KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
1 PENDAHULUAN......................................................................................................2
URAIAN UMUM................................................................................................................2
1.1.1. Sistem Persinyalan......................................................................................2
1.1.2. Istilah dan Batasan......................................................................................2
1.1.3. Persyaratan Umum Sistem Persinyalan......................................................4
1.2. JENIS SEMBOYAN..................................................................................................4
1.2.1. Sinyal...........................................................................................................5
1.2.2. Rambu..........................................................................................................8
1.2.3. Marka..........................................................................................................8
1.3. IKHTISAR SEMBOYAN DIJALAN REL..................................................................10
2 SISTEM PERSINYALAN ELEKTRIK................................................................16
2.1. PEMBAGIAN SISTEM...........................................................................................16
2.1.1. Di emplasemen..........................................................................................16
2.1.2. Di Petak Jalan...........................................................................................19
2.1.3. Di Pintu Perlintasan Sebidang..................................................................23
2.2. ARTI SINYAL.......................................................................................................24
2.2.1. Sinyal Utama.............................................................................................24
2.3. URUTAN ASPEK SINYAL.....................................................................................24
2.3.1. Rangkaian Semboyan Sinyal Blok Pada Petak Jalan Yang.......................24
Diperlengkapi Blok Otomatik....................................................................................24
2.3.2. Rangkaian Semboyan Sinyal di Emplasemen............................................24
2.3.3. Sinyal Masuk Yang Berbatasan Dengan Petak Jalan Yang Dilengkapi
Dengan Sinyal Blok Otomatik...................................................................................28
2.3.4. Rangkaian Somboyan Sinyal Di Emplasemen Pada Waktu Dilakukan
Operasi Spur Tunggal Sementara Pada Jalur Ganda...............................................30
2.3.5. Perlindungan Terhadap Luncuran............................................................37
2.4. PERJALANAN KERETA API TERHADAP KEDUDUKAN SINYAL YANG
TERGANGGU..............................................................................................................42
2.5. PERANGKAT SINYAL....................................................................................48
2.5.1. Peralatan dalam........................................................................................48
2.5.2. Peralatan luar...........................................................................................53
2.5.3. Peralatan blok...........................................................................................67
2.5.4. Peralatan pintu perlintasan sebidang.......................................................74
2.5.5. Peralatan telekomunikasi pendukung.......................................................75
3 SYARAT-SYARAT DESAIN...................................................................................75
3.1. PENOMORAN PERALATAN LUAR.........................................................................75
3.1.1. Sirkit Spur..................................................................................................75
3.1.2. Sinyal.........................................................................................................77
3.1.3. Wesel..........................................................................................................78
3.2. PENEMPATAN SINYAL.........................................................................................79
3.3. PEMBAGIAN SISTEM...........................................................................................79
3.3.1. Di Emplasemen..........................................................................................79
3.3.2. DI PINTU PERLINTASAN SEBIDANG..................................................109
i. PERANGKAT SINYAL.....................................................................................114
PERALATAN LUAR................................................................................................140
2) KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN................................................................170
KATA PENGANTAR
lalu lintas perjalanan kereta api maka dituntut adanya perangkat sinyal dan
kereta api dengan waktu pelayanan yang singkat serta terjaminnya keamanan
perjalanan kereta api dan konsep sistem pengendalian lajunya perjalanan kereta
api dan konsep sistem penggunaan ruang dan waktu yang sebaik-baiknya untuk
sistem persinyalan, berbagai informasi dan pengaruh telah masuk dari berbagai
tersebut.
Agar dapat mengambil langkah-langkah dan peencanaan yang sesuai dengan
Buku tersebut adalah hasil kajian atas segala informasi yang diperoleh tentang
sistem persinyalan dewasa ini. Dengan demikian buku ini dapat dipakai sebagai
nantikan.
(Ir. Soeharso)
NIP. 120021386
1 PENDAHULUAN
Uraian Umum
1.2.1. Sinyal
1) Menurut fungsinya sinyal dapat dibagi menjadi 3 jenis ialah sinyal
utama, sinyal muka dan sinyal pelengkap.
a) Sinyal Utama
Sinyal utama adalah sinyal yang digunakan umtuk melindungi
suatu ruang tertentu yang disediakan untuk operasi kereta api.
(1) Sinyal Masuk
Sinyal masuk dipasang dibatas masuk ke stasiun. Arti yang
dapat ditunjukan:
Kereta api tidak boleh berjalan masuk ke stasiun
Kereta api boleh berjalan masuk dan berjalan langsung
lewat stasiun
Kereta api boleh berjalan masuk ke stasiun dan siap untuk
berhenti.
(2) Sinyal Keluar
Sinyal keluar dipasang dibatas keluar dari stasiun. Arti yang
ditunjukan:
Kereta api tidak boleh berjalan keluar dari stasiun.
Kereta api boleh berjalan keluar dari stasiun.
(3) Sinyal Blok
Sinyal blok dipasang dibatas masuk petak blok. Arti yang dapat
ditunjukan:
Kereta api tidak boleh masuk ke petak blok.
Kereta api boleh masuk ke petak blok dan siap untuk
berhenti.
Kereta api boleh masuk ke petak blok dengan kecepatan
maskimum yang diijinkan.
b) Sinyal Muka
Sinyal muka digunakan untuk membantu masinis mengetahui
tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh sinyal masuk ataui
sinyal keluar yang bersangkutan.
(1) Sinyal muka untuk masuk
Sinyal muka ialah sinyal pembantu sinyal masuk yang dipasang
sebelum sinyal masuk, untuk memberi indikasi tentang aspek
sinyal masuk yang bersangkutan.
(2) Sinyal muka antara
Sinyal muka antara ialah sinyal muka yang digunakan untuk
membantu masinis tentang aspek yang sedang ditunjukan oleh
sinyal keluar, dipasang diantara sinyal masuk dan sinyal keluar
yang bersangkutan.
(3) Sinyal Ulang
Sinyal ulang ialah sinyal pembantu sinyal masuk, sinyal keluar
atau sinyal blok. Sinyal ini dipasang diluar sinyal utama yang
bersangkutan untuk mengulang setiap jenis aspek sinyal yang
ditunjukan oleh sinyal utamanya. Arti yang dapat ditunjukan:
Sesuai dengan arti yang ditunjukan oleh sinyal utama yang
bersangkutan.
c) Sinyal Pelengkap
(1) Sinyal Arah
Sinyal arah dipasang dibagian atas sinyal keluar untuk memberi
arti arah tujuan kereta api yang akan melewatinya.
(2) Sinyal Pembatas Kecepatan
Sinyal pembatas kecepatan dipasang dibagian atas sinyal
masuk atau sinyal keluar untuk memberi arti kecepatan kereta
api yang akan melewatinya.
(3) Sinyal Berjalan Spur Tunggal Sementara
(R.19 fasal 48 ayat 19, 20 butir e dan f)
Sinyal berjalan spur tunggal sementara dipasang dibagian atas
suatu sinyal yang gunanya untuk memberi indikasi bahwa
kereta api akan berjalan melalui jalur kiri (spur salah).
(a) Sinyal masuk berjalan spur tunggal sementara dipasang di
batas masuk ke petak jalan, yang dapat menyampaikan
indikasi kereta api akan berjalan melalui jalur kiri dan
masinis harus memperhatikan semua sinyal, rambu dan
marka yang dipasang disebelah kiri.
(b) Sinyal keluar berjalan spur tunggal sementara dipasang
dibatas keluarnya dari petakjalan, yang dapat
menyampaikan indikasi kereta api telah keluar dari jalur kiri
dan masinis harus memperhatikan semua sinyal, rambu
dan marka yang dipasang di sebelah kanan.
.
2) Pembagian Sinyal Berdasarkan Pelayanan
Berdasarkan cara pelayanan, sinyal dapat dibagi menjadi; sinyal
manual, sinyal semi otomatik, dan sinyal otomatik.
(1) Sinyal manual
Sinyal manual adalah sinyal yang dilayani dilayani oleh Pemimpin
Perjalanan Kereta Api atau Juru Rumah Sinyal dengan
menggunakan hendel, kruk, atau saklar.
(2) Sinyal semi otomatik
Sinyal semi otomatik adalah sinyal yang dilayani oleh Pemimpin
Perjalanan Kereta Api tetapi kembali normal secara otomatis.
(3) Sinyal otomatik
Sinyal otomatik adalah sinyal yang bekerjanya secara otomatis,
bergantung apakah sirkit sepur yang dilindungi oleh sinyal yang
bersangkutan sedang atau tidak terinjak bakal pelanting.
1.2.2. Rambu
Selain rambu-rambu yang tertera di Reglemen 3 “Hal Semboyan”, juga
terdapat rambu-rambu sebagai berikut:
1) Rambu Tanda Akhir Jalan Rel
Untuk memberikan indikasi tentang akhir jalan rel yang merupakan
spur buntu. Masinis harus menghentikan kereta-apinya didepan rambu
tersebut.
1.2.3. Marka
1) Marka Ujung Kawat Troli
Untuk memberi indikasi tentang ujung akhir saluran aliran atas.
Masinis harus menghentikan lokomotipnya didepan rambu tersebut.
2) Marka Batas Berhenti Kereta api
Marka batas berhenti kereta api untuk memberi indikasi kepada
masinis, bila satu dan lain hal ditempat tersebut tidak dapat dipasang
sinyal.
3) Marka Batas Berhenti Kereta Rel
Marka batas berhenti kereta rel untuk memberi indikasi kepada
masinis tentang batas berhentinya kereta rel pada waktu melakukan
langsiran.
4) Marka Batas langsir
Marka batas langsir untuk memberi indikasi tenatang batas sampai
dimana gerakan suatu langsiran yang menuju kearah kedatangan
kereta api masih dapat diselenggarakan tanpa memerlukan tindakan
khusus.
1.3. Ikhtisar Semboyan Dijalan Rel
Sinyal utama
Semboyan
di jalan rel Sinyal pembantu text
Semboyan Sinyal
tetap
Sinyal pelengkap text
Rambu
Marka
Kereta api
berjalan terus
Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
Aman dengan
kecepatan maksimum yang diizinkan
kecepatan penuh
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek
Pertintah berjalan Kereta api boleh berjalan melalui sinyal utama yang
Perintah berjalan melalui sinyal menunjukkan semboyan tidak aman. Aspek perintah
utama tidak aman berjalan hanya menyala selama 90 detik
Nama Nama
Aspek Arti Keterangan
Sinyal Aspek
Sinyal masuk
Sinyal muka
Kecepatan
Kecepatan Masinis boleh menjalankan kereta apinya dengan
text maksimum sesuai
maksimum kecepatan maksimum yang diizinkan
yang diizinkan
Batas kecepatan
3 Pembatasan
kecepatan " 3 "
Kecepatan
maksimum yang
diizinkan 30 km/
Masinis harus mengurangi kecepatan kereta apinya
sampai 30 km/jam
jam
Sinyal penunjuk
a = Aman atau
b = Hati-hati
23
13
Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) wesel 13 dan wesel
23 masing-masing harus berkedudukan menuju arah lurus.
2) Perintang
R13
13
Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan spur simpang ditutup dengan
menggunakan perintang yang terkunci oleh kunci mekanik dan
terkait pada kunci mekanik wesel 13.
3) Sinyal
(22)
JL22B 13
Keterangan :
Untuk memisahkan jalur (12) dan jalur (22) sinyal JL 22 B harus
tetap dipertahankan dalam kedudukan “tidak aman” bila rute
untuk kereta api di jalur 12 telah terbentuk.
4) Sirkit spur
13
(12)
(13) (14)
JL12B
Pake T 22T
Keterangan:
Untuk memisahkan jalur (12) dan spur kelompok untuk langsiran
sirkit spur (23) harus dipertahankan dalam keadaan tidak terisi,
bila rute untuk kereta api di jalur (12) telah terbentuk.
b) Kunci mekanik
Kunci mekanik digunakan, bilamana wesel yang bersangkutan jarang
digunakan.
Penguasaan anak kunci wesel tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1) Disimpan oleh pemimpin perjalanan kereta api
2) Dikuasakan pada pemimpin perjalanan kereta api
3) Dirangkaikan pada pembatas kunci yang terkait pada sistem
interlocking.
2.1.1.4 Interlocking
Menurut undang-undang Kereta Api (SV) tentang rangkaian alat
persinyalan ditetapkan, bahwa suatu sinyal akan dapat menunjukkan
aspek “aman” bilamana:
a) Wesel-wesel yang bersangkutan telah terkunci dalam kedudukan
sebagaimana yang dikehendaki.
b) Sinyal yang berlaku untuk arah yang berlawanan telah terkunci
dalam kedudukan “tidak aman”.
c) Khusus untuk sinyal keluar bilamana petak blok telah “aman”
d) Spur luncur telah “aman”
e) Penjaga samping telah terkunci dalam kedudukan sebagaimana
mestinya.
Jenis blok yang digunakan adalah, jenis blok yang tidak mengizinkan
kereta api masuk ke dalamnya, bila di dalam blok tersebut sedang terisi
oleh kereta api lainnya.
3) Panjang blok
a) Panjang blok di petak jalan adalah bagian jalan rel yang dibatasi oleh
sinyal blok yang dipasang berurutan.
Blok Blok
b) Bila pada kedua ujung blok dibatasi oleh stasiun yang bertugas
melayani sinyal blok, maka:
(1) Bila kedua stasiun tersebut dibuka, panjang blok adalah
bagian jalan rel yang dibatasi sinyal keluar suatu stasiun
dengan sinyal masuk stasiun berikutnya.
Stasiun A Stasiun B
Blok Jurusan A
Blok Jurusan B
Stasiun A Stasiun B
Blok Jurusan A
Blok Jurusan B
b) Berdasarkan Sistemnya
(1) Sistem Blok Manual
Sistem blok manual adalah suatu blok atau sederetan blok atau
sederetan blok berurutan yang dilindungi oleh sinyal blok, yang
dilayani secara manual setelah dilakukan pertukaran informasi
dengan menggunakan telepon atau alat komunikasi lainnya.
(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)
11 13
JL12B
JL32A (32)
JL32B
11 13
JL12B
JL32A (32)
JL32B
3
3
(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)
11 13
JL12B
JL32A (32)
JL32B
Halaman : 30 - 178
(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)
11 13
JL12B
JL32A (32)
JL32B
(10A)
(10B) (11) JL12A (12) (13)
11 13
JL12B
3
JL32A (32)
JL32B
3
Page 30 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 31 - 178
11 13
JL12B
JL32A (32)
MJ10 J10
JL32B
2.3.3. Sinyal Masuk Yang Berbatasan Dengan Petak Jalan Yang Dilengkapi
Dengan Sinyal Blok Otomatik.
Bila suatu stasiun terletak pada lintas yang dilengkapi blok otomatik
dengan sinyal blok antara, maka sinyal masuk yang berbatasan dengan
petak jalan tersebut tidak perlu dilengkapi dengan sinyal muka.
Sebagai penggantinya, sinyal masuk harus dirangkaikan dengan sinyal
blok yang terdekat pada sinyal masuk tersebut.
Page 31 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 32 - 178
IKHTISAR RANGKAIAN SEMBOYAN SINYAL
m
1 B
/ja
km
30 km/jam
30
A 2 C
40
km
/ja 3 D
m
1 A
3
2 A
3
1 B
3
3 A
3
1
3
4 A C
3
5 A
B
6 A 2
7 A 22 C
8 A 2
D
9A
3 D
10 A
3 D
Page 32 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 33 - 178
2.3.4. Rangkaian Somboyan Sinyal Di Emplasemen Pada Waktu Dilakukan
Operasi Spur Tunggal Sementara Pada Jalur Ganda
21 23 (24)
JL22B
3
Page 33 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 34 - 178
21 23 (24)
JL22B
3
(10A) (10B) 11 (12) 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
c. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berhenti
Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya kuning,
2) Sinyal J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
pembatas kecepatan dan sinyal keluar, sinyal berjalan dijalur kiri
padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan cahaya merah, sinyal pembatas
kecepatan dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam. Sinyal ini
digunakan sebagai batas penghabisan spur k.a (R 19/I pasal 28
ayat 4).
4) Sinyal keluar J12A menunjukan cahaya merah.
(21)
21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
Page 34 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 35 - 178
d. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berjalan
Langsung Melalui Spur Benar Dan Berjalan Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya “hijau”, sinyal
pembatas kecepatan dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.
(21)
21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
e. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Benar Dan Masuk Berjalan
Langsung Melalui Jalur Benar Menuju Ke Spur Tunggal
Sementara Pada Jalur Kiri.
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya “hijau”
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat padam.
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan angka “3 menyala putih” dan sinyal masuk
berjalan di jalur kiri menyala putih.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.
Page 35 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 36 - 178
3
21 23 (24)
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
f. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Jalur Kiri Dan Masuk Berhenti
Pada Jalur Benar
1) Sinyal masuk J24 menunjukan aspek cahaya merah
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.
(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
Page 36 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 37 - 178
2) Sinyal masuk J14 menunjukan aspek cahaya merah, sedang sinyal
darurat menyala segitiga putih,
3) Sinyal keluar J22A menunjukan aspek cahaya merah, sinyal
pembatas kecepatan padam dan sinyal masuk berjalan di jalur kiri
padam.
4) Sinyal keluar J12A menunjukan aspek cahaya merah.
(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12) (14)
11 13
(11) (13)
JL12B J14
Page 37 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 38 - 178
3
(21) (24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
(24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12)
11 13 (14)
(11) (13)
JL12B J14
Page 38 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 39 - 178
j. Kerata Api Yang Berjalan Melalui Spur Tunggal Sementara Dan
Masuk Berjalan Langsung Melalui Jalur Salah menuju Ke Spur.
Spur Tunggal Sementara
(21) (24)
21 23
JL22B
(10A) (10B) (12) J14 (14)
11 13
(11) (13)
JL12B
Catatan:
Bila sinyal masuk dilengkapi dengan sinyal muka atau bila
berbatasan dengan petak jalan yang dilengkapi blok otomatik,
sinyal masuk harus dirangkaikan dengan sinyal blok seperti
tercantum pada BAB 2-5
Page 39 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 40 - 178
KA 1
JP JPB 50m
JP
Page 40 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 41 - 178
KA 3 KA 1
Keadaan 1
Tr
Keadaan 2
Tr < Tr 1
Ls B B L1 Lo
Tr Lo
Tr 1
Keterangan:
Keadaan 1: Sistem blok tanpa luncuran
Keadaan 2: Sistem blok yang di lengkapi luncuran.
Page 41 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 42 - 178
Lo
100 m
50m 50m
50m
50m
Page 42 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 43 - 178
b) Petak jalan yang bersangkutan dilengkapi dengan sistem blok
petak jalan otomatik, maka sinyal blok pertama di muka sinyal
masuk tempat langsiran berlangsung akan menunjukkan aspek
“tidak aman”. Sinyal blok tersebut baru akan menunjukkan aspek
“hati-hati” kalau seluruh langsiran telah meninggalkan bagian
luncuran tersebut.
50m
50m
Page 43 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 44 - 178
(1) (2)
J10 J12B
J32B
Lo
Lo < 100 m
(1) (2)
J10 J12B
J32B
Lo
Lo < 100 m
Page 44 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 45 - 178
J22A
(2)
(1)
J10
J12B
Lo1 Lo2
Page 45 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 46 - 178
diperlukan untuk rute langsir dengan cara menekan
sepasang tombol yang bersangkutan pada meja
pelayanan.
(c) Setelah pemimpin perjalanan kereta api meyakinkan
sendiri, bahwa semua indikator wesel-wesel yang akan
dilalui dalam kedudukan sebagaimana mestinya, baru ia
memerintahkan untuk menggerakkan langsiran melalui
sinyal langsir yang padam lampunya dengan
menggunakan pesawat komunikasi.
Page 46 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 47 - 178
b) Kereta api harus dihentikan dimuka sinyal tersebut dan setelah
1(satu) menit kereta api berhenti, kereta api yang bersangkutan
diijinkan berjalan lagi melalui sinyal blok terebut dengan
kecepatan maksimum 15 km/jam sampai pada sinyal blok
berikutnya.
c) Bila diketahui sinyal blok berikutnya menunjukkan aspek
“aman”, maka kereta api boleh masuk ke dalam blok yang
bersangkutan dengan kecepatan jelajah yang diizinkan.
Contoh:
3) Sinyal masuk
a) Gangguan sinyal masuk dapat terjadi karena gangguan
pada sirkit spur, sirkit sinyal, wesel atau gangguan lainnya.
b) Kereta api harus diberhentikan di muka sinyal masuk yang
terganggu dan menunjukkan aspek “tidak aman”.
c) Kereta api boleh berjalan lagi melalui sinyal masuk yang
menunjukkan aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan
cara:
(1) Sesuai ketentuan yang tercantum dalam Reglemen 19
Jilid 1 pasal 26 ayat B.
(2) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh
pemimpin perjalanan kereta api.
d) Kereta api yang telah diberi izin melalui sinyal yang
menunjukkan aspek “tidak aman” tersebut boleh berjalan
dengan kecepatan maksimum 30 km/jam.
Page 47 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 48 - 178
30km/jam
JL12B
30km/jam
JL32B
4) Sinyal Keluar
a) Gangguan sinyal keluar dapat terjadi karena gangguan pada
sirkit spur,sirkit sinyal, wesel, sirkit blok atau gangguan
lainnya.
b) Kereta api dapat diberangkatkan melalui sinyal keluar yang
menunjukkan aspek “tidak aman”, setelah diberi izin dengan
cara:
(1) Sesuai ketentuan yang tercatum dalam reglemen 19 jilid
1 pasal 26 ayat B.
(2) Menggunakan sinyal darurat yang dilayani oleh
pemimpin perjalanan kereta api.
c) Setelah mendapat ijin tersebut diatas, kereta api dapat
diberangkatkan melalui sinyal keluar yang menunjukkan
aspek “tidak aman” dengan kecepatan maksimum 30
km/jam sampai kereta api tersebut melewati wesel terjauh
pada rute yang bersangkutan.
JL12B
50m
m
/ja
km
30
JL32B
Page 48 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 49 - 178
d) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal listrik
dengan sistem blok otomatik, maka pemberian ijin untuk
memberangkatkan kereta api melalui sinyal keluar yang
menunjukkan aspek “tidak aman” diatur sebagai berikut:
(1) Bila indikator “blok aman” pada meja pelayanan
bercahaya putih, berarti kereta api dapat diberangkatkan
dengan cara seperti tersebut diatas.
(2) Bilamana indikator “blok aman” pada meja pelayanan
padam, maka pemimpin perjalanan kereta api harus
menugaskan seorang pegawai untuk memeriksa daerah
blok yang dilindungi sinyal keluar yang terganggu tidak
terisi bakal pelanting. Bila pemeriksaan tersebut telah
selesai dan blok dalam keadaan aman, maka kereta api
dapat diberangkatkan dengan cara seperti tersebut di
atas.
(3) Setelah mendapat izin, kereta api dapat diberangkatkan
melalui sinyal keluar yang menunjukkan aspek “tidak
aman” dengan kecepatan maksimum 30 km/jam sampai
kereta api tersebut melewati wesel terjauh pada rute
yang bersangkutan.
JL12B
m
/j a
km
30
JL32B
Page 49 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 50 - 178
(1) Sebelum pemimpin perjalanan kereta api melayani sinyal
darurat, ia harus meyakinkan dahulu bahwa rute yang
akan dilalui kereta api yang bersangkutan dalam
keadaan aman tidak isi bakal pelanting.
(2) Wesel-wesel harus dilayani sesuai keperluan, kemudian
dikancing dengan menggunakan kruk spur bila stasiun
tersebut dilengkapi dengan perkakas hendel mekanik,
atau dengan menggunakan tombol kancing bila stasiun
tersebut dilengkapi dengan perangkat sinyal listrik.
(3) Bila stasiun tersebut dilengkapi perangkat sinyal listrik
dan meja pelayanannya dilengkapi tombol pembentukan
rute darurat, maka wesel-wesel akan disetel ke
kedudukan yang diperlukan secara otomatis dan tersekat
dalam kedudukan tersebut.
(4) Setelah sinyal darurat dilayani, sinyal ini akan
menunjukan aspek “perintah jalan” selama 90 detik.
Pelayanan ini dicatat oleh pesawat pencatat sinyal
darurat.
(5) Setelah waktu 90 detik dilampaui, sinyal darurat akan
padam kembali. Bila pada saat itu kereta api masih
belum berjalan melalui sinyal masuk atau sinyal keluar
yang bersangkutan, maka pelayanan sinyal darurat harus
diulang kembali sampai akhirnya kereta api berjalan
melalui sinyal tersebut.
(6) Setiap kenaikan angka pada pesawat pencatat harus
dicatat dalam buku “Penjagaan Kenaikan Pesawat
Pencatat” disertai dengan alasan terjadinya kenaikan
angka tersebut.
Page 50 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 51 - 178
(7) Kereta api yang masuk dengan menggunakan sinyal
darurat harus dihentikan dimuka sinyal keluar yang
bersangkutan atau di muka semboyan 3 yang dilihatkan
oleh seorang pegawai sebagai batas berhantinya kereta
api yang bersangkutan.
2.5.1.1 Relai
a) Elemen sirkit yang sangat penting pada perangkat sinyal listrik
adalah relai, yang dapat didefinisikan sebagai alat pengendali arus,
yang dapat menyambung atau memutuskan sirkit lainnya
bergantung pada kedudukannya apakah menarik atau jatuh.
b) Relai yang banyak digunakan dalam teknik sinyal adalah relai arus
rata, yang angker ddan sistem kontaknya akan kembali pada
kedudukan biasanya secara otomatis, bilamana arus mengalir
dalam kumparan diputuskan.
c) Relai arus rata terdiri dari bagian;
(1) Sistem magnetik
(2) Kontak
d) Sistem relai magnetik arus rata terdiri dari bagian kumparan:
(1) Kumparan
(2) Inti
(3) Pemikul
(4) Celah udara
(5) Pasak penghenti
(6) Angker
Page 51 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 52 - 178
Gambar.
e) Relai arus rata terdiri dari 2 jenis:
(1) Jenis N (relai tanpa pengecekan)
Relai sendiri telah dapat memenuhi semua persyaratan
keselamatan tanpa bantuan relai lainnya atau tanpa
memerlukan bekerjanya suatu sirkit pengecek.
(2) Jenis C (relai yang memerlukan pengecekan)
Relai yang pemenuhan persyaratan keselamatan dijamin oleh
bekerjanya suatu sirkit pengecek.
Page 52 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 53 - 178
Ada beberapa macam pencatudaya peralatan sinyal antara lain:
(1) Pencatudaya bolak-balik utama,
(2) Pencatudaya bolak-balik berfasa tunggal
(3) Pencatudaya bolak-balik 3 fasa
(4) Pencatudaya searah
Keempat macam pencatudaya tersebut diatas masing-masing
digunakan sesuai dengan spesifikasi pewralatan sinyal antara lain:
lampu-lampu sinyal, sirkit-sirkit spur maupun peralatan yang
sejenis, masin-mesin penggerak wesel dan peralatan interlocking
Semua pencatudaya ini mendapatkan sumber tenaga dari
catudaya uatama atau catudaya darurat melalui transformator atau
menggunakan perata atau pengubah tagangan AC/DC.
c) Peralatan-peralatan lain
Disamping catudaya utama yang diperoleh dari PLN maupun
catudaya darurat yang dikeluarkan dari generator, maka masih
diperlukan pula peralatan-peralatan lainnya sesuai dengan
kebutuhan guna mendapatkan macam-macam catudaya yang
diinginkan. Adapun peralatan-peralatan tersebut adalah sebagai
berikut:
(1) Batere
(2) Perata/pengisi batere
(3) Transformator
(4) Pengubah arus
(5) Peti peralatan catudaya (papan penukar hubungan)
(6) Pendeteksi kebocoran terhadap bumi
Peralatan-peralatan tersebut diatas harus disesuaikan dengan
kapasitas penggunaannya.
Page 53 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 54 - 178
Page 54 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 55 - 178
posisinya di emplasemen. Tombol kelompok dan tombol-tombol
lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan tata letak
emplasemen misalnya pencatat terjadinya gangguan adalah
ditempatkan diatas astau dibawah tata letak emplasemen. Semua
pengoperasian oleh operator/pelayan harus dilaksanakan dengan
cara menekan secara bersamaa 2 tombol yang bersangkutan.
c) Tombol tekan untuk Relai Menghidupkan, Pengecekan dan
Rangkaian Deteksi
Tombol tekan untuk mengerjakan relai-relai dibedakan atas tiga
katagori:
(1) Tombol tekal relai sinyal, untuk penyetelan rute
(2) Tombol tekan rele wesel-wesel
(3) Tombol kelompok (common button relays)
Pengoperasian tombol-tombol ini bisa dengan cara:
(a) Mengoperasikan tombol- tombol tekan pada panel pelayanan
(b) Mengetik nomor-nomor yang akan disetel pada alat pengetik
(keyboard)
(c) Operasi jarak jauh (remote control)
(d) Apakah penekanan tombol telah sesuai dengan yang dikehendaki
dimana harus dua tombol ditekan bersamaan, hal ini harus ada
alat pengecek, dimana operasi akan dicegah bila bila terjadi
kesalahan misalnya 3 tombol ditekan bersamaan atau satu
tombol pembentukan rute ditekan bersamaan dengan tombol
kelompok. Jika terjadi kesalahan tekan atau kesalahan operasi,
maka setelah 5 detik timbul alarm bersamaan dengan itu maka
semua input konttrol terputus. Oleh karena itu penekanan tombol
paling tidak selama 5 detik untuk diketahui reaksinya, yaitu
penekanan telah betul atau salah.
Page 55 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 56 - 178
Page 56 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 57 - 178
lampu silang datar yang terletak pada lintas yang tidak terdapat
jaringan listrik komersial.
Sirkit spur arus rata rel tunggal kadang-kadang digunakan pada
lintas yang menggunakan traksi arus bolak-balik, tetapi pada
lintasyang menggunakan traksi lidtrik arus rata, jenis sirkit spur
ini tidak dapat digunakan.
(b) Sirkit spur arus bolak-balik
(i) Sirkit spur frekuensi komersial.
Sirkit spur frekuensi komersial commercial frequency rack
ircuit menggunakan sumber arus dengan frkuensi komersial
50 Hz atau 60 Hz. Pada umumnya sirkit spur jenis ini
digunakan pada lintas yang tidak menggunakan traksi listrik
arus rata.
(ii) Sirkit spur frekuensi ganda atau frekuensi tengah
Sirkit spur frekuensi ganda (doubled frequency track circuit)
menggunakan sumber arus bolak-balik 100 Hz, sedang sirkit
spur frekuensi tengah (halved frekuensi track circuit)
menggunakan sumber arus bolak-balik dengan frekuensi 25
Hz. Frekuensi-frekuensi tersebut diperoleh dengan cara
mengkonversikan frekuensi komersial 50 Hz dengan jalan
melipatkannya menjadi 100 Hz atau membaginya menjadi
25 Hz.
Sirkit spur jenis ini digunakan pada lintas yang
menggunakan traksi listrik arus bolak-balik, bila diduga
ditempat tersebut mungkin akan terjadi gangguan yang
disebabkan karena pengaruh arus traksi.
Oleh karena pada peralatan sirkit spur tidak terdapat
bagaian yang bergerak dan juga tidak terdapat komponen
semikonduktor, maka keawetan, demikian juga kekuatan
dan bekerja baiknay peralatan akan terjamin.
Page 57 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 58 - 178
(c) Sirkit spur dengan perata.
Sirkit spur dengan perata menggunakan sumber arus rata yang
berasal dari sumber arus bolak-balik yang diratakan oleh suatu
perata.
Pada sistem ini terdapat dua jenis sirkit spur, yaitu jenis
penyearah rangkap (full-wave rectifiying) dan jenis penyearah
tunggal (half-wave rectifiying). Sirkit spur jenis ini pada
umumnya digunakan keperluan khusus.
(d) Sirkit spur kode
Pada sirkit spur kode (coded track circuit) arus sinyal dicatukan
pada rel secara terputus-putus, membentuk suatu kode tertentu,
sehingga relai sirkit spur bekerja sesuai dengan kode yang
diterimanya. Relai ulang kode tertentu yang telah ditetapkan
melalui sistem demodulator. Keunggulan penggunaan sirkit spur
kode diantaranya adalah:
(i) Kemampuan mencegah terjadinya kesalahan operasi yang
disebabkan adanya arus liar (stray current)
(ii) Kemampuan meningkatkan jangkauan pengendalian dari
sirkit spur
(iii) Kemampuan meningkatkan kepekaan sirkit spur
(iv) Kemampuan meningkatkan pendeteksian putusnya rel.
(e) Sirkit spur frekuensi nada
Sirkit spur frekuensi nada (audio frequency track circuit) adalah
sistem sirkit spur terbaru yang, yang sangat berbeda bila
dibandingkan dengan sirkit spur tradisional.
Perbedaan terpenting adalah dalam hal arus sinyal yang pada
sirkit spur ini menggunakan frekuensi nada (audio frequency)
dengan fekuensi sekitar satu kilo Hertz. Di samping itu pada
sirkit spur ini telah digunakan teknik elektronika, yang pada
saat ini sedang berkembang dengan pesatnya.
Page 58 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 59 - 178
(f) Sirkit spur frekuensi tinggi
Bila frekuensi yang digunakan berada dalam daerah frekuensi
yang terletak antara 1 KHz sampai dengan 10 KHz, maka sirkit
spur disebut “ sirkit spur HF” (Sirkit spur pulsa frekeunsi tinggi).
(g) Sirkit spur pulsa
Sirkit spur pulsa (pulsa tarck circuit) adalah suatu sistem sirkit
spur yang khusus digunakan untuk mendeteksi bagian jalan
berkaret dan mempunyai tahanan listrik yang besar. Dengan
menggunakan tegangan pulsa tahanan paralel spur yang
dihasilkan ( track shunt resistance) menjadi lebih rendah.
Impedansi rel yang tinggi terhadap pulsa, mengakibatkan
meningkatnya kepekaan sirkit spur terhadap hubungan singkat.
Sirkit spur pulsa digunakan spur-spur penyortir suatu
emplasemen langsir yang mempunyai tahanan hubungan
singkat spur yang tinggi dan penggunaan semua jenis traksi.
Page 59 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 60 - 178
(b) Pada jembatan besai rasuk dalam yang tidak dapat diisolasi,
sehingga ditempat tersebut tidak dapat dibentuk sirkit spur.
Contoh:
(c) Pada konstruksi suatu wesel atau persilangan yang tidak
memungkinkan untuk memasang sambungan rel isol pada ke
dua rel ditempat yang sama, sehingga polaritas ke dua rel
Page 60 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 61 - 178
ditempat tersebut menjadi sama, yang mengakibatkan bagian
sirkit spur ditempat ini tidak akan dapat mendeteksi kehadiran
bakal pelanting.
Contoh:
Page 61 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 62 - 178
stang wesel 130 mm (wesel normal) dan juga untuk wesel
pada emplasemen langsir dengan gerakan stang wesel 130
mm.
Gaya penggerak sekurang-kurangnya 300 kg, waktu
pembalikan wesel harus sesingkat mungkin untuk operasi
normal, waktu kira-kira 3,5 detik.
Untuk gerakan pembalikan wesel cepat, waktu pembalikan
wesel dengan stang wesel 130 mm adalah sekitar 5 detik,.
Jenis ini diperlukan untuk wesel-wesel didaerak langsiran
yang padat untuk menangkap gerakan langsiran yang
meluncur darei pegunungan.
Waktu pembalikan wesel ini sangat dipengaruhi oleh:
(1) Tahanan mekanik dari perangkat penggerak wesel
(2) Tahanan elektris dari perengkat penggerak wesel
(3) Jarak penyetelan stang penggerak wesel
(4) Jenis motor penggerak yang dipakai.
Penggerak wesel harus mempunyai alat pengunci kedudukan
akhir wesel. Gaya penahan dari alat pengunci kedudukan
wesel ini sekurang-kurangnya 600 kg
Menurut penempatannya, alat pengunci kedudukan wesel ini
terdiri atas:
(1) Wesel yang biasa dilanggar dari arah belakang dalam hal
dilanggar dari arah belakang., kereta api mempunyai
tendensi membelah wesel atas kekuatan tekanan dan
kemungkinan keluar rel kec il.
(2) Wesel yang hanya bisa dilewati dari arah depan.
Dalam hal dilewati dari arah depan, ka mempunyai
kemungkinan keluar rel, tergantung atas kekuatan tekanan
antara lidah wesel dengan rel dasarnya.
Kedudukan akhir wesel harus dimonitor secara elektrik
dan bila kedudukan akhir telah tercapai, maka secara
Page 62 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 63 - 178
otomatis saklar terputus sehingga motor berhenti dan
wesel terkunci pada kedudukan akhirnya.
Bila mesin penggerak wesel terganggu atau sumber arus
terputus, maka mesin penggerak wesel harus dapat
dilayani secara manual dengan pelayanan setempat
dengan menggunakan engkol.
2.5.2.3 Sinyal
a) Perangkat sinyal cahaya
Sinyal cahaya adalah alat untuk mengirimkan informasi dari operator
sinyal (PpKa) kepada masinis, juga memberikan umpan-balik kontrol
kepada operator melalui lampu indikator pada panel kontrol.
Cahaya lampu harus dapat dilihat jelas pada jarak 500 m untuk sinyal
utama, baik pada siang maupun malam hari juga pada saat cuaca
buruk dengan berkabut.
Indikasi yang disampaikan adalah dengan menggunakan cahaya
warna dan disesuaikan dengan aspeknya.
Konstruksi dan sistem optiknya harus disusun sesuai dengan
keperluan teknis dan operasional. Sehingga cahaya yang keluar tidak
boleh menyilaulan mata tetapi terang dan jelas. Lensa dengan
kualitas tinggi harus harus dapat menjamin bahwa bisa
memancarkan cahaya dengan jarak jauh dengan menggunakan
lampu sinyal dengan daya yang rendah.
Sinyal cahaya warna bisa terdiri dari dua aspek sinyal maupun tiga
aspek sinyal dan masing-masing type terdiri dari stu unit lampu
dengan susunan lampu vertikal, kecuali untuk sinyal langsir
berbentuk diagonal.
Jarak tampak sinyal adalah 500 m pada siang hari dan harus masih
terlihat jelas bila tegangannya turun sampai 80% tegangan
nominalnya.
Page 63 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 64 - 178
Perangkat lampu sinyal cahaya terdiri dari bola lampu sebagai
sumber cahaya dan sistem optik untuk mengatur penyebaran cahaya
yang optimal dan sesuai kurva cahaya yang diinginkan.
Bentuk penyebaran cahaya pada jarak 500 m harus diatur sehingga
dengan gambar dibawah dengan sudut penyebaran 3 derajat ke kiri
dan ke kanan.
S [m] = K I [cd]
Page 64 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 65 - 178
dimana : S = jarak tampak sinar yang diinginkan [ m]
I = kuat cahaya axial dalam cd (candela)
K = konstanta tergantung spesifikasi masing-masing
Negara
(1) DB (Jerman) k = 5,488
(2) AAR (standard) k= 13,63
Contoh:
Bila jarak tampak yang diinginkan adalah 500 m maka kuat cahaya
axial yang diperlukan adalah:
(1) bila k = 5,488 (Jerman)
Page 65 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 66 - 178
(9) Tiang sinyal
Gambar
Page 66 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 67 - 178
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
d) Sistem Optik
(1) Pada gambar dibawah terlihat timbulnya pantulan dari sinar yang
mengenalnya perangkat lampu sinyal, hal tersebut harus dihindari.
(2) Pada gambar dibawah ini menunjukkan susunan perangkat lampu
sinyal lengkap dengan sistem optiknya.
Page 67 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 68 - 178
(3) Sumber chaya atau bola lampu terl;etak tepat pada titik apinya dan
membentuk sudut 120 derajat dengan bagian tepi lensa.
(4) Kaca reflektor ditempatkan dibagian atas sumber cahaya
membentuk sudut 60 derajat sehingga memperkuat sumber
cahaya.
(5) Latar belakang dengan warna abu-abu dan tidak boleh
memantulkan sinar
(6) Untuk pemberi warna hijau, kuning, merah digunakan kaca
berwarna dari bahan tertentu (Borosilicate glass) yang ditempatkan
dibagian dalam lensa daiantara sumber cahaya dan lensa.
(7) Lensa pengarah, sesuai dengan nomor kode yang menyatakan
sudut belok dipelukan untum\k menempatkan arah cahaya bila jalur
berbelok.
(8) Untuk menghindari sinar matahari dipasang kerudung sinar
matahari.
(9) Untuk sinyal dua aspek maupun tiga aspek secara vertikal dalam
satu unit perangkat sinyal, dilengkapi lotak pengontrol yang berisi
papan penghubung kabel antara kabel-kabel dari lampu sinyal
dengan kabel tanah yang menuju ke ruang rele dan dari sumber
daya. Juga didalam kotak kontrol harus terdapat pengatur tegangan
dan tahanan variabel untuk membatasi arus yang mengalir ke
lampu sehingga usia pakai lampu lebih panjang.
Page 68 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 69 - 178
jarak pengereman dan jarak luncuran adalah hal yang prinsip dalam
penempatan sebuah sinyal. Tempat kedudukan sinyal yang tepat
digambarkan pada gambar rencana dengan perbandingan (1 : 1000)
dengan bantuan gambar kurva cahaya.
Gambar penempatan sinyal berdasarkan kurva cahaya seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar
Gambar
Agar supaya usia lampu cukup lama maka sangat tergantung pada
kuat arus yang mengalir ke filamentnya, maka perlu diadakan
pengaturan kuat arus yang megalir ke filament pada siang hari dan
malam hari melalui tahanan pengatur. Pengaturan tahanan adalah
sekitar 95% tegangan nominal untuk siang hari dan 75% tegangan
nominal untuk malam hari. Pengaturan ini ditempatkan dipanel
pelayanan atau diruang rele, sesuai dengan rencana PLN untuk
berangsur-angsur mengganti jala-jala tegangan rendah 3 x 110/220
Volt dengan jala-jala tegangan rendah 3 x 220/380 Volt maka untuk
catu daya harus digunakan tegangan 3 x 220/380 Volt demikian pula
untuk catu daya cadangannya.
Page 69 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 70 - 178
2.5.3. Peralatan blok
Page 70 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 71 - 178
(2) Mengirim atau menerima secara terus-menerus informasi
keadaan blok pada setiap hari.
(3) Pengecekan ulang bekerjanya transmisi gelombang pembawa.
(4) Keluaran informasi keadaan blok melalui kontak-kontak relai
(5) Indikator gangguan pada waktu terjadi gangguan saluran
transmisi.
Page 71 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 72 - 178
pasang, semua kelompok relai harus dilengkapi dengan kode yang
disusun menurut suatu susunan tertentu.
Page 72 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 73 - 178
Pesawat untuk transmisi frekuensi gelombang pembawa, yang
khusus dikembangkan untuk penggunaan dalam bidang sistem
persinyalan kereta api harus mempunyai kekebalan yang dapat
dipercaya terhadap informasi palsu.
Gambar
Page 73 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 74 - 178
menyelenggarakan hubungan telepon secara bersama melalui saluran
blok. Pesawat telepon yang digunakan adalah pesawat telepon
dengan induktor yang berkerja menggunakan batere lokal. Untuk
hubungan telepon, pada kedua ujung saluran dilengkapi dengan
pemisah frekuensi untuk melindungi saling interferensi antara
bekerjanya hubungan blok dan hubungan telepon seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
e) Penutupan stasiun
Page 74 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 75 - 178
Sistem blok harus dirancang sedemikian rupe, sehingga
memungkinkan untuk dapat menutup satu atau beberapa stasiun yang
berurutan, misalnya pada waktu malam, bilamana kepadatan
perjalanan kereta api sedang rendah. Untuk keperluan tersebut
pesawat blok di stasiun yang ditutup harus dilengkapi dengan
kelompok relai penghubung langsung yang dapat menghubungkan
langsung pesawat blok di stasiun yang bersangkutan (missalnya
stasiun B) seperti terlihat pada dibawah.
Gambar...
Page 75 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 76 - 178
sedemikian rupa, sehingga pesawat blok harus dapat melindungi
wesel tersebut.
Gambar...
Page 76 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 77 - 178
1) Peralatan Pasif
Peralatan Pasif pada perangkat pelindung perlintasan sebidang terdiri
atas rambu-rambu dan marka jalan.
a) Marka perlintasan sebidang
b) Marka garis batas berhenti
c) Marka garis pemisah
d) Rambu pendahulu
2) Peralatan Aktif
Perangkat pelindung perlintasan sebidang aktif terdiri dari peralatan-
peralatan sebagai berikut :
a) Peralatan deteksi kedatangan kereta api
Alat ini dipakai mendeteksi kedatangan kereta api yang selanjutnya
akan mengerjakan seruling tanda bahaya serta menyalakan lampu
silang datar, lampu kerdip di pintu perlintasan dan berikutnya
mengerjakan penutupan palang pintu baik secara otomatis maupun
dilayani oleh penjaga pintu perlintasan
Jenis peralatan pendeteksi kedatangan kereta api ini antara lain :
(1) Kontak rel (mekanik)
(2) AF Track circuit
(3) Detektor elektronik ( level crossing controller )
b) Dipakai untuk memberi peringatan pada pemakai jalan raya bahwa
kereta api akan melewati daerah perlintasan.
Peralatan yang dipakai :
(1) Unit pembangkit suara ( seruling tanda bahaya )
(2) Sepasang atau dua pasang lampu kedip dan lampu silang datar
(3) Indikator penunjuk arah
c) Pintu perlintasan sebidang
Jenis pintu perlintasan yang digunakan untuk sistem sinyal elektrik
adalah pintu gerak vertikal, baik penutupan penuh maupun
separuh. Pintu perlintasan harus dilengkapi dengan alat
pengereman yang dapat mengerem pada setiap posisi yang
dikehendaki, untuk meloloskan kendaraan yang pada saat itu
masih dibawahnya. Bila sumber arus terputus, maka pintu ini harus
dapat turun sendiri dikarenakan gaya gravitasinya bawahnya.
d) Rambu perlintasan sebidang
Rambu perlintasan sebidang digunakan untuk memberitahukan
kepada masinis bahwa pintu susah tertutup atau belum, dengan
lampu tanda silang bercahaya kuning.
e) Panel
Page 77 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 78 - 178
2) Jenis peralatan komunikasi yang diperlukan adalah :
a) Sambungan dari pesawat telepon otomat lokal (bilamana di
stasiun yang bersangkutan terdapat sentral telepon otomat kereta
api).
b) Jaringan telepon blok.
c) Telepon sinyal.
d) Jaringan telepon perlintasan sebidang.
e) Komunikasi langsiran.
f) Perekam suara.
3) Sistem komunikasi tersebut di atas seluruhnya harus dapat dilayani
dari suatu tempat di dekat meja pelayanan. Pada stasiun besar perlu
dipasang suatu konsentrator telepon yang digunakan sebagai alat
pemersatu seluruh sistem.
3 SYARAT-SYARAT DESAIN
Page 78 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 79 - 178
c) Bilamana karena alasan teknis, suatu sirkit spur harus dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih banyak, bagian-bagian sirkit spur
tersbut diberi nomor yang sama diikuti dengan angka 1, 2, atau 3.
Contoh:
2) Di Stasiun
Sirkit spur diberi nomor yang terdiri dari dua angka.
(1) Angka puluhan menunjukan tanda jalur yang bersangkutan.
(a) Angka ganjil untuk jalur No.1 dan jalur yang sejajar dibawah
jalur tersebut
(b) Angka genap untuk jalur No.2 dan jalur yang sejajar diatas
jalur tersebut.
(c) Jalur yang terletak diantara jalur No.1 dan jalur No.2 diberi
tanda dengan huruf Z.
Contoh:
Page 79 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 80 - 178
3.1.2. Sinyal
1) Di Petak Jalan
Sinyal blok diberi nama huruf B diikuti oleh nomor sirkit spur yang
terletak didepannya.
Contoh:
2) Di Stasiun
a) Sinyal jalan diberi nama huruf “J” diikuti oleh nomor sirkit spur yang
terletak didepannya.
Contoh:
b) Sinyal langsir diberi nama huruf “L” diikuti oleh nomor sirkit spur
yang terletak didepannya.
Contoh:
c) Sinyal muka diberi nama huruf “M” diikuti oleh nama sinyal jalan
yang bersangkutan.
Contoh:
Page 80 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 81 - 178
d) Sinyal jalan yang dilengkapi dengan sinyal langsir diberi nama
huruf “JL” diikuti oleh nomor sirkit spur yang terletak didepannya.
Contoh:
e) Bilamana pada kedua ujung siatu sirkit spur terdapat sinyal, sinyal-
sinyal tersebut harus diberinama sa\esuai dengan nomor sirkit spur
yang bersangkutan dan diikuti dengan huruf (huruf A atau B) A
sebelah hilir dan B sebelah udik.
Contoh:
3.1.3. Wesel
1) Wesel diberi nomor sesuai dengan nomor sirkit spur transit yang
bersangkutan.
Contoh:
2)
Page 81 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 82 - 178
3.2. Penempatan Sinyal
3.3.1. Di Emplasemen
3.3.1.1 Interlocking
3.3.1.1.1) RUTE
(a) Persyaratan untuk rute kereta api, rute darurat dan rute langsiran
dinyatakan dalam “Daftar Pembentukan Rute”
(b) Rute kereta api dan rute darurat dimulai dari sinyal masuk, sinyal
keluar atau sinyal blok (sinyal utama). Rute-rute tersebut berakhir
pada sinyal utama lainnya atau pada spur mati
(c) Rute langsiran dimulai pada sinyal langsir atau sinyal keluar yang
tergabung dengan sinyal langsir. Sebagai tujuan dapat berupa
sinyal langsir, sinyal utama, spur mati, papan batas langsir atau
suatu daerah yang tidak dilengkapi dengan sinyal. Spur tujuan,
bila ada dan bila terletak didalam wesel tempat masuknya kereta
api di stasiun, boleh dalam keadaan terisi.
(d) Untuk stasiun kecil harus dilengkapi dengan fasilitas “route
transit”, sehingga bilamana distasiun tersebut akan terjadi
persilangan, pembentukan rute dapat dilakukan sebelum
kedatangan kereta api, sedangkan sinyal masuk yang
bersangkutan akan berubah menunjukkan aspek “äman” secara
otomatis oleh kereta api yang datang lebih dulu.
2) LUNCURAN
(a) Luncuran diperlukan untuk semua rute kereta api. Persyaratan
yang diperlukan tertera dalam “Daftar pembentukan Luncuran”.
(b) Pada setiap saat, harus diberi kemungkinan untuk dapat merubah
luncuran rute kereta api yang telah terbentuk, tanpa
Page 82 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 83 - 178
menyebabkan sinyal di tempat asal rute kembali menjadi “tidak
aman”.
(c) Luncuran suatu rute dapat dihapus secara manual setelah
penundaan waktu 30 – 90 detik dilampaui.
3) PENJAGA SAMPING
(a) Untuk rute kereta api, penjaga samping harus dideteksi secara
berkesinambungan.
(b) Pada rute kelangsiran dan rute darurat, penjaga samping tidak
perlu dideteksi.
4) SINYAL
(a) Aspek sinyal yang digunakan harus sesuai dengan aspek sinyal
yang telah baku di Perusahaan Kereta Api.
(b) Pada waktu malam, tegangan lampu sinyal harus dikurangi untuk
mencegah terlalu terangnya cahaya (periksa juga uraian tentang
“sumber arus”).
(c) Bilamana kawat pijar sinyal utama putus dilengkapi dengan
penghubung kawat pijar (filament switching), putusnya kawat pijar
utama (dan mengakibatkan perubahan penyambungan kepada
kawat pijar cadangan) akan ditunjukkan oleh indikator pada
ruangan pelayanan (periksa juga uraian tentang “Pelayanan dan
Indikator”.
Page 83 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 84 - 178
(2) Sinyal muka
(i) Bilamana jarak penempatan antara dua sinyal utama
lebih jauh dari jarak tertentu, sinyal utama biasanya didahului sinyal muka.
(ii) Sinyal muka dilengkapi dengan sebuah pelat pendar
cahaya. Sinyal muka tidak dilengkapi aspek “tidak aman”dan bila lampu
sinyal “padam”, sinyal tersebut boleh dilalui oleh kereta api.
(iii) Aspek “hati-hati”dan aspek “äman” harus dilengkapi
dengan penghubung kawat pijar.
(iv) Karena tidak ada gerakan langsiran yang melalui sinyal
muka, aspek sinyal ini langsung dilayani oleh sinyal masuk didepannya.
Page 84 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 85 - 178
(iii) Lampu aspek pembatas kecepatan harus dilengkapi dengan
penghubung kawat pijar.
(iv) Pembatas kecepatan harus padam bilamana sinyal utama
menunjukkan aspek “tidak aman”.
(v) Untuk rute darurat atau rute langsir, semboyan pembatas kecepatan
kecepatan tidak perlu digunakan.
Page 85 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 86 - 178
(ii) Bilamana rute dibentuk untuk masuk ke spur menurut jurusan tidak biasa
sinyal keluar spur salah “padam” dan sinyal jalan yang bersangkutan
menunjukkan aspek “äman” atau “hati-hati”.
5) WESEL
(a) Pelayanan mesin penggerak wesel dilakukan dengan
menggunakan arus bolak-balik 220/380 V, 50 Hz.
(b) Setiap sirkit mesin penggerak wesel harus dilengkapi dengan
pelindung fasa dengan menggunakan sikering yang besarnya
memadai.
(c) Wesel yang dilengkapi dengan pembebas kunci yang terletak
pada rute dideteksi dalam kedudukan biasa dengan
menggunakan pendeteksi kedudukan wesel.
(d) Wesel yang dilengkapi dengan pembebas kunci atau perintang
yang menyelenggarakan penjaga samping untuk spur utama
harus dideteksi dalam kedudukan biasa dengan menggunakan
pendeteksi kedudukan wesel.
6) PEMBEBAS KUNCI
Kedudukan biasa pesawat pembebas anak kunci dicek oleh setiap
rute kereta api dan rute darurat yang bersangkutan.
Page 86 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 87 - 178
Rute yang telah terbentuk dapat dihapus dengan beberapa cara :
(i).Penghapusan otomatik
Kereta api yang berjalan pada rute yang tealh dibentuk akan
menghapus secara otomatis bagian rute yang terletak
dibelakangnya dan yang dilayani oleh sirkit spur tersendiri.
Penghapusan ini dapat diselenggarakan karena bekerjanya
rele sirkit spur dengan urutan tertentu yang melibatkan
sedikitnya dua sirkit spur.
Urutan kerja ini akan mencegah terjadinya penghapusan
yang belum waktunya sebagian atau seluruh rute yang
disebabkan karena sifat-sifat kumparan rele sirkit spur.
Untuk alasan yang sama, tegangan sumber arus untuk sirkit
spur harus diamati secara terus menerus oleh suatu
peralatan yang sesuai.
Penghapusan rute secara otomatis yang disebabkan karena
keadaan sumber arus terganggu harus dicegah.
Penghapusan rute secara otomatis hanya boleh
terselenggara sekali, hal demikian dijamin bahwa seua rele
sirkit spur menarik kembali setelah tegangan rele sirkit spur
kembali bekerja.
(ii). Penghapusan manual tanpa waktu lambat setiap rute yang
dimulai dari sinyal masuk dapat dihapus tanpa waktu
lambat, kecuali bila kereta api telah berada dalam blok atau
bila sirkit spur pendekat (bila ada) telah terisi.
(iii). Penghapusan manual dengan waktu lambat.
Rute kereta api lainnya harus dapat dihapus secara manual
dengan waktu lambat.
Sinyal harus segera kembali menunjukkan aspek “tidak
aman” dan penghapusan rute akan bekerja setelah waktu
60-90 detik (dapat disetel) dilampaui. Penghapusan rute
Page 87 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 88 - 178
kereta api harus dicatat dengan menggunakan pesawat
penghitung.
(iv). Rute langsiran harus dihapus secara manual tanpa waktu
lambat.
3. Penyimpanan Rute
(i).Mekanisme penyimpanan rute (Route Keeping Mechanis)
hanya digunakan pada jalur utama yang lurus.
Sirkit dirancang sedemikian rupa sehingga rute yang telah
terbentuk menjadi bebas secara otomatis,bila kereta api telah
meninggalkan jalur yang bersangkutan dan rute untuk kereta
api berikutnya akan terbentuk secara otomatis setelah waktu
lambat yang ditentukan dilapaui, bila pada waktu itu PPKA
lupa untuk membentuk rute.
(ii) Bilamana sedang digunakan fasilitas penyimpan rute (Route
Keeping) perubah aspek sinyal masuk dan sinyal keluar
bergantung pada letak kereta api sama seperti sinyal blok
otomatis karena itu,sinyal keluar harus menggunakan sinyal
cahaya warna 3 aspek.
(iv)Rute yang tersimpan akan terbentuk dengan jalan menekan
tombol penegang rute otomatik yang akan bercahaya bila
tombol tersebut telah selesai ditekan.
(iv)Rute yang tersimpan dapat dihapus dengan jalan menekan
tombol penegang rute otomatik yang sedang bercahaya
sehingga rute yang terbentuk dan penyimpan rute secara
serempak keduanya menjadi hapus.
(v) Bilamana stasiun merupakan pembatasan antara lintas yang
dilengkapi dengan sinyal otomatik rute untuk berangkat dan
rute untuk masuk, setelah lintas yang tidak dilengkapi dengan
sinyal otomatik, tidak boleh dilengkapi dengan fasilitas
penyimpan rute.
Page 88 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 89 - 178
2 ) Panjang Efektif Spur Kereta Api
a. Panjang efektif spur
kereta api adalah jarak antara batas sirkit spur yang terjauh dengan
sinyal keluar ke arah berlawanan yang bila terinjak oleh kereta api
masih tidak mengganggu perjalanan kereta api di spur lainnya.
b. Pada waktu
merencanakan pembagian sirkit spur dan penempatan sinyal disuatu
emplasemen harus diusahakan sedemikian rupa, sehingga sedikitnya
pada emplasemen tersebut terdapat 2 spur kereta api yang panjang
efektifnya minimum sama dengan panjang kereta api terpanjang yang
berjalan di lintas yang bersangkutan.
c. Panjang efektif spur
kereta api untuk kedua jurusan belum tentu sama, tergantung pada
letak sinyal keluar dan sirkit spur yang terjauh seperti pada gambar
dibawah ini.
Gambar:
Page 89 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 90 - 178
Gambar.
c) Penempatan sinyal keluar minimum dipasang pada jarak 5 m dari
sambungan penyekat batas spur kereta api yang bersangkutan dengan
mengutamakan:
1) Panjang efektif spur kereta api yang diperlukan di lintas tersebut.
2) Kemungkinan untuk dapat masukkan kereta api yang berlawanan
secara serempak.
Gambar.
d) Sinyal langsir ditempatkan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Bila suatu sinyal langsir berlaku untuk gerakan
langsir yang menuju ke luar emplasemen, maka jarak minimum sinyal
tersebut terhadap sambungan penyekat batas spur langsir adalah 5 m.
2) Bila suatu sinyal langsir berlaku untuk gerakan
langsir yang menuju ke dalam emplasemen, maka jarak minimum
sinyal tersebut terhadap sambungan penyekat batas spur langsiran
adalah 2 m.
Gambar.
e) Perintang yang dipasang di belakang suatu wesel ditempatkan pada jarak
1 m dari sambungan penyekat sirkit spur wesel yang bersangkutan.
Gambar.
Page 90 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 91 - 178
4 ) Gambar Rencana
a) Gambar Rencana Tata Letak Lintas
1) Gambar rencana tata letak lintas menggambarkan tata letak spur
kereta api di setiap stasiun yang terletak pada suatu lintas.
2) Ukuran kertas yang digunakan, adalah lebar sesuai dengan lebar
kuarto, sedang panjangnya tergantung pada panjang lintas yang
direncanakan.
Bila gambar terlalu panjang, maka gambar dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yang panjang tiap bagian adalah 5 m.
3) Gambar dibuat dengan skala panjang 1 : 10.000 dan skala lebar 1 :
500
4) Gambar rencana tata letak lintas harus melukiskan:
a. Semua spur dan wesel yang termasuk dalam
sistem persinyalan yang dirancang.
b. Semua semboyan tetap yang terdiri dari
-sinyal utama dan sinyal pendahulu, rambu pembatas kecepatan
dan rambu akhir pembatas kecepatan lengkap dengan nomor dan
letak kilometernya.
c. Semua sirkit spur lengkap nomor atau
namanya.
d. Semua jalan perlintasan yang dilengkapi
peralatan pelindung perlintasan disertai dengan nomor perlintasan,
letak kilometer dan lebar jalannya.
e. Semua jembatan yang dilengkapi nomor
bangunan hikmatnya, jenis,panjang bentang dan letak
kilometernya.
Page 91 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 92 - 178
f. Semua telepon sinyal, telepon perlintasan
atau blok terminal untuk telepon.
g. Pada bagian atas gambar harus dilukiskan
garis kilometer lengkap dengan titik kilometer dan hektometernya.
b) Gambar Rencana Tata Letak Perangkat Sinyal di Stasiun.
1) Gambar rencana tata letak perangkat sinyal di stasiun
menggambarkan data letak peralatan perangkat sinyal yang digunakan
pada emplasemen.
2) Ukuran kertas yang digunakan, adalah lebar sesuai dengan lebar
kuarto, sedang panjangnya tergantung pada panjangnya emplasemen
yang direncanakan.
3) Gambar dibuat dengan skala panjang 1 : 1.000 dan skala lebar 1 : 500
4) Gambar rencana tata letak perangkat sinyal di stasiun harus
melukiskan:
a. Semua spur dan wesel yang termasuk dalam sistem persinyalan
yang dirancang.
b. Semua semboyan tetap terdiri dari semua jenis sinyal
lengkap dengan aspeknya, rambu pembatas kecepatan, rambu
akhir pembatas kecepatan dan semua marka yang digunakan di
stasiun tersebut, dilengkapi dengan letak kilometernya.
c. Semua sirkit spur lengkap dengan nomor atau
namanya.
d. Semua perlintasan baik yang dilengkapi dengan
perangkat pelindung perlintasan disertai dengan nomor perlintasan
letak kilometer dan lebar jalannya.
e. Semua telepon sinyal, telepon perlintasan, telepon
pengawas peron dan pesawat “talk back”.
f. Kunci tanda akhiran kereta api.
g. Semua jembatan yang dilengkapi dengan nomor
bangunan hikmatnya, jenis, panjang bentang dan letak
kilometernya.
Page 92 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 93 - 178
h. Bangunan rumah sinyal dan pesawat-pesawat
pelayanan lengkap dengan nama dan letak kilometernya.
i. Peron di emplasemen.
j. Letak kilometer titik yang harus dilindungi
k. Pada bagian atas gambar harus dilukiskan garis
kilometer lengkap dengan titik kilometer dan hektometernya.
c) Simbol yang Digunakan Pada Gambar Rencana Tata Letak Perangkat
Sinyal.
1) Sinyal
Page 93 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 94 - 178
= Sinyal ulang
= Sinyal darurat
= Aspek merah
= Aspek kuning
= Aspek hijau
Page 94 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 95 - 178
3
= Rambu pembatas kecepatan
= Rambu penghabisan batas
kecepatan ????
= Marka batas berhenti kereta api
z
= Pengamat listrik kedudukan wesel
= Perintang
= Pelalau
Page 95 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 96 - 178
4) Lain-lain
Page 96 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 97 - 178
K = Pembebas kunci
= Telepon sinyal
= Telepon perlintasan
= Kontak rel
= Penghitung gandar
= Jembatan
Page 97 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 98 - 178
b. Wesel Inggris
ka
na
n
kiri
kiri
13A 13B
ka
na
n
Page 98 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
Halaman : 99 - 178
2. Wesel 13 B, bila wesel sedang mengarah ke jurusan kiri, maka
wesel sedang berkedudukan (-) dan bila wesel sedang
berkedudukan mengarah ke jurusan kanan maka wesel sedang
berkedudukan (+).
c. Persilangan
ka
na
n i
kir
i ka
kir na
n
6) Daftar Interlocking
Page 99 of 178
REVISI
PEDOMAN DASAR PERENCANAAN SINYAL ELEKTRIK
1. Langsiran 0,5
2. Kereta api dengan puncak kecepatan 0,7
dibawah 45 km/jam dan panjangnya di
3. bawah 30 meter 1,0
Jenis kereta api lainnya
1. Pejalan kaki 1
2. Sepeda 2
3. Kendaraan Ringan 4
4. Sepeda Motor 8
5. Kendaraan roda tiga 19
6. Mobil Penumpang 12
7. Jenis mobil lainnya 14
3 - 10 2400
10 – 15 2200
15 – 20 1800
20 - 25 1400
25 - 30 1100
30 - 40 750
40 - 50 500
diatas 50 360
Table 5
Q = PXT
59 45 30
a 30 30 25 20
a. Keterangan :
b. Bila suatu kendaraan pada waktu berada di a menyerobot dengan
kecepatan 5 km/jam, dan pintu P1 mulai bergerak turun, maka
pintu P3 baru mulai menutup setelah kendaraan tersebut
berkedudukan di b
3.3.3.2 RELAI
e) Umum
(a) Relai jenis N dan C
Antara angker dan pegas kontak harus dihubungkan secara langsung
sehingga merupakan kesatuan ( pengendalian secara tidak langsung
misalnya dengan menggunakan pegas kontak lainnya, tidak diperkenankan )
(b) Relai jenis N
(i) Pada waktu kontak-kontak bekerta , tidak boleh tejadi
“pengelasan “ titik kontak.Agar tidak terjadi pengelasan,
titik kontak harus terbuat dari bahan yang sesuai
( misalnya perak, karbon sehingga tidak terjadi bahaya
pengelasan seperti tersebut di atas), atau dengan
menggunakan persyaratan konstruksi khusus, yang
dapat mencegah terjadinya bahaya pengelasan kontak
(misalnya pelelehan, kontak terhubung seri) .
(ii) Membukanya kembali kontak yang disebabkan oleh
jatuhnya kembali angker karena veratnya sendiri pada
waktu arus yang mengalir dalam kumparan terputus
harus dapat dipercaya.
g) Sistem Magnetik
(a) Dalam keduduan menarik gerakan angker harus di batasi
dengan menggunakan penghenti, penghenti harus terbuat
dari bahan yang tidk memungkinkan terjadinya kemagnetan
tinggal dan tahan karat.
(b) Selama usia kerjanya relai seperti yang dipersyaratkan ,
celah udara pada waktu relai bekerja harus tidak boleh
Faktor k = arus jatuh untuk semua relai baru dari suatu jenis
Arus kerja
yang dikehendaki tidak berubah lebih banyak dari 15%
hasil bagi arus jatuh dan arus kerja yang beharga tetap.
Catatan :
Arus nominal adalah arus yang mengalir melalui
kumparan relai , bilamana kumparan tesebut dicatu
dengan tegangan nominal dari suatu batere.
h) Kekuatan Dielektrik
(a) Isolasi antara :
j) Tekanan Pegas
(a) Kekuatan tekanan kontak setelah angker yang dapat
bergerak selesai melakukan seluruh gerakkannya, tidak
boleh kurang dari ketentuan sebagai berikut :
(i.) Relai jenis N.
0,245 N (25 g) bilamana kontak terbuat dari bahan perak-
karbon.
(ii.) Relai jenis C.
0,196 N (20 g)
(b) Untuk kontak dengan tiang ganda, untuk tiap titik kontak
hanya memerlukan tekanan kontak separuhnya.
Untuk kontak jarak ganda, untuk tiap tiap titik kontak memerlukan tekanan
yang penuh.
(c) Bilah kontak yang sedang tidak bekerja harus berhenti pada
bilah penyanggaan dengan jalan menekannya.
k) Membersihkan sendiri
Gerakan membersihkan sendiri suatu kontak minimum :
(a) 0,2 mm untuk relai jenis N.
(b) 0,1 mm untuk relai jenis C (dalam hal kontak jarak ganda,
gerakan membersihkan sendiri yang lebih kecil telah
mencukupi).
l) Pelepasan
3.3.3.3 CATUDAYA
m) Peralatan Catu daya
(1) Sirkit catu daya pembaginya dirancang sederhana mungkin,
menggunakan teknologi yang sesuai dengan keadaan
lingkungan perkereta apian .
(2) Berkerjanya instalasi sinyal harus dapat dijamin
kelangsungannya, sehingga peralatan catu daya harus
dapat bekerja baik dengan catu daya utama maupun dengan
catu daya cadangan.
(3) Diagram blok yang nerupakan prinsip rancanan adalah
sebagai berikut :
(4) Jenis catu daya yang digunakan terdiri dari:
(a) Catu daya utama.
(b) Catu daya cadangan.
(c) Catu daya darurat.
n) Catudaya Utama
(i) Catu daya utama diambil dari tegangan jaringan PLN atau
dari jaringan pembagi tegangan tinggi gardu induk PJKA.
(ii) Pada setiap saluran masuk, tegangan masuk dilengkapi
pelindung terhadap perputaran fasa yang tidak benar.
2) Persyaratan Teknis
(1) Pelayanan seluruh instalasi harus dilakukan dari meja
pelayanan. Demikian pula, semua indikator yang diperlukan
untuk oelayanan instalasi persinyalan dan untuk informasi
yang diperlukan Pemimpin perjalanan kereta api harus
diperagakan pada panel pelayanan.
(2) Panel pelayanan terbuat dari konstruksi logam dengan bentuk
panel tegak, panel meja, panel pilar atau panel dindingf yang
disesuaikan dingan luas emplasemen stasiun yang
dilayaninya.
(3) Sewaktu bekerja pada panel pelayanan, baik dengan posisi
sambil berdiri atau sambil duduk, Pemimpin pedrjalanan
kereta api harus dapat mengawasi keadaan seluruh
emplasemen atau sebagian dari emplasemen melalui jendela
yang ada.
(4) Permukaan yang digunakan untuk pelayanan harus dibuat
tahan lama dan tidak mengkilap. Pada permukaan panel
tersebut digambarkan tata letak sepur di emplasemen yang
disusun secaa geografis yang sederhana.
(i) Indikator kunci wesel terlayan tempat dan tombol pembebas anak
kunci.
i) Indikator sepur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya, bila
didepan wesel terinjak langsiran, bercahaya merah.
ii) Tombol pembebas anak kunci (2)
iii) Indikator pengamat anak kunci (3), keadaan biasa menyala
putih.Bila izin untuk mencabut anak kunci telah diberikan
atau bila anak kunci telah dicabut, indikator tersebut padam.
iv) Indikator pembebas anak kunci (4), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila izin untuk mencabut anak kunci telah
diberikan, indikator tersebut menyala merah.
v) Indikator penyekatan wesel (5), keadaan biasa, tidak
bercahaya. Bila wese4l disekat oleh suatu rute kereta api
yang sedang dibentuk, indikator tersebut menyala putih.
vi) Nomor wesel (6).
(j) Indikator sirkit spur.
i) Indikator spur (1), keadaan biasa, tidak bercahaya, sedang
bila sepur siap untuk dilalui kereta api bercahaya putih dan
bila sepur terisi kereta api bercahaya merah.
ii) Nama sirkit sepur (2)
(2) Segmen Panel yang Memuat Tombol dan Indikator Blok.
(a) Indikator blok tertutup.
Keadaan biasa bercahaya putih, sedang bila stasiun
sebelahnya telah meminta blok atau bila telah diberi blok
oleh stasiun sebelahnya, indikator ini padam.
(b) Tombol arah letak blok.
3.3.4.3 Semua bagian sirkit spur harus dihubungkan deret agar dapat
mendeteksi rel yang putus. Rel minus harus dihubungkan silang untuk
menjamin agar sirkit spur bekerja mengikuti azas keselamatan.
3.3.4.5 Rele sirkit spur harus ditempatkan dalam ruang rele. Bilamana hal
ini tidak mungkin, rele-rele tersebut dapat ditempatkan dalam
beberapa tempat strategis dalam jumlah yang sedikit mungkin.
3.3.4.6 Tegangan pengisi (feeding voltage) untuk rele ulang sirkit spur
dalam ruang rele harus berasal dari peti peralatan sumber arus bolak-
balik yang dihasilkan oleh sumber arus perangkat sinyal.
3.3.4.7 Setiap pengisi untuk rele ulang sirkit spur masing-masing harus
dilengkapi dengan sikering potonganganda sikering dan rele sirkit spur
harus dilengkapi dengan label yang jelas .
Catatan:
Pencabutan anak kunci pembebas kunci tidak dapat
dilakukan, bila wesel yang bersangkutan sedang
digunakan untuk rute kereta api.
3.3.4.12 SINYAL
a) Persyaratan Lampu Sinyal.
1) Sinyal Utama
(a) Sinyal masuk, sinyal keluar atau sinyal blok.
(i) Susunan Lampu
(i) Lampu
2) Sinyal Pembantu
(a) Sinyal muka
(i) Susunan lampu.
3) Sinyal Pelengkap
(a) Sinyal arah
(i) Lampu.
(i) Lampu.
(b) Bila suatu lintas mempunyai lebih dari satu jalan rel dan
jarak antara satu dengan lainnya sangat berdekatan,
sehingga sinyal tidak dapat dipasang di antara jalan rel
yang ada, maka sinyal-sinyal tersebut harus dipasang
pada suatu jembatan yang tingginya 6000 mm dari
kepala rel.
Pemasangan sinyal pada jembatan diusahakan
sedemikian rupa, sehingga tetap sinyal harus terletak
tepat di atas jalan rel yang bersangkutan:
Contoh:
Contoh:
Stasiun B
Meminta izin untuk merubah blok
dengan menggunakan telepon blok.
c. Pintu Perlintasan
(1) Pintu Dorong
Pintu dorong adalah suatu pintu perlintasan yang dilengkapi
beberapa roda kecil. Pelayanan pintu dilakukan dengan cara
mendorong dari temlpat penyimpanan, sehingga pintu tersebut
menutup jalan raya bila kereta api akan melintasi perlintasan
dan menghentikan lalu lintas jalan raya tersebut.
Manfaat penggunaaan pintu jenis ini adalah dalam kedudukan
biasa, pintu tidak menghalangi pemakaian jalan, karen apintu
tersebut yerletak di luar jalan raya bila tidak seang digunakan,
dan pintu jenis ini dapat digunakan pada jalan yang lebar.
Sebaliknya jenis pintu inimempunyai kelemahan , karena
waktu penutupannya terlalu lama dan risiko bagi pelayan
pintu sangat besar, jika lalu lintas di jalan raya yang
bersangkutan sangat padat.
Contoh:
(2) Pintu Gerak Mendatar
Pintu gerak mendatar adalah pintu perlintasan yang terbuat
dari besi atau kayu yang dapat menutup jalan raya dengan
cara memutar pintu gerak mendatar, bila kereta api akan
melintasi perlintasan uyang bersangkutan.
Jenis pintu ini memerlukan waktu pelayanan yang cukup lama,
tetapi benar-benar dapat menghentikan lalu lintas jalan raya
seperti pintu dorong.
Jenis pintu ini digunakan pada perlintasan yang terletak di
lintas yang frekuensi kereta apinya rendah, tetapi kepadatan
lalu lintas jalan raya tinggi.
Contoh :
d. Pendeteksi Rintangan
(a) Tujuan
Setiap kendaraan yang berhenti pada perlintasan sebidang
karena sesuatu hal, dapat dideteksi secara otomatik oleh
alat pendeteksi rintangan.
(b) Cara kerja
(i) Kereta api memasuki daerah peringatan suatu
perlintasan sebidang.
(ii) Sinar infra merah dipancarkan dari pesawat
pembangkit sinar (luminescent), bilamana sinar infra
merah antara pembangkit sinar dan pesaat penerima
terputus selama 6 detik, maka sinyall cahaya khusus
bekerja secara otomatik menunjukkan aspek “tidak
aman”.
(c) Tindakan
(i) Pemakai jalan dan penjaga perlintasan:
Bilamana suatu kendaraan berhenti pada
perlintasan sebidang, karena sesuatu kerusakan
mekanis, tombol darurat harus segera ditekan dan
kendaraan yang mogok harus segera dikorong
meninggalkan perlintasan.
(ii) Masinis kereta api.
- Segera setelah mesinis melihat sinyal
menunjukkan aspek “tidak aman”, iaaa harus
segera menghentikan kereta apinya dengan
menggunakan rem darurat.
- Kereta api tersebut boleh dijalankan kembali
setelah masinis melihat aspek sinyal “aman”
atau setelah ia menerima petunjuk yang
diberikan kepadanya.
- Walaupun demikian, bilamana masinis tidak
mungkin untuk mengikuti ketentuan tersebut,
maka kereta apinya boleh dijalankan kembali
dengan hati-hati, setelah cahaya lampu yang
ditunjukkan oleh sinyal cahaya khusus padam.
e. Tombol Darurat (Emergency Switch)
(a) Tujuan.
Tombol ini disediakan untuk dapat dilayani oleh umum
yang sedang berjalan melewati perlintasan sebidang
agar supaya dapat memberitahukan kepada masinis
bilamana terjadi suatu gangguan pada perlintasan
sebidang.
(b) Pemasangan.
(i) Tombol darurat, pada prinsipnya, harus dipasang
pada tiang lampu silang datar yang dipasang di
kedua sisi jalan rel. Bilamana perlintasan sebidang
tersebut dilayani oleh penjaga perlintaan, maka
tombol darurat harus dipasang dalam gardu
penjaga.
(ii) Tombol tekan harus dipasang menghadap ke arah
jalan raya, sedang indikator yang dilayaninya harus
dipasang menghadap ke arah jalan rel.
(c) Cara kerja.
(i) Tekan tombol ke bawah.
(ii) Lampu indikator pelayanan bercahaya merah dan
bersamaan dengan itu, sinyal cahaya api, relai dan
sinyal cahaya khusus masing-masing bekerja
secara serempak.
(d) Tindakan
(i) Pemakai jalan yang melewati perlintasan sebidang:
- Pemakai jalan yang telah menggunakan tombol
darurat diwajibkan untuk melaporj kepada kepala
stasiun yang terdekat. Bilamana perlintasan
sebidang ini dilayani, maka penjaga perlintasan
diwajibkan untuk melaporkan hal itu kepada
kepala stasiun terdekat.
- Masinis yang telah melayani tombol “reset”
diwajibkan melaporkan kepada kepala stasiun
yang terdekat.
(ii) Kepala Stasiun
- Bilamana penggunaan tombol darurat terletak
pada perlintasan sebidang di dekat stasiun
penerima laporan, maka kepala stasiun diwajibkan
untuk menugaskan seorang pegawai untuk
memeriksa keadaan perlintasan sebidang dan
menekan tombol “reset”.
- Bilamana penggunaan tombol darurat telah
diketahui, kepala stasiun diwajibkan
memberitahukan kepada pejabat sinyal yang
bertanggungjawab.
(iii) Pejabat sinyal
Bilamana pejabat sinyal menerima laporan tentang
penggunaan tombol darurat pada suatu perlintasan
sebidang, maka ia diwajibkan harus segera
menugaskan pegawai untuk memperbaiki gangguan
tersebut.
f. Penghubung Singkat Sirkit Sepur
(a) Tujuan
Sinyal blok yang terdekat didekat perlintasan sebidang
akan menunjukkan aspek “tidak aman” untuk
memberitahukan kepada masinis bahwa pada
perlintasan terjadi gangguan
(b) Cara kerja
(i) Tombol darurat ditekan ke bawah.
(ii) Alat penghubung singkat sirkit sepur bekerja
menghubungkan singkat relai sirkit spur sinyal blok
yang bersangkutan.
(iii) Sinyal blok yang berlaku untuk kedua arah masing-
masing menunjukkan aspek “tidak aman”
(c) Tindakan
Masinis kereta api.
(i) Setelah melihat sinyal blok menunjukkan aspek
“tidak aman”, ia harus menghentikan kereta apinya
50 m didekat sinyal yang bersangkutan.
(ii) Bilamana kereta api akan dijalankan kembali, ia
harus mengikuti aspek sinyal yang ditunjukkan atau
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan
kepadanya.
g. Pengamat Perangkat Pelindung Perlintasan Sebidang
terpusat
(a) Tujuan :
Untuk memantau bekerja baiknya peralatan peralatan
perangkat pelindung perlintasan sebidang, sehingga
gangguan yang terjadi pada peralatan tersebut dapat
segera diketahui pengamat dan pesawat luar.
(b) Uraian Sistem
(i) Sistem pada umumnya terdiri dari pesawat pusat
pengamat dan pesawat luar. Pesawat luar
mendeteksi gangguan yang terjadi pada
perangkat pelindung perlintasan sebidang yang
diamati oleh pesawat pusat pengamat. Contoh
(ii) Keadaan yang diamati diantaranya :
- Pengeras suara tidak berbunyi.
- Pengeras suara tidak dapat berhenti berbunyi.
- Pintu tidak dapat memutar.
- Tegangan catu daya arus rata rendah.
- Unit lampu merah rusak.
h. Perlintasan Indeks Bahaya Pada Perlintasan Sebidang
(1) Bilamana akan diselenggarakan peningkatan pada
perangkat pelindung perlintasan, maka
pelaksanaannya harus dimulai pada perlintasan yang
mempunyai indeks bahaya (danger index) terbesar
pada lintas tersebut.
(2) Untuk menentukan faktor dalam perhitungan indeks
bahaya, terdapat 7 unsur yang mempengaruhinya :
(a) Jumlah jalur jalan rel = F1
(b) Jenis lintas = F2
(c) Frekuensi kereta api = F3
(d) Lebar jalan perlintasan = F4
(e) Jarak tampak = F5
(f ) Keadaan lingkungan = F6
(g) Konversi kepadatan lalu lintas = F7
(3) Untuk memperhitungkan kepadatan lalu-lintas
digunakan perbandingan konversi kepadatan lalu
lintas pada halaman 114.
(4) Pada waktu memperhitungkan indeks bahaya
ketujuh faktor tersebut di atas diberi harga sesuai
dengan unsur pada daftar di bawah ini dan indeks
bahaya dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut:
7
Indeks bahaya =
n 1
Fn
5) Komunikasi Langsiran
a) Sejumlah “talk-back” perlu dipasang ditempat-tempat yang
strategis di stasiun besar yang dapat digunakan untuk hubungan
antara kru kereta api dan Pemimpin perjalanan kereta api.
b) Metoda pelayanan harus difgunakan “one to all”. Hal ini berarti
bahwa hubungan hanya dapat diselenggarakan antara pesawat
cabang “talk-back” dengan Pemimpin perjalanan Kereta api dan
sebaliknya, dan tidak antara pesawat cabang “talk-back” dengan
pesawat cabang “tallk-back”
c) Untuk keperluan ini, setiap tiang “talk-back” harus dilengkapi
mikropom, penguat suara (atau gabungan dari keduanya pada
suatu “hand-set’) dan tombol panggil.
6) Konsentrator Telepon
a) Telepon blok, telepon sinyal atau blok terminala pada sinyal
otomatik atau pada pintu otomatik, teleponm perlintasan, jaringan
komunikasi langsiran, telepon otomat kereta api dan perekam
suara masing-masing dihubungkan dengan konmsentrator
telepon.
b) Peralatan pendukung dan sirkit untuk konsentrator telepon harus
dipasang di dalam ruang komunikasi.
c) Agar supaya konsentrator telepon dapat dihubungkan dengan
komunikasi langsiran, maka konsentrator telepon harus
dilengkapi dengan penguat suara dan mikropon yang dapat
diarahkan (directional type).
d) Untuk menghentikan perekaman suara bila hand-set telah
dikembalikan pada tempatnya, ,maaka pada pesawat
konsentrator telepon harus dilengkapi kontak pembatas (floating
contact) yang akan mengendalikan bekerjanya pesawat perekam
suara. Menutupnya kontak tersebut menyebabkan pesawat
perekam suaera akan mulai bekerja. Sedang bila kontak tersebut
membuka, pesawat perekam suara akan berhenti bekerja.
e) Pada peralatan konsentrator harus disiapkan untuk dapat
dihubungkan dengan pesawat telepon dispatcher.
7) Sumber Arus
Sebagai sumber arus, diambil dari sumber arus perangkat sinyal,
sehingga hubungan sumber arus tidak akan terputus. Sirkit telepon
harus diisol dari sirkit sinyal.
4 KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN
Dalam hal terjadinya penggunaan peralatan perangkat sinyal atau
perangkat pelindung perlintasan sebidang yang mengunakan sistem
atau teknologi yang berlainan dengan yang telah digunakan PJKA pada
saat ini, dan atau dikeluarkannya, maka akan dilakukan langkah-langkah
pengembangan dan penyempurnaan terhadap isi buku ini secara lebih
lanjut.