Anda di halaman 1dari 75

MODUL II.2.

7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI


(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
MATERI POKOK 1 PERSINYALAN ELEKTRIK...............................................................2
A. Sistem Persinyalan Elektrik.............................................................2
1. Uraian Umum...................................................................................2
1) Sistem Persinyalan...................................................................2
2) Istilah dan Batasan...................................................................2
3) Persyaratan Umum Sistem Persinyalan.................................3
B. Pengertian dan Jenis Sistem Persinyalan Elektrik............................8
1. Pengertian...................................................................................8
2. Jenis Sistem Persinyalan Elektrik..............................................9
3. Pembagian Sistem Persinyalan Elektrik...................................10
C. LATIHAN......................................................................................73
D. TES FORMATIF 1........................................................................73
E. UMPAN BALIK............................................................................74
DAFTAR PUSTAKA 75
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

MATERI POKOK 1 PERSINYALAN ELEKTRIK


MATERI POKOK 1
PERSINYALAN ELEKTRIK

A. Sistem Persinyalan Elektrik


1. Uraian Umum
1) Sistem Persinyalan
Sistem Persinyalan adalah suatu perangkat pengaman untuk menjamin
keselamatan dan mengatur operasi kereta api yang effisien dan efektif dengan
jalan membagi ruang dan waktu.

2) Istilah dan Batasan


a) Semboyan
Semboyan adalah suatu benda atau suara yang mempunyai arti atau
maksud menurut bunyi, wujud atau warnanya.
b) Sinyal
Sinyal adalah suatu semboyan tetap yang berupa alat atau perangkat yang
digunakan untuk menyampaikan petunjuk bagi pengaturan gerakan kereta
api.
c) Aspek Sinyal
Aspek sinyal adalah peragaan wujud dan warnanya yang disampaikan oleh
suatu sinyal dilihat dari arah kereta api.
d) Arti Sinyal
Arti sinyal adalah perintah yang disampaikan oleh aspek sinyal.
e) Sinyal Cahaya
(1) Sinyal Susunan Cahaya (Position Light Signal)
Sinyal susunan cahaya adalah suatu sinyal yang aspeknya disampaikan
dengan menggunakan susunan cahaya lampu menurut bentuk yang
ditentukan.
(2) Sinyal Warna Cahaya (Color Light Signal)
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Sinyal warna cahaya adalah suatu sinyal yang aspeknya ditunjukan
dengan menggunakan warna cahaya lampu.
f) Rambu
Rambu adalah suatu semboyan tetap yang digunakan untuk menyampaikan
peringatan atau petunjuk kepada masinis tentang keadaan bagian petak
jalan yang akan dilaluinya.
g) Marka
Marka adalah suatu semboyan tetap yang dipasang pada atau didekat jalan
rel sebagai tanda batas.
h) Jarak Pengereman
Jarak pengereman adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan
kereta api yang sedang berjalan dari kecepatan maksimum yang diijinkan
sampai berhenti 50 m di muka sinyal yang menunjukan aspek tidak aman.
i) Jarak Pengereman Biasa (JPB)
Jarak pengereman biasa adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan
kereta api yang sedang berjalan pada kecepatan maksimum yang diijinkan
sampai berhenti 50 m di muka sinyal yang menunjukan aspek tidak aman
dengan cara tidak mengganggu kenyamanan penumpang.
j) Jarak Pengereman Darurat (JPD)
Jarak pengereman darurat adalah jarak yang diperlukan untuk
menghentikan kereta api yang sedang berjalan dari kecepatan maksimum
yang diijinkan sampai berhenti 50 m di muka sinyal yang menunjukan
aspek tidak aman dengan cara darurat.
k) Jarak Reaksi (JR)
Jarak reaksi adalah jarak yang ditempuh kereta api pada kecepatan
maksimum yang diijinkan, mulai dari masinis melihat aspek sinyal s/d
bereaksi melakukan pengereman.
l) Jarak Tampak
Jarak tampak adalah jumlah jarak pengereman biasa ditambah jarak reaksi
ditambah 50 meter.

3) Persyaratan Umum Sistem Persinyalan


a) Syarat utama sistem persinyalan yang harus dipenuhi ialah azas
keselamatan (fail safe), artinya jika terjadi suatu kerusakan pada sistem
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
persinyalan, kerusakan tersebut tidak boleh menimbulkan bahaya bagi
perjalanan kereta api.
b) Sistem persinyalan harus mempunyai keandalan tinggi dan memberikan
aspek yang tidak meragukan. Dalam hal ini aspek sinyal harus tampak
dengan jelas dan tegas dari jarak yang ditentukan, arti atau aspek yang
baku, mudah dimengerti dan mudah diingat.
c) Susunan penempatan sinyal-sinyal di sepanjang jalan rel harus sedemikian
sehingga memberikan aspek berurutan yang baku, agar masinis dapat
memahami kondisi petak jalan yang akan dilalui.

a. Jenis Semboyan
Menurut fungsinya secara umum semboyan di jalan rel dapat dibagi menjadi 3
jenis, ialah semboyan sementara, semboyan wesel dan semboyan tetap. Semboyan
sementara dan semboyan wesel pembagiannya masih sesuai dengan R.3. Sedang
semboyan tetap dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sinyal
a) Menurut Fungsinya
Menurut fungsinya sinyal dapat dibagi menjadi 3 jenis ialah sinyal utama,
sinyal pembantu dan sinyal pelengkap.
(1) Sinyal Utama
Sinyal utama adalah sinyal yang dapat memberikan perintah kereta api
harus berhenti ataupun boleh jalan yang digunakan untuk melindungi
suatu ruang tertentu yang disediakan untuk operasi kereta api.
(a) Sinyal Masuk
Sinyal masuk dipasang dibatas masuk ke stasiun. Indikasi yang
dapat ditunjukan adalah:
 kereta api harus berhenti;
 kereta api boleh berjalan masuk ke stasiun dan siap untuk
berhenti;
 kereta api boleh berjalan masuk dan berjalan langsung lewat
stasiun yang bersangkutan.
(b) Sinyal Keluar
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Sinyal keluar dipasang dibatas keluar dari stasiun. Indikasi yang
ditunjukan adalah:
 kereta api harus berhenti;
 kereta api boleh berjalan keluar dari stasiun.
(c) Sinyal Blok
Sinyal blok dipasang dibatas masuk petak blok di petak jalan.
Indikasi yang dapat ditunjukan:
 kereta api harus berhenti;
 kereta api boleh masuk ke petak blok dan siap untuk berhenti;
 kereta api boleh masuk ke petak blok dengan kecepatan
maksimum yang diijinkan.
(d) Sinyal Darurat
Sinyal darurat dipasang di bawah sinyal masuk atau sinyal keluar.
Indikasi yang dapat ditunjukan:
 kereta api harus berhenti;
 kereta api boleh berjalan melewati sinyal masuk atau sinyal
keluar yang menunjukan aspek tidak aman dengan kecepatan
maksimum 30 km/jam.
(e) Sinyal Langsir
Sinyal langsir dipasang dibatas masuk dan batas keluar ruang
langsir. Indikasi yang dapat ditunjukan:
 langsiran tidak boleh digerakkan;
 langsiran boleh digerakkan.

(2) Sinyal Pembantu


Sinyal pembantu digunakan untuk memberi petunjuk kepada masinis
tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh sinyal utama yang terkait
dengan sinyal pembantu tersebut. Sinyal pembantu terdiri atas:
(a) Sinyal Muka Masuk
Ialah sinyal pembantu sinyal masuk yang dipasang sebelum sinyal
masuk dan digunakan untuk memberi petunjuk bahwa KA boleh
berjalan normal atau harus mengurangi kecepatan.
(b) Sinyal Muka Blok Antara
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Ialah sinyal pembantu sinyal blok antara yang dipasang sebelum
sinyal blok antara dan digunakan untuk member petunjuk bahwa
KA boleh berjalan normal atau harus mengurangi kecepatan.
(c) Sinyal Muka Keluar
Ialah sinyal muka yang digunakan untuk membantu masinis
tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh sinyal keluar, dipasang
diantara sinyal masuk dan sinyal keluar yang bersangkutan dan
digunakan untuk memberi petunjuk bahwa kereta api boleh
berjalan normal atau harus mengurangi kecepatan.
(d) Sinyal Pendahulu
Ialah sinyal pembantu yang dipasang di depan sinyal utama dan
digunakan untuk memberi indikasi setiap jenis aspek sinyal yang
ditunjukan oleh sinyal utamanya.

(3) Sinyal Pelengkap


(a) Sinyal Pembatas Kecepatan
Sinyal pembatas kecepatan dipasang dibagian atas sinyalmasuk
atau sinyal keluar untuk membatasi kecepatan kereta apiyang
diijinkan yang akan melewatinya.
(b) Sinyal Arah
Sinyal arah dipasang dibagian atas sinyal keluar untuk menunjukan
arah tujuan kereta api yang akan melewatinya.
(c) Sinyal Berjalan di Jalur Kiri
Sinyal berjalan di jalur kiri umumnya dipasang di lintas jalur ganda
dibagian atas sinyal keluar yang gunanya untuk member petunjuk
indikasi bahwa kereta api akan berjalan melalui jalur kiri.

b) Pembagian Sinyal Berdasarkan Pelayanan


Berdasarkan cara pelayanan, sinyal dapat dibagi menjadi; sinyal manual,
sinyal semi otomatik, dan sinyal otomatik.
(1) Sinyal Manual
Sinyal manual adalah sinyal yang dilayani oleh Pemimpin Perjalanan
Kereta Api atau Juru Rumah Sinyal dengan menggunakan hendel,
kruk, atau saklar.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(2) Sinyal Semi Otomatik
Sinyal semi otomatik adalah sinyal yang dilayani oleh Pemimpin
Perjalanan Kereta Api tetapi kembali normal secara otomatis.
(3) Sinyal Otomatik
Sinyal otomatik adalah sinyal yang bekerjanya secara otomatis, oleh
keberadaan kereta api/bakal pelanting yang menduduki/meninggalkan
sirkit sepur pada petak blok yang dilindungi oleh sinyal tersebut.

2) Rambu
Yang termasuk rambu-rambu adalah:
a) Rambu masinis harus membunyikan seruling lokomotif dimaksudkan
Untuk memberikan perintah kepada masinis untuk membunyikan seruling
lokomotif.
b) Rambu pintu perlintasan telah ditutup dimaksudkan, untuk memberikan
indikasi kepada masinis bahwa pintu perlintasan di depannya telah ditutup.
c) Rambu pintu perlintasan masih terbuka dimaksudkan, untuk memberikan
indikasi kepada masinis bahwa pintu perlintasan di depannya masih
terbuka
d) Rambu Tanda Akhir Jalan Rel dimaksudkan, untuk memberikan indikasi
tentang akhir jalan rel yang merupakan sepur buntu. Masinis harus
menghentikan kereta apinya di depan rambu tersebut.

3) Marka
a) Marka Ujung Kawat Troli
Untuk memberi indikasi tentang ujung akhir jaringan aliran atas, dimana
masinis kereta rel listrik harus menghentikan kereta apinya di depan rambu
tersebut.
b) Marka Batas Berhenti Kereta Api
Marka batas berhenti kereta api untuk memberi indikasi kepada masinis
untuk berhenti di depan marka tersebut
c) Marka Batas Gerakan Langsir
Untuk memberi indikasi tentang batas gerakan langsiran yang menuju ke
arah kedatangan kereta api, yang masih dapat diselenggarakan tanpa
memerlukan tindakan khusus.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
d) Marka Sinyal Muka
Untuk memberi indikasi bahwa masinis menghadapi sinyal muka.
e) Marka Sinyal Blok Otomatik
Untuk memberi indikasi bahwa masinis menghadapi Sinyal Blok
Otomatik.
f) Marka Sinyal Blok Antara
Untuk memberi indikasi bahwa masinis menghadapi Sinyal Blok Antara.

B. Pengertian dan Jenis Sistem Persinyalan Elektrik


1. Pengertian
Sistem Persinyalan adalah suatu sarana untuk menjaga keselamatan dan mengatur
operasi kereta api yang efisien dan efektif dengan jalan membagi ruang dan
waktu. (PDPSE-PJKA Kantor Pusat, Bandung 1987).
Sejalan dengan kemajuan teknologi, maka sistem persinyalan ikut mengalami
kemajuan yang pesat yakni dari sistem persinyalan mekanik menjadi sistem
persinyalan elektrik.

Persyaratan umum sistem persinyalan elektrik adalah:


1) Syarat utama sistem persinyalan yang harus dipenuhi adalah azas keselamatan
(fail safe), artinya jika terjadi suatu kerusakan pada sistem persinyalan,
kerusakan tersebut tidak boleh menimbulkan bahaya bagi perjalanan kereta
api.
2) Sistem persinyalan harus mempunyai keandalan tinggi dan memberikan aspek
yang tidak meragukan. Dalam hal ini aspek sinyal harus tampak dengan jelas
pada jarak yang ditentukan, memberikan arti atau arti yang baku, mudah
ditangkap dan mudah diingat.
3) Susunan penempatan sinyal-sinyal di sepanjang jalan rel harus sedemikian
sehingga aspek menurut jalan rel harus sedemikian sehingga memberikan
aspek menurut urutan yang baku, agar masinis dapat memahami kondisi
operasional bagian petak jalan yang akan dilalui.

2. Jenis Sistem Persinyalan Elektrik


Secara umum sistem persinyalan elektrik dapat dikelompokkan menjadi:
1) Peralatan luar yang terdiri atas:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
a) Sinyal-sinyal dengan aspek hijau, kuning, merah, putih, yang berfungsi
memberikan informasi kepada masinis supaya berjalan langsung,
mengurangi kecepatan, berhenti atau informasi lainnya yang telah baku
sesuai dengan indikasi yang diberikan.
b) Motor wesel (Point Machine), yang berfungsi untuk mengatur kereta api
agar berjalan pada rel atau track yang telah ditentukan.
c) Pendeteksi bakal pelanting (track circuit, axle counter) dan peralatan antar
muka (interface), yang berfungsi mendeteksi keberadaan bakal pelanting,
yang selanjutnya melaporkannya ke pusat sistem interlocking untuk
pengamanan dan pengaturan perjalanan kereta api selanjutnya.

2) Peralatan dalam, terdiri atas:


a) Peralatan Interlocking (Interlocking Equipment), suatu sistem yang
melakukan pemrosesan perintah-perintah pembentukan rute, sinyal dan
pembalikan wesel, dengan mempertimbangkan syarat-syarat keamanan
yang telah terpenuhi di emplasemen maupun di petak blok.
b) Operator Interface – VDU/LCP (Local Control Panel), meja pelayanan
yang dipergunakan untuk melayani dan mengendalikan seluruh bagian
peralatan sinyal, baik yang ada di emplasemen (peralatan luar) maupun
yang ada di dalam ruangan (peralatan dalam) untuk mengatur dan
menyelenggarakan pengamanan keluar masuknya kereta api di
emplasemen, yang seluruh indikasinya dapat dideteksi dari panel/VDU
tersebut.

3) Peralatan pendukung, antara lain terdiri atas:


a) Sistem catu daya: PLN, Uninterruptible Power Supply (UPS), diesel
generator, dan batere back-up.
b) Sistem komunikasi untuk suara (voice) maupun data yang digunakan untuk
hubungan antar stasiun dan antara stasiun dengan masinis.
Peralatan pendukung tersebut sangat penting dalam sistem persinyalan elektrik
dan bisa dikategorikan sebagai peralatan dalam juga.

Beberapa keuntungan dari penggunaan teknologi Persinyalan elektrik adalah:


1) Tingkat keamanan lebih tinggi (Fail-Safe);
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
2) Aspek sinyal yang diberikan tidak meragukan;
3) Beban Operator (PPKA) dalam melayani sinyal lebih ringan;
4) Dapat menampilkan keberadaan kereta api melalui panel pelayanan LCP
(Local Control Panel) atau monitor VDU (Video Display Unit);
5) Dapat menampilkan keberadaan kereta api melalui panel pemantau
terpusat/CTS (Centralized Taffic Supervisory);
6) Dapat dikendalikan secara terpusat dengan fasilitas CTC (Centralized Traffic
Control);
7) Bisa memungkinkan adanya Data Logger.

3. Pembagian Sistem Persinyalan Elektrik


a. Pembagian Sistem
1) Di Emplasemen
a) Luncuran
(1) Luncuran adalah bagian jalan rel yang terletak di belakang suatu sinyal
tujuan rute dengan panjang tertentu, yang harus kosong sebelum sinyal
asal rute yang bersangkutan dapat menunjukkan aspek “aman”.

Gambar 1 Luncuran di Belakang Sinyal Jalan


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Gambar 2 Simbol Aspek Sinyal

(2) Setiap sinyal jalan yang berfungsi sebagai sinyal tujuan rute,kecuali
sinyal blok antara harus mensyaratkan adanya dengan luncuran kecuali
jalan kereta api di belakang sinyal tujuan tersebut adalah tanjakan
minimal 5‰ (5 permil).
(3) Dengan memperbanyak jumlah sinyal, panjang luncuran dapat
diperkecil tanpa menurunkan derajat keselamatan, karena:
(a) kecepatan kereta api dituntun secara terus menerus oleh sinyal;
(b) aspek suatu sinyal diulangi oleh sinyal yang terletak di depannya
dalam suatu urutan yang baku;
(c) derajat keselamatan bergantung pada faktor jarak tampak sinyal;
(d) sinyal dilayani oleh suatu sistem yang kehandalannya dapat
dipercaya.

b) Penjaga Samping
(1) Penjaga samping adalah suatu cara untuk memisahkan suatu jalan yang
sedang digunakan oleh suatu gerakan bakal pelanting, supaya gerakan
tersebut terhindar dari bahaya atau pengaruh yang ditimbulkan oleh
gerakan bakal pelanting yang sedang berlangsung di jalan lain yang
terhubung pada jalan yang perlu dilindungi.

(2) Penjaga samping diperlukan dalam hal sebagai berikut:


(a) jalur yang digunakan untuk melayani perjalanan kereta api
penumpang dengan kecepatan yang diijinkan lebih dari 45 km/jam
harus dipisahkan dari jalan-jalan lainnya yang bercantuman dengan
jalur tersebut;
(b) jalur yang digunakan untuk melayani perjalanan kereta api
penumpang harus dipisahkan terhadap jalur yang digunakan untuk
melayani perjalanan kereta api barang dan langsiran serta sepur
simpang yang bercantuman pada jalur yang bersangkutan
berapapun kecepatan kereta api penumpang tersebut.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(3) Penjagaan samping dapat dilakukan dengan menggunakan:
(a) Wesel

Gambar 3 Wesel 23 Penjaga Samping


Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) wesel 13 dan wesel 23
masing-masing harus berkedudukan menuju arah lurus.

(b) Perintang

Gambar 4 Penjaga Samping Berupa Perintang


Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan sepur simpang ditutup dengan
menggunakan perintang yang terkunci oleh kunci mekanik dan
terkait pada kunci mekanik wesel 13.

(c) Sinyal

Gambar 5 Penjaga Samping Berupa Sinyal


Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) sinyal JL 22 B harus
tetap dipertahankan dalam kedudukan “tidak aman” bila rute untuk
kereta api di jalur 12 telah terbentuk.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(d) Sirkit sepur

Gambar 6 Penjaga Samping Berupa Sirkit Sirkit Sepur


Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan sepur kelompok untuk langsiran
sirkit sepur (23) harus dipertahankan dalam keadaan tidak terisi,
bila rute untuk kereta api di jalur (12) telah terbentuk.

c) Penguncian Kedudukan wesel


Penguncian kedudukan wesel dapat dilakukan dengan menggunakan:
(1) Mesin Penggerak Wesel
Mesin penggerak wesel listrik digunakan, bilamana wesel yang
bersangkutan sering dioperasikan/dilayani.
(2) Kunci Mekanik
Kunci mekanik digunakan, bilamana wesel yang bersangkutan jarang
digunakan. Penguasaan anak kunci wesel tersebut dapat dilakukan
dengan cara:
a) disimpan oleh pemimpin perjalanan kereta api;
b) dikuasakan pada pemimpin perjalanan kereta api;
c) dirangkaikan pada pembebas kunci yang terkait pada sistem
interlocking.

d) Pengucilan (Interlocking)
Pengucilan (interlocking) adalah suatu sistem/perangkat yangmenjamin
saling mencegah, saling mangait dan mengunci terhadap fungsi kontrol
rangkaian alat persinyalan. suatu sinyal akan dapat menunjukkan aspek
“aman” bilamana:
(1) wesel-wesel yang bersangkutan telah terkunci dalam kedudukan
sebagaimana yang dikehendaki;
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(2) sinyal yang berlaku untuk arah yang berlawanan telah terkunci dalam
kedudukan “tidak aman”;
(3) khusus untuk sinyal keluar bilamana petak blok telah “aman”;
(4) sepur luncur telah “aman”;
(5) penjaga samping telah terkunci dalam kedudukan sebagaimana
mestinya.

2) Di Petak Jalan
Pengertian Blok
Yang dimaksudkan dengan blok, ialah suatu bagian jalan rel dengan panjang
tertentu, yang penggunaannya untuk perjalanan kereta api diatur oleh suatu
sinyal blok atau sinyal kabin (cab signal) atau oleh kedua-duanya.
a) Jenis Blok Yang Digunakan
Syarat blok yang digunakan adalah, jenis blok yang tidak mengizinkan
kereta api masuk ke dalamnya, bila di dalam blok tersebut sedang terisi
oleh kereta api lainnya (satu petak blok KA, satu kali aman untuk satu
KA).

b) Panjang Blok
(1) Panjang blok di petak jalan adalah bagian jalan rel yang dibatasi oleh
sinyal utama yang dipasang berurutan.

Gambar 7 Panjang Blok di Petak Jalan

(2) Bila pada kedua ujung blok dibatasi oleh stasiun yang bertugas
melayani sinyal blok, maka:
(a) Bila kedua stasiun tersebut dibuka, panjang blok adalah bagian
jalan rel yang dibatasi sinyal keluar suatu stasiun dengan sinyal
masuk stasiun berikutnya.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 8 Panjang Blok Bila Stasiun Buka

(b) Bila kedua stasiun tersebut ditutup, panjang blok adalah bagian
jalan rel yang dibatasi sinyal keluar suatu stasiun dengan sinyal
keluar searah di stasiun berikutnya.

Gambar 9 Panjang Blok Bila Stasiun Tutup

c) Pembagian Jenis Blok


(1) Berdasarkan cara pemberian ijin masuk ke dalam blok:
(a) Blok Tertutup
Blok tertutup adalah suatu blok yang menganut prinsip, bahwa
untuk setiap kereta api yang akan masuk ke dalam blok harus
mendapat izin oleh stasiun terdekat yang merupakan batas blok
yang bersangkutan.

(b) Blok Terbuka


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Blok terbuka adalah suatu blok yang menganut prinsip, bahwa izin
yang diberikan kepada stasiun untuk memberangkatkan kereta api
yang akan masuk kedalam blok, berlaku pula untuk kereta api
lainnya yang berjalan searah secara berurutan. Pemberian izin baru
harus dilakukan, bila arah kereta api yang akan masuk ke dalam
blok tersebut berlawanan dengan arah perjalanan kereta api
terdahulu.

(2) Berdasarkan Sistemnya


(a) Sistem Blok Manual
Sistem blok manual adalah suatu blok atau sederetan blok atau
sederetan blok berurutan yang dilindungi oleh sinyal blok, yang
dilayani secara manual setelah dilakukan pertukaran informasi
dengan menggunakan telepon atau alat komunikasi lainnya.

(b) Sistem Blok Manual Dengan Pengamat


Sistem blok manual dengan pengamat adalah suatu blok atau
sederetan blok yang berurutan yang dilindungi oleh sinyal blok,
yang keadaannya diamati dengan menggunakan alat pendeteksi
sepur sedang pelayanannya dilakukan secara manual.
(c) Sistem Blok Otomatik
Sistem blok otomatik adalah sederetan blok yang berurutan yang
dilindungi oleh sinyal blok atau sinyal kabin atau oleh keduanya
yang bekerja secara otomatik karena gerakan kereta api yang
bersangkutan.
(d) Sistem Blok Dengan Pengubah Jurusan
Sistem blok dengan pengubah jurusan adalah blok otomatik yang
berlaku untuk dua jurusan. Untuk gerakan yang berlawanan blok
terdiri dari bagian jalan rel antara stasiun yang berdekatan dan
sinyal yang mengatur masuknya kereta api kedalam blok yang
menunjukkan aspek “tidak aman”.
Keterangan : Agar dapat dilakukan operasi sepur tunggal pada
jalur ganda, setiap jalan rel pada jalur ganda
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
masing-masing harus dilengkapi sistem blok dengan
pengubah jurusan.
(e) Filosofi Blok
Pemberian izin untuk memberangkatkan kereta api kepada stasiun
batas blok, hanya dapat dilakukan bila dipenuhi syarat:
 pelayanan perjalanan kereta api terdahulu di dalam blok yang
bersangkutan telah selesai;
 sinyal masuk yang bersangkutan di stasiun pemberangkatan
kereta api sedang menunjukkan aspek “tidak aman”;
 blok sedang tidak terisi oleh kereta api;
 sinyal masuk yang bersangkutan di stasiun pemberi izin
menunjukkan aspek “tidak aman”;
 luncuran dibelakang sinyal masuk yang bersangkutan di stasiun
pemberi izin sedang tidak terisi oleh kereta api terdahulu
maupun langsiran.

3) Di Pintu Perlintasan Sebidang


Sebagai pencegah kecelakaan diperlintasan yang paling ideal adalah dengan
membuat perlintasan tersebut tidak sebidang, artinya salah satu jalan rayanya
atau jalan kereta apinya dilayangkan. Pada kenyataannya sangat banyak pintu
perlintasan sehingga tidak mungkin semua perlintasan dibuat tidak sebidang.
Menurut klasifikasinya, sistem pengamanan di pintu perlintasan sebidang
terdiri dari:
a) Perlintasan Sebidang Kelas I
Perlintasan sebidang kelas I adalah perlintasan sebidang yang dilengkapi
peralatan yang dapat menutup lalu lintas kendaraan jalan raya bila kereta
api atau bakal pelanting lainnya akan melewati perlintasan tersebut.
Perangkat pelindung pada perlintasan sebidang kelas I dapat dilayani
secara otomatik, semi otomatik ataupun secara manual.
b) Perlintasan Sebidang Kelas II
Pada perlintasan ini, selama satu hari pintu perlintasan hanya dilayani
selama waktu tertentu. Penjaga perlintasan hanya bertugas pada waktu
perjalanan kereta api sangat sering dan lalu lintas jalan raya sangat padat.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Selama waktu lainnya penjaga perlintasan tidak bertugas dan pintu
perlintasan tidak dilayani. Dalam hal-hal tertentu pada perlintasan
sebidang ini dilengkapi lampu silang datar yang bekerja secara otomatik.
c) Perlintasan Sebidang Kelas III
Pada perlintasan sebidang ini tidak dilengkapi pintu perlintasanataupun
lampu silang datar, tetapi hanya dilengkapi dengan rambu.

b. Arti Sinyal
Arti sinyal, menganut sistem persinyalan rute dengan menggunakan aspek sinyal
sebagai berikut:
1) Sinyal Utama;
2) Sinyal Masuk;
3) Sinyal Keluar; dan
4) Sinyal Blok.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Urutan Aspek Sinyal


1) Rangkaian Semboyan Sinyal Blok
Bila kereta api 1 telah masuk ke dalam blok ke 1:
a) sinyal blok 3 menunjukan aspek cahaya hijau;
b) sinyal blok 2 menunjukan aspek cahaya kuning;
c) sinyal blok 1 menunjukan aspek cahaya merah.

Dalam hal demikian kereta api 3 (jika ada) dapat berjalan memasuki blok ke 3
sampai dengan blok 2 dan berhenti sebelum sinyal blok 1.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 10 Rangkaian Semboyan Sinyal Blok Otomatis

2) Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen


a) Kereta api berhenti dimuka sinyal masuk:
(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya kuning;
(2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya merah;
(3) Sinyal Berangkat J12B dan J32B masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur KA.

Gambar 11 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Masuk dan Berhenti di
Sepur Lurus

b) Kereta api masuk dan berhenti di sepur lurus:


(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau;
(2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya kuning;
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(3) Sinyal Berangkat J12B dan J32B masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur KA.

Gambar 12 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Masuk dan Berhenti di
Sepur Belok

c) Kereta api masuk dan berhenti di sepur belok:


(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau;
(2) Sinyal masuk J 10 menunjukan aspek cahaya “kuning dan sinyal
penunjuk batas kecepatan menunjukan angka 3 bercahaya kuning”;
(3) Sinyal Berangkat J12B dan J32B masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur KA.

d) Kereta api masuk berjalan langsung melalui sepur lurus:


(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau;
(2) Sinyal masuk J 10 menunjukan aspek cahaya hijau;
(3) Sinyal Berangkat J12B menunjukan aspek cahaya hijau sedangkan
sinyal berangkat J32B menunjukan aspek merah.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 13 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta ApiBerjalan Langsung


Melalui Sepur Lurus

e) Kereta api masuk berjalan langsung melalui sepur belok:


(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau;
(2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya hijau dan sinyal penunjuk
batas kecepatan menunjukan angka 3 bercahaya kuning;
(3) Sinyal Berangkat J32B menunjukan aspek cahaya hijau sedangkan
sinyal berangkat J12B menunjukan aspek merah;
(4) Setelah sirkit sepur di depan sinyal keluar JL32B diduduki kereta api,
maka sinyal berangkat JL32B menunjukan aspek hijau.

Gambar 14 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berjalan Langsung


Melalui Sepur Belok
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

f) Kereta api boleh berjalan melalui sinyal utama yang menunjukan


semboyan “tidak aman” (R19/I Pasal 26 ayat 8):
(1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya kuning;
(2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya merah dan menunjukan
sinyal darurat aspek segitiga bercahaya putih;
(3) Sinyal Berangkat J12B dan J32B masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur KA.

Gambar 15 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berjalan Melalui Sinyal
Utama Tidak Aman

3) Sinyal Masuk Yang Berbatasan Dengan Petak Jalan Yang Dilengkapi


Dengan Sinyal Blok Otomatik
Bila suatu stasiun terletak pada lintas yang dilengkapi blok otomatik dengan
sinyal blok antara, maka sinyal masuk yang berbatasan dengan petak jalan
tersebut tidak perlu dilengkapi dengan sinyal muka. Sebagai penggantinya,
sinyal masuk harus dirangkaikan dengan sinyal blok yang terdekat pada sinyal
masuk tersebut.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 16 Ikhtisar Rangkaian Semboyan Sinyal

Penjelasan:
(1) Dalam keadaan biasa sinyal masuk menunjukan aspek merah dan sinyal
muka menunjukan aspek kuning.
(2) Rute masuk dari A dan berhenti di jalur 1, sinyal muka menunjukan
aspek hijau, sinyal masuk aspek kuning dengan pembatas kecepatan
menyala “3”.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(3) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 1 ke B, sinyal muka,
menunjukan aspek hijau, sinyal masuk menunjukan aspek kuning dengan
pembatas kecepatan menyala “3”, rute keluar terbentuk sinyal keluar
tetap menunjukan aspek merah menuju B akan “aman” (aspek hijau)
dengan syarat apabila kereta api telah menduduki sirkit sepur di jalur 1.
(4) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 1 ke C, sinyal muka
menunjukan aspek hijau, sinyal masuk menunjukan aspek kuning dengan
pembatas kecepatan menyala “3”, rute keluar ke C terbentuk sinyal
keluar tetap menunjukan aspek merah, akan aman (aspek hijau) dengan
syarat apabila kereta api telah menduduki sepur sirkit jalur 1.
(5) Rute masuk dari A dan berhenti di jalur 2, sinyal muka menunjukan
aspek kuning, sinyal masuk menunjukan aspek merah, sinyal keluar di
jalur 2 menunjukan aspek merah.
(6) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 2 ke B sinyal muka
menunjukan aspek hijau, sinyal keluar jalur 2 menunjukan aspek hijau
dengan pembatas kecepatan menyala “3” dan penunjuk arah ke kiri
menyala.
(7) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 2 ke D sinyal muka
menunjukan aspek hijau, sinyal masuk menunjukan aspek hijau, sinyal
keluar jalur 2 menunjukan aspek hijau.
(8) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 2 ke D sinyal muka
menunjukan aspek hijau, sinyal masuk menunjukan aspek kuning, sinyal
keluar jalur 2 menunjukan aspek merah, rute keluar menuju D terbentuk,
sinyal keluar jalur 2 “aman” (aspek hijau) dengan syarat jalur 2 sirkit
sepurnya diduduki kereta api, sinyal keluar jalur 2 menunjukan aspek
hijau, pembatas kecepatan menyala “3” dan penunjuk arah ke kanan
menyala.
(9) Rute masuk dari A berhenti di jalur 3. Sinyal mula menunjukan aspek
hijau, sinyal masuk menunjukan aspek kuning pembatas kecepatan
menyala “4”, sinyal keluar jalur 3 menunjukan aspek merah.
(10) Rute masuk dari A jalan langsung melalui jalur 3 ke D, sinyal muka
menunjukan aspek hijau, sinyal masuk menunjukan aspek kuningdengan
pembatas kecepatan menyala “4”, aspek sinyal keluar jalur 3 tetap merah
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
rute keluar ke D terbentuk, sinyal keluar jalur 3 ke D “aman” (aspek
hijau) dengan syarat sirkit sepur jalur 3 telah diduduki kereta api.

4) Rangkaian Somboyan Sinyal di Emplasemen Pada Waktu Dilakukan


Operasi Sepur Tunggal Sementara Pada Jalur Ganda
a) Kereta Api Berangkat Melalui Sepur Kanan
(1) Sinyal keluar J22B menunjukan aspek cahaya hijau, sinyal pembatas
kecepatan menunjuk angka 3 bercahaya putih, dan sinyal masuk dari
sepur tunggal sementara padam;
(2) Sinyal keluar J12B menunjukan aspek cahaya merah;
(3) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(4) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.

Gambar 17 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berangkat Melalui


Sepur Kembar

b) Kereta Api Berangkat Melalui Sepur Tunggal Sementara


(1) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya hijau, sinyal pembatas
kecepatan menunjukan angka 3 bercahaya putih, dan sinyal masuk
sepur salah menunjukan aspek “berjalan di jalur kiri” menyala putih;
(2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya merah;
(3) Sinyal masuk J20 menunjukan aspek cahaya merah, dan sinyal darurat
padam.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 18 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta ApiBerangkat Melalui Sepur


Tunggal Sementara

c) Kereta Api Berjalan Melalui Jalur Kanan Masuk dan Berhenti


(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya kuning;
(2) Sinyal J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal pembatas
kecepatan dan sinyal keluar, sinyal berjalan di jalur kiri padam;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan dan sinyal berjalan di jalur kiri padam;
(4) Sinyal keluar J12A menunjukan cahaya merah.

Gambar 19 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berjalan Melalui Sepur
Benar dan Berhenti Pada Jalur Benar
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

d) Kereta Api Berjalan Langsung Melalui Jalur Kanan


(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya “hijau”, sinyal
pembatas kecepatan dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam.

Gambar 20 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Masuk di Sepur Benar
dan Berjalan Langsung Melalui Sepur Benar

e) Kereta Api dari jalur kanan Masuk Berjalan Langsung lewat Jalur Kiri
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan angka “3 menyala putih” dan sinyal masuk berjalan di jalur
kiri menyala putih.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 21 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Masuk Berjalan


Langsung Melalui Jalur Benar Menuju Jalur Tunggal Sementara Sepur kiri

f) Kereta Api Berjalan Melalui Jalur Kiri Masuk Berhenti di Jalur kanan
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan padam dan sinyal berjalan di jalur kiri padam;
(4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Gambar 22 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Masuk Melalui Jalur
Kiri dan Masuk Berhenti Pada Jalur Benar

g) Kereta Api dari Jalur Kiri Masuk dan Berhenti Pada Jalur kiri
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam;
(4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Gambar 23 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Melalui Sepur Tunggal
Sementara dan Berhenti Pada Jalur Salah

h) Kereta Api dari Jalur Kiri Berjalan Langsung Melalui Jalur Kanan
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya hijau, sinyal pembatas
kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 24 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Melalui Sepur Tunggal
Sementara dan Masuk Berjalan Masuk Melalui Jalur Benar Menuju ke Sepur Benar

i) Kereta Api Yang Berjalan Melalui Sepur Tunggal Sementara dan Masuk
Berjalan Langsung Melalui Jalur Benar menuju ke Sepur Tunggal
Sementara
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan menunjukan angka 3 menyala dan sinyal masuk berjalan di
jalur kiri putih;
(4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 25 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berjalan Melalui Sepur
Tunggal Sementara dan Masuk Berjalan Langsung Melalui Jalur Benar Menuju ke Sepur
Tunggal Sementara

j) Kereta Api Yang Berjalan Melalui Sepur Tunggal Sementara dan Masuk
Berjalan Langsung Melalui Jalur Salah menuju ke Sepur Tunggal
Sementara
(1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah;
(2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih;
(3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam;
(4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Gambar 26 Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen Kereta Api Berjalan Langsung


Melalui Jalur Salah Menuju ke Sepur Tunggal Sementara
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Catatan:
Bila sinyal masuk dilengkapi dengan sinyal muka atau bila berbatasan
dengan petak jalan yang dilengkapi blok otomatik, sinyal masuk harus
dirangkaikan dengan sinyal.

5) Perlindungan Terhadap Luncuran


a) Luncuran Pada Sinyal Blok
(1) Kemungkinan adanya kereta api yang berhenti di petak jalan sangat
jarang, karena pada umumnya semua kereta api akan selalu berjalan
langsung melewati sinyal-sinyal blok yang terletak pada petak jalan
tersebut sampai mencapai stasiun berikutnya. Setiap blok pada petak
jalan tersebut mempunyai jarak blok yang cukup jauh, sehingga setiap
kereta api akan dapat diberhentikan dimuka sinyal blok yang
menunjukkan aspek “tidak aman”. Karena itu manfaat luncuran pada
sinyal blok pada petak jalan sangat kecil.
Contoh:

Gambar 27 Luncuran Pada Sinyal Blok

(2) Penggunaan sistem blok yang dilengkapi luncuran, akan selalu


menyebabkan bertambah besarnya selang waktu antar kedua kereta api
bila dibandingkan dengan sistem blok tanpa luncuran. Penggunaan
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
sistem luncuran akan merupakan hambatan, bila dikemudian hari
diperlukan untuk memperkecil selang waktu,terutama di lintas yang
sangat padat, seperti terlihat pada gambar contoh di bawah ini:

Gambar 28 Perbandingan Waktu Sistem Blok Dengan Luncuran dan Tanpa Luncuran
Keterangan:
Keadaan 1: Sistem blok tanpa luncuran.
Keadaan 2: Sistem blok yang di lengkapi luncuran.

(3) Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka sinyal blok di petak jalan
tidak dilengkapi luncuran.

b) Luncuran Pada Sinyal Masuk


(1) Sinyal masuk harus dilengkapi luncuran yang panjangnya 50 m di
belakang sinyal masuk yang bersangkutan.
(2) Panjang luncuran tersebut dipandang telah cukup, karena bila suatu
sinyal menunjukkan aspek “tidak aman”, maka kereta api harus
diberhentikan pada jarak 50 m di muka sinyal tersebut. Dengan
demikian, sebenarnya untuk luncuran telah tersedia jarak sepanjang
100 m, seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 29 Luncuran di Sinyal Masuk

(3) Sesuai dengan ketentuan apabila daerah luncuran masih terinjak oleh
langsiran:
(a) Petak jalan yang bersangkutan dilengkapi dengan sistem blok,
maka pemberian blok untuk kereta api yang menuju ke stasiun
melalui petak jalan tempat langsiran, tidak akan dapat dilakukan.
Pemberian blok baru akan dapat dilaksanakan kalau seluruh
langsiran telah meninggalkan luncuran tersebut.
Contoh:

Gambar 30 Pendudukan Luncuran Terhadap Pemberian Blok Tidak Dapat Dilaksanakan

Gambar 31 Luncuran Bebas Terhadap Pemberian Blok Dapat Dilaksanakan


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(b) Petak jalan yang bersangkutan dilengkapi dengan sistem blok petak
jalan otomatik, maka sinyal blok pertama di muka sinyal masuk
tempat langsiran berlangsung akan menunjukkan aspek “tidak
aman”. Sinyal blok tersebut baru akan menunjukkan aspek “hati-
hati” kalau seluruh langsiran telah meninggalkan bagian luncuran
tersebut.

Gambar 32 Pendudukan Luncuran terhadap Sinyal Blok Otomatik

c) Luncuran Pada Sinyal Keluar


(1) Sinyal keluar harus dilengkapi dengan luncuran yang panjangnya 100
m di belakang sinyal keluar yang bersangkutan.
(2) Bila panjang luncuran sinyal keluar Lo lebih kecil atau sama dengan
100 m, maka:
(a) Pada sepur kembar, jika kereta api yang di mukanya masih
menginjak bagian jalan rel (2) di sekitar jarak 100 m dari sinyal
keluar 50 m, maka sinyal 12 harus tetap menunjukkan aspek “tidak
aman”. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya luncuran,
walaupun rute untuk kereta api berikutnya yang akan dimasukkan
ke sepur 2 telah dibentuk.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 33 Luncuran di Sinyal Keluar

(b) Pada sepur kembar, bila rute untuk kereta api berikutnya telah
dibentuk ke sepur yang sama yaitu ke sepur 1, maka sinyal masuk
JIO akan menunjukkan aspek “hati-hati” segera setelah seluruh
rangkaian kereta api yang di mukanya melewati sinyal ke luar
J12B. Hal ini berdasarkan atas pertimbangan, bahwa kereta api
yang di mukanya baru berangkat dari stasiun yang bersangkutan
sehingga kereta api tersebut tidak mungkin dapat diberhentikan lagi
tepat dalam daerah luncuran di belakang sinyal keluar J12B.

Gambar 34 Luncuran di Sinyal Keluar Pada Sepur Kembar

(3) Pada sepur tunggal,bila dua kereta api masuk ke stasiun dalam waktu
yang bersamaan,sinyal masuk sisi lawan harus tetap menunjukkan
aspek “tidak aman” untuk menjamin adanya jarak aman antara kedua
kereta api tersebut, bila panjang luncuran di belakang sinyal keluar
yang bersangkutan lebih pendek dari 100 m.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 35 Luncuran di Sinyal Keluar Pada Sepur Tunggal

c. Perjalanan Kereta Api Terhadap Kedudukan Sinyal Yang Terganggu


1) Lampu Sinyal Padam
a) Sinyal Muka
Bila lampu sinyal muka untuk sinyal masuk atau sinyal muka antara
padam, kereta api diijinkan berjalan melewatinya sampai ke sinyal utama
yang bersangkutan.
b) Sinyal Utama
(1) Sinyal utama yang lampunya padam, dinamakan dengan suatu sinyal
yang sedang menunjukkan aspek “tidak aman”, sehingga kereta api
harus berhenti di muka sinyal yang bersangkutan.
(2) Kereta api atau langsiran diijinkan berjalan melalui sinyal utama yang
padam lampunya, setelah dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
(a) Pada sinyal langsir:
 Juru langsir minta ijin kepada pemimpin perjalanan kereta api
untuk menggerakkan langsirannya melalui sinyal langsir yang
padam lampunya dengan menggunakan pesawat komunikasi.
 Sebelum memerintahkan gerakan langsiran, pemimpin perjalan
kereta api melayani wesel-wesel yang diperlukan untuk rute
langsir dengan cara menekan sepasang tombol yang
bersangkutan pada meja pelayanan.
 Setelah pemimpin perjalanan kereta api meyakinkan sendiri,
bahwa semua indikator wesel-wesel yang akan dilalui dalam
kedudukan sebagaimana mestinya, baru ia memerintahkan
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
untuk menggerakkan langsiran melalui sinyal langsir yang
padam lampunya dengan menggunakan pesawat komunikasi.
(b) Pada sinyal masuk atau sinyal keluar:
 Kereta api diijinkan untuk berjalan melalui sinyal masuk atau
sinyal keluar yang padam lampunya bila tindakan-tindakan
yang tercantum dalam Reglemen 19 jilid I pasal 26 ayat B telah
dilakukan.
 Bila lampu tanda sinyal blok otomatik yang dipasang pada
tiang sinyal masuk atau sinyal keluar tersebut menyala, maka
kereta api diizinkan untuk melalui sinyal masuk atau sinyal
keluar yang padam lampunya dengan cara seperti pada waktu
melalui sinyal blok otomatik yang terganggu.

2) Melalui Sinyal Utama Yang Menunjukkan Aspek Tidak Aman


a) Sinyal Langsir
Langsiran diijinkan berjalan melalui sinyal langsir yang menunjukkan
aspek “tidak aman” setelah dilakukan tindakan-tindakan seperti pada
waktu langsiran akan melalui sinyal langsir yang padam lampunya.

b) Sinyal Blok Otomatis


(1) Gangguan sinyal blok otomatik dapat terjadi karena gangguan pada
sirkit sepur, sirkit atau gangguan lainnya.
(2) Kereta api harus dihentikan dimuka sinyal tersebut dan setelah 1(satu)
menit kereta api berhenti, kereta api yang bersangkutan diijinkan
berjalan lagi melalui sinyal blok terebut dengan kecepatan maksimum
15 km/jam sampai pada sinyal blok berikutnya.
(3) Bila diketahui sinyal blok berikutnya menunjukkan aspek “aman”,
maka kereta api boleh masuk ke dalam blok yang bersangkutan dengan
kecepatan jelajah yang diizinkan.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
Contoh:

Gambar 36 Jarak Berhenti Kereta Api di Depan Sinyal Blok Yang Menunjukan Aspek Tidak
Aman

c) Sinyal masuk
(1) Gangguan sinyal masuk dapat terjadi karena gangguan pada sirkit
sepur, sirkit sinyal, wesel atau gangguan lainnya.
(2) Kereta api harus diberhentikan di muka sinyal masuk yang terganggu
dan menunjukkan aspek “tidak aman”.
(3) Kereta api boleh berjalan lagi melalui sinyal masuk yang menunjukkan
aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan cara:
(a) Sesuai ketentuan yang tercantum dalam Reglemen 19 Jilid 1 Pasal
26 ayat B.
(b) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh pemimpin
perjalanan kereta api.
(4) Kereta api yang telah diberi izin melalui sinyal yang menunjukkan
aspek “tidak aman” tersebut boleh berjalan dengan kecepatan
maksimum 30 km/jam.

Gambar 37 Kecepatan Kereta Api Masuk Yang Telah Diberi Ijin Masuk Bila Sinyal
Menunjukan Aspek Tidak Aman
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
d) Sinyal Keluar
(1) Gangguan sinyal keluar dapat terjadi karena gangguan pada sirkit
sepur, sirkit sinyal, wesel, sirkit blok atau gangguan lainnya.
(2) Kereta api dapat diberangkatkan melalui sinyal keluar yang
menunjukkan aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan cara:
(a) Sesuai ketentuan yang tercatum dalam reglemen 19 jilid 1 pasal 26
ayat B.
(b) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh pemimpin
perjalanan kereta api.
(3) Setelah mendapat ijin tersebut di atas, kereta api dapat diberangkatkan
melalui sinyal keluar yang menunjukkan aspek “tidak aman” dengan
kecepatan maksimum 30 km/jam sampai kereta api tersebut melewati
wesel terjauh pada rute yang bersangkutan.

Gambar 38 Kecepatan Kereta Api Masuk Yang Telah Diberi Ijin Berangkat Melalui Sinyal
Yang Menunjukan Aspek Tidak Aman

(4) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal elektrik dengan


sistem blok otomatik, maka pemberian ijin untuk memberangkatkan
kereta api melalui sinyal keluar yang menunjukkan aspek “tidak aman”
diatur sebagai berikut:
(a) Bila indikator “blok aman” pada meja pelayanan bercahaya putih,
berarti kereta api dapat diberangkatkan dengan cara seperti tersebut
di atas.
(b) Bilamana indikator “blok aman” pada meja pelayanan padam,
maka pemimpin perjalanan kereta api harus menugaskan seorang
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
pegawai untuk memeriksa daerah blok yang dilindungi sinyal
keluar yang terganggu tidak terisi bakal pelanting. Bila
pemeriksaan tersebut telah selesai dan blok dalam keadaan aman,
maka kereta api dapat diberangkatkan dengan cara seperti tersebut
di atas.
(c) Setelah mendapat izin, kereta api dapat diberangkatkan melalui
sinyal keluar yang menunjukkan aspek “tidak aman” dengan
kecepatan maksimum 30 km/jam sampai kereta api tersebut
melewati wesel terjauh pada rute yang bersangkutan.

Gambar 39 Kecepatan Kereta Api Masuk Yang Telah Diberi Ijin, Berangkat Melalui Sinyal
Yang Menunjukan Aspek Tidak Aman Menghadapi Sinyal Blok

(5) Pemberian ijin melalui sinyal yang menunjukkan aspek tidak aman
dengan menggunakan sinyal darurat:
(a) Sebelum pemimpin perjalanan kereta api melayani sinyal darurat,
ia harus meyakinkan dahulu bahwa rute yang akan dilalui kereta
api yang bersangkutan dalamkeadaan aman tidak isi bakal
pelanting.
(b) Wesel-wesel harus dilayani sesuai keperluan, kemudian dikancing
dengan menggunakan kruk sepur bila stasiun tersebut dilengkapi
dengan perkakas hendel mekanik, atau dengan menggunakan
tombol kancing bila stasiun tersebut dilengkapi dengan perangkat
sinyal elektrik.
(c) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal elektrik dan meja
pelayanannya dilengkapi tombol pembentukan rute darurat, maka
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
wesel-wesel akan disetel ke kedudukan yang diperlukan secara
otomatis dan tersekat dalam kedudukan tersebut.
(d) Setelah sinyal darurat dilayani, sinyal ini akan menunjukan aspek
“perintah jalan” selama 90 detik. Pelayanan ini dicatat oleh
pesawat pencatat sinyal darurat.
(e) Setelah waktu 90 detik dilampaui, sinyal darurat akan padam
kembali. Bila pada saat itu kereta api masih belum berjalan melalui
sinyal masuk atau sinyal keluar yang bersangkutan, maka
pelayanan sinyal darurat harus diulang kembali sampai akhirnya
kereta api berjalan melalui sinyal tersebut.
(f) Setiap kenaikan angka pada pesawat pencatat harus dicatat dalam
buku “Penjagaan Kenaikan Pesawat Pencatat” disertai dengan
alasan terjadinya kenaikan angka tersebut.
(g) Kereta api yang masuk dengan menggunakan sinyal darurat harus
dihentikan dimuka sinyal keluar yang bersangkutan atau di muka
semboyan 3 yang dilihatkan oleh seorang pegawai sebagai batas
berhentinya kereta api yang bersangkutan.

d. Perangkat Sinyal
1) Peralatan Dalam
a) Relai
(1) Elemen sirkit yang sangat penting pada perangkat sinyal elektrik
adalah relai, yang dapat didefinisikan sebagai alat pengendali arus,
yang dapat menyambung atau memutuskan sirkit lainnya bergantung
pada kedudukannya apakah menarik atau jatuh.
(2) Relai yang banyak digunakan dalam teknik sinyal adalah relai arus
rata, yang angker dan sistem kontaknya akan kembali pada kedudukan
biasanya secara otomatis, bilamana arus mengalir dalam kumparan
diputuskan.
(3) Relai arus rata terdiri dari bagian:
(a) Sistem magnetik;
(b) Kontak.
(4) Sistem relai magnetik arus rata terdiri dari bagian kumparan:
(a) Kumparan;
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(b) Inti;
(c) Pemikul;
(d) Celah udara;
(e) Pasak penghenti;
(f) Angker.

Gambar 40 Prinsip Relai

(5) Relai arus rata terdiri dari 2 (dua) jenis:


(a) Jenis N (relai tanpa pengecekan) Relai sendiri telah dapat
memenuhi semua persyaratan keselamatan tanpa bantuan relai
lainnya atau tanpa memerlukan bekerjanya suatu sirkit pengecek.
(b) Jenis C (relai yang memerlukan pengecekan), relai yang
pemenuhan persyaratan keselamatan dijamin oleh bekerjanya suatu
sirkit pengecek.

b) Catu Daya
(1) Peralatan Catu Daya
Catu daya harus dapat menjamin kebutuhan beban instalalsi sinyal
terpenuhi, serta mampu bekerja secara terus menerus tanpa mengalami
hambatan terputus, maka harus tersedia peralatan catu daya yang
sesuai dengan kapasitas penggunaannya. Karena demikian pentingnya
catu daya ini sebagai sumber tenaga yang akan memberi daya kepada
semua peralatan sinyal tanpa terputus, maka tidak hanya diperlukan
adanya satu unit peralatan daya saja. Untuk itu harus tersedia:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(a) catu daya utama;
(b) catu daya darurat;
(c) catu daya cadangan.

Dari ketiga unit catu daya tersebut di atas satu sama lain harus
dibuatkan sistem pemindahan hubungan yang akan bekerja secara
otomatis apabila catu daya utama mengalami gangguan, demikian pula
sebaiknya apabila catu daya utama sudah kembali normal.

(2) Pencatu Daya Pada Peralatan Sinyal


Ada beberapa macam pencatu daya peralatan sinyal antara lain:
(a) Pencatu daya bolak-balik utama;
(b) Pencatu daya bolak-balik berfasa tunggal;
(c) Pencatu daya bolak-balik 3 fasa;
(d) Pencatu daya searah.

Keempat macam pencatu daya tersebut di atas masing-masing


digunakan sesuai dengan spesifikasi peralatan sinyal antara lain:
lampu-lampu sinyal, sirkit-sirkit sepur maupun peralatan yang sejenis,
masin-mesin penggerak wesel dan peralatan interlocking. Semua
pencatu daya ini mendapatkan sumber tenaga dari catu daya uatama
atau catu daya darurat melalui transformator atau menggunakan perata
atau pengubah tagangan AC/DC.

(3) Peralatan-Peralatan Lain


Disamping catu daya utama yang diperoleh dari PLN maupun catu
daya darurat yang dikeluarkan dari generator, maka masih diperlukan
pula peralatan-peralatan lainnya sesuai dengan kebutuhan guna
mendapatkan macam-macam catu daya yang diinginkan. Adapun
peralatan-peralatan tersebut adalah sebagai berikut:
(a) batere;
(b) perata/pengisi batere;
(c) transformator;
(d) pengubah arus;
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(e) peti peralatan catu daya (papan penukar hubungan);
(f) pendeteksi kebocoran terhadap bumi.

Peralatan-peralatan tersebut di atas harus disesuaikan dengan kapasitas


penggunaannya.

c) Panel Pengendalian
Yang dimaksud dengan panel pengendalian ialah unit yang dipergunakan
untuk melayani dan mengendalikan seluruh bagian peralatan sinyal, baik
yang ada di emplasemen (peralatan luar) maupun yang ada didalam
ruangan (peralatan dalam) untuk mengatur dan menyelenggarakan
pengamanan keluar masuknya kereta api di emplasemen, yang seluruh
indikasinya dapat dideteksi dari panel pengendalian tersebut. Besar
kecilnya panel pengendalian yang digunakan bergantung pada luas dan
panyangnya emplasemen yang dilayani.
(1) Bentuk
Ada beberapa macam bentuk panel pengendalian antara lain:
(a) Pada emplasemen kecil atau sedang digunakan panel pengendalian
meja, yang dapat dilayani baik sambil duduk maupun sambil
berdiri.
(b) Pada stasiun yang bentuk emplasemennnya panjang tetapi tidak
terlalu lebar, dipakai panel layanan pilar, sedang pelayanannya
dilakukan dengan menggunakan tombol-tombol pada meja yang
terpisah.
(c) Pada stasiun yang besar yang bentuk emplasemennya panjang dan
lebar, dipakai panel dinding (Mimic Panel), sedang pelayanannya
dilakukan dengan menggunakan tombol-tombol pada meja yang
terpisah.

(2) Pengoperasian Panel dan Tombol Tekan


Sistem di-interlocking dioperasikan dari panel pelayanan yang mana
tata letak emplasemen terpampang pada panel pelayanan persis seperti
keadaan di emplasemen. Tombol-tombol tekan untuk control rute,
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
sinyal-sinyal dan wesel-wesel ditempatkan sesuai dengan posisinya di
emplasemen. Tombol kelompok dan tombol-tombol lainnya yang tidak
berhubungan langsung dengan tata letak emplasemen misalnya
pencatat terjadinya gangguan adalah ditempatkan di atas atau di bawah
tata letak emplasemen. Semua pengoperasian oleh operator/pelayan
harus dilaksanakan dengan cara menekan secara bersamaan 2 tombol
yang bersangkutan.

(3) Tombol Tekan Untuk Relai Menghidupkan, Pengecekan dan


Rangkaian Deteksi
Tombol tekan untuk mengerjakan relai-relai dibedakan atas 3 (tiga)
kategori:
(a) tombol tekan relai sinyal, untuk penyetelan rute;
(b) tombol tekan rele wesel-wesel;
(c) tombol kelompok (common button relays).

Pengoperasian tombol-tombol ini bisa dengan cara:


a) Mengoperasikan tombol- tombol tekan pada panel pelayanan;
b) Mengetik nomor-nomor yang akan disetel pada alat pengetik
(keyboard);
c) Operasi jarak jauh (remote control);
d) Apakah penekanan tombol telah sesuai dengan yang dikehendaki
dimana harus dua tombol ditekan bersamaan, hal ini harus ada alat
pengecek, dimana operasi akan dicegah bila bila terjadi kesalahan
misalnya 3 (tiga) tombol ditekan bersamaan atau satu tombol
pembentukan rute ditekan bersamaan dengan tombol kelompok.
Jika terjadi kesalahan tekan atau kesalahan operasi, maka setelah 5
detik timbul alarm bersamaan dengan itu maka semua input
kontrol terputus. Oleh karena itu penekanan tombol paling tidak
selama 5 detik untuk diketahui reaksinya, yaitu penekanan telah
betul atau salah.

(4) Pembentukan Rute KA


Prosedur pembentukan rute meliputi:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(a) awal rute;
(b) tujuan rute;
(c) pengecekan rute (pengecekan dari rute yang bertentangan, apakah
wesel terkunci atau tersekat pada posisi yang benar, apakah jalur
atau bagian jalur dalam rute diblok);
(d) mengaktifkan rute yang dibentuk (rute KA atau rute langsiran);
(e) mengaktifkan wesel jaga samping dan supervisi;
(f) mengaktifkan wesel ke posisi yang dituju;
(g) penguncian wesel dan rute;
(h) supervisi rute (posisi wesel, penguncian wesel, pendudukan sub-
sub rute, dan wesel jaga samping;
(i) seleksi aspek sinyal;
(j) kontrol terhadap aspek sinyal yang telah diseleksi.

2) Peralatan Luar
a) Sirkit Sepur
(1) Pengertian
Sirkit sepur (track circuit) adalah suatu sirkit listrik yang digunakan
untuk mendeteksi kehadiran bakal pelanting pada suatu bagian jalan
rel, untuk mengendalikan perangkat sinyal, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

(2) Pembagian Jenis Sirkit Sepur


(a) Menurut Sumber Arusnya
 Sirkit Sepur Arus Rata
Sebagai sumber arus pada sirkit sepur arus rata pada umumnya
digunakan batere primer. Pada saat ini sirkit sepur arus rata
masih dipakai sebagai alat pendeteksi bakal pelanting pada
lampu silang datar yang terletak pada lintas yang tidak terdapat
jaringan listrik komersial. Sirkit sepur arus rata rel tunggal
kadang-kadang digunakan pada lintas yang menggunakan traksi
arus bolak-balik, tetapi pada lintasyang menggunakan traksi
lidtrik arus rata, jenis sirkit sepur ini tidak dapat digunakan.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

 Sirkit Sepur Arus Bolak-Balik


 Sirkit Sepur Frekuensi Komersial
Sirkit sepur frekuensi komersial commercial frequency
track circuit menggunakan sumber arus dengan frkuensi
komersial 50 Hz atau 60 Hz. Pada umumnya sirkit sepur
jenis ini digunakan pada lintas yang tidak menggunakan
traksi listrik arus rata.
 Sirkit Sepur Frekuensi Ganda Atau Frekuensi Tengah
Sirkit sepur frekuensi ganda (doubled frequency track
circuit) menggunakan sumber arus bolak-balik 100 Hz,
sedang sirkit sepur frekuensi tengah (halfed frekuensi track
circuit) menggunakan sumber arus bolak-balik dengan
frekuensi 25 Hz. Frekuensi-frekuensi tersebut diperoleh
dengan cara mengkonversikan frekuensi komersial 50 Hz
dengan jalan melipatkannya menjadi 100 Hz atau
membaginya menjadi 25 Hz. Sirkit sepur jenis ini
digunakan pada lintas yang menggunakan traksi listrik arus
bolak-balik, bila diduga ditempat tersebut mungkin akan
terjadi gangguan yang disebabkan karena pengaruh arus
traksi. Oleh karena pada peralatan sirkit sepur tidak terdapat
bagaian yang bergerak dan juga tidak terdapat komponen
semikonduktor, maka keawetan, demikian juga kekuatan
dan bekerja baiknya peralatan akan terjamin.

 Sirkit Sepur Dengan Perata


Sirkit sepur dengan perata menggunakan sumber arus rata yang
berasal dari sumber arus bolak-balik yang diratakan oleh suatu
perata. Pada sistem ini terdapat dua jenis sirkit sepur, yaitu
jenis penyearah rangkap (full-wave rectifiying) dan jenis
penyearah tunggal (half-wave rectifiying). Sirkit sepur jenis ini
pada umumnya digunakan keperluan khusus.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
 Sirkit Sepur Kode
Pada sirkit sepur kode (coded track circuit) arus sinyal
dicatukan pada rel secara terputus-putus, membentuk suatu
kode tertentu, sehingga relai sirkit sepur bekerja sesuai dengan
kode yang diterimanya. Relai ulang kode tertentu yang telah
ditetapkan melalui sistem demodulator. Keunggulan
penggunaan sirkit sepur kode diantaranya adalah:
 kemampuan mencegah terjadinya kesalahan operasi yang
disebabkan adanya arus liar (stray current);
 kemampuan meningkatkan jangkauan pengendalian dari
sirkit sepur;
 kemampuan meningkatkan kepekaan sirkit sepur;
 kemampuan meningkatkan pendeteksian putusnya rel.

 Sirkit Sepur Frekuensi Nada


Sirkit sepur frekuensi nada (audio frequency track circuit)
adalah sistem sirkit sepur terbaru yang, yang sangat berbeda
bila dibandingkan dengan sirkit sepur tradisional. Perbedaan
terpenting adalah dalam hal arus sinyal yang pada sirkit sepur
ini menggunakan frekuensi nada (audio frequency) dengan
fekuensi sekitar satu kilo Hertz. Di samping itu pada sirkit
sepur ini telah digunakan teknik elektronika, yang pada saat ini
sedang berkembang dengan pesatnya.

 Sirkit Sepur Frekuensi Tinggi


Bila frekuensi yang digunakan berada dalam daerah frekuensi
yang terletak antara 1 KHz sampai dengan 10 KHz, maka sirkit
sepur disebut “sirkit sepur HF” (Sirkit sepur pulsa frekeunsi
tinggi).

 Sirkit Sepur Pulsa


Sirkit sepur pulsa (pulse tarck circuit) adalah suatu sistem sirkit
sepur yang khusus digunakan untuk mendeteksi bagian jalan
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
berkaret dan mempunyai tahanan listrik yang besar. Dengan
menggunakan tegangan pulsa tahanan paralel sepur yang
dihasilkan (track shunt resistance) menjadi lebih rendah.
Impedansi rel yang tinggi terhadap pulsa, mengakibatkan
meningkatnya kepekaan sirkit sepur terhadap hubungan
singkat. Sirkit sepur pulsa digunakan sepur-sepur penyortir
suatu emplasemen langsir yang mempunyai tahanan hubungan
singkat sepur yang tinggi dan penggunaan semua jenis traksi.

(b) Menurut Kriteria Lainnya


Berdasarkan kriteria lainnya, seperti sirkit utama, jenis relai yang dipakai,
cara penyekatan rel, letak sumber arus dan penempatan peralatan sirkit
sepur, sirkit sepur dapat dibagi menjadi:
Kriteria Jenis sirkit sepur Keterangan
Sirkit sepur terbuka
Sirkit Utama
Sirkit sepur tertutup
Jenis Relay Yang Dua kedudukan Di emplasemen
Digunakan Tiga kedudukan Di petak jalan
Dengan sambungan
penyekat
Metoda Penyekatan Rel tunggal Di emplasemen
Rel
Rel ganda
Tanpa sambungan
Penempatan Peralatan Tergabung
Sirkit Sepur Terpisah

(3) Bagian Mati Sirkit Sepur


(a) Pengertian
Bagian mati sirkit sepur adalah bagian jalan rel yang tidak dapat
mendeteksi kehadiran bakal pelanting.
(b) Kegunaan
 Pada perlintasan sebidang yang terletak pada lintas elektrik, relnya
harus dipotong dan dilengkapi dengan bahan penyekat listrik agar tidak
membahayakan pejalan kaki.
Contoh:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Bagian Mati Sirkit Sepur di Perlintasan

 Pada jembatan besi rasuk dalam yang tidak dapat diisolasi, sehingga
ditempat tersebut tidak dapat dibentuk sirkit sepur.
Contoh:

Bagian Mati Sirkit Sepur di Jembatan Rasuk Baja

 Pada konstruksi suatu wesel atau persilangan yang tidak


memungkinkan untuk memasang sambungan rel isol pada ke dua rel di
tempat yang sama, sehingga polaritas ke dua rel di tempat tersebut
menjadi sama, yang mengakibatkan bagian sirkit sepur di tempat ini
tidak akan dapat mendeteksi kehadiran bakal pelanting.
Contoh:

Bagian Mati Sirkit Sepur di Wesel


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
 Sirkit Penjerat; Sirkit penjerat sepur untuk menjerat sirkit yang
mempunyai bagian mati yang panjangnya lebih dari satu buah bakal
pelanting.

b) Mesin Penggerak Wesel Elektrik dan Pembebas Kunci


(1) Umum
Pada metode pelayanan wesel secara manual, wesel yang ditempatkan
sangat jauh dari ruang pelayanannya, sehingga pelayanannya yang
secara manual sangat berat dan perlu waktu yang lama. Pemakaian
mesin penggerak wesel elektrik lebih menguntungkan, karena tidak
tergantung jarak serta pelayanannyaringan, cepat dan lebih aman.
Dengan pemakaian mesin penggerak wesel memungkinkan untuk
mengontrol secara elektris proses berpindahnya wesel dari posisi
semula ke posisi yang lain, serta dapat dimonitor apakah gerakan wesel
telah berakhir pada kedudukan akhirnya dengan benar dan terkunci
dengan aman.

(2) Tugas dan Fungsi Mesin Penggerak Wesel


Mesin penggerak wesel secara umum mempunyai tugas dan fungsi
sebagai berikut:
(a) Menghasilkan atau membangkitkan gerakan linier pada stang wesel
sejauh 94 mm sampai dengan 180 mm, bisa diatur oleh karenanya
penggerak wesel harus bisa disetel untuk gerakan stang wesel 130
mm (wesel normal) dan juga untuk wesel pada emplasemen langsir
dengan gerakan stang wesel 130 mm.
(b) Gaya penggerak sekurang-kurangnya 300 kg, waktu pembalikan
wesel harus sesingkat mungkin untuk operasi normal, waktu kira-
kira 3,5 detik.
(c) Untuk gerakan pembalikan wesel cepat, waktu pembalikan wesel
dengan stang wesel 130 mm adalah sekitar 5 detik. Jenis ini
diperlukan untuk wesel-wesel di daerah langsiran yang padat untuk
menangkap gerakan langsiran yang meluncur dari pegunungan.
(d) Waktu pembalikan wesel ini sangat dipengaruhi oleh:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
 tahanan mekanik dari perangkat penggerak wesel;
 tahanan elektris dari perengkat penggerak wesel;
 jarak penyetelan stang penggerak wesel;
 jenis motor penggerak yang dipakai.
(e) Penggerak wesel harus mempunyai alat pengunci kedudukan akhir
wesel. Gaya penahan dari alat pengunci kedudukan wesel ini
sekurang-kurangnya 600 kg Menurut penempatannya, alat
pengunci kedudukan wesel ini terdiri atas:
 Wesel yang biasa dilanggar dari arah belakang dalam hal
dilanggar dari arah belakang, kereta api mempunyai tendensi
membelah wesel atas kekuatan tekanan dan kemungkinan
keluar rel kecil.
 Wesel yang hanya bisa dilewati dari arah depan. Dalam hal
dilewati dari arah depan, KA mempunyai kemungkinan keluar
rel, tergantung atas kekuatan tekanan antara lidah wesel dengan
rel dasarnya. Kedudukan akhir wesel harus dimonitor secara
elektrik dan bila kedudukan akhir telah tercapai, maka secara
otomatis saklar terputus sehingga motor berhenti dan wesel
terkunci pada kedudukan akhirnya. Bila mesin penggerak wesel
terganggu atau sumber arus terputus, maka mesin penggerak
wesel harus dapat dilayani secara manual dengan pelayanan
setempat dengan menggunakan engkol.

c) Sinyal
(1) Perangkat Sinyal Cahaya
Sinyal cahaya adalah alat untuk mengirimkan informasi dari operator
sinyal (PpKa) kepada masinis, juga memberikan umpan-balik kontrol
kepada operator melalui lampu indikator pada panel kontrol. Cahaya
lampu harus dapat dilihat jelas pada jarak 500 m untuk sinyal utama,
baik pada siang maupun malam hari juga pada saat cuaca buruk
dengan berkabut. Indikasi yang disampaikan adalah dengan
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
menggunakan cahaya warna dan disesuaikan dengan aspeknya.
Konstruksi dan sistem optiknya harus disusun sesuai dengan keperluan
teknis dan operasional. Sehingga cahaya yang keluar tidak boleh
menyilaulan mata tetapi terang dan jelas. Lensa dengan kualitas tinggi
harus harus dapat menjamin bahwa bias memancarkan cahaya dengan
jarak jauh dengan menggunakan lampu sinyal dengan daya yang
rendah. Sinyal cahaya warna bisa terdiri dari dua aspek sinyal maupun
tiga aspek sinyal dan masing-masing type terdiri dari satu unit lampu
dengan susunan lampu vertikal, kecuali untuk sinyal langsir berbentuk
diagonal. Jarak tampak sinyal adalah 500 m pada siang hari dan harus
masih terlihat jelas bila tegangannya turun sampai 80% tegangan
nominalnya. Perangkat lampu sinyal cahaya terdiri dari bola lampu
sebagai sumber cahaya dan sistem optik untuk mengatur penyebaran
cahaya yang optimal dan sesuai kurva cahaya yang diinginkan. Bentuk
penyebaran cahaya pada jarak 500 m harus diatur sehingga dengan
gambar di bawah dengan sudut penyebaran 3 derajat ke kiri dan ke
kanan.

Gambar 41 Bentuk Sorot Sinyal Cahaya Yang Baik

Cahaya lampu direfleksikan dengan arah penyebaran horizontal,


sehingga aspek yang ditunjukan jelas terlihat untuk lokasi yang
berbelok harus dilengkapi lensa pengarah. Kedudukan/kemiringan
perangkat sinyal serta penempatan kerudung harus diatur sedemikian
rupa sehingga tidakakan terpengaruh oleh sinar matahari atau sumber
cahaya lain. Misalnya pengaruh dari perjalanan sinar matahari maka
sinar yang mengenai lensa harus diatur sehingga akan dipantulkan ke
arah atas. Bila sinar matahari atau sumber cahaya lain langsung
mengenai unit lampu, maka biasanya timbul pantulan atau indikasi
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
phantom (phantom indication). Untuk menghindarinya, maka biasanya
bagian paling luar dari system optik dipasang kaca pelindung (tidak
berwarna) juga reflektor tidak boleh ditempatkan persis di belakang
bola lampu serta latar belakang dari sistem optik harus berwarna abu-
abu yang tidak memantulkan cahaya.

Jarak tampak sinyal ditentukan dari kuat cahaya lampu sinyal dengan
satuan cd (candela) terdiri dari atas hubungan sebagai berikut:
S [m] = K √ I [cd]
dimana: S = jarak tampak sinar yang diinginkan [m]
I = kuat cahaya axial dalam cd (candela)
K = konstanta tergantung spesifikasi masing-masing Negara:
(1) DB (Jerman) k = 5,488.
(2) AAR (standard) k= 13,63.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 42 Jarak Tampak Lampu Sinyal

(2) Bagian-Bagian Utama dari Perangkat Sinyal Cahaya


Bagian-bagian utama dari perangkat sinyal cahaya terdiri dari:
(a) bola lampu sumber cahaya;
(b) kaca pemberi warna;
(c) lensa;
(d) lensa pengarah;
(e) kaca pelindung dan anti refleksi;
(f) kerudung sinar matahari;
(g) kotak perangkat sinyal;
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(h) kotak pengatur dan penghubung kabel;
(i) tiang sinyal.

(3) Bola Lampu/Sumber Cahaya


Bola lampu untuk sinyal utama seperti terlihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 43 Bentuk Bola Lampu Sinyal Dengan Soket Bayonet

Soket lampu berbentuk soket bayonet, tonjolan kecil dan tonjolan,


lebar pada soket untuk membedakan agar pemasangan tidak terbalik
filamen lampu untuk sinyal utama terdiri dari filamen ganda yang
berupa filamen utama dan cadangan, rangkaian perkawatannya harus
dibuat sedemikian rupa sehingga bila filamen utamanya putus maka
secara otomatis filamen cadangan menyala dan lampu indikator pada
panel pelayanan berkedip sebagai tanda filament utama putus
kedudukan filamen utama harus tepat pada titik api dari sistem
optiknya. Untuk sinyal pembantu yang men-display-kan alphanumeric,
bilangan atau karakter-karakter lain misalnya sinyal petunjuk batas
kecepatan, sinyal-sinyal penunjuk arah, berjalan sepur tunggal
sementara dan sebagaimana digunakan fiber optic display unit, yang
menggunakan satu lampu dan mampu membentuk simbol huruf, angka
atau karakter lain sampai 40 titik cabang. Fiber optic display unit ini
harus mampu men-display-kan dengan warna putih maupun warna lain
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
yang dikehendaki jarak tampak minimum 300 m, latar belakangnya
harus berwarna gelap atau hitam, untuk meningkatkan keandalannya
maka bola lampu yang dipakai adalah bola lampu double filament.
Susunan sistem fiber optic display unit ini Seperti terlihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 44 Susunan Lampu Sinyal Sistem Serat Optik

Contoh display seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 45 Contoh Display Menggunakan Sistem Fiber Optik

Untuk mendesain symbol yang dikehendaki tinggal menyusun bundel


fiber optik dan lensanya sesuai dengan yang dikehendaki pada papan
display (lihat gambar di bawah ini).
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 46 Bentuk Papan Matrik untuk Menyusun Lensa Optik

Untuk sinyal pembantu dan sinyal langsir, konstruksi lampu tidak


komplex seperti pada sinyal utama. Jarak tampak cukup antara 150
sampai 250 m, susunan lampu dan optiknya lebih sederhana. Jenis
lensa yang dipakai adalah lensa fresnel atau zoned lensa penyebaran
cahaya jenis lensa ini sangat besar sehingga banyak cahaya yang
hilang. Teknik produksi tertentu diperlukan untuk mengkompensasikan
atau membuat balance kembali cahaya yang hilang seperti gambar di
bawah ini.

Gambar 47 Bentuk Lensa Fresnel


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

(4) Sistem Optik


(a) Pada gambar di bawah terlihat timbulnya pantulan dari sinar yang
mengenalnya perangkat lampu sinyal, hal tersebut harus dihindari.

Gambar 48 Pantulan Lampu Sinyal

(b) Pada gambar di bawah ini menunjukkan susunan perangkat lampu


sinyal lengkap dengan sistem optiknya.

Gambar 49 Susunan Perangkat Lampu Sinyal Lengkap

(c) Sumber cahaya atau bola lampu terletak tepat pada titik apinya dan
membentuk sudut 120 derajat dengan bagian tepi lensa.
(d) Kaca reflektor ditempatkan di bagian atas sumber cahaya
membentuk sudut 60 derajat sehingga memperkuat sumber cahaya.
(e) Latar belakang dengan warna abu-abu dan tidak boleh
memantulkan sinar
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(f) Untuk pemberi warna hijau, kuning, merah digunakan kaca
berwarna dari bahan tertentu (Borosilicate glass) yang ditempatkan
di bagian dalam lensa diantara sumber cahaya dan lensa.
(g) Lensa pengarah, sesuai dengan nomor kode yang menyatakan
sudut belok diperlukan untuk menempatkan arah cahaya bila jalur
berbelok.
(h) Untuk menghindari sinar matahari dipasang kerudung sinar
matahari.
(i) Untuk sinyal dua aspek maupun tiga aspek secara vertikal dalam
satu unit perangkat sinyal, dilengkapi kotak pengontrol yang berisi
papan penghubung kabel antara kabel-kabel dari lampu sinyal
dengan kabel tanah yang menuju ke ruang rele dan dari sumber
daya. Juga didalam kotak kontrol harus terdapat pengatur tegangan
dan tahanan variabel untuk membatasi arus yang mengalir ke
lampu sehingga usia pakai lampu lebih panjang.

(5) Penempatan dan Pengaturan Sinyal Cahaya


Konstruksi dan penempatan tiang sinyal diatur dengan berbagai
batasan-batasan sesuai dengan kondisi setempat. Penempatan tiang
sinyal adalah 3,10 m dari sumbu jalur, diemplasemen diantara dua jalur
jalan kereta api tiang sinyal dipasang pada jarak 2.20 m dari sumbu
jalur kedua belah pihak. Apabila penempatan sinyal diantara dua buah
jalur jalan kereta api tidak memungkinkan maka harus dipasang sinyal
jembatan. Tempat kedudukan sinyal, pengaturan jarak pengereman dan
jarak luncuran adalah hal yang prinsip dalam penempatan sebuah
sinyal. Tempat kedudukan sinyal yang tepat digambarkan pada gambar
rencana dengan perbandingan (1: 1000) dengan bantuan gambar kurva
cahaya. Gambar penempatan sinyal berdasarkan kurva cahaya seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 50 Penempatan Sinyal Berdasarkan Kurva Cahaya

Sumbu jalur jalan harus berada di dalam kurva tersebut. Setelah tempat
kedudukan sinyal ditetapkan, langkah berikutnya adalah penyetelan
tinggi dan arah cahaya sesuai dengan ketinggian mata masinis, dengan
bantuan papan pengukur tinggi cahaya diukur dari titik dimana jarak
tampak ditentukan dibagian sebelah kanan jalur (lihat gambar di bawah
ini).

Gambar 51 Jarak Tampak Sinyal Berdasarkan Kedudukan Masinis

Agar supaya usia lampu cukup lama maka sangat tergantung pada kuat
arus yang mengalir ke filament-nya, maka perlu diadakan pengaturan
kuat arus yang mengalir ke filament pada siang hari dan malam hari
melalui tahanan pengatur. Pengaturan tahanan adalah sekitar 95%
tegangan nominal untuk siang hari dan 75% tegangan nominal untuk
malam hari. Pengaturan ini ditempatkan dipanel pelayanan atau di
ruang rele, sesuai dengan rencana PLN untuk berangsur-angsur
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
mengganti jala-jala tegangan rendah 3 x 110/220 Volt dengan jala-jala
tegangan rendah 3 x 220/380 Volt, maka untuk catu daya harus
digunakan tegangan 3 x 220/380 Volt, demikian pula untuk catu daya
cadangannya.

d) Peralatan Blok
(1) Alat Pendeteksi Kereta Api
Sebagai alat pendeteksi kereta api dalam petak blok dapat digunakan:
(a) Penghitung Gandar
Penghitung gandar digunakan sebagai alat pendeteksi kereta api
dalam petak blok bilamana:
 jalan rel pada petak blok dilengkapi dengan bantalan besi;
 petak blok dilalui oleh berbagai jenis traksi;
 petak blok yang sangat panjang;
 kecepatan kereta api yang melalui petak blok sangat tinggi;
 jumlah gandar yang melalui petak blok sangat banyak.
(b) Pendeteksi Akhiran Kereta Api
Pendeteksi akhiran kereta api digunakan sebagai alat pendeteksi
kereta api dalam petak blok, bilamana:
 dikehendaki untuk mendeteksi gerbong akhir rangkaian kereta
api;
 petak blok dilalui oleh berbagai jenis traksi;
 petak blok yang sangat panjang;
 jalan rel pada petak blok dilengkapi dengan bantalan besi.
(c) Sirkit Sepur
Bilamana dikehendaki agar derajat keselamatan perjalanan kereta
api dalam petak blok tinggi, maka sebagai alat pendeteksi kereta
api dalam petak blok harus menggunakan sirkit sepur.

(2) Kelompok Relai


Untuk bekerjanya pesawat hubungan blok, digunakan beberapa jenis
kelompok relai sebagai berikut:
(a) Kelompok Relai Transmisi Gelombang Pembawa:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
 mengirim dan menerima frekuensi pembawa dan frekuensi
pemodulasi;
 mengirim atau menerima secara terus-menerus informasi
keadaan blok pada setiap hari;
 pengecekan ulang bekerjanya transmisi gelombang pembawa;
 keluaran informasi keadaan blok melalui kontak-kontak relai;
 indikator gangguan pada waktu terjadi gangguan saluran
transmisi.
(b) Kelompok Relai Blok:
 menyimpan dan mengubah bekerjanya blok, bilamana
diperlukan, jurusan blok dengan menggunakan relai
berpemegang mekanis;
 mengunci dan membebaskan blok dengan menggunakan relai
berpemegang mekanis;
 relai-relai perintis untuk penyetelan sinyal, mengubah jurusan
(bilamana diperlukan) dan membebaskan blok;
 indikator keadaan blok dan bilamana diperlukan jurusan.
(c) Kelompok Relai Blok Stasiun:
 pengecekan sinyal dan relai-relai pengendali;
 pengecekan relai sirkit sepur dan pendeteksi akhiran kereta api;
 perintisan dan pengaturan waktu pembatalan blok manual;
 relai-relai pemanggil telepon;
 relai hubungan langsung;
 penyimpanan informasi jurusan biasa indicator.

(3) Rak Relai


Semua suku-suku bagian pesawat blok yang merupakan peralatan
dalam, harus dipasang pada suatu rak relai. Semua kelompok relai
harus berjenis “Plug In”. Untuk mencegah terjadinya kesalahan
pasang, semua kelompok relai harus dilengkapi dengan kode yang
disusun menurut suatu susunan tertentu.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(4) Cara Kerja
(a) Prosedur Pemberian “Aman”
Keadaan “aman” suatu petak blok merupakan keperluan dasar
dalam penyelenggaraan keselamatan perjalanan kereta api di
petakjalan. Untuk menyatakan suatu petak blok “aman” dapat
dilakukan dengan 3 (tiga) cara:
 Pemimpin perjalanan kereta api menyaksikan sendiri apakah
bakal pelanting terakhir dari rangkaian kereta api telah benar-
benar masuk ke emplasemen dan kemudian menekan tombol
“blok aman”, secara teknis, keadaan “aman” suatu petak blok
tergantung pada apakah kereta api telah masuk dan telah
meninggalkan sirkit sepur yang terletak di belakang sinyal dan
telah menginjak sirkit sepur berikutnya di stasiun tersebut.
 Pada bakal pelanting terakhir setiap rangkaian kereta api
dilengkapi dengan alat pendeteksi magnetik akhiran kereta api.
Detektor magnetik yang dipasang pada ujung petak blok
merekam bakal pelanting terakhir yang telah meninggalkan
petak blok, bersamaan dengan terisinya sirkit sepur dalam
urutan yang benar, sehingga pesawat blok akan menjadi
“aman” secara otomatis.
 Petak blok diperlengkapi dengan sirkit sepur atau penghitung
gandar sebagai alat pendeteksi kereta api otomatik. Dengan
demikian, indikator petak blok “aman” dapat ditunjukkan
secara otomatis.

(b) Transmisi Frekuensi Gelombang Pembawa


Pesawat untuk transmisi frekuensi gelombang pembawa, yang
khusus dikembangkan untuk penggunaan dalam bidang sistem
persinyalan kereta api harus mempunyai kekebalan yang dapat
dipercaya terhadap informasi palsu.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 52 Susunan Kanal Transmisi Frekuensi Pembawa

Gambar di atas memperlihatkan susunan kanal transmisi frekuensi


pembawa. Setiap informasi blok dikirim oleh pembangkit frekuensi
khusus dalam generator MGD. Frekuensi ini memodulasikan
frekuensi pembawa yang dibangkitkan oleh generator GCA. Hasil
pemodulasian dikirimkan ke penerima di stasiun sebelahnya
melalui filter pengirim dan saluran. Frekuensi pembawa untuk
kanal dari jurusan pengirim adalah 10 KHz, sedang dari jurusan
sebaliknya adalah 14 KHz. Dalam penerima, sinyal yang diterima
didemodulasikandan komponen-komponen frekuensi pembawa dan
frekuensi modulasi, dikuatkan kembali. Kedua sinyal tersebut
dimasukan kedalam sirkit blok melalui penguat pemilih. Sebagai
saluran transmisi diperlukan sepasang saluran dalam kabel
telekomunikasi atau kabel udara dua inti. Besar redaman saluran
yang masih diperkenankan sampai 27 dB.

(c) Hubungan Telepon Melalui Saluran Blok


Banyak frekuensi yang digunakan untuk dapat bekerjanya blok,
yaitu 10 kHz dan 14 kHz, sehingga memungkinkan untuk dapat
menyelenggarakan hubungan telepon secara bersama melalui
saluran blok. Pesawat telepon yang digunakan adalah pesawat
telepon dengan induktor yang berkerja menggunakan batere lokal.
Untuk hubungan telepon, pada kedua ujung saluran dilengkapi
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
dengan pemisah frekuensi untuk melindungi saling interferensi
antara bekerjanya hubungan blok dan hubungan telepon seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 53 Hubungan Blok dan Hubungan Telepon

(d) Hubungan dengan Pesawat Interlocking


Blok frekuensi pembawa dapat dihubungkan dengan stasiun-
stasiun yang dilengkapi dan gan berbagai jenis pesawat
interlocking dari jenis pesawat mekanik sampai pesawat
interlocking yang termodern.
Seperti terlihat pada gambar di bawah, bilamana stasiun dilengkapi
dengan sinyal keluar “SK”, sinyal ini melindungi petak-petak blok
yang terletak di belakangnya. Segera setelah semua persyaratan
yang diperlukan untuk pemberangkatan kereta api dipenuhi seperti
penjaga samping telah diselenggarakan, wesel-wesel telah terkunci
dalam kedudukan seperti yang dikehendaki, jalan rel yang akan
dilalui kosong, dan petak blok menunjukan “aman”, maka sinyal
keluar yang diperlukan dapat disetel sehingga menunjukan aspek
“aman”. Sinyal keluar tersebut dapat berupa sinyal cahaya warna
atau sinyal semaphore. Sinyal semaphore pada stasiun yang
dilengkapi dengan pesawat interlocking mekanik perlu dilengkapi
dengan peralatan tambahan pesawat elektro-mekanik, seperti
pengunci hendel sinyal, kontak lengan sinyal agar memungkinkan
untuk dihubungkan pada pesawat blok.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

Gambar 54 Sinyal di Stasiun

(e) Penutupan Stasiun


Sistem blok harus dirancang sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan untuk dapat menutup satu atau beberapa stasiun
yang berurutan, misalnya pada waktu malam, bilamana kepadatan
perjalanan kereta api sedang rendah. Untuk keperluan tersebut
pesawat blok di stasiun yang ditutup harus dilengkapi dengan
kelompok relai penghubung langsung yang dapat menghubungkan
langsung pesawat blok di stasiun yang bersangkutan (misalnya
stasiun B) seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar 55 Penutupan Stasiun B

Syarat mutlak untuk dapat menutup suatu stasiun adalah


melaksanakan tindakan-tindakan yang tercantum dalam PD 19.
Penghubungan langsung pesawat blok pada stasiun yang ditutup
tidak tergantung pada:
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
 ada atau tidaknya kereta api yang sedang berhenti di stasiun
yang bersangkutan;
 kosong atau terisinya petak blok yang terletak di kanan kirinya
stasiun yang ditutup;
 setelah pesawat blok di stasiun yang ditutup (B) dihubungkan
langsung, bekerjanya pesawat blok langsung diambil alih oleh
stasiun yang terletak di kanan (C) dan di kirinya (A) stasiun
yang ditutup;
 bilamana stasiun yang ditutup akan dibuka kembali, maka
pemutusan hubungan langsung pesawat blok di stasiun tersebut
harus dapat dilakukan setiap saat.

(f) Perlindungan Wesel yang Terletak dalam Petak Blok


Wesel dalam petak blok, biasanya terletak jauh dari stasiun,
sehingga wesel tersebut tidak dapat langsung dimasukan ke dalam
system persinyalan di stasiun. Dengan demikian sistem blok harus
dirancang sedemikian rupa, sehingga pesawat blok harus dapat
melindungi wesel tersebut.

Gambar 56 Perlindungan Wesel yang Terletak dalam Petak Blok

Wesel dalam petak blok dilindungi oleh kunci pengamanan. Untuk


kereta api yang berjalan langsung ditempat tersebut wesel tetap
dalam keadaan terkunci. Atas permintaan, anak kunci dapat
dibebaskan dari pembebas kunci oleh pemimpin perjalanan kereta
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
api yang menguasai anak kunci tersebut dengan jalan menekan
tombol pembebas kunci, sehingga memungkinkan untuk dilakukan
langsiran ke sepur simpang yang bersangkutan Pembebasan kunci
dikendalikan langsung dari stasiun yang menguasai anak kunci
yang melalui sepasang saluran. Saluran blok yang menghubungkan
kedua stasiun yang terletak dikanankirinya wesel ini dapat juga
digunakan bersama untuk pengendalian pembebas kunci. Antara
wesel yang terletak dalam petak blok dan pemimpin perjalanan
kereta api yang menguasai anak kunci dihubungkan dengan
hubungan telepon, sehingga pemimpin perjalanan kereta api dapat
berhubungan langsung dengan kondektur yang sedang memimpin
langsiran disepur simpang tersebut. Kereta api yang sedang
melakukan langsiran dapat disimpan pada sepur simpang dan kunci
pengamanan dikembalikan ke dalam pembebas kunci, sehingga
petak blok “aman” untuk kereta api lainnya yang berjalan langsung
di wesel tersebut.

e) Peralatan Pintu Perlintasan Sebidang


Peralatan pintu perlintasan sebidang terdiri dari:
(1) Peralatan Pasif
Peralatan Pasif pada perangkat pelindung perlintasan sebidang terdiri
atas rambu-rambu dan marka jalan.
(a) marka perlintasan sebidang;
(b) marka garis batas berhenti;
(c) marka garis pemisah;
(d) rambu pendahulu.

(2) Peralatan Aktif


Perangkat pelindung perlintasan sebidang aktif terdiri dari peralatan-
peralatan sebagai berikut:
(a) Peralatan deteksi kedatangan kereta api
Alat ini dipakai mendeteksi kedatangan kereta api yang selanjutnya
akan mengerjakan seruling tanda bahaya serta menyalakan lampu
silang datar, lampu kerdip di pintu perlintasan dan berikutnya
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
mengerjakan penutupan palang pintu baik secara otomatis maupun
dilayani oleh penjaga pintu perlintasan Jenis peralatan pendeteksi
kedatangan kereta api ini antara lain:
 Kontak rel (mekanik);
 AF Track Circuit;
 Detektor elektronik (level crossing controller).

(b) Dipakai untuk memberi peringatan pada pemakai jalan raya bahwa
kereta api akan melewati daerah perlintasan. Peralatan yang
dipakai:
 unit pembangkit suara (seruling tanda bahaya);
 sepasang atau dua pasang lampu kedip dan lampu silang datar;
 indikator penunjuk arah.

(c) Pintu perlintasan sebidang


Jenis pintu perlintasan yang digunakan untuk sistem sinyal elektrik
adalah pintu gerak vertikal, baik penutupan penuh maupun separuh.
Pintu perlintasan harus dilengkapi dengan alat pengereman yang
dapat mengerem pada setiap posisi yang dikehendaki, untuk
meloloskan kendaraan yang pada saat itu masih di bawahnya. Bila
sumber arus terputus, maka pintu ini harus dapat turun sendiri
dikarenakan gaya gravitasinya bawahnya.

(d) Rambu perlintasan sebidang


Rambu perlintasan sebidang digunakan untuk memberitahukan
kepada masinis bahwa pintu susah tertutup atau belum, dengan
lampu tanda silang bercahaya kuning.

(e) Panel

f) Peralatan Telekomunikasi Pendukung


MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
(1) Untuk membantu kelancaran bekerjanya Pemimpim perjalanan kereta
api, dalam ruang meja pelayanan harus dilengkapi dengan berbagai
jenis peralatan telekomunikasi.
(2) Jenis peralatan komunikasi yang diperlukan adalah:
(a) Sambungan dari pesawat telepon otomat lokal (bilamana di stasiun
yang bersangkutan terdapat sentral telepon otomat kereta api).
(b) Jaringan telepon blok.
(c) Telepon sinyal.
(d) Jaringan telepon perlintasan sebidang.
(e) Komunikasi langsiran.
(f) Perekam suara.
(3) Sistem komunikasi tersebut di atas seluruhnya harus dapat dilayani
dari suatu tempat di dekat meja pelayanan. Pada stasiun besar perlu
dipasang suatu konsentrator telepon yang digunakan sebagai alat
pemersatu seluruh sistem.

C. LATIHAN
1. Apa yang dimaksud persinyalan ?
2. Apa yang dimaksud semboyan ?
3. Apa yang dimaksud sinyal ?
4. Apa yang dimaksud rambu ?
5. JPOD singkatan dari ?
6. Ada berapa fungsi secara umum semboyan di jalan rel ? Sebutkan !
7. Berdasarkan cara pelayanan, sinyal dibagi menjadi berapa ? Sebutkan !
8. Apa yang dimaksud sinyal blok ?
9. Sebutkan beberapa gangguan sinyal masuk ?
10. Sebutkan persyaratan umum sistem persinyalan elektrik ?

A. TES FORMATIF 1
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)
B. UMPAN BALIK
Cocokkan jawaban dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat pada bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang tepat. Kemudian, gunakan formula berikut
untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi Kegiatan Belajar MATERI
POKOK 1.

Jumlah Jawaban Yang Tepat


Tingkat Penugasan= ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan:


100% = Baik Sekali
80% = Baik
60% = Cukup
<60% = Kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar MATERI POKOK 2. Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Kegiatan Belajar MATERI POKOK 1, terutama bagian yang belum
dikuasai.
MODUL II.2.7 TEKNIK OPERASIONAL PENGOPERASIAN FASILITAS OPERASI
(TEKNIK PERSINYALAN ELEKTRIK)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian


2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta
Api
3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Standar
Pembuatan Grafik Perjalanan Kereta Api
4. Peraturan Dinas Nomor 19 jilid 1 – 2011 tentang Peraturan Perjalanan Kereta Api dan
Langsiran, PT KAI
5. Ohan Rachmat, “Modul Peraturan Perjalanan Kereta Api dalam Kondisi Sesuai Peraturan
Perjalanan KA”, BP OPSAR SUROTO-Bandung 2011
6. Bambang Sudirahardjo, “Modul Peraturan Umum Perjalanan Kereta Api”, BP OPSAR
SUROTO-Bandung 2011
7. Ohan Rachmat, “Modul Peraturan Perjalanan Kereta Api dalam Kondisi Sesuai Peraturan
Perjalanan KA”, BP OPSAR SUROTO-Bandung 2011
8. Hodjin, “Modul Peraturan Perjalanan Kereta Api Ketika menyimpang dari Peraturan
Perjalanan KA”, BP OPSAR SUROTO-Bandung 2011

Anda mungkin juga menyukai