Anda di halaman 1dari 91

SINYAL MEKANIK

Fungsi : Sebagai sarana atau peralatan yang dipergunakan untuk memberikan “Perintah” dari PPKA
kepada Pengendali sarana perkeretaapian bahwa “KeretaApinya harus berhenti , berjalan hati-hati
atau boleh berjalan “.

SEMBOYAN SISTEM PERSINYALAN MEKANIK :


Yang menjadi semboyan siang hari untuk Kereta api adalah peragaan “kedudukan”Lengan sinyalnya
Semboyan malam hari adalah warna cahaya lampu sinyal. Apabila cahaya Lampu sinyal padam, maka
Pengendali sarana KA harus meyakinkan kedudukan lengannya ( Kembali ke semboyan siang).
SINYAL ELEKTRIK
Fungsi : Sebagai sarana atau peralatan yang dipergunakan untuk memberikan “Perintah” dari PPKA
kepada Pengendali sarana perkeretaapian bahwa “Kereta Apinya harus berhenti , berjalan hati-hati
atau boleh berjalan “.

SEMBOYAN SISTEM PERSINYALAN MEKANIK :


Yang menjadi semboyan siang hari maupun malam hari kepada pengendali sarana Kereta api
adalah “ warna cahaya lampu sinyalnya “
Batas ruang bebas

975 975 975 975

+ 975 + 975 + 975 + 975

950 950 950 950

650 650 650 650

1630
+ 4.032 550 550 + 4.032 + 4.032 550 550 + 4.032
+ 4.050 + 4.050 + 4.050 + 4.050
962 962 962 962

50
1950 1950 1950 1950 50

J10

( Jarak X )
2200 s/d 2500

+ 1000 1600 1600 1600 1600 + 1000


+ 750 1530 1530 + 750 + 750 1530 1530 + 750
+ 430 1330 1330 + 430 + 430 1330 1330 + 430
+ 200 500 500 + 200 Box WDE + 200 500 500 + 200
Rail Level + 40 + 40 + 40 + 40 Rail Level
min 10mm
WDE

4100 s/d 4600


As Track As Track
JARAK RUANGTIANG
PENEMPATAN BEBASSINYAL
SINYAL

Tiang sinyal gantry


Tiang sinyal standart Tiang sinyal tinggi

962 962 962

? +6.045 ? +6.045 ? +6.045

1630
950 950 950

? +4.70 0 ? +4.70 0 ? +4.70 0


650 650 650
550 550 550
? +4.500 ? +4.500 ? +4.500

? +4.32 0 ? +4.32 0 100 ? +4.32 0 100


1630

? +4.05 0 ? +4.05 0 ? +4.05 0


962 962 962

? +4.05 0 ? +4.05 0 ? +4.05 0

500 100

....... ....... ....... ....... ....... .......


Batas lebar sarana KA Batas lebar sarana KA Batas lebar sarana KA Batas lebar sarana KA Batas lebar sarana KA Batas lebar sarana KA

1950 1950 1950


Batas ruang bebas Batas ruang bebas Batas ruang bebas
100

1600 ? +1000 1600 ? +1000 1600 ? +1000

? +75 0 ? +75 0 ? +750


1530 1530 1530

? +430 ? +430 ? +430


1300 1300 1300

500 ? +200 500 ? +200 500 ? +200


? +40 ? RAIL LEVEL ? +40 ? RAIL LEVEL ? +40 ? RAIL LEVEL

AS TRACK AS TRACK AS TRACK 100 AS TRACK AS TRACK AS TRACK

1950 500 1950 1950 1950 1950 1950

4400
4000
4000
4500
3900
3900
Roda cupit Pengubah gerak putar menjadi gerak vertikal

Untuk gerakan
lengan 90 derajat
Untuk gerakan
lengan 45 derajat

Dihubungkan dengan
lengan sinyal utama
Dihubungkan dengan
lengan sinyal muka
Roda cupit Pengubah gerak putar menjadi gerak vertikal
Menggerakan lengan sinyal 45 derajat

Tampak samping atas

Untuk gerakan
lengan 90 derajat

Untuk gerakan
lengan 45 derajat

Tampak depan
Roda cupit Pengubah gerak putar menjadi gerak vertikal
Menggerakan lengan sinyal 90 derajat

Plat pengantar
Kedudukan normal

Lengan sinyal muka

Lengan sinyal muka


HENDEL-HENDEL SINYAL

PURWANTO DW
HENDEL SINYAL ( Tampak samping kanan )

Semat pengunci

Aret hende
terkunci pada
Posisi normal

Aret hendel
sinyal
HENDEL SINYAL ( Tampak samping kanan )
Kontak hendel

Cowakan
Penggerak
Kontak hendel

Penggerak
Kontak hendel
HENDEL SINYAL ( Tampak samping kiri )

Alur pengunci
Hendel pada
Posisi ditarik
HENDEL SINYAL ( Tampak samping kanan )

Alur pengunci
Hendel pada
Posisi normal
SEMAT PENGUNCI VERTIKAL HENDEL SINYAL/WESEL

semat pengunci
Hendel wesel pada
Posisi normal (+)

semat pengunci
Hendel wesel pada
Posisi normal (--)

semat pengunci
Hendel sinyal pada
Posisi normal
SEMAT PENGANTAR PENGUNCI HENDEL SINYAL/WESEL

semat pengunci
Hendel sinyal pada
Posisi normal
SEKAT PENEKAN MEKANIK

Gambar.1 Gambar.3

Gambar.2 Gambar.4
SEKAT PENEKAN HENDEL MEKANIK

Gambar.1 Gambar.2

Gambar.4
Gambar.3
PEMASANGAN SEKAT PENEKAN MEKANIK
HENDEL- HENDEL WESEL

Apitan lidah wesel /


Tongklem

PURWANTO DW
HENDEL WESEL ( Tampak samping kiri )
SUKU-SUKU BEGIAN HENDEL WESEL
HENDEL WESEL ( Tampak samping kanan )
HENDEL WESEL ( Tampak samping kiri )
SEMAT PENGUNCI VERTIKAL HENDEL SINYAL/WESEL
2. Pesawat blok :
Peralatan pesawat blok terdiri :
• Kunci listrik arus bolak-balik
• Kunci listrik arus searah
• Pembangkit arus bolak balik/Induktor.
• Knop panggil
• Lonceng panggil

Persyaratan pesawat blok:


• Memenuhi prinsip FAIL – SAFE pada bingkai tertentu.
• Bekerja dengan prinsip saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya,
berfungsi mengunci dan mendeteksi petak blok, sehingga hanya satu kereta api
yang berada pada satu petak blok.
• Dapat berfungsi sebagai pengganti “warta ka”
• Dapat mengunci sinyal berangkat setasiun tujuan (pada jalur – tunggal)
• Dapat mengunci sinyal berangkat setasiun asal sebelum kereta api masuk di
stasiun tujuan (pada jalur – ganda) 
Material persinyalan Mekanik
KUNCI LISTRIK ARUS BOLAK-BALIK

Knop tekan

Bendera tingkapan
Angker tingkapan

Kontak tingkapan
SISTEM BLOK 3
Garis-garis gaya magnetik

I . . . . . Kutub Selatan Kutub Utara

S U S U
.
(-)

+ + + +
- - - Arus Induktor 220V / 12 Hz

Spul A
Permanen magnit

U S U S U S U Perubahan polaritas kutub Spul A

U t.1 t.2 t.3 t.4 t.5 t.6 t.7 Waktu

Angker
S U S U S U S Perubahan polaritas kutub Spul B

Spul B

+ + +
- - - - Arus Induktor 220V / 12 Hz
SISTEM BLOK 1
Blok Kedudukan normal

Arester Saluran fisik Arester

2 5 sepur
Terkunci
Blok ke B KETERANGAN Tunggal
a Bebas A
1 a – b terputus 1
2 a – c terhubung 5
b c
a

a – b terhubung
a – c terputus

b c

Stasiun A Stasiun B
SISTEM BLOK 2
Blok Kedudukan normal

Arester Arester Saluran fisik Arester

2 5 sepur
Bebas
Blok ke B Tunggal
Terkunci A
1 1
2 5

Min 10
putaran

Stasiun A Stasiun B
SISTEM BLOK 2
A memberi warta berangkat kepada B

Arester Arester Saluran fisik Arester

2 5 sepur
Terkunci
Blok ke B Tunggal
Bebas A
21 1
5

Min 10
putaran

Stasiun A Stasiun B
TINGKAPAN BLOK JALUR TUNGGAL SISTEM BLOK A

Lonceng panggil

Knop panggil
tingkapan kontak rel

Knop tekan

Kunci listrik arus bolak-balik

Nama Tingkapan

Plat petunjuk pelayanan

Induktor

PURWANTO DW
Plat petujuk pelayanan

28
28
FILOSOFI BLOK MEKANIK JALUR TUNGGAL
.B
.A
A Minta blok kepada B
1.
B memberi aman kepada A ( sptg A ) dan ( blok ke B ) putih
2.
Blok Sepr Lwt Lwt Sepr Blok
3. Ke tnggl di A Menarik sinyal berangkatnya di tnggl Ke
B B B A A A
Setelah KA berangkat dan telah melewati wesel ujung,
4. A mengembalikan sinyal berangkatnya,kemudian A memberi
Warta berangkat kepada B ( blok ke B) kembali merah,sptg B
dan (Lwt di A ) Putih.

B menarik sinyal masuknya ,setelah KA masuk lengkap , dan


tingkapan kecil telah membingkas putih, B mengembalikan sinyal
masukya, kemudian B memberi Warta masuk kepada A ( sptg A),
( sptg B) dan (lwt di A) kembali merah/ normal.
5.

NEGATIVE CHECK : 1. A dapat menarik sinyal berangkatnya apabila tingkapan “ Blok ke B” telah Putih.
2. A dapat memberi warta berangkat apabila sinyal berangkat dan kruk sudah dikembalikan normal
3. Setelah sinyal berangkat diturunkan, kemudian apabila ditarik lagi harus tidak bisa karena telah
terkunci sekat hendel mekanik.
4. B dapat memberi warta masuk apabila sinyal masuk dan kruk sudah dikembalikan normal serta
tingkapan arus rata sudah membingkas putih.

PURWANTO DW
FILOSOFI BLOK MOBIS JALUR TUNGGAL
.B
.A (I3T)
J14

J12B
J32B
B Minta blok kepada A
1.
A memberi aman kepada B dengan menekan tombol TKB+ TPB. Hingga
2.
indikator arah blok masuk menyala “merah”. Di B tingkapan blok ke A
menjadi putih. Lwt Sepr Blok
di tnggl Ke
A A A
B menarik sinyal berangkat ke A dari jalur II , Setelah KA berangkat dan
3. telah melewati wesel ujung , B mengembalikan sinyal berangkatnya
kemudian B memberi warta berangkat kepada A dengan menekan
tingkapan Blok ke A sehingga tingkapan ini dan trek blok menjadi
merah sedangkan tingkapan ( sptg A ) menjadi putih

4. A membentuk rute masuk ,setelah KA masuk lengkap ,maka trek blok


J14
padam kemudian A memberi warta masuk kepada B dengan menekan
tombol TKB+TBKM sehingga indikator arah blok masuk dan trek blok
5. padam dan di B tingkapan ( Sptg A ) kembali “merah”dan blok normal
kembali.

NEGATIVE CHECK : 1. B dapat menarik sinyal berangkatnya apabila tingkapan “blok ke A” telah membingkas putih
2. B dapat memberi warta berangkat kepada A apabila di B sinyal berangkat dan kruk telah
dikembalikan normal .
3. Setelah sinyal berangkat diturunkan, kemudian apabila ditarik lagi harus tidak bisa karena telah
terkunci oleh sekat hendel mekanik.
4. A dapat memberi warta masuk apabila sinyal masuk telah kembali merah dan trek blok padam.

PURWANTO DW
TINGKAPAN BLOK JALUR GANDA SISTEM BLOK III
Kunci listrik arus bolak-b

nama Tingkapan blok

Plat petunjuk pelayana

Kruk sinyal

PURWANTO DW
FILOSOFI BLOK MEKANIK JALUR GANDA
A B

A Minta blok kepada B


1.
B memberi aman kepada A ( lwt di / Bkblk A ), ( blok ke B ) dan
. tingkapan kecil di B menjadi putih.
Lwt di Blok
Blok Lwt di
2. A Menarik sinyal berangkatnya Bk blk ke
ke Bk blk
A A
B B

Setelah KA berangkat dan telah melewati wesel ujung,


3. A mengembalikan sinyal berangkatnya,kemudian A memberi
Warta berangkat kepada B ( blok ke B) dan (Lwt di/Bkbl A)
menjadi merah sedangkan tingkapan kecil di B masih putih.

B menarik sinyal masuknya ,setelah KA masuk lengkap , dan meng


4. injak kontak rel, maka tingkapan kecil menjadi merah dan pesawat
blok normal kembali.

NEGATIVE CHECK : 1. A dapat menarik sinyal berangkatnya apabila tingkapan “ Blok ke B” telah Putih.
2. A dapat memberi warta berangkat apabila sinyal berangkat dan kruk sudah dikembalikan normal
3. Setelah sinyal berangkat diturunkan, kemudian apabila ditarik lagi harus” tidak bisa” karena telah
terkunci oleh sekat hendel mekanik.
4. B dapat memberi “aman” kepada A untuk memberangkatan KA berikutnya apabila tingkapan
arus rata sudah membingkas “ merah” dan sinyal masuk dan kruk telah dikembalikan normal.

PURWANTO DW
SIRKIT BLOK JALUR GANDA STASIUN R
SIRKIT BLOK JALUR GANDA STASIUN S
PERALATAN SINYAL LUAR RUANGAN
Persyaratan Peraga Sinyal Mekanik
•Harus dapat menampilkan keluaran dari proses interlocking yang berupa tanda, kedudukan
atau Peragaan yang mempunyai arti tertentu
•Sinyal utama harus dapat menunjukan aspek “aman” atau “tidak aman” sedangkan untuk
sinyal muka harus dapat menunjukan aspek “aman” atau “aman dengan kecepatan
terbatas”
•Peragaan sinyal-sinyal tersebut di atas harus dapat terlihat dengan jelas dalam berbagai
cuaca baik siang maupun malam dari jarak yang disyaratkan.
•Lengan sinyal harus terlihat jelas dari kabin pengendali sarana KA pada jarak yang
disyaratkan.
•Dalam kedudukan biasa (tidak aman) lengan sinyal harus datar dan tegak lurus terhadap
poros tiangnya.
•Pada kedudukan biasa, lengan sinyal muka harus miring ke bawah membentuk sudut 45°
terhadap poros tiangnya
•Bagian lengan yang panjang terhadap porosnya harus mempunyai kelebihan momen
sebesar ± 1 kgm, agar apabila sinyal ditarik aman, kemudian terjadi kawat tariknya putus,
lengan sinyal harus jatuh kembali ke kedudukan biasa (tidak aman) (prinsip Fail safe). 
Peraga sinyal mekanik terdiri dari :
• Sinyal masuk
• Sinyal keluar/blok
• Sinyal muka
• Sinyal langsir 
• Sinyal ulang
Penggerak wesel mekanik
• Merupakan peralatan untuk mengubah kedudukan suatu wesel dari kedudukan
lurus ke kedudukan belok atau sebaliknya
• Penggerak wesel harus bisa mengikuti gerakan lidah wesel yang dilalui dari arah
yang salah (dilanggar) tanpa menimbulkan kerusakan / membahayakan perjalanan KA
Penggerak wesel mekanik terdiri dari :
• Penggerak wesel mekanik tipe ISS (External locking)
• Penggerak wesel mekanik tipe NS ( Internal locking)
Pengunci kedudukan akhir lidah wesel.
• Merupakan peralatan yang dapat mengunci dan menjamin kedudukan akhir lidah wesel
sehingga “Aman” untuk dilalui KA.
• Pengunci kedudukan akhir lidah wesel harus dapat mengikuti gerakan lidah wesel yang
dilalui sarana KA dari arah yang salah (dilanggar), tanpa menimbulkan kerusakan atau
membahayakan gerakan sarana KA tersebut.
HISTORIS PEMASANGAN DAN FUNGSI SINYAL MUKA MEKANIK
 

I. Pada saat puncak kecepatan KA max 45 Km/jam. 1. Sinyal masuk dipasang tanpa sinyal muka.
2. Masinis mencari-cari lokasi sinyal masuk.

X
. 3. Masinis sering mengerem mendadak,
kadang-kadang melanggar sinyal masuk.
A

II. Pada saat puncak kecepatan KA max 60 Km/jam. `` 1. Didepan sinyal masuk dipasang patok T
yang berfungsi Sebagai tanda bahwa
pada lokasi dipatok T tersebut Sinyal
masuk terlihat jelas.
2. Sebagai rambu bahwa pada jarak
tertentu Kereta api telah mendekati

X
. sinyal masuk.
3. Patok T bersifat statis tidak dapat
T A memberikan indikasi kepada Masinis
tentang kedudukan sinyal masuk
sudah dilayani atau belum.

PURWANTO DW
III. Pada saat puncak kecepatan KA max 80 Km/jam. a. Dipasang sinyal muka yang berfungsi:
- Memberikan Aspek / indikasi kepada
. Masinis bahwa sinyal masuk sudah
dilayani atau belum.
Am A
- Sebagai rambu bahwa pada jarak
tertentu KA akan mendekati sinyal
masuk.
Pelayanan sinyal muka dilayani satu
hendel bersamaan dengan sinyal
masuk. Yang berarti bahwa setiap
pelayanan sinyal masuk maka sinyal
A.I /Am muka ikut tertarik.
b. Pada realisasi pelayanannya
ternyata berat karena satu hendel
menggerakan dua lengan sinyal serta
A.II/Am bertambah panjangnya kawat tarik.
c. Keluhan dari bidang Operasi tersebut
ditindak lanjuti yaitu dengan memisah
kan hendel sinyal muka dengan hendel
sinyal masuk, dan dilayani masing-
masing dengan satu hendel.
PURWANTO DW
 
IV Pada puncak kecepatan KA 90 Km/jam atau lebih 1. Sinyal muka dilayani dengan satu hendel
pelayanann KA masuk ke Sepur belok

X
. sinyal muka sering tidak ditarik,karena
biasanya ditahan ”semboyan 7” dulu
I
Am A II disinyal masuk lalu setelah masinis
membunyikan ” semboyan 35” barulah
600 m 500 m
sinyal masuk ditarik aman.
AI 2. Dampak hal tsb diatas adalah lama-
kelamaan Masinis akan berpersepsi
AI bahwa apabila KA masuk kesepur
AII belok sinyal muka tidak ditarik.
Demikian juga PPKA karena KA nya
AII telah melewati sinyal muka, maka
PPKA berpendapat sinyal muka tidak
Am perlu ditarik. Hal inilah menyebabkan
Am terjadinya kesalahan persepsi yang
berkelanjutan.
1100 m
3. Kesalahan ini bila tidak diluruskan maka
akan berpotensi menyebabkan terjadi
nya kecelakaan.

PURWANTO DW
PENGONTROL KEDUDUKAN WESEL

R1

.
..
3
1 3

o
II
Am A 2o
I

AII
AII
AI
AI

KW3
PENGONTROL KEDUDUKAN WESEL
1, W.1 dilayani setempar dengan bandul wesel
2. W.2,W.3 terlayan pusat dilayani dengan hendel wesel. BKW1
3. W1 kedudukan normal dikontrol dengan buka kancing
hendel dalam kedudukan normal wesel terkancing
4. W.2 kedudukan normal dikontrol dengan sekat. Apabila
hendel sinyal ditarik maka sekaligus menyekat wesel.

5. W.3 kedudukan normal dikontrol dengan kancing.


hendel dalam kedudukan normal wesel tidak terkancing
/ bebas.
PURWANTO DW
Pengontrol kedudukan wesel ( sekat / kancing ) 2jalur KA
Roda sekat/kancing

Mistar/jidar A

Dipasang dikanan wesel

Dipasang dikanan wesel


Pengontrol kedudukan wesel ( sekat / kancing ) 3jalur KA

Roda sekat/kancing
Pengontrol kedudukan wesel ( sekat / kancing ) 2jalur KA
Mistar/jidar B
Pengontrol kedudukan wesel ( sekat / kancing ) 3jalur KA
MEDIA TRANSMISI / KAWAT TARIK SINYAL & WESEL

Patok Roda kawat

Roda kawat

Jembatan Roda kawat


MEDIA TRANSMISI / KAWAT TARIK SINYAL & WESEL

Mur penegang kawat


PENGGERAK DAN PENGUNCIAN LIDAH WESEL

I. Jenis Penggerak Wesel Mekanik


a. Penggerak wesel mekanik terlayan
setempat dengan bandul wesel
- Wesel tanpa claw
- Wesel dengan claw
b. Penggerak wesel mekanik terlayan pusat
dengan roda wesel
- Roda wesel NS (internal locking)
- Roda wesel ISS (external locking)

PURWANTO DW
II. Penguncian Lidah Wesel
a. Penguncian lidah wesel dengan kunci jamin/clauss
b. Penguncian lidah wesel dengan claw
c. Penguncian lidah wesel dengan arrow lock
d. Penguncian lidah wesel penguncian dalam.

III.Persyaratan penggerak dan penguncian wesel


Persyaratan penggerak dan penguncian wesel adalah
harus jenis “dapat dilanggar” (traillable), artinya apabila
wesel tersebut dilewati sarana KA dari belakang dengan
arah yang salah, maka tidak boleh terjadi kerusakan pada
penggerak, penguncian wesel, maupun terjadi anjlogan
terhadap Sarana KA yang bersangkutan.

PURWANTO DW
Penguncian lidah wesel jenis Arrow lock ( lidah rapat )
Penguncian lidah wesel jenis Arrow lock ( lidah buka )
•Wesel disebut terlanggar apabila dilewati Sarana KA dari C ke A.

A B

Penggerak wesel

PURWANTO DW
Bandul penggerak wesel terlayan setempat

PURWANTO DW
WESEL TERLAYAN PUSAT DENGAN PENGGERAK RODA WESEL ISS EKSTERNAL LOCKING

REL LANTAK TANDA WESEL

SEKAT / KANCING WESEL


LIDAH WESL
JIDAR B

RODA WESEL ISS

KLAW PENGUNCI LIDAH WESEL

PURWANTO DW
TANDA WESEL

SEKAT WESEL

RODA WESEL ISS

PENGUNCI LIDAH WESEL

PURWANTO DW
Roda penggerak wesel ISS ( External locking )
Tampak depan

Tampak samping
Penguncian wesel dengan klaw / kait

Lidah rapat

Lidah buka
Pengerjaan penguncian wesel
WESEL TERLAYAN PUSAT DENGAN PENGGERAK RODA WESEL NS INTERNAL LOCKING

TANDA WESEL ( SEMBOYAN BARU )

SEKAT / KANCING

JIDAR B

RODA WESEL NS INTERNAL LOCKING

STANG WESEL

PURWANTO DW
Roda wesel NS dan sekat tegak tunggal

PURWANTO DW
Roda penggerak wesel NS ( Internal locking )

Tampak atas

Tampak samping
Roda penggerak wesel NS ( Internal locking )

Tampak atas

Tampak samping
Penguncian penggerak wesel NS
Pengunci penghalang sarana ( Kunci jamin )
Pengunci penghalang sarana ( Kunci Clauss )
FLANK PROTECTION / PENJAGA SAMPING
.
X

I
5 6
II Y
D
Rute berangkat ke Y dari jalur II, wesel 5 disyaratkan berkedudukan kearah badug.

I
.
X

CI 23A
II Y
C II 23B
III Z
C III 13

Rute berangkat ke Y dari jalur I, wesel 13,23A,23B disyaratkan berkedudukan


kearah belok.pada kondisi demikian KA juga dapat diberangkatkan dari Jalur I ke
Z

PURWANTO DW
JALUR EFEKTIF
 Definisi
•Jalur efektif adalah jalan rel untuk menempatkan rangkaian sarana KA pada batas yang
“aman” dari kemungkinan tertumbur/terserempet oleh pergerakan KA atau langsiran
dari jalur lain.

•Jalur efektif dapat dibatasi oleh : sinyal, patok bebas wesel, bantalan putih, rambu batas
berhenti KA, ataupun trek sirkit/axle counter.

•Panjang jalur efektif ideal adalah 270 m dengan asumsi (12 kereta x 20m) + (2 lok x 15m)
= 240m + 30m = 270m atau dibulatkan menjadi 300m.

•Panjang Jalur efektif tiap-tiap emplasemen harus dicantumkan pada daftar penggunaan
sepur / jalur KA ataupun dalam RPS (Reglemen Pengamanan Setempat), hal ini untuk
mengantisipasi penempatan suatu KA yang akan bersilang/disusul terkait dengan
panjang rangkaian KA yang bersangkutan.
 
PURWANTO DW
SEPUR EFEKTIF PADA SISTEM PERSINYALAN MEKANIK

a = sepur efektif jalur I


b = sepur efektif jalur II
a < b

PURWANTO DW
Sepur efektif pada sistem persinyalan Elektrik

x y

a = sepur efektif jalur I kearah X


b = sepur efektif jalur II kearah Y

PURWANTO DW
MENENTUKAN PATOK BEBAS WESEL
1. MENENTUKAN PATOK BEBAS WESEL SECARA MATEMATIS.

Titik matematis wesel .


A
B
L

1950mm

1. Tarik garis as track A-B


C . Patok bebas wesel

195
0m
2. Tarik garis A-C m

3. Tarik garis BC AB sepanjang 1950mm D

L
4. Tarik garis DC AD sepanjang 1950mm
5. Geser garis BC sehingga BC berpotongan
dengan garis AC dititik C.
6. Geser garis DC sehingga DC berpotongan
dengan garis AC dititik C.
7. Titik C itulah patok bebas wesel.

PURWANTO DW
PENJELASAN DAN FUNGSI, SEPUR LUNCUR, SEPUR TANGKAP, SEPUR SIMPANG, SEPUR SIMPAN,
DAN LUNCURAN

No JENIS PENJELASAN FUNGSI


1 Sepur Luncur - Sepur Luncur ialah jalur rel - Untuk memberikan jaminan
dengan panjang minimum keselamatan apabila
100m dari titik yang pergerakan KA tidak dapat
dilindungi untuk luncuran diberhentikan di tempat
kereta api yang masuk yang ditentukan yaitu di
/berangkat. depan sinyal utama, Patok
- Sepur luncur bukan sepur bebas, rambu batas berhenti
kereta api. KA atau bantalan putih.
- Sepur luncur dapat berupa - Bila terjadi luncuran KA
sepur badug. maka tidak mengarah ke
sepur raya.

2. Sepur Tangkap
- Sepur Tangkap ialah sepur - Sepur tangkap berfungsi
badug yang terpasang untuk menangkap sarana
sebelum masuk suatu KA yang meluncur / larat
emplasemen apabila sepur dari arah tanjakan supaya
tersebut terhubung dengan tidak meluncur kearah
jalan KA dengan tanjakan sepur raya atau sepur KA
8 permil atau lebih. di emplasemen.
- Kedudukan normal jalur
KA harus mengarah ke
sepur tangkap yang
kondisinya harus selalu
kosong (tidak boleh
diduduki sarana KA).

PURWANTO DW
Sepur tangkap r mil
p e
Sepur tangkap > 8
j akan
Tan
II
1 O 3
O 2O

.
I

1. Wesel dalam kedudukan biasa:


a. Hendel wesel 1,2 dan 3 berkedudukan dibawah
b. Posisi wesel seperti dalam gambar situasi emplasemen.
W.1 lurus, W.2 lurus W.3 belok mengarah ke badug.
2. Setiap selesai melayani KA masuk/ berangkat semua hendel
Harus dikembalikan dalam posisi dibawah / normal.
3. Apabila ada sarana KA yang meluncur/larat dari arah tanjakan
maka akan mengarah ke sepur tangkap.
4. Tidak boleh menempatkan sarana KA pada sepur tangkap.
5. Tidak dibenarkan membuat sepur tangkap seperti gambar
dibawah ini.

r mil
8 pe
Sepur tangkap III n>
an jaka
O T
O
II
O
O O
I
. PURWANTO DW
NO JENIS PENJELASAN FUNGSI
3 Sepur Simpang - Sepur Simpang ialah jalur - Untuk bongkar muat
KA yang menyimpang dari barang kebutuhan industri.
sepur raya baik di - Dapat terhubung dengan
emplasemen atau di jalan jalur-jalur rel untuk
bebas yang dilindungi oleh pemeliharaan Sarana
alat pengamanan. /prasarana KA atau jalur-
- Sepur simpang bukan sepur jalur untuk langsiran.
KA
- Sepur simpang dapat
berada di emplasemen
ataupun di jalan bebas.

4. Sepur Simpan - Sepur Simpan ialah jalur - Untuk menyimpan sarana


rel disepur badug, sepur KA/ rangkaian kereta/
terusan atau sepur langsir gerbong /mesin pemelihara
yang dilengkapi alat jalan rel, baik untuk
penghalang dan Pengunci pemeliharaan maupun
wesel untuk menghalangi tunggu waktu operasional.
meluncurnya sarana KA ke
arah sepur KA atau sepur
raya.

PURWANTO DW
No JENIS PENJELASAN FUNGSI
LUNCURAN - Luncuran ialah: Track/ sepur yang - Memberikan jaminan
dipersiapkan untuk mengamankan KA keamanan terhadap KA
yang sedang proses masuk apabila tidak yang sedang proses masuk,
5.a KA . . 2 dapat diberhentikan didepan titik yang apabila tidak dapat
X Y
1
≥100 m disyaratkan. (patok bebas/sinyal sepur diberhentikan pada titik
Luncuran keluar/rambu batas berhenti KA), yang disyaratkan, baik
5.b yang berupa: patok bebas
KA . . 3 4
X
1 2 . . Y - Panjang luncuran minimum100m dihitung yang berfungsi sebagai
dari titik yang disyaratkan dan dianggap batas sepur KA, sinyal
≥100 m
Luncuran
cukup untuk jarak pengereman semenjak sepur keluar ataupun
masinis mulai melakukan pengereman. rambu batas berhenti KA.
5.c I
Y
X
1 2
II 4 .. 5
- Pada gambar 5c, KA masuk dari X ke
III 3 Sep II dapat dilakukan bersamaan dengan
m 100≥ ≥100 m z KA berangkat ke Y. Badug sep III kiri
Luncuran Luncuran
dapat disebut sepur luncur, juga dapat
5.d digunakan sebagai luncuran KA masuk
. ≥100 m
X I L dari Y atau Z.
II Y
≥100 m
L - Pada gambar 5e untuk KA masuk dari X
5.e Long Siding
y ke sep I/II luncuran dapat ditiadakan
L=O karena Track berikutnya adalah tanjakan
X II
Tanjakan ≥ 8 %o
≥100 m I - Pada gambar 5f sepur simpang dapat
5.f .
Luncuran
- digunakan sebagai luncuran dari X masuk
. 3
ke sep II asalkan jarak bantalan putih
. I terhadap perintang R ≥ 100 m dan wesel 2
.
II 2
SSP.PG …. terlayan pusat
R
≥100 m
Bantalan putih
Luncuran

PURWANTO DW
Persyaratan umum sistem persinyalan
 
• Terpenuhinya azas keselamatan ( fail safe ), artinya jika terjadi
suatu kerusakan / gangguan pada system persinyalan, maka
kerusakan tersebut tidak boleh menimbulkan bahaya bagi
perjalanan Kereta api

• Mempunyai kehandalan yang tinggi dan memberikan aspek


yang tegas dan jelas tidak meragukan dilihat dari jarak yang
ditentukan, memberikan arti atau aspek yang baku, mudah
dimengerti dan mudah diingat.

• Susunan penempatan sinyal – sinyal disepanjang jalan rel


harus demikian sehingga memberikan aspek berurutan yang
baku, supaya pengendali sarana Kereta api dapat memahami
kondisi petak jalan yang akan dilalui.
PURWANTO DW
BANGUN MUKA LEMARI INTERLOCKING DAN BLOK
SENTIL PENGGERAK DAN PENGUCIL
SENTIL PENGUNCI DAN PEMBEBAS SINYAL
SENTIL PEMBEBAS PENGUNCIAN HENDEL SINYAL
RANGKAIAN SENTIL PENGUNCI HENDEL SINYAL
SENTIL PENGUNCI MISTAR
• RANGKAIAN PERAGAAN SINYAL MEKANIK
RANGKAIAN PERAGAAN SINYAL MEKANIK
LANGKAH PELAYANAN KA JALAN LANGSUNG SISTEM PERSINYALAN MEKANIK

1. Kondisi normal .
Am A D

2. Sinyal D ditarik “Aman”


.
Am A D

3. Sinyal A ditarik “Aman” mengunci sinyal D. .


Am A D

3. Sinyal Am ditarik “Aman” mengunci sinyal A. .


D
Am A

CATATAN:
1. KA jalan langsung harus lewat jalur lurus.
2. Peralatan Interlocking dilengkapi “Kruk jalan langsung”
3. Peragaan sinyal A,Am tidak berbeda antara KA masuk berhenti dijalur lurus, dengan KA berjalan langsung.
4. Pada emplasemen besar dengan 3 jurusan atau lebih dan tidak ada jalur lurusnya, maka untuk kebutuhan
kelancaran operasional KA, Interlocking mekanik dapat didesain KA berjalan langsung lewat jalur belok.
contoh : Empl Manggarai, Jatinegara sewaktu masih Mekanik.
PEMASANGAN PATOK T DAN SINYAL PENDAHULU MASUK
PADA PERSINYALAN MEKANIK
. 1. Sinyal masuk tidak terlihat dari sinyal
muka.
A 2. Patok T dipasang pada lokasi dimana
sinyal masuk terlihat dengan jelas.
3. Jarak patok T terhadap sinyal masuk
tidak ditentukan tergantung dilokasi
T dimana sinyal masuk dapat terlihat.

PADA PERSINYALAN LISTRIK


Am

. 1. Sinyal masuk tidak terlihat dari sinyal


muka
J.10 2. Tidak dipasang patok T tetapi dipasang
sinyal pendahulu masuk yang terkait
dengan aspek sinyal masuk. Sehingga
aspek sinyal masuknya sekaligus dapat
diindikasikan kepada Masinis
3. Jarak sinyal pendahulu masuk terhadap
Uj.10 sinyal masuk tidak ditentukan/ situasional

PURWANTO DW
Mj.10
Sinyal ulang
CONTOH PRINSIP INTERLOCKING

220V PADAM

A B

220V MENYALA

A B

220V PADAM

A B
PURWANTO DW
JPL.25
11B
CONTOH PRINSIP INTERLOCKING
J 22B 13A
X (10AT) (10BT) (11T) (13T) Y
I
J 10 11 (12T) J 12B 13

II +
SW
R F1
asal
SW
(10BT) 11( N) JPL 25 (12T) 13(R) (13T)
Tujuan
F2
P
R SW
110 V
J10 Kedudukan normal
0
_

R F1 SW

(10BT) 11( N) JPL 25 (12T) 13(N) (13T)


+
F2
P
asal
R SW
110 V Tujuan
J10 diseting masuk ke jalur I.
0
SW

Sinyal J10 disetting ke J 12B ( Dari X masuk ke jalur I ) _


1. Trek sirkit (10BT) clear dinyatakan dengan kontak ( 10BT ) menghubung
2. Wesel 11 sudah dalam kedudukan normal kontak 11 ( N ) menghubung
3. Pintu lintas JPL25 telah ditutup dinyatakan kontak (JPL 25) menghubung
4. Trek sirkit ( 12T ) clear dinyatakan dengan kontak ( 12T ) menghubung
5. Wesel 13 posisi reverse maka hrs dibalik normal hingga kontak 13(N) menghubung
6. Trek sirkit (13T) clear dinyatakan dengan kontak ( 13T ) menghubung
7. Setelah kontak SW dihubungkan, rele R naik, sehingga sinyal J10 berubah HIJAU.
PURWANTO DW
40 w /220V 100 w /220V

A B

220V

110V output
input

Anda mungkin juga menyukai