Anda di halaman 1dari 178

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
1 PENDAHULUAN......................................................................................................2
URAIAN UMUM................................................................................................................2
1.1.1. Sistem Persinyalan......................................................................................2
1.1.2. Istilah dan Batasan......................................................................................2
1.1.3. Persyaratan Umum Sistem Persinyalan......................................................4
1.2. JENIS SEMBOYAN..................................................................................................4
1.2.1. Sinyal...........................................................................................................5
1.2.2. Rambu..........................................................................................................8
1.2.3. Marka..........................................................................................................8
1.3. IKHTISAR SEMBOYAN DIJALAN REL..................................................................10
2 SISTEM PERSINYALAN ELEKTRIK................................................................16
2.1. PEMBAGIAN SISTEM...........................................................................................16
2.1.1. Di emplasemen..........................................................................................16
2.1.2. Di Petak Jalan...........................................................................................19
2.1.3. Di Pintu Perlintasan Sebidang..................................................................23
2.2. ARTI SINYAL.......................................................................................................24
2.2.1. Sinyal Utama.............................................................................................24
2.3. URUTAN ASPEK SINYAL.....................................................................................24
2.3.1. Rangkaian Semboyan Sinyal Blok Pada Petak Jalan Yang.......................24
Diperlengkapi Blok Otomatik....................................................................................24
2.3.2. Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen............................................24
2.3.3. Sinyal Masuk Yang Berbatasan Dengan Petak Jalan Yang Dilengkapi
Dengan Sinyal Blok Otomatik...................................................................................28
2.3.4. Rangkaian Somboyan Sinyal Di Emplasemen Pada Waktu Dilakukan
Operasi Spur Tunggal Sementara Pada Jalur Ganda...............................................30
2.3.5. Perlindungan Terhadap Luncuran............................................................37
2.4. PERJALANAN KERETA API TERHADAP KEDUDUKAN SINYAL YANG
TERGANGGU..............................................................................................................42
2.5. PERANGKAT SINYAL....................................................................................48
2.5.1. Peralatan dalam........................................................................................48
2.5.2. Peralatan luar...........................................................................................53
2.5.3. Peralatan blok...........................................................................................67
2.5.4. Peralatan pintu perlintasan sebidang.......................................................74
2.5.5. Peralatan telekomunikasi pendukung.......................................................75
3 SYARAT-SYARAT DESAIN...................................................................................75
3.1. PENOMORAN PERALATAN LUAR.........................................................................75
3.1.1. Sirkit Spur..................................................................................................75
3.1.2. Sinyal.........................................................................................................77
3.1.3. Wesel..........................................................................................................78
3.2. PENEMPATAN SINYAL.........................................................................................79
3.3. PEMBAGIAN SISTEM...........................................................................................79
3.3.1. Di Emplasemen..........................................................................................79
3.3.2. DI PINTU PERLINTASAN SEBIDANG..................................................109
i. PERANGKAT SINYAL.....................................................................................114
PERALATAN LUAR................................................................................................140
2) KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN................................................................170
KATA PENGANTAR

Persinyalan dan telekomunikasi adalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam

pengelolaan operasi kereta api.

Pada awal berkembangnya perkereta apian, kedua jenis peralatan tersebut

hanya sebagai pendukung/bantuan operasi kereta api, tetapi dengan padatnya

lalu lintas perjalanan kereta api maka dituntut adanya perangkat sinyal dan

telekomunikasi yang dapat mengatur dan mengendalikan lalu lintas perjalanan

kereta api dengan waktu pelayanan yang singkat serta terjaminnya keamanan

(savety) dan ketepatan. Jadi terdapat konsep sistem pengendalian lajunya

perjalanan kereta api dan konsep sistem pengendalian lajunya perjalanan kereta

api dan konsep sistem penggunaan ruang dan waktu yang sebaik-baiknya untuk

operasi kereta api.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, maka sistem persinyalan mengalami

kemajuan yang pesat pula. Masing-masing negara telah mengembangkan teknik

persinyalan dan telekomunikasi untuk perkereta apian sesuai dengan

kebijaksanaan pembangunan di negara masing-masing.

Dalam rangka modernisasi perkereta apian di Indonesia, khususnya dalam

sistem persinyalan, berbagai informasi dan pengaruh telah masuk dari berbagai

negara sejalan dengan perkembangan industri peralatan sinyal di negara-negara

tersebut.
Agar dapat mengambil langkah-langkah dan peencanaan yang sesuai dengan

kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan perkereta apian di Indonesia,

perlu segera ditetapkan ketentuan pokok mengenai standar dan spesifikasi

sistem persinyalan di PJKA berupa buku :

“PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK”

Buku tersebut adalah hasil kajian atas segala informasi yang diperoleh tentang

sistem persinyalan dewasa ini. Dengan demikian buku ini dapat dipakai sebagai

pedoman dasar dalam perencanaan sistem persinyalan elektrik di PJKA


Usul, pendapat dan saran-saran untuk penyempurnaan buku ini sangat kami

nantikan.

Bandung, Agustus 1987


KAPERJANKA

(Ir. Soeharso)
NIP. 120021386
1 PENDAHULUAN

Uraian Umum

1.1.1. Sistem Persinyalan


Sistem Persinyalan adalah suatu sarana untuk menjaga keselamatan dan
mengatur operasi kereta api yang effisien dan efektif dengan jalan
membagi ruang dan waktu.

1.1.2. Istilah dan Batasan


1) Semboyan
Semboyan adalah suatu benda atau suara yang mempunyai arti atau
maksud menurut bunyi, wujud atau warnanya
2) Sinyal
Sinyal adalah suatu semboyan tetap yang berupa alat atau perangkat
yang digunakan untuk menyampaikan petunjuk bagi pengaturan
gerakan kereta api dengan peragaan wujud dan atau warnanya.
3) Aspek sinyal
Aspek sinyal adalah peragaan fisik yang disampaikan oleh suatu
sinyal dilihat dari kereta api yang mendekatinya
4) Sinyal Cahaya
a) Sinyal susunan cahaya (position light signal)
Sinyal susunan cahaya adalah suatu sinyal yang aspeknya
disampaikan dengan menggunakan susunan cahaya lampu
menurut bentuk yang ditentukan.
b) Sinyal Warna Cahaya (color light signal)
Sinyal warna cahaya adalah suatu sinyal yang aspeknya
ditunjukan dengan menggunakan warna cahaya lampu.
5) Arti Sinyal
Arti sinyal adalah perintah yang disampaikan oleh aspek sinyal
6) Rambu
Rambu adalah suatu semboyan tetap yang digunakan untuk
menyampaikan peringatan atau petunjuk kepada masinis tentang
keadaan bagian petak jalan yang akan dilaluinya.
7) Marka
Marka adalah suatu semboyan tetap yang dipasang pada atau didekat
jalan rel sebagai tanda batas.
8) Jarak Pengeraman
Jarak pengeraman adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan
kereta api yang sedang berjalan dengan kecepatan maksimum yang
diijinkan sampai berhenti
9) Jarak Pengereman Biasa (JPB)
Jarak pengeraman biasa adalah jarak yang diperlukan untuk
menghentikan kereta api yang sedang berjalan dengan kecepatan
maksimum yang diijinkan dengan cara tidak mengganggu
kenyamanan penumpang.
10) Jarak Pengereman Darurat (JPD)
Jarak pengeraman darurat adalah jarak yang diperlukan untuk
menghentikan kereta api yang sedang berjalan dengan kecepatan
maksimum yang diizinkan dengan cara darurat.
11) Jarak Reaksi (JR)
Jarak reaksi adalah jarak yang ditempuh kereta api dengan kecepatan
maksimum yang diijinkan, mulai dari masinis melihat aspek sinyal dan
bereaksi.
12) Jarak Tampak
Jarak tampak adalah jumlah jarak pengereman biasa ditambah jarak
reaksi ditambah 50 meter.
1.1.3. Persyaratan Umum Sistem Persinyalan
1) Syarat utama sistem persinyalan yang harus dipenuhi ialah azas
keselamatan (fail safe), artinya jika terjadi suatu kerusakan pada
sistem persinyalan, kerusakan tersebut tidak boleh menimbulkan
bahaya bagi perjalanan kereta api.
2) Sistem persinyalan harus mempunyai keandalan tinggi dan
memberikan aspek yang tidak meragukan. Dalam hal ini aspek sinyal
harus tampak dengan jelas pada jarak yang ditemtukan, memberikan
arti atau arti yang baku, mudah ditangkap dan mudah diingat.
3) Susunan penempatan sinyal-sinyal disepanjang jalan rel harus
sedemikian sehingga memberikan aspek menurut urutan yang baku,
agar masinis dapat memahami kondisi operasional bagian petak jalan
yang akan dilalui.

1.2. Jenis Semboyan


Menurut fungsinya Semboyan di jalan rel dapat dibagi menjadi 3 jenis,
ialah semboyan sementara, semboyan wesel dan semboyan tetap.
Semboyan sementara dan semboyan wesel pembagiannya masih sesuai
dengan R.3. Sedang semboyan tetap dapat dibagi sebagai berikut:

1.2.1. Sinyal
1) Menurut fungsinya sinyal dapat dibagi menjadi 3 jenis ialah sinyal
utama, sinyal muka dan sinyal pelengkap.
a) Sinyal Utama
Sinyal utama adalah sinyal yang digunakan umtuk melindungi
suatu ruang tertentu yang disediakan untuk operasi kereta api.
(1) Sinyal Masuk
Sinyal masuk dipasang dibatas masuk ke stasiun. Arti yang
dapat ditunjukan:
 Kereta api tidak boleh berjalan masuk ke stasiun
 Kereta api boleh berjalan masuk dan berjalan langsung
lewat stasiun
 Kereta api boleh berjalan masuk ke stasiun dan siap untuk
berhenti.
(2) Sinyal Keluar
Sinyal keluar dipasang dibatas keluar dari stasiun. Arti yang
ditunjukan:
 Kereta api tidak boleh berjalan keluar dari stasiun.
 Kereta api boleh berjalan keluar dari stasiun.
(3) Sinyal Blok
Sinyal blok dipasang dibatas masuk petak blok. Arti yang dapat
ditunjukan:
 Kereta api tidak boleh masuk ke petak blok.
 Kereta api boleh masuk ke petak blok dan siap untuk
berhenti.
 Kereta api boleh masuk ke petak blok dengan kecepatan
maskimum yang diijinkan.

(4) Sinyal Darurat


Sinyal darurat dipasang dibawah sinyal masuk atau sinyal
keluar. Arti yang dapat ditunjukan:
 Kereta api tidak boleh melewati sinyal masuk atau sinyal
keluar yang menunjukan aspek tidak aman.
 Kereta api boleh melewati sinyal masuk atau sinyal keluar
yang menunjukan aspek tidak aman.
(5) Sinyal Langsir
Sinyal langsir dipasang dibatas masuk dan batas keluar ruang
langsir. Arti yang dapat ditunjukan:
 Rangkaian boleh dilangsir
 Rangkaian tidak boleh dilangsir

b) Sinyal Muka
Sinyal muka digunakan untuk membantu masinis mengetahui
tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh sinyal masuk ataui
sinyal keluar yang bersangkutan.
(1) Sinyal muka untuk masuk
Sinyal muka ialah sinyal pembantu sinyal masuk yang dipasang
sebelum sinyal masuk, untuk memberi indikasi tentang aspek
sinyal masuk yang bersangkutan.
(2) Sinyal muka antara
Sinyal muka antara ialah sinyal muka yang digunakan untuk
membantu masinis tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh
sinyal keluar, dipasang diantara sinyal masuk dan sinyal keluar
yang bersangkutan.
(3) Sinyal Ulang
Sinyal ulang ialah sinyal pembantu sinyal masuk, sinyal keluar
atau sinyal blok. Sinyal ini dipasang diluar sinyal utama yang
bersangkutan untuk mengulang setiap jenis aspek sinyal yang
ditunjukan oleh sinyal utamanya. Arti yang dapat ditunjukan:
 Sesuai dengan arti yang ditunjukan oleh sinyal utama yang
bersangkutan.

c) Sinyal Pelengkap
(1) Sinyal Arah
Sinyal arah dipasang dibagian atas sinyal keluar untuk memberi
arti arah tujuan kereta api yang akan melewatinya.
(2) Sinyal Pembatas Kecepatan
Sinyal pembatas kecepatan dipasang dibagian atas sinyal
masuk atau sinyal keluar untuk memberi arti kecepatan kereta
api yang akan melewatinya.
(3) Sinyal Berjalan Spur Tunggal Sementara
(R.19 fasal 48 ayat 19, 20 butir e dan f)
Sinyal berjalan spur tunggal sementara dipasang dibagian atas
suatu sinyal yang gunanya untuk memberi indikasi bahwa
kereta api akan berjalan melalui jalur kiri (spur salah).
(a) Sinyal masuk berjalan spur tunggal sementara dipasang di
batas masuk ke petak jalan, yang dapat menyampaikan
indikasi kereta api akan berjalan melalui jalur kiri dan
masinis harus memperhatikan semua sinyal, rambu dan
marka yang dipasang disebelah kiri.
(b) Sinyal keluar berjalan spur tunggal sementara dipasang
dibatas keluarnya dari petakjalan, yang dapat
menyampaikan indikasi kereta api telah keluar dari jalur kiri
dan masinis harus memperhatikan semua sinyal, rambu
dan marka yang dipasang di sebelah kanan.
.
2) Pembagian Sinyal Berdasarkan Pelayanan
Berdasarkan cara pelayanan, sinyal dapat dibagi menjadi; sinyal
manual, sinyal semi otomatik, dan sinyal otomatik.
(1) Sinyal manual
Sinyal manual adalah sinyal yang dilayani dilayani oleh Pemimpin
Perjalanan Kereta Api atau Juru Rumah Sinyal dengan
menggunakan hendel, kruk, atau saklar.
(2) Sinyal semi otomatik
Sinyal semi otomatik adalah sinyal yang dilayani oleh Pemimpin
Perjalanan Kereta Api tetapi kembali normal secara otomatis.
(3) Sinyal otomatik
Sinyal otomatik adalah sinyal yang bekerjanya secara otomatis,
bergantung apakah sirkit sepur yang dilindungi oleh sinyal yang
bersangkutan sedang atau tidak terinjak bakal pelanting.
1.2.2. Rambu
Selain rambu-rambu yang tertera di Reglemen 3 “Hal Semboyan”, juga
terdapat rambu-rambu sebagai berikut:
1) Rambu Tanda Akhir Jalan Rel
Untuk memberikan indikasi tentang akhir jalan rel yang merupakan
spur buntu. Masinis harus menghentikan kereta-apinya didepan rambu
tersebut.

1.2.3. Marka
1) Marka Ujung Kawat Troli
Untuk memberi indikasi tentang ujung akhir saluran aliran atas.
Masinis harus menghentikan lokomotipnya didepan rambu tersebut.
2) Marka Batas Berhenti Kereta api
Marka batas berhenti kereta api untuk memberi indikasi kepada
masinis, bila satu dan lain hal ditempat tersebut tidak dapat dipasang
sinyal.
3) Marka Batas Berhenti Kereta Rel
Marka batas berhenti kereta rel untuk memberi indikasi kepada
masinis tentang batas berhentinya kereta rel pada waktu melakukan
langsiran.
4) Marka Batas langsir
Marka batas langsir untuk memberi indikasi tenatang batas sampai
dimana gerakan suatu langsiran yang menuju kearah kedatangan
kereta api masih dapat diselenggarakan tanpa memerlukan tindakan
khusus.
1.3. Ikhtisar Semboyan Dijalan Rel

Semboyan Pembagian seperti pada


Sementara reglemen 3

Sinyal utama

Semboyan
di jalan rel Sinyal pembantu text

Semboyan Sinyal
tetap
Sinyal pelengkap text

Rambu

Marka

Semboyan Pembagian seperti pada


wesel reglemen 3
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek

Kereta api harus


Masinis harus menghentikan kereta apinya dimuka
Tidak aman berhentiTidak
sinyal
aman

Kereta api harus Masinis harus berhati-hati dan menurunkan


Tiga aspek

berjalan dengan kecepatan kereta apinya sampai 45 km/jam mulai


Hati-hati kecepatan sinyal yang bersangkutan sebagai persiapan untuk
terbatas dan siap berhenti di muka sinyal berikutnya yang sedang
untuk berhenti menunjukkan aspek "tidak aman"
Sinyal Jalan ( Running Signal )

Kereta api terus


Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
Aman dengan
kecepatan maksimum yang diizinkan
kecepatan penuh

Kereta api harus Masinis harus menghentikan kereta apinya dimuka


Tidak aman
berhenti sinyal
Dua aspek

Kereta api
berjalan terus
Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
Aman dengan
kecepatan maksimum yang diizinkan
kecepatan penuh
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek

text Dilarang Langsiran harus dihentikan di muka sinyallangsir


Tidak aman
melangsir bersangkutan
( shunting signal )
Sinyal Langsir

text Langsiran boleh berjalan melalui sinyal langsir yang


Aman Boleh melangsir
bersangkutan

Kereta api harus


Tidak aman _
berhenti
( emergency signal )
Sinyal Darurat

Pertintah berjalan Kereta api boleh berjalan melalui sinyal utama yang
Perintah berjalan melalui sinyal menunjukkan semboyan tidak aman. Aspek perintah
utama tidak aman berjalan hanya menyala selama 90 detik
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek

Masinis harus berhati-hati dan menurunkan kecepatan


Sinyal masuk
kereta apinya sampai 45 km/jam dimulai dari sinyal
yang
muka tersebut, sebagai persiapan untuk berhenti
Hati-hati bersangkutan
dimuka sinyal masuk bersangkutan yang sedang
menunjukkan
menunjukkan tidak aman
aspek tidak aman
( Outer distant signal )

Sinyal masuk
Sinyal muka

yang Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan


Aman bersangkutan kecepatan maksimum yang diizinkan mulai dari sinyal
menunjukkan muka yang bersangkutan
aspek "Aman"
Sinyal Pendahuluan

Langsiran boleh melewati sinyal muka antara yang


Tanda sinyal Rute kereta api
bersangkutan, tetapi arti ini tidak berlaku untuk kereta
bekerja belum dibentuk
api yang berangkat

Sinyal keluar yang Masinis harus berhati-hati dan menurunkan kecepatan


bersangkutan kereta apinya sampai 45 km/jam dimulai dari sinyal
Hati-hati menunjukkan muka antara, sebagai persiapan untuk berhenti dimuka
( Intermediate distant signal )

aspek "tidak sinyal berangkatnya yang sedang menunjukkan aspek


aman" "tidak aman"
Sinyal muka antara

Sinyal keluar yang


Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
bersangkutan
Aman kecepatan maksimum yang diizinkan mulai sinyal muka
menunjukkan
antara
"Aman"
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek

Kecepatan
Kecepatan Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
text maksimum sesuai
maksimum kecepatan maksimum yang diizinkan
yang diizinkan
Batas kecepatan

3 Pembatasan
kecepatan " 3 "
Kecepatan
maksimum yang
diizinkan 30 km/
Masinis harus mengurangi kecepatan kereta apinya
sampai 30 km/jam
jam
Sinyal penunjuk

Kereta api menuju


Jurusan kiri
jurusan kiri
a
b

Sinyal utama menun jukkan aspek :


Jurusan

a = Aman atau
b = Hati-hati

Kereta api menuju


Jurusan kanan
a jurusan kanan
b
Nama Rambu Aspek

Rambu masinis harus membunyikan seruling lokomotip

Rambu pintu perlintasan telah tertutup

Rambu pintu perlintasan masih terbuka

Nama Marka Aspek

Batas ujung kawat troli

Batas berhenti kereta api


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

b) Penjaga samping diperlukan dalam hal sebagai berikut :


1) Jalur yang digunakan untuk melayani perjalanan kereta api
penumpang dengan kecepatan yang diijinkan lebih dari 45
km/jam harus dipisahkan dari jalan-jalan lainnya yang
bercantuman dengan jalur tersebut.
2) Jalur yang digunakan untuk melayani perjalanan kereta api
penumpang harus dipisahkan terhadap jalur yang digunakan
untuk melayani perjalanan kereta api barang dan langsiran serta
spur simpang yang bercantuman pada jalur yang bersangkutan
berapapun kecepatan kereta api penumpang tersebut.
c) Penjagaan samping dapat dilakukan dengan menggunakan:
1) Wesel

(22) (23) (24)

23
13

(12) (13) (14)

Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) wesel 13 dan wesel
23 masing-masing harus berkedudukan menuju arah lurus.

2) Perintang

R13
13

(12) (13) (14)

Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan spur simpang ditutup dengan
menggunakan perintang yang terkunci oleh kunci mekanik dan
terkait pada kunci mekanik wesel 13.

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

3) Sinyal

(22)
JL22B 13

(12) (13) (14)


JL12B

Keterangan :
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) sinyal JL 22 B harus
tetap dipertahankan dalam kedudukan “tidak aman” bila rute
untuk kereta api di jalur 12 telah terbentuk.

4) Sirkit spur

13
(12)

(13) (14)
JL12B

Pake T  22T
Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan spur kelompok untuk langsiran
sirkit spur (23) harus dipertahankan dalam keadaan tidak terisi,
bila rute untuk kereta api di jalur (12) telah terbentuk.

2.1.1.3 Penguncian Kedudukan wesel


Penguncian kedudukan wesel dapat dilakukan dengan menggunakan:
a) Mesin penggerak wesel
Mesin penggerak wesel listrik digunakan, bilamana wesel yang
bersangkutan sering digunakan.

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

b) Kunci mekanik
Kunci mekanik digunakan, bilamana wesel yang bersangkutan jarang
digunakan.
Penguasaan anak kunci wesel tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1) Disimpan oleh pemimpin perjalanan kereta api
2) Dikuasakan pada pemimpin perjalanan kereta api
3) Dirangkaikan pada pembatas kunci yang terkait pada sistem
interlocking.

2.1.1.4 Interlocking
Menurut undang-undang Kereta Api (SV) tentang rangkaian alat
persinyalan ditetapkan, bahwa suatu sinyal akan dapat menunjukkan
aspek “aman” bilamana:
a) Wesel-wesel yang bersangkutan telah terkunci dalam kedudukan
sebagaimana yang dikehendaki.
b) Sinyal yang berlaku untuk arah yang berlawanan telah terkunci
dalam kedudukan “tidak aman”.
c) Khusus untuk sinyal keluar bilamana petak blok telah “aman”
d) Spur luncur telah “aman”
e) Penjaga samping telah terkunci dalam kedudukan sebagaimana
mestinya.

2.1.2. Di Petak Jalan


1) Pengertian Blok
Yang dimaksudkan dengan blok, ialah suatu bagian jalan rel dengan
panjang tertentu, yang penggunaannya untuk perjalanan kereta api
diatur oleh suatu sinyal blok atau sinyal kabin (cab signal) atau oleh
kedua-duanya.
2) Jenis Blok Yang Digunakan

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

Jenis blok yang digunakan adalah, jenis blok yang tidak mengizinkan
kereta api masuk ke dalamnya, bila di dalam blok tersebut sedang terisi
oleh kereta api lainnya.

3) Panjang blok
a) Panjang blok di petak jalan adalah bagian jalan rel yang dibatasi oleh
sinyal blok yang dipasang berurutan.

Blok Blok

b) Bila pada kedua ujung blok dibatasi oleh stasiun yang bertugas
melayani sinyal blok, maka:
(1) Bila kedua stasiun tersebut dibuka, panjang blok adalah
bagian jalan rel yang dibatasi sinyal keluar suatu stasiun
dengan sinyal masuk stasiun berikutnya.
Stasiun A Stasiun B

Blok Jurusan A

Blok Jurusan B

" Buka " " Buka "

(2) Bila kedua stasiun tersebut ditutup, panjang blok adalah


bagian jalan rel yang dibatasi sinyal keluar suatu stasiun
dengan sinyal keluar searah di stasiun berikutnya.

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

Stasiun A Stasiun B

Blok Jurusan A

Blok Jurusan B

" Tutup " " Tutup "

4) Pembagian Jenis Blok


a) Berdasarkan cara pemberian ijin masuk ke dalam blok:
(1) Blok Tertutup
Blok tertutup adalah suatu blok yang menganut prinsip, bahwa
untuk setiap kereta api yang akan masuk ke dalam blok harus
diberi izin oleh stasiun terdekat yang merupakan batas blok yang
bersangkutan.
(2) Blok Terbuka
Blok terbuka adalah suatu blok yang menganut prinsip, bahwa izin
yang diberikan kepada stasiun untuk memberangkatkan kereta
api yang akan masuk kedalam blok, berlaku pula untuk kereta api
lainnya yang berjalan searah secara berurutan. Pemberian izin
baru harus dilakukan, bila arah kereta api yang akan masuk ke
dalam blok tersebut berlawanan dengan arah perjalanan kereta
api terdahulu.

b) Berdasarkan Sistemnya
(1) Sistem Blok Manual
Sistem blok manual adalah suatu blok atau sederetan blok atau
sederetan blok berurutan yang dilindungi oleh sinyal blok, yang
dilayani secara manual setelah dilakukan pertukaran informasi
dengan menggunakan telepon atau alat komunikasi lainnya.

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

(2) Sistem Blok Manual Dengan Pengamat


Sistem blok manual dengan pengamat adalah suatu blok atau
sederetan blok yang berurutan yang dilindungi oleh sinyal blok,
yang keadaannya diamati dengan menggunakan alat pendeteksi
spur sedang pelayanannya dilakukan secara manual.
(3) Sistem Blok Otomatik
Sistem blok otomatik adalah sederetan blok yang berurutan yang
dilindungi oleh sinyal blok atau sinyal kabin atau oleh keduanya
yang bekerja secara otomatik karena gerakan kereta api yang
bersangkutan.
(4) Sistem Blok Dengan Pengubah Jurusan
Sistem blok dengan pengubah jurusan adalah blok otomatik yang
berlaku untuk dua jurusan. Untuk gerakan yang berlawanan blok
terdiri dari bagian jalan rel antara stasiun yang berdekatan dan
sinyal yang mengatur masuknya kereta api ke dalam blok yang
menunjukkan aspek “tidak aman”,
Keterangan;
Agar dapat dilakukan operasi spur tunggal pada jalur ganda,
setiap jalan rel pada jalur ganda masing-masing harus dilengkapi
sistem blok dengan pengubah jurusan.

(5) Filosofi Blok


Pemberian izin untuk memberangkatkan kereta api kepada
stasiun batas blok, hanya dapat dilakukan bila dipenuhi syarat:
a. Pelayanan perjalanan kereta api terdahulu di dalam blok
yang bersangkutan telah selesai.
b. Sinyal masuk yang bersangkutan di stasiun pemberangkatan
kereta api sedang menunjukkan aspek “tidak aman”
c. Blok sedang tidak terisi oleh kereta api.
d. Sinyal masuk yang bersangkutan di stasiun pemberi izin
menunjukkan aspek “tidak aman”

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

e. Luncuran dibelakang sinyal masuk yang bersangkutan di


stasiun pemberi izin sedang tidak terisi oleh kereta api
terdahulu maupun langsiran.

2.1.3. Di Pintu Perlintasan Sebidang

Sebagai pencegah kecelakaan diperlintasan yang paling ideal adalah


dengan membuat perlintasan tersebut tidak sebidang, artinya salah satu
jalan rayanya atau jalan kereta api nya dilayangkan.
Pada kenyataannya sangat banyak pintu perlintasan sehingga tidak
mungkin semua perlintasan dibuat tidak sebidang. Menurut klasifikasinya,
sistem pengamanan di pintu perlintasan sebidang terdiri dari:
1) Perlintasan sebidang kelas I
Perlintasan sebidang kelas I adalah perlintasan sebidang yang
dilengkapi peralatan yang dapat menutup lalu lintas kendaraan jalan
raya bila kereta api atau bakal pelanting lainnya akan melewati
perlintasan tersebut. Perangkat pelindung pada perlintasan sebidang
kelas 1 dapat dilayani secara otomatik, semi otomatik ataupun secara
manual.
2) Perlintasan sebidang kelas II
Pada perlintasan ini, selama satu hari pintu perlintasan hanya dilayani
selama waktu tertentu. Penjaga perlintasan hanya bertugas pada waktu
perjalanan kereta api sangat sering dan lalu lintas jalan raya sangat
padat.
Selama waktu lainnya penjaga perlintasan tidak bertugas dan pintu
perlintasan tidak dilayani. Dalam hal-hal tertentu pada perlintasan
sebidang ini dilengkapi lampu silang datar yang bekerja secara otomatik.
3) Perlintasan sebidang kelas III
Pada perlintasan sebidang ini tidak dilengkapi pintu perlintasan ataupun
lampu silang datar, tetapi hanya dilengkapi dengan rambu.

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

2.2. Arti Sinyal


Arti sinyal, menganut sistem persinyalan rute dengan menggunakan aspek
sinyal sebagai berikut :

2.2.1. Sinyal Utama

2.3. Urutan Aspek Sinyal

2.3.1. Rangkaian Semboyan Sinyal Blok Pada Petak Jalan Yang

Diperlengkapi Blok Otomatik


Bila kereta api 1 telah masuk ke dalam blok 3
1) Sinyal blok 3 menunjukan aspek cahaya hijau
2) Sinyal blok 2 menunjukan aspek cahaya kuning
3) Sinyal blok 1 menunjukan aspek cahaya merah
Dalam hal demikaian kereta api 3 (jika ada) dapat berjalan memasuki blok 3
sampai dengan blok 2 dan berhenti sebelum sinyal blok 1.

Sinyal Blok Sinyal Blok Sinyal Blok


B13 B12 B11
KA 3 KA 1

B13 B12 B11

Blok 3 Blok 2 Blok 1

2.3.2. Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen


a. Kereta api berhenti dimuka sinyal masuk sinyal masuk
1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya kuning
2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya merah
3) Sinyal Berangkat J12B dan J32B masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur k.a (R19/I Pasal 28 ayat 4)

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
JL32A (32)

JL32B

b. Kereta api masuk dan berhenti di sepur lurus


1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau
2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya kuning
3) Sinyal Berangkat J12 dan J32 masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur k.a (R19/I Pasal 28 ayat 4)

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A) (10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
JL32A (32)

JL32B

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


Pedoman Dasar Perencanaa Persinyalan Elektrik
Revisi Buku Tahun 1987

c. Kereta api masuk dan berhenti di sepur belok


1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau
2) Sinyal masuk J 10 menunjukan aspek cahaya "kuning dan sinyal
penunjuk batas kecepatan menunjukan angka 3 bercahaya
kuning"
3) Sinyal Berangkat J12 dan J32 masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur k.a (R19/I Pasal 28 ayat 4)

3
3

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
JL32A (32)

JL32B

d. Kereta api masuk berjalan langsung melalui sepur lurus


1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau
2) Sinyal masuk J 10 menunjukan aspek cahaya hijau
3) Sinyal Berangkat J12 masing-masing menunjukan aspek cahaya hijau

D2/RENTEK SDSK SINTELIS 11/10/18 -22:52


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 30 - 178

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
JL32A (32)

JL32B

e. Kereta api masuk berjalan langsung melalui sepur belok

1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya hijau


2) Sinyal masuk J 10 menunjukan aspek cahaya hijau
3) Sinyal Berangkat J 32 masing-masing menunjukan aspek cahaya hijau
(Cek kondisi ini disesuaikan dengan desain terbaru)
3
3

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
3

JL32A (32)

JL32B
3

Page 30 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 31 - 178

f. Kereta api boleh berjalan melalui sinyal utama yang menunjukan


semboyan "tidak aman" (R19/I Pasal 26 ayat 8)
1) Sinyal pendahuluan masuk MJ10 menunjukan aspek cahaya kuning
2) Sinyal masuk J10 menunjukan aspek cahaya merah dan menunjukan
sinyal darurat aspek segitiga bercahaya putih.
3) Sinyal Berangkat J12 dan J32 masing-masing menunjukan aspek
cahaya merah, sebagai batas sepur k.a (R19/I Pasal 28 ayat 4)

Sinyal Muka Sinyal Masuk Sinyal Keluar Sinyal Keluar


MJ 10 J 10 J 12B J 32B

(10A) (10B) (11) JL12A (12) (13)

11 13
JL12B
JL32A (32)
MJ10 J10

JL32B

2.3.3. Sinyal Masuk Yang Berbatasan Dengan Petak Jalan Yang Dilengkapi
Dengan Sinyal Blok Otomatik.
Bila suatu stasiun terletak pada lintas yang dilengkapi blok otomatik
dengan sinyal blok antara, maka sinyal masuk yang berbatasan dengan
petak jalan tersebut tidak perlu dilengkapi dengan sinyal muka.
Sebagai penggantinya, sinyal masuk harus dirangkaikan dengan sinyal
blok yang terdekat pada sinyal masuk tersebut.

Page 31 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 32 - 178
IKHTISAR RANGKAIAN SEMBOYAN SINYAL

m
1 B

/ja
km
30 km/jam

30
A 2 C
40
km
/ja 3 D
m

1 A

3
2 A
3
1 B

3
3 A
3
1
3

4 A C
3

5 A
B

6 A 2

7 A 22 C

8 A 2
D

9A
3 D

10 A
3 D

Page 32 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 33 - 178
2.3.4. Rangkaian Somboyan Sinyal Di Emplasemen Pada Waktu Dilakukan
Operasi Spur Tunggal Sementara Pada Jalur Ganda

a. Kereta Api Berangkat Melalui Jalur Ganda


1) Sinyal keluar J22B menunjukan aspek cahaya hijau, sinyal
pembatas kecepatan menunjuk angka 3 bercahaya putih, dan
sinyal masuk ke spur tunggal sementara padam
2) Sinyal keluar J12B menunjukan aspek cahaya merah
3) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah
4) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12B J 22B J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24

21 23 (24)
JL22B
3

(10A) (10B) (12)


11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

b. Kereta Api Berangkat Melalui Spur Tunggal Sementara


1) Sinyal keluar J22B menunjukan aspek cahaya hijau, sinyal
pembatas kecepatan menunjukan angka 3 bercahaya putih, dan
sinyal masuk spur salah menunjukan aspek “berjalan di jalur kiri”
menyala putih
2) Sinyal keluar J12B menunjukan aspek cahaya merah,
3) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah,
4) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, dan sinyal
darurat padam.

Page 33 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 34 - 178

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12B J 22B J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24

21 23 (24)
JL22B

3
(10A) (10B) 11 (12) 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

c. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berhenti
Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya kuning,
2) Sinyal J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
pembatas kecepatan dan sinyal keluar, sinyal berjalan dijalur kiri
padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam. Sinyal ini
digunakan sebagai batas penghabisan spur k.a (R 19/I pasal 28
ayat 4).
4) Sinyal keluar J12A menunjukan cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (22) (23) J24


3

(21)

21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

Page 34 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 35 - 178
d. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berjalan
Langsung Melalui Spur Benar Dan Berjalan Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya “hijau”, sinyal
pembatas kecepatan dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (22) (23) J24


3

(21)

21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

e. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berjalan
Langsung Melalui Jalur Benar Menuju Ke Spur Tunggal
Sementara Pada Jalur Kiri.
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan angka “3 menyala putih” dan sinyal masuk
berjalan di jalur kiri menyala putih.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Page 35 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 36 - 178

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24

3
21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

f. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Jalur Kiri Dan Masuk Berhenti
Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24


3

(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

g. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Tunggal Sementara Dan


Masuk Berhenti Pada Jalur Salah.
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah

Page 36 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 37 - 178
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24


3

(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12) (14)
11 13

(11) (13)
JL12B J14

h. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Tunggal Sementara Dan


Masuk Berjalan Langsung Melalui Jalur Benar menuju Ke Spur
Benar.
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Page 37 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 38 - 178

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (22) (23) J24

3
(21) (24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

i. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Tunggal Sementara Dan


Masuk Berjalan Langsung Melalui Jalur Benar menuju Ke Spur.
Spur Tunggal Sementara
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan menunjukan angka 3 menyala dan sinyal
masuk berjalan di jalur kiri putih.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (21) (22) (23) J24


3

(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14

Page 38 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 39 - 178
j. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Tunggal Sementara Dan
Masuk Berjalan Langsung Melalui Jalur Salah menuju Ke Spur.
Spur Tunggal Sementara

1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah


2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.

Sinyal Keluar Sinyal Keluar Sinyal Masuk Sinyal Masuk


J 12A J 22A J 14 J 24

(20A) (20B) (22) (23) J24


3

(21) (24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12) J14 (14)
11 13

(11) (13)
JL12B

Catatan:
Bila sinyal masuk dilengkapi dengan sinyal muka atau bila
berbatasan dengan petak jalan yang dilengkapi blok otomatik,
sinyal masuk harus dirangkaikan dengan sinyal blok seperti
tercantum pada BAB 2-5

Page 39 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 40 - 178

2.3.5. Perlindungan Terhadap Luncuran


a. Luncuran Pada Sinyal Blok
1) Kemungkinan adanya kereta api yang berhenti di petak jalan
sangat jarang, karena pada umumnya semua kereta api akan
selalu berjalan langsung melewati sinyal-sinyal blok yang terletak
pada petak jalan tersebut sampai mencapai stasiun berikutnya.
Setiap blok pada petak jalan tersebut mempunyai jarak blok yang
cukup jauh, sehingga setiap kereta api akan dapat diberhentikan
dimuka sinyal blok yang menunjukkan aspek “tidak aman”.
Karena itu manfaat luncuran pada sinyal blok pada petak jalan
sangat kecil.
Contoh:

KA 1

B13 B12 B11

JP JPB 50m

JP

2) Penggunaan sistem blok yang dilengkapi luncuran, akan selalu


menyebabkan bertambah besarnya selang waktu antar kedua
kereta api bila dibandingkan dengan sistem blok tanpa luncuran.
Penggunaan sistem luncuran akan merupakan hambatan, bila di
kemudian hari diperlukan untuk memperkecil selang waktu,
terutama di lintas yang sangat padat, seperti terlihat pada gambar
contoh dibawah ini:

Page 40 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 41 - 178
KA 3 KA 1
Keadaan 1

B13 B12 B11

Tr

Keadaan 2

B13 B12 B11

Tr < Tr 1

B13 B12 B11

Ls B B L1 Lo

Tr Lo

Tr 1

Keterangan:
Keadaan 1: Sistem blok tanpa luncuran
Keadaan 2: Sistem blok yang di lengkapi luncuran.

3) Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka sinyal blok di petak


jalan tidak dilengkapi luncuran.

a. Luncuran Pada Sinyal Masuk


1) Sinyal masuk harus dilengkapi luncuran yang panjangnya 50 m di
belakang sinyal masuk yang bersangkutan.
2) Panjang luncuran tersebut dipandang telah cukup, karena bila suatu
sinyal menunjukkan aspek “tidak aman”, maka kereta api harus
diberhentikan pada jarak 50 m di muka sinyal tersebut. Dengan
demikian, sebenarnya untuk luncuran telah tersedia jarak sepanjang
100 m, seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Page 41 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 42 - 178

Lo

100 m

50m 50m

3) Sesuai dengan ketentuan Reglemen 19/1 pasal 61 huruf D ayat 12,


apabila daerah luncuran masih terinjak oleh langsiran:
a) Petak jalan yang bersangkutan dilengkapi dengan sistem blok,
maka pemberian blok untuk kereta api yang menuju ke stasiun
melalui petak jalan tempat langsiran, tidak akan dapat dilakukan.
Pemberian blok baru akan dapat dilaksanakan kalau seluruh
langsiran telah meninggalkan luncuran tersebut.
Contoh:

50m

1) Pemberian blok tidak dapat dilaksanakan

50m

2) Pemberian blok dapat dilaksanakan.

Page 42 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 43 - 178
b) Petak jalan yang bersangkutan dilengkapi dengan sistem blok
petak jalan otomatik, maka sinyal blok pertama di muka sinyal
masuk tempat langsiran berlangsung akan menunjukkan aspek
“tidak aman”. Sinyal blok tersebut baru akan menunjukkan aspek
“hati-hati” kalau seluruh langsiran telah meninggalkan bagian
luncuran tersebut.

50m

50m

b. Luncuran Pada Sinyal Keluar


1) Sinyal keluar harus dilengkapi dengan luncuran yang panjangnya
100 m di belakang sinyal keluar yang bersangkutan.
2) Bila panjang luncuran sinyal keluar Lo lebih kecil atau sama
dengan 100 m, maka:
a) Pada spur kembar, jika kereta api yang dimukanya masih
menginjak bagian jalan rel (2) di sekitar jarak 100 m dari
sinyal keluar 50 m, maka sinyal harus 12 harus tetap
menunjukkan aspek “tidak aman”. Hal tersebut untuk
mencegah terjadinya luncuran, walaupun rute untuk
kereta api berikutnya yang akan dimasukkan ke spur 2
telah dibentuk.

Page 43 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 44 - 178

(1) (2)

J10 J12B

J32B
Lo
Lo < 100 m

b) Pada spur kembar, bila rute untuk kereta api berikutnya


telah dibentuk ke spur yang sama yaitu ke spur 1, maka
sinyal masuk JIO akan menunjukkan aspek “hati-hati”
segera setelah seluruh rangkaian kereta api yang di
mukanya melewati sinyal ke luar J12B. Hal ini
berdasarkan atas pertimbangan, bahwa kereta api yang di
mukanya baru berangkat dari stasiun yang bersangkutan
sehingga kereta api tersebut tidak mungkin dapat
diberhentikan lagi tepat dalam daerah luncuran di
belakang sinyal keluar J12B.

(1) (2)

J10 J12B

J32B
Lo
Lo < 100 m

c) Pada spur tunggal,bila dua kereta api masuk ke stasiun


dalam waktu yang bersamaan,sinyal masuk sisi lawan
harus tetap menunjukkan aspek “tidak aman” untuk
menjamin adanya jarak aman antara kedua kereta api
tersebut, bila panjang luncuran di belakang sinyal keluar
yang bersangkutan lebih pendek dari 100 m.

Page 44 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 45 - 178

J22A

(2)

(1)
J10

J12B
Lo1 Lo2

2.4. PERJALANAN KERETA API TERHADAP KEDUDUKAN SINYAL YANG


TERGANGGU.
a. Lampu Sinyal Padam
1) Sinyal Muka
Bila lampu sinyal muka untuk sinyal masuk atau sinyal muka antara
padam, kereta api diijinkan berjalan melewatinya sampai ke sinyal
utama yang bersangkutan.
2) Sinyal Utama
a) Sinyal utama yang lampunya padam, dinamakan dengan suatu
sinyal yang sedang menunjukkan aspek “tidak aman”, sehingga
kereta api harus berhenti di muka sinyal yang bersangkutan.
b) Kereta api atau langsiran diijinkan berjalan melalui sinyal utama
yang padam lampunya, setelah dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
(1) Pada sinyal langsir:
(a) Juru langsir minta ijin kepada pemimpin perjalanan
kereta api untuk menggerakkan langsirannya melalui
sinyal langsir yang padam lampunya dengan
menggunakan pesawat komunikasi.
(b) Sebelum memerintahkan gerakan langsiran,
pemimpin perjalan kereta api melayani wesel-wesel yang

Page 45 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 46 - 178
diperlukan untuk rute langsir dengan cara menekan
sepasang tombol yang bersangkutan pada meja
pelayanan.
(c) Setelah pemimpin perjalanan kereta api meyakinkan
sendiri, bahwa semua indikator wesel-wesel yang akan
dilalui dalam kedudukan sebagaimana mestinya, baru ia
memerintahkan untuk menggerakkan langsiran melalui
sinyal langsir yang padam lampunya dengan
menggunakan pesawat komunikasi.

(2) Pada sinyal masuk atau sinyal keluar:


(a) Kereta api diijinkan untuk berjalan melalui sinyal masuk
atau sinyal keluar yang padam lampunya bila tindakan-
tindakan yang tercantum dalam reglemen 19 jilid I pasal 26
ayat B telah dilakukan.
(b) Bila lampu tanda sinyal blok otomatik yang dipasang pada
tiang sinyal masuk atau sinyal keluar tersebut menyala,
maka kereta api diizinkan untuk melalui sinyal masuk atau
sinyal keluar yang padam lampunya dengan cara seperti
pada waktu melalui sinyal blok otomatik yang terganggu.

b. Melalui Sinyal Utama Yang Menunjukkan Aspek Tidak Aman


1) Sinyal Langsir
Langsiran diijinkan berjalan melalui sinyal langsir yang
menunjukkan aspek “tidak aman” setelah dilakukan tindakan-
tindakan seperti pada waktu langsiran akan melalui sinyal langsir
yang padam lampunya.

2) Sinyal Blok Otomatis


a) Gangguan sinyal blok otomatik dapat terjadi karena gangguan
pada sirkit spur, sirkit atau gangguan lainnya.

Page 46 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 47 - 178
b) Kereta api harus dihentikan dimuka sinyal tersebut dan setelah
1(satu) menit kereta api berhenti, kereta api yang bersangkutan
diijinkan berjalan lagi melalui sinyal blok terebut dengan
kecepatan maksimum 15 km/jam sampai pada sinyal blok
berikutnya.
c) Bila diketahui sinyal blok berikutnya menunjukkan aspek
“aman”, maka kereta api boleh masuk ke dalam blok yang
bersangkutan dengan kecepatan jelajah yang diizinkan.

Contoh:

B13 B12 B11

Blok 3 Blok 2 Blok 1

50m 15 km/jam Kecepatan yang diizinkan

3) Sinyal masuk
a) Gangguan sinyal masuk dapat terjadi karena gangguan
pada sirkit spur, sirkit sinyal, wesel atau gangguan lainnya.
b) Kereta api harus diberhentikan di muka sinyal masuk yang
terganggu dan menunjukkan aspek “tidak aman”.
c) Kereta api boleh berjalan lagi melalui sinyal masuk yang
menunjukkan aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan
cara:
(1) Sesuai ketentuan yang tercantum dalam Reglemen 19
Jilid 1 pasal 26 ayat B.
(2) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh
pemimpin perjalanan kereta api.
d) Kereta api yang telah diberi izin melalui sinyal yang
menunjukkan aspek “tidak aman” tersebut boleh berjalan
dengan kecepatan maksimum 30 km/jam.

Page 47 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 48 - 178

30km/jam

JL12B
30km/jam

JL32B

4) Sinyal Keluar
a) Gangguan sinyal keluar dapat terjadi karena gangguan pada
sirkit spur,sirkit sinyal, wesel, sirkit blok atau gangguan
lainnya.
b) Kereta api dapat diberangkatkan melalui sinyal keluar yang
menunjukkan aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan
cara:
(1) Sesuai ketentuan yang tercatum dalam reglemen 19 jilid
1 pasal 26 ayat B.
(2) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh
pemimpin perjalanan kereta api.
c) Setelah mendapat ijin tersebut diatas, kereta api dapat
diberangkatkan melalui sinyal keluar yang menunjukkan
aspek “tidak aman” dengan kecepatan maksimum 30
km/jam sampai kereta api tersebut melewati wesel terjauh
pada rute yang bersangkutan.

Kecepatan yang diizinkan


30km/jam

JL12B
50m
m
/ja
km
30

JL32B

Page 48 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 49 - 178
d) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal listrik
dengan sistem blok otomatik, maka pemberian ijin untuk
memberangkatkan kereta api melalui sinyal keluar yang
menunjukkan aspek “tidak aman” diatur sebagai berikut:
(1) Bila indikator “blok aman” pada meja pelayanan
bercahaya putih, berarti kereta api dapat diberangkatkan
dengan cara seperti tersebut diatas.
(2) Bilamana indikator “blok aman” pada meja pelayanan
padam, maka pemimpin perjalanan kereta api harus
menugaskan seorang pegawai untuk memeriksa daerah
blok yang dilindungi sinyal keluar yang terganggu tidak
terisi bakal pelanting. Bila pemeriksaan tersebut telah
selesai dan blok dalam keadaan aman, maka kereta api
dapat diberangkatkan dengan cara seperti tersebut di
atas.
(3) Setelah mendapat izin, kereta api dapat diberangkatkan
melalui sinyal keluar yang menunjukkan aspek “tidak
aman” dengan kecepatan maksimum 30 km/jam sampai
kereta api tersebut melewati wesel terjauh pada rute
yang bersangkutan.

Kecepatan yang diizinkan


30km/jam

JL12B
m
/j a
km
30

JL32B

e) Pemberian ijin melalui sinyal yang menunjukkan aspek tidak


aman dengan menggunakan sinyal darurat:

Page 49 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 50 - 178
(1) Sebelum pemimpin perjalanan kereta api melayani sinyal
darurat, ia harus meyakinkan dahulu bahwa rute yang
akan dilalui kereta api yang bersangkutan dalam
keadaan aman tidak isi bakal pelanting.
(2) Wesel-wesel harus dilayani sesuai keperluan, kemudian
dikancing dengan menggunakan kruk spur bila stasiun
tersebut dilengkapi dengan perkakas hendel mekanik,
atau dengan menggunakan tombol kancing bila stasiun
tersebut dilengkapi dengan perangkat sinyal listrik.
(3) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal listrik
dan meja pelayanannya dilengkapi tombol pembentukan
rute darurat, maka wesel-wesel akan disetel ke
kedudukan yang diperlukan secara otomatis dan tersekat
dalam kedudukan tersebut.
(4) Setelah sinyal darurat dilayani, sinyal ini akan
menunjukan aspek “perintah jalan” selama 90 detik.
Pelayanan ini dicatat oleh pesawat pencatat sinyal
darurat.
(5) Setelah waktu 90 detik dilampaui, sinyal darurat akan
padam kembali. Bila pada saat itu kereta api masih
belum berjalan melalui sinyal masuk atau sinyal keluar
yang bersangkutan, maka pelayanan sinyal darurat harus
diulang kembali sampai akhirnya kereta api berjalan
melalui sinyal tersebut.
(6) Setiap kenaikan angka pada pesawat pencatat harus
dicatat dalam buku “Penjagaan Kenaikan Pesawat
Pencatat” disertai dengan alasan terjadinya kenaikan
angka tersebut.

Page 50 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 51 - 178
(7) Kereta api yang masuk dengan menggunakan sinyal
darurat harus dihentikan dimuka sinyal keluar yang
bersangkutan atau di muka semboyan 3 yang dilihatkan
oleh seorang pegawai sebagai batas berhantinya kereta
api yang bersangkutan.

2.5. PERANGKAT SINYAL

2.5.1. Peralatan dalam

2.5.1.1 Relai
a) Elemen sirkit yang sangat penting pada perangkat sinyal listrik
adalah relai, yang dapat didefinisikan sebagai alat pengendali arus,
yang dapat menyambung atau memutuskan sirkit lainnya
bergantung pada kedudukannya apakah menarik atau jatuh.
b) Relai yang banyak digunakan dalam teknik sinyal adalah relai arus
rata, yang angker ddan sistem kontaknya akan kembali pada
kedudukan biasanya secara otomatis, bilamana arus mengalir
dalam kumparan diputuskan.
c) Relai arus rata terdiri dari bagian;
(1) Sistem magnetik
(2) Kontak
d) Sistem relai magnetik arus rata terdiri dari bagian kumparan:
(1) Kumparan
(2) Inti
(3) Pemikul
(4) Celah udara
(5) Pasak penghenti
(6) Angker

Page 51 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 52 - 178

Gambar.
e) Relai arus rata terdiri dari 2 jenis:
(1) Jenis N (relai tanpa pengecekan)
Relai sendiri telah dapat memenuhi semua persyaratan
keselamatan tanpa bantuan relai lainnya atau tanpa
memerlukan bekerjanya suatu sirkit pengecek.
(2) Jenis C (relai yang memerlukan pengecekan)
Relai yang pemenuhan persyaratan keselamatan dijamin oleh
bekerjanya suatu sirkit pengecek.

2.5.1.2 Catu daya


a) Peralatan catu daya
Catudaya harus dapat menjamin kebutuhan beban instalalsi sinyal
terpenuhi, serta mampu bekerja secara terus menerus tanpa
mengalami hambatan terputus, maka harus tersedia peralatan
catudaya yang sesuai dengan kapasitas penggunaannya. Karena
demikian pentingnya catudaya ini sebagai sumber tenaga yang
akan memberi daya kepada semua peralatan sinyal tanpa terputus,
maka tidak hanya diperlukan adanya satu unit peralatan daya saja.
Untuk itu harus tersedia:
(1) Catu daya utama
(2) Catudaya darurat
(3) Ctudaya cadangan
Dari ketiga unit catudaya tersebut diatas satu sama lain harus
dibuatkan sistem pemindahan hubungan yang akan bekerja secara
otomatis apabila catudaya utama mengalami gangguan, demikian
pula sebaiknya apabila catudaya utama sudah kembali normal.

b) Pencatudaya pada peralatan sinyal.

Page 52 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 53 - 178
Ada beberapa macam pencatudaya peralatan sinyal antara lain:
(1) Pencatudaya bolak-balik utama,
(2) Pencatudaya bolak-balik berfasa tunggal
(3) Pencatudaya bolak-balik 3 fasa
(4) Pencatudaya searah
Keempat macam pencatudaya tersebut diatas masing-masing
digunakan sesuai dengan spesifikasi pewralatan sinyal antara lain:
lampu-lampu sinyal, sirkit-sirkit spur maupun peralatan yang
sejenis, masin-mesin penggerak wesel dan peralatan interlocking
Semua pencatudaya ini mendapatkan sumber tenaga dari
catudaya uatama atau catudaya darurat melalui transformator atau
menggunakan perata atau pengubah tagangan AC/DC.

c) Peralatan-peralatan lain
Disamping catudaya utama yang diperoleh dari PLN maupun
catudaya darurat yang dikeluarkan dari generator, maka masih
diperlukan pula peralatan-peralatan lainnya sesuai dengan
kebutuhan guna mendapatkan macam-macam catudaya yang
diinginkan. Adapun peralatan-peralatan tersebut adalah sebagai
berikut:
(1) Batere
(2) Perata/pengisi batere
(3) Transformator
(4) Pengubah arus
(5) Peti peralatan catudaya (papan penukar hubungan)
(6) Pendeteksi kebocoran terhadap bumi
Peralatan-peralatan tersebut diatas harus disesuaikan dengan
kapasitas penggunaannya.

Page 53 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 54 - 178

2.5.1.3 Panel Pengendalian


Yang dimaksud dengan panel pengendalian ialah unit yang
dipergunakan untuk melayani dan mengendalikan seluruh bagian
peralatan sinyal, baik yang ada di emplasemen (peralatan luar) maupun
yang ada didalam ruangan (peralatan dalam) untuk mengatur dan
menyelenggarakan pengamanan keluar masuknya kereta api di
emplasemen, yang seluruh indikasinya dapat dideteksi dario panel
pengendalian tersebut.
Besar kecilnya panel pengendalian yang digunakan bergantung pada
luas dan panyangnya emplasemen yang dilayani.
a) Bentuk
Ada beberapa macam bentuk panel pengenddalian antara lain:
(1) Pada emplasemen kecil atau sedang digunakan panel
pengendalian meja, yang dapat dilayani baik sambil duduk
maupun sambil berdiri.
(2) Pada stasiun yang bentuk emplasemennnya panjang tetapi tidak
terlalu lebar, dipakai panel layanan pilar, sedang pelayanannya
dilakukan dengan menggunakantombol-tombol pada meja yang
terpisah.
(3) Pada stasiun yang besar yang bentuk emplasemennya panjang
dan lebar, dipakai panel dinding (Mimic Panel), sedang
pelayanannya dilakukan dengan menggunakantombol-tombol
pada meja yang terpisah.
b) Pengoperasian Panel dan Tombol Tekan
Sistem diinterlocking dioperasikan dari panel pelayanan yang mana
tata letak emplasemen terpampang pada panel pelayanan persis
seperti keadaan di emplasemen. Tombol-tombol tekan untuk kontrol
rute, sinyal-sinyal dan wesel-wesel ditempatkan sesuai dengan

Page 54 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 55 - 178
posisinya di emplasemen. Tombol kelompok dan tombol-tombol
lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan tata letak
emplasemen misalnya pencatat terjadinya gangguan adalah
ditempatkan diatas astau dibawah tata letak emplasemen. Semua
pengoperasian oleh operator/pelayan harus dilaksanakan dengan
cara menekan secara bersamaa 2 tombol yang bersangkutan.
c) Tombol tekan untuk Relai Menghidupkan, Pengecekan dan
Rangkaian Deteksi
Tombol tekan untuk mengerjakan relai-relai dibedakan atas tiga
katagori:
(1) Tombol tekal relai sinyal, untuk penyetelan rute
(2) Tombol tekan rele wesel-wesel
(3) Tombol kelompok (common button relays)
Pengoperasian tombol-tombol ini bisa dengan cara:
(a) Mengoperasikan tombol- tombol tekan pada panel pelayanan
(b) Mengetik nomor-nomor yang akan disetel pada alat pengetik
(keyboard)
(c) Operasi jarak jauh (remote control)
(d) Apakah penekanan tombol telah sesuai dengan yang dikehendaki
dimana harus dua tombol ditekan bersamaan, hal ini harus ada
alat pengecek, dimana operasi akan dicegah bila bila terjadi
kesalahan misalnya 3 tombol ditekan bersamaan atau satu
tombol pembentukan rute ditekan bersamaan dengan tombol
kelompok. Jika terjadi kesalahan tekan atau kesalahan operasi,
maka setelah 5 detik timbul alarm bersamaan dengan itu maka
semua input konttrol terputus. Oleh karena itu penekanan tombol
paling tidak selama 5 detik untuk diketahui reaksinya, yaitu
penekanan telah betul atau salah.

Page 55 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 56 - 178

d) Pembentukan Rute K.A


Prosedur pembentukan rute meliputi:
(1) Awal rute
(2) Tujuan rute
(3) Pengecekan rute (pengecekan dari rute yang bertentangan,
apakah wesel terkunci atau tersekat pada posisi yang benar,
apakah jalur atau bagian jalur dalam rute diblok).
(4) Mengaktifkan rute yang dibentuk ( rute k.a atau rute langsiran)
(5) Mengaktifkan wesel jaga samping dan supervisi.
(6) Mengaktifkan wesel ke posisi yang dituju
(7) Penguncian wesel dan rute
(8) Supervisi rute (posisi wesel, penguncian wesel, pendudukan sub-
sub rute, dan wesel jaga samping
(9) Seleksi aspek sinyal
(10) Kontrol terhadap aspek sinyal yang telah diseleksi

2.5.2. Peralatan luar

2.5.2.1 Sirkit sepur


1) Pengertian
Sirkit spur (track circuit) adalah suatu sirkit listrik yang digunakan untuk
mendeteksi kehadiran bakal pelanting pada suatu bagian jalan rel,
untuk mengendalikan perangkat sinyal, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
2) Pembagian jenis sirkit spur.
(1) Menurut sumber arusnya.
(a) Sirkit spur arus rata
Sebagai sumber arus pada sirkit spur arus rata pada umumnya
digunakan batere primer. Pada saat ini sirkit sdpur arus rata
masih dipakai sebagai alat pendeteksi bakal pelanting pada

Page 56 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 57 - 178
lampu silang datar yang terletak pada lintas yang tidak terdapat
jaringan listrik komersial.
Sirkit spur arus rata rel tunggal kadang-kadang digunakan pada
lintas yang menggunakan traksi arus bolak-balik, tetapi pada
lintasyang menggunakan traksi lidtrik arus rata, jenis sirkit spur
ini tidak dapat digunakan.
(b) Sirkit spur arus bolak-balik
(i) Sirkit spur frekuensi komersial.
Sirkit spur frekuensi komersial commercial frequency rack
ircuit menggunakan sumber arus dengan frkuensi komersial
50 Hz atau 60 Hz. Pada umumnya sirkit spur jenis ini
digunakan pada lintas yang tidak menggunakan traksi listrik
arus rata.
(ii) Sirkit spur frekuensi ganda atau frekuensi tengah
Sirkit spur frekuensi ganda (doubled frequency track circuit)
menggunakan sumber arus bolak-balik 100 Hz, sedang sirkit
spur frekuensi tengah (halved frekuensi track circuit)
menggunakan sumber arus bolak-balik dengan frekuensi 25
Hz. Frekuensi-frekuensi tersebut diperoleh dengan cara
mengkonversikan frekuensi komersial 50 Hz dengan jalan
melipatkannya menjadi 100 Hz atau membaginya menjadi
25 Hz.
Sirkit spur jenis ini digunakan pada lintas yang
menggunakan traksi listrik arus bolak-balik, bila diduga
ditempat tersebut mungkin akan terjadi gangguan yang
disebabkan karena pengaruh arus traksi.
Oleh karena pada peralatan sirkit spur tidak terdapat
bagaian yang bergerak dan juga tidak terdapat komponen
semikonduktor, maka keawetan, demikian juga kekuatan
dan bekerja baiknay peralatan akan terjamin.

Page 57 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 58 - 178
(c) Sirkit spur dengan perata.
Sirkit spur dengan perata menggunakan sumber arus rata yang
berasal dari sumber arus bolak-balik yang diratakan oleh suatu
perata.
Pada sistem ini terdapat dua jenis sirkit spur, yaitu jenis
penyearah rangkap (full-wave rectifiying) dan jenis penyearah
tunggal (half-wave rectifiying). Sirkit spur jenis ini pada
umumnya digunakan keperluan khusus.
(d) Sirkit spur kode
Pada sirkit spur kode (coded track circuit) arus sinyal dicatukan
pada rel secara terputus-putus, membentuk suatu kode tertentu,
sehingga relai sirkit spur bekerja sesuai dengan kode yang
diterimanya. Relai ulang kode tertentu yang telah ditetapkan
melalui sistem demodulator. Keunggulan penggunaan sirkit spur
kode diantaranya adalah:
(i) Kemampuan mencegah terjadinya kesalahan operasi yang
disebabkan adanya arus liar (stray current)
(ii) Kemampuan meningkatkan jangkauan pengendalian dari
sirkit spur
(iii) Kemampuan meningkatkan kepekaan sirkit spur
(iv) Kemampuan meningkatkan pendeteksian putusnya rel.
(e) Sirkit spur frekuensi nada
Sirkit spur frekuensi nada (audio frequency track circuit) adalah
sistem sirkit spur terbaru yang, yang sangat berbeda bila
dibandingkan dengan sirkit spur tradisional.
Perbedaan terpenting adalah dalam hal arus sinyal yang pada
sirkit spur ini menggunakan frekuensi nada (audio frequency)
dengan fekuensi sekitar satu kilo Hertz. Di samping itu pada
sirkit spur ini telah digunakan teknik elektronika, yang pada
saat ini sedang berkembang dengan pesatnya.

Page 58 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 59 - 178
(f) Sirkit spur frekuensi tinggi
Bila frekuensi yang digunakan berada dalam daerah frekuensi
yang terletak antara 1 KHz sampai dengan 10 KHz, maka sirkit
spur disebut “ sirkit spur HF” (Sirkit spur pulsa frekeunsi tinggi).
(g) Sirkit spur pulsa
Sirkit spur pulsa (pulsa tarck circuit) adalah suatu sistem sirkit
spur yang khusus digunakan untuk mendeteksi bagian jalan
berkaret dan mempunyai tahanan listrik yang besar. Dengan
menggunakan tegangan pulsa tahanan paralel spur yang
dihasilkan ( track shunt resistance) menjadi lebih rendah.
Impedansi rel yang tinggi terhadap pulsa, mengakibatkan
meningkatnya kepekaan sirkit spur terhadap hubungan singkat.
Sirkit spur pulsa digunakan spur-spur penyortir suatu
emplasemen langsir yang mempunyai tahanan hubungan
singkat spur yang tinggi dan penggunaan semua jenis traksi.

3) Menurut kriteria lainnya.


Berdasarkan kriteria lainnya, seperti sirkit utama, jenis relai yang
dipakai, cara penyekatan rel, letak sumber arus dan penempatan
peralatan sirkit spur, sirkit spur dapat dibagi menjadi beberapa jenis
seperti tertera pada daftar dibawah ini:

Page 59 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 60 - 178

Kriteria Jenis Sirkit spur Keterangan


Sirkit spur terbuka
Sirkit utama
Sirkit spur tertutup
Jenis relai yang Dua kedudukan Di emplasemen
Tiga kedudukan Di petak jalan
digunakan
Dengan sambungan
penyekat
Rel tunggal Di emplasemen
Metoda penyekatan Rel ganda
rel Tanpa sambungan
penyekat
Pencatuan di ujung
Pencatuan di pusat
Penempatan Tergabung
Terpisah
peralatan sirkit spur

4) Bagian Mati Sirkit spur


(1) Pengertian
Bagian mati sirkit spur adalah bagian jalan rel yang tidak dapat
mendeteksi kehadiran bakal pelanting.
(2) Kegunaan
(a) Pada perlintasan sebidang yang terletak pada lintas elektrik,
relnya harus dipotong dan dilengkapi dengan bahan penyekat
listrik agar tidak membahayakan pejalan kaki.
Contoh:

(b) Pada jembatan besai rasuk dalam yang tidak dapat diisolasi,
sehingga ditempat tersebut tidak dapat dibentuk sirkit spur.
Contoh:
(c) Pada konstruksi suatu wesel atau persilangan yang tidak
memungkinkan untuk memasang sambungan rel isol pada ke
dua rel ditempat yang sama, sehingga polaritas ke dua rel

Page 60 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 61 - 178
ditempat tersebut menjadi sama, yang mengakibatkan bagian
sirkit spur ditempat ini tidak akan dapat mendeteksi kehadiran
bakal pelanting.
Contoh:

(d) Sirkit Penjerat.


Sirkit penjerat spur untuk menjerat sirkit yang mempunyai
bagian mati yang panjangnya lebih dari satu buah bakal
pelanting

2.5.2.2 Mesin Penggerak Wesel Elektrik Dan Pembebas Kunci


a) Umum
Pada metode pelayanan wesel secara manual, wesel yang
ditempatkan sangat jauh dari ruang pelayanannya, sehingga
pelayanannya yang secara manual sangat berat dan perlu waktu
yang lama.
Pemakaian mesin penggerak wesel elektrik lebih
menguntungkan, karena tidak tergantung jarak serta pelayanan-
nya ringan, cepat dan lebih aman.
Dengan pemakaian mesin penggerak wesel memungkinkan
untuk mengontrol secara elektris proses pberpindahnya wesel
dari posisisemula ke posisi yang lain, serta dapat dimonitor
apakah gerakan wesel telah berakhir pada kedudukan akhirnya
dengan benar dan terkunci dengan aman.
b) Tugas dan fungsi mesin penggerak wesel
c) Mesin penggerak wesel secara umum mempunyai tugas dan
fungsi sebagai berikut::
 Menghasilkan atau membangkitkan gerakan linier pada stang
wesel sejauh 94 mm sampai dengan 180 mm, bisa diatur oleh
karenanya penggerak wesel harus bisa disetel untuk gerakan

Page 61 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 62 - 178
stang wesel 130 mm (wesel normal) dan juga untuk wesel
pada emplasemen langsir dengan gerakan stang wesel 130
mm.
 Gaya penggerak sekurang-kurangnya 300 kg, waktu
pembalikan wesel harus sesingkat mungkin untuk operasi
normal, waktu kira-kira 3,5 detik.
 Untuk gerakan pembalikan wesel cepat, waktu pembalikan
wesel dengan stang wesel 130 mm adalah sekitar 5 detik,.
Jenis ini diperlukan untuk wesel-wesel didaerak langsiran
yang padat untuk menangkap gerakan langsiran yang
meluncur darei pegunungan.
 Waktu pembalikan wesel ini sangat dipengaruhi oleh:
(1) Tahanan mekanik dari perangkat penggerak wesel
(2) Tahanan elektris dari perengkat penggerak wesel
(3) Jarak penyetelan stang penggerak wesel
(4) Jenis motor penggerak yang dipakai.
 Penggerak wesel harus mempunyai alat pengunci kedudukan
akhir wesel. Gaya penahan dari alat pengunci kedudukan
wesel ini sekurang-kurangnya 600 kg
Menurut penempatannya, alat pengunci kedudukan wesel ini
terdiri atas:
(1) Wesel yang biasa dilanggar dari arah belakang dalam hal
dilanggar dari arah belakang., kereta api mempunyai
tendensi membelah wesel atas kekuatan tekanan dan
kemungkinan keluar rel kec il.
(2) Wesel yang hanya bisa dilewati dari arah depan.
Dalam hal dilewati dari arah depan, ka mempunyai
kemungkinan keluar rel, tergantung atas kekuatan tekanan
antara lidah wesel dengan rel dasarnya.
Kedudukan akhir wesel harus dimonitor secara elektrik
dan bila kedudukan akhir telah tercapai, maka secara

Page 62 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 63 - 178
otomatis saklar terputus sehingga motor berhenti dan
wesel terkunci pada kedudukan akhirnya.
Bila mesin penggerak wesel terganggu atau sumber arus
terputus, maka mesin penggerak wesel harus dapat
dilayani secara manual dengan pelayanan setempat
dengan menggunakan engkol.

2.5.2.3 Sinyal
a) Perangkat sinyal cahaya
Sinyal cahaya adalah alat untuk mengirimkan informasi dari operator
sinyal (PpKa) kepada masinis, juga memberikan umpan-balik kontrol
kepada operator melalui lampu indikator pada panel kontrol.
Cahaya lampu harus dapat dilihat jelas pada jarak 500 m untuk sinyal
utama, baik pada siang maupun malam hari juga pada saat cuaca
buruk dengan berkabut.
Indikasi yang disampaikan adalah dengan menggunakan cahaya
warna dan disesuaikan dengan aspeknya.
Konstruksi dan sistem optiknya harus disusun sesuai dengan
keperluan teknis dan operasional. Sehingga cahaya yang keluar tidak
boleh menyilaulan mata tetapi terang dan jelas. Lensa dengan
kualitas tinggi harus harus dapat menjamin bahwa bisa
memancarkan cahaya dengan jarak jauh dengan menggunakan
lampu sinyal dengan daya yang rendah.
Sinyal cahaya warna bisa terdiri dari dua aspek sinyal maupun tiga
aspek sinyal dan masing-masing type terdiri dari stu unit lampu
dengan susunan lampu vertikal, kecuali untuk sinyal langsir
berbentuk diagonal.
Jarak tampak sinyal adalah 500 m pada siang hari dan harus masih
terlihat jelas bila tegangannya turun sampai 80% tegangan
nominalnya.

Page 63 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 64 - 178
Perangkat lampu sinyal cahaya terdiri dari bola lampu sebagai
sumber cahaya dan sistem optik untuk mengatur penyebaran cahaya
yang optimal dan sesuai kurva cahaya yang diinginkan.
Bentuk penyebaran cahaya pada jarak 500 m harus diatur sehingga
dengan gambar dibawah dengan sudut penyebaran 3 derajat ke kiri
dan ke kanan.

Cahaya lampu direfleksikan dengan arah penyebaran horizontal


sehingga aspek yang ditunjukan jelas terlihat untuk lokasi yang
berbelok harus dilengkapi lensa pengarah.
Kedudukan /kemiringan perangkat sinyal serta penempatan kerudung
harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan terpengaruh oleh
sinar matahari atau sumber cahaya lain. Misalnya pengaruh dari
perjalanan sinar matahari maka sinar yang mengenai lensa harus
diatur sehingga akan dipantulkan ke arah atas. Bila sinar matahari
atau sumber cahaya lain langsung mengenai unit lampu, maka
biasanya timbul pantulan atau indikasi phantom (phantom indication).
Untuk menghindarinya maka biasanya bagian paling luar dari sistem
optik dipasang kaca pelindung (tidak berwarna) juga reflektor tidak
boleh ditempatkan persis dibelakang bola lampu serta latar belakang
dari sistem optik harus berwarna abu-abu yang tidak memantulkan
cahaya.
Jarak tampak sinyal ditentukan dari kuat cahaya lampu sinyal dengan
satuan cd (candela) terdiri dari atas hubungan sebagai berikut:

S [m] = K  I [cd]

Page 64 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 65 - 178
dimana : S = jarak tampak sinar yang diinginkan [ m]
I = kuat cahaya axial dalam cd (candela)
K = konstanta tergantung spesifikasi masing-masing
Negara
(1) DB (Jerman) k = 5,488
(2) AAR (standard) k= 13,63

Contoh:
Bila jarak tampak yang diinginkan adalah 500 m maka kuat cahaya
axial yang diperlukan adalah:
(1) bila k = 5,488 (Jerman)

maka I [cd] = ( __S___) 2 = ( __500___) 2 = 8325 cd


K 5,488

(2) bila k = 13,63 (AAR standard)

maka I [cd] = ( __S___) 2 = ( __500___) 2 = 1345 cd


K 13,63

b) Bagian-bagian utama dari perangkat sinyal cahaya.


Bagian-bagian utama dari perangkat sinyal cahaya terdiri dari:
(1) Bola lampu sumber cahaya
(2) Kaca pemberi warna
(3) Lensa
(4) Lensa pengarah
(5) Kaca pelindung dan anti refleksi
(6) Kerudung sinar matahari
(7) Kotak perangkat sinyal
(8) Kotak pengatur dan penghubung kabel

Page 65 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 66 - 178
(9) Tiang sinyal

c) Bola lampu/sumber cahaya


Bola lampu untuk sinyal utama seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.

Gambar

Soket lampu berbentuk soket bayonet, tonjolan kecil dan tonjolan


lebar pada soket untuk membedakan agar pemasangan tidak terbalik
filamen lampu untuk sinyal utama terdiri dari filamen ganda yang
berupa filamen utama dan cadangan, rangkaian perkawatannya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga bila filamen utamanya putus
maka secara otomatis filamen cadangan menyala dan lampu
indikator pada panel pelayanan berkedip sebagai tanda filamen
utama putus kedudukan filamen utama harus tepat pada titik api dari
sistem optiknya. Untuk sinyal pembantu yang mendispalykan
alphanumeric, bilangan atau karakter-karakter lain misalnya sinyal
petunjuk batas kecepatan, sinyal-sinyal penunjuk arah, berjalan spur
tunggal sementara dan sebagaimana digunakan fiber optik display
unit, yang menggunakan satu lampu dan mampu membentuk simbol
huruf, angka atau karakter lain sampai 40 titik cabang. Fiber optik
display unit ini harus mampu mendisplaykan dengan warna utih
maupun warna lain yang dikehendaki jarak tampak minimum 300 m,
latar belakangnya harus berwarna gelap atau hitam, untuk
meningkatkan keandalannya maka bola lampu yang dipakai adalah
bola lampu double filament. Susunan sistem fiber optik display unit ini
Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Page 66 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 67 - 178

Gambar

Contoh display seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar

Untuk mendesain symbol yang dikehendaki tinggal menyusun bundel


iber optik dan lensanya sesuai dengan yang dikehendaki pada papan
display lihat gambar dibawah ini.

Gambar

Untuk sinyal pembantu dan sinyal langsir, konstruksi lampu tidak


komplex seperti pada sinyal utama. Jarak tampak cukup antara 150
sampai 250 m, susunan lampu dan optiknya lebih sederhana. Jenis
lensa yang dipakai adalah lensa fresnel atau zoned lensa
penyebaran cahaya jenis lensa ini sangat besar sehingga banyak
cahaya yang hilang. Teknik produksi tertentu diperlukan untuk
mengkompensasikan atau membuat balance kembali cahaya yang
hilang seperti gambar dibawah ini.

Gambar

d) Sistem Optik
(1) Pada gambar dibawah terlihat timbulnya pantulan dari sinar yang
mengenalnya perangkat lampu sinyal, hal tersebut harus dihindari.
(2) Pada gambar dibawah ini menunjukkan susunan perangkat lampu
sinyal lengkap dengan sistem optiknya.

Page 67 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 68 - 178
(3) Sumber chaya atau bola lampu terl;etak tepat pada titik apinya dan
membentuk sudut 120 derajat dengan bagian tepi lensa.
(4) Kaca reflektor ditempatkan dibagian atas sumber cahaya
membentuk sudut 60 derajat sehingga memperkuat sumber
cahaya.
(5) Latar belakang dengan warna abu-abu dan tidak boleh
memantulkan sinar
(6) Untuk pemberi warna hijau, kuning, merah digunakan kaca
berwarna dari bahan tertentu (Borosilicate glass) yang ditempatkan
dibagian dalam lensa daiantara sumber cahaya dan lensa.
(7) Lensa pengarah, sesuai dengan nomor kode yang menyatakan
sudut belok dipelukan untum\k menempatkan arah cahaya bila jalur
berbelok.
(8) Untuk menghindari sinar matahari dipasang kerudung sinar
matahari.
(9) Untuk sinyal dua aspek maupun tiga aspek secara vertikal dalam
satu unit perangkat sinyal, dilengkapi lotak pengontrol yang berisi
papan penghubung kabel antara kabel-kabel dari lampu sinyal
dengan kabel tanah yang menuju ke ruang rele dan dari sumber
daya. Juga didalam kotak kontrol harus terdapat pengatur tegangan
dan tahanan variabel untuk membatasi arus yang mengalir ke
lampu sehingga usia pakai lampu lebih panjang.

e) Penempatan dan pengaturan sinyal cahaya


Konstruksi dan penempatan tiang sinyal diatur dengan berbagai
batasan-batasan sesuai dengan kondisi setempat. Penempatan tiang
sinyal adalah 3.10 m dari sumbu jalur, diemplasemen diantara dua
jalur jalan kereta api tiang sinyal dipasang pada jarak 2.20 m dari
sumbu jalur kedua belah pihak. Apabila penempatan sinyal diantara
dua buah jalur jalan kereta api tidak memungkinkan maka harus
dipasang sinyal jembatan. Tempat kedudukan sinyal, pengaturan

Page 68 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 69 - 178
jarak pengereman dan jarak luncuran adalah hal yang prinsip dalam
penempatan sebuah sinyal. Tempat kedudukan sinyal yang tepat
digambarkan pada gambar rencana dengan perbandingan (1 : 1000)
dengan bantuan gambar kurva cahaya.
Gambar penempatan sinyal berdasarkan kurva cahaya seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar

Sumbu jalur jalan harus berada didalam kurva tersebut. Setelah


tempat kedudukan sinyal ditetapkan, langkah berikutnya adalah
penyetelan tinggi dan arah cahaya sesuai dengan ketinggian mata
masinis, dengan bantuan papan pengukur tinggi cahaya diukur dari
titik dimana jarak tampak ditentukan dibagian sebelah kanan jalur
lihat gambar dibawah ini.

Gambar

Agar supaya usia lampu cukup lama maka sangat tergantung pada
kuat arus yang mengalir ke filamentnya, maka perlu diadakan
pengaturan kuat arus yang megalir ke filament pada siang hari dan
malam hari melalui tahanan pengatur. Pengaturan tahanan adalah
sekitar 95% tegangan nominal untuk siang hari dan 75% tegangan
nominal untuk malam hari. Pengaturan ini ditempatkan dipanel
pelayanan atau diruang rele, sesuai dengan rencana PLN untuk
berangsur-angsur mengganti jala-jala tegangan rendah 3 x 110/220
Volt dengan jala-jala tegangan rendah 3 x 220/380 Volt maka untuk
catu daya harus digunakan tegangan 3 x 220/380 Volt demikian pula
untuk catu daya cadangannya.

Page 69 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 70 - 178
2.5.3. Peralatan blok

2.5.3.1 Alat pendeteksi Kereta api


Sebagai alat pendeteksi kereta api dalam petak blok dapat digunakan :
a) Penghitung Gandar
Penghitung gandar digunakan sebagai alat pendeteksi kereta api
dalam petak blok bilamana:
(1) Jalan rel pada petak blok dilengkapi dengan bantalan besi
(2) Petak blok dilalui oleh berbagai jenis traksi
(3) Petak blok yang sangat panjang
(4) Kecepatan kereta api yang melalui petak blok sangat tinggi
(5) Jumlah gandar yang melalui petak blok sangat banyak
b) Pendeteksi akhiran Kereta Api
Pendeteksi akhiran kereta api digunakan sebagai alat pendeteksi
kereta api dalam petak blok, bilamana :
1) Dikehendaki untuk mendeteksi gerbong akhir rangkaian kereta
api.
2) Petak blok dilalui oleh berbagai jenis traksi
3) Petak blok yang sangat panjang
4) Jalan rel pada petak blok dilengkapi dengan bantalan besi
c) Sirkit sepur
Bilamana dikehendaki agar derajat keselamatan perjalanan kereta
api dalam petak blok tinggi, maka sebagai alat pendeteksi kereta
api dalam petak blok harus menggunakan sirkit sepur.

2.5.3.2 Kelompok Relai

Untuk bekerjanya pesawat hubungan blok, digunakan beberapa jenis


kelompok relai sebagai berikut:
a) Kelompok relai transmisi gelombang pembawa.
(1) Mengirim dan menerima frekuensi pembawa dan frekuensi
pemodulasi

Page 70 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 71 - 178
(2) Mengirim atau menerima secara terus-menerus informasi
keadaan blok pada setiap hari.
(3) Pengecekan ulang bekerjanya transmisi gelombang pembawa.
(4) Keluaran informasi keadaan blok melalui kontak-kontak relai
(5) Indikator gangguan pada waktu terjadi gangguan saluran
transmisi.

b) Kelompok relai blok

(1) Menyimpan dan mengubah bekerjanya blok, bilamana


diperlukan, jurusan blok dengan menggunakan relai
berpemegang mekanis
(2) Mengunci dan membebaskan blok dengan menggunakan relai
berpemegang mekanis
(3) Relai-relai perintis untuk penyetelan sinyal, mengubah jurusan
(bilamana diperlukan) dan membebaskan blok
(4) Indikator keadaan blok dan, bilamana diperlukan, jurusan.

c) Kelompok relai blok stasiun


(1) Pengecekan sinyal dan relai-relai pengendali
(2) Pengecekan relai sirkit sepur dan pendeteksi akhiran kereta api
(3) Perintisan dan pengaturan waktu pembatalan blok manual
(4) Relai-relai pemanggil telepon
(5) Relai hubungan langsung
(6) Penyimpanan informasi jurusan biasa indikator

2.5.3.3 Rak relai


Semua suku-suku bagian pesawat blok yang merupakan peralatan
dalam, harus dipasang pada suatu rak relai. Semua kelompok relai
harus berjenis “Plug In”. Untuk mencegah terjadinya kesalahan

Page 71 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 72 - 178
pasang, semua kelompok relai harus dilengkapi dengan kode yang
disusun menurut suatu susunan tertentu.

2.5.3.4 Cara kerja

a) Prosedur pemberian “aman”


Keadaan “aman” suatu petak blok merupakan keperluan dasar
dalam penyelenggaraan keselamatan perjalanan kereta api di petak
jalan. Untuk menyatakan suatu petak blok “aman” dapat dilakukan
dengan 3 cara :
1) Pemimpin perjalanan kereta api menyaksikan sendiri apakah bakal
pelanting terakhir dari rangkaian kereta api telah benar-benar
masuk ke emplasemen dan kemudian menekan tombol “blok
aman”, secara teknis, keadaan “aman” suatu petak blok tergantung
pada apakah kereta api telah masuk dan telah meninggalkan sirkit
sepur yang terletajk di belakang sinyal dan telah menginjak srkit
sepur berikutnya di stasiun tersebut.
2) Pada bakal pelanting terakhir setiap rangkaian kereta api
dilengkapi dengan alat pendeteksi magnetik akhiran kereta api.
Detektor magnetik yang dipasang pada ujung petak blok merekam
bakal pelanting terakhir yang telah meninggalkan petak blok,
bersamaan dengan terisinya sirkit sepur dalam urutan yang benar,
sehingga pesawat blok akan menjadi “aman” secara otomatis.
3) Petak blok diperlengkapi dengan sirkit sepur atau penghitung
gandar sebagai alat pendeteksi kereta api otomatik. Dengan
demikian, indikator petak blok “aman” dapat ditunjukkan secara
otomatis.

b) Transmisi frekuensi gelombang pembawa

Page 72 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 73 - 178
Pesawat untuk transmisi frekuensi gelombang pembawa, yang
khusus dikembangkan untuk penggunaan dalam bidang sistem
persinyalan kereta api harus mempunyai kekebalan yang dapat
dipercaya terhadap informasi palsu.

Gambar

Gambar diatas emperlihatkan susunan kanal transmisi frekuensi


pembawa. Setiap informasi blok dikirim oleh pembangkit frekuensi
khusus dalam generator MGD. Frekuensi ini memodulasikan
frekuensi pembawa yang dibangkitkan oleh generator GCA. Hasil
pemodulasian dikirimkan ke penerima di stasiun sebelahnya
melalui filter pengirim dan saluran. Frekuensi pembawa untuk kanal
dari jurusan pengirim adalah 10 KHz, sedang dari jurusan
sebaliknya adalah 14 KHz. Dalam penerima, sinyal yang diterima
didemodulasikandan komponen-komponen, frekuensi pembawa
dan frekuensi modulasi , dikuatkan kembali. Kedua sinyal tersebut
dimasukan kedalam sirkit blok melalui penguat pemilih.
Sebagai saluran transmisi dipoerlukan sepasang saluran dalam
kabel telekomunikAasi atau kabel udara dua inti. Besar redaman
saluran yang masih diperkenankan sampai 27 dB.

c) Hubungan telepon melalui saluran blok


Banyak frekuensi yang digunakan untuk dapat bekerjanya blok, yaitu
10 kHz dan 14 kHz, sehingga memungkinkan untuk dapat

Page 73 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 74 - 178
menyelenggarakan hubungan telepon secara bersama melalui saluran
blok. Pesawat telepon yang digunakan adalah pesawat telepon
dengan induktor yang berkerja menggunakan batere lokal. Untuk
hubungan telepon, pada kedua ujung saluran dilengkapi dengan
pemisah frekuensi untuk melindungi saling interferensi antara
bekerjanya hubungan blok dan hubungan telepon seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.

d) Hubungan dengan pesawat interlocking


Blok frekuensi pembawa dapat dihubungkan dengan stasiun-stasiun
yang dilengkapi dan gan berbagai jenis pesawat interlocking dari jenis
pesawat mekanik sampai pesawat interlocking yang termodern.
Seperti terlihat pada gambar dibawah, bilamana stasiun dilengkapi
dengan sinyal kelauar “SK”, sinyal ini melindungi petak petak blok
yang terletak dibelakangnya. Segera setelah semua persyaratan yang
diperlukan untuk pemberangkatan kereta api dipenuhi seperti penjaga
samping telah diselenggarakan, wesel-wesel telah terkunci dalam
kedudukan seperti yang dikehendaki, jalan rel yang akan dilalui
kosong, dan petak blok menunjukan “aman”, maka sinyal keluar yang
diperlukan dapat disetel sehingga menunjukan aspek “aman”. Sinyal
keluar tersebut dapat berupa sinyal cahaya warna atau sinyal
semaphore. Sinyal semaphore pada stasiun yang dilengkapi dengan
pesawat interlocking mekanik perlu dilengkapi dengan peralatan
tambahan pesawat elektro-mekanik, seperti pen gunci hendel sinyal,
kontak lengan sinyal agar memungkinkan untuk dihubungkan pada
pesawat blok.

Gambar : Sinyal di stasiun

e) Penutupan stasiun

Page 74 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 75 - 178
Sistem blok harus dirancang sedemikian rupe, sehingga
memungkinkan untuk dapat menutup satu atau beberapa stasiun yang
berurutan, misalnya pada waktu malam, bilamana kepadatan
perjalanan kereta api sedang rendah. Untuk keperluan tersebut
pesawat blok di stasiun yang ditutup harus dilengkapi dengan
kelompok relai penghubung langsung yang dapat menghubungkan
langsung pesawat blok di stasiun yang bersangkutan (missalnya
stasiun B) seperti terlihat pada dibawah.

Gambar...

Syarat mutlak untuk dapat menutup suatu stasiun adalah


melaksanakan tindakan-tindakan yang tercantum dalam Reglemen 19
Jilid II.
Penghubungan langsung pesawat blok pada stasiun yang ditutup tidak
tergantung pada:
(1) Ada atau tidaknya kereta api yang sedang berhenti di stasiun yang
bersangkutan.
(2) Kosong atau terisinya petak blok yang terletak di kanan kirinya
stasiun yang ditutup.
(3) Setelah pesawat blok di stasiun yang ditutup (B) dihubungkan
langsung, bekerjanya pesawat blok langsung diambil alih oleh
stasiun yang terletak di kanan (C) dan di kirinya (A) stasiun yang
ditutup.
(4) Bilamana stasiun yang ditutup akan dibuka kembali, maka
pemutusan hubungan langsung pesawat blok di stasiun tersebut
harus dapat dilakukan setiap saat.
f) Perlindungan wesel yang terletak dalam petak blok.
Wesel dalam petak blok, biasanya terletak jauh dari stasiun, sehingga
wesel tersebut tidak dapat langsung dimasukan ke dalam sistem
persinyalan di stasiun. Dengan demikian sistem blok harus dirancang

Page 75 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 76 - 178
sedemikian rupa, sehingga pesawat blok harus dapat melindungi
wesel tersebut.

Gambar...

Wesel dalam petak blok dilindungi oleh kunci pengamanan. Untuk


kereta api yang berjalan langsung ditempat tersebut wesel tetap dalam
keadaan terkunci. Atas permintaan, anak kunci dapat dibebaskan dari
pembebas kunci oleh pemimpin perjalanan kereta api yang menguasai
anak kunci tersebut dengan jalan menekan tombol pembebas kunci,
sehingga memungkinkan untuk dilakukan langsiran ke spur simpang
yang bersangkutan
Pembebasan kunci dikendalikan langsung dari stasiun yang
menguasai anak kunci yang melalui sepasang saluran. Saluran blok
yang menghubungkan kedua stasiun yang terletak dikanan kirinya
wesel ini dapat juga digunakan bersama untuk pengendalian
pembebas kunci.
Antara wesel yang terletak dalam petak blok dan pemimpin perjalanan
kereta api yang menguasai anak kunci dihubungkan dengan hubungan
telepon, sehingga pemimpin perjalanan kereta api dapt berhubungan
langsung dengan kondektur yang sedang memmimpin langsiran di
spur simpang tersebut.
Kereta api yang sedang melakukan langsiran dapat disimpan pada
spur simpang dan kunci pengamanan dikembalikan ke dalam
pembebas kunci, sehingga petak blok “aman” untuk kereta api lainnya
yang berjalan langsung di wesel tersebut.

2.5.4. Peralatan pintu perlintasan sebidang


Peralatan pintu perlintasan sebidang terdiri dari:

Page 76 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 77 - 178
1) Peralatan Pasif
Peralatan Pasif pada perangkat pelindung perlintasan sebidang terdiri
atas rambu-rambu dan marka jalan.
a) Marka perlintasan sebidang
b) Marka garis batas berhenti
c) Marka garis pemisah
d) Rambu pendahulu
2) Peralatan Aktif
Perangkat pelindung perlintasan sebidang aktif terdiri dari peralatan-
peralatan sebagai berikut :
a) Peralatan deteksi kedatangan kereta api
Alat ini dipakai mendeteksi kedatangan kereta api yang selanjutnya
akan mengerjakan seruling tanda bahaya serta menyalakan lampu
silang datar, lampu kerdip di pintu perlintasan dan berikutnya
mengerjakan penutupan palang pintu baik secara otomatis maupun
dilayani oleh penjaga pintu perlintasan
Jenis peralatan pendeteksi kedatangan kereta api ini antara lain :
(1) Kontak rel (mekanik)
(2) AF Track circuit
(3) Detektor elektronik ( level crossing controller )
b) Dipakai untuk memberi peringatan pada pemakai jalan raya bahwa
kereta api akan melewati daerah perlintasan.
Peralatan yang dipakai :
(1) Unit pembangkit suara ( seruling tanda bahaya )
(2) Sepasang atau dua pasang lampu kedip dan lampu silang datar
(3) Indikator penunjuk arah
c) Pintu perlintasan sebidang
Jenis pintu perlintasan yang digunakan untuk sistem sinyal elektrik
adalah pintu gerak vertikal, baik penutupan penuh maupun
separuh. Pintu perlintasan harus dilengkapi dengan alat
pengereman yang dapat mengerem pada setiap posisi yang
dikehendaki, untuk meloloskan kendaraan yang pada saat itu
masih dibawahnya. Bila sumber arus terputus, maka pintu ini harus
dapat turun sendiri dikarenakan gaya gravitasinya bawahnya.
d) Rambu perlintasan sebidang
Rambu perlintasan sebidang digunakan untuk memberitahukan
kepada masinis bahwa pintu susah tertutup atau belum, dengan
lampu tanda silang bercahaya kuning.
e) Panel

2.5.5. Peralatan telekomunikasi pendukung


1) Untuk membantu kelancaran bekertjanya Pemimpim perjalanan kerata
api, dalam ruang meja pelayanan harus dilengkapi dengan berbagai
jenis peralatan telekomunikasi.

Page 77 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 78 - 178
2) Jenis peralatan komunikasi yang diperlukan adalah :
a) Sambungan dari pesawat telepon otomat lokal (bilamana di
stasiun yang bersangkutan terdapat sentral telepon otomat kereta
api).
b) Jaringan telepon blok.
c) Telepon sinyal.
d) Jaringan telepon perlintasan sebidang.
e) Komunikasi langsiran.
f) Perekam suara.
3) Sistem komunikasi tersebut di atas seluruhnya harus dapat dilayani
dari suatu tempat di dekat meja pelayanan. Pada stasiun besar perlu
dipasang suatu konsentrator telepon yang digunakan sebagai alat
pemersatu seluruh sistem.

3 SYARAT-SYARAT DESAIN

3.1. Penomoran Peralatan Luar

3.1.1. Sirkit Spur


1) Di petak jalan
a) Sirkit spur diberi nomor dengan menggunakan angka yang terletak
antara 10 dan 19 untuk jalan rel No.1, serta antara 20 dan 20 untuk
jalan rel No.2. Sirkit spur yang dilengkapi dengan peron selalu
diberi nomor 12 untuk jalan rel No.1 dan 22 untuk jalan rel no.2
Contoh:

b) Bilamana diantara dua sinyal yang berurutan terdapat dua sirkit


spur, sirkit-sirkit spur tersebut harus diberi nomor yang sama diikiuti
dengan huruf A ddan B.
Contoh:

Page 78 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 79 - 178
c) Bilamana karena alasan teknis, suatu sirkit spur harus dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih banyak, bagian-bagian sirkit spur
tersbut diberi nomor yang sama diikuti dengan angka 1, 2, atau 3.
Contoh:

2) Di Stasiun
Sirkit spur diberi nomor yang terdiri dari dua angka.
(1) Angka puluhan menunjukan tanda jalur yang bersangkutan.
(a) Angka ganjil untuk jalur No.1 dan jalur yang sejajar dibawah
jalur tersebut
(b) Angka genap untuk jalur No.2 dan jalur yang sejajar diatas
jalur tersebut.
(c) Jalur yang terletak diantara jalur No.1 dan jalur No.2 diberi
tanda dengan huruf Z.
Contoh:

(2) Angka satuan menunjukan tanda pembagian sirkit spur yang


terletak dalam satu jalur.
(a) Angka satuan 2 digunakan untuk menunjukan nomor sirkit
spur yang terletak di peron.
(b) Aturan pengurangan dan penambahan angka satuan nomor
sirkit spur disesuaikan dengan arah masuknya langsiran ke
dalam daerah langsiran.
Sirkit spur yang berfungsi sebagai tempat asal atau tempat
tujuan langsiran diberi nomor genap, sedang sorkit spur
transit diberi nomor ganjil.
(c) Bilamana rute transit terdiri dari beberapa sirkit spur , setiap
sirkit spur harus dibedakan dengan menambahkan huruf
dibelakang nomor sirkit spur transit sesuai dengan urutan
abjad.
Contoh:

Page 79 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 80 - 178

3.1.2. Sinyal
1) Di Petak Jalan
Sinyal blok diberi nama huruf B diikuti oleh nomor sirkit spur yang
terletak didepannya.
Contoh:

2) Di Stasiun
a) Sinyal jalan diberi nama huruf “J” diikuti oleh nomor sirkit spur yang
terletak didepannya.
Contoh:

b) Sinyal langsir diberi nama huruf “L” diikuti oleh nomor sirkit spur
yang terletak didepannya.
Contoh:

c) Sinyal muka diberi nama huruf “M” diikuti oleh nama sinyal jalan
yang bersangkutan.
Contoh:

Page 80 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 81 - 178
d) Sinyal jalan yang dilengkapi dengan sinyal langsir diberi nama
huruf “JL” diikuti oleh nomor sirkit spur yang terletak didepannya.
Contoh:

e) Bilamana pada kedua ujung siatu sirkit spur terdapat sinyal, sinyal-
sinyal tersebut harus diberinama sa\esuai dengan nomor sirkit spur
yang bersangkutan dan diikuti dengan huruf (huruf A atau B) A
sebelah hilir dan B sebelah udik.
Contoh:

3.1.3. Wesel

1) Wesel diberi nomor sesuai dengan nomor sirkit spur transit yang
bersangkutan.
Contoh:

2)

Page 81 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 82 - 178
3.2. Penempatan Sinyal

3.3. Pembagian Sistem

3.3.1. Di Emplasemen

3.3.1.1 Interlocking

3.3.1.1.1) RUTE
(a) Persyaratan untuk rute kereta api, rute darurat dan rute langsiran
dinyatakan dalam “Daftar Pembentukan Rute”
(b) Rute kereta api dan rute darurat dimulai dari sinyal masuk, sinyal
keluar atau sinyal blok (sinyal utama). Rute-rute tersebut berakhir
pada sinyal utama lainnya atau pada spur mati
(c) Rute langsiran dimulai pada sinyal langsir atau sinyal keluar yang
tergabung dengan sinyal langsir. Sebagai tujuan dapat berupa
sinyal langsir, sinyal utama, spur mati, papan batas langsir atau
suatu daerah yang tidak dilengkapi dengan sinyal. Spur tujuan,
bila ada dan bila terletak didalam wesel tempat masuknya kereta
api di stasiun, boleh dalam keadaan terisi.
(d) Untuk stasiun kecil harus dilengkapi dengan fasilitas “route
transit”, sehingga bilamana distasiun tersebut akan terjadi
persilangan, pembentukan rute dapat dilakukan sebelum
kedatangan kereta api, sedangkan sinyal masuk yang
bersangkutan akan berubah menunjukkan aspek “äman” secara
otomatis oleh kereta api yang datang lebih dulu.

2) LUNCURAN
(a) Luncuran diperlukan untuk semua rute kereta api. Persyaratan
yang diperlukan tertera dalam “Daftar pembentukan Luncuran”.
(b) Pada setiap saat, harus diberi kemungkinan untuk dapat merubah
luncuran rute kereta api yang telah terbentuk, tanpa

Page 82 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 83 - 178
menyebabkan sinyal di tempat asal rute kembali menjadi “tidak
aman”.
(c) Luncuran suatu rute dapat dihapus secara manual setelah
penundaan waktu 30 – 90 detik dilampaui.

3) PENJAGA SAMPING
(a) Untuk rute kereta api, penjaga samping harus dideteksi secara
berkesinambungan.
(b) Pada rute kelangsiran dan rute darurat, penjaga samping tidak
perlu dideteksi.

4) SINYAL
(a) Aspek sinyal yang digunakan harus sesuai dengan aspek sinyal
yang telah baku di Perusahaan Kereta Api.
(b) Pada waktu malam, tegangan lampu sinyal harus dikurangi untuk
mencegah terlalu terangnya cahaya (periksa juga uraian tentang
“sumber arus”).
(c) Bilamana kawat pijar sinyal utama putus dilengkapi dengan
penghubung kawat pijar (filament switching), putusnya kawat pijar
utama (dan mengakibatkan perubahan penyambungan kepada
kawat pijar cadangan) akan ditunjukkan oleh indikator pada
ruangan pelayanan (periksa juga uraian tentang “Pelayanan dan
Indikator”.

(1) Sinyal utama


(i) Semua aspek sinyal utama (aspek “tidak aman”, “hati-hati” dan äman”)
harus dilengkapi dengan penghubung kawat pijar.
(ii) Setiap sinyal utama yang dijadikan tujuan rute kereta api aspek yang
ditunjukkan harus dicek terlebih dahulu sebelum sinyal yang dibelakang
menunjukkan aspek “Äman” untuk rute kereta api tersebut.

Page 83 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 84 - 178
(2) Sinyal muka
(i) Bilamana jarak penempatan antara dua sinyal utama
lebih jauh dari jarak tertentu, sinyal utama biasanya didahului sinyal muka.
(ii) Sinyal muka dilengkapi dengan sebuah pelat pendar
cahaya. Sinyal muka tidak dilengkapi aspek “tidak aman”dan bila lampu
sinyal “padam”, sinyal tersebut boleh dilalui oleh kereta api.
(iii) Aspek “hati-hati”dan aspek “äman” harus dilengkapi
dengan penghubung kawat pijar.
(iv) Karena tidak ada gerakan langsiran yang melalui sinyal
muka, aspek sinyal ini langsung dilayani oleh sinyal masuk didepannya.

(3) Sinyal langsir


Sinyal langsir tidak dilengkapi dengan penghubunh kawat pijar.
Bilamana sinyal langsir yang tergabung dengan sinyal utama menunjukkan
aspek “aman”, aspek “tidak aman”pada sinyal utama yang terletak di atasnya
akan berubah menjadi padam.
Sinyal langsir akan menunjukkan aspek “äman” bilamana rute kereta api yang
melaluinya terbentuk.

(4) Sinyal darurat


(i) Sinyal darurat tidak dilengkapi dengan penghubung kawat pijar.
(ii) Aspek darurat menggunakan hanya sebuah lampu.
(iii) Sinyal darurat akan padam kembali secara otomatik setelah waktu
lambat 90 detik dilampaui.

(5) Sinyal pembatas kecepatan


(i) Aspek sinyal pembatas kecepatan harus dicek oleh aspek sinyal
utama yang terletak dibawahnya.
(ii) Setiap aspek pembatas kecepatan harus menggunakan “hanya
sebuah lampu”.

Page 84 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 85 - 178
(iii) Lampu aspek pembatas kecepatan harus dilengkapi dengan
penghubung kawat pijar.
(iv) Pembatas kecepatan harus padam bilamana sinyal utama
menunjukkan aspek “tidak aman”.
(v) Untuk rute darurat atau rute langsir, semboyan pembatas kecepatan
kecepatan tidak perlu digunakan.

(6) Sinyal penunjuk jurusan


(i) Aspek sinyal penunjuk jurusan harus dicek oleh aspek sinyal utama
yang terletak dibawahnya.
(ii) Setiap aspek penunjuk jurusan harus dibentuk oleh 4 buah lampu.
(iii) Penunjuk jurusan harus padam bilamana sinyal utama menunjukkan
aspek “tidak aman”.
(iv) Untuk rute darurat atau rute langsiran, semboyan penunjuk jurusan
tidak perlu digunakan.

(7) Sinyal masuk spur salah. (berjalan spur tunggal sementara)


(i) Bilamana rute yang menuju ke petak jalan berlaku untuk jurusan salah
dibentuk, sinyal masuk spur salah menunjukkan aspek “berjalan spur
salah”dan sinyal jalan yang bersangkutan menunjukkan aspek “äman”.
(ii) Bilamana rute yang menuju ke petak jalan yang berlaku untuk jurusan
benar dibentuk, sinyal masuk spur salah “padam” dan sinyal jalan yang
bersangkutan menunjukkan aspek “äman”.

(8) Sinyal keluar spur salah .


(i) Bilamana rute dibentuk untuk masuk ke salah satu spur menurut jurusan
biasa sinyal keluar spur menurut jurusan biasa sinyal keluar spur salah
(berjalan di jalur kiri) menunjukkan aspek “berjalan spur benar” dan sinyal
jalan yang bersangkutan menunjukkan aspek “äman” atau “hati-hati”.

Page 85 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 86 - 178
(ii) Bilamana rute dibentuk untuk masuk ke spur menurut jurusan tidak biasa
sinyal keluar spur salah “padam” dan sinyal jalan yang bersangkutan
menunjukkan aspek “äman” atau “hati-hati”.

5) WESEL
(a) Pelayanan mesin penggerak wesel dilakukan dengan
menggunakan arus bolak-balik 220/380 V, 50 Hz.
(b) Setiap sirkit mesin penggerak wesel harus dilengkapi dengan
pelindung fasa dengan menggunakan sikering yang besarnya
memadai.
(c) Wesel yang dilengkapi dengan pembebas kunci yang terletak
pada rute dideteksi dalam kedudukan biasa dengan
menggunakan pendeteksi kedudukan wesel.
(d) Wesel yang dilengkapi dengan pembebas kunci atau perintang
yang menyelenggarakan penjaga samping untuk spur utama
harus dideteksi dalam kedudukan biasa dengan menggunakan
pendeteksi kedudukan wesel.

6) PEMBEBAS KUNCI
Kedudukan biasa pesawat pembebas anak kunci dicek oleh setiap
rute kereta api dan rute darurat yang bersangkutan.

7) PEMBENTUKAN RUTE DAN PENGHAPUSAN RUTE


1. Prinsip pembentukan rutedan pelayanan lainnya.
(i). Pembentukan rute, pelayanan wesel dan pelayanan peralatan
interlocking lainnya dilakukan dengan jalan menekan
serempak dua tombol yang dilengkapi dengan pegas
pengembali.
(ii). Rincian tindakan yang diperlukan untuk setiap pelayanan
diuraikan pada uraian tentang “Pelayanan dan Indikator”.
2. Penghapusan rute.

Page 86 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 87 - 178
Rute yang telah terbentuk dapat dihapus dengan beberapa cara :
(i).Penghapusan otomatik
Kereta api yang berjalan pada rute yang tealh dibentuk akan
menghapus secara otomatis bagian rute yang terletak
dibelakangnya dan yang dilayani oleh sirkit spur tersendiri.
Penghapusan ini dapat diselenggarakan karena bekerjanya
rele sirkit spur dengan urutan tertentu yang melibatkan
sedikitnya dua sirkit spur.
Urutan kerja ini akan mencegah terjadinya penghapusan
yang belum waktunya sebagian atau seluruh rute yang
disebabkan karena sifat-sifat kumparan rele sirkit spur.
Untuk alasan yang sama, tegangan sumber arus untuk sirkit
spur harus diamati secara terus menerus oleh suatu
peralatan yang sesuai.
Penghapusan rute secara otomatis yang disebabkan karena
keadaan sumber arus terganggu harus dicegah.
Penghapusan rute secara otomatis hanya boleh
terselenggara sekali, hal demikian dijamin bahwa seua rele
sirkit spur menarik kembali setelah tegangan rele sirkit spur
kembali bekerja.
(ii). Penghapusan manual tanpa waktu lambat setiap rute yang
dimulai dari sinyal masuk dapat dihapus tanpa waktu
lambat, kecuali bila kereta api telah berada dalam blok atau
bila sirkit spur pendekat (bila ada) telah terisi.
(iii). Penghapusan manual dengan waktu lambat.
Rute kereta api lainnya harus dapat dihapus secara manual
dengan waktu lambat.
Sinyal harus segera kembali menunjukkan aspek “tidak
aman” dan penghapusan rute akan bekerja setelah waktu
60-90 detik (dapat disetel) dilampaui. Penghapusan rute

Page 87 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 88 - 178
kereta api harus dicatat dengan menggunakan pesawat
penghitung.
(iv). Rute langsiran harus dihapus secara manual tanpa waktu
lambat.
3. Penyimpanan Rute
(i).Mekanisme penyimpanan rute (Route Keeping Mechanis)
hanya digunakan pada jalur utama yang lurus.
Sirkit dirancang sedemikian rupa sehingga rute yang telah
terbentuk menjadi bebas secara otomatis,bila kereta api telah
meninggalkan jalur yang bersangkutan dan rute untuk kereta
api berikutnya akan terbentuk secara otomatis setelah waktu
lambat yang ditentukan dilapaui, bila pada waktu itu PPKA
lupa untuk membentuk rute.
(ii) Bilamana sedang digunakan fasilitas penyimpan rute (Route
Keeping) perubah aspek sinyal masuk dan sinyal keluar
bergantung pada letak kereta api sama seperti sinyal blok
otomatis karena itu,sinyal keluar harus menggunakan sinyal
cahaya warna 3 aspek.
(iv)Rute yang tersimpan akan terbentuk dengan jalan menekan
tombol penegang rute otomatik yang akan bercahaya bila
tombol tersebut telah selesai ditekan.
(iv)Rute yang tersimpan dapat dihapus dengan jalan menekan
tombol penegang rute otomatik yang sedang bercahaya
sehingga rute yang terbentuk dan penyimpan rute secara
serempak keduanya menjadi hapus.
(v) Bilamana stasiun merupakan pembatasan antara lintas yang
dilengkapi dengan sinyal otomatik rute untuk berangkat dan
rute untuk masuk, setelah lintas yang tidak dilengkapi dengan
sinyal otomatik, tidak boleh dilengkapi dengan fasilitas
penyimpan rute.

Page 88 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 89 - 178
2 ) Panjang Efektif Spur Kereta Api
a. Panjang efektif spur
kereta api adalah jarak antara batas sirkit spur yang terjauh dengan
sinyal keluar ke arah berlawanan yang bila terinjak oleh kereta api
masih tidak mengganggu perjalanan kereta api di spur lainnya.
b. Pada waktu
merencanakan pembagian sirkit spur dan penempatan sinyal disuatu
emplasemen harus diusahakan sedemikian rupa, sehingga sedikitnya
pada emplasemen tersebut terdapat 2 spur kereta api yang panjang
efektifnya minimum sama dengan panjang kereta api terpanjang yang
berjalan di lintas yang bersangkutan.
c. Panjang efektif spur
kereta api untuk kedua jurusan belum tentu sama, tergantung pada
letak sinyal keluar dan sirkit spur yang terjauh seperti pada gambar
dibawah ini.
Gambar:

3) Syarat Penempatan Peralatan Sinyal


a) Penempatan sambungan penyekat sirkit spur pada wesel sedemikian
rupa, sehingga jarak antara ujung lidah wesel dan sambungan penyekat
minimum 1 m, sedang jarak antara sambungan penyekat dan patok
ruang bebas wesel adalah 5 m.
Gambar.
b) Bila disekitar sinyal masuk terdapat perlintasan atau jembatan dengan
bentang lebih dari 5 m, sehingga bila sinyal masuk menunjukkan aspek
tidak aman mengakibatkan kereta api yang berhenti menutup jalan
persilangan atau berhenti di atas jembatan tersebut, maka untuk
menghindari hal itu sinyal masuk harus ditempatkan pada jarak:
50 m sebelum jalan perlintasan.
Gambar.
10 m sebelum jembatan dengan bentang 5 m atau lebih.

Page 89 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 90 - 178
Gambar.
c) Penempatan sinyal keluar minimum dipasang pada jarak 5 m dari
sambungan penyekat batas spur kereta api yang bersangkutan dengan
mengutamakan:
1) Panjang efektif spur kereta api yang diperlukan di lintas tersebut.
2) Kemungkinan untuk dapat masukkan kereta api yang berlawanan
secara serempak.
Gambar.
d) Sinyal langsir ditempatkan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Bila suatu sinyal langsir berlaku untuk gerakan
langsir yang menuju ke luar emplasemen, maka jarak minimum sinyal
tersebut terhadap sambungan penyekat batas spur langsir adalah 5 m.
2) Bila suatu sinyal langsir berlaku untuk gerakan
langsir yang menuju ke dalam emplasemen, maka jarak minimum
sinyal tersebut terhadap sambungan penyekat batas spur langsiran
adalah 2 m.
Gambar.
e) Perintang yang dipasang di belakang suatu wesel ditempatkan pada jarak
1 m dari sambungan penyekat sirkit spur wesel yang bersangkutan.
Gambar.

f) Papan batas langsir dipasang 52 m di belakang sinyal masuk, sedang


bagian jalan rel antara papan batas langsir dan sinyal masuk dilengkapi
sirkit spur dengan ukuran seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar.

g) Bilamana untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api pada petak


blok digunakan penghitung gandar, maka penghitung gandar ditempatkan
100 m di belakang sinyal masuk yang berbatasan dengan petak blok yang
bersangkutan.
Gambar.

Page 90 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 91 - 178

4 ) Gambar Rencana
a) Gambar Rencana Tata Letak Lintas
1) Gambar rencana tata letak lintas menggambarkan tata letak spur
kereta api di setiap stasiun yang terletak pada suatu lintas.
2) Ukuran kertas yang digunakan, adalah lebar sesuai dengan lebar
kuarto, sedang panjangnya tergantung pada panjang lintas yang
direncanakan.
Bila gambar terlalu panjang, maka gambar dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yang panjang tiap bagian adalah 5 m.
3) Gambar dibuat dengan skala panjang 1 : 10.000 dan skala lebar 1 :
500
4) Gambar rencana tata letak lintas harus melukiskan:
a. Semua spur dan wesel yang termasuk dalam
sistem persinyalan yang dirancang.
b. Semua semboyan tetap yang terdiri dari
-sinyal utama dan sinyal pendahulu, rambu pembatas kecepatan
dan rambu akhir pembatas kecepatan lengkap dengan nomor dan
letak kilometernya.
c. Semua sirkit spur lengkap nomor atau
namanya.
d. Semua jalan perlintasan yang dilengkapi
peralatan pelindung perlintasan disertai dengan nomor perlintasan,
letak kilometer dan lebar jalannya.
e. Semua jembatan yang dilengkapi nomor
bangunan hikmatnya, jenis,panjang bentang dan letak
kilometernya.

Page 91 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 92 - 178
f. Semua telepon sinyal, telepon perlintasan
atau blok terminal untuk telepon.
g. Pada bagian atas gambar harus dilukiskan
garis kilometer lengkap dengan titik kilometer dan hektometernya.
b) Gambar Rencana Tata Letak Perangkat Sinyal di Stasiun.
1) Gambar rencana tata letak perangkat sinyal di stasiun
menggambarkan data letak peralatan perangkat sinyal yang digunakan
pada emplasemen.
2) Ukuran kertas yang digunakan, adalah lebar sesuai dengan lebar
kuarto, sedang panjangnya tergantung pada panjangnya emplasemen
yang direncanakan.
3) Gambar dibuat dengan skala panjang 1 : 1.000 dan skala lebar 1 : 500
4) Gambar rencana tata letak perangkat sinyal di stasiun harus
melukiskan:
a. Semua spur dan wesel yang termasuk dalam sistem persinyalan
yang dirancang.
b. Semua semboyan tetap terdiri dari semua jenis sinyal
lengkap dengan aspeknya, rambu pembatas kecepatan, rambu
akhir pembatas kecepatan dan semua marka yang digunakan di
stasiun tersebut, dilengkapi dengan letak kilometernya.
c. Semua sirkit spur lengkap dengan nomor atau
namanya.
d. Semua perlintasan baik yang dilengkapi dengan
perangkat pelindung perlintasan disertai dengan nomor perlintasan
letak kilometer dan lebar jalannya.
e. Semua telepon sinyal, telepon perlintasan, telepon
pengawas peron dan pesawat “talk back”.
f. Kunci tanda akhiran kereta api.
g. Semua jembatan yang dilengkapi dengan nomor
bangunan hikmatnya, jenis, panjang bentang dan letak
kilometernya.

Page 92 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 93 - 178
h. Bangunan rumah sinyal dan pesawat-pesawat
pelayanan lengkap dengan nama dan letak kilometernya.
i. Peron di emplasemen.
j. Letak kilometer titik yang harus dilindungi
k. Pada bagian atas gambar harus dilukiskan garis
kilometer lengkap dengan titik kilometer dan hektometernya.
c) Simbol yang Digunakan Pada Gambar Rencana Tata Letak Perangkat
Sinyal.
1) Sinyal

Page 93 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 94 - 178

= Sinyal masuk / keluar

= Sinyal blok otomatik

= Sinyal pendahulu masuk

= Sinyal pendahulu keluar

= Sinyal ulang

= Sinyal darurat

= Sinyal langsir rendah

= Sinyal langsir tinggi

= Sinyal langsir tergabung dengan sinyal keluar


3
= Sinyal penunjuk batas kecepatan

= Sinyal penunjuk jurusan

= Sinyal penunjuk berjalan di jalur kiri

= Aspek merah

= Aspek kuning

= Aspek hijau

Page 94 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 95 - 178

2) Rambu dan marka


3
= Rambu pembatas kecepatan (khusus untuk pemasangan
di atas sinyal utama

3
= Rambu pembatas kecepatan
= Rambu penghabisan batas
kecepatan ????
= Marka batas berhenti kereta api

= Marka batas langsir

= Marka batas kawat troli

3) Wesel dan alat penutup spur.


= Wesel terlayan pusat yang dilengkapi mesin
penggerak wesel listrik

= Wesel terlayan tempat terangkai pada pesawat


pembebas kunci

= Wesel terlayan tempat

= Patok ruang bebas

z
= Pengamat listrik kedudukan wesel

= Perintang

= Pelalau

Page 95 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 96 - 178

4) Lain-lain

Page 96 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 97 - 178

Tb = Telepon langsir (talk-back)

K = Pembebas kunci

Z = Tombol tanda akhiran kereta api

= Telepon pengawas peron

= Telepon sinyal

= Telepon perlintasan

= Kunci pengaman dengan anak kunci di luar ibu kuncinya

= Kunci pengaman dengan anak kunci tertambat pada ibu kuncinya

= = Sambungan rel penyekat yang terletak diantara sirkit


spur???????????

= Sambungan rel penyekat yang terletak pada akhir sirkit


spur

= Sambungan rel penyekat sirkit spur

= Kontak rel

= Penghitung gandar

= Perangkat pelindung perlintasan yang dilengkapi pintu


perlintasan, lampu silang datar dan telepon
(xxx) = nomor jalan perlintasan)
xxx

= Jembatan

= Gedung ruang pengendalian perangkat sinyal

RH = Gedung ruang peralatan perangkat sinyal

Page 97 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 98 - 178

5) Notasi Kedudukan Wesel


Kedudukan wesel dinyatakan dalam (+) dan (-) tergantung pada
kedudukan lidah weselnya.
a. Wesel biasa

21 Dari titik yang digunakan sebagai


kiri
tempat melihat, bila kedudukan
wesel sedang mengarah ke
ka jurusan kiri, maka wesel sedang
na
n
berkedudukan (-). Bila kedudukan
Titik untuk melihat
wesel sedang mengarah ke
jurusan kanan,maka wesel sedang
berkedudukan (+)

b. Wesel Inggris
ka
na
n

kiri
kiri
13A 13B

ka
na
n

Dari titik yang digunakan sebagai tempat melihat, pandanglah ke


arah:
1. Wesel 13 A, bila wesel sedang mengarah ke jurusan kiri, maka
wesel sedang berkedudukan (-) dan bila wesel sedang
berkedudukan mengarah ke jurusan kanan maka wesel sedang
berkedudukan (+).

Page 98 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 99 - 178
2. Wesel 13 B, bila wesel sedang mengarah ke jurusan kiri, maka
wesel sedang berkedudukan (-) dan bila wesel sedang
berkedudukan mengarah ke jurusan kanan maka wesel sedang
berkedudukan (+).
c. Persilangan

ka
na
n i
kir

i ka
kir na
n

Titik untuk melihat

Penentuan kedudukan persilangan sama seperti menetapkan


kedudukan wesel Inggris.

6) Daftar Interlocking

a) Daftar Pembentukan Rute


Daftar pembentukan rute terdiri dari kolom-kolom yang memuat
keterangan sebagai berikut:
1. Nomor rute
2. Sinyal asal rute
a. Nomor sinyal
b. Aspek sinyal yang ditunjukkan
c. Aspek sinyal pembatas kecepatan yang di tunjukkan
3. Sinyal Pendahulu masuk
a. Nomor sinyal
b. Aspek sinyal yang ditunjukkan
c. Aspek sinyal pembatas kecepatan yang ditunjukkan

Page 99 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 100 - 178


4. Tujuan rute
a. Nomor sinyal
b. Pengecekan aspek sinyal
5. Peralatan yang dikuasai rute (route control)
a. Wesel yang tersekat
b. Pendeteksi kunci
c. Sirkit spur yang harus bebas
d. Sinyal gerak langsir yang harus menunjukkan aspek
“äman”..
e. Sinyal berlawanan arah yang harus terkunci
f. Sirkit spur terdekat di mukanya (approach track circuit)
6. Penjaga samping yang dikuasai rute.
a. Wesel yang tersekat.
b. Sinyal yang harus dicek dan dikunci dalam
kedudukan “tidak aman”.
c. Sirkit spur yang harus bebas.
7. Luncuran.
a. Sinyal keluar yang menjadi tujuan rute.
b. Tidak diperlukan luncuran.

b) Daftar Pembentukan Luncuran.


Daftar pembentukan luncuran terdiri dari kolom-kolom yang
memuat keteraan :
1. Permulaan luncuran yang memuat keterangan nomor sinyal
yang dijadikan tujuan rute.
2. Peralatan yang dikuasai luncuran.
a) Wesel yang tersekat.
b) Pendeteksi kunci.
c) Sirkit spur yang harus bebas.
d) Sinyal berlawan arah yang harus terkunci.
3. Penjaga samping yang dikuasai luncuran.

Page 100 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 101 - 178


a) Wesel yang tersekat.
b) Sinyal yang harus dicek dan dikunci dalam kedudukan
“tidak aman”.
c) Sirkit spur yang bebas.
c) Daftar Persyaratan Pembebas Kunci.
Daftar persyaratan pembebas kunci terdiri dari kolom-kolom yang
memuat keterangan :
1. Nama pesawat pembebas kunci.
2. Peralatan yang dilayani oleh anak kunci pesawat
pembebas kunci.
3. Persyaratan pembebasan kunci.
a) Wesel yang terkunci.
b) Sinyal yang harus dicek dan dikunci dalam kedudukan
“tidak aman”.
c) Sirkit spur yang harus bebas.
7) Cara mengisi daftar interlocking.
a) Daftar Pembentukan Rute.
1. Pembentukan rute kereta api.
a) Sinyal asal rute.
(i) Nomor sinyal yang dijadikan tempat asal rute
dibubuhi tanda huruf “A” untuk menyatakan
bahwa rute tersebut adalah rute kereta api.
(ii) Tetapkan jenis aspek sinyal yang berhubungan
dengan rute kereta api yang bersangkutan.
(iii) Bila rute kereta api menuju spur belok, sinyal
pembatas kecepatan pada sinyal utama harus
menunjukkan aspek pembatas kecepatan.
b) Sinyal pemndahulu.
(i) Nomor sinyal pendahulu (bila ada) yang
tergabung pada sinyal utama yang dijadikan
tempat asal rute dicantumkan dalam daftar.

Page 101 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 102 - 178


(ii) Tetapkan jenis aspek sinyal yang berhubungan
dengan aspek sinyal utama yang bersangkutan.
(iii) Untuk kereta api yang menuju spur belok,
pada sinyal pendahulu harus dilengkapi sinyal
pembatas kecepatan ulang yang menunjukkan
aspek pembatas kecepatan; bila :
S < ( JPB + JR + 30 )
Dimana :
S = jarak antara sinyal utama dengan titik
yang perlu dilindungi (m).
JPB = jarak pengereman biasa dari V maks
menjadi V yang ditunjukkan oleh sinyal
pembatas kecepatan (m).
JR = jarak reaksi (m).
c) Tujuan rute.
(i) Nomor sinyal utama yang dijadikan tujuan rute
dicantumkan dalam daftar. Untuk rute kereta api
berangkat yang dijadikan tujuan rute adalah
sinyal masuk stasiun sebelahnya yang dituju
kereta api berangkat. Dalam hal ini nomor sinyal
harus didahului oleh nama singkatan stasiun
yang bersangkutan.
(ii) Aspek sinyal utama yang dijadikan tujuan rute
harus dicek sebelum sinyal utama yang dijadikan
asal rute menunjukkan aspek “aman”.
d) Pengontrolan rute.
(i) Nomor wesel serta kedudukannya yang harus
terkunci dicantumkan dalam daftar yang disusun
sesuai urutan yang diinjak oleh kereta api yang
bersangkutan.

Page 102 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 103 - 178


(ii) Pembebasan kunci wesel terlayan tempat
yang berhubungan dengan rute kereta api yang
dibentuk harus dideteksi dalam kedudukan
biasa.
(iii) Sirkit spur yang dilalui rute kereta api harus
dideteksi dalam keadaan bebas. Dalam daftar
nomor sirkit spur disusun sesuai urutan yang
diinjak oleh kerete apai yang bersangkutan.
Nomor sirkit spur yang dapoat menyebabkan
sinyal utama yang dijadikan asal rute berubah
sehingga menunjukkan aspek yang tidak aman
harus dibubuhi dengan “garis bawah”.
(iv) Semua sinyal langsir yang dilalui oleh rute
kereta api yang dibentuk menunjukkan aspek
“aman”.
(v) Semua sinyal yang berlaku untuk rute arah
berlawanan denagan rute kereta api yang
dibentuk harus terjerat dalam kedudukan “tidak
aman”.
(vi) Sirkit spur yang terletak di muka sinyal utama
yang dijadikan tempat asal rute (bila ada) dipakai
sebagai sirkit spur terdekat di uka (approach
track circuit) dan harus dicantumkan dalam
daftar.
e) Pengontrolan penjaga samping.
(i) Nomor wesel sebagai penjaga samping yang
kedudukannya harus dikunci dicantumkan dalam
daftar.
(ii) Semua sinyal yang dijadikan penjaga samping
harus terjerat dalam kedudukan “tidak aman”.

Page 103 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 104 - 178


(iii) Bila karena sesuatu hal suatu sirkit spur
diperlukan sebagai penjaga samping, maka sirkit
spur tersebut harus dicantumkan dalam daftar.
f) Keterangan.
Untuk rute kereta api berangkat baru dapat terbentuk
bila stasiun tersebut telah menerima blok dari stasiun
sebelahnya. Persyaratan ini harus dicantumkan dalam
kolom “keterangan”.
g) Luncuran.
Untuk suatu rute kereta api diperlukan adanya
luncuran. Dalam daftar nomor sinyal utama yang
dijadikan awal luncuran harus dicantumkan.
2. Pembentukan rute langsiran.
a) Sinyal asal rute.
(i) Nomor sinyal yang dijadikan tempat asal rute
dibubuhi dengan tanda huruf “B” untuk
menyatakan bahwa rute tersebut adalah rute
langsiran.
(ii) Tetapkan jenis aspek sinyal yang berhubungan
dengan rute langsiran yang bersangkutan.
b) Tujuan rute.
(i) Nomor sinyal yang dijadikan tujuan rute
dicantumkan dalam daftar.
(ii) Bila ditempatkan tujuan tidak terdapat sinyal,
tetapi terdapat sirkit spur, maka sirkit spur
tersebut dapat dijadikan tempat tujuan rute.
Dalam hal ini nomor sirkit spur tersebut
dicantumkan dalam daftar.
(iii) Bila pada suatu spur tidak terdapat sinyal atau
sirkit spur yang dapat dipakai sebagai tujuan
rute, maka sinyal yang berlaku untuk rute yang

Page 104 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 105 - 178


berlawanan dapat dijadikan sebagai tujuan rute.
Dalam hal ini maka nomor sinyal tersebut
dicantumkan dalam daftar serta diberi tanda
kurung.
(iv) Aspek sinyal tujuan tidak perlu dicek oleh
sinyal asal rute.
c) Pengontrolan rute.
(i) Nomor wesel serta kedudukannya yang harus
terkunci dicantumkan dalam daftar yang disusun
sesuai urutan yang diinjak oleh langsiran.
(ii) Pembebas kunci wesel terlayan tempat yang
berhubungan dengan rute langsiran, tidak perlu
dideteksi untuk memberi kesempatan melangsir
melalui wesel yang bersangkutan.
(iii) Sirkit spur yang dilalui rute langsiran harus
dicek dalam keadaan bebas, kecuali sirkit spur
yang menjadi tujuan rute diperbolehkan dalam
keadaan terisi.
Dalam daftar nomor sirkit spur disusun sesuai
urutan yang diinjak oleh langsiran. Nomor sirkit
spur yang dapat menyebabkan sinyal langsir
asal rute berubah sehingga menunjukkan aspek
tidak aman harus dibubuhi “garis bawah”.
(iv) Semua sinyal langsir yang dilalui oleh rute
langsiran yang dibentuk menunjukkan aspek
“aman”.
(v) Semua sinyal yang berlaku untuk rute yang
berlawanan dengan rute langsiran yang dibentuk
harus terjerat dalam kedudukan “tidak aman”.
(vi) Sirkit spur yang terletak di muka sinyal langsir
asal rute, dipakai sebagai sirkit spur terdekat di

Page 105 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 106 - 178


muka sinyal (approach track circuit) dan harus
dicantumkan dalam daftar.
d) Pengontrolan penjaga samping.
Untuk rute langsiran tidak perlu diadakan penjaga
samping baik dengan menggunakan wesel. Sinyal
maupun sirkit spur. Wesel-wesel penjaga samping
dalam hal ini akan tersetel secara otomatis, tetapi tidak
terkunci.
e) Keterangan.
Untuk rute langsiran yang menuju ke arah papan “batas
langsiran” hanya dapat terbentuk bila stasiun yang
bersangkutan belum memberi blok ke stasiun
sebelahnya jurusan papan batas langsir tersebut.
f) Luncuran.
Rute langsiran tidak memerlukan luncuran.
3. pembentukan rute darurat.
a) Sinyal asal rute.
(i) Nomor sinyal yang dijadikan asal rute dibubuhi
dengan tanda huruf “E” untuk menyatakan
bahwa rute tersebut adalah rute darurat.
(ii) Tetapkan jenis aspek sinyal yang berhubungan
dengan rute darurat yang bersangkutan.
(iii) Walaupun rute darurat menuju ke spur belok,
tetapi sinyal pembatas kecepatan pada sinyal
utama yang bersangkutantidak menunjukkan
aspek pembatas kecepatan.
b) Pengontolan rute.
(i) Nomor wesel serta kedudukannya yang harus
terkunci dicantumkan dalam daftar yang disusun
sesuai urutan yang diinjak oleh kereta api yang
bersangkutan.

Page 106 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 107 - 178


(ii) Pembebas kunci wesel terlayan tempat yang
berhubungan dengan rute darurat harus
dideteksi dalam kedudukan biasa.
(iii) Sirkit spur yang dilalui rute darurat tidak perlu
dideteksi.
(iv) Semua sinyal langsir yang dilalui rute darurat
tidak perlu dideteksi.
(v) Semua sinyal yang berlaku untuk rute yang
berlawanan dengan rute darurat yang dibentuk
harus terjerat dalam kedudukan “tidak aman”.
c) Pengontrolan penjaga samping.
Untuk rute darurat tidak perlu diadakan penjaga
samping baik dengan menggunakan sinyal maupun
sirkit spur.
d) Keterangan.
Dalam kolom keterangan harus dicatat bahwa aspek
perintah jalan akan dipadamkan secara otomatik
setelah waktu 90 detik dilampaui.
e) Luncuran.
Untuk rute darurat tidak perlu diadakan luncuran.
b) Daftar Pembentukan Luncuran.
1. Awal luncuran.
Nomor sinyal utama yang menjadiawal luncuran dicantumkan
dalam daftar.
2. Pengontrolan luncuran.
a) Nomor weselyang terletak pada jarak 100 m dari sinyal
awal luncuran serta kedudukannya yang harus dikunci
dicantumkan dalam daftar yang disusun sesuai urutan
yang diinjak oleh kereta api yang meluncur.

Page 107 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 108 - 178


b) Pembebas kunci wesel terlayan tempat yang terletak
pada jarak 100 m dari sinyal awal luncuran harus
dideteksi dalam kedudukan biasa.
c) Sirkit spur yang terletak pada jarak 100 m dari sinyal
awal luncuran harus dideteksi dalam keadaan bebas.
d) Semua sinyal yang berlaku untuk rute yang berlawanan
yang tetrletak pada jarak 100 m dari sinyal awal
luncuran harus terjerat dalam kedudukan “tidak aman”.
3. Pengontrolan penjaga samping luncuran.
a) Nomor wesel yang dijadikan penjaga samping dan
kedudukannya harus dikunci dicantumkan dalam
daftar.
b) Semua sinyal yang dijadikan penjaga samping harus
terjerat dalam kedudukan “tidak aman”.
c) Bila karena sesuatu hal suatu sirkit spur diperlukan
sebagai penjaga samping, maka sirkit spur tersebut
harus dicantumkan dalam daftar.
c) Daftar Persyaratan Pembebasan Anak Kunci
1. Nomor pesawat pembebas kunci.
Nomor pesawat pembebas kunci harus dicantumkan dalam
daftar.
2. Wesel yang dilayani.
Nomor wesel dan alat lain yang dikaitkan dengan anak kunci
pesawat pembebas anak kunci harus dicantumkan dalam
daftar.
3. Persyaratan untuk membebaskan anak kunci.
a) Nomor wesel yang bersangkutan dengan keamanan
gerakan langsiran melalui wesel yang dikunci harus
dimasukkan ke dalam daftar.
Contoh :
Gambar

Page 108 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 109 - 178


Keterangan : untuk dapat mencabut anak kunci K5
disyaratkan wesel-wesel dikunci sebagai berikut : 1+,
3+, 7-, 9-.
b) Semua sinyal utama dan sinyal darurat yang terletak di
pihak letak pesawat pembebas anak kunci harus
terkunci dalam kedudukan “tidak aman”.
Sinyal langsir tidak perlu dikunci dalam kedudukan
“tidak aman” dengan maksud untuk memberi
kesempatan diadakan gerakan langsiran melalui wesel
tersebut.
c) Sirkit spur pada wesel yang terkunci harus didetekdi
dalam keadaan bebas.
8) Dasar rancang bangun sirkit.
Sirkit interlocking dirancang sedemikian rupa sehingga setiap
pelayanan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Pelayanan Tombol.
1. Pada umumnya agar supaya pelayanan perangkat sinyal dapat
terselenggara, sepasang tombol tekan harus ditekan secara
serempak.
2. Kedudukan biasa semua tombol dideteksi oleh suatu sirkit
pengamat. Bilamana satu tombol atau lebih tertekan atau
ditekan lebih lama dari 5 detik, kedaan tertekannya tombol
tersebut akan diberitahukan dengan bunyi sumer. Selama
tombol keadaan tertekan, tombol tersebut tidak dapat
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan.
3. Demikian pula sirkit pengamat tersebut dapat mendeteksi
bahwa penekanan dua tombol baru akan berfungsi,
menghasilkan suatu urutan kerja sesuai dengan yang telah
ditentukan. Selain itu sirkit tersebut harus mengadakan
pengecekan bahwa benar-benar hanya dua tombol yang telah

Page 109 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 110 - 178


ditentukan dalam urutan kerjanya, sehingga penekanan
tersebut menghasilkan pelayanan suatu alat tertentu.
4. Bilamana pelayanan suatu alat harus dicatat, maka untuk
pencatatan tersebut harus menggunakan pesawat pencatat.
Sirkit pesawat pencatat dibuat sedemikian rupa, sehingga
terdapat suatu jaminan bahwa sirkit hanya akan berfungsi
terhadap interlocking bila pesawat pencatat tersebut telah
bekerja.
b) Pelayanan Biasa.
1. Pembentukan rute kereta api masuk atau rute kereta api
berangkat pada daftar pembentukan rute disebut “rute A”.
Pembentukan rute kereta api dilakukan dengan cara menekan
serempak tombol sinyal asal rute dan tombol sinyal tujuan rute
setelah rute berikut penjaga sampingnya terbentuk dan dikunci,
sinyal yang berlawanan arah terkunci, sinyal-sinyal langsir yang
dilalui rute yang dibentuk menunjukkan “aman”, maka sinyal
asal rute berubah menjadi “aman”.
2. Pembentukan rute langsiran menurut daftar pembentukan rute
disebut rute “B”.
Pembentukan rute langsiran dilakkan dengan cara menekan
serempak tombol sinyal asal rute dan tombol sinyal tujuan rute.
Setelah rute terbentuk dan terkunci, maka sinyal langsir
menunjukkan aman.
3. Mengembalikan sinyal tidak aman.
Mengembalikan sinyal tidak aman dilakukan dengan cara
menekan serempak tombol sinyal asal rute dan tombol
kelompok sinyal tidak aman. Sinyal kembali menunjukkan
aspek “tidak aman”, sedangkan rute masih tetap terbentuk.
4. Mengembalikan sinyal aman, dengan yang masih terbentuk.
Mengembalikan sinyal aman dilakukan dengan cara menekan
serempak tombol sinyal asal rute dan tombol kelompok sinyal

Page 110 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 111 - 178


aman. Sinyal kembali menunjukkan aspek “aman”. Dimana rute
masih tetap terbentuk.
5. Permintaan merubah jurusan blok (untuk pemberangkatan
kereta api yang akan datang).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
pengubah jurusan blok sehingga permintaan merubah jurusan
blok terkirim ke stasiun sebelahnya. Anak panahg jurusan
bercahaya putih berkedip.
6. Merubah jurusan blok (untuk pemasukan kereta api yang akan
datang).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
pengubah jurusan blok dan tombol kelompok blok,
mengakibatkan urutan kerja :
Luncuran di belakang sinyal masuk dan semua sirkit spur yang
terletak di antara sinyal masuk dan sinyal keluar dicek dalam
keadaan aman, sinyal keluar terkuncisehingga informasi
perubahan jurusan blok terkirim ke stasiun sebelahnya.
Indikator masuk bercahaya putih.
7. Blok tertutup.
Indikator masuk dan keluarpadam, sedang indikator blok
tertutup bercahaya putih.
8. Meminta blok (pada pemberangkatan kereta api).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
arah letak blok dan tombol permintaan blok, sehingga informasi
terkirim ke stasiun sebelahnya. Indikator keluar bercahaya putih
berkedip.
9. Pemberian blok (pada pemasukan kereta api).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
arah letak blok dan tombol kelompok blok, maka luncuran di
belakang sinyal masuk dicek dalam keadaan aman dan

Page 111 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 112 - 178


informasi pemberian blok terkirim ke stasiun sebelahnya.
Indikator masuk bercahaya putih.
10. Pelayanan wesel manual.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
wesel yang bersangkutan dan tombol kelompok wesel. Wesel
akan berubah kedudukannya, bilamana sirkit spur wesel
tersebut dalam keadaan bebas dan wesel tidak sedang
terkancing atau tersekat.
11. Mengancing wesel.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
kancing wesel dan tombol wesel yang bersangkutan. Wewel
terkancing dalam kedudukan seperti keadaannya. Indikator
kancing pada wesel yang bersangkutan bercahaya merah.
12. Membuka kancing wesel.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
wesel yang bersangkutan dan tombol buka kancing wesel.
Wesel menjadi bebas kembali. Indikator kancing wesel padam.
13. Penghapusan rute secara manual.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
tujuan rute dan tombol pembebas rute. Sinyal kembali
menunjukkan aspek “tidak aman” (bila hal tersebut belum
dilakukan). Rute menjadi hapus :
(a) Dengan waktu lambat (yang dapat disetel antara 60-90
detik)
(b) Tanpa waktu lambat bilamana di dalam petak blok tidak
ada kereta api atau bila sirkit spur terdekat di muka sinyal
(approach track circuit) masih belum terinjak kereta api
14. Penghapusan rute langsiran secara manual.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
tujuan rute dan tombol pembebas rute. Sinyal kembali

Page 112 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 113 - 178


menunjukkan semboyan “tidak aman” (bila hal itu belum
dilakukan). Rute menjadi hapus.
15. Pembatalan blok (hanya pada pemberangkatan kereta api).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
permintaan blok dan tombol pembatalan blok. “Blok aman”
kembali dalam kedudukan biasa lagi. Pembatalan blok ini hanya
mungkin dilakukan bila rute untuk kereta api yang akan
berangkat belum dibentuk.
16. Penghapusan luncuran
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
tujuan rute dan tombol pembatalan luncuran. Hapusnya
luncuran tersebut dengan waktu lambat (dapat disetel antara 30
– 90 detik).
17. Pembebasan anak kunci wesel terlayan tempat.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
anak kunci (tombol wesel) bersama dengan tombol kelompok
wesel. Anak kunci akan menjadi bebas selama waktu (dapat
disetel antara 15-30 detik ) belum dilampui.
18. Menutup stasiun.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan tombol stasiun
ditutup (pelayanan dengan satu tombol). Kunci penghubung
langsung akan menjadi bebas bila semua persyaratan yang
diperlukan telah dipenuhi.
19. Membuka kembali stasiun.
Kunci penghubung langsung dimasukkan ke dalam ibu
kuncinya. Tombol “stasiun dibuka” ditekan (pelayanan dengan
satu tombol). Stasiun dibuka kembali setelah semua
persyaratan yang diperlukan telah dipenuhi.
c) Pelayanan Tidak Biasa (Pada Waktu Terjadi )
(1) Pelayanan wesel secara darurat (pelayanan dicatat oleh
pesawat pencatat ).

Page 113 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 114 - 178


Pelayanan dilakukan dengan cara menekan tombol bantu
wesel dan tombol wesel yang bersangkutan. Wesel akan
berubah kedudukannya tanpa mendeteksi sirkit spur wesel
yang bersangkutan.
(2) Perintah jalan sinyal darurat (pelayanan dicatat oleh
pesawat pencatat).
Bilamana sinyal utama terganggu, sehingga tidak dapat
menunjukkan aspek “aman” wakaupun semua wesel yang
terletak pada rute telah disetel, dideteksi dan dikunci, maka
sinyal darurat harus dilayani.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan tombol sinyal
darurat. Wesel-wesel yang terletak padarute harus diseel
kedudukannya sesuai yang diperlukan dan dikunci (dalam
daftar pembentukan rute diberi tanda rute “E” ). Sinyal
darurat menunjukkan asek “perintah jalan” selama waktu 90
detik. Semua sinyal gerak langsir yang terletak pada rute
yang bersangkutan tetap menunjukkan aspoek “tidak aman”.
(3) Pengembalian blok secara darurat (pelayanan dicatat oleh
pesawat pencatat ).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak
tombol bantu dereta api masuk dengan lengkap).
Blok kembali ke dalam kedudukan biasa (blok tertutup).
(4) Pengembalian penghitung gandar (pelayanan dicatat oleh
pesawat pencatat).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak
tombol penghitung gandar dan tombol kelompok pengembali
penghitung gandar (hanya pada stasiun yang dilengkapi
pesawat penghitung gandar). Pelayanan ini dalam hal
penghitung gandar tidak dapat kembali ke kedudukan biasa
setelah seluruh rangkaian kereta api meninggalkan blok

Page 114 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 115 - 178


dengan lengkap. Penghitung gandar dikembalikan ke dalam
kedudukan biasa.
(5) Menghentikan bunyi bel.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan tombol
penghenti bunyi bel (pelayanan dengan satu tombol). Bunyi
bel tanda terjadinya gangguan pada sinyal atau wesel
menjadi berhenti berbunyi. Indikator kelompok berubah
semula bercahaya merah berkedip menjadi di bercahaya
merah, sedang indikator gangguan sinyal atau wesel tetap
bercahaya berkedip.
(6) Menghentikan bunyi sumer.
Pelayanan dilakukan dengan cara meneka tombol penghenti
sumer (poelayanan dengan satu tombol). Bunyi sumer tanda
gangguan pada peralatan sumber arus, tombol atau bila
terjadi penurunan tegangan baterai, menjadi berhenti
berbunyi. Indikator gangguan berubah semula bercahaya
merah berkedip menjadi bercahaya tenang.
(7) Menyesuaikan kembali kedudukan wesel yang terlanggar
(pelayanan dicatat oleh pesawat pencatat).
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak
tompol pelayanan wesel terlanggar dan tombol wesel yang
bersangkutan. Penyesuaian antara kedudukan lidah wesel
dan sirkit pengendali wesel terselenggara kembali.
d) Pelayanan Perubahan Tegangan Lampu.
(1) Penyetelan intensitas cahaya lampu indikator (pelayanan
dengan satu tombol ).
Sekurang-kurangnya diperlukan empat tingkat kuat (intensitas)
cahaya lampu indikator. Pelayanan dengan cara menekan
tombol pengatur intensitas cahaya yang didehendaki. Tegangan
lampu indikator berubah sehingga dihasilkan intensitas cahaya

Page 115 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 116 - 178


lampu indiator yang dikehendaki. Indikator tingkat cahaya yang
bersangkutan bercahaya.
(2) Tegangan siang lampu sinyal.
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
pengatur tegangan siang dan tombol stasiun.
(3) Tegangan malam lampu sinyal
Pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak tombol
pengatur tegangan malam bersama dengan tombol stasiun.
e) Di Petak Jalan

3.3.2. DI PINTU PERLINTASAN SEBIDANG


1) Jenis perangkat pelindung perlintasan sebidang yang diperlukan
tergantung kepada jumlah perjalanan Kereta api, kepadatan
lalulintas , dan jarak tampak pada perlintasan sebidang yang
bersangkutan.
2) Untuk menentukan perlintasan sebelumnya perlu dilakukan
perhitungan yang didasarkan kepada :
a) Jumlah perjalanan Kereta api yang melalui perlintasan
yang bersangkutan dalam satu hari atau dalam satu
jam dengan perbandingan kobversi sebagai berikut:

table 1 Jumlah Perbandingan Kereta api

No Jenis Kereta api Perbandingan

1. Langsiran 0,5
2. Kereta api dengan puncak kecepatan 0,7
dibawah 45 km/jam dan panjangnya di
3. bawah 30 meter 1,0
Jenis kereta api lainnya

Page 116 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 117 - 178

b) Jumlah kepadatan laluluntas jalan raya pada perlintasan jalan


raya pada perlintasan sebidang yang bersangkutan dalam satu
hari atau dalam satu jam dengan perbandingan konversi sebagai
berikut :

table 2 Jumlah Perbandingan Pemakai Jalan

No Jenis Pemakai Jalan Perbandingan

1. Pejalan kaki 1
2. Sepeda 2
3. Kendaraan Ringan 4
4. Sepeda Motor 8
5. Kendaraan roda tiga 19
6. Mobil Penumpang 12
7. Jenis mobil lainnya 14

a) Jarak tampak adalah suatu jarak dari perlintasan yuang harus


bebas pandang terhadap Kereta api yang dating, diukur dari titik
perpotongan sumbu jalan rel terluar dan sumbu jalan raya, dilihat
dari sumbu jalan raya yang berjarak 5 meter dari sumbu jalan rel
terluar pada ketinggian 1,2 meter kari permukaan jalan raya.
Contoh :
Gambar 1 Jarak tampak di lihat dari ketinggian 1,2 m

3) Perlintasan sebidang harus dilengkapi lampu silang datar , bila


keadaan perlintasan tersebut sebagai berikut :
a) Jumlah lalulintas jalan raya tiap hari telah mencapai angka-angka
yang ada pada daftar di bawah ini :

Table 3 Daftar Jumlah lalulintas jalan raya per hari


Jumlah perjalanan Jumlah lalu lintas jalan raya tiap hari

Page 117 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 118 - 178


kereta api jalan rel kelas I jalan rel lainnya
per hari dengan jarak tampak dengan jarak tampak
< 50 m > 50 m < 50 m > 50 m
< 15 4000 4500 6300 7000
15 - 30 3700 4200 6200 6900
30 - 50 3300 3800 6000 6700
50 -100 2500 3000 5200 5800
100-150 2300 2800 4000 4500
150-200 2100 2600 3200 3500
200-300 2000 2400 2500 2800
>300 2000 2200 2000 2200

b) Kecelakaan pada perlintasan tersebut yang bersangkutan selama


3 tahun te-rakhir mencapai 3 kali atau lebih, serta diperkirakan
bahwa dengan pemasangan lampu silang datar kecelakan
tersebut dapat dicegah.
c) Pemasangan lampu silang datar akan berhasil mencegah
kecelakan pada lintas dengan dua jalur atau lebih.
d) Di dekat perlintasan terdap;at sekolah, atau mempunyai
kemungkinan besar dapat terjadinya kecxelakaan karena
keadaaan sekelilingnya yang khusus.
4) Perlintasan harus dilengkapi pintu perlintasan, bila keadaan sebagai
berikut :
a) Perlintasan yang lebarnya beberapa meter yang berdasarkan
Peraturan Pemerintah Lalu Lintas Jalan, mobil dipesrbolehkan
berjalan pada jalan tesebut serta jarak tampak tidak memenuhi
persyaratan yang tercantum pada Reglemen 10 jilid I.
b) Jumlah lalu lintas jalan raya tiap jam telah mencapai yang
dibakukan untuk tiap jumlah perjalan Kereta api seperti pada
daftar dibawah ini.

Table 4 Perbandingan Jumlah perjalanan Kereta api dengan jumlah


lalu lintas jalan raya

Page 118 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 119 - 178

Jumlah perjalanan Jumlah lalu lintas


Kereta api per jam Jalan raya per jam

3 - 10 2400
10 – 15 2200
15 – 20 1800
20 - 25 1400
25 - 30 1100
30 - 40 750
40 - 50 500
diatas 50 360

c) Perlintasan seperti di sebutkan pada butir 3 a) atau b) dan lampu


silang datar hanya dapat tetlihat pada jarak kurang dari 45 meter
(22 meter untuk jalan yang hanya memungkinkan mobil dapat
berjalan dengan kecepatan 30 km/jam)
d) Perlintasan seperti desebutkab pada butir 3 a) atau b) dan di
dikatnjya terdapat perlintasan yang melintasi jalan rel lainnya
yang sejajar dengan jalan rel pertama atau terdapat
persimpangan yang kemungkinan besar dapat terjadi kecelakaan
karena keadaan sekelilingnya yang khusus.
5) Perlintasan sebidang tidak perlu dilengkapi perangkat pelindung
perlintasan bila jarak tampak pada perlintasan tersebut memenuhi
persyarataan seperti yang tercantum pada Reglemen 10 jilid I sedang
jumlah kendaraan belum mencapai seperti yang disebutkan pada butir
3 a) dan 4 b).
Contoh :
Gambar 2

Table 5

Page 119 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 120 - 178

6) Perlintasan harus dirubah menjadi perlintasan yang tidak sebidang,


bila jumlah lalu lintas jalan raya yang tertahan karena penutupan
pjintu sekurang-kurangnya telah mencapai 10.000 kendaraan jam,
yang dihitung berdasarkan rumus tersebut di bawah ini :
Rumus :

Q = PXT

Q = Jumlah lalu lintas perhari yang tertahan penutupan pintu


( kendaraan jam)
P = Jumlah lalu lintas perhari ( kendaraan )
T = Jumlah waktu penutupan perhari( jam)

7) Sistem penutupan jalan.


a) Penetapan system penutupan jalan yang akan digunakan harus
selalu didasarkan pada ukuran geometris perlintasan dan
tuntutabn kepadatan jalan raya.
b) Sistem pesnutupan separuh adalah suatu cara penutupan jalan
dengan pintu perlintasan sedemikian rupa, sehingga pintu
Jarak Jalan rel Jalan rel kelas II dengan
(m) kelas I kecepatan puncak dalam km/jam

59 45 30

a 30 30 25 20

b 500 400 300 200


tersebut sebagian besar jalan yang bersangkutan .Dengan

Page 120 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 121 - 178


demikian walaupun kendaraan tersebut masih dapat melewati
perlintsan tanpa menyebabkan terjadinya kecelakaan .Sistem ini
digunakan untuk pintu perlintasan otomatik.
Contoh :

c) Sistem penutupan penuh adalah suatu cara penutupan jalan


dengan pintu sedemikian rupa,sehingga pintu tersebut menutup
seluruh bagian jalan yang terletak di sebelah kanan kiri jalan rel
yang bersangkutan. Sistem ini pada prinsipnya digunakan pada
pintu yang dijaga.
Contoh :

d) Sistem penutupan penuh dapat juga digunakan untuk


perlintasdan yang dilengkapi pintu otomatik , bila urutan
bekerjanya pintu dapat diatur sedemikian rupa, sehingga bila ada
kendaran menyerobot pintu dengan kecepatan 5 km/jam pada
waktu pintu mulai bergerak mebutup, kendaraan yang
bersangkutan harus masih dapat melewati perlintasan tersebut,
tanpa menyebabkan terjadinya kecelakan dan pintu harus terbuat
dari bahan yang mudah patah.

Page 121 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 122 - 178


Contoh :

a. Keterangan :
b. Bila suatu kendaraan pada waktu berada di a menyerobot dengan
kecepatan 5 km/jam, dan pintu P1 mulai bergerak turun, maka
pintu P3 baru mulai menutup setelah kendaraan tersebut
berkedudukan di b

3.3.3. PERANGKAT SINYAL

3.3.3.1 PERALATAN DALAM

3.3.3.2 RELAI
e) Umum
(a) Relai jenis N dan C
Antara angker dan pegas kontak harus dihubungkan secara langsung
sehingga merupakan kesatuan ( pengendalian secara tidak langsung
misalnya dengan menggunakan pegas kontak lainnya, tidak diperkenankan )
(b) Relai jenis N
(i) Pada waktu kontak-kontak bekerta , tidak boleh tejadi
“pengelasan “ titik kontak.Agar tidak terjadi pengelasan,
titik kontak harus terbuat dari bahan yang sesuai
( misalnya perak, karbon sehingga tidak terjadi bahaya
pengelasan seperti tersebut di atas), atau dengan
menggunakan persyaratan konstruksi khusus, yang
dapat mencegah terjadinya bahaya pengelasan kontak
(misalnya pelelehan, kontak terhubung seri) .
(ii) Membukanya kembali kontak yang disebabkan oleh
jatuhnya kembali angker karena veratnya sendiri pada
waktu arus yang mengalir dalam kumparan terputus
harus dapat dipercaya.

Page 122 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 123 - 178


(iii) Dengan jalan pengaturan konstruksi yang dapat
mencegah tetap melekatnya kontak pada waktu kembali
pada kedudukan biasa
(c) Relai type C
(i) Karena jatuhnya angker relai selalu dicek , bahan kontak
tidak diperlukan harus menggunakan bahan kontak yang
dapat mencegah terjadinya “pengelasan “ yang
berkualitas khusus.
(ii) Dengan mencegah tetap melekatnya kontak pada
waktu kembali pada kedudukan biasa.
f) Konstruksi Mekanis Relai Sinyal
(a) Alat penghubung untuk rselai jenis “ plug-in “( atau kelompok
relai yang dapat mencegah tetap melekatnya kontak pada
waktu kembali pada kedudukan biasa .
(b) Harus disediakan suatu ruangan yang yang cukup yang
memisahkan bagian relai yang bergerak dengan kontak atau
tutup relai (relai kelompok ) agar supaya bekerjanya relai tidk
terganggu.
(c) Dalam kedudukan biasa, suatu rele harus masih dapat
berfungsi dengan benar walau pada angker atau kontaknya
suatu getaran yang berbentuk sinus bekerja sesuai dengan
kedua arah gerakan angker atau kontak nya suatu getaran
yang berbentuk sinus bekerja sesuai dengan frkuensi getaran
antara 5 dan 22 Hz dengan amplitudo maksimum 1 mm ,
jugabila frekuensi tersebut antara 22 dan 50 Hz dengan
percepatan 2 g. Kontak yang tertutup harus tidak menutup
sendiri, baik relai tersebut sedang menarik atau sedang jatuh.
(d) Bilamana relai sinyal tidak dapat memenuhi persyaratan
seperti tersebut di atas dan bilamana instalasi memerlukan
dipenuhinya persyaratan seperti tersebut diatas, harus
dilaksanakan suatu tindakan khusus, misalnya dingan jalan
menambah regangnya pegas relai, relai kelompok atau
regangannya.
(e) Relai harus dapat bekerja dengan sempurna, dengan
memperatikan persyaratan hydrometik. Sebagai pedoman
relai harus bekerja dengan sempurna pada suhu ruangan
yang terletak antara – 100 C dan+ 500 C

g) Sistem Magnetik
(a) Dalam keduduan menarik gerakan angker harus di batasi
dengan menggunakan penghenti, penghenti harus terbuat
dari bahan yang tidk memungkinkan terjadinya kemagnetan
tinggal dan tahan karat.
(b) Selama usia kerjanya relai seperti yang dipersyaratkan ,
celah udara pada waktu relai bekerja harus tidak boleh

Page 123 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 124 - 178


kurang dari 0,1 mm, untuk mencegah terjadinya kemagnetan
tinggal yang menahan angker
(c) Dalam pembuatan relai baru pemilihan bahan dan konstruksi
harus disesuaikan dengan ketentuan IEC, sehingga dapat
menjamin keadaan sebagai berikut :
Arus kerja tidak melebihi harga yang telah ditentukan dan
arus jatuh tidak boleh lebih rendah di bawah harga yang
telah di bawah harga yang telah ditentukan.

Faktor k = arus jatuh untuk semua relai baru dari suatu jenis
Arus kerja
yang dikehendaki tidak berubah lebih banyak dari 15%
hasil bagi arus jatuh dan arus kerja yang beharga tetap.

(d) Selama usia kerja minimum mekanisnya (10 x 10 6 gerakan )


variasi harga awal sebagai berikut masih diperkenankan :
(i) Kenaikan maksimum 10 % arus kerja
(ii) Penurunan maksimum 15 % arus jatuh
(iii) Penurunan maksimum 20 % faktor k
(e) Arus jatuh diukur setelah pemagnetan relai dengan arus yang
besarnya 2,5 kali arus nominal. Demikian pula, bilamana relai
mena rik dengan arus sebesar 2,5 kali arus nominal dan arus
kerja kebalikannya diukur, arus tersebut harus tidak melebihi
dari 110 % arus kerja langsungnya.

Catatan :
Arus nominal adalah arus yang mengalir melalui
kumparan relai , bilamana kumparan tesebut dicatu
dengan tegangan nominal dari suatu batere.

h) Kekuatan Dielektrik
(a) Isolasi antara :

(i) Berbagai lilitan suatu kumparan ;


(ii) Lilitan kumparan dn bagian relai lain-lainnya ;
(iii) Kontak-kontaknya sendiri ;
(iv) Kontak dan bumi.
Harus mampu menahan tegangn uji yang besarnya 2000
volt effektif pada 50 Hz.
Catatan :
Kekuatan di elektrik , dalam hal sirkit tidak terhubung bumi,
juga diperlukan untuk kombinasi fungsional (misalnya relai
kelompok ), semua terminal keluaran suatu kombinasi diuji
terhadap bumi dengan tegangan 2000 volt effekip, 50 Hz.

Page 124 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 125 - 178

(b) Bilamana sirkit tidak tehubung dengan bumi, isolasi antara


berbagai lilitan suatu kumparan harus mampu menahan
tegangan uji sebesar 750 volt effektip, 50 Hz, dalam waktu
selama satu menit.
i) Kontak
(a) Baik pada relai jenis N maupun pada relai jenis C kontak
harus terdiri dari :
(i) Jarak tunggal dengan tiang tunggal (satu titik kontak).
(ii) Jarak tunggal dengan tiang ganda (dua titik kontak
dihubungkan paralel).
(iii) Jarak ganda (dua titik kontak dihubungkan seri).

(b) Bergantung pada kegunaannya tiang kontak harus terbuat


dari bahan perak atau paduan perak atau kombinasi perak-
karbon.
(c) Bilamana kontak belakang dengan tidak sengajamasih tetap
menutup, harus tidak ada satu kontak depanpun yang
menutup ,bahkan bilamana relai sedang menarik karena
bekerjanya tegangan sebesar 1,5 kali jangka tegangan
pencatu yang disyaratkan.
(d) Konstruksi kontak yang memadai harus dapat menjamin
bahwa, bilamana kalam kedudukan menutup dengan
tekanan pegas yang biasa, dialiri arus dengan kuat arus yang
telaj ditentukan, kontak tersebut tidak boleh menjadi panas
yang berlebihan.
(e) Kontak harus dapat bekerja baik minimum sampai 2 X 10 6
gerakan.
(f) Jarak minimum antara titik kontak seperti tersebut dibawah
ini, dengan variasimaksimum masih diperkenankan selama
usia kerjanya, dengan pengertian bahwa jarak antara dua titik
kontak depan tidak pernah kurang dari harga awal.
(i) Kontak yang tidak dapat mengelas atau kontak yang
tidak digunakan dalam pesawat yang berhubungan
dengan keselamatan.

 0,5 mm bilamana penarikan angker yang dapat


bergerak sedang berlangsung.
 1,2 mm bilamana penarikan angker yang dapat
bergerak telah berhenti.

(ii) Kontak tunggal atau ganda dari bahan yang dapat


mengelas yang digunakan dalam pesawat yang
berhubungan dengan keselamatan.

Page 125 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 126 - 178


 0,5 mm bilamana penarikan angker yang dapat
bergerak sedang berlangsung.
 1,2 mm bilamana penarikan angker yang dapat
bergerak telah berhenti.

(iii) Kontak dengan jarak ganda dari bahan yang dapat


mengelas yang digunakan dalam pesawat yang
berhubungan dengan keselamatan.

 0,5 mm bilamana penarikan angker yang dapat


bergerak sedang berlangsung.
 0,9 mm bilamana penarikan angker yang dapat
bergerak telah berhenti.
Catatan :
Jarak antara tiang kontak–kontak belakang belakang
bilamana kontak depan terhubung , jarak antara tiang
kontak kerja bilamana kontak belakang terhubung, jarak
antara tiang kontak kerja bilamana kontak belakang
terhubung.

j) Tekanan Pegas
(a) Kekuatan tekanan kontak setelah angker yang dapat
bergerak selesai melakukan seluruh gerakkannya, tidak
boleh kurang dari ketentuan sebagai berikut :
(i.) Relai jenis N.
0,245 N (25 g) bilamana kontak terbuat dari bahan perak-
karbon.
(ii.) Relai jenis C.
0,196 N (20 g)
(b) Untuk kontak dengan tiang ganda, untuk tiap titik kontak
hanya memerlukan tekanan kontak separuhnya.
Untuk kontak jarak ganda, untuk tiap tiap titik kontak memerlukan tekanan
yang penuh.
(c) Bilah kontak yang sedang tidak bekerja harus berhenti pada
bilah penyanggaan dengan jalan menekannya.

k) Membersihkan sendiri
Gerakan membersihkan sendiri suatu kontak minimum :
(a) 0,2 mm untuk relai jenis N.
(b) 0,1 mm untuk relai jenis C (dalam hal kontak jarak ganda,
gerakan membersihkan sendiri yang lebih kecil telah
mencukupi).
l) Pelepasan

Page 126 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 127 - 178


a) Waktu melepasnya kontak maksimum yang masih
diperkenankan pada waktu menutup dan membukanya
kontak adalah sebagai berikut :
(a) 20 m detik untuk relai jenis N.
(b) 10 m detik untuk relai jenis C.
Catatan : Waktu melepas adalah lamanya waktu mulai saat
kontak terhubung (terlepas) untuk pertama kali, dan
waktu pada saat sirkit berakhir tertutup (atau
terbuka, selama waktu itu tahanan kontak berubah.

b) Bilamana dalam pesawat interlocking diperlukan jenis relai


lain, relai tersebut harus mengikuti pembakuan Internasional
atau pembakuan perkereta apian nasional negara pembuat.
c) Untuk fungsi yang tidak vital diperkenankan
untukmenggunakan jenis relai telekomunikasi .
d) Relai baik yang vital maupun yang tidak vital yang tidak
tergabung dalam suatu modul yang dirancang sesuai sesuai
dengan keperluan, harus terlindung dari kemungkinan
kemasukan debu. Relai-relai tersebut juga haru dibuat
dalam bentuk “plug-in” untuk memberi kemudahan bila
diperlukan penggantian.

3.3.3.3 CATUDAYA
m) Peralatan Catu daya
(1) Sirkit catu daya pembaginya dirancang sederhana mungkin,
menggunakan teknologi yang sesuai dengan keadaan
lingkungan perkereta apian .
(2) Berkerjanya instalasi sinyal harus dapat dijamin
kelangsungannya, sehingga peralatan catu daya harus
dapat bekerja baik dengan catu daya utama maupun dengan
catu daya cadangan.
(3) Diagram blok yang nerupakan prinsip rancanan adalah
sebagai berikut :
(4) Jenis catu daya yang digunakan terdiri dari:
(a) Catu daya utama.
(b) Catu daya cadangan.
(c) Catu daya darurat.

n) Catudaya Utama
(i) Catu daya utama diambil dari tegangan jaringan PLN atau
dari jaringan pembagi tegangan tinggi gardu induk PJKA.
(ii) Pada setiap saluran masuk, tegangan masuk dilengkapi
pelindung terhadap perputaran fasa yang tidak benar.

Page 127 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 128 - 178


o) Catudaya Cadangan
(i) Sebagai pengganti kalau catu daya utama terganggu,
harus disediakan sebuah disel generator atau tegangan
dari jaringan pembagi tegangan tingagi gardu induk PJKA
lainnya.
(ii) Diesel generator harus berkemampuan paling rendah,
1,25 x beban normal instalasi sinyal.
(iii) Beban penuh harus dapat diambil alih oleh disel
generator dalam waktu tidak lebih dari 10 detik sejak
diesel generator mulai.
(iv) Di dalam ruang disel generator harus dilengkapi dengan
sebuah panel yang memuat tombol pelayanan, alat ukur
dan indikator sebagai berikut :
 Tombol disel bekerja.
 Tombol disel berhenti.
 Pengukur tegangan.
 Pengurus arus.
 Pengukur frekuensi.
 Penghitung jam kerja.
 Indikator permukaan bahan bakar.
 Indikator permukaan pelumas.
 Indikator tekanan pelumas.
 Indikator air pendingin dan suhu.

(v) Tangki bahan bakar dibuat cukup besar, dibuat cukup


besar, sehingga bahan bakar yang ada di dalamnya
cukup untuk bekerjanya diesel minimum selama 24 jam
dengan 80% beban luar.
p) Catudaya Darurat
(i) Untuk menjembatani celah waktu antara terjadinya
gangguan catu daya utama dan tersedianya catu daya
cadangan diperlukan adanya suatu batere yanga akan
menjamin kesinambungan pemberian daya keseluruh
peralatan baik yang menggunakan arus searah maupun
yang menggunakan arus bolak balik .
(ii) Kapasitas batere dibuat sedemikian rupa sehingga kalau
catu daya utama terganggu, batere tersebut mampu
mencatu instalasi perangkat sinyal secara
berkesinambungan sehingga seluruh peralatan dapat
bekerja sepenuhnya untuk jangka waktu 5 jam.
(iii) Peralihan dari catu daya utama ke catu daya darurat
berlangsung secara otomatik dalam waktu 1,5 detik setelah
catu daya utama terganggu.
(iv) Setelah catu daya utama bekerja kembali dan dipantau
selama 5 menit telah stabil, catu daya darurat dialihkan
hubungannya ke catu daya utama secara otomatik.

Page 128 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 129 - 178


Diesel generator akan berhenti bekerja secara otomatik.
(v) Setelah catu daya utama kembali bekerja. Secara otomatik
batere diisi kembali dan selanjutnya tegangan batere
dipertahankan oleh pesawat pengisian batere.
(vi) Bila waktu terganggunya catu daya utama berlangsung
lebih lama , maka hubungan dengan catu daya darurat
terputus.
Selanjutnya hanya perangkat interloking yang akan dicatu
oleh batere.
q) Pemindahan Hubungan Dari Catudaya Utama Ke Catudaya
Cadangan
(i) Catu daya utama dalam keadaan bias mencatu instalasi
dan dipantau secara terus menerus.
(ii) Bila tegangan atau frekuensi catu daya utama berubah
sampai di bawah harga toleransi yang ditentukan, catu
daya utama harus terputus.
(iii) Pada waktu catu daya utama terputus, beban penuh
instalasi persinyalan segera diambil alij secara otomatik
oleh batere. Pada saaat yang bersamaan disel generator
mulai bekerja secara otomatik.
(iv) Bila catu daya utama tidak bekerja kembali dalam waktu 5
menit dan tela stabil, disel generator secara otomatik
mengambil alih pemberian daya ke instalasi.
(v) Setelah catu daya utama bekerja kembali sekurang-
kurangnya 5 menit dan telah stabil, beban penuh instalasi
diambil alih lagi oleh catu daya utama secar otomatik dan
menghentikan disel generator secara otomatik pula.
r) Pencatuan Daya Pada Perangkat Sinyal
(i) Pencatu Daya Arus Bolak-Balik Utama.
 Catu Daya utama yang mencatu instalasi dipantau
secara terus menerus.
 Bilamana terjadi perubahan pada tegangan atau
frekuensi sampai suatu harga di bawah batas yang
diperkenankan, catu daya utama terputus.
 Dalam hal ini pengubah arus yang mendapat daya dari
batere bekerja secara otomatik dan mengambil alih
beban arus bolak-balik dari catu daya utama.

(ii) Pencatu Daya Arus Bolak-Balik Berfasa Tunggal.


 Sinyal sirkit sepur dan semua peralatan yang bekerja
dengan daya arus bolak balik berfasa tunggal dalam
keadaan biasa dicatu oleh catu daya utama melalui
transformator dengan kapasitas yang sesuai keperluan.
 Sebuah transformator yang dilenngkapi empat buah tep
kumparan primer digunakan untuk menghasilkan
tegangan bolak-balik 24 v untuk lampu indikator.

Page 129 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 130 - 178


 Tegangan bolak-balik 24 v yang berkedip didapat dengan
menggunakan unit flasger yang tidak menggunakan
getaran relai.
 Pencatuan pada relai waktu digunakan transformator
yang terpisah.
 Lampu sinyal pada waktu malam bekerja dengan
tegangan kira-kira 20 % lebih rendah dari tegangan yang
dipakai padawaktu siang hari.
 Perubahan dari tegangan siang ke tegangan malam dan
sebaliknya dilakukan secara manual oleh pemimpin
perjalanan kereta api. Selama perubahan, relai pengecek
lampu tidak boleh jatuh.
(iii) Pencatu Daya Arus Bolak-balik Berfasa 3-Fasa.
 Tegangan bolak-balik 3-fasa 380 v/220 v yang diperlukan
untuk mesin penggerak wesel, dalam keadaan biasa
diperoleh dari catu daya utama melalui suatu
transformator dengan kapasitas yang sesuai keperluan.
 Pencatu daya untuk wesel dilengkapi sirkit pemutus
utama dengan kapasitas yang sesuai keperluan.
 Pada waktu catu daya utama terganggu, pelayanan
serempak lebih dari satu mesin penggerak harus
dicegah.
(iv) Pencatu Daya Arus Searah.
 Arus searah yang mencatu secara berkesinambungan
pesawat interloking dari peralatan lain yang
menggunakan catu daya arus searah, selama catu daya
utama bekerja diperoleh dari susunan peralatan yang
terdiri dari perata/pengisi batere dan batere dengan arus
dan tegangan yang tetap serta kapasitas yang sesuai
keperluan.
 Tegangan tetap perata utama mencatu beban arus
searah secara berkesinambunban, dengan ditambah
perata kecil yang terhubung seri seri digunakan untuk
pengisian perembesan batere.
 Tegangan searah diperoleh dari pengubahtegangan
AC/DC atau dari transformator/perata yang mendapat
catu daya dari catu daya arus bolak-balik.
(v) Pembagian Daya.
Pemberian daya kepada sekelompok peralatan, seperti
kepada pemakai daya bolak-balik, baik yang berfasa tunggal
maupun 3-fasa, misalnya ke sinyal, sirkit sepur, mesin
penggerak wesel dan ke peralatan lainnya dilengkapi
pelindung yang memadai dengan menggunakan sirkit
pemutus yang berkapasitas sesuai kebutuhan atau dengan
menggunakan suatu sikring.
s) Peralatan Sumber Arus

Page 130 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 131 - 178


a. Batere
 Jenis batere yang digunakan adalah batere asam
belerang timbel dengan kapasitas yang sesuai dengan
keperluan, dilengkapi dengan pelat positip berbentuk
batang dan pelat negatip berbentuk batang dan pelat
negatip berbentuk kasa.
 Batere berbentuk batere tunggal dengan sel yang beriri
sendiri atau kombinasi sampai maksimum 3 sel untuk
setiap kemasamn untuk sel-sel yang berkapasitas 120
Ah.
 Selang waktu pemeliharaan batere tidak boleh kurang
dari 2 tahun.
 Besarnya kapasitas sel dinyatakan dalam amper jam
dalam 10 jam pemakaian pada suhu 200 C. Berat jenis
larutan elektrolit pada sel yang terisi penuh tidak boleh
lebih dari 1,25 pada suhu 200 C.
 Setelah sirkit terbuka selama jangka wktu 12 sampai 18
jam setelah diisi penuh, besar arus satu per sepuluh
kapasitas yang diperlukan harus dikeluarkan oleh setiap
sel secara terus menerus selama 10 jam. Tegangan jepit
sel tidak boleh turun dibawah 1,85 v selama 10 jam
pemakaian. Kemasan terbuat dari bahan gelas atau
plastik tembus pandang.
b. Pengisi Batere
 Perata/pengisi batere dengan tegangan jepit yang tetap,
digunakan untuk mencatu peralatan pemakai daya
searah dan untuk mengisi kembali batere serta pengisian
rembesan pada batere.
 Dengan perubahan pada tegangan masuk dan frekuensi
dalam batas-batas yang telah ditetapkan, perubahan
tegangan jepit tidak boleh melebihi  2 %.
 Perubahan maksimum tegangan jepit tidak boleh
melebihi yang diperkenankan, dengan beban antara 5%
sampai 100% ukuran nominal.
c. Transformator Daya
 Sumber arus untuk sirkit persinyalan umumnya
dipisahkan dari jala-jala utama dengan menggunakan
transformator berisolasi.
 Transformator berisolasi dan transformator pengubah
tegangan, berupa jenis transformator berpendingin udara
yang telah diuji dengan menggunakan tegangan 2,5 KV.
 Transformator dan terminalnya dilengkapi penutup
temberang atau peralatan sejenis, sehingga tidak akan
tersentuh oleh pegawai pemelihara.

Page 131 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 132 - 178


a. Pengubah Arus
 Pengubah arus harus mampu bekerja mencatu beban
penuh dalam waktu 1,5 detik setelah catu daya utama
terganggu.
 Sebagai pengubah arus harus digunakan jenis pengubah
arus dengan generator tanpa sikat yang tidak banyak
memerlukan pemeliharaan dengan putaran nominal 1500
putaran tiap menit.
 Motor arus searah dan pengaturnya harus dapat
menjamin tetap besarnya tegangan nominal pada
kecepatan nominal bahkan bila tegangan catu daya
searah 10% di bawah harga nominalnya.
 Pengubah arus akan berhenti bekerja secara otomatik,
bila catu daya utama telah bekerja kembali.

b. Panel Papan Penukar


 Semua peralatan catu daya ditempatkan dalam peti
logam yang dilengkapi lubang udara yang memadai dan
pintu yang kokoh.
 Peralatan yang terlalu berat atau terlalu besar bila
dimasukkan ke dalam peti, maka peralatan tersebut
dapat ditempatkan di atas standar.
 Tempat masuknya kabel melalui bagian atas peti
peralatan catu daya yang dilengkapi papan terminal
utama sebagai tempat berakhirnya kabel yang masuk.
 Suku bagian peralatan yang berat dipasang pada bagian
peti yang terbawah.
 Tutup peti peralatan catu daya bagian depan berfungsi
sebagai panel papan penukar hubung.
 Panel depan dilengkapi dengan alat ukur sebagai berikut:
(1) Tegangan dan frekuensi daya masuk.
(2) Tegangan dan arus searah pada beban biasa.
(3) Tegangan batere.
(4) Tegangan dan frekuensi bolak-balik pengubah
arus.
(5) Panel depan dilengkapi dengan diagram sirkit catu
daya yang menunjukkan :
 Catu daya utama dan catu daya dari disel
generator yang masuk.
 Catu daya arus searah dari perata/pengisi atau
dari batere.
 Batere sedang diisi/dikosongkan.
 Catu daya arus bolak-balik untuk berbagai
peralatan.

Page 132 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 133 - 178


c. Pendeteksi Kebocoran Terhadap Hubungan Bumi
 Untuk menjamin keselamatan perjalanankereta api, sirkit
instalasi persinyalan dibuat bebas dari hubungan bumi.
 Bentuk sederhana pendeteksi kebocoran terhadap
hubungan bumi, menggunakan alat yang dapat dipakai
untuk memantau besarnya tahanan antara kawat
instalasi dengan pelat hubungan bumi atau tanah.
 Alat pendeteksi kebocoran hubungan bumi harus dapat
mendeteksi tahanan kurang dari 15 kohm.

3.3.3.4 MEJA PELAYANAN


1) Bentuk Panel Pelayanan
a. Bentuk Panel Pelayanan Meja Untuk Stasiun Kecil atau Sedang.

b. Bentuk Panel Pelayanan Pilar Untuk Emplasemen Yang Panjang


Tetapi Tidak Terlalu Lebar.

c. Bentuk Panel Pelayanan Dinding Untuk Emplasemen Yang Luas.

d. Bentuk Panel Pelayanan Layar Monitor.

2) Persyaratan Teknis
(1) Pelayanan seluruh instalasi harus dilakukan dari meja
pelayanan. Demikian pula, semua indikator yang diperlukan
untuk oelayanan instalasi persinyalan dan untuk informasi
yang diperlukan Pemimpin perjalanan kereta api harus
diperagakan pada panel pelayanan.
(2) Panel pelayanan terbuat dari konstruksi logam dengan bentuk
panel tegak, panel meja, panel pilar atau panel dindingf yang
disesuaikan dingan luas emplasemen stasiun yang
dilayaninya.
(3) Sewaktu bekerja pada panel pelayanan, baik dengan posisi
sambil berdiri atau sambil duduk, Pemimpin pedrjalanan
kereta api harus dapat mengawasi keadaan seluruh
emplasemen atau sebagian dari emplasemen melalui jendela
yang ada.
(4) Permukaan yang digunakan untuk pelayanan harus dibuat
tahan lama dan tidak mengkilap. Pada permukaan panel
tersebut digambarkan tata letak sepur di emplasemen yang
disusun secaa geografis yang sederhana.

Page 133 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 134 - 178


(5) Permukaan panel terdiri dari segmen-segmen jenis modaik
dengan rancangan yang telah baku, sehingga memudahkan
bila terjadi perubahan atau perluasan.
(6) Semua indikator yang bercahaya menggunakan bola lampu
pijar 24v/1,0 atau 1,2 W, yang kuat cahayanya dapat diatur
sekurang-kurangnya dalam 4 tingkat, untuk menghindari
gangguan penampakan yang disebabkan karena keadaan
cahaya. Lampu dapat diganti dengan mudah dari depan
panel. Tidak boleh menggunakan sebuahpun indikator
elektromagnetik.
(7) Indikator-indikator yang tidak bercahaya, tulisan-tulisan, huruf,
angka dan tanda-tanda lainnya dibuat dengan cara mengecat
atau menggunakan pelat nama yang dipasang di bawah
penutup tembus pandang yang sama rata dengan permukaan
panel. Pengukiran permukaan panel tidak diperkenankan.
(8) Pelat nama dipasang pada semua tombol tekan, semua
indikator semua wesel, sinyal dan sirkit sepur. Semua tulisan
dibuat dalam Bahasa Indonesia yang telah baku.
(9) Pelayanan dilakukan dengan cara menekan tombol tekan.
(10) Tombol untuk melayani sinyal, wesel, dan rute, dipasang di
dalam, gambar geografis tata letak sepur di atas sepur yang
bersangkutan dan mudan untuk dikenal dengan menggunakan
warna yang berbeda.
(11) Tombol kelompok, tombol untuk keperluan lainnya serta
pesawat penghitung listrik dan indikator kelompok dipasang
dengan mengelompokkan sesuai fungsinya, diatas atau di
bawah gambar geografis tata letak spur.
(12) Semua pelayanan dilakukan dengan cara menekan serempak
dua tombol yang bersesuaian. Untuk fungsi yang tidak penting
misalnya untuk mengubah kuat cahaya lampu, menghentikan
bunyi bel dan buser dapat dilakukan hanya dengan menekan
sebuah tombol.
(13) Tombol tekan yang harus ditekan serempak, untuk melayani
suatu peralatan, tidak boleh dipasang pada jarak yang lebih
jauh dari 120 cm. Bilamana diperlukan, harus digunakan
tombol ulang. Hal ini berlaku juga pada penempatan tombol-
tombol kelompok.
(14) Setiap meja pelayanan dilengkapi dengan 6 buah penutup
tombol. Bila penutup tombol tersebut digunakan akan
mencegah penekanan tombol yang tidak disengaja.
(15) Letak sepur pada panel dibuat seperti susunan sepur yang
sebenarnya dilihat dari Pemimpin perjalanan kereta api yang
sedang melayani meja pelayanan.

3) Tombol dan Pesawat Pencatat

Page 134 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 135 - 178


(1) Tombol pelayanan diberi warna yang tegas, sehingga
memudahkan bagi Pemimpin perjalanan kereta api untuk
mengenal meja sebagai berikut :
a) Tombol penghenti sumer dan tombol tegangan lampu
sinyal berwarna merah.
b) Tombol wesel berwarna hitam.
c) Tombol asal dan rujuan rute berwarna abu-abu dengan
titik merah di tengah.
d) Tombol tambahan lainnya berwarna abu-abu.
(2) Nama tombol dan singkatannya adalah sebagai berikut :
a) Kunci meja pelayanan
KP = Kunci Pemimpin
b) Tombol rute
TPR = Tombol Pembebas Rute.
TRBK = Tombol pembentuk rute bukan sepur kereta
api.
c) Tombol sinyal
TKSA = Tombol Kelompok Sinyal Aman.
TKST = Tombol Kelompok Sinyal Tidak aman.
TSD = Tombol Sinyal Darurat.
TSTA = Tombol Sinyal Tak Aman.
d) Tombol wesel
TKW = Tombol Kelompok Wesel.
TBW = Tombol Bantu Wesel.
TKGW = Tombol Kancing Wesel.
TBKW = Tombol Buka Kancing Wesel.
TWT = Tombol pelayanan Wesel Terlanggar.
e) Tombol Blok
TALB = Tombol Arah Letak Blok.
TWKM = Tombol warta Kereta api Masuk.
TKB = Tombol Kelompok Blok.
TPNA = Tombol Permintaan Blok.
TBKB = Tombol Bantu Kereta api Berangkat.
TBKM = Tombol Bantu Kereta Api Masuk.
TPB = Tombol Pembebas Blok.
TBMS = Tombol Bantu MS.
f) Tombol lainnya
TST = Tombol stasiun.
THS = Tombol Penghenti bunyi sumer.
THB = Tombol penghenti bunyi bel.
TTS = Tombol Tegangan Siang.
TTM = Tombol Tegangan Malam.
INTENSITAS = Tombol pengatur intensitas lampu
indikator.
TKJ = Tombol penghubung kembali tegangan
jaringan.

Page 135 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 136 - 178


TGD = Tombol Penggerak Printer.
TKP = Tombol Pengembali printer.
(3) Nama pesawat pencatat dan singkatannya adalah sebagai
berikut :
PBKM = Pencatat penggunaan tombol bantu kereta api
masuk.
PPR = Pencatat penghapusan rute
PSD = Pencatat sinyal darurat.
PPWD = Pencatat pelayanan wesel darurat.
PPW = Pencatat pelanggaran wesel.
PPP = Pencatat pelayanan pesawat printer.

(4) Untuk memudahkan Pemimpin perjalanan kereta api


mengenal pengelompokan tombol-tombol, maka dasar
segmen panel dibedakan sebagai berikut :
a) Segmen panel yang memuat gambar situasi pengamanan
emplasemen, tombol atau peralatan lain yang berada di
dekat gambar tersebut serta segmen panel yang memuat
peralatan dan tombol yang berkaitan dengan peralatan
catu daya diberi warna abu-abu muda.
b) Segmen panel yang memuat tombol atau peralatan yang
berhubungan dengan blok diberi warna abu-abu tua.
c) Segmen panel yang memuat tombol atau peralatan yang
berhubungan dengan sinyal diberi warna merah.
d) Segmen panel yang memuat tombol atau peralatan yang
berhubungan dengan rute diberi warna hijau.
e) Segmen panel yang memuat tombol atau peralatan yang
berhubungan dengan wesel diberi warna biru tua.
f) Segmen panel yang memuat tombol atau peralatan yang
berhubungan dengan prunter, disel atau pintu perlintasan
diberi warna coklat muda.
(5) Semua pelayanan dilakukan dengan jalan menekan serempak
dua tombol yang bersesuaian sebagai berikut :
Asal + tujuan = pembentukan rute.
TKST + asal = merubah aspek sinyal darurat aman menjadi tidak
aman, sedang rute masih terbentuk.
TKSA + asal = merubah aspek sinyal menjadi aman kembali, bila
rute yang bersngkutan masih terbentuk.
TPR + tujuan = menghapus kembali rute yang telah terbentuk.
TSD + asal = pelayanan sinyal darurat, setelah rute terbentuk.
TKW + Wesel = melayani wesel terlayan pusat secara manual.
Membebaskan anak kunci pembebas kunci wesel
terlayan tempat.
TBW + Wesel = melayani wesel terlayan pusat secara manual pada
waktu sirkit sepur wesel yang bersangkutan sedang
terganggu.

Page 136 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 137 - 178


TWT + wesel = melayani wesel yang telah terlanggar kembali ke
kedudukan sebelum dilanggar.
TKGW + wesel =mengancing wesel.
TPKW + wesel =membuka kancing wesel.
Asal + TRBK = pembentukan rute bukan pada sepur
Asal + tujuan kereta api (sebelumnya wesel dilayani secara manual
dan dikancing).
TGD+TST = menjalankan disel.
THD+TST = menghentikan disel
TKJ+TST = menghubungkan kembali jaringan PLN.
TTM+TST = merubah tegangan sinyal untuk malam hari.
TTM+TST = merubah tegangan sinyal untuk siang hari.
TGP+TST = menggerakkan pesawat printer sebagai percobaan.
TKP+TST = mengembalikan printer kedalam kedudukan biasa
setelah percobaan.
TPNA+TALB = memberi warta masuk pada waktu terjadi gangguan
sirkit sepur
(6) Sebagai perkecualian pelayanan yang dilakukan dengan cara
menekan satu tombol atau memutar satu kunci adalah:
a) KP = mengunci tombol pelayanan sehingga tidak
dapat berfungsi, sedang indikator pada panel
masih tetap bekerja.
b) THB = menghentikan bunyi bel
c) THS = menghentikan bunyi sumer
d) INTENSITAS = mengubah kuat cahaya lampu indikator
pada meja pelayanan.
4) Indikator
1) Segmen panel yang memuat gambar situasi pengamanan
emplasemen.
(a) Indikator dan tombol tujuan rute kereta api. Indikator
sepur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya. Bilamana sepur
siap untuk dilalui kereta api bercahaya putih, sedang bila
sepur terisi kereta api bercahaya putih, sedang bila sepur
terisi kereta api bercahaya merah.
Indikator spur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya
Bilamana spur siap untuk dilalui langsiran bercahaya putih,
sedang bila sepur terisi rangkaian bercahaya merah.
2) Tombol tujuan rute (2)
3) Nama stasiun yang berdekatan (3)
4) Indikator pengunci rute kereta api tempat tujuan(4) keadaan
biasa, tidak bercahaya, bila rute kereta api terbentuk dan telah
terkunci menyala putih. Indikator akan padam kembali setelah
rute yang bersangkutan bebas.
5) Indikator waktu lambat pembebasan rute (5), keadaan biasa
tidak bercahaya. Bila sedang berlangsung pembebasan rute,

Page 137 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 138 - 178


indikator tersebut menyala merah dan akan padam kembali
setelah rute yang bersangkutan bebas kembali.
(b) Indikator dan tombol tujuan rute langsiran.
Tombol tujuan rute (2)
Nama stasiun yang berdekatan (3)
Tanda papan batas langsiran (4) di tempatkan di dekat tombol
asal rute.
Indikator dan tombol asal rute kereta api.
i) Indikator spur (1), keadaan biasa tidak bercahaya,
sedang bila spur siap untuk dilalui kereta api bercahaya
putih.
ii) Tombol asal rute kereta api (2)
iii) Nama tombol (3) yang juga berfungsi sebagai indikator
penguncian asal rute. Dalam keadaan biasa indikator ini
tidak bercahaya.
iv) Bila rute dibentuk dan asal rute telah terkunci maka
indikator tersebut bercahaya putih.
v) Indikator semboyan aman (4), keadaan biasanya tidak
bercahaya, sedang bila sinyal masuk menunjukkan
semboyan “aman” bercahaya hijau.
vi) Indikator semboyan tidak aman (5), keadaan biasa
bercahaya merah, sedang bila sinyal masuk
menunjukkan semboyan aman, padam.
vii) Indikator sinyal darurat (6), keadaan biasa tidak
bercahaya, sedang bila sinyal masuk meunjukkan tidak
aman, bercahaya biru.
(d) Indikator dan tombol asal rute langsiran.
i) Indikator sepur (1), keadaan biasanya tidak bercahaya,
sedang bila sepur siap untuk dilalui langsiran, bercahaya
putih.
ii) Tombol asal-rute (2)
iii) Nama tombol (3)
iv) Indikator semboyan boleh langsir (4), keadaan biasa tidak
bercahaya. Bila sinyal langsir menunjukkan semboyan
“boleh langsir” bercahaya putih.
v) Indikator semboyan tidak boleh langsir (5), keadaan biasa
bercahaya merah, sedang bila sinyal langsir menunjukkan
semboyan “boleh langsir”, padam.
(e) Indikator dan tombol asal/tujuan rute kereta api dan langsiran.
i) Indikator sepur (1), keadaan biasa tidak bercahaya, sedang
bila sepur siap untuk dilalui kereta api bercahaya putih.
ii) Tombol-asal rute langsiran (2)
iii) Tombol-asal/tujuan kereta api (3)
iv) Nama tombol-asal rute langsiran (4)
v) Tombol-asal /tujuan rute kereta api (5) yang juga berfungsi
sebagai indikator penguncian asal rute. Dalam keadaan

Page 138 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 139 - 178


biasa atau bila tombol tersebut berfungsi sebagai tombol
tujuan rute, tidak bercahaya. Bila tombol sedang berfungsi
sebagai tombol-asal rute, setelah rute terbentuk dan terkunci
indikator ini bercahaya putih.
vi) Indikator penguncian tujuan rute (6), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila rute terbentuk dan telah terkunci, indikator
ini bercahaya putih.
vii) Indikator waktu lambat pembebasan rute (7), keadaan biasa,
tidak bercahaya. Bila sedang berlangsung pembebasan rute,
indikator tersebut menyala merah.
viii) Indikator semboyan aman (8), keadaan biasa tidak
bercahaya, sedang bila sinyal utama menunjukkan
semboyan “aman” bercahaya hijau.
ix) Indikator semboyan tidak aman (9), keadaan biasa
bercahaya merah, sedang bila sinyal utama menunjukkan
semboyan “aman” atau sinyal langsir menunjukkan
semboyan “boleh langsir”, padam.
x) Indikator sinyal darurat (10), keadaan biasa tidak bercahaya,
sedang bila sinyal utama menunjukkan semboyan boleh
melewati sinyal yang sedang menunjukkan tidak aman,
bercahaya biru.
xi) Indikator semboyan “boleh langsir” (11) keadaan biasa tidak
bercahaya sedang bila sinyal langsir menunjukkan
semboyan “boleh langsir”, bercahaya putih.
(f) Indikator sinyal pendahulu.
i) Indikator spur (1), keadaan biasa tidak bercahaya, sedang
bila spur siap untuk dilalui kereta api, bercahaya putih.
ii) Indikator semboyan “aman” (2), keadaan biasa tidak
bercahaya. Bila sinyal utama yang bersangkutan telah
menunjukkan semboyan “aman”, maka indikator tersebut
bercahaya hijau.
(g) Indikator dan tombol wesel biasa.
i) Indikator kedudukan wesel (1), keadaan biasa-, salah satu
meyala putih tergantung pada kedudukan wesel pada saat
itu. Bila wesel sedang terisi bakal pelanting, bercahaya
merah.
ii) Indikator ujung lidah wesel (2), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bilamana wesel terisi bakal pelanting,
bercahaya merah.
iii) Tombol wesel (3)
iv) Nomor wesel (4)
v) Indikator penyekatan wesel (5), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wesel disekat oleh suatu rute kereta api
yang dibentuk, indikator tersebut menyala putih. Indikator
pengancingan wesel (6), keadaan biasa, tidak bercahaya.

Page 139 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 140 - 178


Bila wesel disekat oleh suatu rute kereta api yang dibentuk,
indikator tersebut menyala putih.
vi) Indikator pengancingan wesel (6), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wesel sedang dikancing dalam kedudukan
pada saat itu, maka indikator tersebut menyala merah.
(h) Indikator dan tombol wesel Inggris.
i) Indikator kedudukan wesel (1), dua indikator bercahaya
putih, sedang bila wesel terisi bakal pelanting, bercahaya
merah.
ii) Tombol wesel (2)
iii) Nomor wesel yang bersangkutan (3)
iv) Indikator penyekatan wesel (4), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wesel disekat oleh suatu rute kereta api
yang sedang dibentuk, indikator tersebut menyala putih.
v) Indikator pengancing wesel (5), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wesel sedang dikancing dalam kedudukan
pada saat itu, maka indikator tersebut menyala merah.

(i) Indikator kunci wesel terlayan tempat dan tombol pembebas anak
kunci.
i) Indikator sepur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya, bila
didepan wesel terinjak langsiran, bercahaya merah.
ii) Tombol pembebas anak kunci (2)
iii) Indikator pengamat anak kunci (3), keadaan biasa menyala
putih.Bila izin untuk mencabut anak kunci telah diberikan
atau bila anak kunci telah dicabut, indikator tersebut padam.
iv) Indikator pembebas anak kunci (4), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila izin untuk mencabut anak kunci telah
diberikan, indikator tersebut menyala merah.
v) Indikator penyekatan wesel (5), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wese4l disekat oleh suatu rute kereta api
yang sedang dibentuk, indikator tersebut menyala putih.
vi) Nomor wesel (6).
(j) Indikator sirkit spur.
i) Indikator spur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya, sedang
bila sepur siap untuk dilalui kereta api bercahaya putih dan
bila sepur terisi kereta api bercahaya merah.
ii) Nama sirkit sepur (2)
(2) Segmen Panel yang Memuat Tombol dan Indikator Blok.
(a) Indikator blok tertutup.
Keadaan biasa bercahaya putih, sedang bila stasiun
sebelahnya telah meminta blok atau bila telah diberi blok
oleh stasiun sebelahnya, indikator ini padam.
(b) Tombol arah letak blok.

Page 140 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 141 - 178


Tombol arah blok (1)
Nama tombol (2)
(c) Indikator warta akhiran kereta api.
Keadaan biasa, tidak bercahaya, setelah pengawas peron
melayani kunci tanda akhiran kereta api, bercahaya merah.
Setelah pengiriman warta masuk selesai, indikator ini
padam kembali.
(d) Indikator keadaan petak blok dan tombol warta kereta api
berangkat.
(i) Indikator petak blok (1), keadaan biasa tidak
bercahaya, sedang bila petak blok siap untuk dilalui
kereta api bercahaya putih dan bila petak blok terisi
kereta api bercahaya putih dan bila petak blok terisi
kereta api bercahaya merah.
(ii) Tombol warta kereta appi masuk (2)
(iii) Nama Tombol (3)
(iv) Indikator keluar (4), keadaan biasanya tidak
becahaya.
 Bila telah meminta blok, indikator bercahaya
putih berkedip.
 Pada waktu telah diberi blok, indikator bercahaya
putih.
 Bila kereta api telah berangkat, indikator
bercahaya merah.
 Setelah diterima warta masuk, indikator padam.

(v) Indikator masuk (5), keadaan biasa tidak bercahaya.


 Setelah menerima permintaan blok, indikator
bercahaya putih berkelip.
 Bila pemberian blok telah dilaksanakan, indikator ini
bercahaya putih.
 Pada waktu kereta api berangkat dari stasiun
sebelahnya, indikator bercahaya merah.
 Setelah kereta api masuk, indikator bercahaya merah
berkedip.
 Bila warta masuk telah diberikan , indikator tersebut
padam.
(e) Pencatat penggunaan tombol bantu kereta api masuk.
(i) Pesawat pencatat (1), mencatat secara otomatis setiap
pemberian warta masuk yang dilakukan dengan
penekanan serempak tombol TBKM dan TALB.
(ii) Nama Pesawat pencatat (2)
(f) Tombol bantu kereta api masuk
(i) Tombol bantu kereta api masuk (1)
(ii) Nama tombol (2)
(g) Tombol kelompok blok.

Page 141 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 142 - 178


(i) Tombol kelompok blok (1)
(ii) Nama tombol (2)
(h) Tombol permintaan blok
(i) Tombol Permintaan blok (1)
(ii) Nama tombol
(i) Tombol bantu kereta api berangkat.
(i) Tombol bantu kereta api (1)
(ii) Nama tombol (2)
(j) Indikator kereta api mendekat.
Keadaan biasa padam, bila kereta api telah mendekat dan
telah menginjak petak blok yang terdekat, indikator ini
bercahaya merah berkedip (digunakan pada lintas blok
otomatik).
(k) Indikator blok bebas
Keadaan biasa bercahaya putih, bila petak blok yang
terdekat terisi bakal pelanting atau bila sirkit sepur di tempaat
tersebut terganggu, indikator tersebut bercahaya merah
(digunakan pada lintas blok otomatik).

(3) Segmen Panel yang Memuat Tombol dan Indikator Rute.


(a) Pencatat Penghapusan rute.
(i) Pencatat penghapusan rute (1), mencatat secara
otomatik setiap pembebasan rute manual .
(ii) Nama pesawat pencatat (2)
(b) Tombol pembebas rute.
(i) Tombol pembebas rute (1).
(ii) Nama tombol (2)
(c) Tombol pembentuk rute bukan spur kereta api.
(i) Tombol pembentuk rute bukan spur kereta api (1).
(ii) Nama tombol (2)
(4) Segmen Panel yang Memuat Indikator dan Tombol Sinyal.
(a) Tombol kelompok sinyal aman.
(i) Tombol kelompok sinyal aman (1)
(ii) Nama tombol (2)
(b) Tombol kelompok sinyal tidak aman
(i) Tombol kelompok sinyal tidak aman (1)
(ii) Nama tombol (2)
(c) Pencatat sinyal darurat.
(i) Pencatat sinyal darurat (1), mencatat secara otomatis
pelayanan sinyal darurat
(ii) Nama pesawat pencatat (2)
(d) Tombol sinyal darurat.
(i) Tombol sinyal darurat (1)
(ii) Nama Tombol (2)
(5) Segmen Panel yang Memuat Indikator dan Tombol Wesel.
(a) Pencatat pelayanan wesel darurat.

Page 142 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 143 - 178


(i) Pencatat pelayanan wesel darurat (1)
(ii) Nama pesawat pencatat (2)
(b) Tombol bantu wesel
(i) Tombol bantu wesel (1)
(ii) Nama tombol (2)
(c) Tombol kelompok wesel
(i) Tombol kelompok wesel (1)
(ii) Nama tombol (2)
(d) Tombol kancing wesel
(i) Tombol kancing wesel (1)
(ii) Nama tombol (2)
(e) Tombol buka kancing wesel
(i) Tombol buka kancing (1)
(ii) Nama tombol (2)
(f) Pencatat pelanggaran wesel
(i) Pencatat pelanggaran wesel (1), mencatat secara
otomatik setiap terjadi pelanggaran wesel.
(ii) Nama pesawat pencatat (2).

(g) Tombol Pelayanan wesel terlanggar.


(i) Tombol pelayanan wesel terlanggar(1).
(ii) Nama pesawat pencatat (2).
(6) Segmen Panel yang Memuat Indikator dan Tombol Gangguan.
(a) Indikator gangguan
(i) Indikator urutan bekerjanya wesel (1), keadaan biasa
tidak bercahaya. Bila wesel-wesel yang terletak pada
suatu rute yang dibentuk sedang bekerja secara
otomatis, indikator ini menyala putih
(ii) Indikator tombol wesel terganggu (2), keadaan biasa
tidak bercahaya. Bila suatu wesel terganggu,
sehingga tidak dapat kembali ke kedudukan
biasanya, indikator ini bercahaya merah berkedip dan
terdengar bunyi bel.
(iii) Indikator gangguan wesel (3), keadaan biasa tidak
bercahaya. Bila suatu wesel mengalami gangguan,
indikator ini bercahaya merah berkedip dan terdengar
bunyi bel.
(iv) Indikator gangguan tombol kelompok (4), keadaan
biasa tidak bercahaya. Bila suatu tombol kelompok
terganggu, sehingga tidak dapat kembali ke
kedudukan biasanya, indikator ini bercahaya merah
berkedip dan terdengar bunyi bel.
(v) Indikator ganggu tombol rute (5), keadaan biasa tidak
bercahaya. Bila suatu tombol rute terganggu,
sehingga.

Page 143 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 144 - 178


(vi) Indikator gangguan sinyal (60, keadaan biasa tidaka
bercahaya. Bila suatu sinyal terganggu, indikator ini
bercahaya merah berkedip dan terdengar bunyi bel.
(b) Tombol Penghenti bunyi bel.
(i) Tombol penghenti bunyi bel (1)
(ii) Nama Tombol (2)
(a) Tombol stasiun
(i) Tombol stasiun (1)
(ii) Nama tombol (2)
(b) Indikator intensitas cahaya lampu indikator
pada panel dan tombol pengaturnya.
(i) Indikator intensitas cahaya (1), mempunyaii
4 tingkatan. Keadaan biasa, salah satu
indikator bercahaya putih, sesuai
kedudukan cahaya lampu yang
dikehendaki.
(ii)Tombol pengatur intensitas lampu
indikator(2)
(iii) Nama tombol (3)
(c) Indikator gangguan catu daya dan tombol
penghenti bunyi bel atau sumer.
(i) Indikator gangguan catudaya (1), keadaan
biasa padam. Bila terjadi gangguan catu daya,
indikator bercahaya merah berkedip, serta
terdengar bunyi sumer atau bel.
(ii) Tombol penghenti bunyi bel (2). Nama
tombol (3).
(iii) Tombol penghenti bunyi sumer (4). Nama
tombol (5)
(d) Indikator tegangan batere
(i)Indikator tegangan baterai 60 C (1), bila
tegangan cukup bercahaya putih. Bila
tegangan tidak cukup menyala putih berkedip
dan terdengar bunyi sumer.
(ii) Indikator tegangan baterai 60 M (2) dalam
keadaan biasa atau bila tegangan cukup, tidak
bercahaya. Bila tegangan di bawah minimal
bercahaya merah berkedip dan terdengar
bunyi sumer.
(iii) Nama jenis peralatan catu daya (3)
(e) Indikator pendeteksi hubungan bumi
(i) Indikator instalasi catu daya arus searah
terhubung bumi (1), keadaan biasa padam.
Bila instalasi catu daya arus searah terhubung
bumi, indikator ini menyala merah dan sumer
berbunyi.

Page 144 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 145 - 178


(ii) Indikator instalasi catu daya arus bolak-
balik terhubung bumi (2), keadaan biasa tidak
bercahaya.
Bila instalasi catu daya arus bolak balik
terhubung bumi, indikator ini menyala merah
dan sumer berbunyi.
(f) Indikator jaringan listrik PLN
(i) Indikator jaringan listrik PLN bekerja (1),
keadaan biasa bercahaya putih. Bila jaringan
listrik PLN terganggu indikator ini padam.
(ii) Indikator jaringan listrik PLN terganggu (2),
keadaan biasa tidak bercahaya. Bila jaringan
listrik PLN terganggu, indikator inni bercahaya
merah dan bel berbunyi.
(iii) Nama jenis catu daya (3)
(g) Indikator jaringan listrik PLN kembali bekerja
(i) Indikator jaringan listrik PLN kembali bekerja
(1), keadaan biasa tidak bercahaya.
Bila jaringan listrik PLN bekerja kembali,
indikator ini bercahaya putih berkedip dan
terdengar bunyi bel.
(ii) Tombol penghubung kembali tegangan
jaringan (2), digunakan untuk menghubungkan
kembali tegangan jaringan listrik PLN.
(iii) Nama tombol (3)
(h) Indikator diesel
(i) Indikator diesel bekerja (1), keadaan biasa
dan kalau disel terganggu, tidak bercahaya.
Bila disel bekerja, indikator ini bercahaya putih.
(ii) Indikator diesel terganggu (2), keadaan
biasa tidak bercahaya. Bila diesel terganggu,
indikator ini bercahaya merah dan terdengar
bunyi bel
(iii) Nama jenis catu daya (3)
(i) Tombol Pengendali disel
(i) Tombol penggerak diesel (1)
(ii) Nama tombol (2)
(iii) Tombol penghenti diesel (3)
(iv) Nama tombol (4)
(j) Indikator pengubah arus
(i) Indikator pengubah arus bekerja (10,
keadaan biasa dan kalau pengubah arus
terganggu, tidak bercahaya. Bila pengubah
arus terganggu, indikator ini bercahaya merah
berkedip dan terdengar bunyi sumer.
(ii) Nama jenis catu daya (3)

Page 145 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 146 - 178


(k) Indikator tegangan sinyal.
(i) Indikator tegangan lampu sinyal siang (1),
keadaan biasa tidak bercahaya. Bila tombol
pengatur tegangan siang (2), yang namanya
ditukis pada tempat (3) dilayani, indikator ini
bercahaya putih.
(ii) Indikator tegangan lampu sinyal malam (4),
keadaan biasa tidak bercahaya. Bila tombol
pengatur tegangan malam (5), yang namanya
ditulis pada tempat (6) dilayani, indikator ini
bercahaya putih.
(iii) Nama alat yang dapat diatur tegangannya
ditulis tempat (7)
(7) Segmen Panel yang Memuat Indikator dan Tombol Pesawat
Printer.
(a) Pencatat pelayanan pesawat printer.
(i) Pencatat pelayanan pesawat printer (1) mencatat
otomatis setiap pelayanan manual pesawat printer
(ii) Nama pesawat pencatat (2)
(b) Indikator tombol pesawat printer
(i) Indikator pesawat printer bekerja (1), keadaan biasa
atau kalau pesawat printer terganggu, indikator ini
tidak bercahaya. Bila pesawat printer bekerja baik,
indikator ini bercahaya putih.
(ii) Tombol penghenti bunyi sumer (2).
(iii) Nama tombol (3)
(iv) Indikator gangguan pesawat printer (4), keadaan
biasa tidak bercahaya. Bila pesawat printer terganggu
, indikator ini bercahaya merah berkedip dan
terdengar bunyi sumer.
(v) Tombol penggerak printer (5)
(vi) Nama tombol (6)
(vii) Tombol pengembali printer (7)
(viii) Nama tombol (8)
(8) Segmen Panel yang Memuat Peralatan Lainnya.
(a) Kunci pemimpin perjalanan kereta api
(i) Kunci pemimpin perjalanan kereta api (1), kedudukan
biasa berada terputar pada ibu kuncinya.
(ii) Nama kunci (2)
(b) Pengecek lampu indikator
(i) Tombol putar pembuka tutup soket (1) digunakan untuk
membuka tutup soket lampu.
(ii) Soket pengecek lampu indikator (2), keadaan biasa
tertutup. Tutup ini dapat dibuka dengan cara memutar
tombol putar pembuka tutup soket (1) searah jarum
jam.

Page 146 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 147 - 178


(iii) Nama fungsi peralatan
(c) Tempat penyimpanan magnet pembuka segmen panel.
Tempat penyimpanan magnet pembuka segmen panel.

3.3.4. PERALATAN LUAR

3.3.4.1 Sirkit Sepur

3.3.4.2 Tujuan penggunaan sambungan rel penyekat rel penyekat sampai


seminimum mungkin.

3.3.4.3 Semua bagian sirkit spur harus dihubungkan deret agar dapat
mendeteksi rel yang putus. Rel minus harus dihubungkan silang untuk
menjamin agar sirkit spur bekerja mengikuti azas keselamatan.

3.3.4.4 Peti peralatan penghubung sirkit spur harus kedap air.

3.3.4.5 Rele sirkit spur harus ditempatkan dalam ruang rele. Bilamana hal
ini tidak mungkin, rele-rele tersebut dapat ditempatkan dalam
beberapa tempat strategis dalam jumlah yang sedikit mungkin.

3.3.4.6 Tegangan pengisi (feeding voltage) untuk rele ulang sirkit spur
dalam ruang rele harus berasal dari peti peralatan sumber arus bolak-
balik yang dihasilkan oleh sumber arus perangkat sinyal.

3.3.4.7 Setiap pengisi untuk rele ulang sirkit spur masing-masing harus
dilengkapi dengan sikering potonganganda sikering dan rele sirkit spur
harus dilengkapi dengan label yang jelas .

3.3.4.8 Pada waktu menentukan panjang bagian mati sirkit, harus


diperhatikan susunaan roda bakal pelanting.

3.3.4.9 Panjang Bagian Mati Yang Diperkenankan


(1) Pada waktu merencanakan sirkit sepur, agar dihindari terbentuknya
bagian mati pada sirkit sepur.
(2) Apabila dalam merencanakan sirkit spur, adanya bagian mati
tersebut harus diperhitungkan jarak antara roda bakal pelanting
yang ada. Pemasangan bagian mati harus ditetapkan berdasarkan
ketntuan sebagai berikut :
(a) panjang bagian mati harus kurang dari 4.200 mm.
(b) bila jarak antara bagian mati, atau jarak dengan sirkit spur
lainnya :

Page 147 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 148 - 178


(i) kurang dari 1.400 mm, maka bagian mati tersebut tidak
perlu diperhitungkan.
(ii) lebih besar dari 1.400 mm tetapi kurang dari 4.200 mm,
maka jarak dengan sirkit sepur lainnya tersebut harus
lebih besar dari 13 meter.
(3) Langsiran setut melalui wesel yang terdapat bagian mati yang
panjangnya lebih dari 4.200 mm, harus dilindungi oleh suatu
tindakan khusus yang dinyatakan dalam reglemen pengamanan
setempat.
(4) Bila pada suatu emplasemen terdapat bagian mati yang
panjangnya lebih dari 4.200 mm, maka :
(a) Di emplasemen yang tersebut tidak diperkenankan
melangsir tanpa lokomotif.
(b) Motor lori yang masuk ke emplasemen yang tersebut tidak
boleh dihentikan di atas wesel, tetapi harus berhenti tepat di
tempat yang telah ditentukan.
(c) Ketentuan-ketentuan tersebut harus dinyatakan dalam
reglemen pengamanan setempat.
(5) Bila lori kerja dijalankan pada suatu petak jalan yang dilengkapi
peralatan pendeteksi sepur, maka petak jalan yang bersangkutan
harus dinyatakan tertutup dan sinyal-sinyal tidak boleh dilayani
untuk perjalanan kereta api. Hal ini disebabkan lori kerja
mempunyai bobot yang ringan, sehingga ada kemungkinan
peralatan pendeteksi sepur tidak bekerja dan membahayakan
perjalanan kereta api lainnya.
i) Sirkit Penjerat
Sirkit penjerat harus dirancang sedemikian rupa, sehingga bila kereta
api masuk ke dalam bagian tersebut, relai sirkit penjerat harus jatuh dan
bila seluruh rangkaian telah meninggalkan bagian mati, relai tersebut
harus menarik kembali dan memegang sirkit spur seperti kedudukan
semula.
j) Agar sirkit penjerat dapat bekerja kembali setelah terjadi gangguan pada
peralatan catu daya, maka sirkit tersebut harus dilengkapi dengan
peralatan pegembali sirkit penjerat.
Contoh:

3.3.4.10 PERALATAN PENDETEKSI BAKAL PELANTING

Jenis bakal Tipe Jarak Catatan


Pelanting A A' B C
Kereta rel listrik B 2,2 11,8 16,2
Kereta penumpang B 2,2 11,8 16,2
Kereta rel disel B 2,2 11,8 16,2
*Lok Disel (BB) B 2,2 3,8 8,2
*Lok Disel (CC) C 3,2 (1,6) 4,42 10,82

Page 148 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 149 - 178


*Lok Disel (D) D 4,5 (1,5) 1,5 4,5
*Kendaraan bermotor untuk Untuk Pemeliharaan
pemeliharaan A 4,3 4,3 4,3 aliran atas
Dilayani dengan
*Lori A 1,6 1,6 1,6 menggunakan blok
Gerbong Barang (2 as) A 4,0 4,0 4,0
Gerbong Barang (4 as) B 1,5 5,9 8,9
Gerbong Barang (4 as) B 1,6 4,9 8,1
Gerbong Barang (PKPKW) C 2,2 (1,1) 9,12 13,52 Gerbong peti kemas
Gerbong untuk
Gerbong Barang (PKRI) C 2,6 (1,3) 11,9 17,1 keperluan khusus

3.3.4.11 MESIN PENGGERAK WESEL


1) Jenis Mesin Penggerak
a) Bagian-bagian penting dari mesin penggerak wesel:
Bagian-bagian utama dari mesin penggerak wesel terdiri dari:
(1) Sakelar yang berfungsi untuk menghubungkan dan
memutuskan arus listrik ke motor penggerak wesel.
(2) Rangkaian kontrol wesel yang dikopel dengan sakelar,
bekerja mengubah arah gerakan lidah wesel.
(3) Motor penggerak.
Motor seri 1 phase adalah type yang paling sesuai karena
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
(a) Starting mudah
(b) Torsi mulanya besar
(c) Arah putaran dapat di bolak-balik
(d) Motor ini mempunyai kumparan kompensasi untuk
memperkecil gaya elektro motor dan untuk
memperoleh komutasi yang baik pada saat start.
(e) Daya out put kira-kira 0,5 Hp.
(f ) Sumber daya DC
(g) Arus start kira-kira 10 s.d 16 amper
(h) Arus nominal 5 s.d 7 amper
(i ) Arus slip kira-kira 8 s.d 9,5 amper
Disamping itu tidak menutup kemungkinan
penggunaan motor AC 3 phase.
(4) Kopling gesek
Kopling ini harus dilengkapi dengan peredam hentakkan
yang kuat pada roda gigi pada saat awal putaran motor
maupun saat berhenti dan juga untuk menghindari
kelebihan beban yang diterima motor pada saat wesel
kemasukan benda-benda asing sehingga macet atau stang
terjepit.

Page 149 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 150 - 178


(5) Roda gigi reduksi (Reduction gear)
Putaran motor adalah terlalu cepat, oleh karena itu perlu
direduksi dengan menggunakan beberapa roda gigi
reduksi
(6) Batang ulir.
Untuk mengubah putaran motor motor menjadi gerak linier.
(7) Penggerak dan pengunci kedudukan akhir wesel
Penggerak/sakelar;
(8) Rangkaian kontrol
(9) Rangkaian indikator

b) Pengamat elektrik kedudukan akhir wesel.


c) Kedudukan lidah wesel harus dijamin dengan menggunakan
kunci pengaman, misalnya kunci jamin atau kunci Clauss.
d) Anak kunci pengaman yang menjamin kedudukan wesel, harus
dirangkaikan pada anak kunci pembebas kunci. Pesawat
pembebas kunci harus dirangkaikan pada sirkit interlocking.
e) Pesawat pembebas kunci dipasang pada satu tiang di
emplasemen atau pada meja pelayanan, tergantung pada
tingkat keluwesan gerakan langsirannya.
f) Bila wesel tersebut tidak dilengkapi dengan wesel penjaga
samping, maka di atas sepur yang bukan spur kereta api yang
terletak di belakang wesel tersebut harus dilengkapi dengan
perintang sebagai penjaga samping.
g) Pelayanan antara wesel dan penjaga sampingnya harus
disusun sedemikian rupa, sehingga wesel baru akan dapat
dilayani, bila penjaga sampingnya telah berkedudukan benar.
2) Pengambilan Anak Kunci Pembebas Kunci. Sebelum anak kunci
pembebas kunci dapat diambil dari lubang kuncinya harus dipenuhi
syarat sebagai berikut:

3) Jenis Pendeteksi Lidah Wesel


4) Pelayanan Manual
5) Pelayanan Pesawat Pembebas Kunci
a) Juru langsir minta ijin kepada Pemimpin Perjalanan Kereta
Api untuk mencabut anak kunci pesawat pembebas kunci
dengan menggunakan pesawat komunikasi langsiran.
b) Bila tidak keberatan, maka Pemimpin Perjalanan Kereta
Api melayani wesel-wesel yang diperlukan dalam
kedudukan sebagaimana mestinya dengan cara menekan
bersama tombol kelompok wesel dan tombol wesel yang
bersangkutan pada meja pelayanan.
c) Akibat ditekannya kedua tombol tersebut, wesel-wesel
yang diperlukan akan terjerat dan indkator ada pesawat
pembebas kunci akan berubah menjadi putih.

Page 150 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 151 - 178


d) Segera setelah juru langsir melihat indikator pada
pembebas kunci berubah menjadi putih, maka ia harus
segera mencabut anak kunci tersebut dengan cara
menekan tombol pembebas kunci sambil memutar anak
kunci ke kiri dan mencabutnya.
e) Dengan anak kunci yang terangkai pada anak kunci
pembebas kunci, juru langsir dapat membuka kunci
pengaman pada wesel tersebut dan penjaga sampingnya,
sehingga wesel dapat dilayani untuk kebutuhan langsiran.
f) Bila langsiran telah selesai, maka juru langsir
mengembalikan wesel dan penjaga sampingnya ke
kedudukan biasa dan menguncinya kembali, sehingga
pengamat listrik kedudukan wesel bekerja kembali.
g) Kemudian juru langsir mengembalikan anak kunci
pembebas kunci dengan cara memasukkannya ke dalam
lubang kunci pada kotak pembebas kunci dan memutarnya
ke kanan hingga tertenggat dan indikator menjadi padam
kembali.
Contoh:

Catatan:
Pencabutan anak kunci pembebas kunci tidak dapat
dilakukan, bila wesel yang bersangkutan sedang
digunakan untuk rute kereta api.

3.3.4.12 SINYAL
a) Persyaratan Lampu Sinyal.
1) Sinyal Utama
(a) Sinyal masuk, sinyal keluar atau sinyal blok.
(i) Susunan Lampu

(ii) Lampu sinyal


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar ganda.
 Lampu sinyal harus dilengkapi dengan sistem
peghubung kawat pijar (filament switching system)
yang dapat bekerja secara otomatis.
 Urutan bekerjanya sistem penghubung kawat pijar
adalah sebagaai berikut :
 Bila kawat pijar adalah sebagai berikut :
 Bila kawat pijar utama lampu cahaya putus, lampu
harus dapat menyala secara otomatis dengan kawat
pijar cadangan. Bila kawat pikar cadangan pun putus,
maka aspek sinyal harus dapat beralih secara
otomatis ke aspek merah.

Page 151 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 152 - 178

(b) Sinyal Darurat

(i) Lampu

(ii) Lampu sinyal


 Bola lampu yang digunakan harus dapat dilengkapi
dengan kawat pijar ganda
 Lampu sinyal darurat harus dilengkapi dengan sistem
penghubung kawat pijar yang dapat bekerja secara
otomatik.
 Urutan bekerjanya sistem penghubung kawat pijar
adalah sebagai berikut :
 Bila kawat pijar utama putus, lampu harus dapat
menyala secara otomatik dengan kawat pijar cadangan.
 Aspek sinyal darurat harus dapat ditunjuk dengan unit
cahaya jenis stensil.
 Untuk satu kali pelayanan aspek sinyal hanya dapat
menyala selama 90 detik.

(c) Sinyal Langsir

(i) Susunan lampu.


(ii) Lampu sinyal.
 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar tunggal.
 Sinyal langsir dapat dipasang pada satu tiang dengan
sinyal masuk, sinyal keluar atau sinyal blok. Bila sinyal
langsir dipasang tergabung dengan sinyal-sinyal
tersebut, maka sinyal langsir tidak perlu dilengkapi
dengan lampu yang dapat bercahaya merah.
 Aspek “tidak aman” sinyal langsir yang tergabung
dengan sinyal-sinyal tesebut di atas ditunjukkan oleh
sinyal masuk, sinyal keluar atau sinyal masuk, sinyal
keluar atau sinyal blok yang bersangkutan.

2) Sinyal Pembantu
(a) Sinyal muka
(i) Susunan lampu.

(ii) Lampu sinyal.


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar ganda.

Page 152 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 153 - 178


 Lampu sinyal harus dilengkapi dengan sistem
penghubung kawat pijar yang dapat bekerja secara
otomatis.
 Urutan bekerjanya sistem mpenghubung kawat pijar
adalah sebagai berikut:
 Bila kawat pijar utama putus, lampu harus dapat
menyala secara otomatis dengan kawat pijar cadangan.
Bila kawat pijar cadangan pun putus ,maka aspek
sinyal harus dapat beralih secara otomatik ke aspek
“hati-hati”.

(b) Sinyal muka antara


(i) Susunan lampu.

(ii) Lampu sinyal.


 Bola lampu yang digunakan untuk aspek “aman”
dan “hati-hati” harus dilengkapi dengan kawat pijar
ganda, sedang lampu yang digunakan untuk aspek
“tanda sinya bekerja” harus dilengkapi dengan kawat
pijar tunggal.
 Lampu sinyal untuk aspek “aman” dan “hati-hati”
harus dilengkapi dengan sistem penghubung kawat
pijar yang dapat bekerja secara otomatik.
 Urutan bekerjanya sistem penghubung kawat
pijar adalah sebagai berikut:
 Bila kawat pijar utama putus, lampu harus dapat
menyala secara otomatik dengan menggunakan kawat
pijar cadangan. Bila kawat cadangan pun putus, maka
aspek sinyal harus dapat beralih secara otomatik ke
aspek “hati-hati”.

(c) Sinyal ulang


(i) Susunan lampu.

(ii) Lampu sinyal.


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi
dengan kawat pijar tunggal.
 Lampu harus dapat berkedip dengan waktu
kedipan 60 kali/menit.

Page 153 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 154 - 178

3) Sinyal Pelengkap
(a) Sinyal arah
(i) Lampu.

(ii) Lampu sinyal.


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar ganda.
 Lampu sinyal dilengkapi sistem penghubung kawat pijar
yang dapat bekerja otomatik.
 Aspek sinyal arah harus terkait pada aspek sinyal yang
bersangkutan.

(b) Sinyal Pembatas Kecepatan


(i) Lampu.

(ii) Lampu sinyal.


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar ganda.
 Lampu sinyal dilengkapi sistem penghubung kawat pijar
yang dapat bekerja otomatik.
 Urutan bekerjanya sistem penghubung kawat pijar
adalah sebagai berikut:
 Bila kawat pijar utama putus, lampu harus dapat menyala
secara otomatik dengan kawat pijar cadangan. Bila
kawat pijar utama putus, lampu harus dapat menyala
secara otomatik dengan kawat pijar cadangan. Bila
kawat pijar cadangan pun putus, maka aspek sinyal
harus dapat beralih secara otomatik ke aspek “tidak
aman” sinyal utama yang bersangkutan.
 Aspek sinyal pembatas kecepatan terkait pada aspek
sinyal utama yang bersangkutan.
(c) Sinyal muka pembatas kecepatan

(i) Lampu.

(ii) Lampu sinyal.

Page 154 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 155 - 178


 Bola lampu yang digunakan harus dilengkapi dengan
kawat pijar ganda.
 Lampu sinyal dilengkapi dengan sistem penghubung kawat
pijar yang dapat bekerja secara otomatik.
 Urutan bekerjanya sistem penghubung kawat pijar adalah
sebagai berikut:
 Bilamana kawat pijar utama putus, lampu harus dapat
menyala secara otomatis dengan menggunakan kawat
pijar cadangan. Bilamana kawat pikar cadangan putus,
aspek sinyal harus beralih secara otomatis ke aspek
“tidak aman” sinyal jalan yang bersangkutan.

(d) Sinyal Pembatas Langsiran


(e) Sinyal Spur Salah
(f) Letak, tinggi, dan jarak lampu sinyal
(1) Pemasangan Sinyal
(a) Dilihat dari arah datangnya kereta api, sinyal harus
dipasang di sebelah kanan jalan rel yang bersangkutan.
Tetapi bila keadaan topografi atau karena sebab lain
ditempat tersebut tidak memungkinkan untuk dipasang
sinyal, maka sinyal tersebut boleh dipasang di sebelah
kiri jalan rel yang bersangkutan.
Jarak sinyal dari sumbu jalan rel sampai ke sumbu tiang
adalah:
(i) 2200 mm pada jalanan rel yang lurus, atau
lengkungan dengan jari-jari lebih besar dari 300 m.
(ii) 2305 pada lengkungan dengan jari-jari lebih kecil dari
300 m.
contoh:

(b) Bila suatu lintas mempunyai lebih dari satu jalan rel dan
jarak antara satu dengan lainnya sangat berdekatan,
sehingga sinyal tidak dapat dipasang di antara jalan rel
yang ada, maka sinyal-sinyal tersebut harus dipasang
pada suatu jembatan yang tingginya 6000 mm dari
kepala rel.
Pemasangan sinyal pada jembatan diusahakan
sedemikian rupa, sehingga tetap sinyal harus terletak
tepat di atas jalan rel yang bersangkutan:

Page 155 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 156 - 178


(c) Bila suatu lintas mempunyai lebih datu satu jalur jalan rel
yang sejajar dan yang masing-masing dilalui oleh kereta
api yang berjalan searah, maka sinyal harus dipasang
sedmikian rupa sehingga sinyal tersebut dapat diketahui
dengan mudah, sinyal mana yang berlaku untuk tiap
jalan tel yang bersangkutan. Caranya ialah dengan
memasang berjajar berdampingan pada tempat yang
sama.
Contoh:

b. Tinggi dan Jarak Lampu Sinyal


Tinggi dan jarak lampu sinyal harus disesuaikan degnan jarak
tampak sinyal pada waktu masinis melihat indikasi sinyal. Karena
iatu, tinggi dan jarak lampu sinyal jatus mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
(a) Tinggi lampu sinyal.
Tinggi lampu sinyal adalah jarak antara kepala rel dan titik
pusat lensa lampu uang terendah.
(i) Tinggi sinyal masuk, sinyal keluar, sinyal blok, sinyal
muka, dan sinyal ulang untuk sinyal utama adalah 3660
mm.
Contoh:

(ii) Tinggi sinyal langsir adalah 2925 mm.


Contoh:

(iii) Tinggi sinyal langsir pendek adalah 350 mm lebih tinggi


dari permukaan kepala rel.
Contoh:

(iv) Tinggi sinyal ulang diperon adalah 2500 mm lebih tinggi


dari permukaan peron.

Contoh:

(v) Tinggi sinyal pembatas langsiran adalah 600 mm.

Contoh:

Page 156 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 157 - 178


(b) Jarak lampu sinyal
(i) Untuk jalan rel sejajar, jarak antara sinyal masuk yang
berdampingan harus lebih besar dari 2000 mm, jarak
antara sinyal keluar yang berdampingan lebih besar
dari 1000 mm dan jarak antara sinyal langsir lebih
dari 600 mm.
contoh:

(ii)Jarak lampu sinyal yang dipasang pada satu tiang


bersama, adalah lebih besar dari 450 mm.
contoh:

c. Jarak Tampak Sinyal


Jarak tampak setiap jenis sinyal harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
(1) Sinyal masuk, sinyal keliar, sinyal blok dan sinyal muka,
jarak minimumnya adalah 600 m.
(2) Sinyal langsir, jarak minimumnya adalah 200 m.
(3) Sinyal darurat, jarak minimumnya adalah 100 m.
(4) Sinyal ulang, jarak minimumnya adalah 200 m.
(5) Sinyal arah, jarak minimumnya adalah 200 m
(6) Sinyal pembatas kecepatan dan mukaya, jarak
minimumnya adalah 350 m.
(7) Sinyal pembatas langsiran, jarak minimunya adalah 200m

3.3.4.13 PERALATAN BLOK


Peralatan Blok Di Stasiun
(1) Peralatan blok di stasiun yang dilengkapi perangkat sinyal listrik.
a) Sirkit hubungan blok (saling bergantungan pada sirkir perangkat
sinyal) harus merupakan kesatuan dari perangkat interlocking.
b) Pada setiap petak jalan antar stasiun harus disediakan sepasang
saluran yang dapat di pakai untuk hubungan blok.
c) Saluran tersebut harus dapat digunakan untuk system transmisi yang
menggunakan frekuensi pembawa.
d) Sistem harus mampu mengirimkan secara serempak sampai informasi
pada setiap jurusan antara dua stasiun yang mengikuti azas
keselamatan.
e) Di beberapa petak jalan antar stasiun yang relative pendek diduga
,masih mampu untuk melayani frekuensi kereta api yang
diperlukan, pada saat ini, di tempat tersebut tidak perlu dipasang

Page 157 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 158 - 178


sinyal blok antara (kecuali pada beberapa petak jalan yang
dianggap perlu).
(2) Hubungan blok antar perangkat sinyal listrik.
a) Hubungan blok antar perangkat sinyal listrik jarus menggunakan jaenis
blok mutlak uang menggunakan jenis blok mutlak yang menggunakan
peralatan pendeteksi kereta api di sepanjang petak blok.
b) Sistem blok antar perangkat sinyal listrik harus menggunakan jenis blok
terbuka, dimana arah hubungan blok setelah lewatnya kereta api yang
bersangkutan tetap masih berlaku.
Arah blok ini dapat digunakan untuk melayani kereta apai searah yang
berikutnya sampai arah blok tersebut dirubah kearah yang berikutnya
sampai arah blok tersebut dirubah ke arah lain sebagai hasil persetujuan
bersama dan tindakan-tingdakan dilakukan oleh msaing-masing
pemimpin perjalanan kereta api, untuk memberi izin lewanya satu kereta
api atau lebih dalam arah yang berlawanan.
(c) Bergantung pada arah blok yang sedang terjadi, sinyal keluar pada
stasiun pemberangkaatan dapat di rubah menjadi “ aman” (persyaratan
yang diperlukan pada interlocking) oleh pemimpin perjalanan kereta api
yang bersangkutan tanpa memerlukan tindakan teknis yang dilakukan
oleh pemimpin perjalanan kereta api yang bersangkutan tanpa
memerlukan tindakan teknis yang dilakukan oelh pemimpin perjalanan
kereta api stasiun di depannya. Akn lebih baik bila sebelum merubah
arah blok perlu diadakan persetujuan lisan melalui telepon blok.
(d) Sebelum sinyal keluar dirubah menjadi “aman”, kereta api terdahulu
harus telah meninggalkan blok dan luncuran di belakang sinyal tujuan
sinyal masuk stasiun depannya atau sinyal blok antara di depannya)
telah berubah menjadi “tidak aman”.
(e) Untuk pelayanan yang dipergunakan untuk melayani perjalanan kereta
api adalah sebagai berikut:
Dimisalkan: kereta api telah siap berangkat meninggalkan stasiun A
menuju ke stasiun B.
Jurusan blok telah disetel mengarah dari A ke B.
Petak blok dan luncurannya (bila ada ) telah aman, sinyal
masuk B telah “tidak aman” kembali setelah kereta api
terdahulu melewatinya.
Anak panah blok di stasiun A dan B bercahaya putih
baik untuk berangkat maupun untuk masuk.

Stasiun A Sinyal keluar dilayani sehingga


Memberitahukan akan menjadi “aman” dengan jalan
memberangkatkan kereta api membentuk rute pemberangkatan.
dengan telepon blok. Kereta api berangkat. Sinyal
keluar kembali menjadi “tidak

Page 158 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 159 - 178


aman” dan terkunci. Anak panah
berangkat berubah menjadi
merah.
Pengiriman informasi “kereta api
pada blok”.

Tanda panah masuk berubah


bercahaya merah.

Kereta api masuk melewati sinyal


masuk yang sedang menunjukkan
“aman”.
“Kereta api masuk “ Sinyal masuk kembali menjadi
“tidak aman” luncuran menjadi
Panah keluar kembali bercahaya bebas.
putih.
Sinyal keluar menjadi bebas tidak
terkunci. Pengiriman informasi “Kereta Api
masuk”.
Stasiun B Panah masuk kembali menjadi
Dapat menerima kedatangan putih.
kereta api.
System telah telah siap untuk menerima kereta api lainnya dari A ke B.
f) Untuk merubah jurusan blok diperlukan prosedur sebagai berikut :
Dimisalkan : Sistem telah disetel dari A ke B semua persyaratan dalam
kedudukan biasa.
Kereta api yang berangkat dari A telah masuk di stasiun B.

Stasiun A Panah masuk bercaha-


Dapat menerima pe- ya putih berkedip.
rubahan jurusan blok
Sinyal keluar ter-
kunci

Page 159 of 178


REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK

Halaman : 160 - 178

“Pengubah jurusan blok”

Panah masuk putih

Stasiun B
Meminta izin untuk merubah blok
dengan menggunakan telepon blok.

“Pengubah jurusan blok” dilayani.

Panah masuk bercahaya


putih berkedip.

Panah keluar putih

Sinyal keluar sekarang dapat


dijadikan “aman” dengan prosedur
seperti diuraikan di atas.

Page 160 of 178


1) Hubungan Blok antar Perangkat Sinyal Elektrik

3.3.4.14 PERALATAN PINTU PERLINTASAN


1) Peralatan Pasif
(1) Marka Perlintasan Sebidarka perlintasan gunanya untuk
memberitahukan kepada pemakai jalan bahwa di muka
terdapat perlintasan kereta api. Marka ini dipasang bilamana :
rambu pendahulu tidak dapat dipasang karena adanya suatu
hambatan, misalnya karena terhalang oleh tumbuh-tumbuhan
yang rimbun atau oleh papan reklame.
Perlintasan tidak dilengkapi lampu silang datar dan berpotongan
dengan jalan rel dengan sudut potong yang kecil, sedang pintu
dipasang sejajar jalan rel.
Perlintasan terletak pada jalan “Tol”.
Contoh :

(2) Marka Garis Batas Berhenti


Marka ini digunakan untuk mengusahakan agar selalu
terdapat ruang bebas antara pintu dan kendaraan, sehingga
dapat melinmdungi jalan tidak rusak dan kendaran yang
berhenti tidak tersermpet oleh kereta api yang sedang lewat.
Garis batas berhenti dipasang pada setiap perlintasan
sebelum pintu.
Contoh :
(3) Marka Garis Pemisah
Marka ini digunakan untuk membimbing pemakai jalan
mengarahkan kendaraannya sehingga dapat mencapai arah
yag benar pada waktu kendaraannya berjalan mendekati
perlintasan yang terletak di mukanya. Yang termasuk garis
pemisah adalah jalur plemisah dan merka garis tengah jalan.
Contoh :

(4) Rambu Pendahulu


Rambu pendahulu digunakan untuk memberitahu kepada
pemakai jalan bahwa di muka terdapat perlintasan. Sebagai
rambu pendahulu digunakan rambu seperti gambar contoh di
bawah ini.
Contoh:

b. Alat Pendeteksi Peringatan


a) Alat pendeteksi kedatangan kereta api.
b)
(2) Unit Lampu
Unit lampu terdiri dari sepasang lampu merah, apabila
menyala dapat memberi perintah kepada pemakai jalan agar
berhenti tepat di muka lampu tersebut. Kedua lamppu merah
ini kapat menyala bergantian kan harus memenuhi
persyaratan sebaai berikut:
(a) Garis tengah lens merah berkisar antara 170-200 mm
dilengkapi reflektor dan kap lampu.
(b) Bola lampu menggunakan arus rata 24V/20W dengan
kaki lampu bayonet.
(c) Waktu pergantian menyalanya kedua lampu 60
kali/menit.
(d) Tinggi lampu dari permukaan jalan sekitar 2500 mm
untuk lampu silang datar biasa dan 5400 mm untuk
lampu silang datar dengan tiang tumpang sudut.
(e) Garis tengah tiang 140 mm dicat kuning dentgan plat
dasar dicat hitam dan dilengkapi tangga.
Contoh:

(3) Unit Pembangkit Suara


Sebagai pembangkit suara digunakan pengeras suara yang
mengeluarkan bunyi dua nada secara bergantian. Bunyi nada
tersebut untuk memberi peringatan kepada pejalan kaki
disekitar perlintasan, bila ada kereta api yang akan melintasi
perlintasan tersebut.
Pengeras suara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(a) Dipasanga di bagian atas tianga lampu silang datar.
(b) Impedansi pengeras suara 16 Ohm + 15% (1KHz).
(c) Masukan sebesar 30 W.
(d) Frekuensi respon 400Hz-4000Hz.
(e) Nada suara 115 dB (pada jarak 1 meter bilamana daya
masukan 1W dan dapat disetel).
(4) Indikator Arah Kereta Api
Indikator ini digunakan untuk memberitahu pemakai jalan
tentang arah perjalanan kereta api yang akan melintasi
perlintasan terseut dengan tanda anak panah bercahaya
merah. Indikator ini dipasang pada tiang lampu silang datar
pada lintas sepur kembar untuk mencegah agar pemakai jalan
tidak mengambil tindakan yang salah, bila pada saat itu
terdapat kereta api lainnya yang akan melintasi perlintasan
dari arah yang berlawanan. Biall daerah bebas pandang pada
perlintasan tersebut kurang baik, indikator arah kereta api
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) Indikator arah kereta api harus dipasang pada tiang
lampu silang datar pada ketinggian 2000 mm dari
permukaan jalan.
(b) Indikator terdiri dai dua pasang indikator berbentuk
anak panah. Indikator deretan atas untuk perjalan
kereta api yang enuju ke arah kiri, sedang indikator
deretan bawah untuk perjalanan kereta api yang
menuju ke arah kanan.
(c) Setiap deretan indikator harus dilengkapi dengan kap
lamp memanjang.
(d) Bola lampu yang digunakan adalah bola lampu arus
searah 24V/20W dengan kaki lampu bayonet.
(5) Tanda Silang
Tanda silang digunakan untuk memberitahu kepada pemakai
jalan tentang jumlah jalur jalan rel yang terdapat pada
perlintasan tersebut. Tanda silang dipasang pada tiang lampu
silang datar dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
(a) Pada perlintasan sebidang dengan satu jalan rel, lampu
silang datar dilengkapi sebuah tanda silang.
(b) Pada perlintasan dengan dua jalan rel atau lebih, lampu
silang datar dilengkapi dua buah tanda silang yang
dipasang berjarak 9000 mm antara satu dengan
lainnya.
(c) Ketinggian tanda silang dari permukaan jalan adalah
1000 mm.
(d) Tanda silang dicat kuning dengan garis tepi merah
selebar 20 mm dengan menggunakan cat pendar
cahaya.
(e) Ukuran-ukuran tanda silang seperti pada gambar
contoh di bawah ini:

c. Pintu Perlintasan
(1) Pintu Dorong
Pintu dorong adalah suatu pintu perlintasan yang dilengkapi
beberapa roda kecil. Pelayanan pintu dilakukan dengan cara
mendorong dari temlpat penyimpanan, sehingga pintu tersebut
menutup jalan raya bila kereta api akan melintasi perlintasan
dan menghentikan lalu lintas jalan raya tersebut.
Manfaat penggunaaan pintu jenis ini adalah dalam kedudukan
biasa, pintu tidak menghalangi pemakaian jalan, karen apintu
tersebut yerletak di luar jalan raya bila tidak seang digunakan,
dan pintu jenis ini dapat digunakan pada jalan yang lebar.
Sebaliknya jenis pintu inimempunyai kelemahan , karena
waktu penutupannya terlalu lama dan risiko bagi pelayan
pintu sangat besar, jika lalu lintas di jalan raya yang
bersangkutan sangat padat.
Contoh:
(2) Pintu Gerak Mendatar
Pintu gerak mendatar adalah pintu perlintasan yang terbuat
dari besi atau kayu yang dapat menutup jalan raya dengan
cara memutar pintu gerak mendatar, bila kereta api akan
melintasi perlintasan uyang bersangkutan.
Jenis pintu ini memerlukan waktu pelayanan yang cukup lama,
tetapi benar-benar dapat menghentikan lalu lintas jalan raya
seperti pintu dorong.
Jenis pintu ini digunakan pada perlintasan yang terletak di
lintas yang frekuensi kereta apinya rendah, tetapi kepadatan
lalu lintas jalan raya tinggi.
Contoh :

(3) Pintu Gerak Vertikal


Pintu gerak vertikal adalah jenis perlintasan terbuat dari
sebatang besi, kayu atau bambu dapat menutup jalan raya
dengan cara memutar pintu gerak vertikal. Lengan pintu
dilengkapi dengan beban lawan, sehingga pelayanan pintu
menjadi lebih ringan dan mudah.
Jenis pintu ini digunakan pada perlintasan yang lebarnya
antara 4 – 20 meter.
Contoh :

Bila pintu gerak vertikal dilayani secara elektris, maka pintu


tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a) Lengan pintu
- Lengan pintu terbuat dari kayu yang lebar 200 mm,
tebal 20mm, dan panjang 7 m atau 12 m.
- Pada waktu pintu menutup, letak lengan pintu mendatar
800 mm di atas permukaan jalan.
- Pada waktu pintu membuka, lengan pintu berdiri tegak
lurus pada permukaan jalan.
- Setiap lengan dilengkapi 2 buah lampu medrah yag
dapat menyala bergantian dan 1 buah lampu merah
yang dapat menyala tenang yang dipasang pada ujung
lengan. Lampu-lampu lengan tersebut menyala bila
pintu sedang bekerja menutup sampai membuka
kembali.
- Lampu lengan menggunakan bola lampu 24 V/5 W
dengan kaki bayonet yang bekerja menggunakan arus
rata
Contoh:

(4) Mekanisme penggerak pintu


- Mekanisme penggerak pintu terdiri dari motor
penggerak, kopling gesek, rem, roda-gigi dan
pengendali dengan kontak poros.
- Peralatan dibuat sederhana dengan konstruksi yang
terpadu, sehingga memudahkan pemelihaaraan dan
keluwesan yang tinggi.
- Peralatan harus dibuat kedap air dan anti getaran.
Pintu harus dapat bekerja dengan baik dalam keadaan
sebagai berikut :
Tegangan : Arus rata22,5 V – 28 V
Suhu lingkungan : Maksimum + 60 C
Kelembaban : Kurang dari 95 %
Besaran listrik yang di izinkan adalah sebagai berikut :
Tegangan nominal : Arus rata 24 V
Arus mula : Kurang dari 8 A
Arus kerja : Kurang dari 4 A
Waktu menutupnya lengan pintu antara 4-7 detik untuk
panjang lengan pintu 12 meter. Sedang waktu
membuka lengan pintu terletak antar 4-7 detik untuk
lengan panjang 7 meter dan 6-10 detik untuk lengan
panjang 12 meter.
Sirkit pengendali motor penggerak disusun sedemikian
rupa sehingga lengan pintu terjerat oleh peralatan rem
bila lengan berkedudukan waktu membuka maupun
waktu menutup.
Sirkit pengendali motor penggerak disusun sedemikian
rupa sehingga lengan pintu terjerat oleh peralataj rem
bila lengan berkedudukan 5 derajat sebelum kedudukan
akhir baik waktu membuka maupun waktu menutup.
- Pintu akan menutup secara otomatis bila listrik mati.
(5) Meja Pelayanan
Pelayanan pintu perlintasan dilakukan dengancara menekan
tombol pada meja pelayanan yang ditempatkan dalam gardu
penjaga perlintasan.
(6) Rambu perlintasan sebidang
1) Rambu perlintasan sebidang digunakan untuk
memberitahu kepada masinis, bahwa pintu telah menutup
sempurna dengan menunjukkan tanda silang cahaya
kuning.
2) Bila letak rambu perlintasan sebidang tidak dapat terlihat
dari jarak tampak sinyal yang dipersyaratkan pada lintas
tersebut karena rambu perlintasan terletak dalam lengkung
atau karena sebab lainnya, maka di muka sinyal sinyal
tersebut harus dipasang rambu pendahulu perlintasan
sebidang.
3) Tinggi rambu perlintasan sebidang dan rambu pendahulu
perlintasan sebidang adalah 3600 mm lebih tinggi dari
permukaan rel.
4) Rambu pintu perlintasan hanya digunakan pada
perlintasan yang dilengkapi perangkat pelindung
perlintasan otomatik atau semi-otomatik.
(7) Cara Penempatan, pemasangan dan ketentuan lain mengenai
rambu lalu-lintas di jalan raya
(1) Ketentuan Umum
Yang dimaksud dengan rambu papan tambahan adalah
rambu dan papan tambahan menurut lampiran Surat
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 170/L/Phb-75
tanggal 6 Mei 1975 tentang Perambuan dengan lampiran
Tabel I dan Tabel II yang selanjutnya disebut Tabel I dan
Tabel II.
(8) Penempatan Rambu dan Papan Tambahan
(a) Rambu Tabel I dan II sedapat mungkin di tempatkan
pada sisi jalan raya sebelah kiri menurut arah lalu
lintas. Apabila dipandang perlu rambu dapat dirobah
penempatannya pada sisi jalan sebelah kanan atau
pada sebelah atas permukaan jalan menurut
kebutuhan.
(b) Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa,
sehingga kelihatan dengan jelas bagi pemakai jalan
yang bersangkutan dan tidak merintangi lalu lintas
kendaraan atau pejalan.
(c) – Rambu-rambu tabel I ditempatkan pada jarak
menumum 80 meter sebelum tempat atau bagian jalan
yang dimaksud peringatan itu. Bagi rambu nomor 24
dan 25 penempatannya diukur dari sumbu jalan rel
yang terluar.
- Pada tempat atau bagian jalan yang dipandang perlu
suatu rambu dapat ditempatkan secara berulang
dengan menambahkan di bagian bawahnya, rambu-
rambu nomor 26 untuk jarak 450 meter, nomor 26 a
untuk jarak 300 meter dan nomor 26 b untuk jarak 150
meter.
(d) Rambu Tabel II, ditempatkan pada awal bagian jalan
berlakunya rambu tersebut dengan persyaratan
sebagai berikut :
- Rambu nomor 1 dipasang pada perlintasan yang tidak
dijaga dan ditempatkan pada jarak 5 meter diukur dari
sumbu jalan rel yang terluar.
- Rambu-rambu nomor 1d dan 1e dipasang pada
perlintasan yang tidak dijaga atau pada perlintasan
yang dilengkapi perangkat pelindung perlintasan
otomatik atau semi-otomatik dan ditempatkan pada
jarak 25 meter diukur dari sumbu jalan rel yang terluar.
(e) Untuk menyatakan suatu pemberitahuan, peringatan
larangan atau perintah, yang hanya berlaku untuk
waktu-waktu, hari-hari, jarak-jarak, jenis kendaraan
tertentu ataupun perihal lainnya, rambu-rambu yang
ditempatkan secara tetap, dapat ditambahkan di
bawahnya “papan tambahan” menurut keterangan yang
diperlukan.
Contoh :

(9) Pemasangan Rambu


(a) Rambu-rambu yang ditempatkan pada sisi lain, jarak
sisi rambu bagian terbawah sampai ke permukaan jalan
kendaraan minimum 175 cm.
(b) Rambu-rambu yang ditempatkan di atas permukaan
jalan kendaraan minimum 450 cm.
(c) Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa
sehingga jarak antara bagian rambu terdekat dengan
bagian tepi jalan yang dapat dilalui kendaraan minimum
60 cm.
(10) Bentuk Serta Ukuran Rambu dan Papan Tambahan
(a) Rambu dapat dibuat menurut empat macam ukuran,
yakni kecil, normal, sedang dan besar.
Pada jalan raya umumnya digunakan rambu-rambu
ukuran normal, dalam hal-hal tertentu digunakan rambu
dengan ukuran yang lain.
Rambu ukuran kecil digunakan pada jalan-jalan kecil
dimana lalu lintas bergerak sangat lambat dengan
kecepatan, tidak melebihi 30 km/jam.
Rambu ukuran sedang digunakan pada jalan yang lebar
dimana lalulintas bergerak dengan kecepatan tinggi.
Rambu ukuran besar digunakan pada jalan yang sangat
lebar dimana lalulintas bergerak dengan kecepatan
yang sangat tinggi.
(b) Bentuk dan ukuran rambu Tabel I:
- Rambu-rambu nomor 1 sampai dengan nomor 25
berbentuk bujur sangkar dengan satu diagonal
vertikal serta panjang sisi-sisinya:
 Untuk ukuran kecil = 40 cm
 Untuk ukuran normal = 60 cm
 Untuk ukuran sedang= 75 cm
 Untuk ukuran besar = 90 cm

- Rambu-rambu nomor 00 sampai dengan nomor 26 b


berbentuk empat persegi panjang yang panjang sisi-
sisinya:
 Untuk ukuran kecil (90 x 17,5) cm dengan silang
merah lebar 8 cm dan jarak antara dua silang 8 cm
serta kemiringan 45 derajat.
 Untuk ukuran normal (100 x 20) cm dengan silang
merah lebar 15 cm dan jarak antara dua silang 15
cm serta kemiringannya 45 derajat.
 Untuk ukuran besar (120 x 25 ) cm dengan silang
merah lebar 25 cm dan jarak antar dua silang 15 cm
dan jarak antara dua silang 15 cm serta
kemiringannya 45 derajat.

(c) Bentuk dan ukuran rambu Tabel II :


- Rambu nomor 1 berbentuk segi delapan beraturan
dengan tinggi:
 Untuk ukuran kecil 60 cm, dengan tinggi huruf-huruf
minimum 1/3 dari ukuran tinggi rambu.
 Untuk ukuran normal 75 cm dengan tinggi huruf-
huruf minimum 1/3 dari ukuran tinggi rambu.
 Untuk ukuran sedang 90 cm dengan tinggi huruf-
huruf minimum 1/3 dari ukuran tinggi rambu.
- Rambu nomor 1 d dan 1 e berbentuk empat persegi
panjang dengan panjang lengan silang dari ujung ke
ujung minimum 120 cm dan lebar sisi-sisinya
minimum 20 cm dengan ujung-ujungnya yang
diruncingkan.
(d) Bentuk dan ukuran papan tambahan:
Papan tambahan berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran bagian sisinya yang mendatar tidak
melebihi bagian sisi rambu yang paling lebar, dengan
titik-titik sudutnya dibulatkan.
(11) Ukuran Lambang, Warna, Huruf dan Angka Dalam Rambu
(a) Ukuran lambang, huruf dan angka dalam rambu
disesuaikan menurut contoh dalam tabel masing-
masing dengan skala yang sebanding.
(b) Pada rambu-rambu dapat dibubuhkan tanda pengenal
dari instansi atau Badan yang menempatkan rambu itu.
Tanda pengenal ini tercantum dalam suatu lingkaran
yang garis tengahnya tidak melebihi dari 6 cm dan
sedapat mungkin ditemlpatkan di bagian rambu
sehingga tidak mengganggu arti keseluruhan rambu
yang dimaksud.
(12) Warna Rambu
Warna rambu harus disesuaikan menurut contoh dalam
tabel masing-masing.
(13) Bahan Serta Ukuran Rambu, Papan Tambahan, dan Tiang
(a) Rambu dan papan tambahan dibuat dari pelat logam
yang tidak berkarat dengan tebal minimum 2mm.
(b) Agar supaya rambu nampak lebih jelas pada malam
hari, cat yang digunakan pada permukaan rambu dan
papan tambahan harus dapat memantulkan cahaya
(reflektip).
(c) Tiang rambu sedapat mungkin dibuat dari pipa besi
dengan garis tengah luar minimum 40mm dan dicat
dengan warna abu-abu
(14) Ketentuan-ketentuan lain
(a) Penempatan dan pemasangan rambu-rambu dan
papan tambahan di jalan raya, harus didasarkan atas
keselamatan dan kelancaran lalulintas, melalui suatu
penelitian yang cermat.
(b) Pelaksanaan pemasangan dan pemeliharaan rambu-
rambu dan papan tambahan diselenggarakan oleh
Direktorat Jendral Perhubungan Darat atau instansi-
instansi lainnya.
(c) Pelaksanaan penempatan rambu-rambu dan papan
tambahan, harus mendapat persetujuan lebih dahulu
dari Direktorat Jendral Perhubungan Darat atau pejabat
yang ditunjuk.
2) Penempatan Perangkat Pelindung Aktif
a. Pemasangan Pintu
(a) Pintu ditempatkan sedemikian rupa sehingga lengan
pintunya terletak sejajar jalan rel, bila pintu perlintasan
tersebut dilengkapi lampu silang datar.
(b) Bila pintu perlintasan tidak dilengkapi lampu silang datar,
maka lengan pintu sedapat mungkin harus dipasang tegak
lurus sumbu jalan raya.
(c) Bila digunakan pintu perlintasan yang dilengkapi dengan 4
pintu, pintu harus dipasang sedemikian rupa, sehingga pada
waktu menutup letak kedua lengan pintu yang terletak di
kedua sisi jalan rel harus merupakan suatu garis lurus.
(d) Bilamana lengan pintu sedang menutup, garis sumbu lengan
pintu harus terletak pada ketinggian 800 mm dari
permukaan jalan.
(e) Tiang pintu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
pada waktu pintu sedang berkedudukan membuka jarak
antara bagian pintu terdekat dengan bagian tepi jalan yang
dapat dilalui kendaraan minimum 60 cm dan berjarak 3 m
dari sumbu jalan rel yang terluar.
b. Penempatan Lampu Silang datar
(a) Penempatan lampu silang datar dilakukan sedemikian rupa,
sehingga kelihatan dengan jelas bagi pemakai jalan dan
tidak merintangi lalu-lintas kendaraan atau pejalan.
(b) Tiang lampu silang datar harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga jarak antara bagian lammpu silang datar
terdekat dengan bagian tepi jalan yang dapat dilalui
kendaraan minimum 60 cm dan berjarak 5 m dari sumbu
jalan rel yang terluar.
Jarak dari sumbu jalan rel terluar harus 3 m bila lampu
silang datar dipasang tergabung pada tiang pintu.
(c) Bilamana suatu perlintasan yang dilengkapi dengan lampu
lalu-lintas, terletak kira-kira 60 m atau lebih dekat dari suatu
perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan lampu silang
datar, maka kedua jenis lampu pengatur lalu lintas tersebut
harus dihubungkan satu dengan yang lainnya sedemikian
rupa sehingga dapat dihindari terjadinya semboyan yang
bertentangan yang ditunjukkan oleh kedua jenis lampu
pengatur lalu lintas ini.
c. Penempatan Rambu Perlintasan
(a) Rambu perlintasan dipasang dipinggir jalan rel di sebelah
kanan kelihat dari arah kedatangan kereta api pada jarak 20
m dari tepi jalan.
(b) Jarak rambu perlintasan dari sumbu jalan rel sampai ke
sumbu tiang :
(c) Bila karena sesuatu hal rambu perlintasan tidak terlihat dari
jarak tampaknya, maka harus dipasang rambu perlintasan
pendahulu sehingga rambu pendahulu tersebut dapat
terlihat dari jarak tampak rambu perlintasan yang disebut
terdahulu. Sebagai rambu ulang digunakan rambu
perlintasan yang sama.

d. Pendeteksi Rintangan
(a) Tujuan
Setiap kendaraan yang berhenti pada perlintasan sebidang
karena sesuatu hal, dapat dideteksi secara otomatik oleh
alat pendeteksi rintangan.
(b) Cara kerja
(i) Kereta api memasuki daerah peringatan suatu
perlintasan sebidang.
(ii) Sinar infra merah dipancarkan dari pesawat
pembangkit sinar (luminescent), bilamana sinar infra
merah antara pembangkit sinar dan pesaat penerima
terputus selama 6 detik, maka sinyall cahaya khusus
bekerja secara otomatik menunjukkan aspek “tidak
aman”.
(c) Tindakan
(i) Pemakai jalan dan penjaga perlintasan:
Bilamana suatu kendaraan berhenti pada
perlintasan sebidang, karena sesuatu kerusakan
mekanis, tombol darurat harus segera ditekan dan
kendaraan yang mogok harus segera dikorong
meninggalkan perlintasan.
(ii) Masinis kereta api.
- Segera setelah mesinis melihat sinyal
menunjukkan aspek “tidak aman”, iaaa harus
segera menghentikan kereta apinya dengan
menggunakan rem darurat.
- Kereta api tersebut boleh dijalankan kembali
setelah masinis melihat aspek sinyal “aman”
atau setelah ia menerima petunjuk yang
diberikan kepadanya.
- Walaupun demikian, bilamana masinis tidak
mungkin untuk mengikuti ketentuan tersebut,
maka kereta apinya boleh dijalankan kembali
dengan hati-hati, setelah cahaya lampu yang
ditunjukkan oleh sinyal cahaya khusus padam.
e. Tombol Darurat (Emergency Switch)
(a) Tujuan.
Tombol ini disediakan untuk dapat dilayani oleh umum
yang sedang berjalan melewati perlintasan sebidang
agar supaya dapat memberitahukan kepada masinis
bilamana terjadi suatu gangguan pada perlintasan
sebidang.
(b) Pemasangan.
(i) Tombol darurat, pada prinsipnya, harus dipasang
pada tiang lampu silang datar yang dipasang di
kedua sisi jalan rel. Bilamana perlintasan sebidang
tersebut dilayani oleh penjaga perlintaan, maka
tombol darurat harus dipasang dalam gardu
penjaga.
(ii) Tombol tekan harus dipasang menghadap ke arah
jalan raya, sedang indikator yang dilayaninya harus
dipasang menghadap ke arah jalan rel.
(c) Cara kerja.
(i) Tekan tombol ke bawah.
(ii) Lampu indikator pelayanan bercahaya merah dan
bersamaan dengan itu, sinyal cahaya api, relai dan
sinyal cahaya khusus masing-masing bekerja
secara serempak.
(d) Tindakan
(i) Pemakai jalan yang melewati perlintasan sebidang:
- Pemakai jalan yang telah menggunakan tombol
darurat diwajibkan untuk melaporj kepada kepala
stasiun yang terdekat. Bilamana perlintasan
sebidang ini dilayani, maka penjaga perlintasan
diwajibkan untuk melaporkan hal itu kepada
kepala stasiun terdekat.
- Masinis yang telah melayani tombol “reset”
diwajibkan melaporkan kepada kepala stasiun
yang terdekat.
(ii) Kepala Stasiun
- Bilamana penggunaan tombol darurat terletak
pada perlintasan sebidang di dekat stasiun
penerima laporan, maka kepala stasiun diwajibkan
untuk menugaskan seorang pegawai untuk
memeriksa keadaan perlintasan sebidang dan
menekan tombol “reset”.
- Bilamana penggunaan tombol darurat telah
diketahui, kepala stasiun diwajibkan
memberitahukan kepada pejabat sinyal yang
bertanggungjawab.
(iii) Pejabat sinyal
Bilamana pejabat sinyal menerima laporan tentang
penggunaan tombol darurat pada suatu perlintasan
sebidang, maka ia diwajibkan harus segera
menugaskan pegawai untuk memperbaiki gangguan
tersebut.
f. Penghubung Singkat Sirkit Sepur
(a) Tujuan
Sinyal blok yang terdekat didekat perlintasan sebidang
akan menunjukkan aspek “tidak aman” untuk
memberitahukan kepada masinis bahwa pada
perlintasan terjadi gangguan
(b) Cara kerja
(i) Tombol darurat ditekan ke bawah.
(ii) Alat penghubung singkat sirkit sepur bekerja
menghubungkan singkat relai sirkit spur sinyal blok
yang bersangkutan.
(iii) Sinyal blok yang berlaku untuk kedua arah masing-
masing menunjukkan aspek “tidak aman”
(c) Tindakan
Masinis kereta api.
(i) Setelah melihat sinyal blok menunjukkan aspek
“tidak aman”, ia harus menghentikan kereta apinya
50 m didekat sinyal yang bersangkutan.
(ii) Bilamana kereta api akan dijalankan kembali, ia
harus mengikuti aspek sinyal yang ditunjukkan atau
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan
kepadanya.
g. Pengamat Perangkat Pelindung Perlintasan Sebidang
terpusat
(a) Tujuan :
Untuk memantau bekerja baiknya peralatan peralatan
perangkat pelindung perlintasan sebidang, sehingga
gangguan yang terjadi pada peralatan tersebut dapat
segera diketahui pengamat dan pesawat luar.
(b) Uraian Sistem
(i) Sistem pada umumnya terdiri dari pesawat pusat
pengamat dan pesawat luar. Pesawat luar
mendeteksi gangguan yang terjadi pada
perangkat pelindung perlintasan sebidang yang
diamati oleh pesawat pusat pengamat. Contoh
(ii) Keadaan yang diamati diantaranya :
- Pengeras suara tidak berbunyi.
- Pengeras suara tidak dapat berhenti berbunyi.
- Pintu tidak dapat memutar.
- Tegangan catu daya arus rata rendah.
- Unit lampu merah rusak.
h. Perlintasan Indeks Bahaya Pada Perlintasan Sebidang
(1) Bilamana akan diselenggarakan peningkatan pada
perangkat pelindung perlintasan, maka
pelaksanaannya harus dimulai pada perlintasan yang
mempunyai indeks bahaya (danger index) terbesar
pada lintas tersebut.
(2) Untuk menentukan faktor dalam perhitungan indeks
bahaya, terdapat 7 unsur yang mempengaruhinya :
(a) Jumlah jalur jalan rel = F1
(b) Jenis lintas = F2
(c) Frekuensi kereta api = F3
(d) Lebar jalan perlintasan = F4
(e) Jarak tampak = F5
(f ) Keadaan lingkungan = F6
(g) Konversi kepadatan lalu lintas = F7
(3) Untuk memperhitungkan kepadatan lalu-lintas
digunakan perbandingan konversi kepadatan lalu
lintas pada halaman 114.
(4) Pada waktu memperhitungkan indeks bahaya
ketujuh faktor tersebut di atas diberi harga sesuai
dengan unsur pada daftar di bawah ini dan indeks
bahaya dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut:
7
Indeks bahaya = 
n 1
Fn

(5) Harga unsur faktor untuk menghitung indeks bahaya


suatu perlintasan adalah sebagai berikut :

3.3.4.15 PERALATAN TELEKOMUNIKASI PENDUKUNG


1) Sambungan Telepon Otomat Kereta Api
a) Ke dalam ruang komunikasi perlu dipasang sambungan pesawat
telepon otomat kereta api, bila hal tersebut dimungkinkan.
b) Untuk setiap rumah sinyal dipelukan stu sambungan pesawat
telepon otomat kereta api.
2) Telepon Blok
a) Untuk hubungan antara Pemimpin perjalanan Kereta api dan
stasiun sebelah menyebelahnya diperlukan hubungan telepon
khusus.
b) Telepon ini, digunakan khusus hanya untuk keperluan blok.
c) Telepon blok digunakan untuk pengiriman informasi blok.
d) Pengiriman informasi blok menggunakan sistem gelombang
dukung, sedang untuk pembicaraan mengunakan sistem
frekuensi rendah antara 0 dan 3400 Hz.
e) Untuk menjamin agar supaya pengiriman informasi blok dan
pembicaran tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya, maka
pada saluran perlu dilengkapi dengan tapis (filter).
3) Telepon Sinyal
a) Semua sinyal masuk dan sinyal keluar untuk sepur lurus harus
dilengkapi telepon sinyal yang dihubungkan dengan rumah sinyal
yang melayani sinyal tersebut.
b) Bila stasiun ditutup (dihubungkan langsung), telepon sinyal harus
dihubungkan dengan stasiun terdekat yang bersangkutan yang
terletak di depan kereta api.
c) Telepom sinyal diletakkan dalam suatu peri kedap cuaca, yanfg
dipasang pada tiang sinyal atau ada tiang tersendiri di dekat tiang
sinyal. Tutup peti telepon bila dibuka berfungsi sebagai meja
untuk menulis perintah-perinta dari pemimpin perjalanan kereta
api, pada ketinggian satu meter dari permukaan tanah. Tutup peti
telepon harus dapat dikunci.
d) Bel telepon yang kedap cuaca ditempatkan di luar peti untuk
memberi tanda panggilan kepada masinis atau pengawal.
e) Sinyal blok otomatik tidak dilengkapi dengan blok terminal yantg
dihuvungkan dengan kedua stasiun sebelah menyebelahnya.
4) Telepon Perlintasan Sebidang
a) Penjaga perlintasan yang dilengkapi pintu manual dan yang
terletak di antara kedua sinyal masuk mendapat perintah
pelayanan pintu langsung dari Pemimpin perjalanan kereta api.
b) Untuk pemberian perintah tersebgut diperlukan jaringan telepon
khusus untuk hubungan antara Pemimpin perjalanan kereta api
dan penjaga-penjaga perlintasan.
c) Perlintasan sebidang yang dilengkapi pintu otomatik yang terletak
pada petak jalan sepur kembar harus dilengkapi blok terminal
yang dihubungkan dengan kedua stasiun sebelah
menyebelahnya.

5) Komunikasi Langsiran
a) Sejumlah “talk-back” perlu dipasang ditempat-tempat yang
strategis di stasiun besar yang dapat digunakan untuk hubungan
antara kru kereta api dan Pemimpin perjalanan kereta api.
b) Metoda pelayanan harus difgunakan “one to all”. Hal ini berarti
bahwa hubungan hanya dapat diselenggarakan antara pesawat
cabang “talk-back” dengan Pemimpin perjalanan Kereta api dan
sebaliknya, dan tidak antara pesawat cabang “talk-back” dengan
pesawat cabang “tallk-back”
c) Untuk keperluan ini, setiap tiang “talk-back” harus dilengkapi
mikropom, penguat suara (atau gabungan dari keduanya pada
suatu “hand-set’) dan tombol panggil.
6) Konsentrator Telepon
a) Telepon blok, telepon sinyal atau blok terminala pada sinyal
otomatik atau pada pintu otomatik, teleponm perlintasan, jaringan
komunikasi langsiran, telepon otomat kereta api dan perekam
suara masing-masing dihubungkan dengan konmsentrator
telepon.
b) Peralatan pendukung dan sirkit untuk konsentrator telepon harus
dipasang di dalam ruang komunikasi.
c) Agar supaya konsentrator telepon dapat dihubungkan dengan
komunikasi langsiran, maka konsentrator telepon harus
dilengkapi dengan penguat suara dan mikropon yang dapat
diarahkan (directional type).
d) Untuk menghentikan perekaman suara bila hand-set telah
dikembalikan pada tempatnya, ,maaka pada pesawat
konsentrator telepon harus dilengkapi kontak pembatas (floating
contact) yang akan mengendalikan bekerjanya pesawat perekam
suara. Menutupnya kontak tersebut menyebabkan pesawat
perekam suaera akan mulai bekerja. Sedang bila kontak tersebut
membuka, pesawat perekam suara akan berhenti bekerja.
e) Pada peralatan konsentrator harus disiapkan untuk dapat
dihubungkan dengan pesawat telepon dispatcher.
7) Sumber Arus
Sebagai sumber arus, diambil dari sumber arus perangkat sinyal,
sehingga hubungan sumber arus tidak akan terputus. Sirkit telepon
harus diisol dari sirkit sinyal.

4 KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN
Dalam hal terjadinya penggunaan peralatan perangkat sinyal atau
perangkat pelindung perlintasan sebidang yang mengunakan sistem
atau teknologi yang berlainan dengan yang telah digunakan PJKA pada
saat ini, dan atau dikeluarkannya, maka akan dilakukan langkah-langkah
pengembangan dan penyempurnaan terhadap isi buku ini secara lebih
lanjut.

Anda mungkin juga menyukai