DINAS LOKOMOTIF
DIESEL ELEKTRIK DAN DIESEL HIDROLIK
KATAPENGANTAR
1 . SyukurAlhamdulillah
Peraturan penyesuaian
Dinas164 Jilid1 sebagai dari Reglemen
15AtentangDinasLokomtifdanAwakLokomotiftelahdapatdiselesaikan.
2. Maksuddan tujuanperubahan
dan perbaikan
Peraturan
Dinasini adalahdisamping
untukmengaturPendinasan LokomotifdanAwakLokomotifjuga menetapkan Masinis
adalahsebagai Pemimpin PerjalananKeretaApi yang bertanggungjawab terhadap
kelancaran,keselamatan,
keamanan dan kenyamanan perjalananKereta Api dengan
menggerakan seluruhsumberdayayangadadalamkewenarlgannya.
3 . Peraturan
Dinas164 Jilid1 disusunsesuai
denganamanatUndang - UndangNomor23
Tahun2007 tentang Perkeretaapian,PeraturanPemerintahNomor 56 Tahun 2009
tentangPenyelenggaraanPerkeretaapiandan Peraturan
Pemerintah Nomor72 Tahun
2009tentangLalulintas
danAngkutanKeretaApi.
A Khusus tentangpengertian awaksaranaperkeretaapiandan Masinis- AsistenMasinis
padaPeraturan Dinas16AJilid1 berpedoman padaUndang-Undang Nomor23 Tahun
2007 baik yang tersebutdalam pengertian,batangtubuh maupunpenjelasannya,
mengingatpada PeraturanPemerintahNomor 56 Tahun 2009 dan Peraturan
Pemerintah Nomor72 Tahun2009terdapatpengertian yangberbedadenganUndang-
Undang Nomor23Tahun2007.
Peraturan
Dinas164Jilid1 ini harusdipahami olehseluruhpegawai
dandilaksanakan
PT.KERETA
APIINDONESIA (PERSERO) dalammenjalankan
tugasnya,
untukterwujudnya
pengoperasian
keretaapiaman,tertibdanlancar.
Bandung,25Juli2010
PTKERETA
API INDONESIA(PERSERO)
IGNASIUS
JONAN
DirekturUtama
Direktur
Pengembangan
Usaha
PT KERETAAPI INDONESIA (Persero)
KANTORPUSAT
TENTANG
.1
PERATURANDTNAS 164 (pD 15A)JtLtD1
MENGENAI
DINASLOKOMOTIFDIESELELEKTRIKDAN DIESELHIDROL]K
DIREKS|
PT.KERETA (PERSERO)
Apt tNDONES|A
KESELAMATAN,
KETEPATAN
WAKTU,PELAYANANDAN KENYAMANAN
JLPerinlis
Kemerdekaan
No.1Eandung
40117,
Telp.1022) - 4230039,laxs.
4230031 (022)42033424230062,
Telegran - Tetex
I QDIRUTM 28263
DTRUTM
BD
Keputusan M e n t e r iH u k u md a n H a k A z a s iM a n u s i aR e p u b l i k
lndonesia Nomor C-1717L HT.01.01TH. 1999 tanggal 1
Oktober1999 jo Nomor AHU-999484.AH.01.02 Tahun2008
tanggal23 Desember2008tentangPengesahan BadanHukum
Persero,PT.KERETA APIINDONESIA (PERSERO);
7 . KeputusanMenteri Perhubungan Nomor KP.2I7 Tahun2010
Tentang lzin Usaha Penyelenggaraan SaranaPerkeretaapian
U m u mP T .K E R E TAAP II N D O N E S(I P AE R S E R O ) ;
K e p u t u s aM
n e n t e r iP e r h u b u n g aNno m o rK P .2 1 8 T a h u n2 0 1 0
TentanglzinOperasiSaranaPerkeretaapian Umum PT.KERETA
A P II N D O N E S(I P
AE R S E R O ) ;
9 . KeputusanMenteri Perhubungan Nomor KP.2I9 Tahun2010
Tentang PelaksanaPenyelenggara PrasaranaPerkeretaapian
Umum Yang Ada Saat Ini Oleh PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO);
10.Keputusan MenteriPerhubungan NomorKP.22OTahun2016
Tentang lzinUsahaPenyelenggaraan Prasara na Perkeretaapia n
U m u mP T .K E R E TAAP I N D O N E S( P I AE R S E R O ) ;
11.Keputusan MenteriPerhubungan NomorKP.221. Tahun2010
Tentanglzin OperasiPrasarana Perkeretaapian Umum PT.
K E R E TAAP rT N D O N E (SPTEAR S E R O ) ;
12.KeputusanDireksiPT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
Nomor Kep.U/OT.003/lll/6/KA-2009 tanggal21 Maret 2009
tentangOrganisasi dan Tata Laksanadi lingkungan Kantor
PusatPTKERETA APIINDONESIA (PERSERO).
13.Keputusan DireksiNomorKep.U/OT.003/IX/8/KA-2009 tanggal
28 September 2009tentangPembentukan SatuanOrganisasi
Unit Peleksana Teknis(UPT)Kru KeretaApi dibawahManajer
j oO )
O p e r a sdii l i n g k u n a gPnTK E R E TAAP II N D O N E S( IPAE R S E R
Keputusa n DireksiNomorKep.U/OT.00 3 lxl/ 4/ KA-2009 tanggaI
l-6 November2009tentangPerubahan dan TambahanUnit
Pelaksana Teknis(UPT)KruKeretaApi.
MEMUTUSKAN
di :
Ditetapkan Bandung
PadaTanggal: 26Juli2010
(PERSERO)
API INDONESIA
PT.KERETA
DIREKTURUTAMA,
:fi[l.-l-tl-tlrrp*
"\\ U
IGNASIUSJONAN
NtPP.63621
Tembusan kepadaYth :
disamoaikan
PT.KERETA
1. DewanKomisaris APIINDONESIA(PERSERO)di Jakarta;
PT.KERETAAPI
2. Direksi INDONESIA (PERSERO)
di Bandung;
3, EVP,VP,GM,SMPT.KERETA (PERSERO)
APIINDONESIA di BANdUNg;
+. EVP/VPDaerahOperasi PT.KERETA
dan Regional APIINDONESIA (PERSERO)
di
JawadanSumatera.
I
PERUBAHAN DAN TAMBAHAN
Ditetapkan dengan Surat Penetapan Berlaku
Ditetapkan
No. Mulai
Dari Tanggal Nomor Oleh
Tanggal
Peraturan Dinas 16A Jilid 1
Daftar Isi
BAB I
ARTI DAN ISTILAH
Pasal 1
(9) Pengawas Urusan Kereta selanjutnya disebut PUK adalah unit organisasi
di daerah dibawah Unit Pelaksana Teknis Dipo kereta (UPT Dipo kereta)
yang mempunyai tugas menyiapkan rangkaian kereta termasuk mengatur
dinasan schowing kereta di wilayah tugasnya.
(10) Pengawas Urusan Gerbong selanjutnya disebut PUG adalah unit
organisasi di daerah di bawah Unit Pelaksana Teknis Dipo gerbong (UPT
Dipo gerbong) yang mempunyai tugas menyiapkan rangkaian gerbong
termasuk mengatur dinasan schowing gerbong di wilayah tugasnya.
(11) Awak sarana perkeretaapian adalah pegawai yang ditugaskan di dalam
kereta api oleh penyelenggara sarana perkeretaapian selama perjalanan
kereta api, yang terdiri dari :
a. awak Kereta Api;
b. kondektur;
c. teknisi Kereta Api; dan
d. petugas lainnya.
(12) Masinis adalah pegawai yang bertugas mengoperasikan kereta api dan
langsiran serta sebagai pemimpin selama dalam perjalanan kereta api.
(13) Asisten masinis adalah pegawai yang bertugas membantu masinis dalam
mengoperasikan kereta api dan langsiran.
(14) Awak kereta api terdiri masinis dan asisten masinis, dalam penugasan
untuk :
a. pengoperasian kereta api antarkota (masinis dibantu oleh asisten
masinis);
b. pengoperasian kereta api perkotaan (masinis dapat dibantu oleh
asisten masinis).
(15) Teknisi lokomotif adalah petugas yang bertanggung jawab atas
perawatan teknis lokomotif untuk siap operasi.
(16) Kondektur adalah pegawai yang diserahi tugas membantu masinis dalam
urusan perjalanan kereta api dan urusan langsir bilamana di stasiun
tersebut tidak ada juru langsir.
(17) Urusan Perjalanan kereta api adalah segala pekerjaan yang bersangkutan
dengan pelayanan dan perjalanan kereta api dan yang berhubungan
dengan perjalanan peralatan khusus sarana perkeretaapian.
(18) Teknisi kereta api yang selanjutnya disebut TKA adalah petugas yang
mengoperasikan fasilitas sarana perkeretaapian dan melakukan
perbaikan ringan peralatan atau fasilitas sarana perkeretaapian dan/atau
sarana perkeretaapian.
(19) Pengatur Perjalanan Kereta Api yang selanjutnya disebut PPKA adalah
pegawai yang ditugaskan untuk pengaturan dan melakukan segala
tindakan untuk menjamin keamanan dan ketertiban berikut segala
sesuatu yang berkaitan dengan perjalanan kereta api dan urusan langsir
dalam batas stasiun atau beberapa stasiun dalam wilayah pengaturannya
atau sienpos yang tidak termasuk lingkungan suatu stasiun.
(20) Pengawas Peron yang selanjutnya disebut PAP adalah pembantu PPKA
dalam melaksanakan tugas pengaturan perjalanan kereta api dan urusan
langsir di stasiun.
(21) Juru Langsir adalah seorang petugas yang berhak melangsir atas perintah
PPKA dalam urusan langsir di stasiun.
(22) Pengendali Perjalanan Kereta Api yang selanjutnya disebut PPKP adalah
petugas yang berada di Pusat Pengendali Perjalanan Kereta Api Daerah
(PK) yang melaksanakan pengaturan perjalanan kereta api melalui alat
komunikasi di wilayah pengendaliannya.
(23) Kepala Stasiun adalah seorang pejabat yang menguasai atau untuk
sementara menguasai stasiun disamping bertanggung jawab atas urusan
perjalanan kereta api dan urusan langsir di stasiunnya.
(24) Dinasan lokomotif adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan
pemakaian lokomotif, untuk keperIuan dinas kereta api, langsir dan
cadangan.
(25) Dinas Langsir adalah : pergerakan maju atau mundur suatu kereta api
atau bagian dari kereta api di emplasemen atau diluar emplasemen yang
dipimpin oleh juru langsir atas perintah PPKA untuk melakukan kegiatan
lepas gandeng rangkaian guna menyusun suatu rangkaian kereta api atau
memisahkan bagian dari rangkaian kereta api.
(26) Semboyan adalah suatu pesan yang bermakna bagi petugas terkait
dengan perjalanan kereta api sebagai .
a. Perintah atau larangan, yang ditunjukkan/diperagakan melalui orang
atau alat berupa wujud, warna, atau bunyi, meliputi .
1) Isyarat;
2) Sinyal;
3) Tanda.
b. Pemberitahuan tentang kondisi jalur, pembeda, batas dan petunjuk
tertentu yang diperagakan melalui marka.
(27) Laporan kereta api yang selanjutnnya disebut Lapka adalah merupakan
laporan Masinis (formulir O.82) yang berisi catatan yang jelas dan lengkap
selama menjalankan dinas kereta api.
(28) Laporan Kondektur yang selanjutnnya disebut Lkdr adalah merupakan
laporan Kondektur (formulir O.83) yang berisi catatan yang jelas dan
lengkap selama menjalankan dinas kereta api.
(29) Peraturan perjalanan adalah ketentuan yang mengatur tentang
perjalanan kereta api, berupa Grafik perjalanan kereta api (Gapeka),
Maklumat perjalanan kereta api (Malka), Telegram maklumat (Tem) dan
Daftar Waktu.
(30) Grafik perjalanan kereta api yang selanjutnya disebut Gapeka adalah
bagian dari peraturan perjalanan yang digambarkan secara grafis tentang
perjalanan kereta api biasa dan kereta api fakultatif dengan beberapa
keterangan penting guna melakukan pengaturan perjalanan kereta api,
sesuai masa berlakunya.
(31) Kereta api biasa adalah kereta api yang perjalanannya tergambar dalam
Gapeka, tertulis dalam daftar waktu dan berjalan setiap hari.
(32) Kereta api fakultatif adalah kereta api yang perjalanannya tergambar
dalam Gapeka dan tertulis dalam daftar waktu, tetapi hanya dijalankan
bila dibutuhkan.
(33) Kereta api luar biasa adalah kereta api yang perjalanannya tidak
tergambar dalam Gapeka dan tidak tertulis dalam daftar waktu, tetapi
yang ditetapkan menurut kebutuhan.
(34) Tabel kereta api (O.100) adalah pedoman yang memuat keterangan
tentang perjalanan kereta api.
(47) Tempat simpangan adalah tempat kereta api berangkat dan datang di
jalan bebas pada lintas cabang yang dikuasai atau tidak dikuasai oleh
seorang Kepala yang tidak bertanggungjawab tentang urusan perjalanan
kereta api, selain sebagai tempat persilangan dan penyusulan kereta api
yang berhenti menurut peraturan perjalanan, dan tempat simpangan
tersebut dibagi atas yang dijaga dan yang tidak dijaga, selanjutnya urusan
perjalanan kereta api di tempat simpangan dilakukan oleh masinis.
(48) Petak Jalan adalah bagian jalan kereta api yang terletak diantara dua
stasiun yang berdekatan.
(49) Persilangan adalah Jika kereta api dari suatu tempat untuk pertama kali
berjalan melalui seluruh atau sebagian petak jalan yang seluruhnya atau
sebagiannya bekas dilewati dari arah sebaliknya oleh kereta api lain.
(50) Penyusulan adalah apabila tertib perjalanan dua kereta api yang searah
jalannya berubah.
(51) Pejabat Penyedia dan Perawatan Lokomotif di Kantor Pusat selanjutnya
disebut JTL, adalah pejabat yang bertanggungjawab atas ketersediaan
dan kehandalan lokomotif di tingkat pusat.
(52) Pejabat Penyedia dan Perawatan Sarana di Daerah selanjutnya disebut
JPTD, adalah pejabat yang bertanggungjawab atas ketersediaan dan
kehandalan lokomotif di daerah.
(53) Pejabat Perencana Operasi di Kantor Pusat selanjutnya disebut JOR,
adalah pejabat yang bertanggung jawab perencanaan dan pengendalian
operasi serta dinasan sarana.
(54) Pejabat Pengendali Operasi di Kantor Pusat selanjutnya disebut JOP,
adalah pejabat yang bertanggung jawab perencanaan dan pengendalian
operasi serta dinasan sarana.
(55) Pejabat Perencana dan Pengendali Operasi di Daerah selanjutnya
disebut JPOD, adalah pejabat yang bertanggung jawab perencanaan
dinasan awak sarana.
(56) Pejabat Pengatur Penugasan Awak Kereta Api di daerah selanjutnya
disebut JPAK, adalah pejabat yang bertanggung jawab mengatur
penugasan awak kereta api untuk dinas kereta api, langsiran dan
cadangan.
(57) PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) yang selanjutnya disebut
Perusahaan.
BAB II
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Dinasan Lokomotif
Pasal 2
(1) JOR berkewajiban dan bertanggungjawab menyusun dinasan lokomotif
setelah menerima program kesiapan lokomotif dari JTL dan melaksanakan
pengawasan serta pengendalian dinasan lokomotif sesuai dengan yang
telah ditetapkan, selanjutnya pengaturan dinasan lokomotif dikirim atau
dibagikan kepada semua pejabat yang berkepentingan.
(2) JTL menjamin ketersediaan dan kehandalan lokomotif sesuai dengan
program dinasan lokomotif yang telah ditetapkan.
(3) Guna penyelenggaraan kewajiban tersebut pada ayat (1) pasal ini, JOR
dan JTL dapat menggunakan tenaga semua pegawai bawahannya masing-
masing.
Bagian Kedua
Pembagian dan Pengaturan Dinasan Lokomotif dan Awak Kereta Api
Pasal 3
(1) Dinasan lokomotif ditetapkan oleh JOR sesuai dengan kebutuhan operasi
kereta api dan perawatan, kemudian didistribusikan ke setiap JPOD, JPTD,
dan Balai Yasa.
(2) Pendistribusian lokomotif ke masing-masing dipo induk untuk tiap daerah
operasi/divisi regional diselenggarakan oleh JTL berdasarkan ketetapan
JOR.
(3) Apabila dipandang perlu, pengaturan dinasan lokomotif dapat
diselenggarakan antar JPOD dengan persetujuan JOR dan JTL serta
berkewajiban menormalkan dinasan lokomotif sesuai yang telah
ditetapkan.
(4) Apabila dipandang perIu, JPOD dapat mengubah pengaturan dinasan
lokomotif di daerahnya setelah berkoordinasi dengan JPTD dan mendapat
persetujuan dari pimpinan daerah.
(5) Dalam pengaturan dinasan lokomotif untuk tiap Dipo lokomotif
ditetapkan :
a. jumlah minimal dari tiap jenis lokomotif yang harus ada di Dipo;
b. jumlah jenis lokomotif untuk semua kereta api yang harus dijalankan
setiap hari;
Bagian Ketiga
Pengawas Urusan Lokomotif
Pasal 4
(1) Pada saat lokomotif akan dipergunakan dinas kereta api di stasiun awal,
PUL melakukan
a. Penerimaan lokomotif dari pengawas perawatan lokomotif disertai
laporan kondisi teknis lokomotif dari dipo termasuk formulir serah
terima lokomotif.
b. Pengecekan lokomotif dilaksanakan sesuai dengan check sheet
kelaikan operasi sarana, meliputi :
1) pengereman;
2) bogie;
3) alat perangkai;
4) alat kelengkapan lokomotif.
Bagian Kelima
Penugasan Awak Kereta Api
Paragraf 1
Masinis
Pasal 6
(1) Seseorang dapat diserahi tugas untuk menjalankan lokomotif sebagai
Masinis jalan setelah memenuhi ketentuan sebagaimana pada pasal 5
ayat (3).
(2) Apabila seorang pemegang tanda kecakapan pengenalan lintas (baan
verkeneng) bagi masinis dalam 3 (tiga) bulan berturut-turut tidak
menjalankan lokomotif disuatu lintas, yang bersangkutan dianggap tidak
paham lagi tentang lintas tersebut; maka harus mengulangi kegiatan
sebagaimana tersebut pada pasal 5 ayat (3) huruf a.
(3) Apabila terjadi perubahan dinas operasi kereta api yang dapat
membahayakan perjalanan kereta api, (misalnya : mulai dipergunakannya
perangkat persinyalan baru, perubahan pemindahan, atau penghapusan
semboyan-semboyan tetap, termasuk perubahan-perubahan yang lebih
beragam) JPAK harus menyampaikan pemberitahuan perubahan
dimaksud kepada masinis.
(4) Sebagai pernyataan bahwa pemberitahuan perubahan sebagaimana pada
ayat (3) pasal ini telah diketahui dan dimengerti, masinis menandatangani
bukti pemberitahuan perubahan tersebut.
(5) Masinis berkewajiban membina asisten masinis dalam hal taktis
mengoperasikan lokomotif.
(6) Pada waktu dinas kereta api atau dinas langsir, masinis bertanggung
jawab atas perjalanan kereta api yang dipimpinnya dan diharuskan
mematuhi :
a. isyarat, sinyal, tanda dan marka;
b. perintah yang diberikan oleh PPKA/PAP selama berada di stasiun;
c. perintah dari petugas yang mempunyai wewenang untuk memimpin
suatu langsiran selama dinas Iangsir;
d. Perintah PPKP selama dalam perjalanan.
(7) Masinis yang tidak mematuhi sebagaimana ayat (6) pasal ini harus diambil
tindakan yang tegas.
(8) Masinis bertanggung jawab penuh atas akibat dari kelalaian daIam
melakukan kewajiban yang ditugaskan kepadanya sesuai ayat (5) pasal ini.
Paragraf 2
Asisten Masinis
Pasal 7
(1) Seseorang dapat diserahi tugas untuk membantu masinis sebagai asisten
masinis jalan setelah memenuhi ketentuan sebagaimana pada pasal 5
ayat (2).
(2) Apabila masinis tidak dapat melanjutkan tugas dalam perjalanan, asisten
masinis harus dapat menggantikan tugas masinis untuk menjalankan
lokomotif.
(3) Apabila terjadi perubahan dinas operasi kereta api yang dapat
membahayakan perjalanan kereta api, misalnya mulai dipergunakannya
perangkat persinyalan baru, perubahan pemindahan, atau penghapusan
semboyan-semboyan tetap, termasuk perubahan-perubahan yang lebih
beragam, JPAK harus menyampaikan pemberitahuan perubahan dimaksud
kepada asisten masinis.
(4) Sebagai pernyataan bahwa pemberitahuan perubahan sebagaimana pada
ayat (3) pasal ini telah diketahui dan dimengerti, asisten masinis
menandatangani bukti pemberitahuan perubahan tersebut.
BAB III
PERSIAPAN SERAH TERIMA LOKOMOTIF
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Lokomotif Pada Saat Mesin Mati
Pasal 8
(1) Lokomotif yang akan diserahkan oleh pengawas perawatan harus
dipastikan memenuhi standar kelaikan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Perkeretaapian serta peraturan pelaksanaanya.
(2) Sebelum lokomotif keluar dari dipo harus dilakukan pemeriksaan
pendahuluan di Dipo oleh petugas perawatan dalam keadaan mesin mati.
(3) Pemeriksaan pendahuluan harus dilakukan pada saat lokomotif keadaan
mesin mati, sesuai dengan daftar periksa (check list) meliputi : kecukupan
bahan bakar, pelumas, air pendingin mesin, lampu-lampu, instrumen
ukur, pemadam api mesin lokomotif, rangka bawah, rangka atas, rem
parkir dan terbebas dari benda-benda lain yang tidak seharusnya ada di
kabin.
(4) Pemeriksaan kelengkapan peralatan inventaris yang terdiri dari :
4 (empat) buah stop block, 2 (dua) buah bendera merah, 1 (satu) buah
bendera kuning, 2 (dua) buah skip semboyan 21, 1 (satu) buah pemadam
api, 1 (satu) unit radio rangkaian dan kartu riwayat lokomotif (diisi oleh
dipo pemelihara atau dipo perbaikan).
Bagian Kedua
Menghidupkan Lokomotif
Pasal 9
(1) Petugas perawatan sebelum menghidupkan lokomotif, terlebih dahulu
membuang air kondensasi dalam tangki udara tekan dan memastikan
rem parkir lokomotif dalam keadaan baik dan terikat.
(2) Setelah dilakukan pemeriksaan sesuai ayat (1) pasal ini dan pasal 8 ayat
(3), proses menghidupkan lokomotif dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan mengenai pengoperasian untuk setiap jenis lokomotif yang
ditetapkan oleh JTL.
(3) Saat menghidupkan lokomotif, apabila setelah menekan tombol start
selama 10 detik motor diesel tidak bisa hidup dan diulangi maksimal 3 kali
tetap tidak hidup, segera melaporkan kepada pengawas perawatan untuk
dilakukan perbaikan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Lokomotif Setelah Mesin Hidup
Pasal 10
(1) Setelah lokomotif dihidupkan, petugas perawatan melakukan
pemeriksaan sesuai dengan check sheet kondisi teknis lokomotif yang
ditetapkan oleh JTL untuk setiap jenis lokomotif sebagai berikut.
a. Pemeriksaan fungsi indikator mengenai :
1) tekanan pelumas motor diesel;
2) tekanan bahan bakar;
3) tekanan udara tangki penyeimbang;
4) tekanan udara saluran pipa pengereman rangkaian
kereta/gerbong;
5) tekanan udara pengereman lokomotif;
6) bekerjanya governor kompresor.
b. Jumlah traksi motor yang berfungsi.
c. Periksa adanya bocoran pelumas, bahan bakar, air pendingin mesin
dan udara tekan.
d. Mencoba putaran motor diesel untuk memastikan kondisi motor
diesel dan fungsi alat bantu lainnya dalam keadaan baik.
e. Mencoba fungsi rem lokomotif untuk memastikan rem bekerja baik.
f. Mencoba lokomotif berjalan maju dan mundur untuk memastikan
fungsi pembalik arah bekerja baik.
g. Mencoba alat pemasir untuk memastikan bahwa siap digunakan dan
pasir dalam keadaan kering dan terurai.
h. Terhadap fungsi yang tertuang di dalam formulir Go No Go item :
1) kipas pembersih kaca;
2) lampu sorot (headlight);
3) lampu kabin Masinis;
4) suling lokomotif;
5) perangkat siaga (deadman device);
6) radio lokomotif;
7) pengukur kecepatan.
(2) Apabila dalam pemeriksaan tidak ada kelainan, semua peralatan dan
penunjukan indikator-indikator sesuai dengan ketentuan yang tercantum
pada laporan teknik lokomotif (T.200), maka data hasil pemeriksaan
dicatat pada T.200, dan ditandatangani oleh pengawas perawatan sebagai
bukti pemeriksaan telah dilaksanakan.
(3) Setelah melakukan pemeriksaan sebagaimana pada ayat (1) dan (2) pasal
ini, dilakukan juga pengisian dan penandatanganan check sheet kondisi
teknis lokomotif dari dipo oleh pengawas perawatan dipo lokomotif,
selanjutnya diberitahukan kepada PUL dan Penyelia Masinis bahwa
lokomotif siap untuk dinas.
Bagian Keempat
Lokomotif Keluar dari Dipo
Pasal 11
(1) Setelah menerima pemberitahuan dari pengawas perawatan, PUL
melaporkan kesiapan lokomotif kepada PPKA dan menugaskan motoris
lokomotif untuk melangsir lokomotif dari dipo menuju ke emplasemen
stasiun dengan dipandu oleh juru langsir.
(2) Sebelum keluar dari dipo, motoris lokomotif yang bersangkutan harus
memastikan telah membawa T 200 dan check sheet kondisi lokomotif
yang telah ditandangani oleh pengawas perawatan untuk diserahkan
kepada PUL di stasiun.
(3) Diluar halaman dipo, motoris lokomotif tidak diperbolehkan langsir tanpa
dipandu juru langsir.
(4) Selama melakukan gerakan-gerakan langsir dihalaman dipo motoris
lokomotif harus memastikan sendiri bahwa jalur yang akan dilalui tidak
terhalang dan wesel-wesel pada kedudukan benar. Motoris lokomotif
bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena tidak mentaati
peraturan atau ceroboh dalam melakukan tugasnya.
(5) Lokomotif dilangsir ke emplasemen untuk ditempatkan dimuka rangkaian
yang disiapkan untuk dinas kereta api atau di jalur tertentu yang
ditetapkan oleh PPKA/PAP, selanjutnya lokomotif diserahkan kepada PUL
untuk diteruskan kepada masinis didampingi penyelia masinis.
BAB IV
DINAS KERETA API
Bagian Kesatu
Laporan Kereta Api
Pasal 12
(1) PPKA/PAP stasiun permulaan dan stasiun pergantian awak kereta api
harus mengisi Lapka dengan catatan tentang.
a. Nama awak sarana perkeretaapian;
b. Susunan nomor kereta/gerbong dan berat rangkaian kereta api;
c. Persilangan dan penyusulan;
d. Penyimpangan perjalanan kereta api terhadap peraturan perjalanan
seperti perpindahan persilangan, atau penyusulan, kelambatan;
e. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Masinis dalam perjalanan,
misalnya :
1) pembatalan pengumuman perjalanan kereta api;
2) persilangan/penyusulan dengan lori;
3) berjalan hati-hati pada bagian jalur kereta api yang terdapat
semboyan;
4) berhenti luar biasa di stasiun atau di tempat perhentian yang
menurut peraturan perjalanan harus langsung;
5) kondisi kereta api, antara lain cacat atau penambahan/
pengurangan kereta/gerbong.
(2) Apabila tidak ada penyimpangan peraturan perjalanan sebagaimana
tercantum pada ayat (1) huruf d pasal ini, khusus untuk lintas yang akan
dilalui oleh kereta api tersebut, PPKA/PAP stasiun permulaan atau stasiun
pergantian awak kereta api dalam kolom yang disediakan pada Lapka
ditulis perkataan tiada dan diparaf.
(3) Pada waktu kereta api berjalan dengan lokomotif lebih dari satu, catatan
tersebut pada ayat (1) pasal ini hanya ditulis pada Lapka lokomotif depan,
apabila masinis lokomotif lainnya minta keterangan tentang catatan
tersebut, dapat disampaikan secara lisan.
(4) Apabila masinis selama dinas menerima pemberitahuan luar biasa
mengenai dinas kereta api, dinas lokomotif, atau perintah yang
menyimpang dari perintah-perintah yang telah diberikan, seperti
pemindahan persilangan atau perjalanan lori, jika belum diberitahukan
secara tertulis, masinis harus meminta penetapan tertulis pada Lapka.
(5) SegaIa catatan perubahan dan tambahan harus dibubuhi paraf PPKA/PAP;
nama stasiun yang harus dituIis dalam Lapka tidak boleh disingkat.
(6) Setelah datang di suatu stasiun pemeriksa, apabila kereta api menurut
peraturan perjalanan berhenti di stasiun itu Iebih dari 1 (satu) menit,
masinis sendiri atau dengan perantaraan asisten masinis segera
membawa Lapka kepada PPKA/PAP untuk diisi catatan yang diperIukan.
(7) Pada waktu kereta api berjalan dengan lokomotif lebih dari satu,
ketentuan tersebut pada ayat (6) pasal ini hanya berlaku untuk Masinis
lokomotif yang di depan.
(8) Apabila masinis ditengah perjalanan kehilangan Lapka, masinis untuk
kereta api langsung harus menghubungi PPKA/PAP stasiun yang pertama
dicapai dan berhenti luar biasa di stasiun tersebut.
(9) Atas permintaan masinis, PPKA membuatkan salinan catatan tentang
perjalanan kereta api kutipan dari Lkdr dilengkapi dengan informasi dari
PPKP untuk lintas yang masih harus dijalani oleh masinis tersebut dan
harus ditanda tangani oleh PPKA/PAP pembuat lapka pengganti.
(10) Atas permintaan masinis, kepala stasiun/PPKA/PAP harus
memberitahukan berat kereta api. Apabila berat kereta api tidak
melebihi maksimum yang telah ditetapkan, masinis diwajibkan me-
ngangkutnya.
(11) Masinis hanya diperbolehkan menolak pengangkutan tersebut jika
keadaan cuaca atau keadaan lokomotifnya kurang baik, mengingat tidak
mungkin untuk mengangkut berat kereta api sepenuhnya dan harus
meminta kepada kepala stasiun/PPKA/PAP agar berat kereta api dikurangi
serta dicatat oleh masinis dalam Lapka dengan menerangkan sebab-sebab
permintaan pengurangan tersebut.
(12) Di stasiun permulaan atau stasiun antara ketika penambahan/
pengurangan kereta/gerbong dilakukan, kondektur dan TKA harus
memeriksa kereta api, selanjutnya setelah hasil pemeriksaan dinyatakan
baik, maka kondektur melaporkan kepada PPKA/PAP untuk dicatat dalam
Lapka dan Lkdr.
(13) Apabila kondektur dan TKA melihat suatu cacat pada rangkaian yang
diperiksa, kondektur harus segera memberitahukan cacat itu kepada
PPKA/PAP dan masinis, dalam hal ini masinis yang akan menentukan
bahwa cacat tersebut membahayakan atau tidak. Jika perIu, PPKA/PAP
harus bertindak sesuai rekomendasi masinis dan hasilnya dicatat dalam
Lapka.
Bagian Kedua
Tabel Kereta Api
Pasal 13
(1) Masinis kereta api biasa, kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa
harus mempunyai tabel kereta api, kecuali Masinis lokomotif pendorong
yang berjalan kembali dan masinis lokomotif yang mengambil bagian
kereta api yang ditinggalkan ditempat kejadian.
(2) Tabel kereta api (O.100) ditanda tangani oleh JPOD dengan dibubuhi
tanggal.
(3) TabeI kereta api harus memuat keterangan tersebut dibawah ini .
a. Nomor kereta api atau nomor perjalanan kereta api luar biasa (KLB);
b. Waktu berangkat, waktu datang atau waktu langsung di stasiun;
nama stasiun, tempat simpangan dan tempat perhentian harus ditulis
penuh .
c. Perhentian (jika perlu), langsung atau berhenti pada hari tertentu di
tempat perhentian;
d. Persilangan biasa (ditandai dengan tanda X);
e. Stasiun-stasiun dimana Masinis tidak bertanggungjawab atas
pemeriksaan persilangan, nama stasiun ini dikurung dalam segi
panjang;
f. Stasiun pemeriksa diberi tanda garis bawah tipis seperti yang terlihat
dalam grafik, di stasiun pemeriksa apabila kereta api berhenti Iebih
dari satu menit, masinis harus meminta dilakukan pemeriksaan dan
pembubuhan paraf pada Lapka;
g. Kereta api dimasukkan ke jalur buntu di stasiun yang bukan stasiun
buntu (diberi tanda X);
h. Lamanya perjalanan biasa dan lamanya perjalanan yang tercepat dari
stasiun ke stasiun;
i. Puncak kecepatan kereta api;
j. Letak stasiun ditulis dalam kilometer dan hektometer yang dibulatkan;
k. Di lintas cabang juga penyusulan biasa, ditandai dengan // atau = ;
tanda // untuk kereta api yang menyusul, dan tanda = untuk kereta
api yang disusul.
(4) Bilamana seorang masinis harus menjalankan kereta api tetapi belum
mempunyai O.100, maka sebelum berangkat harus diberikan :
a. O.100 yang dibuat dan ditanda tangani oleh JPOD;
b. O.100 dari masinis lokomotif yang diganti lokomotifnya; atau
c. O.100 salinan yang dibuat dan ditanda tangani oleh PPKA, tetapi
pada waktu masuk stasiun bukan stasiun buntu yang mempunyai
jalur buntu. Masinis harus bersiap-siap karena kemungkinan kereta
apinya dimasukkan ke jalur buntu, karena dalam O.100 salinan yang
dibuat oleh PPKA tidak diberi tanda X sebagaimana pada ayat (3)
huruf g pasal ini.
Bagian Ketiga
Mulai Dinas Awak Kereta Api
Pasal 14
(1) Awak Kereta Api, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit
sebelum kereta api berangkat harus sudah melapor kepada JPAK, mengisi
daftar hadir dan menyatakan siap untuk menjalankan dinas kereta api,
kemudian JPAK memastikan bahwa awak kereta api tersebut telah
memiliki sertifikat kecakapan, telah dilakukan pemeriksaan kesehatan
selanjutnya menyerahkan surat perintah perjalanan dinas, Lapka, suling
mulut, senter dan O.100.
(2) Masinis atau asisten masinis membawa Lapka kepada PPKA untuk diisi
dan ditandatangani. Lapka yang telah diisi oleh PPKA harus segera
diperiksa oleh masinis sendiri agar jika ada yang kurang jelas masih dapat
meminta penjelasan atau apabila terdapat kekeIiruan atau kekurangan
dapat diperbaiki.
(3) Untuk mendapatkan penjelasan atau perbaikan sebagaimana pada ayat
(2) pasal ini, masinis harus datang sendiri kepada PPKA.
(4) Di stasiun permulaan dan stasiun tempat pergantian awak sarana
perkeretaapian, awak kereta api dan kondektur harus mencocokkan
arloji masing-masing dengan jam induk stasiun.
(5) Lokomotif untuk dinas kereta api diserahkan dari PUL kepada masinis
dinas kereta api 30 (tiga puluh) menit sebelum kereta api berangkat.
(6) Sebelum serah terima lokomotif terlebih dahulu dilakukan sebagai
berikut .
a. Pemeriksaan kelengkapan peralatan inventaris sebagaimana
tercantum pada pasal 8 ayat (4).
b. Pemeriksaan fungsi yang tertuang di dalam formulir Go No Go item
sebagaimana pada pasal 10 ayat (1) huruf h.
c. Mencoba putaran motor diesel untuk memastikan kondisi motor
diesel dan fungsi alat bantu lainnya dalam keadaan baik.
(3) Dalam hal pada satu rangkaian kereta api memerlukan 2 (dua) lokomotif
atau lebih, masinis yang berada pada lokomotif paling depan
mengendalikan jalannya kereta api.
(4) Apabila kereta api berjalan dengan lokomotif lebih dari 1 (satu), lokomotif-
lokomotif yang akan dirangkaikan pada rangkaian harus dalam keadaan
terangkai atau setelah lokomotif yang satu terangkai pada rangkaian, baru
lokomotif kedua dan seterusnya boleh dilangsir digandengkan dan tidak
boleh 2 (dua) buah atau lebih lokomotif yang tidak digandengkan
bersamaan diIangsir menuju ke rangkaian.
(5) Merangkaikan lokomotif pada rangkaian dilakukan oleh TKA dibawah
pengawasan masinis. Apabila tidak ada TKA, selang udara tekan
dihubungkan oleh asisten masinis sendiri dan diawasi oleh Masinis.
Setelah itu, masinis memosisikan alat pengereman pada posisi pengisian
untuk pengereman kereta api.
Bagian Kelima
Penggunaan Radio Lokomotif
Pasal 16
(1) Radio lokomotif berfungsi sebagai alat komunikasi antara masinis dengan
PPKP dan antara masinis dengan PPKA yang dihubungkan oleh PPKP.
(2) Pada waktu pergantian, masinis wajib mencoba dan menyampaikan
kondisi terakhir radio lokomotif.
(3) Setiap menghadapi “tanda memindahkan saluran (channel) radio”, masinis
wajib menyesuaikan saluran (channel) radio, seperti yang tertera pada
tanda dimaksud atau pada tabel saluran (channel) radio lokomotif.
(4) Prosedur tetap penggunaan radio lokomotif, adalah sebagai berikut
masinis wajib
a. Mengadakan test radio lokomotif dengan PPKP disetiap awal
pemberangkatan kereta api dan perpindahan Daerah Operasi;
b. Menanyakan ke PPKP tentang posisi kereta api lawan persilangan atau
penyusulan;
c. Memberikan informasi kepada PPKP tentang segala kejadian dan
penyimpangan terhadap perjalanan kereta api; dan
d. Menyerahterimakan kondisi pesawat radio lokomotif setiap selesai
dinas dan dicatat dalam T 200. Apabila ada kerusakan, KDL melapor
ke bagian perawatan telekomunikasi.
Bagian keenam
Penggunaan Radio Rangkaian
Pasal 17
(1) Radio rangkaian berfungsi sebagai alat komunikasi antara masinis dengan
kondektur atau awak sarana perkeretaapian di rangkaian kereta api.
(2) Pada awal pemberangkatan dan pada waktu pergantian awak sarana
perkeretaapian, masinis wajib mencoba fungsi radio rangkaian.
(3) Prosedur tetap penggunaan radio rangkaian adalah sebagai berikut.
a. Masinis mengadakan test radio rangkaian dengan Kondektur disetiap
awal pemberangkatan kereta api.
b. Masinis dapat meminta informasi kepada Kondektur atau awak sarana
yang lain tentang segala kejadian di rangkaian kereta api.
c. Kondektur wajib melaporkan kepada masinis tentang segala
penyimpangan terhadap rangkaian kereta api.
(4) Masinis menyerahterimakan kondisi pesawat radio rangkaian setiap
selesai dinas dan dicatat dalam T 200.Apabila ada kerusakan, oleh KDL
dilaporkan ke bagian perawatan telekomunikasi.
Bagian Ketujuh
Keberangkatan Kereta Api
PasaI 18
(1) Segera setelah masinis melihat “isyarat pemberangkatan kereta api” yang
diperlihatkan oleh PPKA/PAP dan mendapat “isyarat kereta api siap
berangkat” dari kondektur yang menghadap ke arah lokomotif serta
masinis telah memastikan bahwa :
a. semboyan yang diberikan benar-benar berlaku baginya,
b. jalur yang akan dilalui tidak terhalang,
maka masinis memberikan semboyan 35 dengan suling lokomotif dan
mulai menggerakkan kereta api dengan perlahan-lahan tanpa hentakan.
(2) Apabila pada waktu diberikan “Isyarat kereta api siap berangkat” dari
kondektur, masinis belum mendapat kepastian bahwa semua kereta api
yang menurut O.100 atau Lapka yang harus bersilang dengan kereta
apinya telah masuk, masinis hanya boleh mentaati perintah tersebut
seteIah mendapat kepastian dari PPKA.
(3) Apabila masinis melihat kereta api yang harus bersilang dengan kereta
apinya memasuki emplasemen, masinis harus memastikan bahwa kereta
api yang sedang masuk tersebut tidak memasang “tanda jalur kereta api
tidak aman” (semboyan 31), sedangkan pada malam hari tidak terdengar
semboyan 39 dan lengkap dengan “tanda akhiran kereta api”.
(4) Kereta api penumpang tidak boleh diberangkatkan sebelum waktu yang
telah ditetapkan, sedangkan untuk kereta api barang waktu berangkat
boleh diajukan oleh JPOD dan ditetapkan dalam Peraturan Tambahan
Dinas Operasi (PT.DO).
(5) Mengawalkan waktu berangkat tidak boleh dilakukan, bila pada petak
jalan yang akan dilewati sedang ada perjalanan lori kecuali bila pengantar
lori telah mengetahui.
(6) Kereta api yang sedang bergerak berangkat dari stasiun, lalu karena
sesuatu hal terpaksa harus berhenti, tidak boleh melanjutkan
perjalanannya sebelum diberi tanda perintah berangkat lagi oleh PPKA.
(7) Khusus untuk lintas cabang :
a. kereta api boleh berangkat dari suatu stasiun atau tempat simpangan
setelah 5 menit kereta api didepannya yang mempunyai kecepatan
sama atau lebih telah berangkat dari stasiun atau tempat simpangan
tersebut;
b. jarak antara dua kereta api yang berjalan berurutan seperti tersebut
diatas tidak boleh kurang dari 50 meter.
Bagian Kedelapan
Pembagian Tugas antara Masinis, Asisten Masinis
dan Teknisi Lokomotif selama dalam Perjalanan
Pasal 19
(1) Selama dalam perjalanan, masinis harus memperhatikan keadaan jalur
dan seluruh semboyan, disamping harus mengawasi pekerjaan asisten
masinis selaku pembantu yang berada dibawah perintah masinis.
(2) Masinis harus memastikan bahwa perintahnya dilaksanakan oleh asisten
masinis agar setiap setengah jam melakukan pemeriksaan fungsi yang
ditunjukkan oleh semua indikator di kabin masinis.
(3) Masinis bertanggung jawab atas segala kesalahan yang dilakukan oleh
bawahannya yang seharusnya dapat dihindarkan apabila dilakukan
pengawasan dengan baik.
(4) Setiap melewati stasiun, masinis diwajibkan melihat tabel kereta api dan
Lapka meskipun telah hafaI untuk memastikan apakah kereta apinya
berjalan langsung/berhenti/berhenti luar biasa di stasiun berikutnya.
Bagian Kesembilan
Kewajiban Pembantu Masinis
Pasal 20
(1) Masinis dapat dibantu oleh asisten masinis, kondektur, teknisi, dan/atau
petugas lainnya.
(2) Kondektur selaku pembantu masinis berkewajiban :
a. memeriksa dan menertibkan penumpang dan/atau barang;
b. membantu dalam pemberangkatan kereta api;
c. membantu bila terjadi gangguan pada prasarana dan/atau sarana
kereta api;
d. mengkoordinasikan teknisi dan petugas lain yang berada di rangkaian
kereta api;
e. mengisi daftar waktu datang, berangkat, keterlambatan datang di
setiap stasiun; dan
f. menjadi juru langsir di stasiun antara untuk kereta api yang
didinasinya.
(3) TKA selaku pembantu masinis berkewajiban sebagai berikut :
a. melakukan perbaikan ringan peralatan atau fasilitas sarana
perkeretaapian dan/atau sarana perkeretaapian pada rangkaian
kereta api;
b. mengoperasikan fasilitas sarana perkeretaapian pada rangkaian
kereta api.
(4) Kondektur dan TKA selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimasud
pada ayat (2) dan (3) pasal ini juga harus membantu masinis dalam
perjalanan kereta api.
Bagian Kesepuluh
Kewajiban Masinis Memperhatikan Bagian Belakang Kereta Api
Pasal 21
(1) Pada saat rangkaian terakhir kereta api akan melewati wesel terjauh di
stasiun, masinis harus memperhatikan tanda akhiran kereta api untuk
memastikan tidak adanya bagian belakang rangkaian kereta api tertinggal
atau terlepas.
(2) Selama dalam perjalanan, awak kereta api diwajibkan memperhatikan
bagian belakang kereta api untuk mengetahui ada/tidaknya tanda bahaya
atau keadaan yang dapat membahayakan perjalanan kereta api yang
diperlihatkan oleh petugas kereta api.
(3) Dalam hal tidak memungkinkan masinis dan asisten masinis memastikan
bagian belakang rangkaian kereta api tidak terlihat, misalnya rangkaian
panjang, lengkung, tebing, dan jembatan, masinis dibebaskan atas
tanggung jawab memperhatikan tanda akhiran kereta api.
Bagian Kesebelas
Masinis atau Assistan Masinis Tidak Dapat Melanjutkan Tugas
Paragraf 1
Masinis Tidak Dapat Melanjutkan Tugas
Pasal 22
(1) Apabila dalam perjalanan karena sesuatu hal masinis tidak dapat
melakukan tugasnya, maka asisten masinis harus segera menghentikan
kereta api dan memberitahukan hal tersebut kepada kondektur.
(2) Apabila masinis tetap tidak dapat melakukan tugasnya, asisten masinis
diharuskan mengambil alih pekerjaan masinis sampai tempat dimana
seorang masinis lain dapat menggantikannya, dan kondektur diwajibkan
turut dalam lokomotif untuk membantu pelaksanaan persilangan
sebagaimana mestinya dan bertugas sebagai asisten masinis pembantu.
(3) Masinis berkewajiban membina asisten masinis dalam hal taktis
pengoperasian lokomotif, agar asisten masinis tersebut dapat
menggantikan masinis pada waktu masinis karena sesuatu hal tidak dapat
melakukan tugasnya.
(4) "Perangkat Siaga" akan menghentikan perjalanan kereta api secara
otomatis dengan pengereman darurat, apabila karena sesuatu sebab
masinis tidak dapat mengoperasikannya.
Paragraf 2
Asisten Masinis Tidak Dapat Melanjutkan Tugas
Pasal 23
(1) Apabila kepada masinis hanya diperbantukan seorang asisten masinis
saja, maka jika asisten masinis karena sesuatu hal tidak dapat melakukan
tugasnya, masinis segera memberhentikan kereta apinya dan meminta
kondektur sebagai asisten masinis pembantu.
(2) Jika masinis dibantu lebih dari seorang asisten masinis, maka masinis
tidak perlu memberhentikan kereta apinya dan tetap berjalan terus,
kecuali untuk pertolongan pertama pada asisten masinis yang tidak dapat
melaksanakan dinas tersebut.
Bagian Keduabelas
Pengaturan Kecepatan Kereta Api di Jalan Bebas
Pasal 24
(1) Masinis diharuskan menjalankan kereta api dengan kecepatan yang stabil,
sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan dalam peraturan
perjalanan, upaya mencegah kelambatan kereta api merupakan salah
satu kewajiban penting bagi masinis.
(2) Apabila terjadi kelambatan, maka masinis harus berusaha mengurangi
kelambatan dengan mempercepat jalannya kereta api, tetapi tidak boleh
melebihi batas puncak kecepatan dan tidak boleh mengurangi waktu
perjalanan minimum yang telah ditetapkan dari stasiun ke stasiun dalam
O.100.
(3) Berhenti luar biasa di tengah jalan bebas hanya diperbolehkan :
a. menurut peraturan perjalanan;
b. atas perintah JPOD;
c. untuk menghindarkan kecelakaan;
d. karena kecelakaan.
(4) Kereta api yang berhenti di jalan bebas karena sesuatu kecelakaan boleh
meneruskan perjalanannya atas perintah PPKP, dan setelah masinis
memastikan bahwa tidak terdapat kerusakan sarana yang membahayakan
perjalanan kereta api.
(5) Apabila dalam Lapka dicatat bahwa jalur belum atau baru sebagian saja
yang telah ditilik oleh petugas pemeriksa jalur (PPJ) dengan berjalan hati-
hati, masinis harus lebih waspada dan senantiasa melihat keberadaan PPJ,
dan dilarang mengejar kelambatan dibagian jalur yang belum ditilik.
(6) Apabila masinis menerima formulir "berjalan hati-hati" (perintah BH) dari
PPKA, masinis harus lebih waspada dan dilarang mengejar kelambatan
pada jalur yang berlaku perintah BH tersebut.
(7) Masinis menerima formulir perintah BH apabila :
a. pesawat T terganggu;
b. hubungan blok terganggu;
c. kereta api akan melalui petak jalan yang belum ditilik seluruhnya atau
sebagian oleh PPJ;
d. anak kunci jalur simpang hilang atau karena kealpaan tertinggal di
jalur simpang;
e. kereta api tidak diumumkan perjalananya terlebih dahulu;
f. karena lain-lain hal, misalnya banjir, cuaca buruk.
d. tanjakan yang berat akan menuju jalur yang sangat menurun dengan
melalui jalan datar yang sangat pendek, maka jika rangkaian kereta api
lebih panjang dari jalur datar tersebut masinis harus sangat berhati-
hati dan tenaga lokomotif harus ditiadakan sebelum lokomotif
menginjak jalur menurun tersebut.
(15) Apabila kereta api menghadapi jalur yang menurun, kereta api harus
dimulai dengan kecepatan rendah dan pengereman rangkaian dalam
posisi ikat sedikit (minimum reduction); taktis pengereman disesuaikan
dengan lereng jalan rel.
(16) Pada saat kereta api sedang berjalan, kemudian masinis mendapat
pemberitahuan bahaya dari pembantunya yang berada pada rangkaian
kereta api, masinis segera memperdengarkan “pemberitahuan bahaya”
(semboyan 39) dan memberhentikan kereta apinya.
(17) Masinis bertanggung jawab atas ketepatan pemberian semboyan yang
dipasang pada lokomotif dan rangkaian kereta api, untuk pemasangan
semboyan pada kereta/gerbong masinis dapat menyerahkan pemasangan
semboyan kepada pembantu masinis.
(18) Apabila pemasangan dan pencabutan semboyan kereta api pada
lokomotif tidak dapat dilakukan dari kabin masinis, kereta api yang
seharusnya berjalan langsung harus diberhentikan di stasiun tempat
permulaan atau berakhirnya pemasangan semboyan kereta api, guna
memasang atau mencabut semboyan kereta api tersebut.
Bagian Ketigabelas
Persilangan dan Penyusulan
Paragraf 1
Persilangan di Lintas Raya
Pasal 25
(1) Persilangan kereta api di lintas jalur tunggal harus dilakukan di stasiun.
(2) Persilangan di lintas raya dibagi atas dua jenis, yaitu :
a. persilangan biasa, adalah persilangan dengan kereta api biasa;
b. persilangan luar biasa, adalah persilangan dengan kereta api
fakultatif/luar biasa.
(3) Persilangan di lintas raya tergambar di dalam Gapeka yang telah memuat
perubahan sesuai dengan daftar waktu, maklumat perjalanan kereta api,
telegram maklumat dan tercatat pada tabel kereta api (hanya persilangan
biasa); pada Lapka tercatat persilangan luar biasa dan pada Lkdr tercatat
seluruh persilangan.
Paragraf 2
Persilangan di Lintas Cabang
Pasal 26
(1) Persilangan di lintas cabang dapat diIakukan :
a. di stasiun;
b. di tempat simpangan, hanya jika kedua kereta api yang bersiIang
berhenti menurut Gapeka.
(2) PersiIangan di lintas cabang dibagi atas dua jenis, yakni :
a. persilangan biasa, yaitu persilangan dengan kereta api biasa;
b. persilangan luar biasa, yaitu persilangan dengan kereta api
fakultatif/luar biasa.
(3) Persilangan tertuang di dalam Gapeka yang telah memuat perubahan
sesuai dengan daftar waktu, maklumat perjalanan kereta api, telegram
maklumat dan tercatat pada tabel kereta api (hanya persilangan biasa),
pada Lapka tercatat persilangan luar biasa dan pada Lkdr tercatat seluruh
persilangan.
Paragraf 3
Pemindahan Persilangan
Pasal 27
(1) Pemindahan persilangan dilakukan dengan maksud agar kereta api yang
terlambat tidak akan memperlambat perjalanan kereta api dari arah yang
berlawanan, meskipun kelambatan kereta api yang terIambat akan
bertambah karena pemindahan persilangan.
(2) PPKA di stasiun persilangan resmi (atau di stasiun pemberhentian
sebelumnya atas permintaan PPKA di stasiun persilangan resmi)
memberitahukan pemindahan persilangan itu kepada masinis, dan
memberikan formulir pemberitahuan tentang persilangan (PTP).
Pemberian PTP kepada masinis harus dilakukan memakai tanda terima
dan disebutkan nama stasiun persilangan yang resmi dan yang baru.
(3) Pemberian PTP mengandung perintah bahwa kereta api harus
meneruskan perjaIanan dengan tidak perlu menunggu kereta api Iawan
persiIangan.
(4) Kereta api yang dipindahkan persiIangannya setelah berangkat atau
berjaIan langsung dari stasiun persilangan resmi, apabila menurut Gapeka
di stasiun persiIangan baru berjalan Iangsung tidak perlu diberhentikan,
kecuali kalau kereta api lawan persilangan belum masuk.
(5) Apabila suatu kereta api karena terlambat perjalanannya sudah harus
bersilang dengan kereta api Iawannya sebelum sampai di stasiun
persilangan resmi, maka kepada masinis kereta api diberikan PTP oleh
PPKA stasiun persilangan yang baru dengan catatan bahwa persilangan
telah terjadi.
(6) Masinis dibebaskan dari tanggung jawab tentang pengawasan persilangan
di stasiun yang bertanda segi panjang dalam Gapeka, tetapi pemberian
PTP pada waktu pemindahan persiIangan tetap dipergunakan.
(7) Pada lintas atau petak jalan yang memakai sistem blok dan telah
ditetapkan dalam Gapeka serta selama sistem blok tersebut dalam
keadaan baik dan digunakan, masinis dibebaskan dari pengawasan
persilangan sehingga formulir PTP tidak dipergunakan.
(8) Pada waktu hubungan blok terganggu, semua peraturan tentang
pemindahan persilangan pada bagian jalur yang tidak memakai sistem
bIok. Masinis berkewajiban atas pengawasan persiIangan dan formulir
PTP dipergunakan kembali.
(9) Khusus untuk lintas cabang :
a. Kereta api Iangsung yang dipindah persiIangannya, di stasiun
persilangan yang baru, harus diberhentikan luar biasa;
b. Pemindahan persilangan ke tempat simpangan hanya dapat diIakukan
untuk kereta api yang menurut perjalanan berhenti ditempat
persilangan tersebut.
Paragraf 4
Penyusulan
Pasal 28
(1) Di Iintas raya, penyusulan yang tidak tercatat dalam Lapka dan daIam
tabel kereta api, masinis tidak diwajibkan mengetahui penyusulan dan
pemindahan penyusulan.
(2) Khusus untuk lintas cabang diatur sebagai berikut.
a. Semua penyusulan tercatat dalam Lapka, tabeI kereta api, dan Lkdr.
b. Pemindahan penyusulan ke tempat simpangan hanya boleh dilakukan
apabila kedua kereta api, menurut Gapeka, berhenti di simpangan
tersebut.
c. Masinis tidak diizinkan berangkat dari suatu stasiun atau tempat
simpangan sebelum memastikan bahwa penyusulan yang tercatat
dalam Lapka dan tabel kereta api telah terjadi di stasiun atau di
Bagian Keempatbelas
Tindakan pada Waktu Menghadapi Bahaya
Pasal 29
(1) Pada waktu menghadapi bahaya, awak kereta api harus mengambil
tindakan yang tepat dan berusaha sekuat tenaga untuk menghindarkan
atau memperkecil dampak dari kecelakaan yang tidak dapat dihindari.
(2) Apabila usaha sebagaimana pada ayat (1) pasal ini telah dilakukan tetapi
awak kereta api di dalam lokomotif sudah tidak mampu lagi untuk
berupaya, awak kereta api diperbolehkan meninggalkan lokomotif.
(3) Apabila terjadi kebakaran pada Iokomotif, masinis segera mematikan
motor diesel, sedangkan asisten masinis segera mengambil alat pemadam
kebakaran dan berusaha untuk mematikan api.
(4) Dalam menghadapi bahaya, rem darurat harus dikerjakan dengan
memperhatikan keselamatan penumpang dan rangkaian kereta api.
Bagian Kelimabelas
Tindakan pada Waktu Menghadapi Sinyal Utama
Pasal 30
(1) Pada waktu masinis menghadapi sinyaI masuk atau sinyal keluar yang
menunjukkan indikasi “berhenti”, masinis harus memberhentikan kereta
apinya di muka sinyal masuk atau sinyal keluar yang dihadapi dan dilarang
melanggar sinyal tersebut, kemudian masinis harus memperdengarkan
semboyan “minta perhatian” (semboyan 35).
(2) Apabila kereta api melanggar sinyal masuk atau sinyal keluar yang
berindikasi "berhenti", Masinis segera memberitahukan kejadian tersebut
kepada PPKP dan kereta api harus tetap berhenti sampai menerima
perintah lebih lanjut dari PPKA stasiun yang bersangkutan.
(3) Apabila sinyal masuk atau sinyal keluar belum dilayani, semboyan "minta
perhatian" diperdengarkan tiap 3 menit. Setelah sinyal masuk atau sinyal
keluar dilayani menunjukkan indikasi "berjalan", masinis diperbolehkan
melanjutkan perjalanannya setelah terlebih dahulu memperdengarkan
semboyan 35 sebagai petunjuk bahwa kereta api siap berjalan.
(4) Apabila sinyal masuk atau sinyal keluar tetap berindikasi “berhenti”,
masinis segera menghubungi PPKA baik dengan bantuan PPKP melalui
radio lokomotif atau memerintahkan kondektur menuju stasiun untuk
meminta penjelasan perihal indikasi sinyal tersebut. Kemudian masinis
menunggu perintah lebih lanjut dari PPKA stasiun yang bersangkutan.
(5) Apabila masinis ragu-ragu terhadap indikasi sinyal masuk atau sinyal
keluar, masinis harus mengambil tindakan terberat dengan
memberhentikan kereta apinya di muka sinyal masuk atau sinyal keluar
yang dihadapi dan memperdengarkan semboyan 35 untuk minta
perhatian. Selanjutnya, masinis segera menghubungi PPKA baik dengan
bantuan PPKP melalui radio lokomotif atau memerintahkan kondektur
menuju stasiun untuk meminta penjelasan perihal indikasi sinyal
tersebut. Kemudian masinis menunggu perintah lebih lanjut dari PPKA
stasiun yang bersangkutan.
(6) Apabila pada persinyalan elektrik masinis menghadapi sinyal masuk
padam, masinis harus mengambil tindakan terberat dengan
memberhentikan kereta apinya di muka sinyal yang dihadapi dan
memperdengarkan semboyan 35 untuk minta perhatian. Selanjutnya
masinis segera menghubungi PPKA baik dengan bantuan PPKP melalui
radio lokomotif atau memerintahkan Kondektur menuju stasiun untuk
meminta penjelasan perihal indikasi sinyal tersebut, kemudian menunggu
perintah lebih lanjut dari PPKA stasiun yang bersangkutan.
(7) Setelah melakukan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (4), (5) dan
(6) pasal ini, masinis diperbolehkan melalui sinyal masuk yang dihadapi
dengan “berjalan hati-hati” (kecepatan tidak melebihi 30 km/jam),
apabila :
a. sinyal darurat pada sinyal tersebut menunjukkan indikasi “berjalan
hati-hati” (segitiga berwarna putih atau huruf “M” menyala) dan
menyala selama 30 detik; atau
b. menerima formulir perintah melalui sinyaI yang berindikasi "berhenti"
(perintah MS) yang ditanda tangani oleh PPKA yang bersangkutan;
atau
(12) Apabila komunikasi sebagaimana pada ayat (11) pasal ini tidak berhasil
atau PPKA tidak dapat memastikan kondisi petak blok di belakang sinyal
blok tersebut, setelah 5 menit sejak kereta api berhenti dan kondektur
telah melaporkan kepada masinis bahwa rangkaian siap diberangkatkan
kembali, masinis diperbolehkan melanjutkan perjalanan kereta apinya
dengan “berjalan hati-hati” melalui sinyal blok tersebut dengan
kecepatan tidak melebihi 30 km/jam sampai dengan sinyal blok
berikutnya atau sampai stasiun pertama yang dituju dan berhenti untuk
memperoleh catatan dari PPKA stasiun yang bersangkutan tentang
keadaan tersebut pada Lapka.
(13) Apabila sinyal blok antara di jalur bebas pada persinyalan elektrik
menunjukkan indikasi “berhenti” langkah yang harus dilakukan sebagai
berikut.
a. Untuk jalur dengan hubungan blok otomatis tertutup :
1) masinis harus memberhentikan kereta apinya di muka sinyal yang
dihadapi, kemudian menghubungi PPKA stasiun berikutnya
melalui PPKP menggunakan radio lokomotif untuk meminta
penjelasan mengenai kondisi petak blok di belakang sinyal blok
tersebut, setelah mendapat perintah PPKP atau PPKA stasiun
berikutnya masinis dapat melanjutkan perjalanan kereta api.
2) apabila komunikasi tidak berhasil atau tidak mendapat kepastian
kondisi petak blok di belakang sinyal blok tersebut dari PPKP atau
PPKA, setelah 5 (lima) menit sejak kereta api berhenti dan
kondektur telah melaporkan kepada masinis bahwa rangkaian siap
diberangkatkan kembali, maka kereta api diperbolehkan ”berjalan
hati-hati” melewati sinyal blok yang dihadapi untuk melanjutkan
perjalanan dengan kecepatan tidak melebihi 30 km/jam sampai
stasiun pertama yang dituju dan berhenti untuk memperoleh
catatan dari PPKA stasiun yang bersangkutan tentang keadaan
tersebut pada Lapka.
3) selanjutnya berkaitan dengan butir 1) atau 2), masinis harus
memperhatikan kemungkinan terpasangnya semboyan 3 dan/atau
“tanda akhiran kereta api” untuk kereta api di depannya dan
masinis harus berusaha untuk memberhentikan kereta apinya
pada semboyan 3 atau pada jarak 100 meter dari “tanda akhiran
kereta api” di depannya.
Bagian Ketujuhbelas
Mengurangi Berat Kereta Api
Pasal 32
(1) Berat kereta api yang diizinkan untuk ditarik oleh setiap jenis Iokomotif
pada setiap jenis kereta api di berbagai lintas dalam ke dua arah, disusun
dalam suatu daftar pedoman daya tarik lokomotif dan ditetapkan oleh
Direktur yang bertanggungjawab terhadap teknik sarana.
(2) Apabila terjadi masalah, seperti keadaan Iokomotif atau keadaan cuaca,
dan sebagainya kemudian masinis berpendapat bahwa ia tidak dapat
menarik berat kereta api yang diizinkan dalam waktu yang telah
ditetapkan, Masinis dapat meminta pengurangan muatan kepada Kepala
Stasiun/PPKA dan alasan yang menyebabkan pengurangan berat muatan
harus dicatat dalam Lapka.
(3) Di lintas pegunungan dengan tanjakan yang terus menerus atau dengan
tanjakan dan turunan yang bergantian keadaan cuaca buruk, dan sebab
lainnya , maka masinis boleh meminta 10% pengurangan dari berat
rangkaian yang ditarik.
BAB V
DINAS DI STASIUN ANTARA DAN DI STASIUN TUJUAN
Bagian Kesatu
Kereta Api Berhenti atau Berjalan Langsung di Suatu Stasiun
Pasal 33
(1) Pada waktu mendekati atau memasuki stasiun .
a. awak kereta api harus memperhatikan semboyan dan jalur yang akan
dilewati;
b. apabila ternyata jalur yang akan dilewati kereta api tidak bebas,
masinis harus berusaha memberhentikan kereta api tepat pada posisi
yang dikehendaki sambil memperdengarkan “pemberitahuan bahaya”
(semboyan 39).
(2) Apabila kereta api yang seharusnya menurut Gapeka berjalan langsung
pada suatu stasiun dan menurut tabel kereta api atau Lapka di stasiun
tersebut harus bersilang, tetapi pada waktu akan memasuki stasiun
tersebut Masinis tidak mempunyai kepastian bahwa kereta api lawan
silang sudah masuk, masinis harus memberhentikan kereta apinya.
(3) Kereta api tidak boleh berhenti ditempat lain sesuai yang telah ditetapkan
dalam Gapeka, kecuali atas perintah pejabat yang berwenang terhadap
perjalanan kereta api atau dalam keadaan luar biasa.
(4) Masinis harus memadamkan lampu utama lokomotif pada saat:
a. di jalur ganda ketika berpapasan dengan kereta api lain;
b. berhenti di stasiun apabila ada kereta api lain yang searah atau dari
arah lawan yang berjalan langsung di stasiun tersebut.
(5) Apabila kereta api yang menurut Gapeka berjalan Iangsung disuatu
stasiun harus diberhentikan, maka harus diadakan tindakan sebagai
berikut:
a. Stasiun dengan Persinyalan Mekanik .
1) Mempertahankan sinyal masuk berindikasi "berhenti"
(semboyan 7);
2) Memperlihatkan semboyan 2 B pada wesel pertama yang akan
dilewati kereta api dari arah ujung;
3) Diperlihatkan semboyan 3 di tempat lokomotif harus berhenti
kecuaIi apabila ditempat tersebut telah terlihat semboyan
“berhenti”.
Bagian Kedua
Tindakan Selama Kereta Api Berhenti di Stasiun Antara
Pasal 34
(1) Selama berhenti di suatu stasiun antara, Awak kereta api harus
memeriksa kondisi fungsi peralatan lokomotif untuk perjalanan
selanjutnya.
(2) Apabila kereta api berhenti di stasiun dan melewati tempat yang
ditentukan sehingga kereta api tersebut harus mundur kembali, masinis
hanya boleh menggerakkan kereta apinya setelah menerima “isyarat
mundur” dari PPKA dan dipastikan gerakan mundur tersebut tidak
membahayakan, selanjutnya masinis tidak diperbolehkan menggerakkan
mundur kereta apinya sebelum mengulangi perintah PPKA tersebut
dengan suling lokomotif.
(3) Apabila harus mengisi bahan bakar atau air pendingin mesin, sementara
lokomotif sudah dilepas dari rangkaian, masih harus sedikit maju, masinis
boleh menggerakkan lokomotif tersebut tanpa menunggu isyarat dari juru
langsir, kecuali lokomotif harus melampaui “tanda batas ruang bebas”,
dalam hal ini gerakan langsir tidak boleh dilakukan tanpa didampingi juru
langsir atas perintah PPKA.
(4) Apabila pengisian bahan bakar atau air pendingin mesin dilakukan di
stasiun antara yang dalam keadaan biasa tidak dilakukan, masinis harus
memberitahukan hal itu kepada PPKA dan mencatatnya dalam Lapka.
(5) Apabila dalam perjalanan mengetahui sesuatu kejadian yang luar biasa,
masinis harus memberitahukan kejadian tersebut kepada PPKP dan
mencatatnya dalam Lapka.
(6) Masinis tidak diperbolehkan berangkat sebeIum Lapka yang diminta oleh
kepala stasiun/PPKA telah diterima kembali dan diperiksa dengan teliti.
Bagian Ketiga
Penambahan Bahan Bakar dan Pelumas
PasaI 35
(1) Apabila di stasiun antara lokomotif memerlukan penambahan bahan
bakar dan/atau pelumas, PUL berkewajiban menambah bahan bakar
dan/atau pelumas serta dicatat dalam T 200.
(2) Mengisi tangki bahan bakar tidak boleh melebihi garis batas maksimum
sehingga dalam perjalanan akan mengakibatkan bahan bakar tumpah.
Bagian Keempat
Dinas Sesudah Perjalanan Berakhir,
Lokomotif Disiapkan untuk Dinasan Berikutnya
Pasal 36
(1) Apabila lokomotif telah mengakhiri perjalanan kereta api, sementara
bahan bakar masih mencukupi serta dapat digunakan kembali, maka
lokomotif tersebut tetap siap di emplasemen. Akan tetapi bila
memerlukan tambahan bahan bakar atau pelumas dan pemeriksaan di
dipo yang dekat stasiun, PUL berkewajiban menambah bahan bakar
dan/atau pelumas di dipo lokomotif serta dicatat dalam T 200.
Selanjutnya kembali ke stasiun untuk perjalanan berikutnya sesuai
dengan dinasan lokomotif (O.18).
(2) Untuk stasiun yang jauh dari dipo Lokomotif, sementara lokomotif akan
dipergunakan perjalanan berikutnya, lokomotif tersebut disiapkan dalam
keadaan hidup di emplasemen. Apabila lokomotif memerlukan tambahan
bahan bakar atau pelumas, harus disiapkan lokomotif pengganti dari dipo
untuk menghindari terjadinya keterlambatan pemberangkatan kereta api
berikutnya.
(3) Apabila kereta api datang dengan lokomotif lebih dari satu tergandeng
dan harus dilangsir maka semua lokomotif tersebut harus tetap
tergandeng sampai gerakan langsir yang dilakukan selesai.
(4) Apabila lokomotif disiapkan dalam keadaan istirahat (idle), masinis harus
memastikan bahwa :
a. handel tenaga pada posisi “idle atau 0”,
b. handel pembalik arah pada posisi “netral” dan “dilepas”,
c. handel rem lokomotif pada posisi “mengikat”.
(5) Apabila diperkirakan waktu istirahat akan melebihi tiga puluh menit,
maka mesin diesel dapat dimatikan dan rem parkir lokomotif diikat.
(6) Apabila waktu memungkinkan dan setelah mendapat izin dari kepala
stasiun atau pejabat yang mewakili (PPKA/PAP), masinis atau asisten
masinis secara bergiliran diperbolehkan meninggalkan emplasemen,
dengan ketentuan :
a. memberitahukan terlebih dahulu tempat tujuan agar dapat dihubungi
bila ada perintah mendadak;
b. harus kembali tepat pada waktunya untuk perjalanan berikutnya;
c. salah satu dari masinis atau asisten masinis harus tetap tinggal di
dalam atau di samping lokomotif.
Bagian Kelima
Akhir Dinas Lokomotif
Pasal 37
(1) Apabila perjalanan dinas lokomotif berakhir, masinis dinas kereta api
melakukan :
a. serah terima lokomotif berikut laporan teknik lokomotif dan juga
menyampaikan secara lisan tentang segala kejadian teknis lokomotif
serta kejadian luar biasa selama dalam menjalankan dinas kepada
PUL;
b. menyerahkan Lapka dan tabel kereta api serta menyampaikan secara
lisan kejadian luar biasa selama dalam menjalankan dinas kepada
JPAK.
(2) Awak kereta api melihat dinasan untuk esok harinya, juga membaca
pengumuman-pengumuman dan lainnya di kantor JPAK, kemudian yang
bersangkutan diperbolehkan pulang setelah mendapat izin dari JPAK atau
yang mewakili.
(3) PUL setelah menerima lokomotif dari masinis, memerintahkan motoris
lokomotif untuk melangsir lokomotif dengan dipandu oleh juru langsir
dan menyerahkan laporan teknik lokomotif tersebut ke dipo, setelah
sampai di dipo motoris lokomotif yang bersangkutan tidak diperbolehkan
meninggalkan lokomotif sebelum :
a. handel tenaga pada posisi “idle atau 0”
b. handel transmisi diletakan pada posisi tidak bertenaga dan tidak
terisi;
c. rem parkir diikat;
d. lampu-lampu dimatikan;
e. handel “Independent brake” diletakkan pada posisi ikat;
f. handel pembalik arah pada posisi kedudukan “netral” dan “dilepas”;
g. peralatan bantu di dalam lokomotif dimatikan ;
h. mesin diesel dimatikan;
i. sakelar utama baterai dilepas;
j. ruang masinis ditutup.
(4) Lokomotif setelah dimatikan sebagaimana mestinya, selanjutnya
diserahkan kepada Pengawas Perawatan di Dipo. Motoris lokomotif harus
menyerahkan laporan teknik dan formulir serah terima yang telah diisi
dan ditanda tangani oleh masinis dinas kereta api dan PUL.
(5) Melalui alat komunikasi, PUL berkewajiban untuk menyampaikan laporan
lisan dari masinis dinas kereta api kepada pengawas perawatan Dipo
Bagian Keenam
Dinas Cadangan
Pasal 38
(1) Dalam keadaan biasa lokomotif untuk dinas cadangan ditempatkan di
dipo induk yang bersangkutan sesuai dengan dinasan lokomotif demikian
pula untuk kondisi luar biasa, seperti angkutan penting dan angkutan
lebaran , lokomotif cadangan penempatannya di stasiun-stasiun tertentu
diatur oleh JOR.
(2) Dinasan awak kereta api cadangan, penugasannya diatur oleh JPAK
dengan mencantumkan dinasan cadangan pada lembar dinasan harian
awak kereta api.
(3) Awak kereta api cadangan harus selalu berada di tempat kedudukan JPAK
terkecuali dalam keadaan tertentu atas penugasan JPAK, awak kereta api
cadangan dapat ditugasksn disuatu stasiun tertentu.
(4) Lokomotif dinas cadangan harus dalam keadaan siap operasi yang
sebelumnya telah dilakukan serah terima dari petugas perawatan ke PUL,
sehingga setiap saat dapat digunakan baik untuk dinas kereta api maupun
langsir.
(5) Setelah selesai dinas cadangan, awak kereta api harus melapor kepada
JPAK bahwa jam dinas sudah berakhir. Selanjutnya awak kereta api
menandatangani tanda hadir serta mengisi kolom waktu jam habis dinas.
(6) Untuk dinas lokomotif cadangan di suatu stasiun harus tetap tersedia dan
hanya diperbolehkan satu lokomotif. Apabila lokomotif cadangan
tersebut dipergunakan dinas langsir, maka lokomotif tersebut tidak boleh
diperlakukan sebagai dinas cadangan, tetapi harus dianggap sebagai
lokomotif dinas langsir.
BAB VI
DINAS LANGSIR
Bagian Kesatu
Larangan Langsir di Luar Batas Dipo Tanpa Dipandu
Pasal 39
Di Iuar batas halaman dipo, masinis atau motoris lokomotif tidak
diperbolehkan memindahkan lokomotif tanpa dipandu atau tanpa semboyan
langsir yang diberikan oleh juru langsir atas perintah PPKA/PAP stasiun yang
bersangkutan.
Bagian Kedua
Larangan Langsir bagi Asisten Masinis dan Langsir tanpa Asisten Masinis
Pasal 40
(1) Pada waktu langsir, masinis tidak diperbolehkan menyerahkan lokomotif
kepada siapapun juga yang tidak berhak, demikian pula kepada asisten
masinis.
(2) Dilarang langsir tanpa asisten masinis, kecuali langsir dengan
menggunakan lokomotif keciI/sedang, apabila pandangan masinis tidak
terhalang oleh ruang mesin.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Langsir
Pasal 41
(1) Apabila masih terlihat dari lokomotif pada waktu langsir, masinis harus
memperhatikan wesel-weseI telah berkedudukan benar, lidah wesel
menutup rapat dan mengarah untuk rangkaian yang dilangsir. Selain itu
masinis harus mentaati segala perintah juru langsir dan semua semboyan
yang diberikan dengan jelas, kecuali :
a. masinis mengetahui semboyan yang diberikan untuk melakukan
gerakan langsir membahayakan;
b. pemberian semboyan langsir tidak jelas;
c. pemberian semboyan dilakukan oleh lebih dari seorang secara
bersamaan.
(2) Masinis pada saat langsir bertanggung jawab atas kerusakan yang
disebabkan oleh kelalaiannya.
(3) Kecepatan langsir tidak melebihi 30 km/jam, dan kecepatan harus
dikurangi sesuai dengan keperluan untuk menjamin keselamatan,
apabila :
Edisi Juli 2010
VI-1
Peraturan Dinas 16A Jilid 1
Bagian Kelima
Tugas Asisten Masinis pada Waktu Langsir
Pasal 43
(1) Selama lokomotif dinas langsir asisten masinis harus melakukan
pekerjaan seperti yang dilakukan juga oleh masinis, yaitu senantiasa
memperhatikan gerakan langsiran dan tidak boleh melakukan pekerjaan
lain.
(2) Asisten masinis wajib mengingatkan kepada masinis bila mengetahui
keadaan yang dapat berpengaruh terhadap gerakan langsiran.
Bagian Keenam
Pemakaian Suling Lokomotif dalam Dinas Langsir
Pasal 44
(1) Pada saat langsir, suling lokomotif diperdengarkan oleh masinis hanya
untuk memberikan semboyan yang sangat perlu saja.
(2) Mengulangi semboyan langsir dengan suling lokomotif pada waktu langsir
dengan rangkaian pendek tidak perlu dilakukan berulang kali, akan tetapi
pada waktu langsir dengan rangkaian panjang serta di emplasemen yang
mempunyai pandangan kurang luas, bila dianggap perlu masinis dapat
mengulangi semboyan langsir dengan suling lokomotif beberapa kali.
(3) Apabila dalam rangkaian yang dilangsir itu terdapat kereta/gerbong
berisikan penumpang dan untuk memperingatkan penjaga perlintasan
sebidang, masinis harus selalu mengulangi semboyan langsir dengan
suling lokomotif.
(4) Pada waktu langsir melalui daerah yang ramai, seperti di dekat pasar atau
di dekat jalan raya, masinis harus sering kali memberikan semboyan 35,
kecepatan dibatasi maksimal 5 km/jam dan harus didahului oleh petugas
langsir yang mengibarkan bendera merah.
Bagian Ketujuh
Larangan Mengerem pada Waktu Melalui Jalur Lurus pada Wesel Inggris
Pasal 45
Untuk mencegah kemungkinan roda sarana gerak keluar dari reI pada saat
langsir melewati jalur lurus di wesel inggris, dilarang melakukan pengereman.
BAB VII
LOKOMOTIF TUNGGAL, GANDA ATAU LEBIH
Bagian Kesatu
Lokomotif untuk Berjalan Tunggal, Ganda atau Lebih
Pasal 46
(1) Kereta api yang menggunakan lokomotif tunggal, ganda atau lebih diatur
dalam O.18 yang ditetapkan oleh JOR.
(2) Dinasan lokomotif yang belum diatur dalam O.18 tetapi dipandang perlu
untuk didinaskan lokomotif ganda atau lebih, dapat ditetapkan oleh JPOD
dengan persetujuan JOR.
Bagian Kedua
Penempatan Lokomotif
Pasal 47
(1) Untuk menjamin keselamatan dengan memperhatikan daya tarik
lokomotif dan berat kereta api, lokomotif ditempatkan pada bagian
depan rangkaian kereta api.
(2) Pada tanjakan dengan gradien tertentu dan/atau kondisi yang
mengharuskan, lokomotif dapat ditempatkan pada bagian belakang
rangkaian sebagai lokomotif pendorong rangkaian, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut .
a. Lokomotif mendorong rangkaian kereta api hanya diperbolehkan :
1) dalam keadaan darurat (pada waktu terjadi rintang jalan atau
kecelakaan);
2) dari stasiun menuju ke jalur simpang di jalan bebas atau
sebaliknya;
3) untuk kereta api dengan memperhatikan ketentuan setempat
yang ditetapkan oleh pimpinan daerah, harus dinas di petak jalan
pendek atau petak jalan antara stasiun yang Ietaknya berdekatan
dengan titik permulaan jalur simpang;
4) untuk kereta api perawatan jalan rel dan jembatan atau konvoi;
5) untuk kereta api yang berjalan mendaki di Iintas bergigi, lokomotif
ditempatkan di belakang.
b. Kecepatan kereta api dengan lokomotif pendorong, tidak
diperbolehkan melebihi 30 km/jam pada lintas raya dan tidak
melebihi 20 km/jam pada lintas cabang.
Bagian Ketiga
Penempatan Lokomotif Ganda
Pasal 48
(1) Dua lokomotif yang akan dipakai secara ganda digandengkan di depan
rangkaian kereta api.
(2) Apabila salah satu lokomotif ditempatkan di bagian belakang rangkaian,
kereta api hanya diperbolehkan berjalan dengan kecepatan tidak melebihi
50 km/jam.
(3) Dari O.18 dapat diketahui penjelasan dan ketentuan yang berlaku bagi
perjalanan lokomotif ganda untuk berbagai jenis lokomotif pada berbagai
lintas.
(4) Penggunaan lebih dari satu jenis lokomotif untuk dinas lokomotif ganda
tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan mendesak.
Bagian Keempat
Kereta Api Menggunakan Dua Iokomotif di Depan
Pasal 49
(1) Pada lokomotif ganda dengan tenaga berbeda, lokomotif yang tenaganya
lebih besar harus ditempatkan di depan. Masinis lokomotif depan
bertindak sebagai pemimpin selama dalam perjalanan kereta api.
(2) Pada waktu berjalan, apabila salah satu Lokomotif rem udara tekan tidak
berfungsi maka lokomotif tersebut ditempatkan di depan. Apabila masinis
lokomotif depan memerlukan penyesuaian kecepatan dengan cara
pengikatan rem atau pelepasan ikatan pengereman, masinis harus
membunyikan “tanda suling lokomotif” sebagai semboyan pengereman
atau pelepasan ikatan rem (semboyan 36, 37 atau 38), selanjutnya
Masinis lokomotif belakang harus melayani pengereman sesuai semboyan
yang diberikan oleh masinis depan.
(3) Apabila kedua lokomotif tersebut dilengkapi dengan rem udara tekan
melayani kereta api, masinis lokomotif belakang tidak perlu melayani rem
rangkaian maupun rem lokomotif dan handel rem rangkaian tidak
difungsikan. Hanya dalam keadaan memaksa masinis lokomotif belakang
diperbolehkan menggunakan rem lokomotifnya sendiri.
(4) Pada waktu berangkat, lokomotif depan yang memberi tenaga terlebih
dahulu. Pada waktu kereta api akan berhenti masinis lokomotif belakang
yang mengosongkan tenaga (posisi idle) lebih dahulu.
(5) Kedua masinis harus mempunyai tabel kereta api dan Lapka.
(6) Masinis lokomotif depan mengatur jalannya kereta api dan memberikan
semboyan yang telah ditentukan dengan suling lokomotif. Pemberitahuan
mengenai perjalanan kereta api, seperti hal-hal luar biasa yang perlu
dicatat oleh PPKA pada Lapka hanya ditulis dalam Lapka dari lokomotif
depan. Akan tetapi, hal tersebut tidak membebaskan awak kereta api
lokomotif belakang dari kewajiban untuk memperhatikan semboyan-
semboyan tetap.
(7) Masinis lokomotif belakang bertanggung jawab juga atas perjalanan
kereta api, tetapi hanya mengenai hal-hal yang diketahuinya tentang
kereta api dan jalur yang dilewati. Masinis kedua hanya diperbolehkan
memberikan semboyan bahaya apabila mengetahui suatu bahaya terlebih
dulu dari pada masinis depan. Masinis lokomotif belakang harus tunduk
kepada semboyan dan petunjuk yang diberikan oleh masinis lokomotif
depan.
Bagian Kelima
Kereta Api Menggunakan Dua atau Lebih Lokomotif Berurut Didepan
Pasal 50
Pada lokomotif besar yang dilengkapi dengan perIengkapan yang
memungkinkan dua lokomotif atau lebih yang sejenis dirangkaikan berurut
(multiple unit) dan dioperasikan hanya oleh satu orang masinis yang berada di
lokomotif depan, dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Alat perangkai telah terhubung dan terkunci.
b. Kabel pengendali (control cable) antar lokomotif telah terpasang.
c. Rangka bawah, ruang mesin dan mesin telah dilakukan pemeriksaan.
d. Meja pelayanan pada lokomotif depan diposisikan sebagai pengendali dan
untuk lokomotif pengikut handel pembalik arah di cabut sehingga
pengendali terkunci.
e. Pipa saluran udara tekan antar lokomotif telah tersambung.
f. Seluruh katup “cut out” pipa saluran udara tekan untuk setiap lokomotif
yang dirangkaikan dalam keadaan terbuka.
g. Percobaan rem otomatis dan rem independen harus dilakukan untuk
memastikan bahwa rem telah berfungsi dengan baik pada setiap lokomotif.
Bagian Keenam
Kereta Api dengan Satu Lokomotif di Depan dan Satu di Belakang Rangkaian
Pasal 51
(1) Penggandengan lokomotif yang ada di depan dan di belakang rangkaian
harus dilakukan selengkapnya sebagai kereta api yang berjalan dengan
lokomotif ganda, dan kecepatan selama dalam perjalanan ditentukan
sesuai pasaI 48 ayat (2).
(2) Penggandengan dua lokomotif tersebut pada ayat (1) pasal ini harus
dilakukan secara bergantian (dilarang secara bersamaan).
(3) Apabila lokomotif yang di belakang telah selesai digandengkan seluruhnya
dan telah siap untuk berangkat, untuk memberitahukan hal itu, masinis
tersebut memperdengarkan semboyan 35. Isyarat tersebut juga diberikan
apabila di stasiun antara lokomotif yang di beIakang setelah dilepas untuk
sesuatu keperluan, seperti untuk mengambiI bahan bakar telah
digandengkan kembali dengan kereta api.
(4) Sesudah “isyarat kereta api siap berangkat” diberikan oleh Kondektur,
hanya masinis lokomotif yang di depan yang memperdengarkan
semboyan 35.
(5) Masinis lokomotif yang di belakang menggerakkan lokomotifnya terlebih
dahulu, kemudian masinis yang di depan akan memberi tenaga pada
lokomotifnya setelah terasa bahwa lokomotif yang di belakang telah
mulai menggerakkan kereta api. Apabila masinis yang di depan
mengetahui bahwa lokomotif yang di belakang tidak mampu
menggerakkan kereta api sendirian, dengan sangat berhati- hati masinis
lokomotif depan harus menggerakkan lokomotifnya.
(6) Masinis lokomotif yang di belakang harus memperhatikan sisi kereta api
yang satu dan asisten masinis pada sisi yang lain, agar setiap
penyimpangan yang mungkin terjadi pada kereta api ataupun semboyan-
semboyan yang diberikan oleh Iokomotif yang di depan dapat segera
diketahui.
(7) Jika Lokomotif yang di depan, apabila dalam perjalanan memberikan
semboyan untuk mengerem, masinis lokomotif yang belakang harus
segera mengosongkan tenaga dan melakukan pengereman lokomotif
(independent brake).
BAB VIII
PENGEREMAN KERETA API
Bagian Kesatu
Pengereman Untuk Kereta Api Penumpang
Pasal 52
(1) Rangkaian kereta api penumpang harus terdiri dari kereta-kereta yang
memiliki peralatan rem dalam keadaan lengkap dan berfungsi dengan
baik.
(2) Dalam keadaan darurat, apabila pada rangkaian kereta api penumpang,
ditengah perjalanan ditemukan ada kereta yang mengalami kerusakan
pada peralatan rem, tetapi saluran udaranya masih berfungsi dengan baik,
dengan cara memindahkan posisi handel penutup katup pengatur rem
(shut off device) pada kedudukan horizontal yang berarti hanya sebagai
saluran udara tekan (U), kereta yang bersangkutan dapat tetap
dirangkaikan dalam rangkaian kereta api sampai stasiun akhir tujuan,
dengan ketentuan sebagai berikut .
a. Kecepatan maksimum dari kereta api tersebut harus dibatasi, sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Dinas 8.
a. Kereta yang peralatan remnya tidak berfungsi, tidak boleh
ditempatkan sebagai kereta terakhir, tetapi harus ditempatkan
ditengah rangkaian atau di belakang lokomotif.
b. Jumlah kereta dengan peralatan rem yang tidak berfungsi, yang
diperbolehkan dalam satu rangkaian kereta api penumpang pada
berbagai lintas harus diatur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Dinas 8.
c. Penempatan dua kereta yang hanya berfungsi sebagai saluran udara
tekan (U) tidak boleh ditempatkan berurutan. Akan tetapi diantara dua
kereta tersebut harus ditempatkan kereta yang peralatan remnya
berfungsi baik.
d. Setelah sampai di stasiun tujuan, kereta yang remnya tidak berfungsi
harus dilepas dari rangkaian untuk diperbaiki.
(3) Pengereman secara mendadak agar dihindari, kecuali dalam keadaan
darurat.
(4) Pada saat mengerem, handel rem selalu dikembalikan lagi pada
kedudukan “lepas” sebelum kereta api berhenti sama sekali, sehingga
pada saat kereta api berhenti rem blok tidak menekan lagi pada roda,
dengan demikian kereta api tidak berhenti secara mendadak.
(5) Apabila kereta api yang sedang berjalan direm dengan rem udara tekan
dan perlu untuk melepas lagi pengereman, masinis dilarang memberikan
tenaga pada lokomotif sebelum rem kereta api terlepas seluruhnya.
Bagian Kedua
Pengereman untuk Kereta Api Barang
Pasal 53
(1) Rangkaian kereta api barang harus terdiri dari gerbong-gerbong yang
memiliki peralatan rem dalam keadaan lengkap dan berfungsi dengan
baik.
(2) Dalam keadaan darurat, apabila pada rangkaian kereta api barang,
ditengah perjalanan ditemukan ada gerbong yang mengalami kerusakan
pada peralatan rem (bukan gerbong terakhir), tetapi saluran udaranya
masih berfungsi dengan baik, dengan cara memindahkan posisi handel
penutup katup pengatur rem (shut off device) pada kedudukan horizontal
yang berarti hanya sebagai saluran udara tekan (U), gerbong tersebut
dapat tetap dirangkaian dalam rangkaian kereta api sampai ke stasiun
terdekat yang ada PUK/PUG, dengan ketentuan sebagai berikut .
b. Kecepatan maksimum dari kereta api barang tersebut harus dibatasi
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Dinas 8.
c. Setelah sampai di stasiun terdekat yang ada PUK/PUG, gerbong yang
rusak remnya harus dilepas dari rangkaian untuk di perbaiki.
d. Apabila gerbong yang peralatan remnya tidak berfungsi sebagai
gerbong terakhir, maka gerbong tersebut harus dilepas.
e. Jumlah gerbong dengan peralatan rem yang tidak berfungsi, yang
diperbolehkan dalam satu rangkaian kereta api barang pada berbagai
lintas harus diatur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Dinas 8.
f. Penempatan dua gerbong yang hanya berfungsi sebagai saluran udara
tekan (U) tidak boleh ditempatkan berurutan. Akan tetapi diantara dua
gerbong tersebut harus ditempatkan gerbong yang peralatan remnya
berfungsi baik.
Bagian Ketiga
Percobaan Rem Statis
Pasal 54
(1) Percobaan rem statis harus dilakukan, setiap :
a. lokomotif digandeng dengan rangkaian;
b. perubahan susunan rangkaian;
c. penggantian lokomotif;
d. terjadi pelepasan saluran rem guna pemeriksaan.
(2) Untuk percobaan rem statis tersebut, PPKA memerintahkan kepada
masinis dibantu petugas PUK/PUG, kondektur dan TKA untuk
melaksanakan percobaan rem yang dimaksud.
(3) Percobaan rem diIakukan sebagai berikut .
a. Setelah lokomotif digandeng pada rangkaian dan slang udara
dihubungkan, keran udara pada lokomotif dan kereta/gerbong dibuka.
b. Petugas PUK/PUG memasang manometer pada slang udara tekan
kereta/gerbong paling belakang dan memberitahukan kepada petugas
PUK/PUG yang berada di samping lokomotif dengan cara :
1. pada siang hari melambaikan bendera putih dan pada malam hari
menggerakkan lentera putih, bila diperlukan disampaikan langsung
secara lisan, atau
2. melalui alat komunikasi,
bahwa manometer telah dipasang, kran udara sudah dibuka.
c. Kemudian percobaan pengereman dapat dimulai dan informasi
tersebut disampaikan secara lisan kepada masinis. selanjutnya masinis
memperdengarkan tanda dari suling lokomotif bahwa percobaan rem
akan dimulai dan handle rem digerakkan untuk pengereman.
d. Selama percobaan pengereman dilakukan tekanan pada manometer
harus menunjukkan antara 4,8 kg/cm2 - 5,2 kg/cm2. Apabila tekanan
udara pada manometer selama percobaan pengereman menunjukkan
kurang dari 4,8 kg/cm2, rem tidak memenuhi syarat dan harus
diperbaiki.
e. Petugas PUK/PUG mencatat tekanan udara pengereman sebelum dan
sesudah pengereman dikerjakan dalam check sheet rangkaian kereta
api, serta memeriksa apakah semua rem blok pada kereta/gerbong
telah mengikat.
f. Apabila pengereman berhasil baik, petugas PUK/PUG memberitahukan
hasil tersebut kepada masinis secara lisan. Selanjutnya masinis
mengembaIikan handle rem pada posisi normal.
g. Hasil percobaan dicatat dalam check sheet rangkaian kereta api dan
ditanda tangani oleh masinis, petugas PUK/PUG, dan kondektur
kemudian dilaporkan kepada PPKA/PAP oleh petugas PUK/PUG untuk
selanjutnya ditanda tangani oleh PPKA/PAP. Lembar asli disimpan oleh
PPKA/PAP dan tembusan dikembalikan kepada petugas PUK/PUG
untuk disimpan di kantor PUK/PUG.
Bagian Keempat
Percobaan Rem Dinamis
Pasal 55
(1) Setelah percobaan rem statis berhasil baik, masinis harus melakukan
percobaan rem dinamis setempat dengan cara :
a. mengerjakan handle rem otomatis pada posisi mengerem sampai
tekanan udara pada pipa saluran turun sesuai dengan hasil percobaan
rem statis;
b. rem independent lokomotif dilepas (release);
c. lokomotif diberi tenaga sesuai dengan Pedoman Pengoperasian untuk
setiap jenis lokomotif yang ditetapkan oleh JTL. Dalam keadaaan
seperti di atas, rangkaian kereta api mengalami pengereman dan
pengurangan kecepatan.
(2) Pada saat kereta api berangkat, sebelum meninggalkan emplasemen,
masinis harus segera melakukan percobaan rem dinamis dan memastikan
bahwa pengereman rangkaian bekerja dengan baik. Akan tetapi bila
masinis meragukan daya kerja pengeremannya, kereta api harus
diberhentikan dan rangkaian didorong kembaIi ke stasiun setelah
mendapat perintah dari PPKA/PAP.
(3) Percobaan rem dinamis berikutnya dilakukan setiap setengah jam tanpa
menghentikan kereta api, dan masinis harus memastikan bahwa rem
berfungsi dengan baik serta tekanan udara pengereman dengan posisi
handel rem otomatis dalam kedudukan “lap” (tahan) yang ditunjukkan
oleh manometer tekanan udara tidak turun.
(4) Apabila pada saat percobaan sebagai mana ayat (3) pasal ini, tekanan
udara turun terus yang mengindikasikan adanya bocoran udara tekan pada
saluran pengereman, kereta api tetap dapat melanjutkan perjalanan dan
masinis segera melaporkan keadaan tersebut kepada PPKP, dan
selanjutnya menunggu perintah dari PPKP untuk penanganan lebih lanjut.
BAB IX
MUATAN DAN SUSUNAN RANGKAIAN
Bagian Kesatu
Muatan yang Melampaui Profil Ruang Muatan
Pasal 56
(1) Muatan yang melampaui profil ruang muatan, harus diangkut dengan
kereta api luar biasa, kecuali jika oleh pimpinan daerah karena keadaan
memungkinkan dapat diatur dengan ketentuan tersendiri, tetapi
pelaksanaannya harus dalam pengawasan JPTD.
(2) Untuk menyatakan bahwa muatan tersebut telah diperiksa dan dalam
keadaan baik, sebagai pertanggungjawaban atas pengangkutan tersebut,
JPTD yang bersangkutan harus menanda tangani surat angkutan dan
menunjuk petugas untuk pengawalan.
(3) Ukuran muatan terbesar yang melampaui profil ruang muatan barus
dicatat dalam surat angkutan oleh JPTD yang memeriksa dan menyetujui
pengiriman muatan tersebut.
Bagian Kedua
Menyusun Rangkaian Kereta Api
Pasal 57
(1) Kereta makan selalu ditempatkan di antara kereta penumpang.
(2) Rem kereta/gerbong yang terakhir dalam kereta api harus berfungsi
dengan baik. Kereta/gerbong yang tidak mempunyai rem tidak
diperbolehkan ditempatkan dalam rangkaian kereta api yang paling
belakang.
(3) Bahan berbahaya atau beracun, seperti mudah meledak, cairan/padatan
mudah terbakar, korosif dan sebagainya, dimuat dalam gerbong tertutup
atau gerbong khusus setelah dikemas dan diangkut dalam kereta api
barang atau kereta api luarbiasa dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Pengirim merupakan instansi yang berwenang atau pengguna jasa
yang telah mendapat izin tertulis dari Menteri Perhubungan setelah
mendapat rekomendasi dari instansi yang terkait.
b. Bongkar muat dilakukan pada tempat dan/atau stasiun tertentu yang
mempunyai fasilitas bongkar muat sesuai dengan kekhususan bahan
yang diangkut.
BAB X
KETENTUAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Berjalan Jalur Kiri pada Petak Jalan Jalur Ganda
Pasal 58
(1) Jalur kiri adalah jalur kereta api pada jalur ganda,atau jalur tunggal ganda
sebelah kiri yang dilalui kereta api apabila jalur kanan tidak dapat dilalui
dan/atau keadaan tertentu jika operasi kereta api memerlukan.
(2) Semua kereta api berjalan langsung dari kedua arah pada petak jalan yang
salah satu jalurnya ditutup harus diberhentikan luar biasa di stasiun awal
petak jalan yang akan dilewati.
(3) Semua kereta api yang berjalan pada jalur kiri yang bersamaan dengan
terganggunya hubungan komunikasi, harus dikawal oleh seorang petugas
stasiun yang berada di lokomotif, dengan memakai identitas “ban Iengan
merah muda” lebar 10 cm pada kedua lengannya.
(4) Selama berjalan pada jalur kiri ketentuan yang mengatur tentang pe-
mindahan persilangan tidak berlaku dan tidak perlu dicatat dalam Lapka
dan Lkdr, kecuali pemindahan penyusulan tetap sebagaimana mestinya.
(5) Karena semboyan pembatas kecepatan yang terpasang dipetak jalan
hanya dapat terlihat dan berlaku bagi kereta api yang berjalan pada jalur
kanan, maka untuk kereta api yang berjalan pada jalur kiri pembatasan
kecepatan tersebut diberitahukan dan ditulis dalam formulir “perintah
berjalan jalur kiri” (perintah BK) oleh PPKA/PAP stasiun awal petak jalan
yang salah satu jalurnya ditutup.
(6) Pada jalur ganda, semua sinyal hanya dilayani dan berlaku untuk kereta
api yang berjalan pada jalur kanan, sedang untuk kereta api yang akan
dan berjalan pada "jalur kiri" berlaku .
a. Masinis dan kondektur kereta api yang akan melalui jalur kiri harus
diberitahu terlebih dahulu secara lisan dan kepada masinis diberi
formulir “perintah BK” dari PPKA/PAP stasiun awal petak jalan yang
salah satu jalurnya ditutup, dan formulir tersebut juga merupakan izin
bagi masinis untuk melalui sinyal keluar yang tidak dilayani karena
sesungguhnya berlaku untuk jalur yang tidak dilewati.
b. Kereta api yang berjalan pada jalur kiri harus berhenti :
1) dimuka “tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda” yang
terpasang pada jalur kiri sejajar sinyal masuk jalur kanan;
2) dimuka “tanda batas berhenti jalur kiri pada jalur ganda” yang
terpasang pada jalur kiri sejajar sinyal blok dan sinyal jalan silang;
Bagian Kedua
Tata Cara Melindungi Rangkaian Kereta Api atau Bagian Rangkaian
Kereta Api di Jalan Bebas dengan “Isyarat berhenti”
Pasal 59
(1) Apabila karena sesuatu sebab, kereta api atau bagian rangkaian kereta api
berhenti atau ditinggal di jalan bebas, masinis harus menugaskan
pembantunya untuk memasang atau memperlihatkan “Isyarat berhenti”
(semboyan 3) untuk melindungi kereta apinya atau bagian rangkaian yang
ditinggalkan terhadap kemungkinan adanya kereta api yang datang dari
arah depan dan/atau belakang.
(2) Semboyan 3 harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak paling sediki
100 meter (pada lintas cabang 50 meter) dari rangkaian kereta api atau
bagian rangkaian kereta api yang dilindungi dan harus dapat terlihat oleh
masinis kereta api yang kemungkinan datang dari arah depan dan/atau
belakang paling sedikit dari jarak 600 meter.
(3) Apabila semboyan 3 tidak terlihat oleh masinis kereta api yang
kemungkinan datang dari arah depan dan/atau belakang dari jarak 600
meter karena lengkung, pemasangan semboyan 3 harus digeser ke muka
hingga dapat terlihat, dengan ketentuan jarak pada saat semboyan 3
terlihat oleh masinis dengan rangkaian kereta api atau bagian rangkaian
kereta api yang dilindungi paling sedikit 700 meter.
Bagian Ketiga
Hubungan Blok Terganggu
Pasal 60
(1) Pada saat kereta api berangkat dari stasiun sebelumnya, masinis telah
diberitahu tentang hubungan blok terganggu dengan menerima formulir
perintah MS. Selanjutnya kereta api tidak boleh ditahan di muka sinyal
masuk stasiun berikut, kecuali jika sangat perlu.
(2) Apabila kereta api ditahan dimuka sinyal masuk stasiun pada petak jalan
yang bersangkutan, masinis harus segera memerintahkan kondektur
untuk memperlihatkan semboyan 3 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana pada pasal 59.
Bagian Keempat
Berhenti di Jalan Bebas
Pasal 61
(1) Apabila masinis karena suatu sebab yang bukan disebabkan oleh tertahan
sinyal utama yang menunjukkan indikasi “berhenti” dan terpaksa
memberhentikan kereta api di jalan bebas, masinis harus segera
memberitahukan kepada PPKP perihal penyebab dan pernyataan perlu
atau tidak permintaan lokomotif penolong, kemudian mencatat dalam
Lapka, langkah selanjutnya sebagai berikut :
a. Untuk petak jalan dengan hubungan blok otomatis tertutup :
1) Untuk petak jalan jalur tunggal, saat kereta api berhenti, masinis
harus segera memerintahkan kepada kondektur untuk memasang
semboyan 3 di belakang dan di muka kereta api sesuai dengan
ketentuan sebagaimana pada pasal 59.
2) Untuk petak jalan jalur ganda, saat kereta api berhenti, masinis
harus segera memerintahkan kepada kondektur untuk memasang
semboyan 3 hanya di belakang kereta api sebagaimana pada butir
1) ayat ini, dan apabila telah dimintakan lokomotif penolong
semboyan 3 juga dipasang di sebelah muka sesuai dengan
ketentuan sebagaimana pada pasal 59.
3) Akan tetapi bila dapat dipastikan bahwa kereta api berhenti tidak
lebih dari 5 menit, pemasangan semboyan 3 sebagaimana pada
butir 1) atau 2) tersebut di atas tidak perlu dilakukan.
b. Untuk petak jalan jalur ganda dengan hubungan blok otomatis
terbuka (misal, pada lintas jabodetabek) :
1) saat kereta api berhenti, masinis harus segera memerintahkan
kepada kondektur untuk memasang semboyan 3 di belakang
Edisi Juli 2010
X-3
Peraturan Dinas 16A Jilid 1
kereta api pada jarak 50 meter dan harus dapat terlihat oleh
masinis kereta api yang kemungkinan datang dari arah belakang
paling sedikit dari jarak 600 meter.
2) apabila telah dimintakan lokomotif penolong semboyan 3 juga
dipasang di sebelah muka dan harus dapat terlihat oleh masinis
kereta api yang kemungkinan datang dari arah berlawanan paling
sedikit dari jarak 600 meter.
3) akan tetapi bila dapat dipastikan bahwa kereta api berhenti tidak
lebih dari 5 menit maka semboyan 3 tersebut tidak perlu
dipasang.
(2) Apabila kereta api berhenti sebagaimana ayat (1) pasal ini karena
gangguan pada Lokomotif, awak kereta api dapat berusaha
menanggulangi gangguan tersebut hanya atas arahan atau petunjuk dari
PPKP.
(3) Apabila kereta api berhenti karena kerusakan pada lokomotif dan masih
dimungkinkan untuk menarik sebagian rangkaian kereta api :
a. setelah mendapat izin dari PPKP, masinis mengutamakan menarik
sebagian rangkaian kereta api sampai stasiun pertama berikutnya,
b. pada lokomotif dipasang semboyan “tanda jalur kereta api tidak
aman” (semboyan 31), dan
c. bagian rangkaian yang akan ditinggalkan dilindungi semboyan 3 yang
dipasang di belakang dan di muka sesuai dengan ketentuan
sebagaimana pada pasal 59.
(3) Apabila kereta api berhenti di jalan bebas karena terdapat kerusakan
pada kereta/gerbong, masinis segera melapor kepada PPKP, dan apabila
perbaikan kereta/gerbong yang rusak tidak dapat dilakukan, maka :
a. setelah mendapat izin dari PPKP, masinis dapat menarik
kereta/gerbong yang berada dimuka kereta/gerbong yang rusak
sampai stasiun pertama berikutnya,
b. pada lokomotif dipasang semboyan “tanda jalur kereta api tidak
aman” (semboyan 31), dan
c. bagian rangkaian yang akan ditinggalkan dilindungi semboyan 3 yang
dipasang di belakang dan di muka sesuai dengan ketentuan
sebagaimana pada pasal 59, yang pemasangannya dilakukan mulai
dari belakang rangkaian.
(4) Setelah sampai di stasiun berikutnya, baik atas kejadian tersebut pada
ayat (2) atau ayat (3) pasal ini maupun mengalami kejadian lain di jalan
bebas, masinis berkewajiban melaporkan kepada kepala stasiun/PPKA
3) Pada petak jalan jalur ganda, kereta api yang kembali diperlakukan
sebagai kereta api yang berjalan jalur kiri yang akan masuk
stasiun, sebagaimana pada pasal 58 ayat (6) huruf b dan c.
b. Jika hubungan komunikasi sebagaimana huruf a ayat ini tidak dapat
dilakukan, maka masinis dapat menjalankan kereta apinya kembali ke
stasiun asal selama kereta api belum melewati sinyal blok antara,
sebagai perjalanan kembali yang tidak diatur oleh PPKA, dengan
ketentuan :
1) perjalanan kembali tersebut tidak boleh melebihi kecepatan 5
km/jam dan didahului oleh petugas yang berjalan sambil
memperlihatkan semboyan 3 pada jarak 100 meter (di lintas
cabang 50 meter),
2) kereta api yang berjalan kembali harus berhenti di muka sinyal
masuk, meskipun menunjukkan indikasi “berjalan” atau “berjalan
hati-hati”. Selanjutnya kereta api hanya boleh masuk stasiun
setelah masinis menerima formulir “perintah MS” atau “isyarat
perintah masuk”.
c. Untuk kereta api yang berjalan kembali, “tanda akhiran kereta api”
tetap pada tempatnya sebagai tanda bahwa kereta api berjalan
berlawanan arah.
(9) Apabila kereta api penolong akan dijalankan, maka KDL atau petugas yang
ditunjuk harus mengawal kereta api penolong tersebut dan berada di
kabin lokomotif.
(10) Apabila kereta api dalam dinas malam memerlukan pertolongan, masinis
harus menyampaikan permintaan pertolongan melalui PPKP atau kepada
Kepala Stasiun terdekat yang dapat didatangi.
(11) Pada lintas bergigi lokomotif tidak diperbolehkan meninggalkan rangkaian
dan Masinis harus tetap tinggal di lokomotif.
Bagian Kelima
Tindakan pada Waktu Sarana Perkeretaapian Keluar dari Rel di jalan bebas
Pasal 62
(1) Apabila kereta api berhenti di jalan bebas karena terdapat
kereta/gerbong keluar dari rel, masinis segera melapor kepada PPKP
berikut permintaan kereta api penolong, selanjutnya :
a. setelah mendapat izin dari PPKP, masinis dapat menarik
kereta/gerbong yang berada dimuka kereta/gerbong yang keluar rel,
sampai stasiun pertama berikutnya,
Bagian Keenam
Kerusakan Rangka Bawah pada Lokomotif dan Kereta/Gerbong
Pasal 63
(1) Apabila masinis mengetahui pada lokomotif terjadi putusnya gandar,
pegas tumpuan, gantungan pegas dan/atau roda terlepas dari gandar,
a. lokomotif tersebut tidak diperbolehkan meneruskan perjalanan
kereta api,
b. masinis melaporkan kepada PPKP sekaligus meminta lokomotif
penolong beserta regu perbaikan dari dipo,
c. setelah lokomotif dapat digerakkan dengan bantuan alat penarik,
perjalanan dapat dilanjutkan sampai stasiun berikutnya dengan
kecepatan tidak melebihi 5 km/jam dan di kawal regu perbaikan,
Bagian Kedelapan
Rintang jalan
Pasal 65
(1) Petugas prasarana perkeretaapian harus menjaga petak blok atau petak
jalan dari rintang jalan.
(2) Rintang jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat
disebabkan oleh :
a. peristiwa alam;
b. kecelakaan;
c. gangguan prasarana perkeretaapian; dan/atau
d. sebab lain yang mengancam keselamatan perjalanan kereta api.
(3) Pertimbangan dapat atau tidaknya jalur kereta api digunakan untuk
perjalanan kereta api, ada pada petugas prasarana perkeretaapian, dan
apabila tidak terdapat petugas prasarana perkeretaapian yang
berpangkat lebih tinggi dari pegawai perawatan prasarana, masinis
melaporkan kondisi tersebut kepada PPKP dan menunggu perintah lebih
lanjut perihal dapat atau tidaknya jalur tersebut dilewati.
(4) Apabila disuatu lintas jalur ganda, karena suatu sebab jalur di sebelah kiri
suatu kereta api yang sedang berjalan ternyata terjadi rintang jalan,
masinis menghentikan kereta apinya dan memerintahkan pembantunya
agar memberitahukan kepada petugas perawatan prasarana untuk
menjaga dan menutup jalur yang terjadi rintang jalan dengan
semboyan 3 sesuai ketentuan dalam Peraturan Dinas 3.
(5) Apabila tidak ada petugas perawatan prasarana perkeretaapian, harus
ditunjuk dan ditinggal salah satu teknisi kereta api untuk melaksanakan
penjagaan jalur yang terjadi rintang jalan. Setelah tindakan tersebut
diatas, masinis harus segera melaporkan kejadian rintang jalan tersebut
kepada PPKP dan dapat melanjutkan perjalanannya dengan melakukan
hal-hal sebagai berikut.
a. Siang hari memasang semboyan 31 pada lokomotif, sedangkan malam
hari masinis harus memperdengarkan semboyan 39 saat mendekati
stasiun pertama, mulai dari sinyal masuk sampai kereta api berhenti.
b. Petugas kereta api harus memperlihatkan semboyan 30.
c. Masinis harus memberhentikan kereta apinya di stasiun pertama yang
didatangi untuk meIaporkan rintang jalan tersebut kepada kepala
stasiun/PPKA.
Bagian Kesembilan
Perjalanan Kereta Api ke/dari Tempat Rintang Jalan
Pasal 66
(1) Apabila pada petak jalan terjadi rintang jalan, tetapi kereta api masih
dapat meneruskan perjalanan dengan pemindahan angkutan, kereta api
tersebut dapat melanjutkan perjalanan ke stasiun terdekat berikutnya
atau kembali ke stasiun sebelumnya.
(2) Kereta api yang akan berjalan langsung di stasiun pada petak jalan yang
terjadi rintang jalan, harus diberhentikan luar biasa.
(3) Kereta api yang dijalankan menuju petak jalan dimana terjadi rintang
jalan sebaiknya didorong dengan kecepatan tidak melebihi 30 km/jam,
kecuali lokomotif sendirian diperbolehkan tidak melebihi 45 km/jam.
(4) Pada petak jalan jalur tunggal antara stasiun dan tempat rintang jalan
hanya diperbolehkan berjalan satu kereta api dan dalam keadaan
terpaksa diperbolehkan pada bagian jalan tersebut di jalankan kereta api
kedua dengan kecepatan tidak melebihi 5 km/jam didahului dan diikuti
petugas yang memperlihatkan semboyan 3 pada jarak masing-masing 100
meter (pada lintas cabang 50 meter).
(5) Apabila rintang jalan sudah dapat dilalui kereta api, tetapi belum
diwartakan, sedangkan stasiun sementara belum diadakan, kereta api
dari petak jalan yang terjadi rintang jalan diperbolehkan berjalan melalui
tempat tersebut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Apabila dari kedua arah tempat rintang jalan ada kereta api penolong,
keduanya harus disatukan dan dijalankan dengan kecepatan tidak
melebihi 30 km/jam ke salah satu stasiun pada petak jalan tersebut.
b. Apabila di tempat rintang jalan hanya terdapat satu kereta api
penolong maka kereta api tersebut diperbolehkan meneruskan
perjalanan melalui tempat rintang jalan dimaksud dengan kecepatan
tidak melebihi 5 km/jam dengan didahului seorang petugas yang
memperlihatkan semboyan 3 sejauh 100 meter (pada lintas cabang
50 meter).
c. Di stasiun pada petak jalan tersebut kereta api harus diberhentikan
kemudian rangkaian disusun kembali sebagaimana mestinya.
(6) Selama pada petak jalan ada rintang jalan, langsiran tidak diperbolehkan
melebihi “tanda batas gerakan langsir”.
Bagian Kesepuluh
Melindas Orang atau Hewan Besar
Pasal 67
(1) Jika kereta api melindas orang atau hewan besar, masinis harus segera
memberhentikan kereta apinya dan melaporkan kejadian tersebut
kepada PPKP dan apabila kereta api meluncur jauh tidak diperbolehkan
mundur tanpa izin dari PPKP.
(2) Apabila kereta api melindas orang, masinis segera memerintahkan
pembantunya untuk menghubungi pamong praja atau warga setempat
untuk mengurus korban dan jika di tempat kecelakaan tersebut, korban
diminta oleh Polisi atau keluarga dari korban tersebut, korban dapat
diserahkan kepada mereka.
(3) Setelah kereta api melindas atau menabrak orang atau hewan besar,
masinis tidak boIeh melanjutkan perjalanan sebelum memeriksa
lokomotifnya (jika perIu juga kereta/gerbong) dan kerusakan-kerusakan
ringan yang mungkin terjadi telah diperbaiki, masinis dapat melanjutkan
perjalanan kereta apinya menuju stasiun pertama berikutnya, untuk
melaporkan kejadian tersebut kepada kepala stasiun/PPKA berikut
membuat laporan Kdlb dan dicatat dalam Lapka dan Lkdr dengan jelas
dan lengkap.
(4) Kepala stasiun/PPKA setelah mendapat laporan dari masinis perihal
tersebut pada ayat (3) pasal ini harus segera menindak lanjuti laporan
tersebut.
Bagian Kesebelas
Berhenti di Tanjakan
Pasal 68
(1) Apabila kereta api dalam perjalanan berhenti di tanjakan dikarenakan
lokomotif tidak dapat menarik Iagi ke arah tanjakan, sedangkan bagian
tanjakan yang telah dilewati belum jauh, maka kereta api harus
dimundurkan kembali sampai di suatu tanjakan yang kurang curam untuk
dapat mulai bergerak kembali dari tempat tersebut.
(2) Apabila sudah dapat diketahui bahwa perjalanan kereta api tersebut tidak
akan berhasil walaupun kereta api sudah hampir mencapai akhir tanjakan,
masinis harus melakukan :
a. mengikat rem lokomotif dan semua rangkaian,
b. memasang “stop blok”,
Bagian Ketigabelas
Pengiriman Lokomotif Dingin
Pasal 70
(1) Lokomotif dingin hanya boleh ditarik dengan kereta api barang atau
kereta api luar biasa.
(2) Lokomotif dingin boleh ditempatkan langsung di belakang lokomotif
penarik apabila jumlah berat semua lokomotif tersebut tidak melebihi
kemampuan dukung jalan dan bangunan hikmat (jembatan) sebagaimana
tertuang dalam peta operasi lokomotif.
(3) Dalam peta operasi lokomotif disebutkan lokomotif-lokomotif mana yang
diperbolehkan berjalan di berbagai lintas dan jika menurut peta operasi
lokomotif, lokomotif dingin tidak boleh digandengkan dengan lokomotif
penarik, diantara lokomotif kereta api dengan lokomotif dingin harus
ditempatkan beberapa gerbong isi.
(4) Pada kereta api barang hanya boleh ditempatkan satu lokomotif dingin
diantara atau dibelakang kereta/gerbong. Hal tersebut hanya apabila
lokomotif dingin tidak boleh digandengkan langsung dengan lokomotif
penarik dan telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam
peta operasi lokomotif.
(5) Lokomotif yang bukan untuk lintas pegunungan, yang melalui lintas
pegunungan berat (dengan lereng lebih dari 25 ‰) hanya diperbolehkan
dikirim dalam keadaan dingin.
(6) Pengiriman lokomotif dingin harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut.
Edisi Juli 2010
X-13
Peraturan Dinas 16A Jilid 1
Bagian Kelimabelas
Membatasi Pembentukan Asap
Pasal 72
(1) Dalam menjalankan lokomotif, masinis harus menghindarkan
pembentukan asap yang berlebihan, terutama di stasiun-stasiun,
terowongan dan di tempat-tempat yang padat penduduk.
(2) Apabila terjadi pembentukan asap berlebihan yang disebabkan oleh
kerusakan teknis, masinis harus melaporkan kepada PPKP untuk
disampaikan ke pengawas perawatan lokomotif dan mencatat dalam
laporan teknik lokomotif.
Bagian Keenambelas
Melalui Terowongan
Pasal 73
(1) Setiap kereta api memasuki terowongan lampu utama lokomotif harus
dinyalakan dan memperdengarkan suling lokomotif (semboyan 35).
(2) Apabila kereta api pada waktu memasuki terowongan, masinis tidak
melihat baik cahaya terang di sebelah ujung lainnya dari terowongan
maupun “cahaya lentera” dari petugas terowongan, masinis harus
mengurangi kecepatan kereta apinya dan setelah masinis memastikan
kondisi terowongan dapat dilewati, masinis dapat melanjutkan perjalanan
dengan kecepatan tidak melebihi 5 km/jam. Apabila ternyata jalan rel
dalam terowongan tersebut terhalang, kereta api harus segera berjalan
mundur kembali sampai di luar terowongan.
(3) Apabila kereta api luar biasa yang mengangkut angkutan melebihi batas
ruang muatan, kereta api harus diberhentikan dimuka terowongan,
kemudian pengawal dari dinas sarana dan jalan rel beserta Kondektur
memeriksa muatan serta menyatakan semua dalam keadaan baik, kereta
api dapat meneruskan perjalanan dengan kecepatan tidak melebihi 5
km/jam, Apabila ternyata muatan bergeser, harus diadakan perbaikan
terlebih dahulu sebelum kereta api memasuki terowongan. Jika perbaikan
tidak dapat dilakukan setempat, kereta api harus berjaIan mundur
kembali ke stasiun sebelumnya.
Bagian Ketujuhbelas
Menjalankan Lokomotif dan Izin Naik Lokomotif
Pasal 74
(1) Selain masinis, yang diperbolehkan untuk menjalankan lokomotif dan
harus didampingi oleh masinis dinas kereta api adalah :
a. pejabat yang telah memiliki “keterangan kecakapan menjalankan
lokomotif” (O.61), dengan sepengetahuan JPOD.
b. calon Masinis yang melakukan praktek menjalankan lokomotif,
dengan izin tertulis dari JPOD.
(2) Turut jalan dalam lokomotif hanya diperbolehkan dengan menunjukkan
“izin naik lokomotif” (O.23) yang dikeluarkan oleh direksi.
Bagian Kedelapanbelas
Larangan Pada Waktu Menjalankan Dinas
Pasal 75
Awak kereta api termasuk pejabat atau petugas yang turut jalan dalam
lokomotif, dilarang keras :
a. merokok, meminum-minuman yang mengandung alkohol, dan
mengkonsumsi zat psikotropika (narkoba).
b. membawa barang-barang diluar keperluan dinas awak kereta api .
Bagian Kesembilanbelas
Tinggi Alat Perangkai dan Penyangga Hewan
Pasal 76
(1) Pada alat perangkai otomatis perbedaan tinggi yang satu dengan yang
lain tidak boleh lebih dari 90 mm.
(2) Tinggi alat perangkai (boper) 760 mm dari kepala rel dengan batas
toleransi :
Ke atas : 25 mm (760 + 25 = 785 mm);
Ke bawah : 80 mm (760 - 80 = 680 mm) untuk kereta/gerbong
dimuati.
(3) Tinggi penyangga hewan dari kepala reI minimal 90 mm dan maksimal
100 mm.
Bagian Keduapuluh
Ketentuan Perjalanan Kereta Api pada Lintas Jalur Tunggal Bergigi
Pasal 77
(1) Pada jalur kereta api bergigi terdapat lebih dari satu rangkaian kereta api,
dapat berjalan beriringan dalam satu kelompok pada satu petak blok.
(2) Perjalanan kereta api dalam kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperhatikan jarak dan tenggat waktu yang aman antar
kereta api yang ditetapkan oleh JPOD.
(3) Apabila salah satu kereta api dalam kelompok terlambat, PPKA harus
memberitahukan kepada PPKA yang berada di stasiun sebelumnya dan di
stasiun berikutnya.
Bagian Keduapuluhsatu
Pemasangan Semboyan pada Kereta Api
Pasal 78
Pemasangan semua semboyan, baik di lokomotif maupun di rangkaian harus
atas perintah masinis dan harus dicatat dalam Lapka dan Lkdr.
Bagian Keduapuluhdua
Tindakan Bilamana Go No Go Item Tidak Terpenuhi
Paragraf 1
Kipas Pembersih Kaca
Pasal 79
(1) Lokomotif yang kipas pembersih kaca tidak dapat dipergunakan, tidak
diperbolehkan melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir, atau dinas
cadangan, dan apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif
tersebut harus segera diganti dengan lokomotif lain.
(2) Apabila kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan, lokomotif tetap
dapat melanjutkan dinas kereta api atau dinas Iangsir selama kipas
pembersih kaca masih dapat di operasikan menggunakan tuas darurat.
(3) Apabila dalam keadaan hujan deras, masinis harus memberitahukan hal
tersebut kepada PPKP, kemudian kereta api dengan “berjalan hati-hati”
dapat meneruskan perjalanan sampai stasiun pertama berikutnya dengan
kecepatan tidak melebihi 30 km/jam, dan apabila masinis menganggap
tidak memungkinkan melanjutkan perjalanan, masinis harus segera
meminta lokomotif pengganti melalui PPKP.
Paragraf 2
Lampu Sorot
Pasal 80
(1) Lokomotif yang lampu sorot (headlight) padam, tidak diperbolehkan
melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir, atau dinas cadangan pada
malam hari, dan apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif
tersebut harus segera diganti dengan lokomotif lain.
(2) Apabila kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan malam hari,
masinis harus segera memberitahukan hal tersebut kepada PPKP, dan
kereta api dapat meneruskan perjalanan dengan “berjalan hati-hati”
(kecepatan tidak melebihi 30 km/jam) sambil memperdengarkan
semboyan 39A sampai stasiun pertama berikutnya, kemudian masinis
menunggu lokomotif pengganti.
Paragraf 3
Lampu Kabin
Pasal 81
(1) Lokomotif yang lampu kabin masinis tidak dapat dinyalakan pada malam
hari, tidak diperbolehkan melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir atau
dinas cadangan, dan apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif
tersebut harus segera diganti dengan lokomotif lain.
(2) Jika dalam perjalanan malam hari lampu kabin masinis tidak dapat
dinyalakan, masinis harus memberitahukan keadaan tersebut kepada
PPKP, kemudian kereta api dengan “berjalan hati-hati” dapat meneruskan
perjalanan dan berhenti di stasiun yang ditunjuk oleh PPKP untuk
dilakukan perbaikan.
Paragraf 4
Suling Lokomotif
Pasal 82
(1) Jika suling lokomotif tidak dapat dipergunakan, Lokomotif tidak boleh
melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir, atau dinas cadangan, dan
apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif tersebut harus segera
diganti dengan lokomotif lain.
(2) Apabila kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan malam hari,
masinis harus segera memberitahukan hal tersebut kepada PPKP, dan
kereta api dapat meneruskan perjalanan dengan “berjalan hati-hati”
(kecepatan tidak melebihi 30 km/jam) sampai stasiun pertama
berikutnya, kemudian masinis menunggu lokomotif pengganti.
Paragraf 5
Perangkat Siaga
Pasal 83
(1) Lokomotif yang perangkat siaga (deadman device)-nya tidak dapat
dipergunakan tidak boleh melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir atau
dinas cadangan, dan apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif
tersebut harus segera diganti dengan lokomotif lain.
(2) Jika kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan masinis harus
memberitahukan keadaan tersebut kepada PPKP, dan memerintahkan
salah satu pembantunya (teknisi kereta api) guna mendampingi masinis
meneruskan perjalanan sampai stasiun yang tersedia lokomotif
pengganti.
Paragraf 6
Radio Lokomotif
Pasal 84
(1) Jika radio lokomotif tidak dapat dipergunakan, lokomotif tidak boleh
melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir atau dinas cadangan, dan
apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif tersebut harus segera
diganti dengan lokomotif lain.
(2) Jika kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan, maka masinis tetap
melanjutkan perjalanan dan harus memberhentikan kereta apinya di
stasiun pertama berikutnya serta melaporkan keadaan tersebut kepada
kepala stasiun/PPKA. Selanjutnya kepala stasiun/PPKA melaporkan
kondisi tersebut kepada PPKP dan masinis meneruskan perjalanan sampai
stasiun yang tersedia lokomotif pengganti.
Paragraf 7
Pengukur Kecepatan
Pasal 85
(1) Lokomotif yang pengukur kecepatan tidak dapat dipergunakan tidak
boleh melakukan dinas kereta api atau dinas cadangan, dan apabila
kerusakan tidak dapat diperbaiki, lokomotif tersebut harus segera diganti
dengan lokomotif lain.
(2) Apabila kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan masinis harus
memberitahukan keadaan tersebut kepada PPKP, dan kereta api dapat
meneruskan perjalanan sampai stasiun yang tersedia lokomotif
pengganti.
Bagian Keduapuluhtiga
Pemadam Api Kadaluarsa
Pasal 86
Lokomotif yang pemadam apinya kadaluarsa atau tidak tersegel, tidak boleh
melakukan dinas kereta api, dinas Iangsir, atau dinas cadangan, dan apabila
lokomotif tetap akan didinaskan, pemadam api harus diganti.
Bagian Keduapuluhempat
Radio Rangkaian Tidak Berfungsi
Pasal 87
(1) Kereta api yang radio rangkaian tidak dapat dipergunakan harus segera
diupayakan untuk dilakukan perbaikan atau penggantian.
(2) Apabila kerusakan itu terjadi sewaktu dalam perjalanan, masinis tetap
melanjutkan perjalanan dan melaporkan keadaan tersebut kepada PPKP.
Selanjutnya masinis meneruskan perjalanan sampai stasiun yang tersedia
radio rangkaian pengganti.
BAB XI
KETENTUAN PERJALANAN KERETA API DALAM DINAS MALAM
Bagian Kesatu
Petak Jalan Malam
Pasal 88
(1) Pada petak jalan malam.
a. Di stasiun antara, pada jalur tunggal, sinyal-sinyal masuk dan keluar
pada kedua belah pihak menunjukkan indikasi “berjalan” dan sinyal
muka menunjukan indikasi yang sesuai dengan sinyal masuk.
b. Di stasiun antara, pada jalur ganda, sinyal masuk dan keluar pada
masing-masing pihak menunjukkan indikasi “berjalan” dan sinyal muka
menunjukan indikasi yang sesuai dengan sinyal masuk.
c. SinyaI jalan silang dipasang lentera dan dilayani.
(2) Pada perlintasan sebidang yang dijaga harus diberi lentera yang menyala
dan dilayani.
(3) Semua stasiun batas dilayani, sedang stasiun antara tidak dilayani (kepala
stasiun/PPKA tidak dinas).
(4) Apabila terjadi rintang jalan, stasiun pada kedua belah pihak rintang jalan
tersebut harus dibuka sebagai stasiun batas luar biasa.
Bagian Kedua
Laporan Kereta Api
Pasal 89
(1) Dalam Lapka harus dicatat nama stasiun sementara yang melakukan dinas
malam (oleh PPKA di stasiun pemberangkatan/pemeriksaan).
(2) Dalam Lapka "kereta api malam yang terakhir" harus ditulis catatan saat 10
menit sebelum berangkat "kereta api siang yang pertama" pada petak
jalan tersebut (oleh PPKA stasiun batas).
(3) Apabila karena kelambatan kereta api peralihan dinas siang ke dinas
malam dan peraIihan dinas malam ke dinas siang terjadi di stasiun lain dari
pada stasiun yang ditetapkan dalam Gapeka, maka peralihan tersebut
harus dicatat dalam Lapka di stasiun tempat terjadinya peralihan tersebut,
kecuali jika peralihan tersebut dapat dan sudah dicatat oleh stasiun
perhentian yang terakhir.
Bagian Ketiga
Tabel Kereta Api
Pasal 90
(1) Jam datang, jam berangkat dan jam langsung di stasiun batas dan di
stasiun batas sementara harus dicatat daIam tabel kereta api. Demikian
juga jam langsung di stasiun antara, apabila telah tertuang daIam Gapeka
yang berlaku.
(2) Di muka nama stasiun batas yang tercantum dalam tabel kereta api harus
dibubuhi singkatan “Sbb”.
(3) Stasiun tempat peralihan dinas siang ke dinas malam dan dinas malam ke
dinas siang menurut Gapeka harus dicatat daIam tabeI kereta api.
(4) Petak jalan malam yang dilalui, harus dicantumkan dalam tabeI kereta api.
Bagian Keempat
Kereta Api Dalam Dinas Malam Terhadap Indikasi Sinyal Utama
Pasal 91
(1) Pada petak jaIan malam.
a. Apabila masinis dalam perjalanan menghadapi sinyal utama di stasiun
antara yang menunjukkan indikasi “berhenti”, masinis harus
memberhentikan kereta apinya dimuka sinyal utama yang dihadapi
dan memperdengarkan semboyan 35.
b. Apabila pemberian semboyan 35 tersebut tidak berhasil, masinis
memerintahkan kepada kondektur untuk menghubungi kepala stasiun
yang bersangkutan.
c. Setelah masinis mendapat perintah MS dari kepala stasiun, kereta api
diperbolehkan melewati sinyaI utama yang menunjukkan indikasi
“berhenti” untuk melanjutkan perjalanannya.
d. Apabila kepala stasiun tidak ada, masinis segera melaporkan keadaan
tersebut kepada PPKP dan setelah mendapat perintah dari PPKP kereta
api dapat melanjutkan perjalanannya.
e. Apabila tindakan pada huruf d ayat ini tidak berhasil, kereta api dapat
melanjutkan perjalanan sampai stasiun batas pertama dengan
kecepatan tidak melebihi 5 km/jam dan masinis menunjuk seorang
pembantunya untuk berjalan di depan kereta api pada jarak 100 meter
(pada lintas cabang 50 meter), guna memperlihatkan “Isyarat
berhenti” (semboyan 3), dengan ketentuan harus dapat terlihat oleh
masinis kereta api yang kemungkinan datang dari arah berlawanan
paling sedikit dari jarak 600 meter.
(2) Pada sistem persinyalan mekanik, blokpos pada petak jalan malam selama
dinas malam tidak dilayani, dan lentera sinyal tidak dipasang.
Bagian Kelima
Penggunaan Lokomotif Pendorong
Pasal 92
Apabila diperlukan, kereta api dinas malam diperbolehkan mempergunakan
lokomotif pendorong selama tidak melebihi petak jalan dinas siang.
Bagian Keenam
Pelayanan Jalur Simpang di Jalan Bebas
Pasal 93
Apabila diperlukan, kereta api malam dapat ditunjuk untuk melayani jalur
simpang di jalan bebas pada petak jalan malam.
Bagian Ketujuh
Pelayanan Konvoi Gerbong Dinas
Pasal 94
Konvoi gerbong dinas tidak boleh dijalankan pada petak jalan malam seIama
dinas malam berlaku.
Bagian Kedelapan
Berjalan Jalur Kiri
PasaI 95
(1) Berjalan jalur kiri hanya dapat dilakukan pada petak jalan malam yang
sejauh petak jalan siang.
(2) ApabiIa pada petak jalan malam dari stasiun A sampai dengan stasiun H
yang merupakan gabungan beberapa petak jalan siang salah satu jalur
antara stasiun C dan stasiun D tidak dapat dilalui kereta api, kedua stasiun
tersebut selama dinas malam harus tetap buka sebagai stasiun batas Iuar
biasa.
Bagian Kesembilan
Kereta api yang berhenti di jalan bebas dan permintaan kereta api penolong
Pasal 96
(1) Apabila kereta api malam memerlukan kereta api penolong, masinis
menyampaikan permintaan pertolongan tersebut kepada PPKP melalui
radio lokomotif atau masinis memerintahkan salah satu pembantunya
untuk mendatangi stasiun terdekat, dan stasiun yang menerima
Bagian Kesepuluh
Tindakan terhadap kelambatan kereta api malam yang terakhir
Pasal 97
Apabila kereta api malam terlambat, sehingga beIum dapat melewati stasiun
antara penghabisan pada petak jalan malam jalur tunggal, selambat-lambatnya
10 menit sebelum jam berangkat kereta api siang pertama pada petak jalan
malam dimaksud (saat itu telah dicatat dalam Lapka dan Lkdr), kereta api
malam itu harus diberhentikan di stasiun antara yang pertama didatangi, dan
kepala stasiun yang bersangkutan dihubungi untuk membuka stasiunnya.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 113
(1) Peraturan Dinas 16A Jilid 1 tentang Dinas Lokomotif Diesel Elektrik Dan
Diesel Hidrolik yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi PT.
KERETA API INDONESIA (PERSERO) Nomor. KEP. U/HK.215/VII/2/KA-2010
tanggal 26 Juli 2010.
(2) Peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan Dinas Lokomotif
Diesel Elektrik Dan Diesel Hidrolik masih tetap berlaku selama tidak
bertentangan dan/atau diganti dengan ketetapan khusus sebagai
perubahan dan tambahan Peraturan Dinas ini.
SURATKETERANGAN
N o m o r2 0 9 6 b /A l 0/ H . 5/ 2 O I 0
.1
K e p a l aP u s a tB a h a s a
K e m e n t e r ina P e n d i d i k a N
n asional
menerangkan bahwa
P e r a t u r a nD i n a sy a n g b e r j u d u l
y a n g d i s u s u no l e h
PT KeretaApi Indonesia(Persero)
t e l a hd i s u n t i n gd e n g a nk a i d a hb a h a s aI n d o n e s i ay a n g b e n a r .
J a k a r t a ,1 9 J u l i 2 0 1 0
a . n . w k s . K e p a l aP u s a tB a h a s a ,
K e p a l aB i d a n gP e m b i n a a n
u b b i d an g P e n i n g k a t a M
n utu
/ta:
/v</'
l
>t-
g\N c2
\'Kr- i Puryadi
9 6 3 0 2 0 8 1 9 8 8301 0 0 2