Anda di halaman 1dari 2

Pada kesempatan kali ini saya ka encoba menceritakan insght yang saya dapatkan setelah mengikuti

pertemuan keempa dari mata kulaih antopologi filsafat. Sebelum saa mencritaan dan menjealasakan
insight mteri yan saya dapatkan dari perkuliahan ini, saya ingin menceritakan terlebih dahulu apa
saja yang terjadi selama kuliah ini berjalan. Pada perkuliaahan kali ini jadwal dimulainya jatuh pda
pukul 7 leih seperempa pagi, sedikit lebih mundur daripada perkuliahan seblumna ynag pada saat itu
dimulai puul 7 pag. Selain itu isi dari perkuliahan ini juga hanya diawali dari presentasi materi dari
kelompok mahasiswa dan dilanjut sekaligus diahiri dengan tanya jawab yan melbakan peserta kuliah
kelompok presenta dan sang dosen, sehingga tidak ada sesi penjelasan atau pemaparn materi
singkat dari sang dosn seperti yan ada pada perkulahan sebelum ini. Meski demikian saya tetap
mendapat beberapa insight menarik dari materi yang bertajuk “Man as An Understanding Human
Being” sebagi materi yang disampaikan pada perkuliahan ini.

Pertama saya igin menceritakan insgt apa saja yang saya dapatkan dari sesi presentasi kelompok
mahasiswa. Sebenarany materi yang disampaikan sangat beragama, namun ada bebeapa yang paling
meark bagi saya yaitu ketika memasuki penjelasan mengenai perandinagn kepintaan atau otak
manusia deang mahluk lainnya diman dalam konteks ini adalah pimata kera besar. Inti yang dapat
say tangkap dar materi tersebut adalah antara otak manusia dan otak primata kera besar dapat
diberakan menjadi dua jenis scara kuantitaif dan kulaitatif. Seara kuantitatif otak manusai lebih
unggul krean memiliki uuran an volume yng lebih besar, demikian secara kualitatif oak manusi leih
unggul krean memiliki parmtr histologis dan fungsionl yang lebh besar. Lebih lanjut jug mamali jens
primata termasuk manusi juga memeiliki kelebihan lain dalam kemampuan motorik, ketajaman
sensorik, serta peningkatan kapasitas otak dibandingkan deangn reptil dan ika. Menjadikan primata
kera besar dan manusia memiliki kemapuan yang hampir sama, hanya saja kembali lebih unggul
karena otak besera kecerdasan manuisa dinila labih dapat memproses hal rumit, melakuka
konstruksi yang lebih kompleks, memiliki fleksibilias tinggi serta memiliki kemmpuan untuk belajar
hal baru.

Selain itu saya juga mendapat insight dari sesia tanya jawab. Beberapa insight yang saya daatkan
antara lain sbagai berkut. Pertama memang ada pernyataan yang mengungkapka ahwa ada
beberapa makhluk lain yang msih hidup ataupun makhluk hidup di masa lampau seperti para
manusai pura memiiki kapasitas kuatitas otak yang lebih bsar daripada otak manusia sekarang,
namun manusai sekarang dinilai lebih cerdasa, hal it disebabkan karean ada satu kelebihan yang
terkadnung dalam otak sekaigus dalam pikiran manusai yaitu adanya kerumitan’. Kerumitan
kecerdasan manusia inilah yang memuat satu manusia berbda deangn manusia lainnya. Bahkan tak
jaran kerumitan ini menerobos dan keluar dari suatu standar atau patokan umum yang embuat
beberapa manusai memiliki ‘kelebihan’ tertentu, sperti para dukun atau taib yang diangga memiliki
kecedasan ‘lainnya’. Selain tu juga saya mendapat insight yang enyaakan bahwa manusai dalam
bebraa kasus trentu dapat uru level menjadi hewan akibat keerdasannya yang sudah tidak lag
dibilang selaaknay kecerdasan manusia. Hal itu disebakan yang membdakan manusia dengan hewan
adalah kemampuan untk berpikir untuk dapat mebdakan yag baik dan benar, tetapi ketika manusia
tidak lagi berpikir untuk melakukan suatu tindakan dan mengambil suatu keputusan, artiya ia sudah
hapir sama denagn hewan, kaena hewan sendiri dalam melakukan suatu tindakan hanya
berdasarkan insing peenuhan kebutuhannya, ‘tana perlu berpikir terlebih dahulu’.
Artikel yang berjudul “Introduction : Inventing Trditions” ini adalaah sebuah artikel pembuka atau
lebih tepatnya sebuah tulisan ‘kata pengantar’ dari sebuah buku yang”The Invention of Traditions”,
sebuah jurnal ilmiah yang di edit oleh Eric Hobsbawm dan Terence Raner. Pada konteks ini, Eric
Hobsbawm selaku editro jurnal juga sebagai penulis tiekl kata pengantar ini. Secara gars besar isi
dari tulisna ini ingin menjelasan apa yang disebukan oleh penulis sebagai inveted tditions, atau yang
bila diterjemahkan dapat berari tradisi yang diciptakan. Apa yang dimaksud oleh penulis sebagai
‘invented traditions’ disisni adalah sebuah tradisi yang proses penciptaannya terlacak, salah satu
karakteristiknya adalah tercpta alam ‘waktu dekat’ ini. Satu hal yang bisa saya tangkaaa dalah
mungkin penulisan artikel ini dilatarbelaangi dari sebuah pernytaan dan pertanyaan an menyiratkan
bahwa ada bahkan kebanyakan tradisi adat istiadat yan sering diselanggrakan oleh berbagai
komuntas pada waktu sekarang ini, seperti isalnya pawai konvoi, sekilas seperti tidak berasal dari
masa lampau yan terus dilaukan dan diwariskan secara kurun waktu yang lama, tetapi justru terlihat
baru dicipakan dalam waktu belakangn ini. Penulis menymampaikan berbagai arguennya terhdap
fenomena ini, namun ada satu yan paing maenarik nagi saya, yaitu ketika sang penulis
mengungkapkan bahwa adanya invented tradisi ini menyiratkan bahwa sang pencita ngi ‘meangda-
ada’ suatu kondisi yang mereferensikan masa lampau sebagai seuah respon atas kondisi baru yang
terjadi saat ini, atau bisa juga sebagau upaya para pencipta membangun kemabli masa lalu mereka
melalui kegiatan atau dalam konteks ini adalah tradisi itu sendiri yang dilakukana secar berulang.
Kesimpulan dari tulisan ini atau lebih tepatnya penutup pesan harapan dari tulisan ini adlaah
bahwan invented tradistio dapat dijadikan sebah kajian menarik yang melibatkana banak disilin,
sperti sejarah dan antropologi, karean saking dinamisnya fenomena tersebut.

Setelah saya mebaca secara garis besar dari artikel ini saya mencoba mengkritisi argumen yang
disampaikan oleh sang penulis. Menurut saya, pendapat yang diajukan oleh sang penulis adalah bisa
dikatkan benar dan memuat saya ikut setuju akan pendapat tersebut. Disini saya mencoba
menganologikan atau mengompaarsikan argumen invented tradistions’ tersebut deangn paradigma
festival dan ritual dalam ilmu antropologi. Festival sendri adalah sebuah istilah yang syarat dengan
kemeriahan tersebut sebagai sebauh kegiatan yang sudah ada dari masa lampau bahan sama tuanya
denagn manusia. Namun siring berjannya waktu festival ini sering muncul denagn tidak lagi terikat
dan terlepas dari ikatan tradisi, denagn kata lain sebuah festival moder kontemporer yang sudah
melibatkan seni, musik dan enampilan modern, sehingga daat dipastikn tercipta dalam waktu
modern ini dan tidak berasa dari masa lampau. Hany saja, para antropolog tetap dapat mengkaji
fenomena tersebut karean memang itu adalah sebuah produk ciptaan manusia dan dilakukan
pengkajian tersebut pastinya adalah untuk menjawab salah satu pertanyaan mengenai menagapa
tradisi semacam itu diciptaan.

Anda mungkin juga menyukai