif Islam mengatakan bahwa metode ini juga bermanfaat agar :
1) Anak didik dapat mengetahui hubungan berbagai elemen yang berbeda- beda
dan hubungan antar makhluk yang bercorak ragam ;
2) Anak didik mampu mencari sumber yang menjadi tempat pengembalian
berbagai ilmu serta berbagai topik yang berbeda-beda
3) Anak didik mampu membedakan antara hakikat yang tetap dan yang berubah-
ubah, dan mampu mengeneralisasikan unsur yang beragam
4) Menumbuhkan kecenderungan membaca dan meneliti ;
5) Memberi wawasan anak didik, sikap solidaritas dari keberagaman baik secara
individu kelompok maupun golongan ;
6) Malatih anak didik agar mampu berfikir kritis ;
7) Menjadikan anak didik mampu mengambil pelajaran dari peristiwa yang
menimpa kelompok tertentu untuk mencari terobosan yang lain
21

2.2.5 Langkah-Langkah penerapan Metode Quick On The Draw


Adapun langkah-langkah strategi Quick On The Draw menurut Ginnis adalah
sebagai berikut:
1) Siapkan satu set pertanyaan mengenai topik yang sedang dibahas. Buat cukup
salinan agar tiap kelompok punya sendiri. Tiap pertanyaan harus di kartu
terpisah dan tiap set pertanyaan sebaiknya di kartu dengan warna berbeda.
Letakkan set pertanyaan tersebut di atas meja guru.
2) Bagi kelas ke dalam kelompok. Beri warna untuk tiap kelompok sehingga
mereka dapat mengenali set pertanyaan mereka di meja guru.
3) Beri tiap kelompok meteri sumber. Satu materi sumber untuk tiap siswa.
4) Pada kata “mulai” satu orang dari tiap kelompok “lari” ke meja guru
mengambil pertanyaan pertama menurut warna kelompok mereka dan kembali
membawanya ke kelompok.
5) Dengan menggunakan materi sumber, kelompok tersebut mencari dan menulis
jawaban di lembar kertas terpisah.
6) Jawaban dibawa ke gurunya oleh orang kedua. Guru memeriksa jawaban. Jika
jawaban akurat dan lengkap, pertanyaan kedua dari tumpukan warna mereka
diambil, begitu seterusnya.
7) Saat satu siswa sedang “berlari” siswa lainnya membaca sumber dan
memahami isinya sehingga mereka dapat menjawab pertanyaan berikutnya
dengan efisien.
8) Kelompok pertama yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar dinyatakan
sebagai “pemenang”.
9) Guru bersama siswa membahas semua pertanyaan dan membuat catatan
tertulis.
22

2.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Metode Quick On The Draw


Setiap metode pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam
mengimplementasikannya baik itu metode yang paling bagus dipadang untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Begitu pula metode Quick on The Draw juga
mempunyi kelebihan dan kekurangan sebagaimana yang diungkapkan Ginnis
(2006:164), kelebihannya adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas ini mendorong kerja kelompok, semakin efisien kerja kelompok,
semakin cepat kemajuanya. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian tugas
lebih produktif dari pada menduplikasi tugas ;
2) Memberikan pengalaman mengenai tentang macam-macam keterampilan
membaca, yang didorong oleh kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri,
membaca pertanyaan dengan hati-hati, menjawab pertanyaan dengan tepat,
membedakan materi yang penting dan yang tidak ;
3) Membantu siswa untuk membiasakan diri untuk belajar pada sumber, tidak
hanya pada guru ;
4) Sesuai bagi siswa dengan karakteristik yang tidak dapat duduk diam ;
5) Melatih siswa untuk tidak menduplikasi tugas dari teman.
Adapun, kelemahan metode Quick On The Draw adalah :
1) Membutuhkan waktu relatif lama dalam penerapannya ;
2) Dalam kerja kelompok, siswa akan mengalami keributan jika pengelolaan kelas
kurang baik ;
3) Guru sulit untuk memantau aktivitas siswa dalam kelompok ;
4) Guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam
menerapkan metode Quick On The Draw tidak mengalami kesulitan ;
5) Dibutuhkan ketelitian dalam membuat sumber materi agar jawaban yang berada
di dalamnya tidak terlalu terlihat oleh siswa

2.3 Kajian Tentang Keterampilan Kerja Sama Peserta Didik


2.3.1 Pengertian Keterampilan Kerja Sama
Keterampilan kerja sama merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia, karena dengan kerjasama manusia dapat melangsungkan kehidupannya.
Kerjasama juga menuntut interaksi antara beberapa pihak Keterampilan kerjasama
peserta didik perlu dilatih karena keterampilan tersebut tidak secara otomatis
dimiliki oleh peserta didik. Ketermpilan kerjasama bukanlah keterampilan yang
23

dimiliki anak sejak lahir, melainkan keterampilan yang harus diajarkan dan
diberikan kesempatan untuk berlatih.
Dalam upaya meningkatkan keterampilan kerjasama siswa pada siswa maka
diperlukan pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik untuk belajar secara langsung dalam mempraktekkan keterampilan
tersebut. Selain itu, suasana kelas pun sangat berpengaruh untuk kerjasam antar
siswa.
Keterampilan kerja sama merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia, karena dengan kerjasama manusia dapat melangsungkan kehidupannya.
Kerjasama juga menuntut interaksi antara beberapa pihak. Kerjasama adalah
keinginan untuk bekerjasama dengan orang lain secara menyeluruh dan menjadi
bagian dari kelompok. Bukan bekerja secara terpisah atau saling berkompetensi.
2.3.2 Tujuan Keterampilan Kerja Sama
Ketarampilan kerja sama berperan untuk meningkatkan partisipasi siswa
dalam kegiatan bekerja kelompok misalnya dengan diskusi. Yang selama ini
kebanyakan yang terjadi apabila dilaksanakan diskusi kelompok dalam pembelajaran
tidak semua anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Ada yang
berbicara sendiri, ada yang bermain sendiri, bahkan ada yang mengganggu temannya
yang sedang bekerja. Maka kerja sama peserta didik memiliki tujuan yaitu hasil
belajar yang lebih baik dan menyelesaikan tugas dengan baik dan benar peserta didik
akan membangkitkan keterampilan kerja sama dan dapat bertukar informasi
Menurut Modjiono (2009, hlm. 61) menerangkan bahwa tujuan kerjasama sebagai
berikut:
1) Untuk mengembangkan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah.
2) Mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan komunikasi.
3) Menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuan siswa.
4) Untuk dapat memahami dan menghargai satu sama lain antar teman.
Dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan kemampuan
kerjasama yaitu untuk mengajak anak agar dapat saling tolong menolong, untuk
menciptakan mental anak didik yang penuh rasa percaya diri agar dapat dengan
mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, serta dapat meningkatkan sosialisasi
anak terhadap lingkungan dan pembelajaran kerjasama bermaksud untuk
memudahkan siswa mengerjakan tugas secara bersama-sama dan memudahkan
peserta didik menghadapi permasalahan dalam pembelajaran. Sehingga keterampilan
24

kerja sama yang dikembangkkan pada diri peserta didik akan membantu pada
kehidupan social yang luas.
2.3.3 Prinsip Keterampilan Kerja Sama
Isjoni (2010, hlm. 65) berpendapat bahwa dalam pembelajaran yang
menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki keterampilan-
keterampilan khusus. Keterampilan khusus ini disebut dengan keterampilan
kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk memperlancar hubungan
kerja dan tugas (kerjasama siswa dalam kelompok). Keterampilan kooperatif
tersebut sebagai berikut:
1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu
kesepakatan bersama yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja.
2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak
ada anggota yang merasa tidak dianggap.
3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. Hal ini berarti setiap anggota kelompok
bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tanggung jawab
tertentu dalam kelompok.
4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung.
5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas dapat
diselesaikan tepat waktu.
6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas.
7) Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas.
8) Menyelesaikan tugas tepat waktu.
9) Menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kerja sama tidak akan timbul begitu saja pada peserta didik,
tetapi perlu untuk dibangkitkan dan disinilah tugas guru untuk membangkitkan kerja
sama pada peserta didik. Karena hal demikian merupakan hal positif bagi peserta
didik dan akan terlatih berinteraksi dengan orang lain, berani berpendapat dan
percaya diri sehingga peserta didik akan lebih siap dalam menajalani kehidupan di
masa mendatang
2.3.4 Indikator Keterampilan Kerjasama Peserta Didik
Indikator Kerjasama menurut Zuriah (2011, hlm.14) mengemukakan bahwa
dalam kerjasama peserta didik termasuk belajar bersama, diperlukan penyesuaian
emosional antara peserta didik satu dengan yang lain. Sedangkan Djamarah (2000,
hlm. 7) berpendapat bahwa dalam suatu kerjasama, siswa akan menyadari
25

kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, saling membantu dengan ikhlas dan
tanpa ada rasa minder, serta persaingan yang positif untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal. Harsanto (2007, hlm. 44) memiliki pandangan bahwa kerjasama
peserta didik dapat terlihat dari belajar bersama dalam kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai ciri-ciri atau
indikator kerjasama peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa indikator
kerjasama peserta didik antara lain:
1) Saling membantu sesama anggota dalam kelompok (mau menjelaskan kepada
anggota kelompok yang belum jelas).
2) Setiap anggota ikut memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai
kesepakatan.
3) Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok.
4) Setiap anggota kelompok mengambil giliran dan berbagi tugas.
5) Berada dalam kelompok kerja saat kegiatan berlangsung.
6) Meneruskan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya.
7) Mendorong peserta didik lain untuk berpartisipasi dalam tugas kelompok.
8) Menyelesaikan tugas tepat waktu
2.4 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian yang relevan dengan rencana tesis yang akan
penulis susun dan melakukan penelitian:
Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu
No
Nama Judul Hasil dan Relevansi
.
1. Erma Penerapan Model Berdasarkan perhitungan dan analisis data
Suwirda. Pembelajaran dalam penelitian ini menunjukan bahwa hasil
2020 Kooperatif Tipe belajar siswa mengalami peningkatan yaitu
Quick On The Draw dari siklus I yang awalnya hanya 74,29%
Untuk Meningkatkan meningkat 85,71% siklus II. Hasil analisis
Aktivitas Dan Hasil aktivitas siswa mengalami peningkatan pada
Belajar PKn pada kedua siklus tersebut, dari kategori cukup
materi hubungan menjadi baik dan kategori baik meningkat
gambar pada menjadi sangat baik, sehingga dapat
lambang negara disimpulkan bahwa dengan penerapan model
26

dengan sila-sila model pembelajaran kooperatif tipe Quick


pancasila kelas II On The Draw dapat meningkatkan hasil
MIN 8 Aceh Barat belajar siswa kelas II, serta model
Daya. (Jurnal pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
Pendidikan dan salah satu alternatif pembelajaran PKn.
Pengabdian Vokasi) Relevansi penelitian ini adalah Suwirda
meneliti tentang penggunaan model
kooperatif tipe quick on the draw untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
peserta didik. Namun peneliti tidak
melakukan penelitian mengenai hasil belajar
hanya fokus pada penggunaan metode quick
on the draw untuk meningkatkan
keterampilan kerja sama peserta didik dalam
pembelajaran PPKn.
2. Delsi Morina. Meningkatkan Minat Pada awalnya kondisi awal minat belajar
2018. Belajar Seni Budaya rendah yang ditunjukkan dengan banyaknya
dengan siswa yang mengantuk 5,26%, meribut
Menggunakan 39,47%, mengerjakan tugas mata pelajaran
Metode Quick On lain 10,53%, sering minta izin 26,32%,
The Draw Pada sementara yang serius belajar hanya 18,42%.
Sekolah Menengah Dari setiap siklus terlihat persentase siswa
Pertama (Jurnal Ilmu yang mengikuti langkah-langkah
Pendidikan Sosial, pembelajaran dari 60,52% menjadi 63,16%
sains, dan pada siklus II dan meningkat menjadi
Humaniora) 78,94% pada siklus III. Dalam mengingat
hasil pembelajaran dari 63,16% menjadi
68,42% pada siklus II dan meningkat
menjadi 84,21%. Dalam aspek semangat
mengikuti pembelajaran dari 60,52%
menjadi 71,05% pada siklus II dan
meningkat menjadi 86,84%. Dalam aspek
berani bertanya dari 60,52% menjadi 63,16%
27

pada siklus II dan meningkat menjadi


65,79%. Dalam aspek merasa senang
mengikuti pembelajaran dari 68,42%
menjadi 78,95% pada siklus II dan
meningkat menjadi 89,47%. Dapat
disimpulkan secara teori mupun secara
empirik bahwa dengan menggunakan
metode QTD dapat meningkatkan minat
belajar Seni Budaya siswa kelas IX.8 SMP
Negeri 10 Pekanbaru.
Hasil penelitian ini memiliki relevansi
dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti yaitu secara garis besar pembahasan
memiliki kesamaan dengan yang ingin
dilakukan peneliti yaitu tentang penerapan
metode quick on the draw pada peserta
didik. Namun perbedaannya adalah Morina
meneliti tentang penggunaan metode quick
on the draw untuk menigkatkan minat
belajar seni budaya peserta didik, sedangkan
peneliti akan melakukan penelitian
pengguaan metode quick on the draw untuk
meningkatkan keterampilan kerja sama
peserta didik.

3. Luh Putu Upaya Meningkatkan Dilihat dari hasil evaluasi yang telah
Sukarti. 2019. Prestasi Belajar PKn dilakukan terjadi peningkatan dari data awal
Melalui Penggunaan dengan rata-rata 66,44, ketuntasan belajar
Model Pembelajaran 42,10%. Pada siklus I rata-ratanya 69,86
Quick On The Draw. meningkat menjadi 76,57 pada siklus II
(Journal of Education dengan ketuntasan belajar 94,73%. Dengan
Action Research) demikian dapat disampaikan simpulan
bahwa penerapan model Quick On The
Draw dapat meningkatkan prestasi belajar
28

PKN siswa kelas I Semester II SD Negeri 5


Melinggih.
Relevansi penelitian ini adalah Sukarti
meneliti tentang penggunaan metode quick
on the draw untuk peningkatan prestasi
belajar peserta didik pada mata pelajaran
PPKn, namun Sukarti melakukan penelitian
pada jenjang Sekolah Dasar (SD), sedangkan
peneliti pada jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP/MTs)
4. Perdana Ektivitas Dari penelitian ini menyimpulkan bahwa
Hadid Penggunaan Strategi kelas control memiliki nilai Post Test rata-
Wijayanto. Quick On The Draw rata sebesar 87,74% bila di bandingkan
2016. dalam Pembelajaran dengan Post Test kelas eksperimen
IPS Sub-Sub Tema mengalami peningkatan setelah
Keunggulan Iklim mendapatkan perlakuan yaitu dengan
Indonesia Pada menggunakan strategi pembelajaran quick
Peserta Didik Kelas on the drow dalam kegiatan proses belajar di
VIII SMPN 1 kelas dengan nilai rata-rata 94,04% dengan
Surakarta. Artikel demikian nilai rata-rata Post Test kelas
Publikasi. UMS. eksperimen lebih tinggi karena memilik
iselisih 6,26% di bandingkan dengan nilai
rata-rata kelas control. Kesimpulan strategi
pembelajaran quick on the drow lebih efektif
di gunakan dalam pembelajaran.
Relevansi penelitian ini adalah Wijayanto
menggunakan jenis penelitian eksperimen
dengan menggunakan soal Pre Test – Post
Test pada kelas VIII SMP, namun Wijayanto
menggunakan teknik sampling convenience
sedangkan dalam penelitain ini peneliti akan
menggunakan teknik purposive sampling.
5. Nur’aeni. Penerapan Metode Hasil penelitian menunjukkan terdapat
29

2012. Quick On The Draw perbedaan signifikan antara siklus satu


Dalam sampai siklus tiga. Analisis data tentang
Meningkatkan Hasil kemampuan guru dalam pengelolaan metode
Belajar Siswa Pada ini adalah sebesar 86,6% yang berarti
Mata Pelajaran IPS “sangat baik”, sedangkan untuk aktivitas
Kelas VII di SMP siswa selama peggunaan metode ini adalah
Plus Raudlatul sebesar 85,5% yang berarti juga sangat baik,
Muta’allimin dan untuk hasil belajar siswa selama
Indramayu. Jurnal, penggunaan metode ini mengalamai
UPI peningkatan dari siklus satu dengan nilai
rata-rata 51,2 menjadi 82,4 pada siklus tiga
yang diambil dari nilai ratarata. Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah
penerapan metode quick on the draw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS pada konsep kegiatan pokok
ekonomi.
Hasil penelitian ini memiliki relevansi
dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti yaitu mengkaji tentang keefektifan
penerapan metode quick on the draw untuk
meningkatkan hasil belajar pada Mata
Pelajaran IPS. Namun Nur’aeni
menggunakan jenis penelitian tindakan kelas
pada mata pelajaran IPS sedangkan peneliti
menggunakan jenis penelitian kuasi
eksperimen pada mata pelajaran PPKn untuk
meningkatkan keterampilan kerja sama
peserta didik.

Berdasarkan hasil penerapan metode Quick on The Draw dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan diatas tentunya berkaitan dengan yang hendak penulis teliti. Penulis
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan metode yang digunakan yaitu
Quick on The Draw, karena dari beberapa penelitian tersebut didapatkan hasil yang rata-
30

rata baik dan positif baik untuk hasil belajar peserta didik, prestasi belajarnya ataupun
keterampilan sikap yang dimilikinya. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut bagaimana keefektifan metode pembelajaran Quick on The Draw yang diberikan
jika diterapkan dalam pembelajaran PPKn.
2.5 Kerangka Berpikir
Pembelajaran sebagai upaya penting pendidikan menuntut peserta didik agar dapat
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik dapat berperan aktif apabila
kegiatan pembelajaran mampu membuat siswa melaksanakan aktivitas belajar. Aktivitas
belajar yang berupa kegiatan menanya dan mengomunikasikan pendapat akan
menciptakan aktivitas belajar yang tinggi dan dilandasi oleh rasa ingin tahu peserta didik
mengenai materi pembelajaran sehingga sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran dapat
dikembangkan. Apabila peserta didik mempunyai ketertarikan dan aktivitas belajar yang
tinggi maka peserta didik akan mudah dalam memahami materi yang diberikan. Oleh
karena itu, penggunaan metode pembelajaran yang mampu menciptakan ketertarikan dan
aktivitas belajar peserta didik sangat diperlukan.
Penelitian ini dilakukan di dua kelas. Kelas eksperimen menggunakan metode
pembelajaran Quick on The Draw sedangkan kelas kontrol menggunakan metode
ceramah. Kedua metode pembelajaran tersebut akan dilihat keefektifannya terhadap
keterampilan kerja sama peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Bagan Skema
Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran penelitian disini menjelaskan secara garis besar
alur dari suatu penelitian, untuk mempermudah dalam penelitian ini peneliti
menggambarkannya ke dalam peta konsep di bawah ini:

Keterampilan Kerjasama :
1. Menggunakan Kesepakatan
2. Menghargai Kontribusi
3. Menerima Tanggung jawab
4. Menyelesaikan tugas tepat waktu
5. Mengahargai perbedaan

TREATMENT

Perbedaan Keterampilan Kerja sama antara


menggunakan metode Quick On The Draw
dengan Metode Konvensional (Ceramah)
31

Hasil
Penelitian

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah kesimpulan sementara yang peneliti rumuskan
terkait penelitian yang hendak dilakukan. Sugiyono (2015, hlm. 64) menjelaskan
hipotesis sebagai “jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kaliamat pertanyaan”.
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik pada pretest dan posttest
dalam pembelajaran PPKn di kelas yang menerapkan metode Quick On The Draw
yaitu kelas eksperimen.
2) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik pada pretest dan posttest
dalam pembelajaran PPKn di kelas yang menerapkan metode ceramah yaitu kelas
kontrol.
3) Terdapat perbedaan keterampilan kerja sama peserta didik antara kelas eksperimen
yang menggunakan metode Quick On The Draw dengan keterampilan kerja sama
peserta didik pada kelas kontrol yaitu kelas yang menerapkan metode ceramah.
32

4) Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode Quick on the Draw efektif
dapat meingkatkan keterampilan kerja sama peserta didik dalam pembelajaran
PPKn.
33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Menurut Nazir (2012, hlm. 84) desain penelitian adalah semua proses yang
diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Selaras dengan penjelasan
penulis diatas bahwa dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen
kuasi dan maka dari itu bentuk desain dalam penelitian ini akan menggunakan Non-
equivalent Control Group Design dengan satu macam perlakuan. Menurut Sugiyono
(2015, hlm 116) desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design,
hanya pada desain in kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih
secara random.
Tujuan penelitian eksperimen kuasi sendiri untuk memperkirakan kondisi variabel
yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variable yang
relevan. Tujuan utama penelitian ini untuk mengungkapkan hubungan sebab-akibat
dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen, namun
pemilahan masing-masing kelompok tersebut tidak dengan teknik random, maka dapat
disimpulkan bahwa eksperimen kuasi berfungsi untuk menjelaskan hubungan-
hubungann, mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa, atau keduanya.
Berdasarkan pernyataan tersebut penelitian eksperimen pada dasarnya dapat
digunakan dalam mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain pada
kondisi yang terkendalikan. Hal ini didukung oleh pendapat Sugiyono (2015, hlm. 72)
yang mengungkapkan bahwa “eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk
melihat akibat suatu perlakuan”. Penggunaan metode penilitian ini dipilih oleh peneliti
karena memiliki kesesuaian dengan tujuan yang ingin peneliti peroleh, yaitu untuk
menguji Efektivitas Penerapan Metode Pembelajaran Quick On The Draw Dalam PPKn
Untuk Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Peserta Didik (Studi Quasi Eksperimen
Terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTsN 9 Majalengka)
3.2 Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII-A dan kelas VIII-C
di MTs Negeri 9 Majalengka, Jawa Barat. Peserta didik yang akan dijadikan sebagai
partisipan penelitian terbagi menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen. Adapun jumlah
keseluruhan partisipan adalah 50 peserta didik dengan 25 kelas VIII-A dan 25 kelas VIII-
34

C. Dasar pertimbangan pemilihan partisipan dalam penelitian ini didasarkan kepada latar
belakang prestasi masing-masing kelas berdasarkan hasil prestasi akedemik dilihat dari
hasil perolehan rata-rata nilai yang mengacu kepada nilai harian dan nilai ulangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dipilihlah kelas VIII-A sebagai kelas kontrol dan
kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen karena perolehan nilai rata-rata kelas VIII-A lebih
bagus dibandingkan kelas VIII-C.
Mengacu kepada hasil perolehan nilai rata-rata tersebut diberikanlah perlakuan
(treatment) pembelajaran yang berbeda antara kedua kelas, yaitu kelas eksperimen
dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan metode Quick on The Draw
sedangkan kelas kontrol menerapkan perlakuan pembelajaran konvensional (metode
ceramah) dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
menumbuhkan meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik. Pemberian
perlakuan yang berbeda tersebut dimaksudkan untuk melihat seberapa besar efektifivitas
metode Quick on The Draw dalam meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik
dibandingkan dengan perlakuan penerapan pembelajaran konvensional dengan
menetapkan kelas yang memiliki perolehan nilai rata-rata yang lebih rendah yaitu kelas
VIII-C sebagai kelas eksperimen dalam melihat seberapa efektif metode Quick on The
Draw untuk meningkatkan keterampilan kerjasama peserta didik dalam pembelajaran
PPKn dibandingkan dengan kelas kontrol yang memiliki perolehan nilai rata-rata
akademik yang lebih baik dari pada kelas eksperimen.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek pada suatu penelitian yang
akan menjadi sumber data dan informasi penelitian. Sugiyono (2012, hlm. 177)
menjelaskan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Berkaitan dengan hal
tersebut, populasi sangat penting dan dibutuhkan dalam suatu penelitian untuk
memperoleh data dan informasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas VIII MTs N 9 Majalengka yang terdiri dari 5 kelas dengan
jumlah siswa sebanyak 127 siswa.
3.3.2 Sampel
Peneliti memerlukan sampel penelitian yang merupakan bagian dari populasi,
maka diambilah sampel dari populasi tersebut yang akan digunakan dalam penelitian
35

ini berdasarkan data yang dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal ini selaras
dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012, hlm. 118) bahwa sampel adalah
“bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Berkaitan
dengan hal tersebut, teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sampel tidak secara random.
Pemilihan teknik sampel tersebut didasarkan pada pernyataan Ruseffendi
(2005, hlm. 52) yang mengungkapkan bahwa kuasi eksperimen subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya.
Pendapat tersebut bermakna bahwa dalam penelitian kuasi eksperimen sampel
penelitian yang akan dibandingkan sudah ada, peneliti hanya tinggal menggambil 2
kelompok untuk dijadikan sampel dalam sebuah populasi. Sampel penelitian ini
adalah peserta didik kelas VIII-C dengan jumlah 25 peserta didik sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII-A dengan jumlah 25 peserta didik sebagai kelas kontrol.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Angket
Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk
menggali data sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Sugiyono
(2015,hlm. 199) kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responder untuk dijawabnya.
Pada proses penelitian ini akan menggunakan instrumen berbentuk angket.
Angket digunakan untuk mengetahui seberapa efektif keterampilan kerja sama
sebelum dan setelah digunakan metode Quick On The Draw. Angket yang
digunakan mengunakan skala pengukuran likert, skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang, jawaban
setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradiasi dari
sangat positif hingga sampai negatif. Pertanyaan−pertanyaan yang ada di dalam
angket dibagi menjadi dua kriteria, yaitu kriteria positif dan kriteria negatif
Pada pertanyaan dengan kriteria positif akan mendapatkan skor seperti
berikut:
STS (Sangat Tidak Setuju) =1
TS (Tidak Setuju) =2
R (Ragu –Ragu) =3
S (Setuju) =4
36

SS (Sangat Setuju) =5
Sedangkan untuk pertanyaan kriteria negatif akan mendapatkan skor:
SS (Sangat Setuju) =1
S (Setuju) =2
R (Ragu –Ragu) =3
TS (Tidak Setuju) =4
STS (Sangat Tidak Setuju) =5
Angket akan diberikan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol di awal
pembelajaran dan di akhir pembelajaran.
3.4.2 Lembar observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran langsung tentang proses
pembelajaran PPKn dengan metode pembelajaran Quick on The Draw terhadap
keterampilan kerjasama peserta didik. Observasi yang digunakan merupakan
observasi berperan serta (Participant Observation). Menurut Sugiyono (2015,
hlm.311) observasi berperan serta digolongkan menjadi empat yaitu partisipasi pasif,
partisipasi moderat, observasi yang terus terang dan tersamar dan observasi yang
lengkap. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana ketepatan model
pembelajaran kooperatif tipe Quick on The Draw pada subjek penelitian dan
ketercapaian keterampilan kerja sama pada siswa
Untuk mengetahui apakah hasil penilaian lembar observasi ini termasuk pada
kategori baik atau kurang baik, berikut dibawah ini tabel dari kategori penilaian
lembar observasi.
Tabel 2 Penskoran Lembar Observasi
Kriteria Skor Presentase
Kurang (K) 0% - 33,3%
Cukup (C) 33,4% - 66,7%
Baik (B) 66,8% - 100%
37

3.4.3 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data penunjang penelitian ini.
Dokumentasi akan dikumpulkan langsung dari tempat penelitian dengan bentuk foto-
foto kegiatan dan laporan kegiatan. Dokumentasi di pilih karena dengan
menggunakan foto akan menjadi bukti dimana penelitian ini dilakukan.

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian merupakan arahan bagi penelitu dalam melaksanakan penelitian
dari awal hingga akhir penelitian, prosedur dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap
yaitu :
3.5.1 Tahap Persiapan
1) Mengobservasi sekolah yang dijadikan lokasi penelitian.
2) Mengobservasi kelas subjek penelitian yang akan dijadikan kelas eksperimen dan
kelas kontrol
3) Membuat kisi-kisi instrumen penelitian berbentuk angket.
4) Melakukan uji coba istrumen penelitian untuk mengetahui validitas dan realibitas.
5) Peneliti menyebarkan angket kepada 25 siswa kelas VIII B MTsN 9 Majalengka
untuk melihat validitas dan reabilitas angket keterampilan kerja sama pada kelas
penelitian.
6) Peneliti menganalisis angket yang reliable dan valid. Pernyataan angket yang tidak
reliable dan tidak valid dihapus dari pernyataan angket.
7) Studi literatur mengenai materi yang sedang diajarkan dalam pembelajaran PPKn.
8) Menyusun perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
1) Menerapkan pendekatan pembelajaran metode Quick On The Draw.
2) Sebelum penerapan treatment, peserta didik diminta mengisi angket keterampilan
kerja sama terlebih dahulu sebagai pre nontest. Pre nontest diberikan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
3) Treatment dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan pada setiap kelas
38

4) Tahap akhir pelaksanaan adalah pemberian post nontest yaitu peserta didik kembali
mengisi angket keterampilan kerja sama untuk melihat apakah terdapat perbedaan
keterampilan kerja sama sebelum dan sesudah dilaksanakan treatment.
3.5.3 Tahap Pelaporan
1) Menganalisis dan mengolah data hasil penelitian
2) Pembahasan
3) Pelaporan hasil penelitian
a. Menganalisis data hasil penelitian yang meliputi analisis statistik yang
diantaranya menggunakan uji beda atau uji-t
b. Menarik kesimpulan dan saran dari pembahasan serta hasil penelitian
c. Menentukan apakah hipotesis dalam penelitian terbukti atau tidak
d. Membuat laporan yang dibimbing oleh dosen pembimbing
3.6 Analisis Data
3.6.1 Perhitungan Persyaratan Analisis
Perhitungan persyaratan analisis data dilakukan sebelum melakukan analisis
data. Perhitungan persyaratan analisis data terdiri atas perhitungan normalitas
sebaran data dan perhitungan homogenitas varian. Apabila kriteria perhitungan
normalitas dan homogenitas terpenuhi maka selanjutnya dapat dilakukan uji
hipotesis menggunakan uji-t.
Perhitungan normalitas dan homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah
data masing-masing variabel berdistribusi normal dan berasal dari sampel yang
sama atau tidak. Apabila sampel berasal dari data yang sama atau memiliki
karakteristik yang sama maka data awal yang mengalami perubahan merupakan
data yang dipengaruhi dari perlakuan yang diberikan kepada sampel. Sedangkan
perhitungan hipotesis digunakan untuk mengetahui hasil dari perlakuan yang
diberikan kepada sampel.
1) Perhitungan Normalitas
Perhitungan normalitas dilakukan dengan program SPSS 16.0 dengan
menggunakan rumus kolmogorov-smirnov. Distribusi data dinyatakan normal
apabila nilai kolmogorov-smirnov > 0,05, dengan taraf signifikansi 5%. Data
hasil perhitungan normalitas diperoleh dari hasil skor angket awal dan angket
akhirketerampilan kerja sama peserta didik.
2) Penghitungan Homogenitas Varian
39

Penghitungan homogenitas menggunakan program SPSS 16.0 pada perangkat


komputer dengan menggunakan Levene Statistic. Hasil perhitungan dikatakan
homogen apabila nilai hasil perhitungannya lebih besar dari 0,05.
3) Uji Hipotesis
Untuk menguji perbedaan hasil dua kelas eksperimen dilakukan menggunakan
uji-t (independent sample t-test) dengan analisis program SPSS 16.0. Kriteria
penerimaan atau penolakan H0 pada taraf signifikansi 0,05 adalah jika thitung >
ttabel maka H0 ditolak, namun jika thitung < ttabel maka H0 diterima.
Penerimaan atau penolakan H0 juga dapat dilihat melalui probabilitas (sig) yaitu
jika probabilitas (sig) > 0,05 maka H0 diterima, dan sebaliknya jika probabilitas
(sig) < 0,05 maka H0 ditolak.
3.6.2 Penyajian Data
1) Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil pengukuran disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi agar
mudah dipahami. Langkah-langkah pembuatan tabel frekuensi sebagai berikut
(Husaini Usman, 2003:70-71):
a. Menentukan rentang data (R)
Rentang = Data terbesar – Data terkecil
b. Membentuk Kelas Interval (K)
Penentuan kelas interval digunakan rumus Sturgess yaitu: K = 1 + 3,3 log n
Keterangan:
K : Jumlah kelas interval n : Jumlah data
c. Menghitung panjang kelas interval
d. Menentukan ujung kelas interval pertam
e. Menghitung kelas interval pertama dengan cara menjumlahkan ujung bawah
kelas dengan panjang interval dikurang 1.
2) Diagram Batang
Diagram Batang dibuat berdasarkan data frekuensi yang telah ditampilkan dalam
tabel distribusi frekuensi. Diagram batang menunjukkan secara visual terhadap
hasil penelitian.
40

DAFTAR PUSTAKA

Buku
A.Ubaedillah. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education) : Pancasila,
Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenadamedia Group
Alie, Humaedi dkk, (2015). Etnografi Bencana. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta.
Apriliana, Lestari. (2018) Efektivitas Outdoor Learning dalam Meningkatkan Kreativitas
Anak Usia Dini. Skripsi. Jurusan Psikologi: Universitas Negeri Malang.
Budimansyah, & Winataputra. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif
Internasional. Bandung: Widya Aksara Press
Dalvi. (2006). Guru yang Menggairahkan. Yogyakarta: Gama Media Daryanto
Daryanto, dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava
Media
Darmadi, H. (2018).Pengembangan model dan metode pembelajaran dalam dinamika belajar
siswa. Yogyakarta, ID: Deepublish.
Eveline S & Nara (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor : Ghalia Indonesia.
Ginnis, Paul. (2008. Trik & Taktik Mengajar – Strategi Meningkatkan Pencapaian.
Pengajaran di Kelas. Jakarta: I
Komarudin, Hidayat. (2001). Aktif Learning. Yogyakarta: Yappendis.
Mulyo Rahardjo. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media
Djamarah, Syaiful Bahri. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Harsanto, Radno. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta : Kanisius
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Husaini Usman dan R. Purnomo Setiady Akbar. (2003). Pengantar Statistika. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
41

Isjoni. (2016).Cooperatif Learninh.. Bandung: Alfabeta


Kalidjernih, F. K. (2010). Kamus Study Kewarganegaraan, Perspektif Sosiologikal dan
Politikal. Bandung:Widya Aksara..
M. Suyudhi. (2005). Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Mi’raj,
Nurmalina, Komala dan Syaifullah. (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek
Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Nurul zuriah. (2011). Pendidikan moral dan budi pekerti. Jakarta: Bumi aksara”.Bandung:
Alfabet
Rosita, I., & Leonard. (2015). Meningkatkan kerja sama siswa melalui pembelajaran
kooperatif tipe think pair share. Jurnal Formatif , 1-10.
Ruseffendi, E.T (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta
Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sholihah. (2016). Profil kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran ipa. Lampung:
Universitas Lampung.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif. Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Wardani, dkk. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: UNISSULA
Press.
Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara
Yudha M Saputra & Rudyanto, (2005). Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan
Keterampilan Anak Tk. Jakarta:DepDiknas, Dikti, Direktorat P2TK2PT.

Penelitian Jurnal

Desak Putu Putri. (2020). Penggunaan Metode Pembelajaran Team Quiz Sebagai Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar PKn. Journal of Education Action Research Volume 4,
Number 4, Tahun Terbit 2020, pp. Universitas Pendidikan Ganesha. 452-458 P-ISSN:
2580-4790 E-ISSN: 2549-3272

Eko Budi Sulisty , Nani Mediatati. (2019). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam
Pembelajaran PPKn melalui Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Team Game
Tournaments). Jurnal Pedagogi dan Pembelajaran. JP2, Vol 2 No 2, Tahun 2019 p-
ISSN : 2614-3909 e-ISSN : 2614-3895. Hal. 233.
42

Ernawati, E. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Pai Dengan Metode Team Qiuz Siswa Kelas
VIi. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 11(1), 29.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26418/jvip.v11i1.26014

Fadilah, R. U. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Quiz Team Untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Ekonomi Peserta Didik Kelas Xi IPS 2 SMAN 8 Kediri Di Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019. Journal of Sharia Economics, 1(2), 146–164.
https://doi.org/https://doi.org/10.35896/jse.v1i2.74

Hapsari, S. Nadia., dan Yonata, Bertha. (2014). Keterampilan Kerjasama Saat Diskusi
Kelompok Siswa Kelas XI IPA pada Materi Asam Basa melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif di SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. Unesa Journal of
Chemical Education, volume 3 (2), 181-188

Katon, I. C., Riyadi, & Djaelani. (2016). Peningkatan kerjasama melalui penerapan
numbered heads together. Jurnal Didaktika Dwija Indria , 4(2), 1-7. Retrieved from
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/6441

Kusumawati, N. (2017). Penerapan Metode Active Learning Tipe Team Quiz Untuk
Meningkatkan Keaktifan Bertanya Dan Kreatifitas Siswa Pada Mata Pelajaran Ipa
Kelas V SDN Ronowijayan Ponorogo. Jurnal Bidang Pendidikan Dasar, 1(2), 26–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.21067/jbpd.v1i2.1830

Long, C. Ming, Z. & Chen, L. (2013). The study of student motivation on english learning in
junior middle school. Canadian Center of Science and Education, 6, 136-145.

Maftuh, B dan Sapriya. (2005). “Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Peta


Konsep” Jurnal Civicus. 1, (5), 321.

Rohmawati. (2015). Efektivitas Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Usia Dini. 9 (1) :15-32.

Roshayanti, F., Rustaman, N., Barlian, A., Lukmana, I. (2009) Profil Sociocultural
Prespective dalam Berargumentasi Mahasiswa Calon Guru Biologi pada Perkuliahan
Fisiologi Manusia. Proceedings The 3rd International Seminar on Science
Education”Challenging Science Education in The Digital Era”.ISBN: 978-602-8171-
14-1.

Rusnaini, dkk (2021). Intensifikasi Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya Terhadap
Ketahanan Pribadi Siswa. Jurnal Ketahanan Nasional Vol. 27, No. 2, Agustus 2021,
Hal 230-249

Syahrir. (2011). “Effects of the Jigsaw and Teams Game Tournament (TGT) Cooperative
Learning on the Learning Motivation and Mathematical Skills of Junior High School
Students”. Jurnal International Seminar and the Fourth National Conference on
Mathematics Education 2011 Department of Mathematics Education, Yogyakarta State
University. (21-23 Juli 2011). Hal 155.
43

Tulsahidah, R. (2018). Penerapan Metode Pembelajaran Team Quiz Dalam Meningkatkan


Motivasi Dan Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Fiqih Materi
Makanan Dan Minuman Halal Dan Haram. Atthulab: Islamic Religion Teaching and
Learning Journal, 3(1), 22–42. https://doi.org/10.15575/ath.v3i1.4198

Ujiati, C. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament
(TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD. Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3
No.1 Edisi Januari 2017 ISSN: 2442-7470.

Wisnu D. Yudianto , Kamin Sumard , Ega T. Berman . (2014).Model Pembelajaran Teams


Games Tournament Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMK. Journal of
Mechanical Engineering Education, Vol.1, No.2, Desember 2014 323-330.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia. (2014) . Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 59 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Berita
Negara RI Tahun 2014, No. 955. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Anda mungkin juga menyukai