Oleh:
Maryam Khairun Nisa
Maesyaroh
Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta 55183
Email : ayumiyame@gmail.com
maesyaroh@umy.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat khususnya
para pengusaha kuliner sate kambing di Imogiri, Yogyakarta tentang konsep makanan
halal. Pentingnya penelitian ini adalah karena memahami makanan halal akan
berdampak pada masyarakat luas, terutama komunitas Muslim yang percaya bahwa
setiap makanan yang dikonsumsi harus halal. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif, peneliti memperoleh data dari nara sumber dengan menggunakan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan pengusaha
kuliner, sate kambing, penjagal kambing. Validitas data diuji dengan metode
triangulasi sumber, yaitu untuk mencocokkan data dengan para pemimpin agama di
daerah Imogiri sehingga menjadi data yang sah dan kredibel. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat Imogiri telah dipahami. cukup baik
konsep makanan halal terutama dalam bisnis kuliner sate kambing. Namun, tidak
semua pengusaha kuliner sate kambing memahami prosedur penyembelihan secara
detail. Varian pemahaman didasarkan pada beberapa faktor, termasuk faktor
lingkungan, faktor, keluarga dan faktor pendidikan formal dan non-formal.
ABSTRACT
This study aims to determine the understanding of the people especially the
entrepreneurs culinary of goat satay in Imogiri, Yogyakarta about the concept of halal
food. The importance of this research is because understanding halal food will have an
impact on society at large, especially Muslim communities who believe that every food
consumed must be halal.This type of research is descriptive qualitative research, the
researcher obtained data from the resource persons using interviews, observation and
documentation. Interviews were conducted with entrepreneurs culinary of goat satay,
goat slaughterers. The validity of the data is tested by the source triangulation method,
which is to match the data with religious leaders in the Imogiri area so that it becomes
legitimate and credible data.The results of this study indicate that the understanding of
the Imogiri community has understood quite well the concept of halal food especially in
the culinary business of goat satay. However, not all of the goat satay culinary
entrepreneurs understand the procedure for slaughtering in detail. The variant of
understanding is based on several factors, including environmental factors, factors,
family and formal and non-formal education factors.
PENDAHULUAN
Tujuan ditetapkannya syariat Islam adalah untuk mewujudkan dan menegakkan
kemaslahatan bagi seluruh umat manusia yang ada di bumi. Islam juga mengatur halal
haramnya suatu makanan, Menurut Kasmawati halal adalah sesuatu yang boleh,
dibolehkan, tidak dilarang menurut ajaran Islam.1 Adapun haram menurut Siti dan Yuli
adalah apa-apa yang dilarang oleh Allah.2 Umat Islam diajarkan untuk selalu
mengonsumsi makanan dan minuman yang selain bersih juga harus halal dan toyyib
(baik). Sebagaimana firman Allah :
1
Kasmawati (2014). Makanan Halal dan Tayyib Perspektif Al-Quran. FUFP UIN Alaudin Makasar
2
Siti, Z dan Yuli. K. Halal dan Haram Makanan dalam Islam. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
3
Ali Mutakin (2017). Teori Maqashid Al-Syar’iah dan Hubungannya dengan Metode Istinbath Hukum.
STAI Nurul Iman.
Menurut Kasmarini, Nor Liya dalam jurnal yang berjudul Understandig the
Halal Concept and the Importance of Information on Halal Food Business Needed by
Potential Malaysian Enterpreneurs, objek penelitian yang digunakan adalah produsen
yang bergerak di bidang pangan di Malaysia. Hasil dari penelitian mengatakan bahwa
responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai konsep halal.4 Dari banyak
pemaparan di atas peneliti akan mengambil tema pemahaman makanan halal
masyarakat Imogiri Yogyakarta sebagai penelitiannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, dengan alasan
data yang akan didapat akan bersumber langsung dari subyek penelitian (informan) dan
hal ini akan memberikan kesan yang natural. Sehingga peneliti mampu menafsirkan
fenomena yaang terjadi pada masyarakat. Karena peneliti memiliki asumsi bahwa
realitas yang didapat di lapangan merupakan data yang bersifat subyektif. Penelitian ini
dalam upaya melihat urgensi pemahaman para pengusaha kuliner sate kambing tentang
makanan halal akan lebih cocok jika menggunakan pendekatan kualititatif deskriptif.
Menurut Best dikutip dari Sukardi penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan obyek sesuai dengan apa adanya. 5
Penelitian ini akan di laksanakan di Imogiri, Yogyakarta. Alasan yang dimiliki
peneliti untuk melandasi pemilihan lokasi tersebut adalah:Imogiri merupakan sebagian
wilayah kecil dari Yogyakarta yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Imogiri
juga merupakan salah satu wilayah dimana di dalamnya terdapat banyak obyek wisata
yang banyak dikunjungi orang. Yang menjadi ciri khas dari Imogiri adalah sate
kambing. Sehingga akan ditemukan disana banyak penjual sate kambing. Hampir semua
penjual sate kambing disana merupakan industri mandiri atau industri rumah tangga
yang masing masing berdiri sendiri. Kebanyakan dari penjual sate kambing juga
merupakan penduduk asli Imogiri yang beragama Islam, namun sebagian besarnya
belum melakukan sertifikasi halal MUI.
4
Kasmarini, B. dan Nor Liya (2015). Understanding the Halal Concept and The Importance of
Information on Halal Food Business Needed by Potential Malaysian Enterpreneurs. Jurnal
Internasional Research Akademik Ilmu Bisnis dan sosial UtiM. Vol. 5 No. 2
5
Sukardi (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. hlm. 157
Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif biasa disebut dengan informan.
Ada dua jenis informan yaitu Informan pangkal dan informan kunci. Ada dua informan
kunci dalam penelitian ini yaitu adalah pelaku usaha kuliner sate kambing dan tukang
penyembelih kambing. Sedangkan informan pangkal dalam penelitian ini adalah
Pemuka Agama yang tinggal di sekitar Imogiri. Adapun teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunaka observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Selanjutnya penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk menganalisis
keabsahan data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
teknik atau triangulasi metode, dimana untuk menguji suatu sahnya data dengan cara
mengecek data yang sama namun dengan alat yang berbeda. Peneliti juga bisa
menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
Dengannya dapat memastikan kembali kepada para informan tentang apa yang mereka
sampaikan sehingga menjadi sebuah data yang sah dan kredibel. Dalam menganalisis
data peneliti akan Menelaah seluruh data yang ada dalam catatan lapangan, atau data
yang diperoleh selama penelitian di lapangan, mereduksi data dan mengkategorikan
data, menafsir, kemudian penulis menjabarkan hasil penelitian sehingga menjadi uraian
yang rinci, jelas, sistematis dan terpercaya lalu yang terakhir adalah menyimpulkan.
Landasan Teori
1. Makanan Halal
Makanan halal yaitu segala sesuatu yang dibolehkan untuk dimakan menurut
syariat Islam. Dalam Nurhalima makanan halal dari berbagai pendapat ulama
bisa difokuskan menjadi tiga tinjauan yaitu halal dzatnya, halal cara
memperolehnya dan halal cara mengolahnya.6
a. Halal dzatnya
Halal dzatnya adalah segala sesuatu yang secara substansinya tidak
dilarang atau diharamkan oleh syariat Islam. Contoh : daging kambing,
daging sapi, sayuran, biji-bijian dan yang lainnya.
b. Halal cara memperolehnya
Bahan dasar diperoleh dari seluruh muamalah yang dihalalkan dan sah.
Cara memperolehnya jujur dan tidak menggunakan cara yang batil.
6
Nurhalima, T (2018). Urgensi Pemahaman Makanan Halal dan Baik pada Masyarakat Lau Gumba
Kecamatan Berastagi. FAI UPPBM
Menggunakan cara batil artinya dengan cara yang dilarang oleh syariat
Islam dan dari muamalah yang diharamkan seperti mengambil hak orang
lain baik dengan halus maupun kasar, merampas, mencuri dan yang lainnya.
c. Halal cara mengolahnya
Cara mengolah juga akan menentukan halal atau tidaknya suatu
makanan. Cara menyembelih hewan merupakan proses pengolahan awal
yang sangat menentukan kehalalan atau tidaknya daging hewan tersebut.
Begitu juga pada saat pengolaahannya jangan sampai tercampur oleh
makanan atau bahan-bahan lain yang diharamkan walaupun sedikit atau
banyak, karena status kehalalannya pun akan berubah menjadi haram.
2. Prinsip Makanan Halal
Prinsip makanan halal menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya
Halal wal Haram fil Islam. Beliau menggariskan 10 perkara dalam halal haram
dengan landasan : اإلباحة األصل يف األشياءyang berarti “asal dari segala sesuatu
adalah mubah”. Berikut adalah :7
a. Penentuan halal-haram adalah hak mutlak Allah semata.
b. Mengharamkan yang halal dan sebaliknya merupakan kesyirikan.
c. Perkara haram dapat menimbulkan keburukan dan mudarat.
d. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
e. Perantara atau jalan menuju keharaman adalah haram.
f. Bersiasat terhadap yang haram adalah haram.
g. Niat baik tidak menghalalkan yang haram.
h. Jauhilah syubhat agar tidak terjatuh dalam perkara haram.
i. Yang haram berlaku untuk semua orang .
j. Keadaan terpaksa atau darurat membolehkan yang terlarang.
3. Makanan Haram
Pandangan fuqaha tentang makanan yang diharamkan dirujuk dari kitab
Fiqih Bidayatul Mujtahid. Makanan yang diharamkan terbagi menjadi dua
7
Yusuf Qardhawi, Muhammad (2007). Penerjemah : Muammal Hamidy. Halal & Haram Dalam Islam.
Surabaya : PT Bina Ilmu Surabaya
keadaan. Dimana yang haram secara dzat dan subtansinya dan yang haram
karena sebab yang menimpanya.8
a. Haram dzatnya
Hal-hal yang diharamkan berdasarkan dzat atau substansinya sebagiannya
telah disepakati dan sebagian lain masih berbeda pendapat.
1) Daging babi dan darah. ulama telah menyepakati keduanya merupakan
hal yang haram substansinya. Para ulama telah menyepakati keharaman
lemak, daging dan kulit babi, akan tetapi mereka berbeda pendapat
tentang penggunaaan rambut babi dan kulit babi yang telah di samak.
Adapun darah, ulama telah menyepakati atas keharaman darah yaitu
darah yang mengalir dari hewan yang disembelih. Namun para ulama
berbeda pendapaat mengenai darah yang tidak mengalir.
2) Hewan buas dari jenis burung dan hewan berkaki empat dan memiliki
taring. Hewan berkuku genap. Hewan yang diperintahkan untuk
dibunuh dan hewan yang dianggap menjijikkan.
3) Khamr. Yang dimaksud disini adalah perasan anggur dan kurma.
Sebagian besar ulama Hijaz dan para ahli hadis mengatakan, air perasan
anggur atau kurma untuk khamr baik sedikit aatau banyaknya adalah
haram. Adapun ulama Kuffah yang sebagian besar merupakan ulama
Basrah termasuk Abu Hanifah mengatakan yang diharamkan adalah
mabuknya, bukan dari dzat atau subtansi dari anggur atau kurma itu
sendiri. perbedaan pendapat dalam masalah khamr cukup panjang
namun telah ditetapkan syariat melalui ijma’ , bahwa yang dijadikan
tolak ukur adalah jenisnya dan bukan kadar banyak atau sedikitnya.
Yang menjadi landasan adalah hadis shahih Nabi SAW yang artinya :
“apa yang banyaknya memabukkan maka yang sedikitnya adalah
haram”(HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ahmad).
Para ulama juga akhirnya menyepakati bahwa memeras anggur atau
kurma selama tidak memabukkan dan yang tidak dimaksudkan untuk
membuat khamr maka hukumnya boleh.
b. Haram karena sebab yang menimpanya
8
Ibnu Rusyd (2007). Penerjemah : Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun. Bidayatul Mujtahid Analisa
Fiqih Para Mujtahid Jilid 2. Jakarta : Pustaka Amani
Secara umum ada 9 macam :
1) Bangkai
Para ulama telah sepakat tentang pengharaman bangkai darat.
Namun para ulama berbeda pendapat tentang bangkai laut. Sebagian
ada yang menghalalkannya secara mutlak, ada yang mengharamkannya
secara mutlak dan ada yang menghalalkannya debgan sebab tertentu.
Bangkai telah disebutkan pengharamannya dalam Al-Quran pada surat
Al-Baqarah ayat 173,
اْلِْن ِزي ِر َوَما أ ُِه َّل بِِه لِغَ ِْْي اللَّ ِه فَ َم ِن َ إََِّّنَا َحَّرَم َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةَ َوالد
ْ َّم َو ََلْ َم
يم ِ اضطَُّر َغي ر ب ٍاغ وَال ع ٍاد فَ َال إِ ْث علَي ِه إِ َّن اللَّه َغ ُف
ٌ ور َرح ٌ َ َْ َ َ َ َ َْ ْ
Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
9
Dib Al-Bugha, Mustafa (2009). Penerjemah : Toto Edidarmo. Ringkasan Fiqih Madzhab Syafi’i
Penjelasan Kitab Matan Abu Syuja’ dengan Dalil Al-Quran dan Hadits. Jakarta Selatan : Noura
(PT. Mizan)
3) Dibolehkan menyembelih dengan semua benda yang dapat melukai
kecuali gigi dan kuku.
4) sembelihan orang Muslim dan ahli kitab adalah halal, namun untuk
majusi dan penyembah berhala tidak halal.
b. Cara Penyembelihan Berdasarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Menurut fatwa MUI Nomor 12 tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi
Penyembelihan Halal. Standar proses penyembelihan diantaranya : 10
1) Proses penyembelihan dengan niat menyembelih dan menyebutkan
nama Allah.
2) Proses penyembelihan sah apabila terputusnya saluran
makanan/kerongkongan (mari’/esophagus), saluran
pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah
(wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
3) Proses penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.
4) Memastikan adanya aliran darah dan gerakan hewan sebagai tanda
hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
5) Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
Standar alat penyembelihan menurut MUI adalah, alat harus tajam dan
bahan dasar alat yang digunakan untuk menyembelih bukan kuku, gigi/taring
ataupun tulang. MUI juga menetapkan standar bagi penyembelih, yaitu
beragama Islam dan sudah akil baligh, memahami dan mengerti tata cara
penyembelihan yan sesuai syariat dan memiliki keahlian dalam
penyembelihan. MUI juga berfatwa bahwa dalam proses menyembelih
hewan disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat. Dalam proses
pengolahannya dan penyimpanannya hewan harus dipisahkan antara yang
halal dan yang tidak halal.
10
Fatwa MUI Nomor 12 tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.
Kriteria Pemahaman
Dalam penelitian ini seseorang bisa dikatakan paham apabila ada pengetahuan
dalam dirinya dan melakukan apa yang telah ia pahami. Dengan kata lain kriteria
pemahaman dapat ditunjukkan dengan hal berikut :
1. Kurang paham, yaitu ketika seseorang hanya mampu mengungkapkan pendapat
atau gagasan dengan kalimatnya sendiri mengenai konsep halal food dengan
penjelasan yang kurang jelas atau tidak lengkap.
2. Sudah paham, yaitu ketika seseorang bisa menjelaskan secara jelas konsep halal
food dengan kalimatnya sendiri, seseorang tersebut mampu membedakan,
membandingkan, menafsirkan dan mendeskripsikan dengan kata-kata sendiri
mengenai halal food dan mamapu memberikan contoh tentang hal-hal seputar
makanan yang halal dan yang haram.
3. Sangat paham, yaitu ketika seseorang telah memahami poin 1 dan poin 2 di atas
dengan baik dan seseorang tersebut telah menerapkannya dalam kehidupan sehari-
harinya ketika berjualan sate kambing.
Indikator Pemahaman
Berdasarkan kriteria pemahaman diatas maka peneliti menggunakan indikator
untuk mengukur baik buruknya pemahaman masyarakat Imogiri Yogyakarta tentang
konsep halal food. Skala baik-buruk dilihat oleh persentase pemahaman, adapun
indikator adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Indikator Pemahaman
Tingkat Pemahaman Indikator Pemahaman
91-100 % Sangat baik
75-90 % Baik
50-74 % Cukup Baik
0-49 % Kurang Baik
Daftar Responden
Berikut adalah daftar responden yang diwawancarai :
Tabel 1.2
Daftar Responden
Nama Responden Nama Usaha Kode
Mbak Tri Warung Sate Mbak Tri IRPUSK1
Mbak Yani Warung Sate Bu Jazim IRPUSK2
Ibu Darmi Warung Sate Yu Brintek IRPUSK3
Pak Untung Warung Sate Pak Untung IRPUSK4
Pak Sigit Warung Sate Pak BeYe IRPUSK5
Pak Adhim Penyembelihan Griya Aqiqah Al-Laziz IRTPK
Ustadz Berlin Mustafa - IRU
Analisis Data
1. Makanan Halal
Berikut adalah hasil analisis pemahaman masyarakat tentang makanan halal.
Pemahaman halal diukur berdasarkan indikator-indikator di bawah ini sehingga
peneliti akan menarik tingkatan pemahaman masyarakat tersebut berdasarkan
kriteria yang sudah ada.
Tabel 1.3
Analisis Pemahaman Makanan Halal
Responden Mengungkapkan Menjelaskan Memberi Menerapkan Kriteria
Secara Rinci Contoh
IRPUSK1 Sangat
Paham
IRPUSK2 - Sudah
Paham
IRPUSK3 - Sudah
Paham
IRPUSK4 Sangat
Paham
IRPUSK5 Sangat
Paham
IRTPK Sangat
Paham
Dari enam responden yang sudah diwawancarai mengenai makanan halal, dua
responden menduduki kriteria sudah paham mereka adalah IRPUSK2 dan IRPUSK3
sebesar 33% dan empat responden menduduki kriteria sangat paham yaitu IRPUSK1,
IRPUSK4, IRPUSK5 dan IRTPK yaitu sebesar 67%. Berikut adalah diagram
persentase pemahaman makanan halal.
Diagram 2.1
Persentase Pemahaman Makanan Halal
Makanan Halal
0%
2. Makanan Haram
Berikut adalah hasil analisis pemahaman masyarakat tentang makanan halal.
Pemahaman halal diukur berdasarkan indikator-indikator di bawah ini sehingga
peneliti akan menarik tingkatan pemahaman masyarakat tersebut berdasarkan
kriteria yang sudah ada.
Tabel 1.4
Analisis Pemahaman Makanan Haram
Dari enam responden yang sudah diwawancarai mengenai makanan haram, satu
responden menduduki kriteria kurang paham yaitu IRTPK2 yaitu sebesar 17%. Tiga
responden menduduki kriteria sudah paham mereka adalah IRPUSK1, IRPUSK5 dan
IRTPK sebesar 50% dan dua responden menduduki kriteria sangat paham yaitu
IRPUSK3 dan IRPUSK4 yaitu sebesar 33%. Berikut adalah diagram persentase
pemahaman makanan haram.
Diagram 2.2
Persentase Pemahaman Makanan Haram
Makanan Haram
17%
33% Kurang Paham
Sudah Paham
Sangat Paham
50%
3. Cara Penyembelihan
Berikut adalah hasil analisis pemahaman masyarakat tentang makanan halal.
Pemahaman halal diukur berdasarkan indikator-indikator di bawah ini sehingga
peneliti akan menarik tingkatan pemahaman masyarakat tersebut berdasarkan
kriteria yang sudah ada.
Tabel 1.5
Analisis Pemahaman Cara Penyembelihan
Responden Mengungkapkan Menjelaskan Memberi Menerapkan Kriteria
Secara Rinci Contoh
IRPUSK1 - - Kurang
Paham
IRPUSK2 - Sudah
Paham
IRPUSK3 - Sudah
Paham
IRPUSK4 Sangat
Paham
IRPUSK5 - - - Kurang
Paham
IRTPK Sangat
Paham
Dari enam responden yang sudah diwawancarai mengenai cara penyembelihan,
ada dua responden yang menduduki kriteria kurang paham yaitu IRPUSK1 dan
IRPUSK5 sebesar 33,3%, dua responden menduduki kriteria sudah paham mereka
adalah IRPUSK2 dan IRPUSK3 yaitu sebesar 33,3% dan dua responden menduduki
kriteria sangat paham yaitu IRPUSK4 dan IRTPK yaitu sebesar 33,3%. Berikut
adalah diagram persentase pemahaman cara penyembelihan
Diagram 2.3
Persentase Pemahaman Cara Penyembelihan
Cara Penyembelihan
33%